Hamengkubuwana VIII ꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧘꧇ |
Sri Sultan Hamengkubuwana VIII |
Sultan Yogyakarta ke-8 |
Bertakhta: 8
Februari 1921 - 22 Oktober 1939 Penobatan: 8
Februari 1921 (Selasa Kliwon, 29 Jumadil Awal Alip 1851) Pendahulu:
Sultan Hamengkubuwana VII Penerus:
Sultan Hamengkubuwana IX |
Informasi Pribadi |
Nama Lengkap:
Gusti Raden Mas Sujadi Kelahiran: 3
Maret 1880, Kraton Yogyakarta Kematian: 22
Oktober 1939 (umur 59), RS Panti Rapih, Yogyakarta Pemakaman:
Astana Saptorenggo, Imogiri, Yogyakarta Wangsa :
Mataram |
Naik Tahta/Jumeneng Nata: Ngarso Dalem
Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono
Senapati-ing-Ngalaga 'Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah ingkang
Jumeneng Kaping Wolu ing Ngayogyakarta Hadiningrat |
Ayah: Sultan
Hamengkubuwana VII Ibu: Gusti
Kanjeng Ratu Hemas (Permaisuri kedua) Permaisuri:
Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara Agama: Islam |
Sri Sultan Hamengkubuwana VIII (atau Gusti Raden Mas Sujadi, lahir di Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, 3 Maret 1880 – meninggal di Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta, 22 Oktober 1939 pada umur 59 tahun) Hanacaraka: ꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦺꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧘꧇ adalah salah seorang raja di Kesultanan Yogyakarta tahun 1921-1939. Beliau dinobatkan menjadi Sultan Yogyakarta pada 8 Februari 1921. Pada masa Hamengkubuwono VIII, Kesultanan Yogyakarta mempunyai banyak dana yang dipakai untuk berbagai kegiatan termasuk membiayai sekolah-sekolah kesultanan. Putra-putra Hamengkubuwono VIII banyak disekolahkan hingga perguruan tinggi, banyak diantaranya di Belanda. Salah satunya adalah GRM Dorojatun, yang kelak bertakhta dengan gelar Hamengkubuwono IX, yang bersekolah di Universitas Leiden.
A. PEMERINTAHAN
Pada tanggal 3 Maret 1880, lahirlah putra Sri Sultan
Hamengku Buwono VII dari rahim Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hemas yang diberi nama
Gusti Raden Mas (GRM) Sujadi. Setelah dewasa GRM Sujadi bergelar Gusti Pangeran
Haryo (GPH) Puruboyo yang kelak dinobatkan sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono
VIII.
Perjalanan GPH. Puruboyo sebagai penerus tahta Kasultanan
Ngayogyakarta sesungguhnya melalui jalan yang panjang. Awalnya, Sri Sultan
Hamengku Buwono VII telah mengangkat putra sulung GKR Hemas, GRM Akhadiyat,
sebagai putera mahkota. Akan tetapi, tidak lama setelah dinobatkan sebagai
putera mahkota, GRM Akhadiyat sakit hingga meninggal dunia. Sri Sultan Hamengku
Buwono VII kemudian mengangkat GRM Pratistha sebagai pengganti putera mahkota sebelumnya.
Putera mahkota kedua yang juga bergelar Adipati Juminah ini di kemudian hari
gelarnya dicabut karena alasan kesehatan. Posisi putera mahkota untuk yang
ketiga kali kemudian jatuh kepada GRM Putro. Nasib baik tidak berpihak kepada
GRM Putro yang juga meninggal dunia akibat sakit keras. Akhirnya, pilihan Sri
Sultan Hamengku Buwono VII untuk didudukkan sebagai mahkota jatuh kepada GPH
Puruboyo.
Tahun 1920 GPH. Puruboyo sedang menempuh studi di Belanda,
ketika sang ayahanda Sri Sultan Hamengku Buwono VII mengungkapkan niat untuk
lengser keprabon. Mendengar hal ini, Residen Jonquire yang menjadi wakil
pemerintah Belanda di Yogyakarta, mengusulkan kepada Gubernur Jendral van
Limburg Stirum agar upaya pergantian tahta dipercepat.
Dikarenakan posisi GPH. Puruboyo masih di Belanda, maka van
Limburg Stirum yang menyetujui gagasan tadi memerintahkan Jonquire agar
mendesak Sri Sultan Hamengku Buwono VII untuk segera memanggil pulang GPH
Puruboyo melalui telegram. Sri Sultan Hamengku Buwono VII menyetujui usulan
tersebut dan mengirimkan telegram pada awal November 1920. Di dalam telegram
itu Sri Sultan Hamengku Buwono VII menyampaikan agar Gusti Puruboyo jangan
terlalu lama di Eropa karena para putera dan puteri, kerabat dan abdi dalem
sudah menanti-nanti kepulangan beliau.
Setelah GPH Puruboyo setuju untuk pulang ke Yogyakarta dan
dijadikan pengganti ayahandanya, Sri Sultan Hamengku Buwono VII memutuskan
untuk lereh keprabon (turun tahta) dan beristirahat di Pesanggrahan Ambarukmo.
Pada tanggal 8 Februari 1921, GPH Puruboyo kemudian dinobatkan sebagai Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII
Pada masa pemerintahannya, ia banyak mengadakan rehabilitasi
bangunan kompleks keraton Yogyakarta. Salah satunya adalah Bangsal Pagelaran
yang terletak di paling depan sendiri (berada tepat di selatan Alun-alun utara
Yogyakarta). Bangunan lainnya yang direhabilitasi adalah tratag Siti Hinggil,
Gerbang Donopratopo, dan Masjid Gedhe. Ia juga merupakan salah satu orang
pertama dari kalangan politikus papan atas Kota Yogyakarta yang mendukung
perjuangan Kh. Ahmad Dahlan dalam pembentukan Muhammadiyah sebagai bentuk
loyalitasnya pada Islam.
B. PRINSIP RAJA
Kekayaan keraton yang cukup besar kala itu, dimanfaatkan
sebanyak-banyaknya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII untuk mendorong dunia
pendidikan. Seperti ayahandanya, beliau juga mengharuskan putra-putrinya untuk
menempuh pendidikan formal setinggi mungkin, bahkan bila perlu hingga ke Negeri
Belanda.
Sekolah-sekolah, organisasi dan munculnya aktivis banyak
berkembang di masa kepemimpinan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII . Sekolah Taman
Siswa Nasional (berdiri 3 Juli 1922), Organisasi Politik Katholik Jawi (1923)
dan Kongres Perempuan (1929) adalah contoh-contohnya.
Perhatian beliau di dunia kesehatan juga sangat besar,
misalnya dengan mendukung pengadaan ambulans untuk Rumah Sakit Onder de Bogen
(saat ini: Panti Rapih).
Selain itu, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII juga banyak
mengadakan perombakan/rehabilitasi bangunan. Bangsal Pagelaran, Tratag Siti
Hinggil, Gerbang Danapratapa dan Masjid Gede adalah beberapa bangunan yang
beliau perbaiki.
Di dalam lingkungan keluarganya sendiri, Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII juga banyak melakukan terobosan. Hal tersebut terjadi bahkan
semenjak sebelum menjadi Sultan. Salah satunya adalah dengan “menitipkan”
anak-anaknya di luar lingkungan keraton. BRM Dorodjatun, yang kelak menjabat
sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono IX, dari umur 4 tahun sudah dititipkan ke
keluarga Belanda. Tidak ada inang atau pengasuh yang menjaga. Pangeran kecil
itu dituntut untuk hidup mandiri dan merasakan hidup sebagaimana kebanyakan
masyarakat pada umumnya.
Langkah-langkah yang diambil oleh Sri Sultan Hamengku Buwono
VIII tersebut adalah cerminan dari sikap beliau yang berpedoman pada ungkapan
“wong sing kalingan suka, ilang prayitane”, orang yang sudah merasakan nikmat
akan hilang kewaspadaannya.
Pada tahun 1939, beliau memanggil putranya, BRM Dorodjatun
yang sedang belajar di Negeri Belanda. Setelah keduanya bertemu di Batavia, Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII kemudian menyerahkan pusaka keraton Kyai Joko
Piturun kepada BRM Dorojatun. Dengan demikian, ini menunjukkan bahwa BRM
Dorojatun telah ditunjuk menjadi penerus tahta sepeninggalnya.
Setibanya dari Batavia menjemput BRM Dorojatun tersebut, Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII wafat pada tanggal 22 Oktober 1939 di Rumah Sakit
Panti Rapih, Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dimakamkan di Astana
Saptarengga, Pajimatan Imogiri.
C. PENGHARGAAN
|
|
·
Grand Cross of the Order of Orange-Nassau (1937)
·
Commander of the Order of the Netherlands Lion
(1925)
·
Grand Cross of the Order of the Wendish Crown of
Mecklenburg
·
Grand Cross of the Royal Order of Cambodia
·
Grand Cross of the Order of the Black Star of
Benin of France
·
Knight Commander of the Most Noble Order of
Thailand (1929)
·
Grand Officer of the Order of Leopold II of
Belgium
·
Commander 1st Class of the Order of Vasa of
Sweden
·
Grand Officer of the Order of the Million
Elephants and White Parasol of Luang Prabang (Laos)
D. MENINGGAL DUNIA
Ia meninggal pada tanggal 22 Oktober 1939 di kereta api di
daerah Wates, Kulon Progo dalam perjalanan pulang dari Jakarta untuk menjemput
Gusti Raden Mas Dorojatun dari Belanda. Sedangkan sumber lain menyebutkan bahwa
ia meninggal dunia di rumah sakit Onder de Bogen (kini Rumah Sakit Panti Rapih)
setelah jatuh sakit di dalam kereta api di wilayah Kroya. Gusti Raden Mas
Dorojatun yang belum sempat menyelesaikan sekolahnya, mendadak dipanggil
pulang. Di Batavia, Sultan menyerahkan keris Kyai Ageng Joko Piturun kepada
Gusti Raden Mas Dorojatun sebagai tanda suksesi kerajaan, sekaligus sebagai
isyarat bahwa Gusti Raden Mas Dorojatun-lah yang kelak akan menggantikan
sebagai Sultan.
E. PENINGGALAN SRI SULTAN HAMENGKU
BUWANA VIII
Seperti sudah disinggung di atas, di masa kepemimpinan Sri
Sultan Hamengku Buwono VIII Yogyakarta mengalami kemajuan pesat di bidang
pendidikan dan kesehatan. Dalam bidang arsitektur, bentuk fisik kraton saat ini
adalah hasil perombakan pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.
Di bidang seni tari, banyak sekali tarian diciptakan pada
era kepemimpinan beliau. Diantaranya adalah Beksan Srimpi Layu-layu, Beksan
Gathutkaca-Suteja, Bedaya Gandrung Manis, Bedaya Kuwung-Kuwung dan masih banyak
lagi. Pada masa ini pula, pembakuan terhadap pakem tari klasik Gaya Yogyakarta
dimulai.
Masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII juga
dikenal sebagai masa keemasan pentas wayang wong. Pementasan wayang orang
besar-besaran hingga memakan waktu tiga hari banyak dan sering dilakukan di era
ini. Lebih dari 20 lakon dikembangkan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono
VIII.
Dari segi busana untuk Tari Bedaya, Sri Sultan Hamengku
Buwono VIII melakukan perubahan besar. Karya Tari Bedaya yang lahir pada era
ini tidak menggunakan kampuh dan paes ageng. Di masa ini penari menggunakan
jamang dan bulu-bulu, baju tanpa lengan serta kain seredan.
F. KEHIDUPAN PRIBADI
1. ISTRI
·
Raden Ayu Siti Katina, putri Gusti Pangeran
Adipati Mangkubumi, tahun 1907.
·
Bendara Raden Ayu Purya Aningdiya
·
Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya
·
Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya
·
Raden Ayu Kustilah/Kanjeng Raden Ayu Adipati
Anom Hamangkunegara/Kanjeng Ratu Alit, putri Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi
(putra Hamengkubuwana VI).
·
Bendara Raden Ayu Rukmi Aningdiya
·
Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum
·
Bendara Raden Ayu Ratna Puspita
2. ANAK
a.
PUTRA
·
Bendara Raden Mas ... dari Bendara Raden Ayu
Purya Aningdiya, meninggal sebelum sempat diberi nama.
·
Bendara Raden Mas Mustari dari Bendara Raden Ayu
Puspitaningdiya
·
Mayor Bendara Raden Mas Jartabitu/Kanjeng Gusti
Pangeran Hangabehi dari Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya, menikah dengan
Bendara Raden Ayu Siti Mustakirun.
·
Kapten Bendara Raden Mas Sungangusamsi/Gusti
Bendara Pangeran Harya Purbaya dari Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya,
menikah dengan Bendara Raden Ayu Madusari/Raden Ayu Purbaya.
·
Bendara Raden Mas Sumeru/Gusti Bendara Pangeran
Harya Dhanupaya dari Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya
·
Bendara Raden Mas Sudiarsa dari Bendara Raden
Ayu Purya Aningdiya
·
Bendara Raden Mas Kartala/Gusti Bendara Pangeran
Harya Mangkudiningrat dari Bendara Raden Ayu Purya Aningdiya, menikah dengan
Raden Ajeng Sumani dan menikah dengan Raden Ajeng Amiratna/Bendara Raden Ayu
Mangkudiningrat, putri kedua dari Paku Alam VI dan Kanjeng Gusti Timur (putri
Paku Alam III).
·
Bendara Raden Mas Tinggartala/Gusti Pangeran
Harya Prabuningrat dari Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya
·
Gusti Raden Mas Dorojatun/Sri Sultan
Hamengkubuwono IX dari Kanjeng Raden Ayu Adipati Anom Hamengkunegara/Kanjeng
Ratu Alit.
·
Bendara Raden Mas Duryatnanu dari Bendara Raden
Ayu Purya Aningdia
·
Bendara Raden Mas Mahikyaun/Gusti Bendara
Pengeran Harya Suryawijaya dari Bendara Raden Ayu Rukmi Aningdiya
·
Bendara Raden Mas Rais ul-Ngah Askari/Gusti
Bendara Pangeran Harya Bintara dari Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya
·
Bendara Raden Mas Alpasuatlamin/Gusti Bendara
Pangeran Harya Suryabrangta dari Bendara Raden Ayu Purya Aningdiya
·
Bendara Raden Mas Mupasalukatini dari Bendara
Raden Ayu Puspitaningdiya
·
Bendara Raden Mas Ila ul-Kirami/Gusti Bendara
Pangeran Harya Murdaningrat dari Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya
·
Bendara Raden Mas Makan ul-Munayati/Gusti
Bendara Pangeran Harya Pujakusuma dari Bendara Raden Ayu Purya Aningdiya
·
Bendara Raden Mas Pel ul-Kuluki/Gusti Bendara
Pangeran Harya Suryaputra dari Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum
·
Bemdara Raden Mas Sunwata/Gusti Bendara Pangeran
Harya Hadiwijaya dari Bendara Raden Ayu Ratna Puspita
·
Bendara Raden Mas Sahadatsatir dari Bendara
Raden Ayu Ratna Puspita
·
Bendara Raden Mas Hening/Gusti Bendara Pangeran
Harya Yudhanegara dari Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum
·
Bendara Raden Mas Dr. Banakamsi/Gusti Bendara
Pangeran Harya Dr. Dipayana dari Bendara Raden Ayu Tejaningrum
·
Bendara Raden Ayu Satriya/Gusti Bendara Pangeran
Benawa dari Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum
·
Bendara Raden Mas Danangjaya dari Kanjeng
Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum
·
Bendara Raden Mas Rabinharyani/Gusti Bendara
Pangeran Harya Puger dari Bendara Raden Ayu Ratna Puspita
b.
PUTRI
·
Bendara Raden Ajeng Gusti Siti Sundarumiya/Gusti
Kanjeng Ratu Pembayun dari Bendara Raden Ayu Purya Aningdiya, menikah dengan
Bendara Pangeran Harya Pakuningrat (putra tertua Kanjeng Gusti Raden Mas
Putra/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Hamengkunegara)
·
Bendara Raden Ajeng Siti Sayadi/Gusti Bendara
Raden Ayu Sinduraja dari Bendara Raden Ayu Purya Aningdiya, menikah dengan
Kanjeng Raden Tumenggung Sinduraja.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Sadari/Gusti Bendara
Raden Ayu Purbawinata dari Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya, menikah dengan
Kanjeng Raden Tumenggung Purbawinata/Kanjeng Pangeran Harya Purbawinata.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Kadarmi/Gusti Bendara
Raden Ayu Jayaningrat dari Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya, menikah dengan
Kanjeng Raden Tumenggung Jayaningrat.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Kajananywa/Gusti
Bendara Raden Ayu Jayawinata dari Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya,
menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Jayawinata.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Mutasangilun dari
Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya
·
Bendara Raden Ajeng Siti Nuriwadina/Gusti
Bendara Raden Ayu Chandradiningrat dari Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya,
menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Chandradiningrat.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Kuswanayi/Gusti Bendara
Raden Ayu Cakradiningrat dari Bendara Raden Ayu Rukmi Aningdiya, menikah dengan
Gusti Bendara Pangeran Harya Cakradiningrat (putra dari Kanjeng Gusti Raden Mas
Putra/Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Hamengkunegara).
·
Bendara Raden Ajeng Siti Sriwayati/Gusti Bendara
Raden Ayu Purbasaputra dari Bendara Raden Ayu Srengkara Aningdiya, menikah
dengan Kanjeng Raden Tumenggung Purbaseputra.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Swandari/Gusti Bendara
Raden Ayu Purwadiningrat dari Bendara Raden Ayu Puspitaningdiya, menikah dengan
Kanjeng Raden Tumenggung Purwadiningrat.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Hilal
ul-Ngasarati/Gusti Bendara Raden Ayu Kusumadiningrat dari Bendara Raden Ayu
Puspitaningdiya, menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Kusumadiningrat.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Sutyanti/Gusti Bendara
Raden Ayu Jayaningrat dari Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum, menikah
dengan Ir. Raden Puspaharsana Jayaningrat.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Padmasari/Gusti Bendara
Raden Ayu Sumarman dari Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum, menikah
dengan Raden Sumarman, S.H.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Wayarini dari Bendara
Raden Ayu Ratna Puspita
·
Bendara Raden Ajeng Siti Prayuti dari Bendara
Raden Ayu Ratna Puspita
·
Bendara Raden Ajeng Siti Widyastuti/Gusti
Bendara Raden Ayu Andayaningrat dari Kanjeng Bendara Raden Ayu Ratna
Adiningrum, menikah dengan Raden Suwarna Andayaningrat.
·
Bendara Raden Ajeng Siti Sutarnin dari Bendara
Raden Ayu Ratna Puspita
G. GALERI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar