Majapahit (Jawa: ꧋ꦩꦗꦥꦲꦶꦠ꧀; pengucapan bahasa Jawa:
[madʒapaɪt]; Sanskerta: Wilwatikta) adalah sebuah kemaharajaan yang berpusat di
Jawa Timur, Indonesia, yang pernah berdiri sekitar tahun 1293–1527 M.
Kemaharajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya menantu Kertanagara, maharaja
Singhasari terakhir, dan mencapai puncak kejayaannya menjadi kemaharajaan raya
yang menguasai wilayah yang luas di Nusantara pada masa kekuasaan raja Hayam
Wuruk, yang berkuasa dari tahun 1350–1389.
Kemaharajaan Majapahit adalah kemaharajaan Hindu-Buddha
terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai monarki terbesar dalam
sejarah Indonesia. Menurut Negarakertagama, kekuasaannya terbentang dari Jawa,
Sumatra, Semenanjung Malaya, Kalimantan, Filipina (Kepulauan Sulu, Manila
(Saludung), Sulawesi, Papua, dan lainnya.
A. HISTORIGRAFI
Sejarah mengenai kemaharajaan Majapahit masih menjadi salah
satu subjek penelitian yang menarik untuk dibahas dan ditelusuri lebih jauh
lagi. Sumber utama yang digunakan oleh para sejarawan diantaranya adalah
Pararaton ('Kitab Raja-raja') dalam bahasa Kawi dan Nagarakretagama dalam
bahasa Jawa Kuno. Pararaton menceritakan Ken Arok (pendiri Kerajaan Singhasari)
namun juga memuat beberapa bagian pendek mengenai terbentuknya Majapahit.
Sementara itu, Nagarakertagama adalah puisi Jawa Kuno yang ditulis pada masa
keemasan Majapahit di bawah pemerintahan Hayam Wuruk. Kakawin Nagarakretagama
pada tahun 2008 diakui sebagai bagian dalam Warisan Ingatan Dunia (Memory of
the World Programme) oleh UNESCO. Selain itu, terdapat beberapa prasasti dalam
bahasa Jawa Kuno maupun catatan sejarah dari Tiongkok dan negara-negara lain.
Arca Harihara (paduan Siwa dan Wisnu) perwujudan Kertarajasa dari Candi Simping, Blitar, kini koleksi Museum Nasional.
C.C. Berg menganggap bahwa sebagian naskah tersebut bukan
catatan masa lalu, tetapi memiliki arti supernatural dalam hal dapat mengetahui
masa depan. Kebanyakan sarjana tidak menerima pandangan ini, karena catatan
sejarah Majapahit sesuai dengan catatan Cina yang tidak mungkin memiliki maksud
yang sama. Daftar penguasa dan detail struktur negara tidak menunjukkan
tanda-tanda dibuat-buat. Pada tahun 2010, sekelompok pengusaha Jepang dipimpin
Takajo Yoshiaki membiayai pembuatan kapal Majapahit atau Spirit of Majapahit
yang akan berlayar ke Asia. Menurut Takajo, hal ini dilakukan untuk mengenang
kerjasama Majapahit dan Kerajaan Jepang melawan Kerajaan China (Mongol) dalam
perang di Samudera Pasifik. Menurut Guru Besar Arkeologi Asia Tenggara National
University of Singapore John N. Miksic, jangkauan kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatra dan Singapura bahkan Thailand yang dibuktikan dengan pengaruh
kebudayaan, corak bangunan, candi, patung dan seni. Bahkan ada perguruan silat
bernama Kali Majapahit yang populer di Filipina dengan anggotanya dari Asia dan
Amerika. Silat Kali Majapahit ini mengklaim berakar dari Kemaharajaan Majapahit
kuno yang disebut menguasai Filipina, Singapura, Malaysia dan Selatan Thailand.
B. SEJARAH
·
PENDIRIAN
Sebelum berdirinya Majapahit, Singhasari telah menjadi
kerajaan paling kuat di Jawa. Hal ini menjadi perhatian Kubilai Khan, penguasa
Dinasti Yuan di Tiongkok. Ia mengirim utusan yang bernama Meng Chi ke
Singhasari yang menuntut upeti. Kertanagara, penguasa kerajaan Singhasari yang
terakhir menolak untuk membayar upeti dan mempermalukan utusan tersebut dengan
merusak wajahnya dan memotong telinganya. Kubilai Khan marah dan lalu
memberangkatkan ekspedisi besar ke Jawa tahun 1293.
Arca dewi Parwati sebagai perwujudan anumerta Tribhuwanattunggadewi, ratu Majapahit ibunda Hayam Wuruk.
Ketika itu, Jayakatwang, adipati Kediri, sudah menggulingkan
dan membunuh Kertanegara. Atas saran Aria Wiraraja, Jayakatwang memberikan
pengampunan kepada Raden Wijaya, menantu Kertanegara, yang datang menyerahkan
diri. Kemudian, Wiraraja mengirim utusan ke Daha, yang membawa surat berisi
pernyataan, Raden Wijaya menyerah dan ingin mengabdi kepada Jayakatwang.
Jawaban dari surat di atas disambut dengan senang hati. Raden Wijaya kemudian
diberi hutan Tarik. Ia membuka hutan itu dan membangun desa baru. Desa itu
dinamai Majapahit, yang namanya diambil dari buah maja, dan rasa
"pahit" dari buah tersebut. Ketika pasukan Mongol tiba, Wijaya
bersekutu dengan pasukan Mongol untuk bertempur melawan Jayakatwang. Setelah
berhasil menjatuhkan Jayakatwang, Raden Wijaya berbalik menyerang sekutu
Mongolnya sehingga memaksa mereka menarik pulang kembali pasukannya secara
kalang-kabut karena mereka berada di negeri asing. Saat itu juga merupakan
kesempatan terakhir mereka untuk menangkap angin muson agar dapat pulang, atau
mereka terpaksa harus menunggu enam bulan lagi di pulau yang asing.
Tanggal pasti yang digunakan sebagai tanggal kelahiran
kerajaan Majapahit adalah hari penobatan Raden Wijaya sebagai raja, yaitu
tanggal 15 bulan Kartika tahun 1215 saka yang bertepatan dengan tanggal 10
November 1293. Ia dinobatkan dengan nama resmi Kertarajasa Jayawardhana.
Kerajaan ini menghadapi masalah. Beberapa orang tepercaya Kertarajasa, termasuk
Ranggalawe, Sora, dan Nambi memberontak melawannya, meskipun pemberontakan
tersebut tidak berhasil. Pemberontakan Ranggalawe ini didukung oleh Panji
Mahajaya, Ra Arya Sidi, Ra Jaran Waha, Ra Lintang, Ra Tosan, Ra Gelatik, dan Ra
Tati. Semua ini tersebut disebutkan dalam Pararaton. Slamet Muljana menduga
bahwa mahapatih Halayudha lah yang melakukan konspirasi untuk menjatuhkan semua
orang tepercaya raja, agar ia dapat mencapai posisi tertinggi dalam
pemerintahan. Namun setelah kematian pemberontak terakhir (Kuti), Halayudha
ditangkap dan dipenjara, dan lalu dihukum mati. Wijaya meninggal dunia pada
tahun 1309.
Putra dan penerus Wijaya adalah Jayanegara. Pararaton
menyebutnya Kala Gemet, yang berarti "penjahat lemah". Kira-kira pada
suatu waktu dalam kurun pemerintahan Jayanegara, seorang pendeta Italia,
Odorico da Pordenone mengunjungi keraton Majapahit di Jawa. Pada tahun 1328,
Jayanegara dibunuh oleh tabibnya, Tanca. Ibu tirinya yaitu Gayatri Rajapatni
seharusnya menggantikannya, akan tetapi Rajapatni memilih mengundurkan diri
dari istana dan menjadi bhiksuni. Rajapatni menunjuk anak perempuannya
Tribhuwana Wijayatunggadewi untuk menjadi ratu Majapahit. Pada tahun 1336,
Tribhuwana menunjuk Gajah Mada sebagai Mahapatih, pada saat pelantikannya Gajah
Mada mengucapkan Sumpah Palapa yang menunjukkan rencananya untuk melebarkan
kekuasaan Majapahit dan membangun sebuah kemaharajaan. Selama kekuasaan
Tribhuwana, kerajaan Majapahit berkembang menjadi lebih besar dan terkenal di
kepulauan Nusantara. Tribhuwana berkuasa di Majapahit sampai kematian ibunya
pada tahun 1350. Ia diteruskan oleh putranya, Hayam Wuruk.
·
PUNCAK KEJAYAAN MAJAPAHIT
Perkembangan Kemaharajaan Majapahit, bermula di Trowulan, Majapahit, Jawa Timur, pada abad ke-13, kemudian mengembangkan pengaruhnya atas kepulauan Nusantara, hingga surut dan runtuh pada awal abad ke-16.
Rajapatni (Gayatri) wafat pada tahun 1350. Setelah ibundanya
wafat, Ratu Tribuwanatunggadewi menyerahkan tahta Majapahit kepada putranya,
Hayam Wuruk. Ketika naik tahta Hayam Wuruk baru berusia 16 tahun
Setelah naik tahta Hayam Wuruk bergelar Sri Rajasanegara.
Pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, Majapahit mengalami zaman keemasan. Hayam
Wuruk didampingi oleh Mahapatih Gajah Mada. Hayam Wuruk menjadi raja Majapahit
yang paling terkenal. Gajah Mada meneruskan cita-citanya. Satu persatu kerajaan
di nusantara dapat ditaklukkan dibawah Majapahit. Wilayah kerajaannya meliputi
hampir seluruh wilayah nusantara sekarang, ditambah Tumasik (Singapura) dan
Semenanjung Melayu.
Kebesaran Majapahit mencapai puncaknya pada zaman
pemerintahan Ratu Tribhuwanatunggadewi Jayawishnuwardhani (1328-1350). Dan
mencapai zaman keemasan pada masa pemerintahan Prabhu Hayam Wuruk (1350-1389)
dengan Mahapatih Gajah Mada-nya yang kesohor dipelosok Nusantara itu. Pada masa
itu kemakmuran benar-benar dirasakan seluruh rakyat nusantara.
Hayam Wuruk Sri Rajasanegara sebagai raja Majapahit
berlangsung sesudah mangkatnya Sri Rajapatni pada tahun saka 1272 (1350), hal
ini juga dibuktikan dalam piagam Singhasari yang menjelaskan bahwa dengan
penobatan Hayam Wuruk sebagai raja Majapahit, Tribuwanatunggadewi
Jayawisnuwardhani berhenti memagung tampuk pimpinan negara. Hayam Wuruk dibantu
dengan patihnya Yaitu Gadjah Mada yang dikenal dengan “Sumpah Palapa” dia
bersumpah tidak akan merasakan palapa (menikmati istirahat) sebelum menyatukan
Nusantara di bawah naungan Majapahit.
Pada masa Hayam Wuruk hampir seluruh wilayah nusantara dapat
dipersatukan dengan Panji-panji kerajaan Majapahit. Pengaruh kekuasaan dan
kerjasama Majapahit meluas sampai ke luar nusantara. Pada era Hayam Wuruk agama
Hindu menjadi agama para rakyat Majapahit secara keseluruhan. Berbeda dengan
Hayam Wuruk yang beragama Hindu agama mahapatih Gadjah Mada adalah Budha.
Dalam Negarakertagama, wilayah Majapahit diawali dengan
sebuah kota kecil yang dibangun di daerah Tarik, yang awalnya merupakan sebuah
hutan belantara, berkat orang-orang yang dikirim oleh Aria Wiraraja untuk
membuka hutan tersebut, akhirnya berdiri sebuah desa benama Majapahit. Setelah
Daha runtuh berkat serbuan tentara tartar dengan Raden Wijaya juga ikut
menyerbu Jayakatwang, desa Majapahit dijadikan pusat pemerintahaan kerajaan
baru, yang disebut dengan kerajaan Majapahit. Pada masa itu kekuasaan Majapahit
meliputi daerah lama kerajaan Singhasari hanya sebagian saja wilayah Jawa
Timur.
Sepeninggal Ranggalawe dan atas janji Raden Wijaya yang
diberikan kepada Wiraraja kerajaan Majapahit dibelah menjadi dua. Bagian timur
yang meliputi daerah Lumajang (dulu: Lamajang), diserahkan kepada Wiraraja.
Pada masa ini kerajaan Majapahit hanya meliputi daerah Kediri, Singhasari,
Jenggala dan Madura.
Wilayah Majapahit akhirnya diperluas berkat penundukan
Sadeng, di tepi sungai badadung dan keta di pantai utara dekat Panarukan
seperti diberitakan dalam Negarakertagama, pada masa ini Majapahit menguasai
seluruh wilayah Jawa Timur dan pulau Madura. Baru setelah seluruh Jawa Timur di
kuasai penuh, Majapahit mulai menjangkau pulau-pulau diluar Jawa yang disebut
nusantara, meliputi; Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Kepulauan Nusa Tenggara,
Papua, Maluku, Tumasik (Singapura), dan sebgaian kepulauan Filipina.Seperti
yang dijelaskan pada kitab Nagarakertagama Pupuh XII-XV. (ditransletrasikan
oleh Slamet Muljana).
Pupuh XII
1.
Teratur rapi semua perumahan sepanjang tepi
benteng Timur tempat tinggal pemuka pendeta Siwa Hyang Brahmaraja, Selatan
Buda-sangga dengan Rangkanadi sebagai pemuka Barat tempat arya, menteri dan
sanak-kadang adiraja.
2.
Di timur, tersekat lapangan, menjulang istana
ajaib, Raja Wengker dan rani Daha penaka Indra dan Dewi Saci, Berdekatan dengan
istana raja Matahun dan rani Lasem, Tak jauh di sebelah selatan raja
Wilwatikta.
3.
Di sebelah utara pasar: rumah besar bagus lagi
tinggi, Di situ menetap patih Daha, adinda Baginda di wengker, Batara Narapati,
termashur sebagai tulang punggung praja, Cinta taat kepada raja, perwira,
sangat tangkas dan bijak.
4.
Di timur laut rumah patih Wilwatikta, bernama
Gajah Mada, Menteri wira, bijaksana, setia bakti kepada Negara, Fasih bicara,
teguh tangkas, tenang tegas, cerdik lagi jujur, Tangan kanan maharaja sebagai,
penggerak roda Negara.
5.
Sebelah selatan puri, gedung kejaksaan tinggi
bagus, Sebelah timur perumahan Siwa, sebelah barat Buda, Terlangkahi rumah para
menteri, para arya dan satria, Perbedaan ragam pelbagai rumah menambah indahnya
pura.
6.
Semua rumah memancarkan sinar warnanya gilang
cemerlang, Menandingi bulan dan matahari, indah tanpa upama, Negara-negara di
nusantara, dengan Daha bagai pemuka, Tunduk menengadah, berlindung di bawah Wilwatika.
Pupuh
XIII
1.
Terperinci demi pulau negara bawahan, paling
dulu M‟layu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya pun ikut jugadisebut Daerah
Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta
Mandailing, Tamihang, negara Perlak dan Padang.
2.
Lwas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung
dan juga Barus Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk,
Negara-negara di pulau Tanjungnegara: Kapuas-Katingan Sampit, Kota Lingga, Kota
Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut.
Pupuh XIV
1.
Kadandangan, Landa Samadang dan Tirem tak
terlupakan Sedu, Barune (ng), Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir, Barito,
Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei, Malano tetap yang terpenting di
pulau Tanjungpura.
2.
Di Hujung Medini Pahang yang disebut paling
dahulu, Berikut Langkasuka, Saimwang, Kelantan serta Trengganu, Johor, Paka,
Muar, Dungun, Tumasik, Kelang serta Kedah, Jerai, Kanjapiniran, semua sudah
lama terhimpun.
3.
Di sebelah timur Jawa seperti yang berikut: Bali
dengan negara yang penting Badahulu dan Lo Gajah, Gurun serta Sukun, Taliwang,
pulau Sapi dan Dompo, Sang Hyang Api, Bima, Seran, Hutan Kendali sekaligus.
4.
Pulau Gurun, yang juga biasa disebut Lombok
Merah, Dengan daerah makmur Sasak diperintah seluruhnya, Bantayan di wilayah
Bantayan beserta kota Luwuk, Sampai Udamakatraya dan pulau lain lainnya tunduk.
5.
Tersebut pula pulau-pulau Makasar, Buton,
Banggawi, Kunir, Galian serta Salayar, Sumba, Solot, Muar, Lagi pula Wanda (n),
Ambon atau pulau Maluku, Wanin, Seran, Timor, dan beberapa lagi pulau-pulau
lain.
Pupuh XV
1.
Inilah nama negara asing yang mempunyai
hubungan, Siam dengan Ayudyapura, begitu pun Darmanagari, Marutma, Rajapura,
begitu juga Singanagari, Campa, Kamboja dan Yawana yalah negara sahabat.
2.
Tentang pulau Madura, tidak dipandang negara
asing, Karena sejak dahulu dengan Jawa menjadi satu, Konon tahun Saka lautan
menantang bumi, itu saat, Jawa dan Madura terpisah meskipun tidak sangat jauh.
3.
Semenjak nusantara menadah perintah Sri Baginda,
Tiap musim tertentu mempersembahkan pajak upeti, Terdorong keinginan akan
menambah kebahagiaan, Pujangga dan pegawai diperintah menarik upeti.
·
KEMUNDURAN
Sesudah mencapai puncaknya pada abad ke-14, kekuasaan
Majapahit berangsur-angsur melemah. Setelah wafatnya Hayam Wuruk pada tahun
1389, Majapahit memasuki masa kemunduran akibat konflik perebutan takhta.
Kematian Hayam Wuruk dan adanya konflik perebutan takhta menyebabkan
daerah-daerah Majapahit di bagian utara Sumatra dan Semenanjung Malaya
memerdekakan diri, di mana semenanjung Malaya menjadi daerah kekuasaan Kerajaan
Ayutthaya hingga nantinya muncul Kesultanan Melaka yang didukung oleh Dinasti
Ming.
Pewaris Hayam Wuruk adalah putri mahkota Kusumawardhani,
yang menikahi sepupunya sendiri, pangeran Wikramawardhana. Hayam Wuruk juga
memiliki seorang putra dari selirnya Wirabhumi yang juga menuntut haknya atas
takhta. Perang saudara yang disebut Perang Regreg diperkirakan terjadi pada
tahun 1405–1406, antara Wirabhumi melawan Wikramawardhana. Perang ini akhirnya
dimenangi Wikramawardhana, sementara Wirabhumi ditangkap dan kemudian dihukum
mati. Tampaknya perang saudara ini melemahkan kendali Majapahit atas
wilayah-wilayah taklukannya di daerah-daerah lain.
Pada kurun pemerintahan Wikramawardhana, serangkaian
ekspedisi laut Dinasti Ming yang dipimpin oleh laksamana Cheng Ho, seorang
jenderal muslim China, tiba di Jawa beberapa kali antara kurun waktu 1405
sampai 1433. Sejak tahun 1430 ekspedisi Cheng Ho ini telah menciptakan
komunitas muslim China dan Arab di beberapa kota pelabuhan pantai utara Jawa,
seperti di Semarang, Demak, Tuban, dan Ampel; maka Islam pun mulai memiliki
pijakan di pantai utara Jawa.
Ketika Majapahit didirikan, pedagang Muslim dan para
penyebar agama sudah mulai memasuki Nusantara. Pada akhir abad ke-14 dan awal
abad ke-15, pengaruh Majapahit di seluruh Nusantara mulai berkurang. Pada saat
bersamaan, sebuah kerajaan perdagangan baru yang berdasarkan Islam, yaitu
Kesultanan Malaka, mulai muncul di bagian barat Nusantara. Di bagian barat
kemaharajaan yang mulai runtuh ini, Majapahit tak kuasa lagi membendung
kebangkitan Kesultanan Malaka yang pada pertengahan abad ke-15 mulai menguasai
Selat Malaka dan melebarkan kekuasaannya ke Sumatra. Sementara itu beberapa
jajahan dan daerah taklukan Majapahit di daerah lainnya di Nusantara, satu per
satu mulai melepaskan diri.
Pada masa pemerintahan Wikramawardhana, daerah kekuasaan
Majapahit di pulau Sumatra hanya tinggal Indragiri, Jambi dan Palembang,
sebagaimana ditulis pada catatan Yingyai Shenglan ciptaan Ma Huan, salah satu
penerjemah laksamana Cheng Ho. Dan setelah kematian Wikramawardhana dan masa
pemerintahan penerusnya, daerah Indragiri diberikan kepada Mansur Syah dari
Malaka sebagai hadiah pernikahannya dengan putri Majapahit, yang semakin
mengurangi kendali Majapahit di Sumatra.
Wikramawardhana memerintah hingga tahun 1426, dan diteruskan
oleh putrinya, Ratu Suhita, yang memerintah pada tahun 1426 sampai 1447. Ia
adalah putri kedua Wikramawardhana dari seorang selir yang juga putri kedua
Bhre Wirabhumi. Pada 1447, Suhita mangkat dan pemerintahan dilanjutkan oleh
Kertawijaya, adik laki-lakinya. Ia memerintah hingga tahun 1451. Setelah
Kertawijaya wafat, Bhre Pamotan menjadi raja dengan gelar Rajasawardhana dan
memerintah di Kahuripan. Ia wafat pada tahun 1453 M.
Terjadi jeda waktu tiga tahun tanpa raja akibat krisis
pewarisan tahta antara putra Rajasawardhana dengan Girisawardhana, adik
Rajasawardhana, putra Kertawijaya. Girishawardhana menang dan naik takhta pada
1456. Ia kemudian wafat pada 1466 dan digantikan oleh Suraprabhawa (Singhawikramawardhana),
adiknya, anak bungsu Kertawijaya.
Kemudian pada tahun 1468, Bhre Kertabhumi putra bungsu
Rajasawardhana memberontak terhadap Singhawikramawardhana. Setelah mengalami
kekalahan dalam perebutan kekuasaan dengan Bhre Kertabumi, Singhawikramawardhana
melarikan diri ke pedalaman di daerah Keling, Daha (bekas ibu kota Kerajaan
Kediri). Setelah Singhawikramawardhana meninggal, ia digantikan oleh putranya
Ranawijaya.
Pada 1474, Ranawijaya mengalahkan Kertabhumi dengan
memanfaatkan ketidakpuasan umat Hindu dan Budha atas kebijakan Bhre Kertabumi
serta mempersatukan kembali Majapahit menjadi satu kerajaan. Hal ini diperkuat
oleh prasasti Trailokyapuri (Jiyu) dan Petak, Ranawijaya mengaku bahwa pada
tahun 1474, ia telah mengalahkan Kertabhumi Ranawijaya memerintah pada kurun
waktu 1474 hingga 1498 dengan gelar Girindrawardhana hingga ia digantikan oleh
Patih Udara. Akibat konflik dinasti ini, Majapahit menjadi lemah dan mulai
bangkitnya kekuatan kerajaan Demak.
·
KERUNTUHAN
Kekalahan Bhre Kertabhumi dari Ranawijaya pada tahun 1474,
memicu perang antara Kerajaan Majapahit dengan Demak, karena Demak sudah
menjadi penguasa pesisir Jawa yang dominan, dan mereka mengambil alih daerah
Jambi dan Palembang dari kekuasaan Majapahit yang telah terpukul dan berfokus
di pedalaman pulau Jawa.
Konon, waktu berakhirnya Kemaharajaan Majapahit berkisar
pada kurun waktu tahun 1478 (tahun 1400 saka,berakhirnya abad dianggap sebagai
waktu lazim pergantian dinasti dan berakhirnya suatu pemerintahan) hingga tahun
1527. Tetapi dalam tradisi Jawa yang sebenarnya digambarkan oleh candrasengkala
atau kronogram tersebut adalah wafatnya Bhre Kertabhumi pada tahun 1478.
Sebenarnya perang Majapahit-Demak ini sudah mulai mereda
ketika Patih Udara menggantikan Girindrawardhana dan mengakui kekuasan Demak,
tetapi peperangan berkecamuk kembali ketika Patih Udara meminta bantuan
Portugis untuk mengalahkan Demak. Sehingga pada tahun 1527, Demak melakukan
serangan ke Majapahit yang mengakhiri sejarah Majapahit.
Dengan jatuhnya ibukota yang dihancurkan oleh Demak pada
tahun 1527, pada awal abad ke-16 kekuatan kerajaan Demak akhirnya mengalahkan
sisa-sisa Majapahit dan menjadi akhir dari Kerajaan Majapahit. Catatan sejarah
dari Tiongkok, Portugis (Tomé Pires), dan Italia (Antonio Pigafetta) mengindikasikan
bahwa telah terjadi perpindahan kekuasaan Majapahit dari tangan penguasa Hindu
ke tangan Pati Unus, penguasa dari Kesultanan Demak, antara tahun 1518 dan 1521
M. Sisa-sisa keluarga Majapahit keturunan Girindrawardhana kemudian melarikan
diri ke daerah Panarukan, Blambangan (sekarang daerah Kabupaten Banyuwangi).
Sejumlah besar abdi istana, seniman, pendeta, dan anggota keluarga kerajaan
mengungsi kepulau Bali.
Demak memastikan posisinya sebagai kekuatan regional dan
menjadi kerajaan Islam pertama yang berdiri di tanah Jawa. Saat itu setelah
keruntuhan Majapahit, sisa kerajaan Hindu yang masih bertahan di Jawa hanya
tinggal kerajaan Pasuruan, Panarukan, Blambangan di ujung timur, serta Kerajaan
Sunda yang beribu kota di Pajajaran di bagian barat. Perlahan-lahan Islam mulai
menyebar seiring mundurnya masyarakat Hindu ke pegunungan dan ke Bali. Beberapa
kantung masyarakat Hindu Tengger hingga kini masih bertahan di pegunungan
Tengger, kawasan Bromo dan Semeru.
C. MILITER
Pada zaman Majapahit terjadi perkembangan, pelestarian, dan
penyebaran teknik pembuatan keris. Teknik pembuatan keris mengalami penghalusan
dan pemilihan bahan menjadi semakin selektif. Keris pra-Majapahit dikenal berat
namun semenjak masa ini dan seterusnya, bilah keris yang ringan tetapi kuat
menjadi petunjuk kualitas sebuah keris. Penggunaan keris sebagai tanda
kebesaran kalangan aristokrat juga berkembang pada masa ini dan meluas ke
berbagai penjuru Nusantara, terutama di bagian barat.
Tentara Majapahit dibagi menjadi 2 jenis utama, yaitu
prajurit (pasukan profesional) dan pasukan wajib militer yang diambil dari
petani. Senjata utamanya adalah tombak, 130 Kavaleri ada dalam jumlah terbatas,
mereka digunakan untuk pengintaian dan patroli, mungkin dipersenjatai dengan
tombak. Setelah serangan Mongol, penggunaan kuda di Jawa semakin meluas
terutama untuk perang. Kereta perang digunakan untuk mengangkut para prajurit
ke medan perang. Gajah perang digunakan terutama untuk transportasi, atau
sebagai tunggangan untuk bangsawan dan tentara berpangkat lebih tinggi.
Senjata mesiu yang digunakan oleh Majapahit: Cetbang berjenis meriam tangan, ditemukan di sungai Brantas, Jombang dan Sebuah cetbang berlaras ganda di atas pedati meriam (gun carriage), dengan garpu putar, sekitar tahun 1522. Mulut meriam berbentuk Nāga Jawa.
Selain keris, berkembang pula teknik pembuatan dan
penggunaan tombak dan meriam kapal sederhana yang disebut cetbang. Majapahit di
bawah Mahapatih (perdana menteri) Gajah Mada memanfaatkan teknologi senjata
bubuk mesiu yang diperoleh dari dinasti Yuan untuk digunakan dalam armada laut.
Cetbang awal (disebut cetbang bergaya timur) bentuknya mirip meriam dan meriam
tangan Cina. Cetbang bergaya timur kebanyakan dibuat dari bahan perunggu dan
merupakan meriam isian depan. Ia menembakkan proyektil berupa panah, namun
peluru bulat dan proyektil co-viative juga dapat digunakan. Panah ini dapat
berujung pejal tanpa peledak, maupun disertai bahan peledak dan pembakar di
belakang ujungnya. Di bagian dekat belakang, terdapat kamar atau bilik bakar, yang
merujuk kepada bagian yang menggelembung dekat belakang meriam, di mana mesiu
ditempatkan. Cetbang ini dipasang pada dudukan tetap, ataupun sebagai meriam
tangan yang diletakkan di ujung galah. Ada bagian mirip tabung di bagian
belakang meriam. Pada cetbang jenis meriam tangan, tabung ini digunakan sebagai
tempat untuk menancapkan galah.
Karena dekatnya hubungan maritim Nusantara dengan wilayah
India Barat, setelah tahun 1460 jenis senjata bubuk mesiu baru masuk ke
Nusantara melalui perantara orang Arab. Senjata ini sepertinya adalah meriam
dan bedil tradisi Turki Usmani, misalnya prangi, yang merupakan meriam putar
isian belakang. Ia menghasilkan cetbang jenis baru, disebut "cetbang
bergaya barat". Ia dapat dipasang sebagai meriam tetap atau meriam putar,
yang kecil dapat dengan mudah dipasang di kapal-kapal kecil. Meriam ini
dipergunakan sebagai senjata anti personil, bukan anti kapal. Pada zaman ini,
bahkan sampai abad ke-17, prajurit angkatan laut Nusantara bertempur di
panggung yang biasa disebut balai. Ditembakan pada kumpulan prajurit dengan
peluru scattershot (peluru sebar atau peluru gotri, dapat berupa grapeshot,
case shot, atau paku dan batu), cetbang sangat efektif untuk pertempuran jenis
ini.
Majapahit memiliki pasukan elit yang disebut Bhayangkara.
Tugas utama pasukan ini adalah untuk melindung raja dan kaum bangsawan, namun
mereka juga dapat diterjunkan ke pertempuran jika diperlukan. Hikayat Bajar
mencatat perlengkapan Bhayangkara di istana Majapahit:
Maka kaluar dangan parhiasannya orang barbaju-rantai ampat
puluh sarta padangnya barkupiah taranggos sakhlat merah, orang mambawa
astenggar [senapan sundut] ampat puluh, orang mambawa parisai sarta padangnya
ampat puluh, orang mambawa dadap [sejenis perisai] sarta sodoknya [senjata
mirip tombak dengan mata lebar] sapuluh, orang mambawa panah sarta anaknya
sapuluh, yang mambawa tumbak parampukan barsulam amas ampat puluh, yang mambawa
tameng Bali bartulis air mas ampat puluh.
Bagian yang dipotong dari peta Laut Cina di atlas Miller, menunjukkan jong bertiang enam dan tiga. |
Relief yang terpisah, mungkin dari kompleks candi Penataran, menampilkan zirah sisik. |
Arquebus Jiaozhi ini mirip dengan arquebus Jawa. |
Patung dewa memegang sebuah kuiras, dari Nganjuk, Jawa Timur, pada masa sebelumnya (abad ke-10 sampai ke-11). |
Berbagai macam keris dan senjata galah (tombak) dari Jawa. |
Bodhisatwa Manjusri memegang pedang, dari Candi Jago, 1343. |
Pasukan militer di berbagai bagian Asia Tenggara menggunakan
pakaian pelindung ringan. Seperti umumnya di Asia Tenggara, sebagian besar
pasukan Jawa terdiri dari rakyat jelata yang dimobilisasi sementara dari petani
yang dipimpin oleh prajurit dan kasta bangsawan. "Tentara petani"
biasanya bertelanjang dada mengenakan sarung, bersenjatakan tombak, pedang
pendek, atau busur dan anak panah. Prajurit yang lebih kaya menggunakan baju
pelindung yang disebut kawaca. Menurut Irawan Djoko Nugroho, baju pelindung ini
mungkin berbentuk seperti tabung panjang dan terbuat dari tembaga yang dicetak.
Sebaliknya, infanteri biasa mengenakan zirah sisik yang disebut siping-siping.
Jenis baju zirah lain yang digunakan di Jawa era Majapahit adalah waju rante
(zirah rantai) dan karambalangan (lapisan logam yang dikenakan di depan dada).
Dalam Kidung Sunda pupuh 2 bait 85 dijelaskan bahwa mantri-mantri (menteri atau
perwira) Gajah Mada mengenakan baju besi dalam bentuk zirah rantai atau
plastron dengan hiasan emas dan mengenakan pakaian kuning, sedangkan dalam Kidung
Sundayana pupuh 1 bait 95 disebutkan bahwa Gajah Mada mengenakan karambalangan
berhias timbul dari emas, bersenjata tombak berlapis emas, dan perisai penuh
dengan hiasan dari intan berlian.
Majapahit juga mengawali penggunaan senjata api di
Nusantara. Meskipun pengetahuan membuat senjata berbasis serbuk mesiu di
Nusantara sudah dikenal setelah serangan Mongol ke Jawa, dan pendahulu senjata
api, yaitu meriam galah (bedil tombak), dicatat digunakan oleh Jawa pada tahun
1413, pengetahuan membuat senjata api sejati datang jauh kemudian, setelah
pertengahan abad ke-15. Ia dibawa oleh negara-negara Islam di Asia Barat,
kemungkinan besar oleh orang Arab. Tahun pengenalan yang tepat tidak diketahui,
tetapi dapat dengan aman disimpulkan tidak lebih awal dari tahun 1460.
Catatan Tome Pires tahun 1513 menyebutkan pasukan tentara
Gusti Pati (Patih Udara), wakil raja Batara Vojyaya (mungkin Brawijaya atau
Ranawijaya), berjumlah 200.000 orang, 2.000 diantaranya adalah prajurit berkuda
dan 4.000 adalah musketir. Duarte Barbosa sekitar tahun 1514 mengatakan bahwa
penduduk Jawa sangat ahli dalam membuat artileri dan merupakan penembak
artileri yang baik. Mereka membuat banyak meriam 1 pon (cetbang atau rentaka),
senapan lontak panjang, spingarde (arquebus), schioppi (meriam tangan), api
Yunani, gun (bedil besar atau meriam), dan senjata api atau kembang api
lainnya. Setiap tempat disana dianggap sangat baik dalam mencetak/mengecor
artileri, dan juga dalam ilmu penggunaanya.
Relief dari candi induk di kompleks
candi Penataran, tahun 1269 saka atau 1347 masehi.
Kavaleri sejati pertama, unit terorganisir dari penunggang
kuda yang kooperatif, mungkin telah muncul di Jawa selama abad ke-12 M. Naskah
Jawa kuno kakawin Bhomāntaka menyebutkan kisah kuda Jawa awal dan sejarah
menunggang kuda. Naskah tersebut mungkin mencerminkan konflik (secara alegoris)
antara kavaleri Jawa yang baru jadi dan infanteri elit mapan yang membentuk
inti dari pasukan Jawa sampai abad ke-12. Pada abad ke-14 M, Jawa menjadi
peternak kuda yang penting dan pulau ini bahkan terdaftar di antara pemasok
kuda ke Cina. Selama masa Majapahit, jumlah kuda dan kualitas kuda keturunan
Jawa terus berkembang sehingga pada tahun 1513 masehi Tomé Pires memuji
kuda-kuda yang sangat dihiasi dari bangsawan Jawa, dilengkapi dengan sanggurdi
bertatahkan emas dan pelana yang dihiasi dengan mewah yang "tidak
ditemukan di tempat lain di dunia". Kuda poni Sumbawa tampaknya berasal
dari kuda domestikasi Jawa yang diperkenalkan oleh Majapahit sejak abad ke-14
M.
Majapahit memiliki pasukan angkatan laut yang berbeda dengan
satuan pasukan darat, yang disebut wwang jaladhi. Pasukan laut mendapat
perlakuan istimewa dalam hal fasilitas. Personel angkatan laut Majapahit
berjumlah besar, sebagaimana dicatat Nagarakretagama pupuh 16 bait 5:
irika tang anyabhumi sakhahemban ing Yawapuri, (Kemudian Anyabhumi [tanah-tanah lain] di mana saja semuanya disatukan di kerajaan Jawa,)
amateh i sajna sang nrpati khapwa satya ring ulah, (mematuhi setiap perintah dari sang raja. Semuanya setia dalam sikap,)
pituwi sing ajñalanghyana dinon wiśirnna sahana, (kendati ada para pelanggar perjanjian, mereka diserang oleh tentara yang dikirim ke luar negeri dan dihancurkan semuanya,)
tekap ikang watek jaladhi mantry aneka suyaśa. (dengan pekerjaan itu, kelompok mantri jaladhi [perwira angkatan laut] berjumlah banyak, agung.)
Prajurit dan perlengkapannya sebagaimana digambarkan di
candi induk di kompleks candi Penataran. |
Untuk angkatan laut, armada Majapahit menggunakan jong
secara besar-besaran sebagai kekuatan lautnya. Tidak diketahui secara pasti
berapa jumlah total jong yang dimiliki Majapahit, tetapi jumlah terbesar yang
pernah digunakan dalam satu ekspedisi adalah berjumlah 400 buah, tepatnya saat
Majapahit menyerang Pasai. Setiap kapal berukuran panjang keseluruhan sekitar
28.99–88.56 meter, berat mati (deadweight) sekitar 100–2000 ton dan dapat
membawa 50–1000 orang. Sebuah jong dari tahun 1420 hampir saja menyeberangi
samudera Atlantik. Jenis jong besar sembilan tingkat yang tercatat di Kidung
Panji Wijayakrama-Rangga Lawe (sekitar 1334) disebut jong sasangawangunan, ia
membawa 1000 prajurit dengan layar merah. Jong yang umum digunakan oleh
Majapahit rata-ratanya dapat membawa 600–700 orang, berbobot mati 1200–1400
ton, dengan panjang keseluruhan sekitar 76,18–79,81 m. Sebelum tragedi Bubat
tahun 1357, raja Sunda dan keluarganya datang di Majapahit setelah berlayar di
laut Jawa dalam armada dengan 200 kapal besar dan 2000 kapal yang lebih kecil.
Kapal yang dinaiki keluarga kerajaan adalah sebuah jong hibrida Cina-Asia
tenggara bertingkat sembilan (Bahasa Jawa kuno: Jong sasanga wangunan ring Tatarnagari
tiniru). Kapal hibrida ini mencampurkan teknik China dalam pembuatannya, yaitu
menggunakan paku besi selain menggunakan pasak kayu dan juga pembuatan sekat
kedap air (watertight bulkhead), dan penambahan kemudi sentral. Jenis kapal
lain yang digunakan Majapahit adalah malangbang, kelulus, jongkong, cerucuh,
tongkang, dan pelang. Pada abad ke-16 lancaran dan penjajap juga digunakan.
Penggambaran angkatan laut Majapahit pada masa modern sering kali menggambarkan
kapal-kapal bercadik, namun pada kenyataannya kapal ini berasal dari abad ke-8
yaitu kapal Borobudur, yang digunakan dinasti Sailendra. Penelitian oleh Irawan
Djoko Nugroho menyimpulkan bahwa jenis kapal utama yang digunakan oleh
Majapahit tidak menggunakan cadik, dan menggunakan ukiran Borobudur sebagai
dasar rekonstruksi kapal Majapahit adalah salah.
D. PELAYARAN
Selama era Majapahit penjelajahan orang-orang Nusantara mencapai prestasi terbesarnya. Ludovico di Varthema (1470–1517), dalam bukunya Itinerario de Ludouico de Varthema Bolognese menyatakan bahwa orang Jawa Selatan berlayar ke "negeri jauh di selatan" hingga mereka tiba di sebuah pulau di mana satu hari hanya berlangsung selama empat jam dan "lebih dingin daripada di bagian dunia mana pun". Penelitian modern telah menentukan bahwa tempat tersebut terletak setidaknya 900 mil laut (1666 km) selatan dari titik paling selatan Tasmania.
Orang Jawa, seperti suku-suku Austronesia lainnya,
menggunakan sistem navigasi yang mantap: Orientasi di laut dilakukan
menggunakan berbagai tanda alam yang berbeda-beda, dan dengan memakai suatu
teknik perbintangan sangat khas yang dinamakan star path navigation. Pada
dasarnya, para navigator menentukan haluan kapal ke pulau-pulau yang dikenali
dengan menggunakan posisi terbitnya dan terbenamnya bintang-bintang tertentu di
atas cakrawala. Pada zaman Majapahit, kompas dan magnet telah digunakan, selain
itu kartografi (ilmu pemetaan) telah berkembang. Pada tahun 1293 Raden Wijaya
memberikan sebuah peta dan catatan sensus penduduk pada pasukan Mongol dinasti
Yuan, menunjukkan bahwa pembuatan peta telah menjadi bagian formal dari urusan
pemerintahan di Jawa. Penggunaan peta yang penuh garis-garis memanjang dan
melintang, garis rhumb, dan garis rute langsung yang dilalui kapal dicatat oleh
orang Eropa, sampai-sampai orang Portugis menilai peta Jawa merupakan peta
terbaik pada awal tahun 1500-an.
Ketika Afonso de Albuquerque menaklukkan Malaka (1511),
orang Portugis mendapatkan sebuah peta dari seorang mualim Jawa, yang juga
menampilkan bagian dari benua Amerika. Mengenai peta itu, Albuquerque berkata:
“... peta besar seorang mualim Jawa, yang berisi Tanjung
Harapan, Portugal dan tanah Brazil, Laut Merah dan Laut Persia, Kepulauan
Cengkih, navigasi orang Cina dan Gom, dengan garis rhumb dan rute langsung yang
bisa ditempuh oleh kapal, dan dataran gigir (hinterland), dan bagaimana
kerajaan berbatasan satu sama lain. Bagiku, Tuan, ini adalah hal terbaik yang
pernah saya lihat, dan Yang Mulia akan sangat senang melihatnya memiliki
nama-nama dalam tulisan Jawa, tetapi saya punya saya orang Jawa yang bisa
membaca dan menulis, saya mengirimkan karya ini kepada Yang Mulia, yang
ditelusuri Francisco Rodrigues dari yang lain, di mana Yang Mulia dapat
benar-benar melihat di mana orang Cina dan Gore (Jepang) datang, dan tentu saja
kapal Anda harus pergi ke Kepulauan Cengkih, dan di mana tambang emas ada, dan
pulau Jawa dan Banda.”
“Surat Albuquerque untuk raja Manuel I dari Portugal, 1 April 1512”.
E. KEBUDAYAAN
Gapura Bajang Ratu, gerbang masuk salah satu kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit. Bangunan ini masih tegak berdiri di Trowulan.
Nagarakretagama menyebutkan budaya keraton yang adiluhung
dan anggun, dengan cita rasa seni dan sastra yang halus, serta sistem ritual
keagamaan yang rumit. Peristiwa utama dalam kalender tata negara digelar tiap
hari pertama bulan Caitra (Maret–April) ketika semua utusan dari semua wilayah
taklukan Majapahit datang ke istana untuk membayar upeti atau pajak. Kawasan
Majapahit secara sederhana terbagi dalam tiga jenis: keraton termasuk kawasan
ibu kota dan sekitarnya; wilayah-wilayah di Jawa Timur dan Bali yang secara
langsung dikepalai oleh pejabat yang ditunjuk langsung oleh raja; serta
wilayah-wilayah taklukan di kepulauan Nusantara yang menikmati otonomi luas.
Ibu kota Majapahit di Trowulan adalah kota besar dan terkenal dengan perayaan besar keagamaan yang diselenggarakan setiap tahun. Agama Buddha, Siwa, dan Waisnawa (pemuja Wisnu) dipeluk oleh penduduk Majapahit, dan raja dianggap sekaligus titisan Buddha, Siwa, maupun Wisnu. Nagarakertagama sama sekali tidak menyinggung tentang Islam, akan tetapi sangat mungkin terdapat beberapa pegawai atau abdi istana muslim saat itu.
Walaupun batu bata telah digunakan dalam candi pada masa sebelumnya, arsitek Majapahitlah yang paling ahli menggunakannya. Candi-candi Majapahit berkualitas baik secara geometris dengan memanfaatkan getah tumbuhan merambat dan gula merah sebagai perekat batu bata. Contoh candi Majapahit yang masih dapat ditemui sekarang adalah Candi Tikus dan Gapura Bajang Ratu di Trowulan, Mojokerto. Beberapa elemen arsitektur berasal dari masa Majapahit, antara lain gerbang terbelah candi bentar, gapura paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berdasar struktur bata. Gaya bangunan seperti ini masih dapat ditemukan dalam arsitektur Jawa dan Bali.
"Di sekitar itu (pulau Sumatra) ada pulau besar,
bernama Jawa, yang memiliki ukuran 3000 mil. Dan rajanya memiliki bawahan tujuh
raja yang bermahkota. Sekarang pulau ini sangat padat penduduknya, dan
merupakan yang terbaik kedua dari semua pulau yang ada. Karena di dalamnya
tumbuh kapur barus, kemukus, kapulaga, buah pala, dan banyak rempah-rempah
berharga lainnya. Ia juga memiliki persediaan makanan yang baik kecuali anggur.
Raja pulau ini (Jawa) memiliki istana yang benar-benar
mengagumkan. Karena itu sangat besar, dan memiliki tangga yang sangat besar,
lebar dan tinggi, dan anak tangganya dari emas dan perak secara bergantian.
Demikian juga jalan istana dipasangi satu ubin dari emas dan yang lain dari
perak, dan dindingnya di bagian dalam dilapisi dengan lapisan emas, di mana ada
pahatan ksatria yang semuanya terbuat dari emas, yang memiliki lingkaran emas
besar di sekitar kepala mereka, seperti yang kami berikan untuk sosok
orang-orang suci. Dan lingkaran ini semua dikelilingi dengan batu mulia.
Terlebih lagi, langit-langitnya terbuat dari emas murni, dan singkatnya, istana
ini lebih kaya dan lebih indah daripada istana lain yang ada pada hari ini di
dunia.
Sekarang Khan Agung Cathay (Cina dinasti Yuan) sudah sering
berperang dengan raja ini; tetapi selalu dapat dikalahkan."
"Gambaran Majapahit menurut Mattiussi (Pendeta Odorico
da Pordenone)".
"Dari semua bangunan, tidak ada tiang yang luput dari
ukiran halus dan warna indah" [Dalam lingkungan dikelilingi tembok]
"terdapat pendopo anggun beratap ijuk, indah bagai pemandangan dalam
lukisan... Kelopak bunga katangga gugur tertiup angin dan bertaburan di atas
atap. Atap itu bagaikan rambut gadis yang berhiaskan bunga, menyenangkan hati
siapa saja yang memandangnya".
“Gambaran ibu kota Majapahit kutipan dari Nagarakertagama”.
|
|
Relief candi Penataran, menggambarkan tembok, gerbang,
menara, dan warga. |
Catatan yang berasal dari sumber Italia mengenai Jawa pada
era Majapahit didapatkan dari catatan perjalanan Mattiussi, seorang pendeta
Ordo Fransiskan dalam bukunya: "Perjalanan Pendeta Odorico da
Pordenone". Ia mengunjungi beberapa tempat di Nusantara: Sumatra, Jawa,
dan Banjarmasin di Kalimantan. Ia dikirim Paus untuk menjalankan misi Katolik
di Asia Tengah. Pada 1318 ia berangkat dari Padua, menyeberangi Laut Hitam dan
menembus Persia, terus hingga mencapai Kolkata, Madras, dan Srilanka. Lalu
menuju kepulauan Nikobar hingga mencapai Sumatra, lalu mengunjungi Jawa dan
Banjarmasin. Ia kembali ke Italia melalui jalan darat lewat Vietnam, China,
terus mengikuti Jalur Sutra menuju Eropa pada 1330.
Raja Jawa (Majapahit) dan 7 raja bawahannya, seperti yang dibayangkan dalam manuskrip Inggris abad ke-15 yang berisi catatan pendeta Odoric.
Di buku ini ia menyebut kunjungannya di Jawa tanpa
menjelaskan lebih rinci nama tempat yang ia kunjungi. Disebutkan raja Jawa
menguasai tujuh raja bawahan. Disebutkan juga di pulau ini terdapat banyak
cengkih, kemukus, pala, dan berbagai rempah-rempah lainnya. Ia menyebutkan
istana raja Jawa sangat mewah dan mengagumkan, penuh bersepuh emas dan perak.
Ia juga menyebutkan raja Mongol beberapa kali berusaha menyerang Jawa, tetapi
selalu gagal dan berhasil diusir kembali. Kerajaan Jawa yang disebutkan di sini
tak lain adalah Majapahit yang dikunjungi pada suatu waktu dalam kurun
1318–1330 pada masa pemerintahan Jayanegara.
Diplomat Portugis Tomé Pires, yang mengunjungi Nusantara
pada 1512, mencatat kebudayaan Jawa pada akhir zaman Majapahit setelah
kunjungannya ke Jawa antara Maret–Juni 1513.[33]:xxv Kisah Pires menceritakan
tentang para tuan dan bangsawan di Jawa. Mereka digambarkan sebagai:
... tinggi dan tampan, dengan dekorasi mewah, dan mereka
memiliki banyak kuda yang sangat dihiasi. Mereka menggunakan keris, pedang, dan
tombak dari berbagai jenis, semuanya bertatahkan emas. Mereka adalah pemburu
dan penunggang kuda yang hebat—kuda itu memiliki sanggurdi semua bertatahkan
emas dan pelana yang juga bertatahkan, yang tidak dapat ditemukan di tempat
lain di dunia. Penguasa Jawa begitu mulia dan agung sehingga tidak ada bangsa
yang bisa dibandingkan dengan mereka di wilayah yang luas di bagian ini. Kepala
mereka dicukur—setengah dicukur—sebagai tanda keindahan, dan mereka selalu
mengusap rambut mereka dari dahi ke atas tidak seperti yang dilakukan orang
Eropa. Penguasa Jawa dipuja seperti dewa, dengan rasa hormat yang tinggi dan
penghormatan yang dalam.
Para bangsawan pergi berburu atau mencari kesenangan dengan
gaya yang agung. Mereka menghabiskan seluruh waktu mereka dalam kesenangan,
pengiring memiliki begitu banyak tombak dengan gagang emas dan perak, begitu
kaya tatahannya, dengan begitu banyak anjing jenis harrier, greyhound dan
anjing lainnya; dan mereka memiliki begitu banyak gambar yang dilukis dengan
pemandangan dan pemandangan berburu. Pakaian mereka dihiasi dengan emas, keris,
pedang, pisau, kelewang mereka semua bertatahkan emas; mereka memiliki sejumlah
selir, kuda jennet, gajah, lembu untuk menarik kereta dari kayu yang dicat dan
bersepuh emas. Para bangsawan pergi dengan kereta kemenangan, dan jika mereka
pergi melalui laut mereka pergi dengan kelulus yang dicat dan dihiasi; ada
apartemen indah untuk wanita mereka, tempat lain untuk para bangsawan yang
menemaninya.
F. EKONOMI
Majapahit merupakan negara agraris dan sekaligus negara
perdagangan. Pajak dan denda dibayarkan dalam uang tunai. Ekonomi Jawa telah
sebagian mengenal mata uang sejak abad ke-8 pada masa kerajaan Medang yang
menggunakan butiran dan keping uang emas dan perak. Sekitar tahun 1300, pada
masa pemerintahan raja pertama Majapahit, sebuah perubahan moneter penting
terjadi: keping uang dalam negeri diganti dengan uang "kepeng" yaitu
keping uang tembaga impor dari China. Pada November 2008 sekitar 10.388 keping
koin China kuno seberat sekitar 40 kilogram digali dari halaman belakang
seorang penduduk di Sidoarjo. Badan Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3)
Jawa Timur memastikan bahwa koin tersebut berasal dari era Majapahit. Alasan
penggunaan uang logam atau koin asing ini tidak disebutkan dalam catatan
sejarah, akan tetapi kebanyakan ahli menduga bahwa dengan semakin kompleksnya
ekonomi Jawa, maka diperlukan uang pecahan kecil atau uang receh dalam sistem
mata uang Majapahit agar dapat digunakan dalam aktivitas ekonomi sehari-hari di
pasar Majapahit. Peran ini tidak cocok dan tidak dapat dipenuhi oleh uang emas
dan perak yang mahal.
Daoyi Zhi, yang ditulis sekitar 1339 M, menyebutkan tentang
kekayaan dan kemakmuran Jawa pada masa itu:
"Ladang-ladang di Jawa kaya
dan tanahnya rata dan berair baik, maka dari itu gandum dan beras berlimpah,
dua kali lipat di negara lain. Orang-orang tidak mencuri, dan apa yang
dijatuhkan di jalan tidak diambil. Pepatah umum: "Jawa yang makmur"
berarti negara ini. Pria dan wanita menutup kepala mereka dan mengenakan
pakaian panjang."
Beberapa gambaran mengenai skala ekonomi dalam negeri Jawa
saat itu dikumpulkan dari berbagai data dan prasasti. Prasasti Canggu yang
berangka tahun 1358 menyebutkan sebanyak 78 titik perlintasan berupa tempat
perahu penyeberangan di dalam negeri (mandala Jawa). Prasasti dari masa
Majapahit menyebutkan berbagai macam pekerjaan dan spesialisasi karier, mulai
dari pengrajin emas dan perak, hingga penjual minuman, dan jagal atau tukang
daging. Meskipun banyak di antara pekerjaan-pekerjaan ini sudah ada sejak zaman
sebelumnya, namun proporsi populasi yang mencari pendapatan dan bermata
pencarian di luar pertanian semakin meningkat pada era Majapahit.
Menurut catatan Wang Ta-Yuan, pedagang Tiongkok, komoditas
ekspor Jawa pada saat itu ialah lada, garam, kain, dan burung Kakaktua,
sedangkan komoditas impornya adalah mutiara, emas, perak, sutra, barang
keramik, dan barang dari besi. Mata uangnya dibuat dari campuran perak, timah
putih, timah hitam, dan tembaga. Selain itu, catatan Odorico da Pordenone,
biarawan Katolik Roma dari Italia yang mengunjungi Jawa pada tahun 1321,
menyebutkan bahwa istana raja Jawa penuh dengan perhiasan emas, perak, dan
permata.
Kemakmuran Majapahit diduga karena dua faktor. Faktor
pertama adalah kesuburan lahan di lembah Sungai Brantas dan Bengawan Solo di
dataran rendah Jawa Timur utara mendukung pertanian padi. Pada masa jayanya
Majapahit membangun berbagai infrastruktur irigasi, sebagian dengan dukungan
pemerintah. Faktor kedua adalah pelabuhan-pelabuhan Majapahit di pantai utara
Jawa yang berperan penting sebagai ekspor-impor serta transit bagi komoditas
rempah-rempah dari timur (Maluku). Pajak yang dikenakan pada komoditas
rempah-rempah yang melewati Jawa merupakan sumber pemasukan penting bagi
Majapahit.
Nagarakretagama menyebutkan bahwa kemasyhuran penguasa
Wilwatikta telah menarik banyak pedagang asing, di antaranya pedagang dari
India, Khmer, Siam, dan Tiongkok. Pajak khusus dikenakan pada orang asing
terutama yang menetap semi-permanen di Jawa dan melakukan pekerjaan selain
perdagangan internasional. Majapahit memiliki pejabat sendiri untuk mengurusi
pedagang dari India dan Tiongkok yang menetap di ibu kota kerajaan maupun
berbagai tempat lain di wilayah Majapahit di Jawa.
Selama era Majapahit, hampir semua komoditas dari Asia
ditemukan di Jawa. Ini dikarenakan perdagangan laut ekstensif yang dilakukan
oleh kerajaan Majapahit yang menggunakan berbagai jenis kapal, terutamanya
jong, untuk berdagang ke tempat-tempat yang jauh. Ma Huan (penerjemah Cheng Ho)
yang mengunjungi Jawa pada 1413, menyatakan bahwa pelabuhan di Jawa adalah
memperdagangkan barang dan menawarkan layanan yang lebih banyak dan lebih lengkap
daripada pelabuhan lain di Asia Tenggara.
G. STRUKTUR PEMERINTAHAN
Majapahit memiliki struktur pemerintahan dan susunan
birokrasi yang teratur pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dan tampaknya
struktur dan birokrasi tersebut tidak banyak berubah selama perkembangan
sejarahnya. Raja dianggap sebagai penjelmaan dewa di dunia dan ia memegang
otoritas politik tertinggi.
·
APARAT BIROKRASI
Raja dibantu oleh sejumlah pejabat birokrasi dalam
melaksanakan pemerintahan, dengan para putra dan kerabat dekat raja memiliki
kedudukan tinggi. Perintah raja biasanya diturunkan kepada pejabat-pejabat di
bawahnya, antara lain yaitu:
1.
Rakryan Mahamantri Katrini, biasanya dijabat
putra-putra raja
2.
Rakryan Mantri ri Pakira-kiran, dewan menteri
yang melaksanakan pemerintahan
3.
Dharmmadhyaksa, para pejabat hukum keagamaan
4.
Dharmma-upapatti, para pejabat keagamaan
Dalam Rakryan Mantri ri Pakira-kiran terdapat seorang
pejabat yang terpenting yaitu Rakryan Mapatih atau Patih Hamangkubhumi. Pejabat
ini dapat dikatakan sebagai perdana menteri yang bersama-sama raja dapat ikut
melaksanakan kebijaksanaan pemerintahan. Selain itu, terdapat pula semacam
dewan pertimbangan kerajaan yang anggotanya para sanak saudara raja, yang
disebut Bhattara Saptaprabhu.
·
PEMBAGIAN WILAYAH
Kawasan inti Majapahit dan provinsinya (Mancanagara) di kawasan Jawa Timur dan Jawa Tengah, termasuk pulau Madura dan Bali.
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan
kelanjutan Singhasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur
dan bagian tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka
Bhattara yang bergelar Bhre atau "Bhatara i". Gelar ini adalah gelar
tertinggi bangsawan kerajaan. Biasanya posisi ini hanyalah untuk kerabat dekat
raja. Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak, dan
mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah yang
mereka pimpin.
Hierarki dalam pengklasifikasian wilayah di kerajaan
Majapahit dikenal sebagai berikut:
1.
Bhumi: kerajaan, diperintah oleh Raja
2.
Nagara: diperintah oleh rajya (gubernur), atau
natha (tuan), atau bhre (pangeran atau bangsawan)
3.
Watek: dikelola oleh wiyasa,
4.
Kuwu: dikelola oleh lurah,
5.
Wanua: dikelola oleh thani,
6.
Kabuyutan: dusun kecil atau tempat sakral.
Saat Majapahit memasuki era kemaharajaan Thalasokrasi saat
pemerintahan Gajah Mada, beberapa negara bagian di luar negeri juga termasuk
dalam lingkaran pengaruh Majapahit, sebagai hasilnya, konsep teritorial yang
lebih besar pun terbentuk:
1.
Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan.
Area awal Majapahit atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum
memasuki era kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibu kota kerajaan dan
wilayah sekitarnya di mana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya.
Area ini meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang
dikelola oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
2.
Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung.
Area ini secara langsung dipengaruhi oleh kebudayaan Jawa, dan wajib membayar
upeti tahunan. Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau
raja pribumi, yang kemungkinan membentuk persekutuan atau menikah dengan
keluarga kerajaan Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan
pegawainya di tempat-tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri
mereka dan mengumpulkan pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang
cukup besar. Wilayah Mancanegara termasuk di dalamnya seluruh daerah Pulau Jawa
lainnya, Madura, Bali, dan juga Dharmasraya, Pagaruyung, Lampung dan Palembang
di Sumatra.
3.
Nusantara, adalah area yang tidak mencerminkan
kebudayaan Jawa, tetapi termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar
upeti tahunan. Mereka menikmati otonomi yang cukup luas dan kebebasan internal,
dan Majapahit tidak merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara
militernya di sini; akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam
ketuanan Majapahit atas wilayah itu akan menuai reaksi keras. Termasuk dalam
area ini adalah kerajaan kecil dan koloni di Maluku, Kepulauan Nusa Tenggara,
Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung Malaya.
Ketiga kategori tersebut masuk ke dalam lingkaran pengaruh
Kerajaan Majapahit. Akan tetapi Majapahit juga mengenal lingkup keempat yang
didefinisikan sebagai hubungan diplomatik luar negeri.
H. LUAS WILAYAH
·
MENURUT KITAB NEGARAKRETAGAMA
Menurut Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII–XV, daerah
kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi,
kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian
kepulauan Filipina. Sumber ini menunjukkan batas terluas sekaligus puncak
kejayaan Kemaharajaan Majapahit.
·
MENURUT PRASTASI JAYANEGARA II
Prasasti Tuhañaru/Jayanagara II, berasal dari tahun 1245
Saka/1323 Masehi, mencatat aneksasi wilayah di luar Jawa:
... seperti bulan yang membuka kembang tunjung-jantung dari
perkampungan segala orang baik-baik; yang membinasakan segala musuh; seperti
matahari yang melenyapkan kegelapan pada waktu malam hari, yang digembirakan
Wipra dan Satria, yang berbahagia dapat bertegak nama penobatan raja, berbunyi:
Iswara Sundarapandyadewa, ...
Menurut H.B. Sarkar, gelar raja Jayanegara ini menandakan
bahwa Majapahit memegang kekuasaan tinggi (suzerainty) atas raja Pandia di
India Selatan.
·
MENURUT KIDUNG SUNDA
Berdasarkan Kidung Sunda pupuh 1 bait 54b dan 65a, kekuasaan
Majapahit meliputi Palembang, Tumasik (Singapura), Sampit, Madura, Bali, Koci
(Cochinchina, Vietnam), Wandan (Banda, Maluku Tengah), Tanjungpura (Kalimantan)
dan Sawakung (Pulau Sebuku).
·
MENURUT KIDUNG HARSA-WIJAYA
Kidung Harsa Wijaya mencatat wilayah Majapahit di luar Jawa
antara lain Bali, Tatar, Tumasik, Sampi, Gurun, Wandan, Tanjung-pura, Dompo,
Palembang, Makasar, dan Koci.
·
MENURUT SERAT PARARATON
Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389) ada 12
wilayah pusat Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja.
NO |
PROVINSI |
GELAR |
PENGUASA |
HUBUNGAN DENGAN RAJA |
1 |
Kahuripan
(sekarang Sidoarjo) |
Bhre Kahuripan |
Tribhuwanatunggadewi |
ibu suri |
2 |
Daha
(sekarang Kediri) |
Bhre Daha |
Rajadewi Maharajasa |
bibi sekaligus ibu mertua |
3 |
Tumapel
(sekarang Malang) |
Bhre Tumapel |
Kertawardhana |
ayah |
4 |
Wengker
(sekarang Ponorogo) |
Bhre Wengker |
Wijayarajasa |
paman sekaligus ayah mertua |
5 |
Matahun
(sekarang Bojonegoro) |
Bhre Matahun |
Rajasawardhana |
suami dari Putri Lasem, sepupu raja |
6 |
Wirabhumi
(sekarang Blambangan) |
Bhre Wirabhumi |
Bhre Wirabhumi |
anak |
7 |
Paguhan |
Bhre Paguhan |
Singhawardhana |
saudara laki-laki ipar |
8 |
Kabalan |
Bhre Kabalan |
Kusumawardhani |
anak perempuan |
9 |
Pawanuan |
Bhre Pawanuan |
Surawardhani |
keponakan perempuan |
10 |
Lasem
(sekarang Rembang) |
Bhre Lasem |
Rajasaduhita Indudewi |
sepupu |
11 |
Pajang (sekarang
Surakarta) |
Bhre Pajang |
Rajasaduhita Iswari |
saudara perempuan |
12 |
Mataram
(sekarang Yogyakarta) |
Bhre Mataram |
Wikramawardhana |
keponakan laki-laki |
Catatan: 1 Bhre
Wirabhumi sebenarnya adalah gelar: Pangeran Wirabhumi (blambangan), nama aslinya
tidak diketahui dan sering disebut sebagai Bhre Wirabhumi dari Pararaton. Dia
menikah dengan Nagawardhani, keponakan perempuan raja. 2
Kusumawardhani (putri raja) menikah dengan Wikramawardhana (keponakan
laki-laki raja), pasangan ini lalu menjadi pewaris tahta. |
·
MENURUT PRASTASTI WARINGI PITU
Sedangkan dalam Prasasti Waringin Pitu (1447 M) disebutkan
bahwa pemerintahan Majapahit dibagi menjadi 14 daerah bawahan, yang dipimpin
oleh seseorang yang bergelar Bhre. Daerah-daerah bawahan tersebut yaitu:
Kahuripan |
Kembang Jenar |
Daha |
Pajang |
Tumapel |
Jagaraga |
Wengker |
Keling |
Matahun |
Kelinggapura |
Wirabumi |
Singhapura |
Kabalan |
Tanjungpura |
·
MENURUT KITAB SULATUS SALATIN DAN BUKU SUMA ORIENTAL
Berdasarkan sumber-sumber luar, seperti Sulalatus Salatin
dan buku Suma Oriental ciptaan Tome Pires. Daerah-daerah ini termasuk :
1.
Indragiri di Sumatra dan Siantan (sekarang
Pontianak pada pesisir barat Kalimantan), yang menurut Sulalatus Salatin,
diberikan sebagai hadiah pernikahan kepada Kesultanan Malaka atas pernihkahan
sultan Mansur Syah dari Malaka dengan putri Majapahit. Sultan Mansur Syah
memerintah pada tahun 1459–1477, sehingga pada tahun 1447 artinya Indragiri dan
Siantan masih dibawah kekuasaan Majapahit.
2.
Jambi dan Palembang, yang hanya mulai lepas dari
genggaman Majapahit ketika diambil-alih oleh Kesultanan Demak pada saat masa
perangnya melawan Majapahit yang diperintah Ranawijaya.
3.
Dan Bali yang merupakan daerah pengungsian
terakhir para bangsawan, seniman, pendeta dan penduduk agama Hindu di Jawa
ketika Majapahit runtuh oleh Demak.
·
MENURUT HIKAYAT BANJAR
Wilayah Majapahit yang dicatat Hikayat Banjar adalah: Jawa,
Bantan (Banten), Palembang, Mangkasar (Makassar), Pahang, Patani, Bali, Pasai,
Campa, Maningkabau (Minangkabau), Jambi, Bugis (daerah suku Bugis), Johor, dan
Acih (Aceh).
I. HUBUNGAN DIPLOMATIK
Hubungan diplomatik dengan negara lain dijelaskan dari
Kakawin Nagarakretagama pupuh 15, bait 1 sampai 3. Lengkapnya ialah:
Jawa Kuno |
Alih Bahasa Inggris |
Alih Bahasa Indonesia |
nahan / lwir ning deśantara kacaya de śri narapati, tuhun
/ tang syangkayodyapura kimutang darmmanagari, marutma mwang ring rajapura
nguniweh singhanagari, ri campa kambojanyat i yawana mitreka satata |
Such is the aspect of the other countries, protected by
the Illustrious Prince; verily, to be sure: Syangkayodhyapura, together with Dharmanagari, Marutma
and Rajapura, and Singhanagari too, Campa, Kamboja. Different is Yawana, that
is a friend, regular |
Begitulah aspek dari negara-negara lain, yang dilindungi
oleh Sri Narapati; sesungguhnya, yang pasti: Syangkayodhyapura, bersama
dengan Dharmanagari, Marutma dan Rajapura, dan juga Singhanagari, Campa,
Kamboja. Yang berbeda Yawana, yang merupakan teman, sekutu |
kunong tekang
nusa madura tatan ilwing parapuri, ri denyan tungal / mwang yawadarani
rakwaikana danu, samudra(1) nanggung(2) bhumi(3) kta śaka kalanya karengö,
teweknyan dadyapantara sasiki tatwanya tan adoh |
Concerning
now this island of Madura, this is not at all of the same aspect as the
foreign kingdoms, because of
the fact that it has been one with the Yawa-country, so it is said, at that
time in the past: "The oceans carry a country" (124 = 202 A.D.),
such is their Shaka-year, one hears, their moment to become provided with an
interstice; (nevertheless) they are one in essence, not far away (from each
other). |
Mengenai
pulau Madura sekarang ini, sama sekali tidak sama dengan kerajaan-kerajaan
asing, karena ia
telah menjadi satu dengan negara Yawa, maka dikatakan, pada waktu itu di masa
lalu: "Lautan membawa sebuah negara" (124 saka = 202 M),
demikianlah tahun Saka mereka, terdengar, saat mereka terpisah; (namun)
mereka satu pada hakekatnya, tidak jauh (satu sama lain). |
huwus rabdang
dwipantara sumiwi ri śri narapati, padasthity awwat / pahudama wijil anken /
pratimasa, sake kotsahan / sang prabhu ri sakhahaywanyan iniwö, bhujangga
mwang mantrinutus umahalot / patti satata. |
Already the
other continents are getting ready to show obedience to the Illustrious
Prince, alike orderly
they bring in all kinds of products every ordained season. As an instance of
the honoured Prabhu's exertion for all the good that is taken care of by him,
ecclesiastical officers and mandarins are sent to fetch the produce
regularly. |
Benua lain
sudah bersiap-siap untuk menunjukkan kepatuhan kepada Sri Narapati, sama-sama
teratur mereka membawa segala jenis hasil bumi setiap musim yang ditentukan.
Sebagai contoh usaha Sang Prabhu yang terhormat untuk semua kebaikan yang
diurusnya, bujangga dan para pegawai dikirim untuk mengambil hasil bumi
secara teratur. |
Pola kesatuan politik khas sejarah Asia Tenggara purba
seperti ini kemudian diidentifikasi oleh sejarahwan modern sebagai
"mandala", yaitu kesatuan yang politik ditentukan oleh pusat atau
inti kekuasaannya daripada perbatasannya, dan dapat tersusun atas beberapa unit
politik bawahan tanpa integrasi administratif lebih lanjut. Daerah-daerah bawahan
yang termasuk dalam lingkup mandala Majapahit, yaitu wilayah Mancanegara dan
Nusantara, umumnya memiliki pemimpin asli penguasa daerah tersebut yang
menikmati kebebasan internal cukup luas. Wilayah-wilayah bawahan ini meskipun
sedikit-banyak dipengaruhi Majapahit, tetap menjalankan sistem pemerintahannya
sendiri tanpa terintegrasi lebih lanjut oleh kekuasaan pusat di ibu kota
Majapahit. Pola kekuasaan mandala ini juga ditemukan dalam kerajaan-kerajaan
sebelumnya, seperti Sriwijaya dan Angkor, serta mandala-mandala tetangga
Majapahit yang sezaman; Ayutthaya dan Champa.
Wilayah mancanegara atau luar negeri disebut pada
Nagarakretagama pupuh 15 bait 1. Wilayah-wilayah itu antara lain Syangka
(Siam), Ayodyapura (Ayutthaya), Dharmmanagari (Ligor), Marutma (Martaban atau Mergui),
Rajapura (Rajpuri di selatan Siam), Singhanagari (Singhapuri di cabang sungai
Menam), Campa, dan Kamboja. Hubungan antara Majapahit dengan wilayah-wilayah
ini disebut kachaya, yang berarti "terkena cahaya". Ini diartikan
sebagai dilindungi atau dinaungi. Istilah "wilayah dilindungi" dalam
tatanegara modern disebut sebagai wilayah protektorat.
Selain itu, pada pupuh 83 bait 4 dan 93 bait 1 disebut
tempat-tempat yang menjadi asal para saudagar dan cendekiawan. Wilayah-wilayah
itu adalah Jambudwipa (India), Cina, Karnataka (India Selatan), dan Goda (Gauḍa).
Yang berbeda sendiri adalah Yawana, sebagaimana dikatakan anyat i yawana
mitreka satata (yang lain adalah Yawana yang merupakan sekutu tetap). Kern dan
Pigeaud menganggap Yawana adalah Annam, tetapi mencatat bahwa Yawana adalah
istilah Sanskerta untuk Yunani (Ionian), yang digunakan orang India untuk
merujuk pada orang barbar. Kern mencatat orang India menyebut orang Muslim
sebagai Yawana. Menurut Pigeaud, agak tidak mungkin Yawana merujuk pada orang
Muslim. Ia menganggap Yawana sebagai Annam, karena pada waktu itu raja-raja
Annam sangat kuat dan sangat aneh jika meminta perlindungan kepada Jawa. Irawan
Djoko Nugroho menolak pendapat ini, karena Nagarakretagama dibuat tahun 1365,
dan kekuatan Champa melebihi Annam (yang waktu itu merujuk pada Dai Viet).
Majapahit yang mengalahkan Mongol tidak mungkin memiliki sekutu tetap yang
lemah. Selain itu, Annam dalam bahasa Jawa kuno memiliki nama sendiri yakni
Koci (sekarang disebut Cochinchina untuk membedakannya dari Kochi di India).
Koci berasal dari bahasa Cina Jiāozhǐ, dalam bahasa Kanton Kawci, dan disebut
Giao Chỉ di Vietnam. Oleh karena itu, Yawana lebih tepat diartikan sebagai
Arab.
J. DAFTAR PEJABAT
·
RAJA-RAJA MAJAPAHIT
Para penguasa Majapahit adalah penerus dari keluarga
kerajaan Singhasari, yang dirintis oleh Sri Ranggah Rajasa, pendiri Wangsa
Rajasa pada akhir abad ke-13. Berikut adalah daftar penguasa Majapahit.
Perhatikan bahwa terdapat periode kekosongan antara pemerintahan Rajasawardhana
(penguasa ke-8) dan Girishawardhana yang mungkin diakibatkan oleh krisis
suksesi yang memecahkan keluarga kerajaan Majapahit menjadi dua kelompok.
No |
Nama |
Gelar |
Pemerintahan |
Gambar |
1 |
Raden Wijaya |
Nararya
Sanggramawijaya Sri Maharaja Kertarajasa Jayawardhana |
1293-1390 |
|
2 |
Jayanegara |
Sri Maharaja
Wiralandagopala Sri Sundarapandya Dewa Adhiswara |
1309-1328 |
|
3 |
Tribhuwana Wijayatunggadewi |
Sri
Tribhuwanottunggadewi Maharajasa Jayawisnuwardhani |
1328-1350 |
|
4 |
Hayam Wuruk |
Maharaja Sri
Rajasanagara |
1350-1389 |
|
5 |
Wikramawardhana |
Bhra Hyang
Wisesa Aji Wikramawardhana |
1389-1429 |
|
6 |
Suhita |
Prabu Sri
Suhita |
1429-1447 |
|
7 |
Kertawijaya |
Sri Maharaja
Wijaya Parakramawardhana |
1447-1451 |
|
8 |
Rajasawardhana |
Rajasawardhana
Sang Sinagara |
1451-1453 |
|
9 |
Girishawardhana |
Girishawardhana
Dyah Suryawikrama |
1456-1466 |
|
10 |
Suraprabhawa |
Sri Adi
Suraprabhawa Singhawikramawardhana Giripati Pasutabhupati Ketubhuta |
1466-1468 |
|
11 |
Bhre Kertabhumi |
|
1468-1474 |
|
12 |
Dyah Ranawijaya |
Prabhu Natha
Girindrawardhana Dyah Ranawijaya |
1474-1498 |
·
DAFTAR PERDANA MENTERI
Mahapatih atau Rakryan Mahapatih (Patih Amangkubhumi) adalah
jabatan tertinggi setelah Sri Maharaja (raja besar) pada zaman kerajaan
Nusantara kuno, khususnya pada era Majapahit. Jabatan ini setingkat dengan
jabatan Perdana Menteri (mantri mukya).Untuk membedakan dengan jabatan patih
yang ada di negara daerah (provinsi) yang biasanya disebut Mapatih atau Rakryan
Mapatih, maka dalam Negarakertagama jabatan Patih Amangkubhumi dikenal dengan
sebutan Apatih Ring Tiktawilwadika.
Mahapatih yang paling populer adalah Gajah Mada, yang
terkenal dengan Sumpah Palapa-nya dan membuat Majapahit mencapai masa
kejayaannya. Gelar yang disandang Gajah Mada sebagai mahapatih adalah Sang
Mahamantri Mukya Rakyran Mapatih Gajah Mada.
Berikut adalah daftar Mahapatih dari Kemaharajaan Majapahit
menurut Kitab Pararaton :
NO |
Nama |
Mulai Jabatan |
Akhir Jabatan |
Keterangan |
1 |
Nambi |
1294 |
1316 |
Dharmaputra |
2 |
Dyah Halayuda |
1316 |
1323 |
|
3 |
Arya Tadah (Empu Krewes) |
1323 |
1334 |
|
4 |
Gajah Mada (Jirnodhara) |
1334 |
1364 |
Bhayangkara |
5 |
Gajah Enggon |
1367 |
1394 |
Bhayangkara |
6 |
Gajah Manguri |
1394 |
1398 |
Bhayangkara |
7 |
Gajah Lembana |
1398 |
1410 |
Bhayangkara |
8 |
Tanaka |
1410 |
1430 |
|
9 |
Wahan |
1430 |
1498 |
|
10 |
Udara |
1498 |
1518 |
|
·
DHARMAPUTRA
Anggota Dharmaputra tersebut adalah Ra Kuti, Ra Semi, Ra
Tanca, Ra Wedeng, Ra Yuyu, Ra Banyak, dan Ra Pangsa.
·
PEJABAT LAIN YANG TERKENAL
No |
Nama |
Jabatan |
Temuat Dalam |
1 |
Arya Wiraraja |
Adipati Madura Merangkap Jabatan Pasangguhan |
Prasasti Kudadu (1294) |
2 |
Ranggalawe (Arya Adikara) |
Adipati Tuban Merangkap Jabatan Pasangguhan |
Prasasti Kudadu (1294) |
3 |
Lembu Sora |
Patih Daha |
Prasasti Penanggungan (1296) |
4 |
Adityawarman (Mpu Aditya) |
Mantri Praudhatara (Wredda Menteri) |
Prasasti Manjusri (1343), Prasasti Blitar (1330) |
5 |
Mpu Nala |
Tumenggung |
Prasasti O.J.O. LXXXIV, Prasasti Batur, Prasasti Bendasari (O.J.O. LXXXV),
Prasasti Sekar |
K. WARISAN BUDAYA
·
ARCA
1.
Arca Harihara
2.
Bidadari Majapahit
3.
Arca Dewi Parwati
4.
Arca Perapa Hindhu
5.
Patung Penjaga Gerbang
6.
Arca Ratu Suhita
7.
Arca Ganesha
8.
Arca Dewa Wisnu
9.
Arca Minak Jinggo
10.
Patung Hutan Baluran
·
CANDI
1.
Candi Brahu
2.
Candi Cetho
3.
Candi Jabung
4.
Candi Pari
5.
Candi Penataran
6.
Candi Sukuh
7.
Candi Tikus
8.
Candi Rimbi
9.
Candi Surawana
10.
Candi Wringin Branjang
11.
Candi Minak Jinggo
12.
Candi Kedaton
·
GAPURA
1.
Gapura Bajang Ratu
2.
Gapura Wringin Lawang
·
KARYA SASTRA
1.
Kitab Arjunawijaya
2.
Kitab Kutaramanawa Dharmasastra
3.
Kitab Nagarakretagama
4.
Kitab Panjiwijayakrama
5.
Kitab Pararaton
6.
Kitab Ranggalawe
7.
Kitab Sorandakan
8.
Kitab Sundayana
9.
Kitab Sutasoma
10.
Kitab Tantu Pagelaran
11.
Kitab Usana Jawa
Beberapa ukiran relief Candi dari masa Majapahit juga banyak
mengabadikan fragmen cerita-cerita, seperti :
1.
Bhubuksah dan Gagangaking.
2.
Garudeya
3.
Sudhamala
Selain itu, adapula Cerita lisan yang populer hingga masa
kini, seperti :
1.
Cerita Panji
2.
Sri Tanjung
·
PRASASTI
1.
Prasasti Kudadu (1294 M)
2.
Prasasti Sukamerta (1296 M)
3.
Prasasti Prapancasapura (1320 M)
4.
Prasasti Parung (1350 M)
5.
Prasasti Singhasari (1351 M)
6.
Prasasti Canggu (1358 M)
7.
Prasasti Biluluk (1366), (1393), (1395)
8.
Prasasti Karang Bogem (1387 M)
9.
Prasasti Katiden (1392 M)
10.
Prasasti Renek (1457 M)
11.
Prasasti Sendang Sedur (1463 M)
12.
Prasasti Waringin Pitu (1477 M)
13.
Prasasti Jiwu (1486 M)
14.
Prasasti Manah i Manuk
·
SITUS
1.
Situs Kumitir
2.
Situs Trowulan
L. PUSAT INSPIRASI
Meriam Cetbang Majapahit, dari The Metropolitan Museum of Art, yang diperkirakan berasal dari tahun 1470–1478. Perhatikan adanya lambang Surya Majapahit.
Majapahit telah menjadi sumber inspirasi kejayaan masa lalu
bagi bangsa-bangsa Nusantara pada abad-abad berikutnya.
·
LEGITIMASI POLITIK
Kesultanan-kesultanan Islam Demak, Pajang, dan Mataram
berusaha mendapatkan legitimasi atas kekuasaan mereka melalui hubungan ke
Majapahit. Demak menyatakan legitimasi keturunannya melalui Kertabhumi;
pendirinya, Raden Patah, menurut babad-babad keraton Demak dinyatakan sebagai
anak Kertabhumi dan seorang Putri Cina, yang dikirim ke luar istana sebelum ia
melahirkan. Penaklukan Mataram atas Wirasaba tahun 1615 yang dipimpin langsung
oleh Sultan Agung sendiri memiliki arti penting karena merupakan lokasi ibu
kota Majapahit. Keraton-keraton Jawa Tengah memiliki tradisi dan silsilah yang
berusaha membuktikan hubungan para rajanya dengan keluarga kerajaan
Majapahit—sering kali dalam bentuk makam leluhur, yang di Jawa merupakan bukti
penting—dan legitimasi dianggap meningkat melalui hubungan tersebut. Bali
secara khusus mendapat pengaruh besar dari Majapahit, dan masyarakat Bali
menganggap diri mereka penerus sejati kebudayaan Majapahit.
Para penggerak nasionalisme Indonesia modern, termasuk
mereka yang terlibat Gerakan Kebangkitan Nasional di awal abad ke-20, telah
merujuk pada Majapahit, disamping Sriwijaya, sebagai contoh gemilang masa lalu
Indonesia. Majapahit kadang dijadikan acuan batas politik negara Republik
Indonesia saat ini. Dalam propaganda yang dijalankan tahun 1920-an, Partai
Komunis Indonesia menyampaikan visinya tentang masyarakat tanpa kelas sebagai
penjelmaan kembali dari Majapahit yang diromantiskan. Sukarno juga mengangkat
Majapahit untuk kepentingan persatuan bangsa, sedangkan Orde Baru
menggunakannya untuk kepentingan perluasan dan konsolidasi kekuasaan negara.
Sebagaimana Majapahit, negara Indonesia modern meliputi wilayah yang luas dan
secara politik berpusat di pulau Jawa.
Beberapa simbol dan atribut kenegaraan Indonesia berasal
dari elemen-elemen Majapahit. Bendera kebangsaan Indonesia "Sang Merah
Putih" atau kadang disebut "Dwiwarna" ("dua warna"),
berasal dari warna Panji Kerajaan Majapahit. Demikian pula bendera armada kapal
perang TNI Angkatan Laut berupa garis-garis merah dan putih juga berasal dari
warna Majapahit. Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika",
dikutip dari "Kakawin Sutasoma" yang ditulis oleh Mpu Tantular,
seorang pujangga Majapahit.
·
ARSITEKTUR
Majapahit memiliki pengaruh yang nyata dan berkelanjutan
dalam bidang arsitektur di Indonesia. Penggambaran bentuk paviliun (pendopo)
berbagai bangunan di ibu kota Majapahit dalam kitab Negarakretagama telah
menjadi inspirasi bagi arsitektur berbagai bangunan keraton di Jawa serta Pura
dan kompleks perumahan masyarakat di Bali masa kini. Meskipun bata merah sudah
digunakan jauh lebih awal, para arsitek Majapahitlah yang menyempurnakan teknik
pembuatan struktur bangunan bata ini.
Sepasang patung penjaga gerbang abad ke-14 dari kuil Majapahit di Jawa Timur (Museum of Asian Art, San Francisco)
Beberapa elemen arsitektur kompleks bangunan di Jawa dan
Bali diketahui berasal dari masa Majapahit. Misalnya gerbang terbelah candi
bentar yang kini cenderung dikaitkan dengan arsitektur Bali, sesungguhnya
merupakan pengaruh Majapahit, sebagaimana ditemukan pada Candi Wringin Lawang,
salah satu candi bentar tertua di Indonesia. Demikian pula dengan gapura
paduraksa (kori agung) beratap tinggi, dan pendopo berlandaskan struktur bata.
Pengaruh citarasa estetika dan gaya bangunan Majapahit dapat dilihat pada
kompleks Keraton Kasepuhan di Cirebon, Masjid Menara Kudus di Jawa Tengah, dan
Pura Maospait di Bali. Tata letak kompleks bangunan berupa halaman-halaman
berpagar bata yang dihubungkan dengan gerbang dan ditengahnya terdapat pendopo,
merupakan warisan arsitektur Majapahit yang dapat ditemukan dalam tata letak
beberapa kompleks keraton di Jawa serta kompleks puri (istana) dan pura di
Bali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar