Mengenai Saya

Foto saya
Hi, Nama Saya Sandra Bagus Nugroho saya pemilik Blog History Of World Empire

Jumat, 30 Desember 2022

KERAJAAN - KEKAISARAN KASULTANAN OTTOMAN TURKI UTSMANIYYAH (OSMANLI TÜRKİYE KRALLIĞI)


Kesultanan Utsmaniyah, nama resmi Daulat/Negara Agung Utsmaniyah (bahasa Turki Utsmaniyah: دولت عليه عثمانیه Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye) sering disebut dalam bahasa Turki modern sebagai Osmanlı İmparatorluğu (Kekaisaran Utsmaniyah) atau Osmanlı Devleti (Negara Utsmaniyah); kadang disebut Kekaisaran Ottoman, Kesultanan Ottoman, Kesultanan Turki, Kekaisaran Utsmaniyah atau Turki Utsmani adalah kekaisaran lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di barat laut Anatolia pada tahun 1299. Setelah 1354, Utsmaniyah melintasi Eropa dan memulai penaklukkan Balkan, mengubah negara Utsmaniyah yang hanya berupa kadipaten kecil menjadi negara lintas benua. Utsmani mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur seiring penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun 1453.

Peta bersejarah yang memperlihatkan eyalet (wilayah administratif) Kesultanan Utsmaniyah di Eropa dan Asia tahun 1890.

Sepanjang abad ke-16 dan 17, tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah pemerintahan Suleiman Al-Qanuni, Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di dunia, imperium multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara, Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika.

Pada awal abad ke-17, kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal, beberapa di antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.

Dengan Konstantinopel sebagai ibu kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang luas di sekitar cekungan Mediterania, Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur dan Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia I, tepatnya pada 1 November 1922. Pembubarannya berujung pada kemunculan rezim politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur Tengah yang baru.

Setelah penaklukkan Mesir oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai pemimpin dunia Islam secara simbolis. Setelah Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan, Wangsa Utsmaniyah sempat mempertahankan status mereka sebagai khalifah selama beberapa saat sampai kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924.

A.    NAMA

Dalam bahasa Turki Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye (دَوْلَتِ عَلِيّهٔ عُثمَانِیّه),yang secara harfiah berarti Daulat/Negara Agung Utsmaniyah, atau juga disebut Osmanlı Devleti (عثمانلى دولتى) yang berarti Daulat/Negara Utmaniyah.[dn 6] Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan sebutan Osmanlı Devleti atau Osmanlı İmparatorluğu atau Kekaisaran Utsmaniyah. Di Indonesia, negara ini juga kerap disebut Ottoman yang diambil dari ejaan Barat. Di sejumlah tulisan Barat, nama "Ottoman" dan "Turkey" dipakai bergantian. Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920–23 ketika rezim Turki yang beribu kota di Ankara memilih Turki sebagai satu-satunya nama resminya. Nama tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak zaman Seljuk. Para sejarawan sendiri menghindari untuk menggunakan istilah "Turki" atau "bangsa Turki" untuk merujuk Kesultanan Utsmaniyah karena sifat negara ini yang multi-etnis yang terdiri dari beragam suku bangsa.

B.    SEJARAH

Sejarah Kesultanan Utsmaniyah—Kerajaan Bani Abbas di Baghdad runtuh. Bangsa Mongol dan Tartar naik. Pada saat itu, boleh dikatakan bahwa tidak ada lagi kerajaan Islam yang besar. Negeri-negeri Islam berpecah belah. Namun, dengan munculnya Daulah Utsmaniyah, dapatlah Islam kembali menyambung usaha dan kemegahan yang lama.

Negeri-negeri Islam, seperti Mesir, Hijaz (Mekah - Madinah), Yaman, Irak, Palestina, Tunisia, Maroko, Aljazair dan Tripoli, semua itu dahulu adalah wilayah dari Kerajaan Turki Utsmani. Begitu juga negeri-negeri Eropa Timur (Balkan). Kekuasaannya meluas di bekas kekuasaan Kerajaan Byzantium (Konstantinopel) setelah negeri itu ditaklukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih pada 1453. Pernah pula, Sulaiman al-Qanuni dua kali menyerang Vienna, pusat Kerajaan Austria. Sampai sekarang, masih terdapat kaum Muslimin di negeri-negeri Bulgaria, Yugoslavia, Chekoslowakia dan Polandia, keturunan-keturunan pahlawan Islam Turki Usmani yang pernah menancapkan bendera Bulan Bintang di negeri itu.

Raja-raja Islam di Indonesia pada abad ke-17, seperti Aceh dan Banten, pernah utus-mengutus dengan Kerajaan Turki Utsmani dan pernah meminta pengakuan gelar sultan dari Istambul. Pada beberapa istana raja-raja Indonesia itu pun masih dapat dilihat, peninggalan hadiah Turki Usmani yang dijadikan lambang kebesaran.

Ulama-ulama besar di Indonesia, seperti Syekh Nawawi di Banten, Syekh Dawud Fatani, dan Syekh Ahmad Khatib Al Minangkabawi, belajar mendalami agama Islam di Mekah. Saat itu, Mekah ada di bawah Kerajaan Turki Usmani. Kesan-kesan kebudayaan Islam Turki juga masuk ke tanah air kita. Di kampung-kampung Palembang, Bugis, Minangkabau, terutama Aceh, kadang-kadang masih kita lihat tergantung di dinding, gambar sultan-sultan dan pahlawan Turki Usmani, misalnya Anwar Pasya dan Ibrahim Pasya. Sebelum Kemal at-Taturk menghapuskan jabatan khalifah dan memakzulkan Sultan Abdul Majid Khan dari takhta kerajaan pada 1924, masihlah terdengar nama-nama sultan itu didoakan di dalam khutbah Jum'at. Pada khutbah bagian kedua (na'at) di masjid di kampung-kampung itu, kadang masih tersimpan doa bagi Khalifah Turki itu.

Setelah Kerajaan Turki Usmani jatuh karena kalah perang pada 1914 - 1918, tanah Turki dan bagian imperium Utsmani telah dibagi-bagi oleh para musuhnya. Setelah itu, muncullah al-Ghazi Mustafa Kemal Pasya (Kemal at-Taturk) yang mendirikan kembali Turki baru di atas reruntuhan Turki lama.

·         Artoghrol : Melarikan diri dari serangan Tartar, menjadi bagian Seljuk Rumi

Nama Kerajaan Utsmaniyah diambil dari nama Sultan Utsmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaiman Syah Ibnu Kia Alp, kepala kabilah Kab di Asia Tengah. Abad ke 13-M, ketika bangsa Tartar menyerbu Dunia Islam, Sulaiman Syah melihat ancaman itu bagi negerinya di Mahan. Ia pun bermusyawarah dengan petinggi sukunya. Diputuskanlah bahwa mereka akan pindah ke negeri lain yang lebih aman, di Tanah Anatolia, Asia Kecil. Mereka akhirnya berangkat, dengan pasukan sekitar 1000 orang berkuda. Mereka berhenti sementara di negeri Akhlat. Namun, tentara Tartar pun telah dekat pula di negeri itu. Dengan segera, mereka pindah ke Azerbaijan.

Kemudian, terdengarlah kabar bahwa pasukan Tartar tidak jadi memasuki Mahan. Sulaiman Syah berniat untuk pulang kembali. Mereka berhenti di Benteng Ja'bar di Orga, lalu melanjutkan perjalanan pulang dengan menyeberangi Sungai Eufrat. Tiba-tiba, ketika sedang menyeberang, air menjadi besar. Sulaiman Syah, kepala kabilah itu tenggelam dan tak tertolong. Jenazahnya dikebumikan di dekat benteng Ja'bar.

Ia meninggalkan empat orang putra, yakni Sankurtakin, Kun Togdai, Arthogrol dan Dandan. Anak yang pertama ingin pulang kembali ke kampung. Sementara itu, Arthogrol dan Dandan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan ke daerah Anatolia untuk mencari daerah yang subur. Mereka berdua berhasil menguasai Tanah Erzerum. Arthogrol diangkat oleh rakyatnya menjadi kepala kabilah. Sementara itu, yang pulang kembali ke negerinya, tidaklah terdengar lagi kabar beritanya dalam sejarah.

Arthogrol mengutus putranya, Sauji, untuk menghadap Sultan Alauddin Kaiqubaz, Sultan Saljuq Rumi, memohon agar Sultan mengizinkan kabilahnya untuk berdiam dalam wilayah kekuasaannya dan juga mohon diberi tanah untuk bercocok tanam dan mengembalakan ternak mereka. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan. Dalam perjalanan pulang hendak menyampaikan berita ini, Sauji meninggal.

Setelah mereka selesai menguburkan jenazah Sauji, dalam keadaan girang karena mendapat tanah dan sedih karena kematian, mereka pun meneruskan perjalanan menuju tanah yang telah dihadiahkan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba mereka melihat dua pasukan tentara bertempur hebat. Satu pihak besar jumlahnya, sedangkan pihak lawannya berjumlah kecil.

Timbullah semangat keadilan pada pihak Arthogrol sehingga dengan segera ia menyerukan anak buahnya agar membela pihak yang lemah. Semangat mereka semakin berkobar setelah mengetahui bahwa pasukan besar itu adalah tentara Mongol, sedangkan pihak yang lemah adalah tentara Sultan Alauddin Saljuq yang mempertahankan negerinya dari serangan bangsa Mongol. Sultan itulah yang telah memberikan hadiah tanah kepada mereka. Tentara Mongol berhasil dikalahkan.

Sultan Alauddin sangat gembira ketika mendengar berita tersebut. Arthogrol diundang ke istana, diterimanya dengan serba kehormatan, diberinya pakaian kebesaran, diberinya pula tanah dan wilayah kekuasaan yang jauh lebih luas daripada yang dijanjikan kepada putranya, Sauji. Sejak saat itu, Arthogrol biasa membantu Sultan secara militer. Setiap kali menang, sultan memberinya tambahan hadiah tanah dan harta benda. Tentara Arthogrol diberi gelar oleh sultan : "Muqadimah Sultan" (tentara pelopor baginda). Karena, biasanya, tentara Arthogrol selalu ada di barisan depan.

Pada tahun 1288 M, meninggallah Arthogrol. Sultan Alauddin menunjuk cucunya yang sulung, Utsman, putra Sauji.

·         Utsman I : Saljuq Rumi berakhir, Utsmani mulai

Utsman terus setia sebagai kepala perang tentara Sultan Alauddin Kaiqubaz. Sultan memberinya gelar Bey. Diberi pula daerah merdeka yang lebih luas, diberi izin memakai mata uang sendiri, dan boleh pula memakai nama sendiri dalam khutbah Jum'at.

Pada tahun 699 H (1300 M), tiba-tiba datanglah serangan hebat bangsa Tartar ke Asia Kecil. Dengan gagah perkasa, Utsman mempertahankan wilayahnya dan wilayah Sultan Alauddin. Serangan bangsa Tartar dapat digagalkan. Namun, beberapa lama setelah perang selesai, tiba-tiba meninggallah Sultan Alauddin pada 700 H. Keturunannya sendiri tidaklah ada yang pantas menjadi raja. Akhirnya, putuslah kerajaan Saljuq Rumi.

Terbukalah jalan bagi Utsman untuk naik lebih tinggi. Ia mulai memakai gelar Padi Syah al-Utsman (raja besar keluarga Utsman). Dipilihnya Iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Setelah itu, dikirimnya surat kepada raja-raja kecil yang belum memeluk Islam, yang memerintah di negeri-negeri Asia Kecil, memberi tahu bahwa ia adalah raja yang terbesar sekarang. Raja-raja itu diberi beberapa pilihan : masuk Islam, membayar jizyah, atau perang.

Setelah menerima surat itu, sebagian ada yang masuk Islam dan menggabungkan diri dengan Utsman. Sebagian lainnya sudi membayar jizyah. Ada pula yang meminta bantuan kepada bangsa Tartar untuk melawan Utsman. Putra Utsman, Urkhan, diangkat menjadi pimpinan perang untuk melawan bangsa Tartar. Serangan Tartar pun berhasil dikalahkan. Setelah itu, dia mengepung Kota Bursa pada 717 H (1317 M). Ia berhasil memasuki kota itu setelah menaklukkan benteng yang ada di sekelilingnya satu per satu.

·         Urkhan I : Mulai berperang dengan Eropa

Utsman meninggal pada tahun 726 H (1326 M). Putranya naik tahta, Sultan Urkhan I. Ia memindahkan pusat pemerintahan dari Iskisyihar ke Brossa. Kemudian, ia mengangkat adiknya Alauddin menjadi perdana menteri (wazir besar). Sejak itulah kerajaan Utsmani mulai menggunakan istilah Shadr A'zam untuk menyebut wazir besar. Sejak waktu itu, ia melantik tentara baru yang lebih teratur yang bernama Jikicari (tentara baru). Kemudian, tentara ini lebih dikenal dengan sebutan Inkisyariah.

Pada tahun 728 H, Sultan menakulukkan Kota Izmid (Nicomidia). Pada 731 H (1330 M), baginda menaklukkan Nikia, kota terbesar kedua setelah Konstantinopel. Dengan demikian, seluruh Pantai Marmora telah jatuh di bawah kekuasaannya. Sejak saat inilah, Utsmaniyah mulai berperang melawan Byzantium. Pada 1356 M, mulailah tentara Turki di bawah pimpinan Sulaiman, putra Urkhan, menyeberang dan menaklukkan Kalipoli. Itulah pertama kalinya tentara Turki menginjak pantai Eropa dari Asia Kecil. Sampai sekarang, Kalipoli menjadi benteng pertahanan yang strategis bagi bangsa Turki.

Sulaiman meninggal terjatuh dari atas kudanya ketika pergi berburu pada tahun 1358. Ayahnya, Urkhan, meninggal setahun kemudian pada 1359.

·         Murad I : Pertempuran besar dengan Eropa

Urkhan digantikan oleh putranya, Murad. Ia juga merupakan seorang kepala perang, seperti ayah (Urkhan) dan kakeknya (Utsman). Ketika naik takhta, yang pertama kali dilakukannya adalah menaklukkan kota Ankara. Pada tahun 1361, ditaklukanlah Kota Adrianopel (Aderne) dengan sedikit perlawanan. Murad mengerti bagaimana pentingnya Kota Adrianopel, baik dari segi politik maupun segi militer. Oleh sebab itu, dia memindahkan pusat pemerintahan ke sana. Setelah itu, ditaklukannnya pula Kota Philopopolis. Dengan takluknya kota ini, kerajaan Utsmani dapat memegang kunci yang menghubungkan kerajaan-kerajaan Byzantium, Servia dan Bulgaria, sehingga Kaisar Byzantium tidak lagi berbuat apa-apa.

Dengan usaha Sultan Murad, Kerajaan Turki lima kali bertambah luas dari semula. Kerajaan Byzantium tidaklah dapat melawan lagi kekuasaan Utsmani. Bahkan, Kaisar Byzantium mengaku bersahabat dan kalau perlu meminta bantuan kepada Utsmani. Sementara itu, kerajaan-kerajaan di Balkan, yaitu Servia, Bulgaria, Hongaria dan Montenegro tidaklah secepat itu takluk. Dimana ada kesempatan, mereka melawan. Kerajaan-kerajaan kristen Balkan dengan segera meminta bantuan Paus Urban V agar dapat mengajak raja-raja Eropa Barat untuk bersama-sama membendung perluasan Kerajaan Turki dan segera bersama-sama mengusir kaum Muslimin dari daratan Eropa.

Dengan segera, Paus Urban mengirim surat kepada seluruh raja-raja Eropa Barat agar bersiap berperang. Namun, Ourok V, Raja Servia, tidak sabar menunggu bantuan yang diharapkan. Ia bermusyawarah dengan raja-raja Bosnia dan Falakh, juga dibantu pasukan bangsa Maghyar, untuk bersama-sama menyerang Andrianopel. Tentara Turki menyambut kedatangan pasukan itu di pantai Laut Maritza. Tahun 1363, tengah malam, gelap gulita, tentara Turki menyerang tentara Balkan. Tentara Balkan mendapat kekalahan yang amat besar. Akibat kemenangan ini, wilayah pegunungan Balkan masuk dalam wilayah kekuasaan Utsmani.

Pada tahun 1369, Kaisar Konstantinopel pergi menghadap Paus di Roma, memohon agar Paus sudi menyelesaikan masalah ini. Padahal, ketika itu terjadi perpecahan antara Gereja Roma Katolik dan Gereja Ortodox Byzantium. Namun demikian, usaha Kaisar ini gagal. Ketika pulang, kaisar dimurkai rakyat, karena sikapnya yang terlalu merendah kepada Paus, ia pun mendapat kecaman dari Turki.

Murad melanjutkan perluasan kekuasaannya ke Eropa Timur. Ia berhasil menguasai Samakov, Sofia, Monatsir, Nice, Serys, Saloniki. Raja-raja Servia dan Bulgaria membayar upeti kepada Utsmani. Beliau juga melakukan perluasan di Asia Kecil, seperti Raja Karmian dan Raja Karman (bekas pecahan Kerajaan Saljuq).

Raja-raja Lazar dari Servia, beserta Sisman, Raja Bulgaria, berserikat memerangi Turki. Mereka dibantu pula oleh raja-raja Bosnia, Falakh, Albania, Herzegoina. Mereka juga dibantu oleh tentara kiriman Raja Maghyar dan Polandia. Untuk melawan pasukan tersebut, Sultan Murad sendiri yang memimpin pasukan dari kubu Utsmani. Pertempuran ini terjadi pada 1389, dimenangkan oleh pasukan Sultan Murad.

Musuh kocar-kacir, mayat bergelimpangan. Untuk melihat bekas pertempuran dan memeriksa pasukannya yang meninggal dan yang luka, Sultan Murad dan stafnya berkeliling di medan perang yang telah usai, mendengar pekik rintih orang yang luka, yang akan ditolong. Tiba-tiba, dari antara mayat yang bergelimpangan itu, bangun seorang serdadu bangsa Servia dan berdiri. Sebilah jembia telah ada di dalam tangannya. Ditikamkannya ke lambung Sultan. Baginda jatuh terhempas dan meninggal saat itu juga.

·         Bayazid : Pertempuran besar dengan Eropa dan Timurlank

Murad digantikan oleh putranya, Bayazid. Ia diberi gelar Yaldrum (berarti "kilat"), karena ia menyerang negeri lawannya secepat kilat. Gelar Yaldrum (begitupun gelar Al Ghazi) kemudian diberikan kepada prajurit Turki yang berjasa besar dalam peperangan besar. Sebagai contoh, Kemal at-Taturk mendapat kedua gelar kehormatan tersebut. Gelar Al Ghazi diberikan kepadanya oleh sultan pada Perang Ana Fartha, sedangkan gelar Yaldrum diberikan oleh Republik Turki setelah Perang Sakaria.

Bayazid melanjutkan perluasan daerah yang dimulai oleh ayahnya. Prince Stephen, putra Lazar, diakuinya sebagai raja di Servia, dengan tetap mempertahankan adat istiadat dan agama mereka sendiri, dengan syarat membayar jizyah kepada Sultan Turki dan ikut serta membantu Turki dalam pertempuran. Prince Stephen menerima syarat itu dan mematuhinya dengan setia.

Pada tahun 1391, Bayazid menaklukkan Benteng Philadelfia, sisa terakhir dari kota-kota Roma di Asia Kecil yang belum ditaklukkan. Di Asia Kecil, ditaklukkan pula Eiden, Sharukhan, Muntasya, sehingga raja-raja di tempat itu melarikan diri dan berlindung kepada Kastamoni di sebelah utara. Baginda juga berhasil menggabungkan Kerajaan Qurman ke dalam pemerintahan Turki pada 1392. Antara tahun 1393 - 1394, baginda menaklukkan Samsun, Kisariyah, Siwas dan Tukat, hingga ke Kastamoni. Dengan demikian, habislah sisa-sisa pecahan kerajaan Saljuq yang masih tertinggal. Amir-amir yang melarikan diri akhirnya semua pergi meminta perlindungan diri ke Timurlank. Dengan jatuhnya kerajaan-kerajaan kecil di Asia Kecil, bulatlah kekuasaan Kerajaan Turki, kecuali kerajaan Thabzon di utara dan Azmir di barat daya, yang dikuasai oleh ridder di Pulau Rhodes.

Pada 1395, Raja Sigmund dari Maghyar (Hongaria) meminta dengan sungguh-sungguh kepada Paus agar ia segera menggunakan pengaruhnya untuk membangkitkan semangat seluruh Eropa agar bersatu menghancurkan kekuatan Bayazid. Paus Bonifacius sangat menaruh perhatian pada masalah ini. Ia menyampaikan seruan kepada seluruh bangsa dan raja Eropa agar menyatakan Perang Salib sekali lagi kepada Turki. Ia akan menganugerahkan ampunan besar bagi siapa saja yang turut dalam peperangan, mulai dari raja-raja sampai ke rakyat.

Mendengar seruan Paus itu, seluruh Eropa pun bangkit. Para ahli perang, ridder-ridder, dan orang ternama berkumpul di Maghyar. Mereka berduyun duyun datang dari Prancis, Inggris, Skotlandia, Jerman, Vlanderen, Lombardia, Savoy, Genua, Transolvania, Moldavia, Bosmia, Rhodes, Falakh, Venesia, dan pulau-pulau di sekitar Italia. Armada akan menyerang dari laut dan darat secara bersamaan. Kalau Turki sudah berhasil dikalahkan, mereka akan terus menyerbu ke Palestina, untuk merebut tanah suci.

Di Nikopoli, September 1396, bertemulah kedua tentara besar itu dan terjadilah suatu pertempuran yang besar dan dahsyat. Bayazid menang. Banyak orang besar Eropa tertawan. Sigmund, Raja Maghyar, melarikan diri bersama puluhan ridder ke Pulau Rhodes. Sampai di Laut Hitam, mereka naik ke kapal armada Nasrani dan terus lari. Karena perbuatannya itu, lama sekali ia menjadi buah mulut dan tertawaan orang di Eropa. (cont)

1.     KEBANGKITAN (1299-1453)

Peta bersejarah yang memperlihatkan eyalet (wilayah administratif) Kesultanan Utsmaniyah di Eropa dan Asia tahun 1890.

Pasca pembubaran Kesultanan Rum yang dipimpin dinasti Seljuq Turki, pendahulu Utsmaniyah, pada tahun 1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki) yang disebut emirat Ghazi. Salah satu emirat Ghazi dipimpin oleh Osman I (1258 – 1326) dan namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah. Osman I memperluas batas permukiman Turki sampai pinggiran Kekaisaran Bizantium. Tidak jelas bagaimana Osman I berhasil menguasai wilayah tetangganya karena belum banyak diketahui soal sejarah Anatolia abad pertengahan.

Pada abad setelah kematian Osman I, kekuasaan Utsmaniyah mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan. Putra Osman, Orhan, menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya ibu kota negara Utsmaniyah. Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali Bizantium atas Anatolia Barat Laut. Kota Thessaloniki direbut dari Republik Venesia pada tahun 1387. Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 secara efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis tahun 1396 yang dianggap luas sebagai perang salib besar terakhir pada Abad Pertengahan gagal menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah.

Pertempuran Nicopolis, 1396. Lukisan tahun 1523

Seiring meluasnya kekuasaan Turki di Balkan, penaklukan strategis Konstantinopel menjadi tugas penting. Kesultanan ini mengendalikan nyaris seluruh bekas tanah Bizantium di sekitar kota, namun warga Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa Turk-Mongolia, Tamerlane, menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara tahun 1402. Ia menangkap Sultan Bayezid I. Penangkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402 sampai 1413 karena para putra Bayezid memperebutkan takhta. Perang berakhir ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah. Kenaikannya juga mengakhiri Interregnum yang disebut Fetret Devri dalam bahasa Turki Utsmaniyah.

Sebagian teritori Utsmaniyah di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas setelah 1402, tetapi berhasil direbut kembali oleh Murad II antara 1430-an dan 1450-an. Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia, dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia (sekaligus Raja Hongaria) dan János Hunyadi di Pertempuran Varna, pertempuran terakhir dalam Perang Salib Varna. Empat tahun kemudian, János Hunyadi mempersiapkan pasukannya (terdiri dari pasukan Hongaria dan Wallachia) untuk menyerang Turki, namun dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.

2.     PERKEMBANGAN

·        PERLUASAN DAN PUNCAK (1453-1566)

Putra Murad II, Mehmed II, menata ulang negara dan militernya, lalu menaklukkan Konstantinopel pada tanggal 29 Mei 1453. Mehmed mengizinkan Gereja Ortodoks mempertahankan otonomi dan tanahnya dengan imbalan mengakui pemerintahan Utsmaniyah. Karena hubungan yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran Romawi Timur, banyak penduduk Ortodoks yang mengakui kekuasaan Utsmaniyah alih-alih Venesia.

Angkatan Darat Utsmaniyah di Konstantinopel tahun 1453, Biara Moldovița

Pada abad ke-15 dan 16, Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi. Kesultanan ini berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif. Ekonominya juga maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara Eropa dan Asia.

Sultan Selim I (1512–1520) memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran. Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi kekuatan besar di kawasan itu.

Suleiman Agung (1520–1566) mencaplok Beograd tahun 1521, menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah–Hongaria. Setelah memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di wilayah yang sekarang disebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori Eropa Tengah lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal. Tahun 1532, ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada Pengepungan Güns. Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) menjadi kepangeranan bawahan Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur, bangsa Turk Utsmaniyah merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia, dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.

Pertempuran Mohács, 1526

Prancis dan Kesultanan Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Korsika (1553) oleh Prancis adalah hasil kerja sama antara pasukan raja Francis I dari Prancis dan Suleiman I yang Agung. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Khairuddin Barbarossa dan Turgut Reis. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Prancis membantu Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada penaklukan Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun 1543, penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.

Pada tahun 1559, setelah perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.

Pada akhir masa kekuasaan Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan tersebar di tiga benua. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik dan militernya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh cendekiawan Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Prancis Jean Bodin.

·        PEMBERONTAKAN DAN PEMULIHAN (1566-1683)

Struktur militer dan birokrasi yang efektif pada abad sebelumnya terancam gagal ketika sultan-sultan selanjutnya tidak tegas memimpin. Kesultanan Utsmaniyah perlahan dikalahkan bangsa Eropa dari segi teknologi militer karena inovasi yang mendorong perluasan kesultanan ini dihambat oleh paham konservatisme agama dan intelektual yang terus berkembang. Meski mengalami kesulitan, kesultanan ini tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar sampai Pertempuran Wina tahun 1683 yang menandakan akhir ekspansi Utsmaniyah ke Eropa.

Penemuan rute dagang laut baru oleh negara-negara Eropa Barat memungkinkan mereka menghindari monopoli dagang Utsmaniyah. Penemuan Tanjung Harapan Baik oleh Portugal tahun 1488 merintis serangkaian perang laut Utsmaniyah-Portugal di Samudra Hindia sepanjang abad ke-16. Dari segi ekonomi, pemasukan perak Spanyol dari Dunia Baru mengakibatkan mata uang Utsmaniyah mengalami devaluasi tajam dan inflasi tinggi.

Miniatur tentang kampanye Szigetvár ini memperlihatkan tentara Utsmaniyah dan Tatar lebih unggul.

Di bawah kepemimpinan Ivan IV (1533–1584), Kekaisaran Rusia meluas sampai kawasan Volga dan Kaspia dengan menaklukkan beberapa kekhanan Tatar. Pada tahun 1571, khan Krimea Devlet I Giray yang didukung Utsmaniyah membakar Moskwa. Tahun berikutnya, invasi diulang namun digagalkan pada Pertempuran Molodi. Kekhanan Krimea terus menyerbu Eropa Timur melalui serangkaian serangan budak dan menjadi kekuatan besar di Eropa Timur sampai akhir abad ke-17.

Di Eropa Selatan, koalisi Katolik yang dipimpin Philip II dari Spanyol mengalahkan armada Utsmaniyah di Pertempuran Lepanto. Ini merupakan pukulan telak dan simbolis terhadap citra kehebatan Utsmaniyah. Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria Malta atas pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahlinya, sedangkan kapal-kapalnya masih bisa diperbaiki. Angkatan Laut Utsmaniyah pulih dengan cepat dan memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573 yang mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas dan memperkuat posisinya di Afrika Utara.

Pertempuran Lepanto tahun 1571

Sebaliknya, wilayah Habsburg tidak berubah setelah pertahanan Habsburg diperkuat. Perang Panjang melawan Austria Habsburg (1593–1606) membuat pemerintah melengkapi infanterinya dengan senjata api dan melonggarkan kebijakan perekrutan. Keputusan ini menciptakan masalah ketidakpatuhan dan pemberontakan di dalam tubuh militer yang tidak pernah terselesaikan. Penembak jitu ireguler (Sekban) juga direkrut. Demobilisasi pun berubah menjadi brigandase (perampokan) dalam pemberontakan Jelali (1595–1610) yang memperluas aksi anarkis di Anatolia pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Ketika populasi kesultanan mencapai 30.000.000 jiwa pada tahun 1600, kelangkaan tanah membuat pemerintah ditekan habis-habisan.

Pada masa kekuasaannya yang singkat, Murad IV (1612–1640) membentuk kembali pemerintahan pusat dan merebut Yerevan (1635) dan Baghdad (1639) dari safawiyah. Kesultanan wanita (1648–1656) adalah periode ketika ibu para sultan muda berkuasa atas nama putranya. Tokoh wanita yang paling berpengaruh waktu itu adalah Kösem Sultan dan menantunya Turhan Hatice. Persaingan politik mereka berujung pada pembunuhan Kösem pada 1651. Selama Era Köprülü (1656–1703), pemerintahan efektif dijalankan oleh sejumlah Wazir Agung dari keluarga Köprülü. Kewaziran Köprülü mengalami kesuksesan militer dengan didirikannya pemerintahan di Transylvania, penaklukan Kreta tahun 1669, dan ekspansi ke Ukraina selatan Polandia. Pertahanan terakhir Khotyn dan Kamianets-Podilskyi dan teritori Podolia bergabung dengan Kesultanan Utsmaniyah tahun 1676.

Pengepungan Wina Kedua tahun 1683.

Periode ketegasan baru ini berakhir pada Mei 1683 saat Wazir Agung Kara Mustafa Pasya memimpin pasukan besar untuk mengepung Wina kedua kalinya dalam Perang Turki Besar 1683–1687. Serangan terakhir mereka tertunda karena pasukan Utsmaniyah didesak mundur oleh pasukan sekutu Habsburg, Jerman, dan Polandia yang dipimpin Raja Polandia Jan III Sobieski pada Pertempuran Wina. Aliansi Liga Suci terus melaju pasca kekalahan di Wina dan memuncak pada Perjanjian Karlowitz (26 Januari 1699) yang mengakhiri Perang Turki Besar. Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan sejumlah wilayah pentingnya, kebanyakan diserahkan secara permanen. Mustafa II (1695–1703) memimpin serangan balasan terhadap Wangsa Habsburg di Hongaria pada 1695–96, namun kalah besar di Zenta (11 September 1697).

·        KEMANDEKAN DAN REFORMASI (1683-1827)

Pada periode ini, ekspansi Rusia membawa ancaman besar yang terus berkembang. Karena itu, Raja Charles XII dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah setelah pasukannya dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun 1709 (bagian dari Perang Utara Besar 1700–1721.) Charles XII mendesak Sultan Utsmaniyah Ahmed III untuk menyatakan perang terhadap Rusia. Utsmaniyah berhasil memenangkan Kampanye Sungai Pruth yang berlangsung pada 1710–1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716–1718, Perjanjian Passarowitz mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan "Walachia Kecil" (Oltenia) ke Austria. Perjanjian ini juga menyebutkan bahwa Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak mungkin melakukan agresi lagi di Eropa.

Selim III menyambut para tamu penting di Gerbang Kebahagiaan, Istana Topkapı.

Perang Austria-Rusia–Turki yang diakhiri oleh Perjanjian Beograd 1739 berujung pada kembalinya Serbia dan Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil direbut Rusia. Setelah perjanjian ini, Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa perdamaian karena Austria dan Rusia terpaksa menghadapi kebangkitan Prusia.

Sejumlah reformasi pendidikan dan teknologi dilaksanakan, termasuk pendirian institusi pendidikan tinggi seperti Universitas Teknik Istanbul. Pada tahun 1734, sebuah sekolah artileri didirian untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun kalangan ulama Islam mengajukan keberatan atas dasar teodisi. Tahun 1754, sekolah artileri tersebut dibuka kembali secara setengah rahasia. Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika meyakinkan Wazir Agung Damad Ibrahim Pasya, Mufti Agung, dan para ulama tentang efisiensi percetakan. Muteferrika pun diizinkan Sultan Ahmed III untuk menerbitkan buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah kaligrafer dan pemuka agama. Percetakan Muteferrika menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1729. Pada 1743, jumlah karya yang dicetaknya mencapai 17 buah dalam 23 volume dan masing-masing karya dicetak sebanyak 500 sampai 1.000 eksemplar.

Pada 1768, para Haidamak, pemberontak konfederasi Polandia yang dibantu Rusia, memasuki Balta, kota Utsmaniyah di perbatasan Bessarabia, dan membantai warganya dan membumihanguskan kota tersebut. Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah memulai Perang Rusia-Turki 1768–1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774 mengakhiri perang ini dan memberikan kebebasan beribadah bagi warga Kristen di provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan perang melawan Rusia membuat beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin bahwa reformasi yang dijalankan Peter Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan Utsmaniyah harus menggunakan teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih lanjut.

Tentara Utsmaniyah berupaya menahan laju Rusia saat Pengepungan Ochakov tahun 1788.9

Selim III (1789–1807) melakukan upaya besar pertama dalam memodernisasi pasukannya, tetapi reformasi ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius dan korps Yanisari. Karena iri dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, Yanisari pun merintis pemberontakan. Semua upaya Selim membuat dirinya kehilangan takhta dan nyawanya. Akan tetapi, pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler dan kejam oleh penggantinya yang dinamis, Mahmud II. Ia menghapus korps Yanisari pada tahun 1826.

Revolusi Serbia (1804–1815) menjadi awal era kebangkitan nasional di kawasan Balkan pada masa Pertanyaan Timur. Suzeraintas Serbia sebagai monarki herediter dengan dinastinya sendiri diakui secara de jure pada tahun 1830. Pada 1821, bangsa Yunani menyatakan perang terhadap Sultan. Pemberontakan yang pecah di Moldavia sebagai bentuk pengalihan diikuti oleh revolusi utama di Peloponnesos. Peloponnesos dan bagian utara Teluk Korintus menjadi wilayah Kesultanan Utsmaniyah pertama yang merdeka, tepatnya pada tahun 1829. Pada pertengahan abad ke-19, Kesultanan Utsmaniyah dijuluki "orang sakit" oleh bangsa Eropa. Negara-negara suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan Montenegro) meraih kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an.

·        KEMUNDURAN DAN MODERNISASI (1828-1908)

Pada masa Tanzimat (1839–1876), serangkaian reformasi konstitusional pemerintah membuahkan hasil, yaitu pasukan wajib militer modern, reformasi sistem perbankan, dekriminalisasi kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang memiliki pabrik modern. Kementerian Pos Utsmaniyah dibentuk di Istanbul pada tanggal 23 Oktober 1840.

Samuel Morse menerima paten telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdul Mejid I yang secara langsung menguji penemuan baru itu. Setelah uji coba berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia (Istanbul-Adrianopel-Şumnu) mulai dipasang pada 9 Agustus 1847. Periode reformis ini memuncak dengan penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua tahun sebelum dibubarkan sultan.

Prajurit Turki menyerang Benteng Shefketil saat Perang Krimea

Dikarenakan tingkat pendidikannya yang lebih tinggi, penduduk Kristen di kesultanan ini mulai unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas, sehingga penduduk Muslim merasa tidak puas. Pada tahun 1861, ada 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim di sekolah pada saat yang sama. Kemajuan siswa Muslim terus melambat dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam. Tingkat pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari 654 perusahaan grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani.

Perang Krimea (1853–1856) adalah bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar Eropa yang memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang melemah. Beban perang dari segi finansial memaksa pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar negeri senilai 5 juta pound sterling pada 4 Agustus 1854.. Perang ini mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000 di antaranya pindah ke Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk gelombang emigrasi. Menjelang akhir Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan, diusir dari tanah airnya di Kaukasus, dan terpaksa mengungsi ke Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000 sampai 700.000 orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber memberi angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi dan/atau dibunuh.

Perang Rusia-Turki (1877–1878) berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat. Bulgaria didirikan sebagai kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, Rumania mendapat kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro mendapat kemerdekaan penuh dengan wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-sama menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga minggu.

Upacara peresmian Parlemen Utsmaniyah Pertama di Istana Dolmabahçe tahun 1876

Sebagai imbalan atas bantuan Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Britania kemudian mengirimkan tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu pemerintah Utsmaniyah meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun memegang kendali penuh di Siprus dan Mesir.

Pada 1894–96, sekitar 100.000 sampai 300.000 etnis Armenia yang tinggal di seluruh kesultanan dibunuh dalam sebuah peristiwa yang disebut pembantaian Hamidian.

Seiring menyusutnya wilayah Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah yang tersisa di Balkan atau ke jantung kesultanan di Anatolia. Per 1923, hanya Anatolia dan Trakia Timur yang dikuasai Muslim.

·        KEKALAHAN DAN PEMBUBARAN (1908-1922)

Peta terakhir Kesultanan Utsmaniyah setelah Persetujuan Sèvres.

Era Konstitusional Kedua dimulai pasca Revolusi Turk Muda (3 Juli 1908) melalui pengumuman sultan tentang penggunaan kembali konstitusi 1876 dan pembentukan kembali Parlemen Utsmaniyah. Pengumuman ini menjadi awal pembubaran Kesultanan Utsmaniyah. Era ini didominasi oleh politik Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang kelak dikenal dengan sebutan Turk Muda.

Pasukan pendudukan Sekutu berbaris di Jalan İstiklal selama Pendudukan Konstantinopel

Memanfaatkan perpecahan sipil, Austria-Hongaria secara resmi menganeksasi Bosnia dan Herzegovina tahun 1908, tetapi mereka menarik tentaranya dari Sanjak Novi Pazar, wilayah lain yang diperebutkan Austria dan Utsmaniyah, untuk menghindari perang. Pada Perang Italia-Turki (1911–12), Kesultanan Utsmaniyah kehilangan Libya dan Liga Balkan menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Utsmaniyah kalah dalam Peperangan Balkan (1912–13) dan kehilangan teritori Balkan-nya kecuali Trakia Timur dan ibu kota historis Adrianopel. Sekira 400.000 Muslim yang khawatir menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia, atau Bulgaria, mengungsi mundur bersama pasukan Utsmaniyah. Menurut perkiraan Justin McCarthy, sejak 1821 sampai 1922, pembersihan etnis Muslim Utsmaniyah di Balkan mengakibatkan kematian dan pengusiran sekian juta orang dari kawasan itu. Per 1914, Kesultanan Utsmaniyah sudah dipuul mundur dari hampir seluruh Eropa dan Afrika Utara. Meski begitu, kesultanan ini masih dihuni 28 juta orang. 15,5 juta di antaranya di Turki modern, 4,5 juta di Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, dan 2,5 juta di Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan bayangan Utsmaniyah di jazirah Arab.

Mehmed VI, Sultan Utsmaniyah terakhir, 1922

Pada November 1914, Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah. Kesultanan ini ambil bagian dalam teater Timur Tengah. Utsmaniyah sempat beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama perang, misalnya di Pertempuran Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada juga kekalahan seperti pada Kampanye Kaukasus melawan Rusia. Amerika Serikat tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah.

Tahun 1915, saat Angkatan Darat Kaukasus Rusia terus merangsek ke Anatolia timur,[89] dibantu sejumlah milisi Armenia Utsmaniyah, pemerintah Utsmaniyah mulai mendeportasi dan membantai penduduk etnis Armenia. Aksi ini kemudian dikenal dengan nama Genosida Armenia. Aksi genosida juga dilakukan terhadap etnis minoritas Yunani dan Assyria.

Mustafa Kemal Pasya saat pidatonya, 1924

Pemberontakan Arab yang dimulai tahun 1916 berbalik melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah. Utsmaniyah sempat unggul di Timur Tengah selama dua tahun pertama perang. Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918 mengakhiri peperangan di teater Timur Tengah, diikuti pendudukan Konstantinopel dan pemecahan Kesultanan Utsmaniyah. Dengan Perjanjian Sèvres, pemecahan Kesultanan Utsmaniyah menjadi resmi. Pada kuartal terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, sekitar 7–9 juta pengungsi Muslim Turki dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan, dan pulau-pulau Mediterania pindah ke Anatolia dan Trakia Timur.

Pendudukan Konstantinopel dan İzmir melahirkan gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan Turki (1919–22) di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasya (kemudian dikenal sebagai Kemal Atatürk). Kesultanan dibubarkan tanggal 1 November 1922, dan sultan terakhirnya, Mehmed VI (berkuasa 1918–22), meninggalkan negara ini pada 17 November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.

C.    PEMERINTAHAN

Tata negara Kesultanan Utsmaniyah adalah sistem yang sangat sederhana dan terbagi menjadi dua dimensi utama, pemerintahan militer dan pemerintahan sipil. Sultan adalah jabatan tertinggi dalam sistem ini. Sistem sipil dibuat berdasarkan unit-unit pemerintahan daerah yang didasarkan pada karakteristik wilayahnya. Kesultanan Utsmaniyah menggunakan sistem negara (seperti Kekaisaran Romawi Timur) menguasai kaum ulama. Tradisi-tradisi Turki pra-Islam yang bertahan setelah adopsi praktik administrasi dan hukum dari Iran Islam masih berperan penting bagi pemerintah Utsmaniyah. Menurut pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara adalah mempertahankan dan memperluas tanah Muslim dan menjamin keamanan dan keselarasan di dalam perbatasannya sesuai konteks praktik Islam ortodoks dan kedaulatan dinasti.

Para duta besar di Istana Topkapı

"Dinasti Utsmaniyah" atau "Wangsa Osman" tak terbandingkan dan tak terlampaui ukuran maupun durasinya di dunia Islam. Dinasti Utsmaniyah berasal dari Turki. Sebelas sultan pernah digulingkan karena dianggap sebagai ancaman bagi negara oleh musuh-musuhnya. Hanya dua upaya penggulingan dinasti penguasa Osmanlı yang pernah terjadi. Dua-duanya gagal dan mendesak perlunya sistem politik yang dalam perpanjangan periodenya mampu menangani revolusi tanpa menciptakan ketidakstabilan yang tidak perlu.

Jabatan tertinggi dalam Islam, khalifah, diklaim oleh sultan sehingga negaranya juga menyandang nama Kekhalifahan Utsmaniyah. Sultan Utsmaniyah, pâdişâh atau "rajanya raja", menjadi pemimpin tunggal kesultanan dan dianggap sebagai perwakilan pemerintahannya, meski kendalinya tidak selalu mutlak. Harem Kesultanan adalah salah satu kekuatan terpenting dalam pemerintahan Utsmaniyah. Lembaga ini dipimpin oleh Valide Sultan. Kadang Valide Sultan terlibat dalam perpolitikan negara. Wanita harem pernah mengendalikan negara pada suatu periode yang disebut "Kesultanan Wanita". Sultan baru selalu dipilih dari putra sultan sebelumnya. Sistem pendidikan sekolah istana yang kuat diarahkan untuk mengeliminasi calon pewaris yang tidak cocok dan menggalang dukungan elit penguasa terhadap seorang pewaris. Sekolah istana yang juga mendidik calon pejabat negara tidak bersifat jalur tunggal. Jalur pertama, madrasah (bahasa Turki Utsmaniyah: Medrese), dirancang untuk umat Islam dan mendidik cendekiawan dan pejabat negara sesuai tradisi Islam. Beban keuangan Medrese ditanggung oleh vakif, sehingga anak-anak keluarga miskin bisa menaikkan status sosial dan pendapatannya. Jalur kedua adalah sekolah asrama gratis untuk umat Kristen, Enderûn, yang merekrut 3.000 siswa tiap tahunnya dari kalangan putra Kristen antara 8 sampai 20 tahun dari satu sampai empat puluh keluarga di komunitas-komunitas di Rumelia dan/atau Balkan. Proses ini disebut Devshirme (Devşirme).

Bâb-ı Âlî, Porte Agung 

Meski sultan adalah monark tertinggi, kewenangan politik dan eksekutif sultan didelegasikan ke orang lain. Politik negara melibatkan sejumlah penasihat dan menteri yang membentuk dewan bernama Divan (setelah abad ke-17 namanya berubah menjadi "Porte"). Divan, ketika negara Utsmaniyah masih berupa Beylik, terdiri dari para tetua suku. Komposisinya kemudian diubah agar melibatkan pejabat militer dan elit lokal (seperti penasihat keagamaan dan politik). Sejak awal 1320, seorang Wazir Agung ditunjuk untuk melanjutkan tugas-tugas tertentu sultan. Wazir Agung terbebas dari sultan dan memegang kuasa penunjukan, pemecatan, dan pengawasan yang nyaris tidak terbatas. Mulai akhir abad ke-16, sultan menarik diri dari politik dan Wazir Agung menjadi kepala negara de facto.

Sepanjang sejarah Utsmaniyah, ada banyak kejadian ketika gubernur lokal mengambil tindakan secara independen sekalipun bertentangan dengan penguasa. Pasca Revolusi Turk Muda tahun 1908, negara Utsmaniyah menjadi monarki konstitusional. Sultan tidak lagi memegang kekuasaan eksekutif. Parlemen dibentuk yang perwakilannya dipilih dari provinsi-provinsi negara. Para wakil kemudian membentuk Pemerintahan Imperium Kesultanan Utsmaniyah.

Pemerintahan yang eklektik tampak jelas dalam surat-surat diplomatik kesultanan. Surat tersebut biasanya dikirim ke barat dalam bahasa Yunani.

Tughra adalah monogram kaligrafi atau tanda tangan para Sultan Utsmaniyah yang jumlahnya 35 orang. Dipahat di lambang Sultan, tughra mengandung nama Sultan dan ayahnya. Pernyataan dan doa "kemenangan abadi" juga dipahat di kebanyakan lambang. Tughra pertama dimiliki oleh Orhan Gazi. Tughra bergaya hiasan ini kelak merintis cabang kaligrafi Utsmaniyah-Turki.

1.     HUKUM

Sistem hukum Utsmaniyah mengakui hukum keagamaan atas rakyatnya. Pada saat yang sama, Qanun (atau Kanun), sistem hukum sekuler, diterapkan bersamaan dengan hukum keagamaan atau Syariah. Kesultanan Utsmaniyah selalu disusun dengan sistem yurisprudensi lokal. Urusan hukum di Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian dari skema yang lebih besar untuk menyeimbangkan kewenangan pusat dan daerah. Kekuasaan Utsmaniyah lebih berkutat pada urusan hak tanah, sehingga pemerintah daerah diberi ruang untuk memenuhi kebutuhan millet setempat. Rumitnya yurisdiksi Kesultanan Utsmaniyah bertujuan mencetuskan integrasi budaya dan agama dari kalangan yang berbeda. Sistem Utsmaniyah memiliki tiga sistem pengadilan: satu untuk Muslim, satu untuk non-Muslim yang melibatkan pejabat Yahudi dan Kristen yang menguasai komunitas agamanya masing-masing, dan "pengadilan dagang". Keseluruhan sistem ini diatur dari atas, yaitu Qanun, i.e. hukum, sistem yang dibuat berdasarkan Yassa dan Töre Turk. Keduanya dikembangkan sebelum kemunculan Islam.

Istri yang tidak puas mengeluh ke Qadi atas impotensi suaminya. Miniatur Utsmaniyah.

Kategori-kategori pengadilan ini tidak sepenuhnya eksklusif. Misal, pengadilan Islam—pengadilan primer kesultanan—bisa dipakai untuk menyelesaikan konflik atau sengketa perdagangan antara pihak yang berbeda agama. Biasanya penuntut Yahudi dan Kristen memilih pengadilan Islam agar mendapat putusan yang lebih kuat terhadap suatu masalah. Negara Utsmaniyah tidak mencampuri sistem hukum keagamaan non-Muslim, meski secara hukum punya hak untuk melakukannya melalui gubernur. Sistem hukum Syariah Islam terbentuk dari gabungan Qur'an; Hadīts, kumpulan perkataan Muhammad; ijmā', konsensus anggota umat Islam; qiyas, sistem penalaran analogis dari peristiwa sebelumnya; dan adat setempat. Kedua sistem diajarkan di dua sekolah hukum kesultanan, tepatnya di Istanbul dan Bursa.

Sistem hukum Islam Utsmaniyah berbeda dengan pengadilan tradisional Eropa. Pihak yang hadir di pengadilan Islam adalah Qadi yang berarti hakim. Sejak penutupan itjihad, atau "Gerbang Penafsiran", para Qadi di seluruh Kesultanan Utsmaniyah tidak terlalu fokus pada keputusan hukum sebelumnya, melainkan pada adat setempat dan tradisi daerah tempat mereka bekerja. Sayangnya, sistem pengadilan Utsmaniyah tidak punya struktur pengadilan banding, sehingga muncul strategi kasus hukum ketika si penuntut bisa membawa kasusnya dari satu sistem pengadilan ke sistem yang lain sampai mereka mendapatkan putusan yang sesuai harapan.

Contoh pengadilan Utsmaniyah, 1877

Pada akhir abad ke-19, sistem hukum Utsmaniyah dirombak besar-besaran. Proses modernisasi hukum dimulai dengan Dekrit Gülhane tahun 1839. Reformasi tersebut mencakup "pengadilan adil di hadapan umum untuk semua terdakwa tanpa memandang agamanya," pembentukan sistem "kompetensi terpisah, agama dan sipil," dan pengakuan kesaksian non-Muslim. Hukum tanah (1858), hukum sipil (1869–1876), dan hukum prosedur sipil juga diberlakukan.

Reformasi hukum Utsmaniyah sangat dipengaruhi model Prancis. Ini dapat dilihat dari penggunaan sistem pengadilan tiga tingkat. Sistem bernama Nizamiye ini diperluas hingga tingkat pengadilan lokal dengan penerapan akhir Mecelle, yaitu hukum sipil yang mengatur pernikahan, perceraian, tunjangan, wasiat, dan status pribadi lainnya. Untuk memperjelas pembagian kompetensi hukum, dewan pengurus menetapkan bahwa segala urusan keagamaan diserahkan ke pengadilan agama dan urusan status diserahkan ke pengadilan Nizamiye.

2.     MILITER

Kepala rumah tangga Sultan Murad IV dikawal yanisari.

Satuan militer pertama Kesultanan Utsmaniyah adalah angkatan darat yang dibentuk oleh Osman I dari anggota suku di perbukitan Anatolia barat pada akhir abad ke-13. Sistem militer pun berubah menjadi organisasi yang rumit seiring kemajuan kesultanan. Militer Utsmaniyah merupakan sistem perekrutan dan pertahanan yang kompleks. Korps utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi Yanisari, Sipahi, Akıncı, dan Mehterân. Angkatan Darat Utsmaniyah pernah menjadi salah satu pasukan tempur termaju di dunia karena termasuk di antara pengguna pertama senapan lontak dan meriam. Pasukan Turk Utsmaniyah mulai memanfaatkan falconet, meriam pendek namun lebar, saat Pengepungan Konstantinopel. Kavaleri Utsmaniyah bergantung pada kecepatan dan mobilitas tinggi alih-alih persenjataan berat. Mereka menggunakan busur dan panah pendek dengan kuda cepat Turkoman dan Arab (pencetus kuda balap Thoroughbred), dan sering menerapkan taktik yang mirip dengan taktik Kekaisaran Mongol, seperti berpura-pura mundur sambil mengurung musuh dengan formasi bulan sabit lalu melancarkan serangan. Kemunduran kinerja angkatan darat semakin jelas sejak pertengahan abad ke-17 dan setelah Perang Turki Besar. Pada abad ke-18, sempat muncul sedikit keberhasilan melawan Venesia, tetapi pasukan Rusia bergaya Eropa di utara memaksa Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan teritorinya.

Modernisasi Kesultanan Utsmaniyah pada abad ke-19 dimulai oleh militer. Pada tahun 1826, Sultan Mahmud II menghapus korps Yanisari dan membentuk angkatan darat modern Utsmaniyah. Pasukannya diberi nama Nizam-ı Cedid (Orde Baru). Angkatan Darat Utsmaniyah juga merupakan lembaga pertama yang mempekerjakan tenaga ahli luar negeri dan mengirimkan para perwiranya ke pusat pelatihan di negara-negara Eropa Barat. Karena itu pula, gerakan Turk Muda dirintis ketika para prajurit muda dan terlatih ini pulang ke negaranya.

Pasukan ireguler Utsmaniyah di teritori Hongaria modern, dilukis tahun 1568

Angkatan Laut Utsmaniyah turut ambil bagian dalam perluasan wilayah kesultanan di benua Eropa. Ekspansi ini berawal dari penaklukan Afrika Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair (1830 dan Yunani (1821), kekuatan laut dan kendali Utsmaniyah atas jajahan-jajahannya di seberang laut mulai melemah. Sultan Abdul Aziz (berkuasa 1861–1876) berusaha membangun angkatan laut yang kuat dengan membuat armada terbesar ketiga di dunia setelah Britania Raya dan Prancis. Galangan kapal di Barrow, Inggris, membangun kapal selam pertamanya untuk Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1886.

Meski begitu, ekonomi Utsmaniyah yang melemah tidak dapat mempertahankan armada laut dalam jangka panjang. Sultan Abdul Hamid II tidak mempercayai para laksamana yang memihak dengan reformis Midhat Pasya. Sultan mengklaim bahwa armada yang besar dan mahal tidak berguna untuk melawan Rusia saat Perang Rusia-Turki. Ia mengunci sebagian besar armadanya di dalam Tanjung Emas dan membiarkan kapalnya berkarat selama 30 tahun berikutnya. Setelah Revolusi Turk Muda tahun 1908, Komite Persatuan dan Kemajuan berupaya mengembangkan pasukan laut yang kuat. Yayasan Angkatan Laut Utsmaniyah didirikan pada tahun 1910 untuk membeli kapal-kapal baru melalui sumbangan masyarakat.

Kartu pos Jerman yang menampilkan Angkatan Laut Utsmaniyah dipimpin Yavuz (sebelumnya Goeben). Di kiri atas terdapat potret Sultan Mehmed V. 

Sejarah penerbangan militer Utsmaniyah dapat dilacak hingga tahun 1909 antara Juni 1909 dan Juli 1911. Kesultanan Utsmaniyah mulai mempersiapkan para pilot dan pesawat pertamanya. Melalui pendirian Sekolah Penerbangan (Tayyare Mektebi) di Yeşilköy tanggal 3 Juli 1912, pemerintah mulai mengajar penerbangnya sendiri. Pendirian Sekolah Penerbangan mempercepat kemajuan program penerbangan militer, menambah jumlah perwira terdaftar, dan memberi pilot-pilot baru peran aktif di Angkatan Darat dan Angkatan Laut Utsmaniyah. Bulan Mei 1913, Program Latihan Pengintaian khusus pertama di dunia dirintis oleh Sekolah Penerbangan dan divisi pengintaian terpisah pertama dibentuk. Bulan Juni 1914, akademi militer yang baru, yaitu Sekolah Penerbangan Angkatan Laut (Bahriye Tayyare Mektebi), didirikan. Dengan pecahnya Perang Dunia I, proses modernisasi berhenti mendadak. Skadron penerbangan Utsmaniyah bertempur di berbagai front selama Perang Dunia I, mulai dari Galisia di barat hingga Kaukasus di timur dan Yaman di selatan.

D.   PEMBAGIAN ADMINISTRATIF

Kesultanan Utsmaniyah awalnya terbagi menjadi beberapa provinsi pada akhir abad ke-14. Provinsi artinya unit-unit teritorial tetap yang gubernurnya ditunjuk oleh sultan, pada akhir abad ke-14.

Eyalet pada tahun 1609

Eyalet (disebut juga pashalic atau beglerbeglic) merupakan teritori kerja seorang beylerbeyi. Teritori ini dibagi lagi menjadi beberapa sanjak.

Vilayet diperkenalkan melalui pengesahan "Hukum Vilayet" (bahasa Turki: Teskil-i Vilayet Nizamnamesi) pada tahun 1864 sebagai bagian dari reformasi tanzimat. Tidak seperti sistem eyalet sebelumnya, hukum tahun 1864 ini menetapkan hierarki satuan administratif: vilayet, liva/sanjak, kaza, dan dewan desa. Hukum Vilayet tahun 1871 menambahkan nahiye di antara kaza dan desa.

E.     EKONOMI

Pemerintahan Utsmaniyah menerapkan kebijakan pengembangan Bursa, Adrianopel, dan Istanbul (semuanya adalah ibu kota Utsmaniyah) menjadi pusat perdagangan dan industri besar karena para pedagang dan pengrajin memainkan peran besar dalam pembentukan metropolis baru. Sampai saat itu, Mehmed dan penggantinya, Bayezid, juga mendorong dan menerima migrasi kaum Yahudi dari berbagai daerah di Eropa. Mereka menetap di Istanbul dan kota-kota pelabuhan seperti Salonica. Di sejumlah tempat di Eropa, kaum Yahudi ditindas oleh penduduk Kristen. Toleransi yang dimiliki bangsa Turk disambut hangat oleh para imigran.

Koin perunggu yang menampilkan Sultan Mehmed sang Penakluk, 1481.

Dasar ekonomi Utsmaniyah sangat terkait dengan konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan utama negara waktu itu adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan pemimpin. Cara untuk meraihnya adalah mendapatkan sumber pendapatan yang banyak dengan menyejahterakan kelas pekerja. Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan negara tanpa mengacaukan kemakmuran rakyatnya demi mencegah kerusuhan dan melindungi tatanan masyarakat tradisional.

Susunan badan keuangan dan bendahara berkembang lebih baik di Kesultanan Utsmaniyah ketimbang pemerintahan Islam lainnya. Pada abad ke-17, organisasi keuangan Utsmaniyah merupakan yang paling maju dibandingkan organisasi keuangan lainnya saat itu. Organisasi ini mengembangkan birokrasi juru tulis (dikenal dengan sebutan "men of the pen") sebagai kelompok terpisah yang separuhnya diisi ulama yang sangat berpengalaman. Kelompok tersebut kemudian berkembang menjadi lembaga profesional. Keefektifan lembaga keuangan profesional berada di balik kesuksesan para negarawan besar Utsmaniyah.

Ottoman Bank didirikan tahun 1856 di Istanbul. Pada Agustus 1896, bank ini diakuisisi oleh para anggota Federasi Revolusi Armenia.

Struktur ekonomi kesultanan ditentukan oleh struktur geopolitiknya. Kesultanan Utsmaniyah berada di antara dunia Barat dan Timur, sehingga menghalangi rute darat ke timur dan memaksa penjelajah Spanyol dan Portugal untuk berlayar mencari rute baru ke timur. Kesultanan mengendalikan rute rempah yang dulu digunakan Marco Polo. Ketika Vasco da Gama menelikung rute Utsmaniyah dan membuat rute dagang langsung ke India tahun 1498, dan Christopher Columbus berlayar ke Bahama tahun 1492, Kesultanan Utsmaniyah berada pada puncak kejayaannya.

Studi Utsmaniyah modern berpendapat bahwa perubahan hubungan antara Turki Utsmaniyah dan Eropa Tengah tercipta oleh pembukaan rute laut yang baru. Sejarawan bisa saja menganggap penurunan lalu lintas darat ke timur setelah Eropa Barat membuka rute laut yang menjauhi Timur Tengah dan Mediterania paralel terhadap kemunduran Kesultanan Utsmaniyah itu sendiri. Perjanjian Inggris-Utsmaniyah, disebut juga Perjanjian Balta Liman, yang membuka pasar Utsmaniyah ke para pesaingnya di Inggris dan Prancis dapat dipandang sebagai salah satu tantangan perkembangan ekonomi Utsmaniyah.

Dengan mengembangkan pusat dan rute perdagangan, mendorong rakyat memperluas lahan pertanian di negara itu, dan mendorong perdagangan internasional melalui jajahannya, pemerintah berhasil melaksanakan fungsi ekonomi dasar di seluruh Kesultanan Utsmaniyah. Meski begitu, kepentingan keuangan dan politik negara lebih dominan. Dalam sistem sosial dan politik yang mereka jalankan, para pejabat Utsmaniyah tidak paham atau tidak sadar dengan tuntutan dinamika dan prinsip ekonomi kapitalis dan merkantil yang saat itu sedang berkembang di Eropa Barat.

F.     DEMOGRAFI

Populasi Kesultanan Utsmaniyah diperkirakan berjumlah 11.692.480 jiwa pada 1520–1535. Angka ini diperoleh dengan menghitung jumlah keluarga di catatan sumbangan Utsmaniyah, lalu dikali 5. Atas alasan yang belum jelas, jumlah penduduk abad ke-18 lebih sedikit ketimbang abad ke-16. Perkiraan 7.230.660 jiwa untuk sensus pertama tahun 1831 dianggap terlalu sedikit karena sensus ini bertujuan menghitung potensi wajib militer.

Pemandangan Istanbul Lama dan Jembatan Galata di Tanjung Emas, ca. 1880–1893.

Sensus di teritori Utsmaniyah baru dimulai pada awal abad ke-19. Hasil sensus dari tahun 1831 sampai seterusnya tersedia resmi, tetapi sensusnya tidak mencakup seluruh penduduk. Misal, sensus 1831 hanya menghitung pria dan tidak meliputi seluruh wilayah kesultanan. Untuk periode-periode sebelumnya, perkiraan ukuran dan persebaran penduduk didasarkan pada pola demografi yang teramati.

Jumlah penduduknya mulai naik hingga 25–32 juta jiwa pada 1800. 10 juta di antaranya di provinsi-provinsi Eropa (kebanyakan di Balkan), 11 juta di provinsi Asiatik, dan 3 juta di provinsi Afrika. Kepadatan penduduk tertinggi ada di provinsi Eropa, dua kali lipatnya Anatolia, tiga kali lipatnya Irak dan Suriah, dan lima kali lipatnya Arabia.

Menjelang pembubaran kesultanan, angka harapan hidup mencapai 49 tahun, lebih tinggi dibandingkan 20 tahunan di Serbia pada awal abad ke-19. Wabah penyakit dan kelaparan mengakibatkan gangguan besar dan perubahan demografi. Pada tahun 1785, sekitar seperenam penduduk Mesir meninggal akibat wabah dan penduduk Aleppo berkurang 20% pada abad ke-18. Enam kelaparan melanda Mesir antara 1687 dan 1731 dan kelaparan terakhir melanda Anatolia empat dasawarsa kemudian.

Pemandangan Galata (Karaköy) dan Jembatan Galata di Tanjung Emas, ca. 1880–1893.

Kebangkitan kota-kota pelabuhan memunculkan pengelompokan penduduk yang didorong oleh pengembangan kapal uap dan kereta api. Urbanisasi meningkat dan kota-kota besar maupun kecil tumbuh pada 1700–1922. Perbaikan kesehatan dan sanitasi membuat kota-kota tersebut menarik perhatian para pendatang untuk menetap dan bekerja. Kota-kota pelabuhan seperti Salonica di Yunani mengalami peningkatan populasi dari 55.000 jiwa tahun 1800 menjadi 160.000 pada tahun 1912. Populasi Izmir tumbuh dari 150.000 jiwa tahun 1800 menjadi 300.000 pada tahun 1914. Beberapa daerah mengalami penurunan populasi, seperti Beograd yang jumlah penduduknya turun dari 25.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa dikarenakan perselisihan politik.

Migrasi ekonomi dan politik memberi pengaruh besar bagi seluruh kesultanan. Contohnya, aneksasi Krimea dan Balkan secara berturut-turut oleh Rusia dan Austria-Habsburg mengakibatkan migrasi pengungsi Muslim dalam jumlah besar. 200.000 penduduk Tatar Krimea mengungsi ke Dobruja. Antara 1783 dan 1913, sekira 5–7 juta pengungsi membanjiri Kesultanan Utsmaniyah, 3,8 juta di antaranya berasal dari Rusia. Beberapa migrasi meninggalkan tanda yang bertahan lama, seperti ketegangan politik antara wilayah-wilayah kesultanan. Dampak memusat terlihat di daerah lain, seperti demografi sederhana yang muncul dari keragaman penduduk. Ekonomi juga terpukul akibat berkurangnya pengrajin, pedagang, produsen, dan petani. Sejak abad ke-19, penduduk Muslim secara besar-besaran eksodus ke Turki modern dari Balkan. Mereka disebut Muhacir sesuai definisi umum. Ketika Kesultanan Utsmaniyah berakhir tahun 1922, separuh penduduk kota Turki adalah keturunan pengungsi Muslim dari Rusia.

1.     BAHASA

Bahasa Turki Utsmaniyah adalah bahasa resmi kesultanan. Ini adalah bahasa Turk yang sangat dipengaruhi bahasa Persia dan Arab. Kesultanan Utsmaniyah memiliki beberapa bahasa berpenaruh: Turki, dituturkan oleh mayoritas penduduk Anatolia dan mayoritas Muslim Balkan selain di Albania dan Bosnia; Persia, hanya dituturkan warga berpendidikan; Arab, banyak dituturkan di Arabia, Afrika Utara, Irak, Kuwait, Levant, dan sebagian Tanduk Afrika; dan Somali di seluruh Tanduk Afrika. Dalam dua abad terakhir, pemakaian bahasa-bahasa tersebut bersifat terbatas dan spesifik. Bahasa Persia, misalnya, cenderung digunakan sebagai bahasa buku untuk warga berpendidikan, sedangkan bahasa Arab dipakai untuk ibadah.

Bahasa Turki, dengan variasi Utsmaniyah, merupakan bahasa militer dan pemerintahan sejak awal pendirian Kesultanan Utsmaniyah. Konstitusi Utsmaniyah 1876 menetapkan status bahasa Turki sebagai bahasa resmi kesultanan.

Dikarenakan tingkat melek huruf yang rendah (sekitar 2–3% sampai awal abad ke-19 dan 15% pada akhir abad ke-19), rakyat jelata perlu mempekerjakan juru tulis sebagai "penulis permintaan khusus" (arzuhâlci) supaya bisa berkomunikasi dengan pemerintah. Sejumlah suku bangsa berbicara dengan keluarganya atau anggota permukimannya (mahalle) menggunakan bahasanya sendiri (Yahudi, Yunani, Armenia, dll). Di desa-desa tempat dua orang atau lebih tinggal bersama, penduduknya berbicara menggunakan bahasa lawan bicaranya. Di kota kosmopolitan, orang-orang cenderung menuturkan bahasa keluarganya dan banyak warga non-Turk yang menuturkan bahasa Turki sebagai bahasa kedua.

2.     AGAMA

Dalam sistem Kesultanan Utsmaniyah, walaupun ada kekuasaan hegemon Muslim atas penduduk non-Muslim, komunitas non-Muslim mendapat pengakuan dan perlindungan negara sesuai tradisi Islam

Sampai paruh kedua abad ke-15, penduduk kesultanan ini didominasi penganut Kristen dan dipimpin minoritas Muslim. Pada akhir abad ke-19, populasi non-Muslim mulai berkurang drastis, bukan karena kehilangan wilayah saja, tetapi juga perpindahan penduduk. Persentase Muslim naik menjadi 60% pada 1820-an, lalu perlahan naik ke 69% pada 1870-an, dan 76% pada 1890-an. Per 1914, hanya 19,1% penduduk kesultanan yang beragama non-Islam. Kebanyakan di antaranya adalah Kristen Yunani, Assyria, Armenia, dan Yahudi.

·        ISLAM

Suku-suku Turk mempraktikkan macam-macam bentuk shamanisme sebelum memeluk Islam. Pengaruh Abbasiyah di Asia Tengah diperkuat oleh suatu proses yang sangat dipengaruhi kemenangan Abbasiyah pada Pertempuran Talas melawan Dinasti Tang Cina tahun 751. Setelah pertempuran ini, banyak suku Turk—termasuk Turk Oghuz, leluhur Seljuk dan Utsmani—perlahan memeluk Islam dan menyebarkannya ke Anatolia pada abad ke-11.

Tulisan kaligrafi di ubin fritware mencantumkan nama Allah, Muhammad, dan khalifah-khalifah pertama. c. 1727, Islamic Middle East Gallery, Victoria & Albert Museum.

Sekte-sekte Muslim yang dianggap sesat, seperti Druze, Ismaili dan Alawi, ditempatkan di bawah penganut Yahudi dan Kristen. Pada tahun 1514, Sultan Selim I, yang dijuluki "Pencabut Nyawa" karena kekejamannya, memerintahkan pembantaian 40.000 Alevi Anatolia (Qizilbash) yang ia anggap sesat. Ia kabarnya berkata bahwa "membunuh seorang Alevi pahalanya setara dengan membunuh 70 orang Kristen."

·        KRISTEN DAN YUDAISME

Di Kesultanan Utsmaniyah, sesuai sistem zimmi Islam, umat Kristen diberi kebebasan terbatas (seperti hak beribadah), namun diperlakukan seperti warga kelas dua. Umat Kristen dan Yahudi tidak dianggap setara dengan Muslim. Kesaksian melawan terdakwa Muslim oleh seorang Kristen dan Yahudi tidak dianggap sah di pengadilan. Mereka dilarang membawa senjata atau menunggangi kuda, rumah mereka tidak boleh menghadap rumah Muslim, dan praktik ibadahnya harus berbeda dengan praktik ibadah Islam Selain itu masih banyak batasan-batasan legal lainnya.

Mehmed II dan Patriark Gennadius II

Dalam sistem yang umum dikenal dengan nama devşirme, sejumlah putra Kristen, kebanyakan dari Balkan dan Anatolia, secara rutin diharuskan mengikuti wajib militer sebelum dewasa, lalu dibesarkan sebagai seorang Muslim.

Di bawah sistem millet, warga non-Muslim wajib mematuhi hukum kesultanan, namun tidak wajib mematuhi hukum Islam. Millet Ortodoks secara hukum masih resmi patuh kepada Kode Justinian, hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi Timur selama 900 tahun. Selain itu, sebagai kelompok non-Muslim terbesar (atau zimmi) di negara Utsmaniyah Islam, millet Ortodoks mendapatkan hak-hak istimewa di bidang politik dan perdagangan serta diwajibkan membayar pajak yang lebih tinggi daripada Muslim.

Millet serupa ditetapkan untuk komunitas Yahudi Utsmaniyah yang berada di bawah kewenangan Haham Başı atau kepala rabbi Utsmaniyah; komunitas Ortodoks Armenia yang berada di bawah kewenangan kepala uskup; dan berbagai komunitas agama lainnya. Sistem millet dalam hukum Islam diakui luas sebagai contoh awal pluralisme agama pra-modern.

G.   BUDAYA

Kesultanan Utsmaniyah menyerap sejumlah tradisi, seni, dan institusi budaya di daerah-daerah yang mereka taklukkan, lalu menambahkan dimensi baru ke dalamnya. Berbagai tradisi dan kebudayaan imperium sebelumnya (dalam bidang arsitektur, masakan, musik, hiburan, dan pemerintahan) diadopsi oleh bangsa Turk Utsmaniyah. Bangsa Turk kemudian mengubahnya ke bentuk-bentuk baru dan menciptakan identitas budaya Utsmaniyah yang baru dan sangat berbeda. Pernikahan antarbudaya juga berperan dalam menciptakan budaya elit Utsmaniyah. Jika dibandingkan dengan budaya rakyat Turki, pengaruh budaya baru dalam membentuk budaya elit Utsmaniyah sangat jelas terlihat.

Masjid Pasar Yeni dari Eminönü, Konstantinopel, sekitar tahun 1895

Perbudakan adalah bagian dari masyarakat Utsmaniyah. Budak wanita masih dijual di kesultanan sampai tahun 1908. Selama abad ke-19, kesultanan didesak negara-negara Eropa untuk menghapuskan praktik perbudakan. Para sultan pun mengembangkan kebijakan yang bertujuan menghambat perdagangan budak, tetapi karena perbudakan mendapat dukungan dan sanksi agama selama berabad-abad, kebijakan tersebut tidak pernah menghapus perbudakan secara langsung.

Wabah masih menjadi momok menakutkan bagi masyarakat Utsmaniyah sampai kuartal kedua abad ke-19. Antara 1701 dan 1750, 37 epidemi besar dan kecil tercatat di Istanbul. Antara 1751 dan 1801, terjadi 31 epidemi di kota yang sama.

1.     SASTRA

Dua aliran utama sastra tulis Utsmaniyah adalah syair dan prosa. Syair sejauh ini merupakan aliran dominan. Sampai abad ke-19, prosa Utsmaniyah tidak mengandung fiksi. Tidak ada karya yang sebanding dengan roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang serupa memang ada, namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.

Ahmet Nedîm Efendi, salah satu penyair Utsmaniyah ternama

Syair Divan adalah bentuk seni yang sangat diritualkan dan simbolis. Dari syair Persia yang menginspirasinya, syair Divan mewarisi banyak simbol yang makna dan keterkaitannya—baik persamaan (مراعات نظير mura'ât-i nazîr / تناسب tenâsüb) maupun perbedaannya (تضاد tezâd) dijelaskan secara gamblang atau sederhana. Syair Divan disusun melalui pencampuran konstan beberapa gambar di dalam kerangka kerja metrik yang ketat, sehingga muncul banyak kemungkinan makna. Kebanyakan syair Divan berbentuk lirik, baik gazel (membentuk bagian terbesar dari repertoar tradisi ini) maupun kasîdes. Ada pula genre-genre umum lainnya, salah satunya adalah mesnevî, sejenis roman baris dan berbagai macam puisi narasi. Dua contoh mesnevî yang terkenal adalah Leyli dan Majnun karya Fuzûlî dan Hüsn ü Aşk karya Şeyh Gâlib.

Sampai abad ke-19, Prosa Utsmaniyah tidak berkembang sampai sejauh syair Divan kontemporer. Salah satu alasan utamanya adalah banyak prosa yang harus mematuhi aturan sec (سجع, juga ditransliterasikan menjadi seci), atau prosa berima, jenis penulisan yang diturunkan dari saj' Arab yang mensyaratkan adanya rima antara setiap kata sifat dan kata benda dalam suatu rangkaian kata, seperti kalimat. Karena itu, muncullah sebuah tradisi prosa dalam sastra waktu itu meski sifatnya non-fiksi. Contoh pengecualiannya adalah Muhayyelât karya Giritli Ali Aziz Efendi, kumpulan cerita fantastis yang ditulis tahun 1796 dan baru diterbitkan tahun 1867.

Dikarenakan hubungan historis yang dekat dengan Prancis, sastra Prancis menajdi bagian dari pengaruh besar Barat terhadap sastra Utsmaniyah sepanjang paruh akhir abad ke-19. Akibatnya, banyak aliran di Prancis waktu itu yang juga muncul di Kesultanan Utsmaniyah. Misalnya, dalam perkembangan tradisi prosa Utsmaniyah, pengaruh Romantisisme dapat dilihat saat periode Tanzimat, dan pengaruh aliran Realis dan Naturalisme muncul pada periode selanjutnya. Dalam tradisi syair, pengaruh Simbolis dan Parnassian lebih mencolok.

Banyak penulis pada period Tanzimat menulis dalam beberapa genre secara bersamaan. Misalnya, penyair Namık Kemal menulis novel penting İntibâh ("Kebangkitan") tahun 1876, sedangkan jurnalis İbrahim Şinasi dikenal karena menulis lakon Turki modern pertama pada tahun 1860, yaitu komedi satu babak "Şair Evlenmesi" ("Pernikahan sang Penyair"). Lakon sebelumnya, yaitu farse berjudul "Vakâyi'-i 'Acibe ve Havâdis-i Garibe-yi Kefşger Ahmed" ("Peristiwa Aneh dan Kejadian Mengherankan Ahmed si Tukang Sepatu"), dibuat pada awal abad ke-19, namun keotentikannya masih diragukan. Dengan semangat yang sama, novelis Ahmed Midhat Efendi menulis novel-novel penting untuk setiap aliran besar: Romantisisme (Hasan Mellâh yâhud Sırr İçinde Esrâr, 1873; "Hasan si Pelaut, atau Misteri di Dalam Misteri"), Realisme (Henüz On Yedi Yaşında, 1881; "Baru Tujuh Belas Tahun"), dan Naturalisme (Müşâhedât, 1891; "Pengamatan"). Keragaman ini separuhnya didorong keinginan para penulis Tanzimat yang ingin menyertakan sastra baru sebanyak mungkin dengan harapan bisa menyumbang revitalisasi struktur sosial Utsmaniyah.

2.     ARSITEKTUR

Arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh arsitektur Persia, Yunani Bizantium, dan Islam. Pada masa kebangkitan, muncul periode arsitektur Utsmaniyah awal atau pertama dan kesenian Utsmaniyah sedang dalam tahap pencarian ide-ide baru. Pada masa perkembangan, muncul periode arsitektur klasik dan kesenian Utsmaniyah sedang jaya-jayanya. Pada masa kemandekan, arsitektur Utsmaniyah menjauh dari gaya klasik.

Jembatan Mehmed Paša Sokolović, rampung tahun 1577, dirancang oleh Mimar Sinan, arsitek ternama pada periode klasik arsitektur Utsmaniyah.

Sepanjang Era Tulip, arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh gaya ornamen tinggi Eropa Barat; Barok, Rococo, Empire, dan gaya-gaya lain saling bercampur. Konsep arsitektur Utsmaniyah lebih berpusat pada masjid. Masjid adalah bagian tak terpisahkan dari masyarakat, tata kota, dan kehidupan komunal. Selain masjid, contoh sempurna arsitektur Utsmaniyah dapat ditemukan di dapur sup, sekolah teologi, rumah sakit, pemandian Turki, dan pemakaman.

Contoh arsitektur Utsmaniyah dari periode klasik selain Istanbul dan Edirne juga dapat ditemukan di Mesir, Eritrea, Tunisia, Algiers, Balkan, dan Rumania. Di sana banyak masjid, jembatan, air mancur, dan sekolah Utsmaniyah. Seni dekorasi Utsmaniyah berkembang seiring banyaknya pengaruh dikarenakan keragaman etnik di Kesultanan Utsmaniyah. Para pengrajin memperkaya Kesultanan Utsmaniyah dengan pengaruh seni pluralistik, seperti mencampurkan seni Bizantium tradisional dengan elemen-elemen seni Cina.

3.     SENI DEKORASI

Tradisi miniatur Utsmaniyah yang dilukis untuk mengilustrasikan manuskrip atau dipakai pada album-album khusus sangat dipengaruhi oleh kesenian Persia. Meski begitu, miniatur Utsmaniyah juga melibatkan sejumlah elemen tradisi penerangan dan lukisan Bizantium. Akademi pelukis Yunani, Nakkashane-i-Rum, didirikan di Istana Topkapi pada abad ke-15. Pada awal abad selanjutnya, akademi Persia bernama Nakkashane-i-Irani didirikan.

Lukisan karya Levni, awal abad ke-18

Penerangan Utsmaniyah mencakup seni lukis non-figur atau seni dekorasi gambar di buku atau lembar muraqqa atau album, berbeda dengan gambar figur miniatur Utsmaniyah. Penerangan, miniatur (taswir), kaligrafi (hat), kaligrafi Islam, penjilidan buku (cilt), dan pemarbelan kertas (ebru) adalah bagian dari seni buku Utsmaniyah. Di Kesultanan Utsmaniyah, manuskrip terang dan berilustrasi dibuat atas perintah sultan atau pejabat pemerintahan. Di Istana Topkapi, manuskrip-manuskrip tersebut dibuat oleh para seniman yang bekerja di Nakkashane, pusat seniman miniatur dan penerangan. Buku-buku keagamaan dan non-keagamaan dapat diterangi. Lembaran album levha terdiri dari kaligrafi terang (hat) tughra, teks keagamaan, petikan syair atau peribahasa, dan gambar dekorasi.

Seni pemintalan karpet sangat berkembang di Kesultanan Utsmaniyah. Karpet memiliki nilai tinggi baik sebagai perlengkapan dekorasi yang kaya akan simbolisme agama dan lainnya maupun sebagai pertimbangan praktis, karena penduduk harus melepas sepatu sebelum memasuki rumah. Pemintalan karpet berawal dari budaya nomaden Asia Tengah (karpet adalah bentuk perlengkapan yang mudah dibawa), lalu menyebar ke masyarakat Anatolia yang sudah menetap. Bangsa Turk memakai karpet, permadani, dan kilim tidak hanya untuk alas ruangan, tetapi juga gantungan di dinding dan lorong agar berfungsi sebagai insulasi tambahan. Karpet juga sering disumbangkan ke masjid dan karena itu masjid umumnya punya banyak koleksi karpet.

·        Miniatur Utsmaniyah

Para pelukis miniatur Utsmaniyah

Miniatur Utsmaniyah atau miniatur Turki adalah sebuah bentuk seni rupa di Kesultanan Utsmaniyah, yang dapat dihubungkan dengan tradisi miniatur Persia, serta pengaruh artistik Tionghoa. Bentuk seni rupa tersebut merupakan sebuah bagian dari seni rupa buku Utsmaniyah, bersama dengan iluminasi (tezhip), kaligrafi (hat), kertas yang dimarmerkan (ebru), dan penjilidan buku (cilt). Kata taswir atau nakish digunakan untuk mendefiniasikan senin rupa lukisan miniatur dalam bahasa Turki Utsmaniyah. Tempat para seniman bekerja disebut Nakkashanes.

·        Miniatur Persia

Nasihat Pertapa karya Behzad (s. 1500-1550). Seperti halnya naskah beriluminasi dunia Barat, bagian pinggir yang dihias merupakan bagian mendalam dari karya seni tersebut.

Miniatur Persia adalah sebuah lukisan kecil di atas kertas, yang menjadi sebuah ilustrasi buku atau karya seni lepas yang disimpan dalam sebuah album yang berisi karya-karya semacam itu yang disebut muraqqa. Tekniknya sebanding dengan tradisi miniatur Barat dan Bizantium dalam naskah beriluminasi. Meskipun mirip dengan tradisi lukisan dinding Persia, penyajian miniatur tersebut memiliki kualitas yang lebih baik, dan miniatur merupakan bentuk lukisan Persia paling dikenal di dunia Barat, dan beberapa contoh paling berpengaruhnya disimpan di museum-museum Barat atau Turki. Lukisan miniatur menjadi genre Persia signifikan pada abad ke-13, mendapatkan pengaruh Tionghoa setelah penaklukan Mongol, dan tradisi tersebut mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan ke-16. Tradisi tersebut berlanjut, di bawah beberapa pengaruhBarat, setelah masa tersebut, dan mendapatkan beberapa pengaruh modern. Miniatur Persia menjadi pengaruh dominan bagi tradisi miniatur Islam lainnya, terutama miniatur Utsmaniyah di Turki, dan miniatur Mughal di anak benua India.

Seni rupa Persia di bawah pengaruh Islam tak pernah secara bulat melarang penggambaran manusia, dan dalam tradisi miniatur tersebut, penggambaran semacam itu sering kali berjumlah besar dan merupakan hal utama.

·        SENI PERTUNJUKAN

Musik klasik Utsmaniyah adalah bagian penting dari pendidikan kaum elit Utsmaniyah. Sejumlah sultan Utsmaniyah adalah musisi dan komponis besar, seperti Selim III yang komposisinya masih dimainkan sampai sekarang. Musik klasik Utsmaniyah sebagian besar berasal dari gabungan musik Bizantium, musik Armenia, musik Arab, dan musik Persia. Dari komposisinya, musik Utsmaniyah memanfaatkan satuan ritme bernama usul, agak mirip dengan meter di musik Barat, dan satuan melodi bernama makam, mirip-mirip dengan mode musik Barat.

Lakon bayangan Karagöz dan Hacivat tersebar di seluruh Kesultanan Utsmaniyah

Instrumen yang dipakai adalah campuran instrumen Anatolia dan Asia Tengah (saz, bağlama, kemence), instrumen Timur Tengah lainnya (ud, tanbur, kanun, ney), dan instrumen Barat (biola dan piano). Instrumen Barat baru disertakan terakhir. Karena perbedaan geografis dan budaya antara ibu kota dan daerah lainnya, dua gaya musik yang sangat berbeda pun muncul di Kesultanan Utsmaniyah, yaitu musik klasik Utsmaniyah dan musik rakyat. Di provinsi-provinsinya, berbagai macam musik rakyat terbentuk. Wilayah yang gaya musiknya paling dominan adalah: Türküs Balkan-Trakia, Türküs Timur Laut (Laz), Türküs Aegea, Türküs Anatolia Tengah, Türküs Anatolia Timur, dan Türküs Kaukasus. Beberapa gaya musiknya adalah: musik Yanisari, musik Roma, tari perut, dan musik rakyat Turki.

Miniatur dari "Surname-i Vehbi" menunjukkan Mehteran, band musik Yanisari.

Lakon bayangan tradisional bernama Karagöz dan Hacivat tersebar ke seluruh Kesultanan Utsmaniyah dan menampilkan tokoh-tokoh yang mewakili semua etnik dan kelompok sosial besar dalam budaya tersebut. Lakon ini dipentaskan oleh seorang pewayang yang juga mengisi suara semua tokoh dan diiringi tamborin (def). Asal usulnya tidak jelas, mungkin dari tradisi Mesir atau Asia.

·        MASAKAN

Masakan Utsmaniyah adalah masakan Kekaisaran Utsmaniyah dan penerusnya di Anatolia, Balkan dan Timur Tengah. Masakan ini memengaruhi masakan-masakan seperti masakan Turki, masakan Armenia, masakan Siprus, masakan Balkan dan masakan Timur Tengah.

Kepentingan makanan juga penting dalam struktur militer Utsmaniyah, yaitu Janisari. Pusat dari masakan ini berada di kota Istanbul.

Wanita Turki memanggang roti, 1790

Masakan Utsmaniyah mengacu pada masakan ibu kota Istanbul dan ibu kota regional, tempat percampuran budaya menghasilkan maskaan bersama yang dinikmati seluruh penduduk. Masakan yang beragam ini disiapkan di dapur Istana Kesultanan oleh koki yang dibawa dari berbagai daerah kesultanan untuk menciptakan dan bereksperimen dengan bermacam bahan.

Hasil racikan dapur Istana Utsmaniyah disaring ke masyarakat, misalnya ketika Ramadan atau proses masak di Yalı para Pasya resepnya menyebar sendiri dari sana ke masyarakat. Hari ini, masakan Utsmaniyah masih ada di Turki, Balkan, dan Timur Tengah. Ini adalah "warisan bersama berupa sesuatu yang dulunya merupakan gaya hidup Utsmaniyah, dan masakan-masakan mereka adalah bukti kuat fakta ini".

Biasanya masakan hebat manapun di dunia tercipta dari variasi lokal dan pertukaran dan pengayaan bersama yang terjadi di dalamnya, namun pada saat yang sama terhomogenisasi dan terharmonisasi oleh tradisi perbaikan citarasa metropolitan.

·        SAINS DAN TEKNOLOGI

Sains dan teknologi di kesultanan Utsmaniyah, selama 600 tahun pemerintahannya, cukup mengalami kemajuan yang signifikan khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti dalam bidang matematika, astronomi dan kedokteran.

Perunggu Dardanelles Gun dari tahun 1464

Zaman Keemasan Islam secara tradisional diyakini telah berakhir pada abad ke-14 tapi masih berlanjut hingga abad ke-15 dan abad ke-16 dan penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa berbagai aktivitas penelitian ilmiah berlanjut di sebelah barat Kekaisaran Ottoman dan di Persia dan di Kekaisaran Mughal India, sebelah timur.

Sepanjang sejarah Kesultanan Utsmaniyah, masyarakatnya berusaha membangun perpustakaan besar yang dilengkapi buku terjemahan dari peradaban lain dan manuskrip asli. Sebagian besar permintaan manuskrip lokal dan asing muncul pada abad ke-15. Sultan Mehmet II memerintahkan Georgios Amirutzes, seorang cendekiawan Yunani dari Trabzon, untuk menerjemahkan dan menyebarkan buku geografi Ptolomeus ke lembaga-lembaga pendidikan Utsmaniyah. Contoh lainnya adalah Ali Qushji, astronom, matematikawan, dan fisikawan dari Samarkand, yang menjadi profesor di dua madrasah dan berhasil memengaruhi pemerintah Utsmaniyah melalui tulisan-tulisannya dan aktivitas muridnya. Ia hanya menghabiskan dua atau tiga tahun di Kesultanan Utsmaniyah sebelum meninggal dunia di Istanbul.

Observatorium Taqi al-Din Istanbul pada tahun 1577

Taqi al-Din membangun Observatorium Taqi al-Din Istanbul pada tahun 1577. Ia melakukan pengamatan astronomi di sana sampai 1580. Ia menghitung eksentrisitas orbit Matahari dan pergerakan tahunan apogeo. Observatoriumnya diruntuhkan tahun 1580 karena bangkitnya faksi ulama yang menentang atau setidaknya tidak acuh terhadap sains.

Pada tahun 1660, cendekiawan Utsmaniyah Ibrahim Efendi al-Zigetvari Tezkireci menerjemahkan karya astronomi Noël Duret yang ditulis tahun 1637 ke bahasa Arab.

Şerafeddin Sabuncuoğlu adalah penulis atlas bedah pertama dan ensiklopedia kedokteran besar terakhir dari dunia Islam. Meski sebagian besar karyanya didasarkan pada Al-Tasrif karya Abu al-Qasim al-Zahrawi, Sabuncuoğlu memperkenalkan banyak inovasinya sendiri. Dokter bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya.

Contoh jam yang mengukur waktu dalam hitungan menit dibuat oleh seorang pengrajin jam Utsmaniyah, Meshur Sheyh Dede, pada tahun 1702.

a.      PENDIDIKAN

1)      KEMAJUAN MADRASAH

Lembaga pendidikan Madrasah, yang pertama kali berasal pada periode Seljuk, dan mencapai titik tertingginya selama pemerintahan Ottoman.

2)      PENDIDIKAN TEKNIK

Istanbul Technical University atau Universitas Teknik Istanbul mulai dibangun pada tahun 1773 dan didirikan oleh Sultan Mustafa III sebagai Sekolah Insinyur Angkatan Laut Imperial (nama asli: Mühendishane-i Bahr-i Humayun), dan pada awalnya didedikasikan untuk pelatihan pembangun kapal dan kartografer. Pada 1795 ruangan kampus tersebut diperluas untuk melatih staf militer teknis untuk memodernisasi para tentara Ottoman agar sesuai dengan standar Eropa. Pada tahun 1845 departemen teknik di kampus tersebut dikembangkan lebih lanjut dengan penambahan program belajar, yakni pelatihan arsitek. Bangunan dan nama sekolah dimekarkan kembali dan diubah lagi pada tahun 1883, dan tahun 1909, ITU tersebut menjadi sekolah teknik umum yang ditujukan untuk melatih insinyur sipil, guna menciptakan infrastruktur baru demi mengembangkan kekaisaran Ottoman.

b.      SAINS

1)      ASTRONOMI

Dalam bukunya Concerning the Supposed Dependence of Astronomy upon Philosophy (Tuntutan Ketergantungan Astronomi terhadap Filsafat, Ali Kuşçu (1403-1474) menolak konsep fisika Aristoteles dan dia benar-benar memisahkan filsafat alam dari astronomi Islam, anggapannya bahwa astronomi adalah murni empiris dan matematika adalah sains. Hal ini diungkapkannya untuk menjelaskan secara alternatif atas gagasan Aristoteles tentang perputaran Bumi, saat dia meneliti gagasan tentang bahwa Bumi itu yang bergerak. Dia menemukan bukti empiris untuk rotasi Bumi melalui pengamatannya terhadap komet dan menyimpulkan atas dasar bukti empirisisme bukan filsafat yang lebih bersifat spekulatif. Kuşçu juga mengkoreksi gagasan Nasīr al-Dīn al-Tūsī tentang planet dan mempresentasikan gagasan planet alternatif untuk menjelaskan planet Merkurius.

Setelah penghancuran Observatorium Istanbul Taqi al-Din pada tahun 1580, aktivitas astronomis mengalami stagnasi di Kekaisaran Ottoman, sampai diperkenalkannya Heliocentrisme Copernicus pada tahun 1660, ketika ilmuwan Ottoman bernama Ibrahim Efendi al-Zigetvari Tezkireci menerjemahkan buku Astonomi berbahasa Prancis karya Noël Duret (ditulis tahun 1637) ke dalam bahasa Arab.

2)      GEOGRAFI

Peta Piri Reis.

Peta Piri Reis ditemukan pada tahun 1929 di Istana Topkapi, Istanbul, Turki, yang saat ini telah diubah menjadi museum. Temuan ini merupakan sebuah peta yang digambar di kulit kijang, yang didalamnya memuat dena pantai barat Afrika dan pantai timur Amerika Selatan yang sangat terperinci. Peta tersebut diperkirakan telah diambil pada tahun 1513 oleh Piri Reis, seorang laksamana terkenal dari armada Turki. Peta Piri Reis adalah salah satu peta peta dunia paling awal yang menggambarkan lokasi Benua Amerika.

3)      PENGOBATAN

Şerafeddin Sabuncuoğlu adalah penulis Cerrahiyyuu'l-Haniyye (Bedah Imperial), yang pertama kali menulis gambar bedah dalam bentuk gambar, dan Mücerrebname (On Attemption). Cerrahiyyetu'l-Haniyye (Bedah Imperial) itu adalah gambar bedah pertama dan sekaligus terakhir, dalam ensiklopedi dunia kedokteran Islam pada Abad Pertengahan. Meskipun karyanya sebagian besar didasarkan pada Abu al-Qasim al-Zahrawi Al-Tasrif, Sabuncuoğlu memperkenalkan banyak inovasi untuk dirinya sendiri. Ahli bedah wanita juga diilustrasikan untuk pertama kalinya di Cerrahiyyetu'l-Haniyye.

c.       MILITER

Korps kekaisaran Ottoman Janissary menggunakan musket matchlock sejak tahun 1440an. Dalam lukisan ini, mereka digambarkan sedang bertempur dengan Knights Hospitaller tahun 1522.

Korps Yanisari yang terkenal dari tentara kekaisaran Ottoman, telah menggunakan musket matchlock pada awal tahun 1440an. Marching band dan band militer, keduanya berasal dari band militer Ottoman, yang digagas oleh Yanisari sejak abad ke-16.

H.   PEMISAHAN KEKAISARAN UTSMANIYAH

Pemisahan Utsmaniyah berdasarkan Persetujuan Sevres

Pembagian Kesultanan Utsmaniyah (Gencatan Senjata Mudros, 30 Oktober 1918 – Pembubaran Kesultanan Utsmaniyah, 1 November 1922) adalah peristiwa politik yang terjadi setelah Perang Dunia I dan pendudukan Konstantinopel oleh pasukan Inggris, Prancis, dan Italia pada November 1918. Pemisahan direncanakan dalam beberapa perjanjian yang dibuat oleh Sekutu pada awal Perang Dunia I, terutama Perjanjian Sykes-Picot. Ketika perang dunia pecah, Kesultanan Utsmaniyah mencari perlindungan tetapi ditolak oleh Inggris, Prancis, dan Rusia, dan akhirnya membentuk Aliansi Utsmaniyah-Jerman. Keretakan wilayah dan masyarakat tingkat tinggi awalnya terjadi ketika Kekaisaran Ottoman dibagi menjadi beberapa negara bagian baru. Kekaisaran Ottoman telah menjadi negara Islam besar dalam hal geopolitik, budaya, dan ideologi. Pemisahan Kesultanan Utsmaniyah menyebabkan kebangkitan Timur Tengah atas kekuatan Barat seperti Inggris dan Prancis dan menyebabkan terciptanya dunia Arab modern dan Republik Turki. Pemberontakan terhadap pengaruh kekuatan ini datang dari gerakan nasional Turki meskipun hal ini tidak meluas di negara-negara pasca-Ottoman hingga setelah Perang Dunia II.

I.       LAMBANG KESULTANAN UTSMANIYAH

Setiap sultan Utsmaniyah mempunyai monogram sendiri-sendiri yang dipanggil tughra yang berfungsi sebagai lambang negara. Lambang negara modern diinspirasi oleh lambang negara milik negara Eropa seperti Lambang Britania Raya yang diciptakan pada abad ke-19. Bentuk terakhir lambang Kesultanan Utsmaniyah disetujui oleh Sultan Abdul Hamid II pada 17 April 1882. Juga termasuk dua bendera: bendera Anatolia dan eyalet-eyalet Asia lainnya yang mempunyai sebuah bulan sabit dan bintang dengan warna dasar merah dan bendera Rumelia yang mempunyai tiga buah bulan sabit dengan warna dasar hijau.

Sebagian elemen grafik lambang Utsmani seperti bujur di tengahnya serta bulan sabit terbaliknya dan bintang adalah diedit semula di dalam lambang negara Republik Turki yang ada sekarang.

1.     DESAIN

Lambang Utsmaniyah memperlihatkan cartouche yang terhias dan ditandai oleh tughra Sultan Abdul Hamid II. Cartouche juga diapit oleh berbagai elemen termasuk dua bendera: bendera Eyalet Anatolia dan eyalet Asia lainnya dengan bulan sabit dan bintang, kemudian bendera hijau Eyalet Rumelia dihalangi oleh sebuah cornucopia. Dibalik bendera-bendera itu adalah berbagai senjata termasuk tombak. Tidak ada gambar binatang di lambang Utsmaniyah karena mengikuti peraturan Islami untuk tidak menggambar binatang.

Lima medali tergantung di bawah lambang tersebut:

-          Tulisan pertama di dalam bahasa Arab "Abdul Hamid anak Abdul Majid, selalu menang": عبد الحميد بن عبد المجيد مظفر دائماً (Abdul Hamīd bin Abdul Majīd muẓaffar dāʾimā).

-          Tulisan kedua di bulan sabit yang besar dalam Bahasa Turki Utsmaniyah: المستند بالتوفيقات الربانية ملك الدولة العثمانية "el-Müstenidü bi't-Tevfîkâti’r-Rabbâniyye ed-Devletü’l-Aliyyeti’l-Osmâniyye" atau "al-Mustanidu bi't-Tawfiqāti'r-Rabbānīyah ad-Dawlatu'l-Alīyati'l-Utsmāniyah" yang berarti "Negara Utsmaniyah bergantung pada bimbingan dan bantuan Yang Maha Kuasa".

 

2.     SIMBOL

Berikut adalah arti dari simbol-simbol dari lambang Utsmaniyah:

-          Bendera hijau di sebelah kiri: Rumelia Eyalet

-          Bendera merah di sebelah kanan: Elayet Anatolia dan elayet-elayet Asia.

-          Sosok elips di tengah dan sorban di atasnya melambangkan dinasti Utsmani sebagai pemimpin atau khalifah seluruh umat Islam di Dunia.

-          Bunga di sebelah kiri melambangkan Toleransi Utsmaniyah.

-          Keseimbangan timbangan di sebelah kiri melambangkan keadilan Utsmani. Kitab-kitab di sebelah kiri di bawah timbangan adalah Quran dan kitab ahkam, melambangkan negara Islam.

-          Senjata di kiri dan kanan melambangkan Tentara Utsmaniyah.

-          Matahari melambangkan kebesaran negara Ottoman Medali hijau di Matahari dengan stempel sultan (Tughra) di dalamnya melambangkan dinasti Utsmaniyah yang agung.

-          Bulan sabit hijau di bawah stempel sultan (Tughra) melambangkan bahwa negara Utsmaniyah adalah penjaga seluruh umat Islam Dunia.

-          Mendali-mendali yang digantung melambangkan akar Negara Utsmaniyah dan budaya Turki.

 

J.      DAFTAR SULTAN TURKI UTSMANIYYAH

Para sultan Wangsa Utsmaniyah menguasai wilayah kekuasaan transkontinental yang sangat luas mulai dari tahun 1299 hingga 1922. Pada puncak kejayaannya, Kesultanan Utsmaniyah berkuasa mulai dari Hongaria hingga ke bagian utara Somalia di sebelah selatan, dan dari Aljazair di sebelah barat hingga Irak di sebelah timur. Ibu kotanya mula-mula adalah Bursa di Anatolia, kemudian dipindahkan ke Edirne pada tahun 1366 dan ke Konstantinopel atau Istanbul pada tahun 1453 setelah kejatuhan Konstantinopel yang merupakan ibu kota Kekaisaran Romawi Timur. Pada tahun 1617, hukum pergantian keturunan dalam kesultanan ini diubah dari "siapa yang kuat akan menang" menjadi suatu sistem yang didasarkan atas tingkat senioritas agnatik (ekberiyet), yaitu tahta akan diteruskan oleh laki-laki tertua dalam keluarga. Ini menyebabkan sejak abad ke-17 sultan yang meninggal jarang digantikan oleh putranya, tetapi biasanya oleh seorang paman atau saudara laki-laki. Sistem "senioritas agnatik" (agnatic seniority) dipertahankan sampai pembubaran kesultanan, meskipun pada abad ke-19 ada usaha yang gagal untuk mengganti dengan sistem "primogeniture" (keturunan tertua).

1.     STATUS

Kesultanan Utsmaniyah adalah monarki mutlak pada hampir sepanjang sejarahnya. Pemimpin Utsmaniyah berada di puncak hierarki dan berperan sebagai pemimpin politik, militer, kehakiman, sosial, dan keagamaan, dan itu tercermin dalam berbagai gelar yang disandangnya. Secara teori, pemimpin Utsmaniyah hanya bertanggung jawab kepada Allah dan syariat-Nya yang mana dia adalah pelaksana dari syariat tersebut.

Meski pemimpin Utsmaniyah secara teori adalah pemimpin absolut, pada kenyataannya, pengaruhnya terbatas pada beberapa hal. Keputusannya sangat dipengaruhi oleh anggota penting dinasti, para pejabat, pihak militer, dan pemuka agama. Mulai akhir abad keenam belas, sebagian besar kewenangan pemimpin Utsmaniyah dalam pemerintahan mulai dialihkan kepada wazir agung (setara perdana menteri). Para wanita dalam harem istana, biasanya ibu suri (valide sultan) atau permaisuri (haseki sultan) juga menjadi salah satu pihak paling berpengaruh dalam memandu kebijakan pemimpin Utsmaniyah. Pada masa yang disebut sebagai Kesultanan Wanita, para wanita harem bahkan memiliki pengaruh sangat besar dalam pemerintahan dan menjadi penguasa dari balik tirai.

2.     GELAR

Para pemimpin Utsmaniyah menyandang berbagai gelar yang tiap-tiap gelar memiliki makna tersendiri. Beberapa gelar tersebut antara lain 'sultan', 'khan', 'padişah', dan 'khalifah'.

Standard Kesultanan Utsmaniyah

·        SEBAGAI KEPALA NEGARA

Meskipun daftar Sultan Utsmaniyah selalu dimulai dari Osman I yang merupakan bapak dari Wangsa Utsmaniyah, gelar sultan baru secara resmi digunakan pada masa Murad I, cucu Osman, yang berkuasa 1362 sampai 1389. Dua pemimpin Utsmaniyah sebelumnya, Osman dan Orhan, menggunakan gelar bey, gelar Turki yang dapat disejajarkan dengan adipati.

Di Indonesia dan Barat, pemimpin Utsmaniyah lebih dikenal dengan 'sultan'. Sultan adalah gelar pemimpin Islam yang berasal dari bahasa Arab yang bermakna "kewenangan" atau "kekuatan". Gelar ini mulai digunakan pada masa Kekhalifahan Abbasiyah dan perlahan digunakan untuk berbagai pemimpin Muslim berdaulat.Kedudukan gelar sultan lebih tinggi dari 'amir' dan tidak dapat dibandingkan dengan 'malik', gelar bahasa Arab untuk raja. Sejak abad keenam belas, gelar sultan tidak hanya digunakan oleh pemimpin Kesultanan Utsmaniyah, tetapi juga semua anggota Wangsa Utsmaniyah, juga permaisuri dan ibu suri, dengan laki-laki menggunakan gelar sultan di depan namanya, sedangkan wanita di belakang namanya. Misalnya, Şehzade Sultan Mehmed dan Mihrimah Sultan, putra dan putri Sultan Suleiman Al Qanuni. Penggunaan ini menegaskan konsep Utsmani terkait kekuasaan sebagai kewenangan keluarga.

Bersama sultan, para pemimpin Utsmaniyah juga menggunakan gelar khan di belakang namanya (misal, Sultan Suleiman Khan). Khan adalah gelar bagi pemimpin bangsa Turki yang berasal dari Asia Tengah. Salah satu tokoh terkenal yang juga menggunakan gelar ini adalah Jengis Khan. Penggunaan gelar ini menunjukkan keterikatan Utsmaniyah dengan para pendahulu mereka yang berasal dari Asia Tengah.

Gelar yang sering digunakan di kalangan masyarakat Utsmaniyah sendiri untuk merujuk pemimpin mereka adalah padişah (پادشاه, dibaca pa-di-syah)[8] yang berarti 'kaisar'. Hal ini sebagai pernyataan bahwa status Utsmaniyah berada di atas kerajaan sebagaimana status kaisar berada di atas raja. Gelar ini diadopsi dari bahasa Persia dan mulai digunakan pada masa Sultan Mehmed II.

Setelah penaklukan Konstantinopel pada 1453, Sultan Mehmed II juga menyandang gelar Kaysar-i-Rûm atau 'Kaisar Romawi'. Gelar ini menyatakan bahwa para pemimpin Utsmaniyah adalah pewaris dari Kekaisaran Romawi. Sultan Mehmed II juga menyatakan dirinya sebagai pelindung bagi Gereja Ortodoks.

Semua gelar kepala negara ini terus dipegang pemimpin Wangsa Utsmaniyah sampai dibubarkannya Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1922.

·        SEBAGAI PEMIMPIN DUNIA ISLAM

Pemimpin Utsmaniyah juga menyandang gelar khalifah yang merupakan gelar bagi pemimpin dunia Islam. Gelar ini mulai diklaim oleh Murad I, meski pada saat itu Wangsa Abbasiyah yang berada dalam perlindungan Kesultanan Mamluk Mesir masih menyandang gelar khalifah secara resmi. Setelah penaklukan Kesultanan Mamluk oleh Utsmaniyah pada tahun 1517 di masa Sultan Selim I, Wangsa Abbasiyah menyerahkan gelar khalifah kepada pemimpin Utsmaniyah. Dengan ini, pemimpin Utsmaniyah secara simbolis berperan sebagai pemimpin dunia Islam, meski bukan pemimpin dalam artian kepala negara seluruh dunia Islam karena semua negara Islam memiliki pemimpin berdaulatnya sendiri.

Pada keberjalanannya, gelar khalifah tidak digunakan oleh pemimpin Utsmaniyah hampir selama dua abad sampai Utsmaniyah kalah perang dengan Kekaisaran Rusia yang saat itu dipimpin oleh Maharani Yekaterina II. Dalam Perjanjian Küçük Kaynarca (1774) antara Utsmaniyah dengan Rusia, pemimpin Utsmaniyah kemudian menggunakan statusnya sebagai khalifah (bukan sebagai sultan) untuk menegaskan kepemimpinan relijiusnya atas umat Muslim di Rusia. Ini adalah pertama kalinya di masa Utsmaniyah, gelar khalifah digunakan di luar batas Kesultanan Utsmaniyah dan diakui oleh pihak Eropa. Gelar ini lebih sering digunakan dan lebih nyata pengaruhnya pada masa Sultan Abdul Hamid II yang berusaha menyatukan dunia Islam untuk melawan pengaruh Barat yang semakin menguat. Dengan statusnya sebagai khalifah, Abdul Hamid II meminta pihak Kesultanan Sulu untuk tunduk dengan kekuasaan Amerika demi menghindari konflik yang lebih besar antara Barat dan Islam. Kerjasama yang tercipta antara angkatan bersenjata Amerika dan Kesultanan Sulu tidak lain adalah bujukan Khalifah Utsmaniyah kepada pihak Kesultanan Sulu.

Setelah Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan pada 1922, pemimpin Wangsa Utsmaniyah masih mempertahankan gelar khalifahnya selama dua tahun sampai kemudian lembaga kekhalifahan juga dibubarkan pada 1924. Dengan ini, Wangsa Utsmaniyah adalah keluarga besar terakhir yang menyandang gelar khalifah.

3.     DAFTAR SULTAN

·        OSMAN I

Osman I

 

Sultan Osman I

Ghazi/Bey

Uch Bey di Kesultanan Rum

Menjabat : 1280 – 1299

Pendahulu : Ertuğrul

Penerus : Posisi dihapuskan

Sultan Utsmaniyah Ke-1


Berkuasa : 1299 – 1323/4

Pendahulu : Posisi didirikan

Penerus : Orhan

Kelahiran :mungkin ca. 1254/5

Kesultanan : Rum

Kematian : 1323/4 (umur 68–70) Bursa, Turki Beylik Utsmaniyah

Pemakaman : Makam Osman Gazi, Osmangazi, Bursa, Turki

Wangsa : Utsmaniyah

Nama lengkap

Osman bin Ertuğrul bin Sulaiman

عثمان بن ارطغرل بن گندز الپ

atau

Osman bin Ertuğrul bin Suleyman Shah

عثمان بن ارطغرل بن سلیمان شاہ

 

Ayah : Ertuğrul

Ibu : Halime

Pasangan : Malhun Hatun & Rabia Bala Hatun

Anak     

1. Alaeddin Pasha

2. Orhan

3. Çoban Bey

4. Melik Bey

5. Hamid Bey

6. Pazarlu Bey

Bahasa Turki Utsmaniyah : عثمان غازى‎

Turki : Osman Ghazi

Agama : Islam

Osman I atau Osman Ghazi (bahasa Turki Utsmaniyah: عثمان غازى, Osmān Ġāzī; meninggal 1323/4[6]) adalah bapak dari Wangsa Utsmaniyah dan merupakan pemimpin pertama dari Negara Utsmaniyah, yang di masanya masih berupa kadipaten kecil. Ia mewarisi jabatan ayahnya sebagai adipati (bey) di bawah Kesultanan Seljuk. Saat kesultanan tersebut mengalami gonjang-ganjing, Osman memerdekakan diri dan memerintah kadipaten berdaulat itu sampai akhir hayatnya pada 1323 atau 1324. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai nama dinasti dan negaranya (nama dinasti dan negara tersebut dieja menjadi 'Utsmani' atau 'Utsmaniyah' dalam bahasa Arab dan Indonesia dan menjadi 'Ottoman' dalam ejaan barat).

Dikarenakan kelangkaan sumber sejarah di masanya, sangat sedikit informasi faktual yang diketahui tentangnya. Tidak ada satupun sumber tertulis dari masa Osman yang tersisa. Pencatatan tentang sejarah Osman baru ditulis pada abad kelima belas masehi, atau lebih dari seabad setelah mangkatnya. Dikarenakan masalah tersebut, adalah sebuah tantangan besar bagi para sejarawan untuk memisahkan antara fakta dan mitos yang berkaitan tentangnya.

a.      NAMA DAN GELAR

Beberapa ahli menyatakan bahwa nama asli dari Osman adalah nama asli Turki, kemungkinan Atman atau Ataman, yang kemudian diubah menjadi Osman yang merupakan nama bahasa Arab. Sumber awal Romawi Timur mengeja namanya dengan Ατουμάν (Atouman) or Ατμάν (Atman), sedangkan sumber Yunani secara teratur menggunakan θ, τθ, atau τσ bila merujuk Utsmān (ejaan Arab) atau ʿOsmān (ejaan Turki). Sumber awal Arab juga menyebut namanya menggunakan huruf ط dan bukannya ث. Osman mungkin kemudian mengambil nama Arab-Muslim yang dipandang lebih berkelas di kemudian hari.

Meski daftar Sultan Utsmaniyah selalu menempatkan Osman berada dalam urutan pertama, gelar sultan baru resmi digunakan pada tahun 1383 pada masa kekuasaan cucunya, Murad I. Osman masih mempertahankan gelar lamanya, bey, dapat disepadankan dengan adipati atau kepala suku dalam konteks ini, gelar yang dia sandang saat masih menjadi bawahan Kesultanan Seljuk Rum.

b.     KEHIDUPAN AWAL


Penaklukan nyata yang dilakukan Osman setelah runtuhnya Kesultanan Seljuk adalah pendudukan atas benteng Eskişehir dan Karacahisar. Kemudian Osman juga menguasai kota penting di wilayah tersebut, Yenişehir, yang kemudian digunakan menjadi ibu kota negaranya.

Setelah kemenangannya melawan pihak Romawi Timur pada Pertempuran Bapheus, Osman memulai untuk mengatur pasukannya di dekat wilayah kekuasaan Romawi Timur. Pengaruh Osman yang semakin menguat membuat masyarakat Romawi Timur secara bertahap keluar menuju seberang Anatolia. Para pemimpin Romawi Timur berusaha untuk menahan Osman, tapi persiapan mereka sangat buruk dan tidak efektif. Di sisi lain, Osman menghabiskan sisa masa kekuasaannya untuk meluaskan wilayahnya melalui dua arah, yakni sebelah utara sepanjang Sungai Sarkaya dan barat daya menuju Laut Marmara, dan dia berhasil pada 1308. Pada tahun yang sama, para pengikutnya turut serta dalam penaklukan salah satu kota Romawi, Ephesus, dan menduduki kota tepi pantai terakhir milik Romawi, meskipun kota itu menjadi bagian dari wilayah kekuasaan Amir Aydin.

Perang Osman terakhir adalah menduduki Bursa. Meskipun Osman tidak secara langsung terjun ke medan laga, keberhasilan menduduki Bursa membuktikan betapa pentingnya kedudukan kota tersebut sebagai pijakan untuk melawan Romawi Timur di Konstantinopel. Bursa kemudian dijadikan ibu kota pada masa kekuasaan putra dan penerus Osman, Orhan.

e.      KELUARGA

Berdasar penulis Utsmaniyah abad kelima belas, Osman termasuk keturunan suku Kayı yang merupakan cabang Oghuz Turk dan ini menjadi silsilah resmi Utsmaniyah.[21] Meskipun begitu, permasalahan ini tidak pernah muncul di awal silsilah Utsmaniyah.

1)      ORANG TUA

Ayah Osman adalah Ertuĝrul, kepala suku Kayı, suku bangsa Oghuz Turk. Ibunya adalah Halime Hatun, putri dari Mes'ud II, Sultan Romawi (Rum) Seljuk yang berkuasa pada tahun 1284–1296 dan 1303-1307.

2)      PERNIKAHAN

Osman menikah dengan putri dari Syaikh Edebali. Selain itu, dalam beberapa sumber yang lain menyatakan, selain dengan putri Syaikh Edebali, ia menikah dengan Malhun Hatun putri Umur Bey salah satu kepala suku turki. secara pasti bisa disebut, istri Osman adalah:

i.            Rabia Bala Mal adalah putri dari Sayyakh Adibali

ii.            Malhun adalah putri Urmu Bey

 

-          PUTRA

i.            Alaeddin Bey, wazir agung Utsmaniyah pertama

ii.            Orhan Bey, pemimpin Utsmaniyah kedua

iii.            Çoban Bey

iv.            Melik Bey

v.            Hamid Bey

vi.            Pazarli Bey

vii.            Savci Bey. Savci memiliki putra, Suleyman, yang menikah dengan putri Orhan, Hatice

 

-          PUTRI

i.            Fatma Hatun

 

·        ORHAN I

Orhan Ghazi

اورخان غازی

 

Sultan Orhan I

Ghazi/Bey

Sultan (Adipati) Utsmaniyah Ke-2


Berkuasa : 1323/4 ‒ Maret 1362

Pendahulu : Osman I

Penerus : Murad I

Kelahiran : 1281, Söğüt

Kematian : Maret 1362 (umur 80–81), Bursa

Pemakaman : Orhan Ghazi Türbe, Gümüşlü Kümbet, Bursa

Wangsa : Utsmaniyah

Ayah : Osman I, pemimpin Utsmaniyah

Ibu : Malhun Hatun

Pasangan :

1. Nilüfer Hatun

2. Asporça Hatun

3. Theodora Kantakouzene Hatun

4. Eftandise Hatun

Agama  Sunni Islam

Tughra :


Orhan Ghazi (bahasa Turki Utsmaniyah: اورخان غازی, Orhan Ghazi; mangkat pada Maret 1362) adalah penguasa Negara Utsmaniyah kedua yang berkuasa pada 1323/4 sampai 1362. Pada masa awal pemerintahannya, putra dari Osman I ini memusatkan perhatiannya pada penaklukan barat laut wilayah Anatolia yang berada dalam kendali Kekaisaran Romawi Timur. Orhan berhasil memenangkan beberapa pertempuran yang terjadi antara pihaknya dan Romawi, juga mengambil alih kepemimpinan beberapa kota. Hal ini masih ditambah dengan perang saudara di dalam Kekaisaran Romawi Timur sendiri, juga Ioannes V Palaiologos yang menjadi Kaisar Romawi Timur saat masih sangat belia (sembilan tahun), menjadikan pihak Romawi Timur semakin sulit saat berhadapan dengan Orhan.

Pada masa pemerintahannya, Orhan merombak struktur pemerintahan, memodernisasi militer, dan memperkenalkan mata uang baru.

a.      AWAL KEHIDUPAN

Orhan lahir di Söğüt sekitar tahun 1281. Tidak diketahui secara pasti awal kehidupan Orhan, tetapi Orhan tumbuh sangat dekat dengan ayahnya, Osman.

Osman mangkat antara tahun 1323 dan 1324 dan Orhan mewarisi tampuk kepemimpinan negara.Sesuai tradisi bangsa Turki, dia mengusulkan kepada saudaranya, Alaeddin, bahwa mereka harus berbagi kekuasaan. Namun tawaran itu tidak diterima Alaeddin, dan pada akhirnya Alaeddin menjadi wazir (menteri) pada masa pemerintahan Orhan.

b.     PEMERINTAHAN

Kecakapan Aleddin membuat Orhan kerap meminta nasihat padanya terkait masalah pemerintahan. Atas saran Alaeddin, Utsmani mulai menanggalkan segala tindakan yang dilakukan saat mereka masih berada di bawah Kesultanan Seljuk. Utsmani tidak lagi mengukir nama pemimpin Seljuk di koin dan berhenti mengucapkan doa atas mereka di mimbar-mimbar. Sebagian menyatakan bahwa perubahan ini telah dilakukan oleh Osman, tetapi sebagian besar penulis oriental menyatakan bahwa semua tindakan itu dinisbatkan kepada Alaeddin.Alaeddin juga yang mengusulkan untuk penetapan seragam para pejabat dan membuat angkatan bersenjata tetap dengan upah rutinan. Pada masa itu, sebuah pasukan biasanya terdiri dari para sukarelawan yang baru menjadi tentara saat akan terjadi perang.

1)      PERLUASAN WILAYAH



Di masanya, Orhan mulai melakukan perluasan wilayah dengan menyerang kawasan barat laut Anatolia yang dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Pertama, Mudanya berhasil ditaklukan pada 1321. Orhan kemudian mengirim pasukan di bawah Konur Alp ke pantai barat Laut Hitam, pasukan lain di bawah pimpinan Aqueda menuju Kocaeli, dan pasukan lain untuk menduduki pantai tenggara Laut Marmara. Kemudian dia mengambil alih kepemimpinan Bursa hanya dengan jalur diplomatik. Komandan Romawi pelabuhan Bursa, Evronos, menjadi pemimpin pasukan berkuda Utsmaniyah dan bahkan putra dan cucunya juga bekerja di bawah Utsmaniyah dalam menaklukan berbagai daerah di Balkan.

Andronikos III, Kaisar Romawi Timur, mengumpulkan tentara bayaran untuk menghadapi pasukan Orhan. Kedua pasukan bertemu di Pertempuran Pelekanon (1329) dengan kemenangan berada di pihak Utsmani.

Kota Nicaea takluk pada tahun 1331 setelah pengepungan tiga tahun.Kota Nikomedia juga berhasil direbut pihak Utsmani pada 1337. Dengan dikuasainya Üsküdar pada 1338, wilayah paling barat laut Anatolia berada di bawah kendali Utsmani.

Pada tahun 1345, terjadi perang saudara di Kadipaten Karesi, salah satu kadipaten bangsa Turki di Anatolia saat itu, antara dua orang putra penguasa Karesi lama yang telah meninggaluntuk memperebutkan kursi kepemimpinan kadipaten tersebut sepeninggal ayah mereka. Orhan kemudian masuk ke tengah pertikaian tersebut, menghukum mati salah satu dari dua bersaudara itu dan menahan yang lain. Dengan demikian, wilayah Karesi menjadi wilayah kekuasaan Utsmani.

Dalam dua puluh tahun masa damai setelah penaklukan Karesi, Orhan memusatkan perhatiannya terhadap penataan lembaga sipil dan bersenjata yang telah diperkenalkan Alaeddin untuk menjaga kekuatan internal Utsmani. Orhan juga mewakafkan dan membangun masjid dan madrasah, juga berbagai bangunan umum. Selain itu, Orhan juga membangun hubungan pertemanan dengan Kaisar Andronikos III dan beberapa penerusnya.

Di sisi lain, perang saudara di dalam Kekaisaran Romawi Timur (1341-1347) menguras sumber daya kekaisaran. Para pasukan dari kadipaten-kadipaten Turki kerap dipanggil untuk membantu mereka di Eropa. Kaisar Ioannes VI Kantakouzenos mengakui Utsmani sebagai kadipaten terkuat di antara kadipaten Turki yang lain dan berusaha menggunakan kekuatan mereka secara permanen untuk kepentingannya. Demi meraih tujuan itu, Sang Kaisar menikahkan putrinya dengan Orhan, meski terdapat perbedaan agama dan usia di antara mereka. Pernikahan mereka dilangsungkan dengan megah di Selymbria sebagaimana dijelaskan oleh para penulis Romawi.

2)      Kemunduran Romawi Timur

Pada masa kekuasaan Orhan, Kekaisaran Romawi Timur mengalami penurunan dan menjadi begitu lemah sehingga wilayah laut di sekitarnya dijadikan ajang perebutan Republik Genova dan Republik Venesia. Pada 1352, persaingan dagang di antara kedua negara menyeret kepada peperangan. Genova, berusaha mengusir Venesia yang berusaha menghancurkan kapal mereka di Tanduk Emas, membombardir Konstantinopel dan memaksa Romawi Timur untuk bersekutu dengan Venesia. Pertempuran laut terjadi di antara kedua belah pihak dan Genova keluar sebagai pemenang. Orhan menentang pihak Venesia karena armada dan bajak lautnya mengganggu wilayah pesisir pantainya. Orhan mengirim pasukan pelengkap melintasi selat ke Galata dan bekerja sama dengan pihak Genova.

Di tengah tekanan dan kekacauan yang dialami pihak Romawi, putra sulung Orhan, Suleyman, menduduki Kastil Tzympe yang menjadikan pijakan permanen Utsmani di sisi Eropa selat Dardanella. Suleyman menolak suap yang diberikannya dari Kaisar Ioannes VI untuk mengosongkan kastil dan kota yang dikuasainya. Sang Kaisar meminta bertemu secara pribadi dengan Orhan untuk membicarakan masalah ini, tetapi keinginan ini ditolak atau tidak terlaksana lantaran usia Orhan dan kesehatannya yang memburuk. Persengketaan perebutan takhta di Romawi Timur juga masih terus berlanjut dan Orhan berpihak kepada mereka yang dirasa memberi keuntungan pada Utsmani.

c.      TAHUN-TAHUN TERAKHIR

Orhan adalah salah satu pemimpin Utsmani yang memiliki usia terpanjang dan masa kekuasaan terlama. Pada 1357, putra tertua Orhan, Suleyman, meninggal setelah jatuh dari kuda. Dikatakan bahwa Orhan sangat terpukul dengan kematian putranya. Pada tahun-tahun terakhirnya, dia hidup menyendiri di Bursa dan menyerahkan sebagian besar kendali negara kepada putranya, Murad.

Makam Orhan di Bursa

Orhan meninggal tahun 1362 pada usia delapan puluhan tahun setelah berkuasa selama tiga puluh enam tahun. Sepeninggalnya, putranya, Murad I, mewarisi kedudukannya sebagai pemimpin Utsmani.

d.      KELUARGA

1)      ORANG TUA

Ayahnya adalah Osman Bey, bapak dari Wangsa Utsmani dan pemimpin pertama dari Negara Utsmaniyah.

Ibunya adalah Malhun Hatun dan terdapat perbedaan pendapat mengenai asal usulnya. Sebagian menyatakan bahwa Malhun adalah anak perempuan Syaikh Edebali, dan sebagian lain menyatakan bahwa dia adalah anak perempuan Ömer Bey yang kemungkinan adalah bangsawan di Anatolia. Sebagian lain menyatakan bahwa Malhun adalah anak perempuan dari Ömer Abdülaziz Bey, salah satu wazir (menteri) pada masa Kesultanan Seljuk

2)      PASANGAN

         i.            Nilüfer Hatun (meninggal sekitar 1383). Mereka menikah pada 1299. Dia juga dikenal dengan nama Bayalun, Beylun, Beyalun, Bilun, Suyun, Suylun. Sebagian pendapat menyatakan bahwa nama aslinya adalah Holofira dan merupakan anak dari penguasa Bilecik yang merupakan bawahan Romawi. Sebagian menyatakan bahwa dia adalah seorang putri Romawi bernama Helen. Dia masuk Islam dan diberi nama baru, Nilüfer. Anaknya, Murad, kemudian menjadi pemimpin Utsmani sepeninggal Orhan dan Nilüfer berperan sebagai ibu suri pada masa kekuasaan anaknya. Setelah Nilüfer meninggal, Murad membangun Nilüfer Hatun Imareti (Dapur Umum Nyonya Nilüfer) pada 1388 untuk menghormati almarhumah.

       ii.            Asporça Hatun (sekitar 1300 - sekitar 1362). Mereka menikah pada 1316. Terdapat perbedaan pendapat mengenai asal-usulnya. Kemungkinan dia adalah anak perempuan Andronikos II Palaiologos, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada 1282 sampai 1328. Dia juga masuk Islam sebagaimana Nilüfer. Ayah mertuanya, Osman I, memberikan kepadanya beberapa desa, yang kemudian dia berikan kepada keturunannya pada 1323, dengan putranya sebagai pelaksananya.

     iii.            Theodora Kantakouzene Hatun (sekitar 1322 - setelah 1381), putri Ioannes VI, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada 1347 sampai 1354. Mereka menikah pada 1346. Sejarawan Nikephoros Gregoras secara keliru menyebutnya "Maria" dalam satu bagian tulisannya. Theodora tetap menjadi pemeluk Ortodoks setelah menikah dengan Orhan dan menjadi pendukung umat Kristen di wilayah kekuasaan suaminya. Setelah Orhan mangkat, Theodora kembali ke Konstantinopel dan tinggal bersama saudarinya, Permaisuri Helena Kantakouzene, istri Kaisar Ioannes V. Dia terakhir kali diketahui dipenjara di Galata pada masa kekuasaan Kaisar Andronikos IV pada 1379 – 1381.

     iv.            Eftandise Hatun, putri Mahmud Gündüz Alp, paman Orhan. Pernikahan ini sangat mungkin dilangsungkan untuk mengikat kesetiaan Mahmud Gündüz pada Osman.

Pada 1351, terdapat perundingan antara Orhan dan Tsar Stefan Uroš IV terkait kemungkinan persekutuan di antara mereka. Pernikahan juga direncanakan antara anak perempuan Stefan Uroš IV, Theodora, dengan Orhan atau salah satu anaknya. Namun, duta Serbia kemudian diserang oleh Despot Epirus, Nikephoros II Orsini, dan persekutuan itu tidak terlaksana, sehingga Serbia dan Utsmani tetap saling bermusuhan.

3)      PUTRA

         i.            Suleyman (sek. 1316 – 1357) – putra dari Nilüfer. Putra tertua Orhan. Suleyman memiliki peran besar dalam perluasan wilayah Utsmani sampai Trakia pada sekitar 1350. Meninggal setelah jatuh dari kuda. Memiliki lima anak, tiga laki-laki dan dua perempuan:

       ii.            Malik-i-Nasir – putra. Gubernur Ankara

     iii.            Ismail – putra

     iv.            Ishaq – putra

       v.            Effendizadi – putri

     vi.            Sultan – putri

    vii.            Ibrahim (1316 – 1362) – putra dari Asporça. Gubernur Eskişehir. Dihukum mati oleh saudara tirinya, Murad.

  viii.            Sultan (1324–1362)

      ix.            Murad (1326 – 15 Juni 1389) – putra dari Nilüfer. Menjadi penguasa Utsmani ketiga sepeninggal Orhan.

       x.            Kasım (meninggal 1346) – putra dari Nilüfer.

      xi.            Halil (1347–1362) – putra dari Theodora Kantakouzene. Saat masih kecil, Halil ditangkap oleh bajak laut Genova dan diselamatkan oleh Ioannes V Palaiologos, Kaisar Romawi Timur. Halil kemudian menikah dengan sepupunya, Irene Palaiologina, anak dari Kaisar Ioannes V dengan Permaisuri Helena Kantakouzene. Dihukum mati oleh Murad lantaran hendak merebut takhta. Memiliki dua putra:

-          Gündüz

-          Ömer

 

4)      PUTRI

         i.            Hatice. Menikah dengan sepupunya, Süleyman. Süleyman adalah putra Savji, putra Osman I dan saudara Orhan

       ii.            Fatma – putri dari Asporça

     iii.            Selcuk – putri dari Asporça


·        Murad I

Murad I

مراد اول

 

Hüdavendigâr

Sultan Utsmaniyah Ke-3


Berkuasa : Maret 1362 – 14 Juni 1389

Pendahulu : Orhan

Penerus : Bayezid I

Kelahiran : 29 Juni 1326, Amasya, Turki modern

Kematian : 15 Juni 1389 (umur 62), Kosovo

Pemakaman : dimakamkan di Tomb of Sultan Murad, Kosovo Field, in present-day Prishtina District, Kosovo Other remains buried at Sultan Murad Türbe, Osmangazi, Bursa

Wangsa : Utsmaniyah

Tughra :



Murad I (bahasa Turki: I. Murat, bahasa Turki Utsmaniyah: مراد اول; 29 Juni 1326 – 15 Juni 1389) adalah pemimpin Utsmani ketiga dan berkuasa sepeninggal ayahnya antara tahun 1361 hingga 1389. Ia adalah putra Orhan dan Nilüfer Hatun. Murad I dijuluki Hüdavendigâr, yang berasal dari bahasa Persia: Khodāvandgār (خداوندگار), yang berarti "yang disayangi Tuhan".

Murad I dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani, dermawan, dan agamais. Ia demikian kokoh memegang semua aturan dan sangat mencintainya. Selalu berlaku adil pada rakyat dan tentaranya, mencintai jihad dan membangun masjid, sekolah, dan tempat berlindung.

a.      PEMINDAHAN IBU KOTA

Murad I mampu memperluas wilayahnya di Asia Kecil dan Eropa pada saat yang sama. Di Eropa, tentara Utsmani menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur. Pada tahun 1365, dia mampu menguasai Hadrianopolis (Ἁδριανούπολις), sebuah kota yang sangat stategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua di Kekaisaran Romawi Timur. Murad I menjadikan kota ini sebagai ibu kota pemerintahannya mulai tahun 1363, menggantikan Bursa, dan mengubah nama ibu kota baru tersebut dengan nama Edirne. Pemindahan ini secara resmi menggeser pusat kekuasaan Utsmani ke daratan Eropa.

Di tempat baru tersebut, Murad I menghimpun semua elemen yang akan menjadi cikal-bakal negara lengkap dengan prinsip-prinsip dasar sebuah pemerintahan. Terbentuklah serikat-serikat pegawai, divisi-divisi pasukan tempur, lembaga-lembaga yang terdiri dari praktisi hukum dan pemuka agama. Juga dilengkapi dengan lembaga kehakiman, madrasah, dan akademi-akademi militer untuk membangun paramiliter.

b.      PERTEMPURAN MARITSA

Murad terus melakukan perluasan wilayah Utsmani di daratan Eropa. Sementara itu pasukannya terus bergerak menuju Makedonia. Sebagai reaksi dari kebijakan Murad, maka dibentuklah persekutuan Salib Balkan yang diberkahi oleh Paus Urbanus V. Persekutuan ini terdiri dari tentara Serbia, Bulgaria, Hongaria, dan Wallachia. Semua negara sekutu ini mampu menghimpun pasukan sebanyak 60.000 untuk menghadang pasukan Utsmani yang dikomandani oleh Lala Şahin Pasya, dengan pasukan yang lebih sedikit jumlahnya dari pasukan koalisi ini. Mereka disambut di sebuah tempat bernama Chernomen (kini Ormenio, Yunani), sebuah tempat dekat sungai Maritsa. Di tempat inilah terjadi pertempuran sengit dengan kekalahan di pihak koalisi Eropa. Dua pemimpin asal Serbia, Vukašin Mrnjavčević dan Jovan Uglješa Mrnjavčević, melarikan diri, namun keduanya tenggelam di dasar Sungai Maritsa. Sedangkan Raja Hongaria berhasil selamat dari kematian. Adapun Murad sendiri saat itu sedang sibuk berperang di Asia Kecil dan mengambil alih kepemimpinan beberapa kota. Setelah itu dia kembali ke ibu kota untuk mengatur kembali wilayah-wilayah yang ditaklukkan.

c.       PERTEMPURAN KOSOVO

Pangeran Lazar Hrebeljanović

Sultan Murad I sendiri selalu memantau semua yang terjadi di Balkan, melalui para komandan perangnya yang ternyata membuat Serbia jengah. Mereka berkali-kali mengambil kesempatan ketidakhadiran Sultan di Eropa untuk menggempur pasukan Utsmani di Balkan dan wilayah sekitarnya. Namun mereka selalu gagal dan tidak pernah mendapat kemenangan berarti. Oleh karena itulah pasukan Serbia, Bosnia, dan Bulgaria bersekutu dan segera menyiapkan tentara Salib Eropa dalam jumlah yang demikian banyak untuk memerangi Utsmani – kali ini dengan persiapan yang matang dan kuat – menyerbu wilayah Kosovo di Balkan. Ada sebuah peristiwa menarik saat itu. Seorang menteri Murad yang saat itu datang dengan membawa Al-Qur'an, tanpa sengaja membuka mushafnya dan pandangannya jatuh tepat pada Surah Al-Anfal ayat 65:

 

“              Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu daripada orang kafir, disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti.          ”

 

Seluruh yang hadir merasakan kemenangan akan segera tiba dan kaum muslimin bersuka cita dengannya.

Kedua belah pasukan bertemu di Kosovo dan pertempuran terjadi pada Juni 1389. Murad memimpin pasukan Utsmani dengan kedua putranya, Bayezid dan Ya'qub masing-masing di sisi kanan dan kirinya. Sedangkan pasukan Serbia dipimpin oleh Lazar Hrebeljanović. Terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah kedua belah pasukan. Menurut Sedlar, pasukan Kristen berjumlah antara 12.000 sampai 20.000 orang, sementara pasukan Utsmani berjumlah 27.000 sampai 30.000 orang. Menurut John K. Cox, pasukan Utsmani berjumlah sekitar 30.000 sampai 40.000 orang berhadapan dengan pasukan Kristen Ortodoks berjumlah sekitar 15.000 sampai 25.000. Cowley juga sependapat dengan Cox terkait jumlah pasukan Utsmani, tetapi dia berpendapat bahwa pasukan Kristen berjumlah antara 25.000 sampai 30.000 orang. Kedua belah pasukan mengalami pukulan berat dalam pertempuran ini. Meskipun Serbia kalah dalam pertempuran ini, pihak Utsmani juga mengalami kerugian besar sehingga mereka menunda perluasan wilayahnya.

d.      WAFAT

Wilayah Utsmani pada masa Murad I

Terdapat perbedaan pendapat mengenai wafatnya Murad. Sumber kontemporer utamanya menyatakan bahwa Pangeran Lazar dan Murad kehilangan nyawanya saat pertempuran. Satu sumber Barat menyatakan bahwa Murad dibunuh saat pertempuran oleh bangsawan Serbia, Miloš Obilić, dengan sebilah pisau. Sumber Utsmani menyatakan bahwa saat Murad tanpa pengawalan, seorang pasukan musuh yang bersembunyi di antara para jasad perang tiba-tiba muncul dan menusuk Murad dengan belati. Sebagian sumber menyatakan bahwa seorang bangsawan Serbia bernama Miloš Ban berpura-pura ingin masuk Islam dan ingin mencium tangan Murad. Miloš kemudian membunuh Murad dengan belati yang disembunyikan di mantelnya. Tradisi Yunani menyebut pembunuh Murad dengan Miloes. Miloes berpura-pura berada di pihak Utsmani, kemudian membunuh Murad dengan tombak.

Murad I telah mewariskan sebuah kekuasaan yang demikian besar dari ayahandanya. Luasnya mencapai 95.000 km2. Artinya, selama kekuasaannya yang berlangsung selama 29 tahun, dia telah berhasil memperluas 5 kali lipat peninggalan ayahandanya, Orhan. Meski daftar Sultan Utsmaniyah selalu dimulai dari Osman I, Murad adalah pemimpin Utsmani pertama yang secara resmi menyandang gelar sultan, yakni pada tahun 1383.

Makam Murad

e.      KELUARGA

1)      Orang Tua

Ayah dari Sultan Murad I adalah Orhan Bey, penguasa Negara Utsmani kedua. Saat berada pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya, Orhan cenderung hidup mengasingkan diri dan sebagian besar kendali negara diserahkan kepada Murad.

Ibu Murad adalah Nilüfer Hatun. Dia juga dikenal dengan nama Bayalun, Beylun, Beyalun, Bilun, Suyun, Suylun. Sebagian pendapat menyatakan bahwa nama aslinya adalah Holofira dan merupakan anak dari penguasa Bilecik yang merupakan bawahan Romawi. Sebagian menyatakan bahwa dia adalah seorang putri Romawi bernama Helen. Dia masuk Islam dan diberi nama baru, Nilüfer. Nilüfer menjadi ibu suri saat Murad naik takhta. Setelah Nilüfer meninggal, Murad membangun "Nilüfer Hatun Imareti" (Dapur Umum Nyonya Nilüfer) pada 1388 untuk menghormati almarhumah.

2)      Pasangan

         i.            Gülçiçek. Menurut tradisi, Gülçiçek awalnya istri dari Aclan Bey, salah satu pangeran dari Kadipaten Karesi. Setelah kadipaten ini ditaklukan oleh Utsmani pada masa Orhan, Gülçiçek dibawa di istana Utsmani. Beberapa upaya dilakukan untuk menikahkan Gülçiçek dengan beberapa laki-laki, tetapi dia menolak semua nama-nama yang diajukannya sampai Murad yang mengajukan dirinya sendiri. Mereka menikah pada 1359. Gülçiçek membangun masjid dan makam di Bursa yang kemudian menjadi tempatnya dikebumikan.

       ii.            Paşa Melek, anak perempuan Kızıl Murad Bey

     iii.            Kera Tamara, anak perempuan Ivan Aleksandǎr, Tsar Bulgaria. Tamara yang terkenal akan kecantikannya menjadikan Murad berniat mempersuntingnya, juga sekaligus untuk menjalin perdamaian di antara Utsmani dan Bulgaria. Saudara Tamara, Tsar Ivan Shishman, awalnya menolak. Namun, karena tidak bisa menghentikan pergerakan Utsmani, Ivan pada akhirnya membawa Tamar di ibu kota Utsmani. Tamara masih tetap menjadi pemeluk Ortodoks setelah menjadi istri Murad. Dia meninggal dan dimakamkan di Bursa bersama anggota keluarga Utsmani yang lain.

 

3)      Putra

         i.            Gündüz

       ii.            Savci. Dia dan Andronikus bersekutu melawan ayah mereka masing-masing, Sultan Murad dan Kaisar Ioannes V. Savci dihukum mati oleh Murad, sedangkan Andronikus yang menyerah kepada ayahnya dipenjara dan dibuat buta atas desakan Murad

     iii.            Bayezid – putra dari Gülçiçek. Menjadi Sultan Utsmaniyah sepeninggal Murad.

     iv.            Yahşi – putra dari Gülçiçek

       v.            Ya'qub. Syahid dalam peperangan di Tarnovgrad (ibu kota Bulgaria). Dibunuh oleh Frado Similovic (Jenderal Besar Kekaisaran Bulgaria).

     vi.            Ibrahim

 

4)      Putri

         i.            Nefise. Menikah dengan Alaattin Ali, Adipati Karaman. Karaman sendiri adalah kadipaten Turki yang menjadi pesaing Utsmani. Anak laki-laki Nefise, Mehmed II, menjadi Adipati Karaman sepeninggal Alaattin.

·        Bayezid I

Bayezid I

بايزيد اول

 

Bayezid I

Sultan Utsmaniyah Ke-4


Berkuasa : 16 Juni 1389 ‒ 20 Juli 1402

Pendahulu          Murad I

Penerus : Masa kekosongan (1402 – 1413) Mehmed I

Kelahiran : ca.1354

Kematian : 8 Maret 1403

Pemakaman : Bursa, Turki

Wangsa : Utsmaniyah

Ayah : Murad I

Ibu : Gülçiçek Hatun

Pasangan :

1. Devlet Hatun

2. Devletşah Hatun

3. Hafsa Hatun

4. Despina (Olivera) Hatun

5. Maria Hatun

Agama  Sunni Islam

Tughra :

Bayezid I (bahasa Turki Utsmaniyah: بايزيد اول, bahasa Turki: II. Beyazıt; Edirne, 1360 - Akşehir, 8 Maret 1403) adalah Sultan Utsmaniyah yang berkuasa antara tahun 1389-1402. Ia adalah putra Murad I dan Gülçiçek Hatun.

Bayezid dikenal sebagai sosok yang sangat pemberani, cerdas, murah hati, dan demikian ambisi untuk melakukan perluasan wilayah Utsmani. Oleh karena itulah dia menaruh perhatian besar pada masalah kemiliteran dan berencana menaklukkan negara-negara Kristen di Anatolia. Hanya dalam jangka waktu setahun, negara-negara itu telah berada di bawah kekuasaan pemerintahan Utsmani. Dalam geraknya Bayezid I digambarkan laksana kilat di antara dua front Balkan dan Anatolia. Oleh karena itu, dia diberi gelar "Sang Kilat" (bahasa Turki: Yıldırım). Dia juga menghimpun satu dari pasukan terbesar dan terbanyak pada masa itu guna melakukan pengepungan terhadap Konstantinopel, meski misi tersebut pada akhirnya tidak berhasil.

Secara de facto, masa kekuasaan Bayezid berakhir saat kekalahannya pada Pertempuran Ankara dari Timur Lenk yang menyebabkan penawanan dirinya dan berujung pada mangkatnya pada Maret 1403. Sepeninggalnya, Utsmani memasuki masa kekosongan karena anak-anaknya saling berperang menjadi penguasa tunggal negara.

a.      KEBIJAKAN TERHADAP SERBIA

Pertama kali yang ia lakukan sejak memangku jabatan sultan adalah segera melakukan hubungan bilateral dengan Kekaisaran Serbia. Padahal pihak Serbia dahulu merupakan pendukung utama terjadinya koalisi pasukan Salib Balkan melawan pemerintahan Utsmani. Bayezid bermaksud dengan dibangunnya hubungan bilateral ini, Serbia menjadi tameng antara kekuasaan Utsmani dengan Kerajaan Hongaria. Dia berkepentingan untuk membentuk aliansi militer yang bebas dan aktif. Tujuannya adalah menaklukkan negara-negara Seljuk-Turki di Asia Kecil. Oleh sebab itulah, dia sepakat Serbia diperintah oleh Stefan Lazarević, putra Pangeran Lazar yang sebelumnya telah terbunuh dalam Pertempuran Kosovo. Dia mewajibkan Stefan untuk menjadi penguasa Serbia dan memerintah sesuai dengan hukum, tradisi, dan adat yang berlaku di Serbia. Bayezid juga mensyaratkan untuk menyatakan kesetiaannya dengan cara membayar upeti dan mengirimkan tentara yang ikut dalam satu kelompok khusus bagi mereka dalam setiap peperangan yang dipimpinnya. Bahkan Bayezid sendiri menikah dengan putri Pangeran Lazar yang bernama Olivera Lazarević.

b.      PENAKLUKAN BULGARIA

Setelah terjadinya kesepakatan dengan Serbia, Bayezid I segera melakukan serangan dahsyat pada tahun 1393 ke Bulgaria. Dia mampu menguasai wilayah itu dan mampu menundukkan rakyatnya. Dengan demikian, maka Bulgaria kehilangan kedaulatan politiknya. Kejatuhan Bulgaria ke tangan pemerintahan Utsmani menimbulkan gaung keras di Eropa dan telah menebarkan kekhawatiran dan rasa takut di seluruh pelosok Eropa. Maka bergeraklah pasukan Salib Kristen untuk menumpas hegemoni pemerintahan Utsmani di Balkan.

c.       PERTEMPURAN NIKOPOLIS

Pertempuran Nikopolis berlangsung pada tanggal 25 September 1396 dan menyebabkan kekalahan aliansi bala tentara salib dari Hongaria, Bulgaria, Kroasia, Wallachia, Prancis, Bourgogne, Jerman, dan berbagai macam pasukan (dibantu oleh angkatan laut Venesia) di tangan pasukan Utsmaniyah, pengepungan benteng Nikopol di tepi Sungai Donau dan menyebabkan berakhirnya Kekaisaran Bulgaria Kedua. Pertempuran ini sering disebut sebagai Perang Salib Nikopolis karena merupakan salah satu Perang Salib skala besar yang terakhir pada Abad Pertengahan, bersama dengan Perang Salib Varna pada tahun 1443–1444.

1)      LATAR BELAKANG

Ada banyak perang salib kecil pada abad ke-14, yang dilakukan oleh para ksatria atau raja secara individual. Yang paling akhir adalah suatu perang salib yang gagal dalam melawan Tunisia pada tahun 1390, dan ada juga peperangan yang berkelanjutan di Eropa utara di sepanjang pesisir Laut Baltik. Setelah kemenangan mereka dalam Pertempuran Kosovo pada tahun 1389, Kesultanan Utsmaniyah telah menaklukkan sebagian besar wilayah Balkan, dan menyusutkan Kekaisaran Bizantium hingga tersisa daerah yang mengelilingi Konstantinopel, yang kemudian mereka lakukan pengepungan juga atasnya (pada tahun 1390, 1395, 1397, 1400, 1411, 1422, dan akhirnya menaklukkan ibu kota Bizantium tersebut pada tahun 1453).

Ilustrasi miniatur Turki tentang Pertempuran Nikopolis. 1588.

Zsigmond, Raja Hongaria, bersama dengan Paus Bonifasius IX melakukan gerakan aliansi negara-negara Kristen Eropa-Salibis untuk melawan pemerintahan Utsmani. Ini merupakan gabungan kekuatan terbesar yang dihadapi pemerintahan Utsmani pada abad ke-14 dalam hal jumlah negara yang bergabung di dalamnya, lengkap dengan dukungan logistik senjata, dan bala tentara. Jumlah keseluruhan tentara Salib saat itu adalah 120.000 pasukan dari berbagai negara (Kekaisaran Romawi Suci, Prancis, Hongaria, Wallachia, Ksatria Hospitaller, Venesia, Genova, dan Bulgaria).

Pasukan ini berangkat menuju Hongaria pada tahun 1396. Namun para pemimpinnya berselisih pendapat dengan Zsigmond sebelum peperangan dimulai. Zsigmond lebih mengedepankan taktik bertahan hingga pasukan Utsmani datang menyerang. Hal ini ditentang para jenderal dan komandan perang yang berpendapat untuk menyerang langsung. Mereka menyeberangi Donau, yang akhirnya sampai di Nikopol – sebelah utara Balkan. Mereka mulai mengepungnya. Pada awal peperangan, mereka berhasil unggul atas pasukan Utsmani. Namun tiba-tiba Bayezid muncul dibarengi 100.000 pasukan. Jumlah ini lebih sedikit dari pasukan gabungan Eropa-Salibis. Namun mereka lebih unggul dalam kedisiplinan dan persenjataan. Akibatnya, binasalah sebagian besar tentara Kristen. Mereka terpaksa lari tunggang langgang. Ada pula sebagian yang terbunuh dan sebagian pemimpinnya ditawan. Pasukan Utsmani dalam Pertempuran Nikopol ini berhasil mengumpulkan harta rampasan perang yang melimpah dan mampu menguasai barang simpanan musuh.

Banyak pembesar Prancis yang tertawan dalam peperangan ini. Di antaranya adalah Graf Nevers. Bayazid menerima tebusannya dan dia dibebaskan dari tawanan. Sultan sendiri menegaskan agar dia bersumpah untuk tidak kembali berperanga melawan dirinya. Bayezid berkata padanya:

 

“              Saya membolehkanmu tidak menaati sumpah ini; engkau boleh saja untuk kembali berperang melawan saya. Sebab tidak ada satu hal pun yang saya lebih senangi daripada memerangi semua orang Kristen Eropa dan saya menang atas mereka.    ”

 

Sedangkan Raja Hongaria yang cukup percaya diri melihat jumlah pasukannya pada akhirnya melarikan diri bersama dengan komandan pasukan kavaleri Rhodesia. Tatkala sampai di Laut Hitam, keduanya bertemu dengan satu armada Kristen, maka melompatlah keduanya pada salah satu kapal dan segera melarikan diri tanpa menoleh ke belakang. Kekalahan Hongaria dalam Pertempuran Nikopolis menjadikan posisi Hongaria terpuruk di mata masyarakat Eropa dan wibawanya jatuh.

Kemenangan ini memiliki dampak yang sangat kuat bagi Beyazid dan masyarakat Islam. Maka Bayazid segera mengirimkan surat pada para penguasa Islam di wilayah Timur dan memberikan kabar gembira pada mereka tentang kemenangan yang demikian gemilang atas pasukan Salib Kristen. Bersama para utusan, dikirimkan pula beberapa tawanan perang laki-laki kepada para penguasa Islam sebagai hadiah dari seorang yang menang perang dan sebagai indikasi material atas kemenangan yang telah dicapainya. Sedangkan Bayezid sendiri menyatakan dirinya sebagai Sultan Romawi, sebagai bukti bahwa dia telah mewarisi pemerintahan Seljuk dan telah menguasai Anatolia. Ia juga mengirimkan utusan pada Khalifah Al-Mutawakkil I dari Bani Abbasiyah yang saat itu berada di Kairo, untuk mengokohkan gelar ini hingga dia bisa menggunakan gelar ini dalam kesultanannya yang telah dia usahakan bersama para pendahulunya. Dengan adanya pengesahan ini maka dia memiliki legalitas dan akan semakin kuat wibawa dan posisinya di dunia Islam. Barquq, Sultan Mamluk Mesir selaku pelindung khalifah menerima permintaan ini. Dia melihat bahwa Bayezid adalah sekutu satu-satunya dalam usaha mencegah kekuatan Timur Lenk yang sedang mengancam kekuasaan pemerintahan Mamluk (yang berpusat di Mesir) dan Utsmani.

d.      PENYATUAN ANATOLIA

Selain memperluas wilayah kekuasaan Utsmani di wilayah Eropa, Bayezid juga berusaha menyatukan Anatolia yang saat itu terdapat beberapa kadipaten (beylik) Muslim-Turki agar bersatu di bawah kepemimpinannya. Pada kampanye tunggal musim panas dan gugur tahun 1390, Bayezid menaklukan Kadipaten Aydin, Saruhan, dan Mentesye. Suleyman, adipati Karaman, kemudian bersekutu dengan adipati-adipati Turki yang lain. Meski begitu, Bayezid tetap maju dan menundukkan beberapa kadipaten lain, Hamid, Teke, dan Germiyan. Bayezid menerima perjanjian damai dengan Kadipaten Karaman pada 1391 dan beralih melanjutkan penaklukan ke Kastamonu. Meski begitu, pasukan Bayezid dapat dihentikan oleh Sultan Burhanuddin, pemimpin Eretnid, pada Pertempuran Kırkdilim (1391 atau 1392).

e.      PENGEPUNGAN KONSTANTINOPEL

Lukisan wajah Bayezid I oleh Cristofano dell'Altissimo.

Sebelum Pertempuran Nikopolis, Bayezid mampu menekan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) dan memerintahkan pada Kaisar Manuel II untuk memilih qadi di Konstantinopel yang bertugas memutuskan perkara yang terjadi antara kaum Muslim. Bayezid terus mengepung ibu kota Romawi Timur, hingga akhirnya kaisar menerima pembentukan mahkamah Islam, pembangunan masjid, pembangunan 700 rumah khusus untuk kaum Muslimin di dalam kota. Sebagaimana ia juga menyerahkan separuh desa Ghalthah yang menjadi tameng Utsmani karena di dalamnya ada 6.000 tentara. Upeti yang harus diserahkan oleh Romawi Timur juga dinaikkan. Kas negara pemerintahan Utsmani mewajibkan untuk menyetorkan kurma dan sayur-sayuran yang berada di luar kota.

Setelah mengalami kemenangan yang gemilang dalam Pertempuran Nikopolis, pemerintahan Utsmani mampu mengokohkan kakinya di semenanjung Balkan. Sedangkan Bulgaria tunduk di bawah pemerintahan Utsmani. Sementara itu tentara Utsmani terus melakukan pengawasan kemerosotan Kristen dan kemurtadan mereka. Bayezid menjatuhkan sanksi pada pembesar-pembesar Moreas, yang telah dengan sengaja memberikan bantuan militer pada aliansi Salibis sebagai sanksi terhadap kaisar Bizantium, atas sikapnya yang menyatakan permusuhan tatkala Bayezid memintanya menyerahkan Konstantinopel. Setelah itu, Kaisar Manuel II meminta bantuan pada beberapa pemerintahan di Eropa, tetapi tidak ada respon positif yang dia terima.

Penaklukkan Konstantinopel menjadi salah satu target utama Bayezid. Oleh sebab itulah, dia bergerak sendiri memimpin pasukan Utsmani dan melakukan pengepungan ibu kota Romawi Timur yang demikian rapi dan melakukan tekanan yang keras. Pengepungan ini berlangsung sedemikian rapi, hingga membuat kota itu hampir menemui keruntuhannya. Tatkala Eropa menunggu hari-hari kejatuhan Konstantinopel, tiba-tiba Bayezid memalingkan perhatiannya dari penaklukkan kota Konstantinopel, karena munculnya bahaya baru yang mengancam pemerintahan Utsmani, yaitu serangan dari Timur Lenk.

f.        SERANGAN TIMUR LENK

Ada beberapa sebab yang menimbulkan bentrokan antara Timur Lenk (orang Eropa masa itu menyebutnya Tamerlane) dan Bayezid I, yakni:

1)      Para petinggi di Irak yang negerinya kini dikuasai Emir Timur meminta perlindungan pada Bayezid, sebagaimana para penguasa di Asia Kecil meminta perlindungan pada Timur Lenk. Akibatnya, pada kedua sisi pihak yang meminta perlindungan ini selalu mendorong terjadinya perang melawan pihak yang lain.

2)      Provokasi-provokasi Kristen terhadap Timur Lenk untuk menumpas Bayezid.

3)      Adanya surat-surat yang membakar dari kedua belah pihak. Dalam salah satu surat yang dikirim Timur Lenk pada Bayazid, dia menyatakan penghinaan yang sangat pedas tatkala dia menyebutkan secara implisit tentang ketidakjelasan asal usul garis keturunannya. Dia menawarkan pengampunan atasnya, karena dia telah menganggap Utsmaniyah telah banyak membaktikan diri untuk kepentingan Islam. Dia mengakhiri suratnya – sebagai pimpinan Turki – dengan mengecilkan posisi Bayazid yang telah menerima tantangan dan yang dengan terang-terangan mengatakan bahwa dia akan melawan Timur Lenk yang akan merampas kesultanannya.

4)      Kedua pemimpin ini sama-sama berusaha untuk meluaskan wilayah kekuasaannya.

Timur Lenk bersama-sama balatentaranya bergerak dan dia mampu menguasai Sivas dan menekuklututkan bala tentara Utsmani di tempat itu yang dipimpin oleh Ertuğrul, salah satu putra Bayezid. Kedua pasukan bertemu dekat Angora (kini Ankara) pada tahun 1402. Kekuatan tentara Bayezid mencapai 120.000 jiwa, sedangkan Timur Lenk bergerak dengan kekuatan pasukan yang demikian banyak pada tanggal 20 Juli 1402. Pada peperangan ini orang-orang Mongol berhasil mengalahkan tentara Utsmani dan Bayezid sendiri jatuh sebagai tawanan. Dia berada di dalam tahanan itu hingga meninggal setahun setelah itu.

Kekalahan ini disebabkan oleh ketergesa-gesaan Bayezid, sehingga dia tidak memilih tempat dengan cara yang sebaik-baiknya bersama-sama dengan tentaranya. Padahal jumlah tentaranya tidak kurang dari 120.000 orang, sedangkan tentara Timur Lenk berjumlah tidak kurang dari 800.000 tentara. Banyak tentara Bayezid yang meninggal kehausan karena kekurangan air. Waktu itu adalah musim panas yang demikian gersang. Hampir saja kedua pasukan itu bertemu di Angora, hingga akhirnya tentara Tartar yang berada di barisan Bayezid dan tentara-tentara yang berasal dari negara-negara Asia yang berhasil ditaklukkan dalam masa beberapa waktu yang lalu juga melarikan diri dan bergabung dengan pasukan Timur Lenk.

g.      PERTEMPURAN ANKARA

Pertempuran ankara 20 juli 1402, Lapangan Cubuk dekat ankara, kemenangan menentukan Timuriyah

Pertempuran Ankara atau Pertempuran Angora adalah pertempuran yang berlangsung pada tanggal 20 Juli 1402 di lapangan Çubuk (dekat Ankara) antara tentara Sultan Utsmaniyah Bayezid I melawan tentara Timur, penguasa Dinasti Timuriyah. Pertempuran ini berhasil dimenangkan oleh Timur, dan mengakibatkan terjadinya periode krisis bagi Kesultanan Utsmaniyah. Namun, Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran setelah kematian Timur yang hanya tiga tahun setelah pertempuran ini, sementara Utsmaniyah berhasil pulih dan semakin bangkit selama dua hingga tiga abad kemudian.

h.      WAFAT

Dengan ditawannya Bayezid pada Juli 1402, maka secara de facto masa kekuasaannya juga telah berakhir. Beberapa penulis menyatakan bahwa Bayezid diperlakukan dengan buruk pada masa penahanannya. Namun sebagian menyatakan bahwa Bayezid diperlakukan dengan baik, bahkan dikatakan bahwa Timur juga turut bersedih atas kematiannya. Salahs atu putranya, Mustafa, juga turut ditahan bersamanya dan ditahan di Samarkand sampai 1405.

Sepeninggal Bayezid, Utsmani memasuki masa kekosongan karena tidak ada satu sultan yang berkuasa atas seluruh wilayah Utsmani. Hal ini karena putra-putranya saling bersaing atas takhta dan masing-masingnya menyatakan sebagai penguasa berdaulat di sebagian wilayah Utsmani. Masa ini berakhir setelah Pertempuran Çamurlu pada Juli 1413 saat salah satu putra Bayezid, Mehmed, keluar sebagai pemenang dan menjadi sultan tunggal Utsmani.

Bayezid I menjadi tahanan Timur Lenk, lukisan oleh Stanisław Chlebowski.

i.        KELUARGA

1)      ORANG TUA

Bayezid adalah putra dari Sultan Murad I, pemimpin Utsmaniyah yang berkuasa pada Maret 1362 – 14 Juni 1389. Murad dijuluki Hüdavendigâr.

Ibu Bayezid adalah Gülçiçek Hatun. Menurut tradisi, Gülçiçek awalnya istri dari Aclan Bey, salah satu pangeran dari Kadipaten Karesi. Setelah kadipaten ini ditaklukan oleh Utsmani pada masa Orhan, Gülçiçek dibawa di istana Utsmani. Beberapa upaya dilakukan untuk menikahkan Gülçiçek dengan beberapa laki-laki, tetapi dia menolak semua nama-nama yang diajukannya sampai Murad yang mengajukan dirinya sendiri. Mereka menikah pada 1359. Gülçiçek membangun masjid dan makam di Bursa yang kemudian menjadi tempatnya dikebumikan. Tidak diketahui waktu kematian Gülçiçek.

2)      PASANGAN

         i.            Devletşah Hatun (ejaan Indonesia: Devletsyah). Ayahnya adalah Süleyman Şah, adipati Germiyan. Ibunya adalah Mutahhara Abide, cucu Jalaluddin Rumi.

       ii.            Hafsa Hatun. Putri Fahreddin Isa, Adipati Aydin terakhir. Mereka menikah setelah Bayezid menaklukan Aydin pada 1390.

     iii.            Despina Hatun, nama lahirnya Mileva Olivera Lazarević. Putri Pangeran Lazar Hrebeljanović dengan Putri Milica. Pernikahannya dengan Bayezid merupakan bentuk perjanjian damai antara Turki Utsmani dan Serbia Lazarević. Despina tetap menjadi pemeluk Ortodoks setelah menjadi istri sultan. Dia ikut menjadi tahanan Timur Lenk bersama Bayezid dan dibebaskan setelah suaminya meninggal dalam pengasingan. Dia kemudian menghabiskan sisa hidupnya bersama saudaranya Stefan Lazarević, Despot Serbia di Beograd, atau bersama saudarinya Jelena Lazarević di Herceg Novi.

     iv.            Maria Hatun. Ayahya adalah Louis Fadrique, bangsawan penguasa Salona. Ibunya adalah Helena Asanina Kantakouzene, putri dari Matius Kantakouzene, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada 1353–1357. Setelah Salona tunduk di bawah kekuasaan Utsmani, Maria dan ibunya dimasukkan ke dalam harem Bayezid I. Menurut Leslie P. Peirce, istri Bayezid yang bernama Maria adalah putri dari Pangeran Lazar Hrebeljanović. Bila mengacu pendapat ini, maka Maria dan Despina adalah orang yang sama. Sejarawan Utsmani abad kelima belas menyalahkan Maria yang dipandang memperkenalkan budaya minum-minum di istana Utsmani. Saat Bayezid dan istri-istrinya ditawan oleh Timur Lenk, Maria dipaksa untuk melakukan pekerjaan kasar.

       v.            Devlet Hatun. Jati dirinya kerap dikaitkan dengan Devletşah dan ada perbedaan pendapat mengenai hal tersebut. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Devlet dan Devletşah adalah dua wanita yang berbeda, tetapi kerap dianggap sama karena mereka meninggal pada tahun yang sama. Menurut pendapat ini, Devlet adalah budak-selir dari bangsa non-Turki karena dalam catatan resmi namanya ditulis "Daulât bint-i Abd'Allah". Sedangkan sebagian pendapat yang lain menyatakan bahwa Devlet dan Devletşah adalah dua orang yang sama. Di makam Devlet di Bursa tertulis bahwa ayahnya adipati Germiyan dan ibunya adalah cucu Jalaluddin Rumi.

 

3)      PUTRA

         i.            ehzade Ertugrul Celebi

       ii.            Sehzade Sulaiman Celebi. Sultan Rumelia.

     iii.            Şehzade Isa Çelebi – putra dari Devletşah. Sultan Anatolia bagian barat.

     iv.            Sultan Mehmed I – putra dari Negara. Sultan Utsmani tunggal setelah mengalahkan saudara-saudaranya dalam masa perang saudara.

       v.            Sehzade Musa Celebi. Sultan Rumelia kedua.

     vi.            Şehzade Mustafa Çelebi – putra dari Devletşah.

    vii.            Sehzade Orhan Celebi

  viii.            Sehzade Yusuf Celebi. Berganti nama menjadi Demetrios dari Masuk Kristen.

      ix.            Sehzade Kasim Celebi. Menjadi saudara di Konstantinopel bersama saudarinya, Fatma.

 

4)      PUTRI

         i.            Hundi Hatun. Menikah dengan seorang ulama bernama Seyyid Şemseddin Mehmed Buhari.

       ii.            Erhondu Hatun. Menikah dengan Yakub Bey, putra Pars Bey.

     iii.            Fatma Hatun. Menikah dengan Sanjak Bey.

     iv.            Oruz Hatun

       v.            seorang putri yang menikah dengan Abu Bakar Mirza, putra Jalaluddin Miran Syah, putra Timur Lenk

     vi.            Pasya Melek Hatun. Menikah dengan Jalaluddin Islam, putra Syamsuddin Muhammad, jenderal bawahan Timur Lenk.

·        Mehmed I

Mehmed Çelebi

چلبی محمد

 

Sultan Mehmed I

Sultan Utsmaniyah Ke-5

Berkuasa : 5 Juli 1413 – 26 Mei 1421

Pendahulu : Masa kekosongan (1402–1413), Bayezid I

Penerus : Murad II

Kelahiran : 1389, Bursa, Kesultanan Utsmaniyah

Kematian : 26 Mei 1421, Bursa, Kesultanan Utsmaniyah

Pemakaman : Makam Hijau, Bursa, Turki

Wangsa : Utsmaniyah

Ayah : Bayezid I

Ibu : Devlet Hatun

Pasangan :

1. Emine Hatun

2. Sehzade Hatun

3. Kumru Hatun

Agama : Islam Sunni


Tughra :

Mehmed I Çelebi (bahasa Turki Utsmaniyah: چلبی محمد; Bursa, 1389 - Edirne, 26 Mei 1421) adalah Sultan Utsmaniyah yang berkuasa antara tahun 1413-1421. Dia menjadi sultan tunggal Negara Utsmani setelah mengalahkan saudara-saudaranya dalam perebutan takhta selama sebelas tahun sepeninggalnya ditawannya ayah mereka, Sultan Bayezid I oleh Timur Lenk. Atas capaiannya, Mehmed kerap dijuluki sebagai pendiri kedua Utsmaniyah.

a.      KEHIDUPAN AWAL

Mehmed lahir sekitar tahun 1386 sampai 1387 dan merupakan anak keempat dari Sultan Bayezid I. Tradisi Utsmani mewajibkan putra-putra sultan yang sudah menginjak dewasa untuk dikirim ke salah satu provinsi untuk belajar memerintah. Mehmed dikirim ke Eyalet Rum.

Mehmed I bersama orang-orang kepercayaannya. Lukisan miniatur Utsmaniyah, tersimpan di Universitas Istanbul.

Pada Pertempuran Ankara tahun 1402, pasukan Utsmani kalah melawan Timur Lenk dan Bayezid I bersama salah satu putranya, Mustafa, menjadi tawanan pihak lawan. Meski begitu, Mehmed dan saudaranya yang lain berhasil diselamatkan dari medan pertempuran. Mehmed diselamatkan oleh Bayezid Pasya yang kemudian membawa sang pangeran ke kampung halamannya di Amasya.

Tidak ada peraturan resmi mengenai sistem pewarisan takhta di Utsmani masa awal. Berdasar tradisi bangsa Turki, setiap putra memiliki hak untuk menjadi pewaris ayahnya. Saudara tertua Mehmed, Ertuğrul, telah meninggal pada 1400, sedangkan saudaranya yang lain, Mustafa, ditangkap oleh Timur Lenk. Empat putra Bayezid yang tersisa, Mehmed, Süleyman, İsa, dan Musa saling bersaing untuk menguasai wilayah Utsmani yang tersisa dan Utsmani memasuki masa kekosongan. Dalam penulisan sejarah modern, Mehmed dan saudara-saudaranya biasanya disapa dengan gelar "Çelebi" di belakang nama mereka. Gelar ini awalnya digunakan untuk mengindikasikan jati diri kebangsawanan, tetapi seiring berjalannya waktu, gelar ini dapat digunakan untuk semua laki-laki yang dipandang terhormat secara umum.

b.      PEMERINTAHAN

Masa kekosongan Utsmani berakhir setelah Mehmed menjadi sultan tunggal dari Negara Utsmani pada tahun 1413 setelah mengalahkan saudara-saudaranya. Mehmed menyatakan dirinya sebagai sultan di Edirne, wilayah Utsmani yang berada di Eropa. Ia memulihkan negara, memindahkan ibu kota dari Bursa ke Edirne, dan menaklukkan sebagian Albania, Keamiran Candaroğlu, dan Armenia Kilikia dari Bani Mamluk. Dia kemudian juga mengangkat Bayezid Pasya sebagai wazir agung (perdana menteri). Mempertimbangkan sejumlah pencapaiannya, Mehmed banyak dijuluki sebagai "pendiri kedua" Kesultanan Utsmaniyah.

Segera setelah masa kekuasaan Mehmed dimulai, saudaranya yang awalnya ditawan Timur Lenk dan bersembunyi pada masa kekosongan, Mustafa, meminta Mehmed untuk berbagi kekuasaan dengannya. Mehmed menolak dan terjadilah pertempuran di antara kedua belah pihak yang dengan mudah dimenangkan oleh Mehmed. Mustafa melarikan diri ke Thessaloniki (Salonika), salah satu kota Romawi Timur. Namun, setelah dilakukan perjanjian dengan Mehmed, Manouel II Palaiologos yang merupakan Kaisar Romawi Timur saat itu kemudian mengasingkan Mustafa di pulau Lemnos. Ancaman pemberontakan juga muncul dari keponakannya, Orhan, yang diduga didukung oleh Kaisar Manouel II. Mehmed membongkar rencana Orhan dan menghukumnya dengan membutakan matanya seperti adat Romawi.

Setelah Pertempuran Ankara dan perang saudara pada masa kekosongan, masyarakat menjadi trauma. Di saat seperti itu, muncul gerakan sosial keagamaan berpengaruh yang dipimpin seorang sufi bernama Syaikh Bedreddin. Dia lahir dari ayah Muslim dan ibu Kristen. Di masa kekuasaan saudara Mehmed, Musa, Bedreddin diangkat menjadi qadi atau hakim. Dia mempromosikan penghilangan perbedaan status antara yang kaya dan miskin, begitu juga perbedaan antara kepercayaan-kepercayaan monoteisme. Bedreddin sendiri menyatakan dirinya sebagai keturunan keluarga Kesultanan Seljuk dan bahkan juga sebagai Imam Mahdi. Gerakan Bedreddin mulai melakukan pemberontakan pada 1416. Setelah perlawanan selama empat tahun, pasukan yang dipimpin Bayezid Pasya berhasil mengalahkannya dan Bedreddin dipenggal di pasar dan jasadnya digantung di Serres.

c.       MANGKAT

Pemerintahan Mehmed I sebagai sultan di negeri yang dipersatukan kembali hanya berlangsung selama 8 tahun. Namun, ia menjadi pangeran independen selama masa 11 tahun sebelumnya yang berlalu antara ditawannya ayahandanya di Angora (kini Ankara) dan kemenangan terakhirnya atas saudaranya Musa Çelebi di Chamurli.

Mausoleum Mehmed I di Bursa.

Ia dimakamkan di sebuah mausoleum di Bursa yang didirikannya sendiri dekat masjid terkenal yang dibangunnya di sana, yang karena dekorasi porselen hijaunya, dikenal sebagai Masjid Hijau. Mehmed I juga menyelesaikan pembangunan masjid lain di Bursa, yang telah dibangun sejak masa kakendanya Murad I namun diabaikan selama pemerintahan Bayezid. Di lingkungan masjid dan mausoleumnya sendiri, Mehmed juga mendirikan dua lembaga lain: sekolah dan tempat perjamuan bagi orang miskin. Kedua lembaga itu dibiayai oleh negara.

d.      KELUARGA

1)      ORANG TUA

Mehmed adalah putra dari Sultan Bayezid I yang dijuliki Yıldırım (Sang Kilat). Bayezid berkuasa pada 16 Juni 1389 sampai kekalahannya pada Pertempuran Ankara pada 20 Juli 1402.

Ibunya adalah Devlet Valide Hatun dan terdapat perbedaan pendapat mengenai asal-usulnya. Sebagian menyatakan bahwa Devlet adalah wanita yang lahir dari keluarga non-Turki dan non-Muslim. Sebagian lain menyatakan bahwa Devlet adalah orang yang sama dengan Devletşah (ejaan Indonesia: Devletsyah), anak perempuan dari Süleyman Şah yang merupakan adipati Germiyan dan Mutahhara Abide yang merupakan cucu Jalaluddin Rumi.

2)      PASANGAN

         i.            Emine Hatun. Anak perempuan Adipati Dulkadir.

       ii.            Şehzade Hatun. Anak perempuan Dividdar Ahmed Pasya, Adipati Canik.

     iii.            Kumru Hatun

 

3)      PUTRA

         i.            Sultan Murad II - putra dari Emine

       ii.            Şehzade Mustafa Çelebi (1408 – Oktober 1423). Dihukum mati setelah melakukan Pemberontakan kepada Murad.

     iii.            Şehzade Mahmud Çelebi (1413 – Agustus 1429)

     iv.            Şehzade Yusuf Çelebi (1414 – Agustus 1429)

       v.            Şehzade Ahmed Çelebi (penjual jam tangan meninggal)

     vi.            Şehzade Kasim Çelebi (meninggal Januari 1406)

 

4)      PUTRI

         i.            Selçuk Hatun - putri dari Kumru. Menikah dengan Taceddin Ibrahim II Bey, Adipati Isfendiyar yang berkuasa pada 1440 sampai 1443. Ibrahim II adalah putra İsfendiyar Bey, Adipati İsfendiyar yang berkuasa pada 1385 sampai 1440.

       ii.            Sultan Hatun. Menikah dengan Kasim, putra Adipati İsfendiyar.

     iii.            Hatice Hatun. Menikah dengan Karaca Pasya.

     iv.            Hafsa Hatun. Menikah dengan Mahmud Bey, putra Ibrahim Pasya Çandarlı, Wazir Agung Utsmani.

       v.            Iladi Hatun. Menikah dengan Ibrahim II, Adipati Karaman yang berkuasa pada 1424 sampai 1464. Ibrahim II adalah putra Mehmed II Bey, Adipati Karaman yang berkuasa pada 1398–1399, 1402–1420, dan 1421–1423. Ibu Mehmed II adalah Nefise Hatun, putri Sultan Murad I.

     vi.            seorang putri yang menikah dengan Isa Bey, putra Mehmed II Bey.

    vii.            Ayşe Hatun. Menikah dengan Bengi Alaattin II Ali Bey, Adipati Karaman yang berkuasa pada 1423–1424.

·        Murad II

Murad II

مراد ثانى

 

Sultan Murad II

Sultan Utsmaniyah Ke-6

periode pertama

Berkuasa : 26 Mei 1421 – Agustus 1444

Pendahulu : Mehmed I

Penerus : Mehmed II

periode kedua

Berkuasa : September 1446 – 3 Februari 1451

Pendahulu : Mehmed II

Penerus : Mehmed II

Kelahiran : Juni 1404, Amasya, Kesultanan Utsmaniyah

Kematian : 3 Februari 1451, Edirne, Kesultanan Utsmaniyah

Pemakaman : Komplek Muradiye, Bursa

Wangsa : Utsmaniyah

Ayah : Mehmed I

Ibu : Emine Hatun

Parsangan :

1. Yeni Hatun

2. Hatice Halime Hatun

3. Huma Hatun

4. Mara Brankovic Hatun

Agama : Islam Sunni

Turghra :


Murad II (Juni 1404 – 3 Februari 1451) (bahasa Turki Utsmani: مراد ثانى Murād-ı sānī, bahasa Turki:II. Murat) adalah Sultan Utsmaniyah dari 1421 hingga 1451 (kecuali dari masa antara 1444 hingga 1446).

Pemerintahan Murad II ditandai dengan peperangan panjang melawan para bangsawan Kristen di Balkan dan berbagai kadipaten Turki di Anatolia, konflik yang berlangsung selama 25 tahun. Ia besar di Amasya dan naik takhta setelah kematian ayahandanya.

a.      BIOGRAFI


Sultan Murad II latihan memanah (lukisan dari tahun 1584)

1)      AWAL KEHIDUPAN

Murad lahir pada tahun 1404 dan menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Amasya. Pada 1410, Murad bersama ayahnya, Sultan Mehmed I, pergi ke Edirne yang merupakan ibu kota Utsmani kala itu. Setelah ayahnya naik takhta, Murad ditugaskan untuk menjadi gubernur Amasya, sebagaimana tradisi di Utsmani untuk mengirim para pangeran menjadi gubernur di suatu wilayah sebagai bekal untuk memerintah kelak.

Murad tetap di Amasya sampai mangkatnya sang ayah pada 1421, menjadikan dia dinobatkan sebagai Sultan Utsmaniyah berikutnya di usianya yang masih enam belas tahun.

2)      SULTAN

Namun dengan cepat pemerintahannya berhadapan dengan rongrongan. Kaisar Romawi Timur saat itu, Manuel II Palaiologos, membebaskan paman Murad, Mustafa Çelebi (dikenal sebagai Düzmece Mustafa) dari penjara dan mengakuinya sebagai pewaris sah takhta Bayezid I (1389-1402). Manuel mengadakan perjanjian dengan Mustafa putra Bayezid bahwa jika dia berhasil menjadi sultan, maka Mustafa harus membalas budi dengan memberikan sejumlah kota penting kepada pihak Romawi.

Mustafa didaratkan dengan kapal di wilayah Utsmani yang ada di Eropa dan berhasil mencapai kemajuan pesat. Banyak pasukan Turki bergabung dengannya dan berhasil mengalahkan dan membunuh veteran perang jenderal Beyazid Pasya yang dikirim Murad untuk mengalahkan Mustafa. Mustafa mengalahkan pasukan Murad dan menyatakan dirinya sebagai Sultan Adrianopel (Edirne).

Setelah itu, Mustafa mengerahkan pasukannya menuju Asia Kecil dengan menyeberangi Selat Dardanella, tetapi Murad dapat mengalahkan pamannya tersebut. Mustafa kemudian mengungsi ke kota Gallipoli namun sang sultan, yang dibantu oleh komandan asal Genova bernama Adorno, mengepungnya di sana dan menggempur tempat itu. Mustafa ditangkap dan kemudian dihukum mati pada 1422. Atas keterlibatan Dinasti Palaiologos dalam peristiwa ini, Murad menanggapinya dengan menyatakan perang kepada pihak Romawi untuk merebut Konstantinopel.

Murad II kemudian membentuk pasukan baru bernama Azab (juga dikenal dengan Asappi) pada 1421 dan berbaris memasuki wilayah Kekaisaran Romawi Timur dan mengepung ibu kotanya, Konstantinopel. Saat Murad melakukan pengepungan, pihak Romawi yang bekerja sama dengan negara-negara Turki lain di Anatolia, mengirim adik Murad yang bernama Mustafa yang berusia tiga belas tahun (dikenal dengan 'Mustafa muda' untuk membedakan dengan pamannya) untuk melakukan pemberontakan dan mengepung Bursa. Di tengah keadaan seperti itu, Murad mengabaikan pengepungannya atas Konstantinopel dan berbalik arah melawan gerakan pemberontakan di dalam negeri. Dia menghukum mati Mustafa muda pada tahun 1422. Negara-negara Turki di Anatolia yang selama ini melakukan makar perlawanan terhadap Utsmaniyah (Kadipaten Aydin, Germiyan, Mentesye, dan Teke) kemudian ditaklukan dan menjadi bagian dari Utsmaniyah.

Murad kemudian menyatakan perang terhadap Republik Venesia, Kadipaten Karamanoğlu, Serbia, dan Hongaria. Karamanoğlu dikalahkan pada 1428 dan Venesia menarik diri pada 1432 menyusul kekalahan dalam Pengepungan Salonika ke-2 pada 1430. Pada 1430-an Murad menaklukan sebagian besar wilayah Balkan dan berhasil menaklukan Serbia pada 1439. Pada 1441 Kekaisaran Romawi Suci, Polandia dan Albania bergabung dalam koalisi Serbia-Hongaria. Murad II memenangkan Pertempuran Varna pada 1444 melawan János Hunyadi namun kalah dalam Pertempuran Jalowaz.

Murad yang sebenarnya lebih tertarik dalam masalah agama dan seni daripada pemerintahan turun takhta pada tahun 1444 dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada putranya, Mehmed. Demi perlindungan Murad, wazir agung (perdana menteri) saat itu, Halil Pasya, membangunkan untuknya sebuah kastel yang dinamai sesuai nama keluarga wazir agung, Çandarlı. Keluarga Çandarlı adalah salah satu keluarga paling berpengaruh dalam sejarah Utsmani, bahkan hingga menyaingi Wangsa Utsmaniyah sendiri.

Makam Sultan Murad II

Meski demikian, Murad kembali berkuasa pada 1446 setelah Yanisari melakukan revolusi. Pada 1448, Murad berhasil mengalahkan persekutuan Kristen pada Pertempuran Kosovo Kedua. Saat kedudukan di Balkan cukup stabil, Murad berbalik mengarahkan perhatiannya ke arah Asia dan mengalahkan Syah Rokh (putra Timur Lenk), Kadipaten Karaman dan Çorum-Amasya.

Pada 1450 Murad II melanjutkan pasukannya ke Albania dan melakukan pengepungan ke kastel Kruje untuk memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh Skanderbeg. Di musim dingin 1450–1451, Murad II sakit, dan meninggal di istananya yang berada di Edirne. Sesuai dengan wasiatnya, maka ia dikuburkan di dekat masjid Jami' Muradiyah, di kota Bursa. Ia juga berwasiat agar tidak dibangun apapun di atas kuburannya, agar dibangun beberapa tempat di sisi-sisi kuburnya tempat dimana para penghafal Al-Qur'an duduk untuk membacakan Al-Qur'an Al Karim, serta agar dikubur di hari Jum'at. Dia meninggalkan sebuah syair pada wasiatnya, setelah dia merasa khawatir dikuburkan di sebuah kuburan yang besar, padahal dia sendiri menginginkan agar tidak dibangun apapun di atas kuburannya. Syair tersebut berbunyi :

 

" maka datanglah suatu hari...

 

Dimana manusia hanya melihat tanah kuburan ku..."

 

Setelah mangkatnya, Mehmed kembali naik takhta menggantikan ayahnya

b.      KELUARGA

1)      ORANG TUA

Ayah Murad adalah Sultan Mehmed I yang disebut sebagai pendiri negara Utsmani kedua. Hal ini karena Mehmed berhasil mengalahkan saudara-saudaranya dalam perebutan takhta dan mengakhiri masa kekosongan Utsmani, masa saat Utsmani terpecah dan dipimpin oleh beberapa sultan. Hal ini terjadi pada tahun 1402 sampai 1413.

Ibunya adalah Emine Valide Hatun, putri Șaban Suli Bey, penguasa ketiga Kadipaten Dulkadir (berkuasa 1386-1398). Dulkadir sendiri adalah salah satu negara bangsa Turki Muslim yang berdiri di kawasan Anatolia pada abad empat belas sampai enam belas Masehi.

2)      PAMAN

Şehzade Mustafa (1380 – Mei 1422). Dikenal juga dengan sebutan Düzmece Mustafa (Mustafa sang penipu). Dihukum mati karena melakukan pemberontakan kepada Murad.

3)      SAUDARA

         i.            Şehzade Mustafa (1408 – Oktober 1423). Dijuluki Mustafa muda untuk membedakan dengan pamannya. Dihukum mati karena melakukan pemberontakan kepada Murad.

       ii.            Selçuk Hatun (meninggal 25 Oktober 1485). Menikah dengan Taceddin Ibrahim II Bey, Adipati Isfendiyar dan ayah Hatice Halime Hatun.

     iii.            Sultan Hatun (meninggal 1444). Menikah dengan Damad Kasım Bey, saudara Hatice Halime Hatun

 

4)      PASANGAN

         i.            Yeni Hatun, putri Şadgeldi Paşazade Mustafa Bey

       ii.            Hatice Halime Hatun, putri Taceddin Ibrahim II Bey, Adipati Isfendiyar kedelapan. Halime dan Murad menikah sekitar tahun 1425 di Edirne sebagai upaya memperkuat hubungan antara Utsmani dengan Isfendiyar. Murad juga menikahkan dua saudarinya yang bernama Selçuk dan Sultan masing-masing dengan ayah dan saudara Halime (Taceddin Ibrahim II Bey dan Kıvameddin Kasım Bey) dengan alasan serupa. Hatice Halime sempat dikirim keluar istana ke Bursa setelah Murad menikah dengan Mara, tetapi kemudian kembali lagi ke istana pada sekitar musim gugur 1435 atau musim semi 1436. Setelah Murad meninggal, Halime menikah dengan Ishak Pasya, gubernur Anatolia yang menjadi wazir agung pada tahun 1469–1472. Ishak meninggal pada 1497, menjadikan Halime menjanda kembali. Catatan terakhir mengenai dirinya adalah tentang sumbangan amalnya di Iznik pada tahun 1500. Halime wafat pada 6 November 1501 pada usia 87 tahun dan dimakamamkan di Bursa.

     iii.            Hüma Hatun, seorang budak-selir. Tidak diketahui keluarga asal dan nama lahirnya. Beberapa pendapat menyatakan bahwa dia adalah wanita Yahudi Italia bernama Stella, sebagian lain berpendapat bahwa dia dari Serbia. Sejarawan Turki bernama İlber Ortaylı mendukung pendapat bahwa dia keturunan bangsa Slavia. Setelah masuk ke harem Utsmani, dia diberi nama baru, Hüma, yang berarti "burung surgawi" dalam legenda Persia.

     iv.            Mara Hatun atau Mara Branković, putri Đurađ Branković, Despot Serbia. Ibunya adalah Irene Kantakouzene, cucu Matius Kantakouzenos, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada 1353–1357. Mara juga dikenal dengan Sultana Marija, Despina Hatun, atau Amerissa. Mara dan Murad menikah pada 4 September 1435 di Edirne. Maskawin dari pihak Mara antara lain wilayah Dubočica dan Toplica. Setelah mangkatnya Murad, Mara kembali kepada orangtuanya. Saat kedua orangtuanya meninggal, dia bergabung di istana putra tirinya, Sultan Mehmed II, dan kerap memberi Sang Sultan nasihat. Dia juga berperan sebagai penengah antara pihak Utsmani dan Republik Venesia selama Perang Utsmani-Venesia Pertama (1463–1479). Mara tetap menjadi tokoh berpengaruh pada masa cucu-tirinya, Sultan Bayezid II. Atas pengaruhnya, pihak Kristen Ortodok Yunani mendapat keistimewaan di Yerusalem.

 

5)      PUTRA

         i.            Şehzade Ahmed (1419 – 1437). Dijuluki Ahmed Besar untuk membedakannya dengan adiknya. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.

       ii.            Şehzade Alaeddin Ali (1425 – 1443) – putra dari Hatice Halime. Dia ditunjuk sebagai gubernur Manisa setelah dipandang menginjak usia dewasa. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.

     iii.            Sultan Mehmed II (1431 – 3 Mei 1481) - putra dari Hüma. Dikenal dengan julukan Muhammad Al Fatih atau Fatih Mehmed.

     iv.            Şehzade Orhan (meninggal 1453). Dimakamkan di Darülhadis Türbesi, Edirne.

       v.            Şehzade Hasan (1450 – 18 Februari 1451) - putra dari Hatice Halime. Dimakamkan di Darülhadis Türbesi, Edirne.

     vi.            Şehzade Ahmed (1450 – 1451) – putra dari Hatice Halime.[19] Dijuluki Ahmed Kecil untuk membedakannya dengan kakaknya.

 

6)      PUTRI

         i.            Erhundu Hatun. Menikah dengan Damad Yakub Bey.

       ii.            Şehzade Hatun. Menikah dengan Damad Sinan Bey. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.

     iii.            Fatma Hatun - putri dari Hüma. Menikah dengan Damad Mahmud Çelebi, putra Çandırlı Ibrahim Pasya, pejabat Utsmani yang menjadi wazir agung pada 1421-1429. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.

     iv.            Hatice Hatun. Menikah dengan Damat Isa Bey. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.

·        Mehmed II

Mehmed II

محمد ثانى

 

Painting of Sultan Mehmed II, 1480, by Gentile Bellini (1429–1507)

Sultan Utsmaniyah Ke-7

periode pertama

Berkuasa : Agustus 1444 – September 1446

Pendahulu : Murad II

Penerus : Murad II

periode kedua

Berkuasa : 3 Februari 1451 – 3 Mei 1481

Pendahulu : Murad II

Penerus : Bayezid II

Kelahiran : 30 Maret 1432, Edirne, Provinsi Rumelia, Kesultanan Utsmaniyah

Kematian : 3 Mei 1481 (Umur 49), Hünkarçayırı (Tekfurçayırı), dekat Gebze, Kesultanan Utsmaniyah

Pemakaman : Masjid Fatih, Istanbul, Turki

Wangsa : Usmani

Ayah : Murad II

Ibu : Hüma Hatun

Pasangan :

1. Gülbahar Hatun

2. Gülşah Hatun

3. Sittişah Hatun

4. Hatice Hatun

5. Çiçek Hatun

Agama  Islam Sunni

Tughra :



Mehmed II (Turki Utsmaniyah: محمد ثانى, Meḥmet-i sānī; Turki: II. Mehmet; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481), juga dikenal secara luas sebagai Muhammad al-Fatih (محمد الفاتح, Fatih Sultan Mehmed) atau Mehmed Sang Penakluk adalah penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444 – 1446 dan 1451 – 1481. Mehmed II mengukir berbagai capaian pada masa pemerintahannya, tetapi yang paling dikenal adalah Penaklukan Konstantinopel pada 1453 yang mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur, menjadikannya mendapat julukan 'Sang Penakluk' (الفاتح, el-Fatih). Mehmed dikenal sebagai pemimpin yang cakap dan mempunyai kepakaran dalam bidang kemiliteran, ilmu pengetahuan, matematika, dan menguasai enam bahasa saat berumur 21 tahun. Dia dikenal sebagai pahlawan di Turki maupun dunia Islam secara luas. Dalam sejarah Islam, Mehmed dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang hebat sebagaimana Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol). Di pemerintahan, Mehmed lebih memilih para pejabat tinggi dari latar belakang devşirme daripada mereka yang berasal dari keluarga bangsawan, menjadikan kendali negara benar-benar terpusat pada sultan.

a.      AWAL KEHIDUPAN

Mehmed lahir pada 30 Maret 1432 di Edirne, ibu kota Utsmaniyah kala itu. Dia merupakan anak dari Sultan Murad II dan Hüma Hatun.

Saat Mehmed berusia sebelas tahun, dia dikirim untuk memerintah Amasya, sesuai tradisi Utsmani untuk mengutus para şehzade (pangeran) yang sudah cukup umur untuk memerintah di suatu wilayah sebagai bekal bila naik takhta kelak. Murad juga mengirimkan banyak guru untuk mendidik putranya, di antaranya adalah Molla Gürani. Syaikh Muhammad Syamsuddin bin Hamzah, salah satu ulama berpengaruh kala itu, juga menjadi guru dan orang dekatnya, membuatnya sangat mempengaruhi Mehmed sejak usia muda, utamanya dalam masalah pentingnya penaklukan Konstantinopel.

Penobatan Mehmed II, 1451

Setelah mengadakan perjanjian damai dengan Kadipaten Karaman di Anatolia pada 1444, Murad yang sebenarnya lebih tertarik dalam masalah agama dan seni daripada politik turun takhta dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada Mehmed yang saat itu masih dua belas tahun. Dengan keadaan seperti ini, wazir agung (perdana menteri) saat itu, Çandarlı Halil Pasya, memiliki kendali kuat atas negara. Halil Pasya sendiri berasal dari keluarga Çandarlı, salah satu keluarga paling berpengaruh dalam sejarah Utsmani (selain Wangsa Utsmaniyah sendiri) yang telah berhasil menciptakan politik dinasti dalam negara. Meski begitu, pengaruhnya tersaingi oleh Syaikh Syamsuddin yang sangat dekat dengan Mehmed.

Pada periode pertama masa kekuasaan Mehmed, pihak Utsmani diserang Kerajaan Hongaria yang dipimpin János Hunyadi yang melanggar gencatan senjata yang tertuang dalam Perjanjian Szeged (1444). Dalam keadaan seperti ini, Mehmed meminta ayahnya untuk kembali naik takhta, tetapi Murad menolak. Sebagai balasan, Mehmed menulis surat, "Bila Ayah adalah sultan, datanglah dan pimpinlah pasukan Ayah. Bila aku adalah sultan, aku memerintahkan Ayah untuk datang dan memimpin pasukanku." Murad kemudian datang dan memimpin pasukan, mengalahkan pasukan gabungan Hongaria-Polandia dan Wallachia yang dipimpin oleh Władysław III, Raja Hongaria dan Polandia; János Hunyadi, komandan pasukan gabungan Kristen; dan Mircea II, Voivode (Adipati/Pangeran) Wallachia dalam Pertempuran Varna (1444).

Murad kemudian didesak untuk kembali naik takhta oleh Çandarlı Halil Pasya yang tidak senang dengan kuatnya pengaruh Syaikh Syamsuddin pada masa kekuasaan Mehmed. Murad kembali naik takhta dan berkuasa hingga wafatnya pada tahun 1451. Sepeninggalnya, Mehmed kembali naik takhta dan dinobatkan di Edirne pada usia sembilan belas tahun.

b.      PENAKLUKAN KONSTANTINOPEL

1)      SEBELUM PENAKLUKAN

Konstantinopel, kota yang didirikan Kaisar Romawi Konstantinus Agung pada 330 M, merupakan salah satu kota termasyur di dunia kala itu. Di dunia Kristen, kota ini menjadi yang terdepan dalam segi kebudayaan dan kesejahteraan, utamanya pada masa Wangsa Komnenos. Sebelas abad berikutnya, berbagai upaya penaklukan kota ini dilakukan oleh banyak pihak. Para pemimpin Muslim dari generasi ke generasi, diawali Mu'awiyah bin Abi Sufyan, juga termasuk mereka yang berusaha menaklukan Konstantinopel, meskipun semua upaya itu gagal. Meski begitu, sebelum tahun 1453, hanya satu kali kota ini berhasil diduduki, yakni pada masa Perang Salib Keempat. Pasukan Salib menduduki Konstantinopel dan mendirikan Kekaisaran Latin (Romawi Timur Katolik) pada 1204. Pasukan Salib menghancurkan berbagai hal di kota yang sebelumnya menjadi pusat agama Ortodoks ini. Hagia Sophia menjadi tempat mabuk-mabukan, berbagai bangunan sekuler dan keagamaan (gereja dan biara) tidak luput dari pengrusakan, para biarawati diperkosa di biara mereka, dan orang-orang yang sekarat terbaring sampai mati di jalan-jalan. Para bangsawan Romawi Timur Ortodoks kemudian mendirikan pemerintahan darurat di tiga tempat, Nicea, Trebizond, dan Epirus.

Peta kawasan Laut Tengah bagian timur sebelum penaklukan Konstantinopel. Wilayah Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) ditandai dengan warna ungu. Ungu atas (utara) adalah kawasan ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel. Ungu bawah (selatan) adalah wilayah Kedespotan Morea.

Pada masa kekuasaan Kekaisaran Latin, Konstantinopel mengalami kemunduran dalam berbagai segi. Sepertiga penduduk menjadi tuna wisma. Para pejabat, bangsawan, dan pemuka agama tinggi diasingkan. Segala kerusuhan ini menjadikan populasi Konstantinopel berkurang drastis. Timah dan perunggu dari berbagai bangunan diambil dan dijual untuk membiayai pertahanan negara. Hagia Sophia yang awalnya merupakan Basilika Kristen Ortodoks diubah menjadi Basilika Katolik sampai akhir masa kekuasaan pihak Katolik di Konstantinopel. Pihak Nicea mengakhiri kekuasaan Kekaisaran Latin Katolik dengan merebut kembali Konstantinopel, memulihkan kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur Ortodoks pada 1261, tetapi pemerintahan di Trebizond dan Epirus masih terus berlanjut secara mandiri sebagai negara berdaulat. Meski pemerintahan Romawi Timur Ortodoks telah dipulihkan, negara telah kehilangan banyak sumber daya dan ekonominya dan berjuang untuk bertahan. Kaisar Mikhael VIII Palaiologos berhasil memulihkan sebagian keadaan Konstantinopel dan di masa kekuasaannya, penduduk Konstantinopel yang awalnya tinggal sekitar 35.000 jiwa naik dua kali lipat. Namun keadaan negara jatuh dalam kekacauan saat terjadi perang saudara sepeninggal Kaisar Andronikos III Palaiologos, Serbia menduduki sebagian wilayah kekaisaran, begitu juga Utsmani yang menguasai sebagian besar Balkan setelah Pertempuran Kosovo.

2)      PENAKLUKAN OLEH UTSMANI

Saat Mehmed kembali naik takhta pada 1451, dia memusatkan perhatiannya untuk memperkuat angkatan laut Utsmani untuk persiapan penaklukan Konstantinopel. Di tepi Selat Bosporus bagian Asia, telah berdiri benteng Anadolu Hisarı yang dibangun oleh Sultan Bayezid I. Mehmed menindaklanjuti dengan membangun benteng Rumeli Hisarı yang lebih kokoh di tepi Eropa Bosporus. Pembangunan ini menjadikan Utsmani memiliki kendali penuh atas Selat Bosporus. Setelah pembangunan benteng, Mehmed memerintah pemungutan pajak atas setiap kapal yang melewati selat. Pihak Venesia mengabaikan peraturan tersebut dan kapal mereka tenggelam dengan satu tembakan meriam. Semua pelaut yang selamat dihukum penggal,[8] kecuali kapten kapal yang jasadnya dipajang sebagai peringatan bagi mereka yang melewati selat.

Pada tahun 1453, Mehmed memulai pengepungan Konstantinopel dengan pasukan berjumlah antara 80.000 sampai 200.000 orang, kereta api artileri, dan 320 kapal. Kota ini dikelilingi oleh laut dan darat, armada ditempatkan di pintu Bosporus dari pantai ke pantai dalam bentuk bulan sabit untuk menghadang bantuan untuk Konstantinopel dari laut.[8] Pada awal April, upaya penaklukan Konstantinopel dimulai. Pada awalnya, tembok kota dapat menahan pasukan Utsmani, meskipun Sultan Mehmed telah menggunakan meriam yang dibuat oleh Orban, insinyur dari Transilvania. Pelabuhan Tanduk Emas dilindungi menggunakan rantai penghadang dan dijaga dua puluh delapan kapal.

Masuknya Sultan Mehmed II ke Konstantinopel, lukisan oleh Fausto Zonaro (1854-1929)

Dalam pengepungan ini, pihak Romawi Timur meminta bantuan dari Barat, tetapi Paus memberikan persyaratan agar Gereja Ortodoks Timur bersedia bergabung di dalam kewenangan kepausan di Roma. Pihak kekaisaran sendiri sebenarnya telah mengeluarkan maklumat penyatuan gereja, tetapi warga dan pemuka agama Ortodoks mengabaikannya karena kebencian mereka pada kewenangan Roma dan ritus liturgi Latin dalam Katolik,  juga lantaran perbuatan umat Katolik pada masa pendudukan mereka atas Konstantinopel saat Perang Salib Keempat. Beberapa pasukan Barat datang memberikan bantuan, tapi sebagian besar penguasa di Barat sibuk dengan urusan masing-masing dan mengabaikan nasib Konstantinopel.

Pada 22 April, Mehmed menarik kapal perangnya ke darat, menaiki bukit di sekitar koloni Genova di Galata, dan ke pantai utara Tanduk Emas. Delapan puluh kapal diangkat dari Bosporus setelah membuka rute, kurang lebih satu mil, dengan kayu. Dengan keadaan demikian, pihak Romawi menempatkan pasukan mereka di atas dinding yang lebih panjang. Sekitar sebulan kemudian, Konstantinopel akhirnya berhasil ditaklukan pihak Utsmani setelah 57 hari pengepungan.[8] Setelah penaklukan ini, Mehmed memindahkan ibu kota Utsmani dari Edirne ke Konstantinopel. Dua keponakan dan pewaris Kaisar Konstantinus XI Palaiologos lantas menjadi pelayan dekat Mehmed dan kemudian masuk Islam dan diberi nama baru, Hass Murad dan Mesih. Hass Murad diangkat sebagai Gubernur Balkan, sementara Mesih menjadi Gubernur Gallipoli dan kemudian wazir agung pada masa kekuasaan putra Mehmed, Bayezid II. Kaisar Konstantinus XI sendiri meninggal pada hari penaklukan Konstantinopel, tetapi tidak ada saksi mata yang selamat yang melihat kematiannya. Kisah masyhur yang beredar menyatakan bahwa Konstantinus menanggalkan jubah kebesarannya dan berperang bersama prajurit yang tersisa sampai meninggal dalam pertempuran.

Setelah penaklukan Konstantinopel, Mehmed menghukum mati Çandarlı Halil Pasya pada 1 Juni 1453. Setelah peristiwa ini, keluarga Çandarlı kehilangan pengaruh yang mereka dapatkan sebelumnya, meski anggota keluarga ini ada yang diangkat menjadi wazir agung pada masa kekuasaan Bayezid II. Halil Pasya merupakan wazir agung pertama yang dihukum mati oleh sultan.

3)      MAKAM ABU AYYUB

Saat pasukan Utsmani bergerak menuju Konstantinopel, Syaikh Syamsuddin menemukan makam Abu Ayyub al-Anshari, sahabat Nabi yang meninggal dalam Pengepungan Konstantinopel (674–678). Setelah Konstantinopel ditaklukan, Mehmed membangun Masjid Eyüp Sultan (Eyüp Sultan Camii) di tempat tersebut untuk menandai pentingnya penaklukan Konstantinopel dalam Islam dan pentingnya peran Mehmed sebagai ghazi.

4)      SETELAH PENAKLUKAN

Setelah mengambil alih kepemimpinan Konstantinopel, Mehmed mengubah Hagia Sophia (dieja Aya Sofya dalam bahasa Turki) yang semula adalah Basilika Ortodoks menjadi masjid. Mehmed juga segera memerintahkan pembangunan ulang kota, termasuk memperbaiki dinding, membangun benteng, juga membangun istana baru. Untuk mendorong kembali orang-orang Yunani dan Genova yang pergi dari Galata, Mehmed memerintahkan pengembalian rumah-rumah mereka dan memberikan jaminan keamanan.

Mehmed juga memerintahkan pendirian bangunan Muslim dan komersial, seperti Masjid Rum Mehmed Pasya. Dari sini, kota berkembang dengan cepat. Pada akhir masa kekuasaannya, Konstantinopel berubah menjadi ibu kota kekaisaran yang megah. Menurut sejarawan Utsmani kontemporer, Mevlânâ Mehmed Neşri, "Sultan Mehmed membuat keseluruhan Istanbul." Lima puluh tahun mendatang, Konstantinopel kembali menjadi kota terbesar di Eropa.

Di dunia Arab, Konstantinopel dieja dengan sebutan Qusṭanṭīniyya (Hijaiyah: قسطنطنية). Setelah Utsmani mengambil alih kota, nama Kostantiniyye yang merupakan ejaan Turki Utsmani dari kata Qusṭanṭīniyya digunakan sebagai nama resmi kota ini dalam bahasa Turki Utsmaniyah. Nama Islambol (berarti "Islam keseluruhannya") dibuat setelah penaklukan Konstantinopel dan digunakan untuk merujuk kota ini sebagai bentuk pernyataan kedudukan kota ini sebagai ibu kota Kekaisaran Utsmani Islam. Penulis kontemporer menyatakan bahwa Sultan Mehmed sendiri yang membentuk nama itu. Beberapa sumber Utsmani menyatakan bahwa Islambol adalah nama umum yang digunakan saat itu. Antara abad ketujuh belas dan delapan belas, nama itu digunakan secara resmi. Penggunaan pertama kata Islambol dalam uang logam dilakukan pada tahun 1703 pada masa pemerintahan Sultan Ahmed III. Meski begitu, nama Kostantiniyye juga masih digunakan hingga abad kedua puluh.

1)      KEJATUHAN KONSTANTINOPEL

Pengepungan terakhir Konstantinopel, miniatur Prancis abad ke-15 kontemporer.

Kejatuhan Konstantinopel (bahasa Yunani Pertengahan: Ἅλωσις τῆς Κωνσταντινουπόλεως, translit. Hálosis tís Konstantinoupóleos; bahasa Turki: İstanbul'un Fethi) adalah peristiwa jatuhnya ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel ke tangan Kesultanan Utsmaniyah yang dipimpin oleh Mehmed II Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453 (Kalender Julian), merupakan peristiwa penting yang merupakan salah satu penanda berakhirnya Abad Pertengahan. Pergantian kekuasaan dari Kekaisaran Romawi Timur kepada Kesultanan Utsmaniyah ini menyebabkan jalur perdagangan antara Eropa dan Asia Barat di Laut Tengah terputus. Persediaan rempah-rempah untuk dunia Kristen yang dulunya bisa didapatkan di Konstantinopel tidak tersedia lagi karena konflik antar agama Kristen dan Islam. Para pedagang terpaksa mencari jalur lain ke sumber rempah-rempah dan hal tersebut membawa bangsa Eropa ke India dan kepulauan Nusantara.

        I.            SERANGAN TERAKHIR

Persiapan untuk serangan terakhir dimulai pada petang 26 Mei dan berlanjut keesokan harinya. Selama 36 jam setelah dewan perang memutuskan untuk menyerang, Utsmaniyah secara besar-besaran menggerakkan tentara mereka untuk melancarkan serangan umum. Tentara diberi kesempatan untuk berdoa dan beristirahat pada tanggal 28. Di pihak Bizantium, suatu armada kecil Venesia dengan 12 kapal, setelah menyusuri Aigeia, tiba di ibu kota pada 27 Mei dan melaporkan kepada Kaisar bahwa tidak ada armada bantuan Venesia yang besar yang akan datang. Pada 28 Mei, ketika Utsmaniyah bersiap untuk serangan terakhir, prosesi keagamaan berskala besar digelar di dalam kota. Saat petang suatu upacara khidmat digelar di Hagia Sophia, di mana Kaisar dan perwakilan gereja Latin dan Yunani ikut serta, bersama-sama dengan kaum bangsawan dari kedua pihak.

Tidak lama setelah tengah malam pada 29 Mei serangan mati-matian dimulai. Pasukan Kristen Kekaisaran Utsmaniyah menyerang pertama kali, diikuti oleh gelombang serangan berturut-turut oleh azap ireguler, yang miskin pelatihan dan perlengkapan, serta pasukan Anatolia yang berfokus pada bagian dinding Blachernai di barat laut kota, yang telah rusak oleh meriam. Bagian ini dibuat lebih tua, pada abad kesebelas, dan jauh lebih lemah. Pasukan Anatolia berhasil menembus bagian dinding ini dan memasuki kota namun dengan cepat dihalau keluar oleh pasukan bertahan. Akhirnya, seiring pertempuran terus berlanjur, gelombang terakhir, yang terdiri atas Yanisari elit, menyerang dinding kota. Jenderal Genoa yang memimpin serangan darat, Giovanni Giustiniani, terluka parah selama serangan, dan evakuasinya dari benteng memicu kepanikan di kalangan pasukan bertahan. Giustiniani dibawa ke Khios, di mana dia meninggal akibat lukanya beberapa hari kemudian.

Dengan mundurnya pasukan Genoa yang dipimpin Giustiniani ke dalam kota dan menuju pelabuhan, Konstantinus dan pasukannya, kini tinggal berjuang sendirian, terus bertempur dan mampu menahan Yanisari untuk sementara, tapi akhirnya mereka tidak mampu menghentikan Yanisari memasuki kota. Pasukan bertahan juga kewalahan di beberapa titik di bagian Konstantinus. Ketika bendera Utsmaniyah berkibar di atas sebuah gerbang belakang kecil, Kerkoporta, yang terbuka, kepanikan merebak, dan pertahanan pun runtuh, seiring Yanisari, yang dipimpin oleh Ulubatlı Hasan terus menekan. Tentara Yunani berlarian ke rumah untuk melindungi keluarga, tentara Venesia berlarian ke kapal-kapal mereka, dan beberapa tentara Genoa melarikan diri ke Galata. Sisanya bunuh diri dengan melompat dari dinding kota atau menyerah. Rumah-rumah Yunani yang paling dekat dengan kota adalah yang pertama mengalami penyerangan oleh Utsmaniyah. Disebutkan bahwa Konstantinus, melepaskan regalia ungunya, memimpin serangan terakhir terhadap pasukan Utsmaniyah yang berdatangan, dan meninggal dalam bentrokan yang terjadi di jalanan besama para tentaranya. Di pihak lain, Nicolò Barbaro, seorang saksi mata Venesia selama pengepungan, menulis dalam buku hariannya bahwa dikatakan bahwa Konstantinus gantung diri ketika Utsmaniyah menembus gerbang San Romano, meskipun nasib akhirnya tak diketahui.

Setelah serangan awal, pasukan Utsmaniyah menyebar di sepanjang kalanan kota, Mese, melewatkan forum-forum besar, dan melewatkan Gereja Rasul Suci, yang diinginkan oleh Mehmed II untuk dijadikan tempat kedudukan patriark yang akan ditunjuknya, yang akan membantunya untuk lebih baik dalam mengendalikan rakyat Kristennya. Mehmed II telah mengirim tentara untuk melindungi bangunan-bangunan penting seperti gereja tersebut.

Beberapa penduduk sipil yang beruntung berhasil melarikan diri. Ketika orang Venesia melarikan diri ke kapal-kapal mereka, Utsmaniyah telah merebut dinding Tanduk Emas, namun tentara Ustmaniyah tidak membunuh mereka karena lebih tertarik untuk menjarah rumah-rumah di kota. Akibatnya, Tanduk Emas diabaikan sehingga orang Venesia berhasil selamat. Kapten Venesia memerintahkan anak buahnya untuk mendobrak gerbang Tanduk Emas, lalu mengisi kapal dengan tentara Venesia dan pengungsi dari kota. Segera setelah mereka pergi, beberapa kapal Genoa dan bahkan kapal-kapal kekaisaran mengikuti mereka keluar dari Tanduk Emas. Tak lama setelah itu, Angkatan Laut Utsmaniyah kembali menguasai Tanduk Emas pada tengah hari.

Pasukan Utsmaniyah mendatangi Augusteum, lapangan luas di depan gereja Hagia Sophia yang gerbang perunggunya dihalangi oleh kerumunan penduduk sipil di dalam bangunan yang mengharapkan bantuan dari Tuhan. Setelah pintunya didobrak, tentara Utsmaniyah memisahkan orang-orang berdasarkan kemungkinan harga mereka di pasar budak. Mehmed II mengizinkan pasukannya menjarah kota selama tiga hari sesuai adat. Para tentara memperebutkan sejumlah rampasan perang. Menurut ahli bedah Venesia Nicolò Barbaro "sepanjang hari pasukan Turk membantai banyak sekali orang Kristen di seluruh kota". Menurut Philip Mansel, ribuan penduduk sipil dibunuh dan 30.000 penduduk sipil diperbudak atau diusir.

      II.            PENGEPUNGAN ATAS KONSTANTINOPEL

Ada banyak pengepungan atas Konstantinopel selama sejarah Kekaisaran Bizantium atau Romawi Timur. Dua diantaranya mengakibatkan direbutnya Konstantinopel dari kekuasaan Bizantium: pada tahun 1204 oleh para Tentara Salib, dan pada tahun 1453 oleh Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman yang dipimpin Mehmed II.

Pengepungan atas Konstantinopel pada tahun 1453 (lukisan tahun 1499).

§  Pengepungan oleh Persia dan Arab :

v  Pengepungan Konstantinopel (626), oleh kaum Avar, Slavia, dan Persia Sasaniyah, tidak berhasil

v  Pengepungan Konstantinopel (674-678), oleh bangsa Arab, tidak berhasil

v  Pengepungan Konstantinopel (717–718), oleh bangsa Arab, tidak berhasil

 

§  Pengepungan oleh Bulgaria dan Rus

v  Pengepungan Konstantinopel (813), oleh Krum dari Bulgaria, tidak berhasil

v  Perang Rus'-Romawi Timur 860, oleh bangsa Rus, tidak berhasil

v  Perang Rus'-Romawi Timur (907), oleh bangsa Rus pada tahun 904/907, tidak berhasil

v  Perang Rus'-Romawi Timur (941), oleh bangsa Rus, tidak berhasil

 

§  Pengepungan dan penyerangan selama perang saudara Bizantium

v  Pengepungan oleh Thomas orang Slavia pada tahun 821–822

v  Pengepungan selama pemberontakan Leon Tornikios pada tahun 1047

v  Pengepungan selama 32 hari oleh Andronikos IV Palaiologos dengan dukungan dari bangsa Turk Utsmaniyah pada tahun 1376

 

§  Perang Salib

v  Pengepungan Konstantinopel (1203), pengepungan pertama dalam Perang Salib Keempat, di mana Alexius IV Angelus mampu merebut takhta setelah Alexius III melarikan diri ke Thrakia, berhasil

v  Pengepungan Konstantinopel (1204), pengepungan kedua dalam Perang Salib Keempat, di mana in which kaum Bizantium kewalahan dan kota tersebut dijarah, berhasil

 

§  Pengepungan oleh Nicea

v  Pengepungan Konstantinopel (1235), oleh pasukan Nicea dan Bulgaria, tidak berhasil

v  Suatu serangan atas Konstantinopel pada tahun 1248 oleh Nicea tersirat dalam catatan Georgios Akropolitês, tetapi tidak ada informasi detail.

v  Pengepungan Konstantinopel (1260), oleh Kekaisaran Nicea, tidak berhasil

v  Pada tahun 1261 sepasukan kecil Nicea yang dipimpin Alexios Strategopoulos mendapat akses masuk ke dalam ibu kota Latin yang tidak dipertahankan dengan baik, sehingga mengakhiri Kekaisaran Latin dan memulihkan kekuasaan Bizantium atas kota tersebut. Kebanyakan pasukan Latin yang mempertahankan kota tidak ada di sana karena kampanye militer di luar, dan kaisarnya melarikan diri tanpa mengadakan perlawanan; tidak ada pengepungan.

 

§  Pengepungan oleh Utsmaniyah

v  Suatu blokade oleh Utsmaniyah terjadi antara tahun 1390 dan 1402, yang pertama diinterupsi oleh Pertempuran Nikopolis, kemudian dihentikan akibat Pertempuran Ankara

v  Pengepungan Konstantinopel (1411), suatu pengepungan singkat oleh Utsmaniyah yang tejadi selama Interregnum Utsmaniyah, tidak berhasil

v  Pengepungan Konstantinopel (1422), pengepungan skala besar yang pertama atas kota tersebut oleh Utsmaniyah, tidak berhasil

v  Kejatuhan Konstantinopel pada tahun 1453, setelah suatu pengepungan oleh Utsmaniyah, berhasil

 

    III.            PASCA PENAKLUKAN

Sultan berdiam di Konstantinopel selama 23 hari lamanya pasca penaklulan, menyelesaikan segala urusan-urusannya, dan mengatur pengelolaan kota yang baru ditakluk itu. Dalam pada tempoh itu, ia membuka satu permulaan daripada dekritnya soal kota itu, bahwa Konstantinopel dijadikannya sebagai ibu kota. Sesudahnya ia mengambil gelar "al-Fātih" (Arab: Penakluk), dan "Abul-Fath" (Arab:Bapak Penakluk), karenanya ia dikenal dengan nama "Muhammad al-Fātih". Dalam bahasa Turki Utsmaniyah: ia ditulis فاتح سُلطان مُحمَّد خان ثانى atau "Fatih Sultan Muhammad Khan Tsani". Di bahasa Turki modern ia ditulis dengan sebutan "Fâtih Sultan Mehmed Han II".

c.       PENAKLUKAN SERBIA

Kedespotan Serbia pada masa Stefan Lazarević (1422)

Setelah penaklukan Konstantinopel, Mehmed mengarahkan pasukan ke Kedespotan Serbia yang telah menjadi negara bawahan Utsmani sejak Pertempuran Kosovo 1389. Mehmed sendiri memiliki hubungan kekerabatan dengan Serbia karena dua sultan pendahulunya menikah dengan putri penguasa Serbia: Sultan Bayezid I menikah dengan Mileva Olivera Lazarević, putri Lazar Hrebeljanović, dan Sultan Murad II menikah dengan Mara Branković, putri Đurađ Branković. Dengan dasar ini, pihak Utsmani mengklaim beberapa wilayah Serbia. Pada masa itu, Đurađ Branković telah menjalin persekutuan dengan Hongaria dan membayar upeti. Saat Serbia menolak klaim tersebut, Utsmani mengirimkan pasukan dari Edirne ke Serbia pada 1454. Smederevo dikepung sebagaimana Novo Brdo yang merupakan pusat penambangan dan peleburan logam paling penting di Serbia. Utsmani dan Hongaria bertempur sampai tahun 1456.

Miniatur Utsmaniyah tentang Pengepungan Beograd (1456)

Pasukan Utsmani sendiri juga bergerak menuju Beograd, tetapi gagal menaklukan kota yang dipimpin János Hunyadi tersebut. Mehmed kembali ke Edirne dan Đurađ Branković sendiri kembali menguasai sebagian wilayah Serbia. Namun tak lama, Đurađ Branković meninggal di usia 79 tahun. Putra bungsunya, Lazar Branković, kemudian merebut takhta, meracuni ibunya, dan mengasingkan saudara-saudaranya, tetapi meninggal tak lama kemudian. Takhta Serbia kemudian dipegang oleh kakak Lazar, Stefan Branković, yang sebelumnya telah berunding dengan janda Lazar, Helena Palaiologina. Helena sendiri kemudian menikahkan putrinya dengan Stjepan Tomašević, putra Raja Bosnia, dan berusaha menaikkan menantunya tersebut ke takhta Serbia. Stefan Branković digulingkan pada 8 April 1459 dan Stjepan Tomašević diangkat menggantikannya dan ini membuat Sultan Mehmed marah. Mehmed kemudian mengerahkan pasukannya kembali ke Serbia dan menyerang Smederevo. Menyadari bahwa Smederevo tidak akan dapat bertahan dari serangan Mehmed, Stjepan Tomašević menyerahkan benteng pada 20 Juni. Utsmani menguasai sisa wilayah Serbia yang lain dalam kurun waktu setahun. Stjepan Tomašević sendiri dan keluarganya pergi ke Bosnia di istana ayahnya. Raja Hongaria menuduh Stjepan sengaja menjual benteng demi emas.  Anggota Yanisari kelahiran Serbia, Konstantin Mihailović, dan sejarawan Romawi-Yunani dari Athena, Laonikos Chalkokondyles, menyatakan ketidakbersalahan Stjepan. Mereka menyatakan bahwa orang-orang Serbia di Smederevo tidak senang dengan pemerintahan orang Bosnia dan yakin Utsmani akan menang dan akan lebih memberi mereka toleransi beragama daripada bangsa Hongaria sehingga mereka keluar menemui Mehmed dan menyerahkan kunci kota.

d.      PERTEMPURAN KOSOVO

Miniatur Rusia dari abad ke-16 tentang pertempuran ini Bagian dari the Perang Utsmaniyah di Eropa dan Peperangan Serbia-Utsmaniyah

Pertempuran Kosovo (bahasa Serbia: Косовска битка/Kosovska bitka, bahasa Turki: Kosova Meydan Muharebesi) berlangsung pada tanggal 15 Juni 1389 antara pasukan yang dipimpin oleh Pangeran Serbia Lazar Hrebeljanović, dan pasukan penyerang dari Kesultanan Utsmaniyah di bawah pimpinan Sultan Murad Hüdavendigâr. Pasukan di bawah pimpinan Pangeran Lazar terdiri dari para prajuritnya sendiri, suatu kontingen yang dipimpin oleh Vuk Branković, seorang bangsawan Serbia, dan suatu kontingen pimpinan Vlatko Vuković yang dikirim dari Kerajaan Bosnia oleh Raja Tvrtko I. Pangeran Lazar adalah penguasa Serbia Moravia, dan merupakan yang terkuat di antara para penguasa daerah Serbia pada waktu itu, sedangkan Vuk Branković memerintah Distrik Brankovića yang terletak di salah satu wilayah Kosovo dan daerah lainnya, mengakui Lazar sebagai maharajanya. Pertempuran ini berlangsung di lapangan Kosovo, sekitar 5 kilometer di sebelah barat laut kota Prishtina modern.

Catatan-catatan sejarah yang dapat diandalkan termasuk langka. Sebagian besar pasukan dari kedua belah pihak musnah dalam pertempuran ini; baik Lazar maupun Murad juga kehilangan nyawa dalam pertempuran. Meskipun pihak Utsmaniyah berhasil memusnahkan pasukan Serbia, mereka juga menderita banyak korban sehingga menunda perkembangan mereka. Pihak Serbia meninggalkan terlalu sedikit orang untuk dapat mempertahankan tanah mereka secara efektif, sementara pihak Turki memiliki lebih banyak tentara di timur. Konsekuensinya, satu demi satu, kepangeranan Serbia yang belum menjadi vasal Utsmaniyah menjadi turut bergabung pada tahun-tahun berikutnya.

1)      AKIBAT

Pasukan dari kedua belah pihak binasa dalam pertempuran; baik Lazar maupun Murad kehilangan nyawa mereka, dan sisa-sisa pasukan mereka akhirnya mundur dari medan perang. Bayezid I, putra Murad, mencekik Yakub Çelebi adiknya setelah mendengar bahwa ayah mereka telah meninggal sehingga ia menjadi satu-satunya pewaris singgasana Utsmaniyah. Pihak Serbia hanya menyisakan terlalu sedikit orang untuk mempertahankan tanah mereka secara efektif, sedangkan pihak Turki memiliki lebih banyak tentara di timur. Akibatnya berbagai kepangeranan Serbia yang belum menjadi vasal Utsmaniyah turut bergabung juga, satu demi satu, pada tahun-tahun berikutnya. Selanjutnya dalam menanggapi tekanan Utsmaniyah, beberapa bangsawan Serbia menikahkan putri mereka, termasuk putri Pangeran Lazar, dengan Bayezid. Akibat dari pernikahan-pernikahan ini, Stefan Lazarević menjadi seorang sekutu setia Bayezid, memberi kontribusi pasukan yang signifikan dalam banyak pertempuran militer Bayezid selanjutnya, termasuk Pertempuran Nikopolis. Pada akhirnya Kedespotan Serbia dalam berbagai kesempatan berupaya untuk mengalahkan Utsmaniyah dalam kaitannya dengan bangsa Hongaria sampai kekalahan terakhirnya pada tahun 1459 dan 1540.

2)      PENINGGALAN

Pertempuran Kosovo ini sangat penting untuk identitas nasional, tradisi, dan sejarah Serbia.[ Tanggal pertempuran ini tertanam dalam benak orang Serbia, dan versi Gaya Baru dari pertempuran ini adalah tanggal pembunuhan Adipati Agung Franz Ferdinand oleh seorang nasionalis Serbia, yang mana memicu Perang Dunia I.

Slobodan Milošević berpidato di Gazimestan, dekat Polje Kosovo, di mana ia mengungkit kutukan Kosovo.

Makam Sultan Murad, sebuah situs di Polje Kosovo di mana organ-organ tubuh Murad I dikuburkan, memiliki suatu makna religius bagi kaum Muslim setempat. Sisa jenazah Murad yang lainnya dibawa ke Bursa, ibu kota Anatolianya, dan dimakamkan di sana di makam keduanya di kompleks Hüdavendigâr di Bursa. Sebuah monumen dibangun oleh Bayezid I putranya di Makam Sultan Murad di Polje Kosovo, menjadi contoh pertama arsitektur Utsmaniyah di wilayah Kosovo.

e.      PENAKLUKAN MOREA (1458-1460)

Kedespotan Morea (bahasa Yunani: Δεσποτᾶτον τοῦ Μορέως) atau Kedespotan Mystras (bahasa Yunani: Δεσποτᾶτον τοῦ Μυστρᾶ) adalah sebuah provinsi dari Kekaisaran Bizantium yang ada antara pertengahan abad ke-14 dan pertengahan abad ke-15. Ukuran wilayahnya berubah-ubah selama keberadaannya, tetapi akhirnya berkembang meliputi hampir seluruh bagian selatan Semenanjung Yunani yang dikenal dengan nama Peloponnesos, dan selanjutnya dikenal dengan nama Morea selama abad pertengahan dan awal zaman modern. Wilayah itu biasanya berada dalam kekuasaan satu atau lebih anak-anak Kaisar Bizantium yang sedang memerintah, yang bergelar despotes (pengertian yang berbeda dengan despotisme). Ibu kotanya adalah kota berbenteng Mystras, tidak jauh dari kota kuno Sparta, yang menjadi pusat penting perkembangan Renaisans Palaiologos.

Kedespotan Morea adalah provinsi Romawi Timur yang wilayahnya mencakup Peloponnesos atau Yunani selatan. Biasanya kawasan ini dipimpin oleh seorang atau lebih putra Kaisar Romawi Timur yang sedang berkuasa, yang kemudian diberi gelar Despot (δεσπότης). Pada tahun 1446, Sultan Murad II menyerang kawasan ini dan menghancurkan Dinding Hexamillion, dinding pertahanan yang dibangun pada abad kelima di Tanah Genting Korintus, sebuah daratan sempit yang merupakan satu-satunya daratan penghubung antara daratan utama Yunani di utara dengan Semenanjung Peloponnesos di selatan.

Sebelum penaklukan Konstantinopel, Mehmed memerintahkan sebagian pasukan Utsmani menyerang Morea. Hal ini menyebabkan Despot Morea saat itu, Demetrios Palaiologos dan Thomas Palaiologos yang merupakan saudara kaisar gagal memberikan bantuan saat kepemimpinan Konstantinopel diambil alih oleh Utsmani. Ketidakmampuan mereka membuat terjadinya Revolusi Albania-Yunani pada 1453-1454, yang membuat kedua despot justru mengundang tentara Utsmani untuk meredakan revolusi. Pada masa itu, beberapa tokoh Yunani dan Albania Morea diam-diam telah melakukan kesepakatan damai dengan Mehmed.

Setelah gerakan revolusi dapat dikalahkan, Thomas yang merupakan pendukung Barat meminta bantuan Barat dalam melawan Utsmani dan Demetrios yang mendukung Utsmani. Thomas bersekutu dengan Republik Genova dan Paus dalam menggulingkan Demetrios. Demetrios meminta bantuan Utsmani. Pasukan Utsmani tiba di Morea dan Mystras, ibu kota Morea, tunduk pada 1460. Thomas melarikan diri ke Italia dan tetap mempertahankan klaimnya sebagai pewaris Kaisar Romawi Timur. Semenanjung Mane tetap bertahan di bawah kesepakatan antara klan-klan setempat, dan pada akhirnya berada dalam kekuasaan Venesia. Salmeniko yang dipimpin komandan militer Graitzas Palaiologos merupakan wilayah Morea terakhir yang bertahan. Meski pihak kota sudah menyerah mewah pada pasukan Utsmani, Graitzas, pasukannya, dan beberapa penduduk tetap mempertahankan Kastel Salmeniko sampai mereka melarikan diri di wilayah Venesia.

Pada 1458, Mehmed mengajukan lamaran kepada anak tunggal dan pewaris Demetrios, Helena. Namun menurut Theodoro Spandugino, sejarawan Yunani abad keenam belas, Mehmed tidak lagi berkeinginan menikahinya. Sejarawan Franz Babinger menyatakan bahwa pernikahan itu tidak dilangsungkan lantaran khawatir Helena akan berupaya meracuni Mehmed.

1)      SEJARAH

Kedespotan Morea terbentuk dari wilayah yang direbut dari Kepangeranan Akhaea bangsa Franka. Wilayah tersebut sebelumnya merupakan bekas wilayah Bizantium, yang dikuasai seusai Perang Salib Keempat (1204). Pada 1259, penguasa kepangeranan William II Villehardouin kalah dalam Pertempuran Pelagonia melawan Kaisar Bizantium Mikhael VIII Palaeologos. William terpaksa menebus kebebasan dirinya dengan menyerahkan sebagian besar bagian timur Morea dan serta benteng-benteng yang baru dibangunnya. Wilayah yang diserahkan tersebut kemudian menjadi pusat dari wilayah Kedespotan Morea.

Kaisar Bizantium setelahnya, Yohanes VI Kantakouzenos, mereorganisasi wilayah ini selama pertengahan abad ke-14 untuk membuatnya menjadi tanah lungguh (apanase) bagi anaknya, Despot Manuel Kantakouzenos. Saingan mereka dinasti Palaiologos merebut Morea setelah wafatnya Manuel pada tahun 1380, dan Theodoros I Palaiologos menjadi despot di 1383. Theodoros memerintah hingga tahun 1407, ia mengkonsolidasikan kekuasaan Bizantium dan membangun pengertian dengan tetanggnya yang lebih kuat —khususnya dengan Kesultanan Utsmaniyah yang ekspansionis, yang kepemimpinannya (suzerenitas) ia akui. Ia juga berusaha menghidupkan kembali perekonomian lokal dengan pemukim Albania untuk menetap di wilayah ini.

Para despot berikutnya putra-putra dari Kaisar Manuel II Palaiologos, saudara dari despot Theodoros: yaitu Konstantinos, Demetrios, dan Thomas. Seiring makin berkurangnya kekuasaan Latin di Peloponnesos sepanjang abad ke-15, Kedespotan Morea diperluas hingga meliputi keseluruhan semenanjung pada 1430, dengan wilayah-wilayah yang diperoleh hadiah maskawin pernikahan, serta penaklukan Patras oleh Constantinos. Namun pada 1446, Sultan Utsmaniyah Murad II menghancurkan pertahanan Bizantium — yaitu dinding Hexamilion di Tanah Genting Korintus. Serangannya tersebut membuat semenanjung itu menjadi terbuka terhadap invasi, meskipun Murad meninggal sebelum ia bisa memanfaatkannya. Penggantinya Mehmed II "Sang Penakluk" menaklukkan ibu kota Bizantium Konstantinopel pada tahun 1453. Para despot Morea Demetrios Palaiologos dan Thomas Palaiologos, saudara-saudara dari kaisar terakhir, gagal untuk mengirim bala bantuan apapun, karena Morea baru pulih dari serangan Utsmaniah sebelumnya. Ketidakmampuan mereka memimpin mengakibatkan terjadinya Pemberontakan Yunani-Albania terhadap mereka, sehingga mereka mengundang pasukan Utsmaniyah untuk membantu mereka mengatasi pemberontakan itu. Pada saat itu, sejumlah tokoh berpengaruh Morea Yunani dan Albania membuat perdamaian pribadi dengan Mehmed. Setelah bertahun-tahun pemerintahan yang tidak kompeten oleh para despot, mereka gagal untuk membayar upeti tahunan kepada Sultan, dan akhirnya mereka sendiri pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmaniyah, hingga Mehmed mendatangi Morea pada Mei tahun 1460. Demetrios berakhir sebagai tahanan Utsmaniyah dan adiknya Thomas melarikan diri. Pada akhir musim panas, Utsmaniyah telah menguasai hampir semua kota-kota yang sebelumnya dimiliki oleh orang-orang Yunani.

Beberapa daerah tetap bertahan untuk sementara waktu. Semenanjung Monemvasia yang berbatu-batu menolak untuk menyerah dan selama waktu singkat berada dalam kekuasaan corsair Katalan. Setelah penduduk berhasil mengusirnya, mereka lalu memperoleh persetujuan dari Thomas untuk menjadi daerah di bawah perlindungan Paus sebelum akhir tahun 1460. Semenanjung Mani Peninsula, yang terletak di ujung selatan Morea, bertahan dengan membentuk koalisi longgar antar klan-klan lokal, dan menjadi daerah di bawah perlindungan Venesia. Daerah terakhir yang bertahan adalah Salmeniko, di barat laut Morea. Graitzas Palaiologos menjadi komandan militer di sana, yang bertugas di Kastil Salmeniko (juga dikenal dengan nama Kastil Orgia). Ketika kotanya akhirnya menyerah, Graitzas dan pasukan penjaganya serta beberapa penduduk kota tetap bertahan di kastil hingga Juli 1461, saat mereka lalu melarikan diri dan mencapai wilayah Venesia. Dengan demikian, berakhirlah wilayah resmi terakhir dari Kekaisaran Bizantium.

Setelah tahun 1461, wilayah-wilayah terakhir non-Utsmaniyah adalah yang dikuasai oleh Venesia: kota-kota pelabuhan Modon dan Koroni di ujung selatan Morea, Argolid di Argos, dan pelabuhan Nafplion. Monemvasia pada akhirnya menyerahkan diri kepada Venesia pada awal Perang Utsmaniyah-Venesia 1463-1479.

2)      DEPOT BIZANTIUM DI MOREA

v  Manuel Kantakouzenos (1349–?)

v  Mikhael Asan ?

v  Andreas Asan (?–1354)

v  Manuel Kantakouzenos (kembali berkuasa) (1354–1380)

v  Matthaios Kantakouzenos (1380–1383)

v  Demetrios I Kantakouzenos (1383)

v  Theodoros I Palaiologos (1383–1407)

v  Theodoros II Palaiologos (1407–1443)

v  Constantinos Palaiologos (1428–1449), setelah 1449 menjadi kaisar di Konstantinopel. Setelah itu, pemerintahan bersama di bawah saudara-saudaranya:

§  Thomas Palaiologos (1428–1460)

§  Demetrios II Palaiologos (1449–1460)

 

f.        PENAKLUKAN TEPI LAUT HITAM

1)      Penduduk Trebizond

Trebizond, Aq Qoyunlu, dan negara-negara di sekitarnya pada 1400

Kekaisaran Trebizond yang berpusat di timur laut Anatolia menjalin persekutuan melalui pernikahan dengan berbagai penguasa Muslim. Yohanes IV Komnenos, Kaisar Trebizond yang berkuasa pada 1429 – 1460, menikahkan putrinya, Theodora Megale Komnene, dengan Uzun Hasan, penguasa kesembilan Aq Qoyunlu, negara persekutuan suku Turki Persia Muslim. Pernikahan ini untuk mengikat janji Uzun Hasan untuk melindungi Trebizond. Dia juga mengamankan janji dukungan dari Bey (Adipati) Sinop dan Karaman, juga dari raja dan para pangeran Georgia. Utsmani terdorong untuk menaklukan Trebizond, atau setidaknya membuat mereka membayar upeti rutin. Sultan Murad II pernah mencoba menaklukan ibu kotanya melalui jalur laut, tetapi menemui kegagalan. Saat Mehmed II mengepung Beograd pada 1456, Gubernur Amasya saat itu menyerang Trebizond. Meski pasukannya dapat dikalahkan, Gubernur Amasya membawakan banyak tahanan dan upeti besar untuk Utsmani.

Setelah Kaisar Yohanes mangkat pada 1459, Kaisar Dabid yang merupakan saudara dan penerusnya meminta bantuan berbagai pihak Eropa untuk mengalahkan Utsmani, bahkan termasuk rencana penaklukan Yerusalem. Mehmed menanggapinya dengan memimpin pasukan pada musim panas 1461. Dia menundukkan Sinop dan mengakhiri masa kekuasaan Wangsa Jandarid di sana. Mehmed kemudian mengirim pasukan ke Trebizond dan dia sendiri memimpin pasukan lain untuk melawan Uzun Hasan. Setelah Mehmed berhasil menaklukan Benteng Koyulhisar dan pihak Karaman tidak bisa mengirimkan bantuan kepada Aq Qoyunlu, Uzun Hasan mengirim ibunya, Sara Hatun, sembari membawa hadiah mahal untuk berunding dengan Sultan Mehmed II. Keduanya saling memanggil dengan sebutan "ibu" dan "putra". Meski berhasil melindungi Aq Qoyunlu melalui perundingan, Sara Hatun tidak bisa melakukan hal yang sama untuk kampung halaman menantunya.

 

"Mengapa kau membuang-buang tenaga, putraku - katanya kepada Sultan yang menerimanya - untuk omong kosong semacam Trebizond?"

"Ibunda, di tanganku ada pedang Islam. Tanpa segala kesulitan ini, aku tidak pantas menyandang gelar ghazi dan sekarang maupun esok aku akan menutup wajah dengan rasa malu di hadapan Allah."

 

Pihak Uzun Hasan resmi berdamai dengan pihak Utsmani setelah perundingan ini, menjadikan Trebizond kehilangan sekutu terkuatnya. Mehmed kemudian mengalihkan pasukannya ke Trebizond. Mehmed tiba pada awal Juli, mengalahkan pasukan Kaisar Dabid, dan mengepung kota lebih dari sebulan. Kaisar Dabid menyerah pada 15 Agustus 1461, mengakhiri riwayat Kekaisaran Trebizond. Meski begitu, Sara Hatun berhasil mendapat janji dari Sultan Mehmed untuk memberikan perlindungan kepada Kaisar Trebizond terakhir beserta keluarganya. Mereka semua dikirim ke Konstantinopel dengan murah hati dengan kapal khusus bersama para pelayan dan harta pribadi mereka, kecuali perhiasan mereka yang diberikan kepada Sara Hatun sebagai imbalan atas upayanya. Anak perempuan Kaisar Dabid, Anna, direncanakan akan dinikahkan dengan Mehmed, tetapi kemudian menikah dengan salah satu pejabat Utsmani yang juga merupakan ayah mertua Mehmed, Zagan Pasya.

2)      Pendudukan Gazaria

Lokasi Kekhanan Krimea (Kırım Hanlığı)

Setelah runtuhnya Gerombolan Emas pada awal abad kelima belas, Hacı I Giray yang masih keturunan Jenghis Khan menyatakan berdirinya Kekhanan Krimea yang kemudian menjadi sekutu Utsmani. Kekhanan Krimea menguasai wilayah antara Kuban sampai Sungai Dniester, tetapi mereka tidak mampu menundukkan Gazaria yang merupakan koloni Republik Genova sejak 1357. Setelah penaklukan Konstantinopel, jalur komunikasi Genova terganggu dan pihak Krimea meminta bantuan Utsmani untuk menundukkan Gazaria. Pihak Utsmani memberi jawaban dengan mengirimkan pasukan di bawah pimpinan Gedik Ahmed Pasya pada 1475 dan menundukkan wilayah tersebut,[38] kemudian menjadikan Meñli I Giray yang merupakan Khan Krimea sejak 1468 sebagai tahanan, dan baru membebaskannya setelah pihak Krimea bersedia mengakui kedaulatan Utsmaniyah atas Krimea. Dalam keberjalanannya, Krimea sendiri diberikan hak otonomi yang sangat luas dan pihak Utsmani sendiri hanya memegang kendali secara langsung di wilayah pesisir selatan mereka.

g.      PENGUASAAN WALLACHIA

Lukisan Vlad III Drakula Sang Penyula, Voivode Wallachia, 1460

Sejak awal abad kelima belas, pihak Utsmani selalu berusaha menguasai Wallachia dengan mendudukkan calon pilihan mereka di takhta, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Dua kekuatan utama Balkan, Kesultanan Utsmaniyah dan Kerajaan Hongaria, selalu berusaha menjadikan Wallachia sebagai wilayah mereka. Untuk mencegah Wallachia jatuh ke dalam pengaruh Hongaria, Utsmani membebaskan Vlad III Drakula Sang Penyula yang telah menghabiskan empat tahun menjadi tahanan Utsmani bersama saudaranya, Radu cel Frumos, sehingga Vlad dapat merebut takhta Wallachia. Namun kepemimpinan Vlad sangat singkat karena János Hunyadi menduduki Wallachia dan menaikkan sekutunya, Vladislav II Dăneşti, kembali ke takhta.

Vlad III Drakula kemudian pergi ke Moldovia dan hidup dalam perlindungan pamannya, Bogdan II, Voivode Moldovia. Namun pada Oktober 1451, Bogdan dibunuh dan Vlad pergi ke Hongaria. Terkesan oleh pengetahuan luas Vlad tentang pola pikir dan cara kerja dalam Kekaisaran Utsmani, juga kebenciannya akan Turki dan Sultan Mehmed II, János Hunyadi berdamai dengannya dan berusaha mengajak mantan musuhnya itu untuk menjadi sekutu dan penasihatnya, tetapi Vlad menolak tawaran tersebut.

Lukisan tentang Serangan Malam Târgovişte, yang menghasilkan kemenangan di pihak Vlad III.

Pada 1456, Utsmani melakukan pengepungan terhadap Beograd. János Hunyadi kemudian melakukan serangan balik di Serbia dan dia sendiri pergi ke Serbia dan mengakhiri pengepungan tersebut. Vlad III Drakula pergi bersama pasukannya sendiri menuju Wallachia dan merebutnya, kemudian membunuh Vladislav II Dăneşti.

Pada 1459, Mehmed II mengirim utusan kepada Vlad yang membawa perintah agar dia segera membayar upeti yang tertunda sebesar 10.000 Dukat dan 500 orang untuk bergabung dengan angkatan perang Utsmani. Vlad menolak tawaran tersebut, membunuh utusan Utsmani yang datang dan memakukan serban ke kepala mereka karena utusan tersebut menolak melepas "topi"nya, karena mereka melepas tutup kepala mereka hanya di hadapan Allah.

Peta kawasan semenanjung Balkan pada abad lima belas sampai delapan belas

Sementara itu, Mehmed mengutus Adipati Nikopolis, Hamza Pasya, untuk membuat perdamaian dan, bila memungkinkah, menyingkirkan Vlad. Vlad merancang penyergapan kepada rombongan Hamza Pasya, menangkap dan menyula jasad mereka dengan Hamza Pasya disula di tiang tertinggi karena dia memiliki pangkat tertinggi dalam rombongan.

Pada musim dingin 1462, Vlad melintasi Sungai Donau (Danube) dan membakar seluruh tanah Bulgaria di daerah antara Serbia dan Laut Hitam. Diduga menyamar sebagai pasukan Sipahi Utsmani, Vlad menyusup ke tenda-tenda perang pihak Utsmani, kemudian menyergap, membantai, dan menangkap sebagian pasukan.

Mehmed mengabaikan pengepungannya atas Korintus dan berbalik menyerang Vlad III di Wallachia, tetapi memakan banyak korban jiwa lantaran serangan mendadak yang dilancarkan Vlad saat malam, yang tampak hendak membunuh Sultan secara pribadi. Dikatakan bahwa Mehmed mempertimbangkan kemungkinan mundur saat melihat banyak jasad pasukan Utsmani disula di Târgoviște, ibu kota Wallachia, tetapi para komandan perangnya meyakinkan Sang Sultan untuk tetap tinggal. Kebijakan Vlad melawan Utsmani membuatnya tidak populer dan dia sendiri dikhianati para bangsawan lokal yang sebagiannya merupakan pendukung Dăneşti. Stefan III, Pangeran Moldovia yang merupakan sekutu Vlad dan menjanjikan bantuan justru berbalik menyerang Vlad dan merebut benteng Kiliya, membuat pihak Vlad mundur ke pegunungan. Setelah itu, Utsmani menyerang Târgoviște dan Mehmed kemudian mundur, menempatkan Radu cel Frumos di takhta Wallachia. Turahanoğlu Ömer Bey yang berhasil mengalahkan 6.000 orang pasukan Wallachia juga dikembalikan kedudukannya sebagai gubernur di Thessalia. Vlad sendiri melarikan diri Ke Hongaria setelah itu dan justru ditahan setelahnya atas dakwaan melakukan pemberontakan melawan Mátyás Hunyadi, Raja Hongaria dan Kroasia.

h.      PENAKLUKAN BOSNIA (1463)

Penaklukan Bosnia dan Herzegovina oleh Kesultanan Utsmaniyah adalah sebuah proses yang dimulai kira-kira pada tahun 1386, ketika berlangsung serangan pertama Kesultanan Utsmaniyah terhadap Kerajaan Bosnia. Pada tahun 1451, lebih dari 65 tahun setelah serangan pertama, Kesultanan Utsmaniyah secara resmi mendirikan Bosansko Krajište, unit administratif militer perbatasan sementara, perbatasan Kesultanan Utsmaniyah, di sebagian wilayah Bosnia dan Herzegovina. Pada tahun 1463, Kerajaan Bosnia jatuh ke tangan Utsmaniyah, dan wilayah ini berada di bawah kekuasaan penuh Kesultanan Utsmaniyah. Herzegovina jatuh ke tangan Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1482. Butuh satu abad bagi Kesultanan Utsmaniyah untuk menaklukkan bagian barat Bosnia saat ini dengan direbutnya Bihać pada tahun 1592.

Dua tahun setelah melarikan diri dari Serbia dan berlindung di Kerajaan Bosnia, Stjepan Tomašević menjadi Raja Bosnia setelah ayahnya mangkat, tepatnya pada Juli 1461. Stjepan menjalin persekutuan dengan Hongaria dan meminta pertolongan Paus Pius II untuk menghadapi serangan Utsmani, dengan harapan bahwa Hongaria akan memberi Bosnia bantuan militer melalui desakan Paus.

Didorong oleh janji bantuan dari Mátyás Hunyadi dan juga kemungkinan dari Uskup Modruš membuat Stjepan mengambil keputusan fatal dengan menolak membayar upeti kepada Utsmani sebagaimana para pendahulunya. Menurut Chalkokondyles, Stjepan menunjukkan ruang perbendaharaan hartanya kepada duta Utsmani, tetapi mengatakan bahwa dia lebih suka menggunakannya untuk menyerang Utsmani atau hidup di pengasingan daripada untuk membayar upeti. Hal ini menyulut kemarahan Mehmed. Di sisi lain, Mátyás Hunyadi sendiri tidak bisa memenuhi janjinya untuk memberikan bantuan, Venesia tidak menjanjikan bantuan, dan Raja Napoli menyatakan bahwa itu adalah urusan dalam negeri Bosnia sehingga dia hanya memberi dukungan moral. Dengan keadaan seperti ini, tidak ada bantuan dari dunia Kristen untuk Bosnia dalam menghadapi Utsmani. Penduduk setempat sendiri cenderung lebih condong pada Utsmani, sangat mungkin lantaran meningkatnya eksploitasi dan gencarnya peperangan (berkebalikan dengan keadaan Utsmani yang lebih sejahtera). Mehmed II memimpin pasukan ke negara tersebut pada 1463 dan Bobovac yang merupakan ibu kota Bosnia segera jatuh. Mehmed menundukkan Bosnia dengan cepat dan kemudian menghukum mati Stjepan Tomašević bersama pamannya, Radivoj.

1)      ASAL USUL DAN ETIMOLOGI

Seluruh wilayah yang saat ini dikenal sebagai Bosnia dan Herzegovina itu tidak ditaklukkan sekaligus oleh Kesultanan Utsmaniyah atau dalam satu pertempuran. Kesultanan Utsmaniyah memerlukan waktu beberapa dekade untuk menaklukkannya. Satuan-satuan militer Kesultanan Utsmaniyah melakukan banyak serangan ke sejumlah kepangeranan feodal di bagian barat Balkan pada akhir abad ke-14, beberapa di antaranya ke wilayah yang saat ini merupakan Bosnia dan Herzegovina, jauh sebelum penaklukan Kerajaan Bosnia. Serangan pertama Kesultanan Utsmaniyah yang dipimpin oleh Timuras-Pasha terjadi di bagian timur Bosnia pada tahun 1384. Pertempuran Bileća pada tahun 1388 adalah pertempuran pertama tentara Kesultanan Utsmaniyah di wilayah yang saat ini merupakan Bosnia dan Herzegovina. Tentara Kesultanan Utsmaniyah ini segera meraih kemenangan penting terhadap para penguasa feodal daerah dalam Pertempuran Marica (1371) dan Pertempuran Kosovo (1389).

Pada tahun 1392, Kesultanan Utsmaniyah membentuk Skopsko Krajište setelah merebut Skopje, ibu kota Kekaisaran Serbia antara 1346-1371; istilah krajište (крајиште) awalnya berfungsi sebagai unit administratif Kekaisaran atau Kedespotan Serbia untuk menunjuk daerah perbatasan di mana kaisar atau despot belum memiliki kontrol kuat dan pasti karena serangan dari provinsi-provinsi tetangga yang bermusuhan. Wilayah yang dimiliterisasi ini, yang kemudian diberi nama Bosansko Krajište (secara harfiah Daerah Perbatasan Bosnia), diperintah oleh pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah, yang berbasis di Skopje.

2)      PERANG DENGAN KERAJAAN BOSNIA

Setelah kematian Raja Tvrtko I pada tahun 1391, Kerajaan Bosnia mengalami kemunduran. Pada tahun 1410-an, para bangsawan lokal Hrvoje Vukčić dari Wangsa Hrvatinić, Sandalj Hranić dari Wangsa Kosača, dan Pavle Radenović dari Wangsa Pavlović mengendalikan sejumlah besar wilayah yang pernah dikuasai oleh Tvrtko. Secara efektif mereka mengendalikan Kerajaan melalui persekutuan dengan cabang-cabang Wangsa Kotromanić yang saling bersaing. Pada tahun 1413, konflik antara Hrvoje dan Sandalj meningkat. Sandalj membantu Stefan Lazarević melawan Kesultanan Utsmaniyah di Serbia; selanjutnya, Hrvoje bersekutu dengan Kesultanan Utsmaniyah, yang menyerang Bosnia pada bulan Mei 1414. Peristiwa ini mendorong terjadinya invasi oleh pasukan Kerajaan Hongaria. Dalam pertempuran besar pada bulan Agustus 1415 yang terjadi di dekat Doboj atau di Lembah Lašva, Kesultanan Utsmaniyah mendapatkan kemenangan besar, yang mengganggu keseimbangan kekuasaan di wilayah tersebut.

Kehadiran permanen tentara Kesultanan Utsmaniyah di Bosnia dimulai pada tahun 1414, setelah wilayah di dekat Donji Vakuf (dikenal sebagai Skoplje Bosnia pada abad pertengahan) bisa direbut. Dalam periode antara tahun 1414 dan 1418, Kesultanan Utsmaniyah menaklukkan Focha, Pljevlja, Chajniche, dan Nevesinje. Pada tahun yang sama Vishegrad dan Sokol juga direbut.

Pada tahun 1415, Sandalj Hranić, penguasa wilayah yang saat ini adalah Herzegovina timur, menjadi vasal Kesultanan Utsmaniyah.

Pada tahun 1455, Isa-Beg Isaković menyelenggarakan salah satu sensus pertama Kesultanan Utsmaniyah di wilayah Balkan barat.

Pada akhir periode ini, pada tahun 1460-an, wilayah Kerajaan Bosnia berkurang secara signifikan. Kesultanan Utsmaniyah mengendalikan keseluruhan wilayah yang saat ini merupakan Bosnia timur, jauh ke utara hinggga Shamac, sementara Herceg Stjepan mengendalikan wilayah yang saat ini merupakan Herzegovina jauh ke utara hingga Glamoch.

3)      SANJAK

Penaklukan Kesultanan Utsmaniyah terhadap Kerajaan Bosnia berakhir pada tahun 1463 dengan kematian Raja Stjepan Tomašević. Pengepungan Jajce terjadi tak lama setelah itu, di mana Kerajaan Hongaria merebut kembali Benteng Jajce. Kemenangan itu dielu-elukan di istana Matthias Corvinus sebagai restorasi Kerajaan Bosnia di bawah kedaulatan Hongaria pada saat itu. Kerajaan Hongaria kemudian membentuk Banate Jajce.

Pada tahun yang sama, Krajište Bosnia berubah menjadi Sanjak Bosnia dan Isa-Beg Isaković adalah sanjakbey pertama.

Setelah merebut Kerajaan Bosnia pada tahun 1463, Mahmud Pasha juga menyerang Herzegovina dan mengepung Blagaj. Setelah itu, Herceg Stjepan menerima gencatan senjata yang memintanya untuk menyerahkan semua tanahnya di sebelah utara Blagaj kepada Kesultanan Utsmaniyah.

 

Wilayah Kesultanan Utsmaniyah di Bosnia terus diperluas ke dalam sanjak-sanjak yang baru dibentuk: Sanjak Herzegovina dibentuk pada tahun 1470 dan menjadi bawahan Eyalet Rumelia seperti sanjak Bosnia. Pada tahun 1480, dibentuk Sanjak Zvornik, tetapi menjadi bawahan Eyalet Budim.

Meskipun Kerajaan Bosnia jatuh, ada beberapa benteng yang bertahan lebih lama lagi – benteng terakhir di Herzegovina jatuh pada tahun 1481. Wangsa Kosača mempertahankan Kadipaten Saint Sava sebagai negara vasal Kesultanan Utsmaniyah sampai tahun 1482.

Pada tahun 1481, setelah kematian Mehmed II, Matthias Corvinus menyerang Bosnia lagi, mencapai Vrhbosna (Sarajevo). Namun, semua wilayah yang direbutnya kemudian terlepas lagi dari tangannya dalam waktu satu tahun.

Pada tahun 1530-an, Kerajaan Hongaria tetap mengendalikan benteng-benteng di tepi selatan sungai Sava, dan Jajce. Benteng Jajce akhirnya direbut oleh Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1527. Wangsa Berislavić mengendalikan wilayah Usora di utara sampai pada gilirannya mereka menyerah pada tahun 1530-an.

Sebagian dari Bosnia barat laut dimasukkan ke dalam Sanjak Klis yang dibentuk pada tahun 1537, dan menjadi bawahan Eyalet Rumelia.

4)      KEJADIAN SESUDAHNYA

Eyalet Bosnia dibentuk pada tahun 1580.

Butuh waktu sampai tahun 1592 dan jatuhnya Bihać untuk membentuk apa yang disebut Kroasia Utsmaniyah dan perbatasan barat Bosnia modern. Setelah itu, wilayah yang saat ini menjadi Bosnia dan Herzegovina tetap berada di bawah pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah tanpa gangguan berarti sampai tahun 1689 dan Perang Turki Besar.

i.        PERANG UTSMANI-VENESIA (1463-1479)

Menurut Mikail Kritóvoulos, sejarawan Romawi Timur, perseteruan pecah setelah seorang budak Albania milik komandan Utsmani di Athena melarikan diri pergi ke benteng Koroni milik Venesia dengan membawa 10.000 asper dari perbendaharaan tuannya. Budak tersebut kemudian masuk Kristen dan pihak Venesia menolak mengembalikannya pada Utsmani. Atas dasar ini, Turahanoğlu Ömer Bey melakukan penyerangan dan hampir berhasil merebut benteng Lepanto. 3 April 1463, gubernur Morea, İshakoğlu İsa Bey, merebut kota Argos yang dikuasai Venesia melalui pengkhianatan.

Persekutuan baru dibentuk dan mulai melancarkan serangan dua arah kepada Utsmani. Pasukan Venesia dipimpin Alvise Loredan mendarat di Morea, sedangkan Mátyás Hunyadi menyerang Bosnia. Di saat yang sama, Paus Pius II mulai mengumpulkan pasukan di Ancona, berharap untuk memimpin secara pribadi. Perundingan juga dilakukan kepada saingan Utsmani di Timur, seperti Uzun Hasan, Kadipaten Karaman, dan Kekhanan Krimea.

Pada awal Agustus, Venesia kembali mengambil alih Argos, memperbaiki Dinding Hexamillion dan mempersenjatainya dengan meriam. Mereka kemudian menyerang benteng Akrokorinthos yang mengendalikan Peloponnesos barat laut. Pihak Venesia terlibat beberapa kali bentrokan dengan para pelindung benteng dan pasukan Ömer Bey sampai pihak Venesia mengalami kekalahan besar dan mundur pada 20 Agustus. Mereka kemudian menghentikan pengepungan atas benteng dan mundur ke Hexamillion dan Nauplion. Di Bosnia, Mátyás Hunyadi berhasil menaklukan lebih dari enam puluh tempat yang dibentengi dan berhasil merebut ibu kotanya, Jajce, pada 16 Desember setelah tiga bulan pengepungan.

Menanggapi semua itu, Sultan Mehmed lantas mengutus wazir agungnya, Mahmud Pasya Angelović, untuk memimpin pasukan dan menyerang Venesia. Untuk menghadapi armada Venesia yang telah menguasai daerah luar pintu masuk Selat Dardanella, Mehmed memerintahkan pembangunan galangan kapal baru di Tanduk Emas dan dua benteng, Kilidulbahr dan Sultaniye, untuk menjaga selat. Utsmani unggul dalam perang di Morea. Meskipun begitu, Ömer Bey memberikan peringatan akan kekuatan dan daya tembak pihak Venesia di Hexamillion. Mahmud Pasya bergerak ke sana, berharap pihak Venesia dapat dikalahkan dalam keadaan tidak waspada. Pada saat itu, pihak Utsmani tiba tepat waktu di Korintus untuk menyaksikan pasukan Venesia kehilangan semangat dan terjangkit disentri, mundur ke Nauplion. Pasukan Utsmani menembus Hexamillion dan menyerbu Morea. Argos ditundukkan. Beberapa benteng dan daerah yang awalnya berada dalam kewenangan Venesia berbalik tunduk pada Utsmani. Zagan Pasya, wazir agung sebelum Mahmud Pasya Angelović, diangkat sebagai Gubernur Morea.

Sultan Mehmed sendiri memimpin pasukan lain dan datang untuk memperkuat Mahmud Pasya. Mengetahui keberhasilan wazir agungnya, Mehmed berbalik arah di tengah jalan dan bertolak ke utara menuju Bosnia. Namun upaya Mehmed untuk merebut Jajce pada Juli dan Agustus 1464 menemui kegagalan. Pasukan Utsmani baru dipimpin Mahmud Pasya dapat mendesak Mátyás Hunyadi untuk mundur, tetapi Jajce belum dapat ditaklukan selama beberapa tahun mendatang. Mangkatnya Paus Pius II pada 15 Agustus di Ancona merupakan awal dari akhir Perang Salib.

Sementara itu, pihak Venesia menunjuk Sigismondo Malatesta untuk persiapan perang mendatang. Dia melancarkan serangan di benteng-benteng Utsmani dan turut serta dalam pengepungan Mistra pada bulan Agustus hingga Oktober, tetapi gagal. Kedua belah pihak terlibat beberapa peperangan dalam skala kecil, tetapi keterbatasan sumber daya manusia dan dana menjadikan pergerakan Venesia terbatas di sekitar pangkalan benteng mereka.

Di Laut Aegea, Venesia berusaha mengambil alih Lesbos pada musim semi 1464 dan mengepung ibu kotanya, Metilene, selama enam pekan sampai kedatangan armada Utsmani dipimpin Mahmud Pasya pada 18 Mei, memaksa armada Venesia untuk mundur.[60] Beberapa usaha setelahnya untuk menaklukan pulau itu oleh Venesia juga gagal. Angkatan laut Venesia menghabiskan sisa tahun itu dengan unjuk kekuatan di muka Dardanella, tetapi tidak membuahkan hasil. Pada awal tahun 1465, Sultan Mehmed mengirimkan perjanjian damai ke dewan Venesia, tetapi ditolak oleh pihak Venesia lantaran meragukan niat Sultan.

Pada April 1466, pasukan Venesia dipimpin Vettore Cappello menduduki kepulauan Aegean bagian utara dan berlayar menuju Teluk Saronikos. 12 Juli, Capello mendarat di Piraeus dan melancarkan serangan ke Athena yang menjadi markas utama Utsmani di daerah tersebut. Capello gagal mengambil alih Akropolis dan didesak mundur ke Patras, ibu kota Peloponnesos dan pusat kegubernuran Utsmani yang sudah dikepung oleh pasukan gabungan Venesia dan Yunani. Namun sebelum Capello tiba di sana dan tampak bahwa Patras akan jatuh, Ömer Bey mendadak muncul bersama 12.000 pasukan berkuda dan mengusir para pengepung yang kalah jumlah. Dari 2.000 pengepung, sekitar enam ratus orang Venesia dan seratus orang Yunani menjadi tahanan. Capello yang tiba beberapa hari kemudian lantas menyerang pihak Utsmani, tetapi mengalami kekalahan telak. Capello kemudian pergi ke Negroponte bersama sisa pasukannya, dan di sana dia sakit dan meninggal pada 13 Maret 1467. Mehmed memimpin pasukan pada 1470 untuk menyerang Negroponte dan kota itu dapat ditundukkan.

Musim panas 1466, Sultan Mehmed membawa pasukan dalam jumlah besar untuk menyerbu Albania. Di bawah kepemimpinan Skanderbeg, Albania telah lama melakukan perlawanan terhadap Utsmani dan beberapa kali meminta bantuan dari Italia.[53] Mehmed menanggapinya dengan menyerang Albania, tetapi tidak berhasil. Namun musim dingin datang dan melemahkan perlawanan setempat. Skanderbeg sendiri meninggal karena malaria, mengakhiri kemampuan Venesia mengendalikan penguasa Albania untuk kepentingan mereka.[66] Venesia sendiri masih mempertahankan wilayah Albania utara yang menjadi incaran Utsmani, seperti Žabljak Crnojevića, Drisht, Lezha, dan Shkodra. Mehmed mengirim pasukannya ke Shkodra pada 1474, tetapi mengalami gagal. Lantas dia secara pribadi memimpin pasukan untuk mengepung Shkodra pada 1478-1479. Venesia tetap mempertahankan kota tersebut sampai akhirnya diserahkan ke Utsmani pada Perjanjian Konstantinopel (1479) sebagai syarat mengakhiri perang.

Kesepakatan tersebut ditetapkan setelah pihak Utsmani sudah mencapai pinggiran Venesia. Berdasar perjanjian, Venesia diizinkan untuk mempertahankan Ulcinj, Antivan, dan Durrës. Shkodra diambil alih Utsmani setelah pengepungan selama berbulan-bulan, begitu juga wilayah lain di pesisir Dalmasia. Venesia juga harus melepaskan kendali atas pulau-pulau di kawasan Yunani, yaitu Negroponte (Euboia) dan Lemnos. Selain itu, pihak Venesia juga harus membayar 100.000 dukat sebagai ganti rugi dan membayar upeti 10.000 dukat setiap tahun untuk memperoleh hak dagang istimewa di Laut Hitam. Perjanjian ini melemahkan kedudukan Venesia di kawasan Syam.

j.        PENDUDUKAN KARAMAN

Mulai akhir abad kesebelas, berdiri beberapa kadipaten (kerajaan kecil) bangsa Turki-Muslim di wilayah Anatolia, mereka disebut Kadipaten Anatolia dan semuanya tunduk pada Kesultanan Seljuk Rum. Saat Seljuk berada di ambang keruntuhan, kadipaten-kadipaten ini memerdekakan diri dan masing-masingnya menjadi negara berdaulat. Salah satu Kadipaten Anatolia ini adalah Kadipaten Utsmani, yang kemudian perlahan menjadi kekaisaran besar yang menguasai tiga benua. Pada masa Sultan Bayezid I, upaya penaklukan kadipaten-kadipaten ini untuk menyatukan wilayah Anatolia sudah dimulai, tetapi kekalahan Utsmani dalam Pertempuran Ankara pada 1402 menghancurkan upaya penyatuan ini.

Salah satu kadipaten yang masih bertahan cukup lama di Anatolia selain Utsmani adalah Karaman. Sejak tahun 1424, Karaman dipimpin oleh Ibrahim II Bey, putra Mehmed II Bey, putra Nefise Hatun, putri Sultan Murad I. Pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya, terjadi perebutan antara dua putranya, Ishak dan Pir Ahmed. Putra Ibrahim yang lebih muda, Pir Ahmed, menyatakan dirinya sebagai Bey (Adipati) Karaman di Konya. Ibrahim pergi ke kota kecil di wilayah barat Karaman dan dia mangkat di sana pada 1464. Dengan bantuan Uzun Hasan, Ishak dapat naik takhta, tetapi kekuasaannya tidak bertahan lama lantaran Pir Ahmed meminta bantuan Sultan Mehmed II setelah dia menjanjikan pada Utsmani untuk memberikan sebagian wilayah Karaman. Pada Pertempuran Dağpazarı, Pir Ahmed mengalahkan Ishak dan memenuhi janjinya untuk memberikan sebagian wilayah Karaman kepada Utsmani. Namun saat Utsmani memusatkan perhatian pada pertempuran mereka di Eropa, Pir Ahmed menduduki kembali wilayah yang dia berikan. Saat kembali, Mehmed kemudian menduduki Karaman (Larende) dan Konya pada 1466. Pir Ahmed kemudian mengungsi ke timur. Pada tahun-tahun berikutnya, salah satu wazir (menteri) Utsmani, Gedik Ahmed Pasya, menduduki wilayah pesisir Karaman.

Pir Ahmed dan saudaranya, Kasım, pergi ke Aq Qoyunlu, dan ini memberikan pembenaran Uzun Hasan untuk campur tangan dalam masalah ini. Pasukan Aq Qoyunlu menyerang sebagian besar wilayah Anatolia dan Pir Ahmed dapat menduduki Karaman lagi atas bantuan Uzun Hasan. Namun kekuasaannya tidak bertahan lama lantaran Mehmed melancarkan serangan yang berujung pada kemenangan telak di pihak Utsmani pada 1473 pada Pertempuran Otlukbeli dan memaksa Pir Ahmed untuk kembali pergi. Meski berusaha melanjutkan pertempuran, pada akhirnya Pir Ahmed menyerang setelah keluarganya dibawa ke Konstantinopel oleh Ahmed Pasya.

Meskipun beberapa kali kalah dalam pertempuran melawan Utsmani, Aq Qoyunlu di bawah kepemimpinan Uzun Hasan dapat menjadi salah satu kekuatan berpengaruh di kawasan timur Anatolia. Namun hubungannya dengan pihak Kristen dan kadipaten Turki lain menjadikan Uzun Hasan sebagai salah satu ancaman bagi kekuasaan Utsmani. Dengan Theodora, Uzun Hasan memiliki seorang putri bernama Martha (Halima). Halima menikah dengan Syaikh Haydar, pemimpin tarekat Sufi Safawiyah yang bermazhab Syafi'i. Dari pernikahan ini, lahirlah Ismail I, pendiri Wangsa Safawiyah yang berpaham Syi'ah, keluarga penguasa Persia yang kelak menjadi pesaing berat Kekaisaran Utsmani pada awal abad keenam belas sampai abad delapan belas.

k.      PENYERANGAN MOLDOVIA

Pada 1456, Petru Aron, Voivode Moldovia, sepakat untuk membayar upeti tahunan sebesar 2.000 dukat emas, dan merupakan pemimpin pertama Moldovia yang melakukan hal tersebut. Penerusnya, Stefan III melakukan hal serupa dan serangkaian perang sengit pun terjadi. Stefan berusaha untuk membuat Wallachia dalam pengaruhnya. Hal ini menjadikan perebutan takhta di Wallachia antara pihak yang didukung Hongaria, Ustmani, dan Stefan. Pasukan Utsmani di bawah pimpinan Hadım Suleiman Pasya (gubernur Rumelia) dikirim pada 1475 untuk menyerang Stefan yang ikut campur dalam urusan Wallachia, tetapi mengalami kekalahan telak dalam Pertempuran Vaslui. Menurut catatan Venesia dan Polandia, terdapat sampai 40.000 korban jiwa di pihak Utsmani. Ibu tiri Sultan Mehmed, Mara Brankovic, mengatakan kepada duta Venesia bahwa ini adalah kekalahan terbesar yang pernah menimpa Utsmani. Atas capaiannya, Paus Siktus IV memberi Stefan gelar Athleta Christi (pembela Kristus) dan menyebutnya sebagai verus christianae fidei athleta (pembela sejati iman Kristen).

Pada Juni 1476, Mehmed II menghimpun pasukan dalam jumlah besar dan memasuki Moldovia. Di sisi lain, Bangsa Tatar dari Kekhanan Krimea yang merupakan sekutu Utsmani juga dikirim menyerang Moldovia. Sumber Rumania menyatakan bahwa pasukan gabungan ini berhasil dihalau. Sumber lain menyatakan bahwa pihak Utsmani-Krimea menduduki Bessarabia dan Akkerman, mengambil kendali muara selatan Sungai Donau. Stefan sendiri berusaha menghindari perang terbuka dengan taktik bumi-hangus.

Meski begitu, pada akhirnya pasukan Stefan harus berhadapan secara terbuka dengan pasukan Utsmani. Pihak Moldovia memancing pasukan Ustmani menuju hutan yang kemudian dibakar, menyebabkan jatuhnya beberapa korban jiwa. Menurut sumber lain, pasukan Moldovia yang masih bertahan menghalau pasukan Utsmani dengan senapan, sehingga membuat pasukan Yanisari terpaksa merangkak di atas perut. Meski begitu, tentara Moldovia berhasil dikalahkan dengan banyak korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak dan medan perang diselimuti tulang belulang, sangat mungkin menjadi alasan tempat tersebut kemudian dinamakan dengan Valea Albă dalam bahasa Rumania dan Akdere dalam bahasa Turki yang secara harfiah bermakna "Lembah Putih."

Stefan mundur di sisi barat laut Moldovia, atau bahkan mengungsi ke Kerajaan Polandia dan mulai menghimpun pasukan lain. Utsmani tidak mampu menundukkan benteng pertahanan terkuat Moldovia (Suceava, Neamț, Hotin) dan kerap diusik dengan serangan skala kecil dari pihak Moldovia. Kelaparan dan merebaknya wabah memperburuk keadaan pasukan Utsmani sehingga mereka mundur.

l.        KEPRIBADIAN DAN KEBIJAKAN

Pada usia 21 tahun, Mehmed sudah menguasai bahasa Turki Utsmaniyah, Arab, Persia, Serbia, Yunani, dan Latin. Mehmed sendiri juga seorang penyair dan menulis dengan nama samaran "Avni" (sang penolong).

Pada masa kekuasaannya, Mehmed mengumpulkan para ulama dan turut menyaksikan diskusi mereka terkait permasalahan agama. Ilmu matematika, astronomi, dan agama mencapai titik puncak pada masanya. Mehmed mengundang ilmuwan dan astronom Muslim di istananya, seperti Ali Qusyji, mulai membangun universitas, masjid (salah satunya Masjid Fatih, air mancur, dan Istana Topkapı. Di sekitar Masjid Fatih, Mehmed memerintahkan pembangunan delapan madrasah (Sahn-ı Seman Medrese) yang selama seabad menjadi lembaga pendidikan Islam tertinggi di kekaisaran.

Sultan Mehmed II dan Patriark Gennadius II, digambarkan dalam mozaik abad kedua puluh

Mehmed juga menghimpun berbagai seniman Italia, humanis, dan cendekiawan Yunani di istananya. Salah satu seniman itu adalah Gentile Bellini, pelukis Italia alumnus Venesia, yang diperintahkan untuk membuat lukisan Mehmed, juga lukisan dinding Sang Sultan yang sekarang telah lenyap.

Di masa sebelumnya, anggota dewan sultan biasanya diisi oleh para pejabat dari keluarga bangsawan berpengaruh. Sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain, para bangsawan ini terkadang lebih mendahulukan kepentingan keluarga asalnya daripada kesetiaan mereka pada penguasa. Mehmed mengubah kekaisarannya yang semula menggunakan adat lama ini, menggesernya menjadi pemerintahan terpusat pada sultan dengan mengangkat para pejabat tingginya dari latar belakang devşirme, sehingga kesetiaan mereka hanya terpaku pada sultan. Wazir agungnya, Zagan Pasya, berlatar belakang devşirme, begitu pula penerusnya, Mahmud Pasya Angelović. Pemusatan kewenangan ini dilakukan dan diresmikan melalui hukum yang dikeluarkan pada 1477–1481 yang berisikan daftar pejabat utama Utsmani beserta peran, tanggung jawab, gaji, hukuman, dan cara mereka berhubungan baik antar satu sama lain maupun dengan sultan. Pemusatan wewenang yang dijalankannya mampu membuat Mehmed menjadi sultan pertama yang membuat dan menerapkan hukum berdasar kewenangan mandirinya semata. Dengan para pejabat yang tak diragukan kesetiaannya pada sultan, Mehmed dapat mewakilkan wewenang dan kekuatannya pada para wazir (menteri) sebagai bagian dari kebijakannya untuk memulai pengasingan diri.[87] Mehmed membangun dinding untuk menutup istananya, dan tidak seperti pendahulunya, Mehmed tidak lagi dapat dijangkau oleh kalangan umum maupun pejabat rendah. Para wazirnya yang berhubungan dengan pihak militer dan duta asing, dua hal penting dalam hal pemerintahan, utamanya dengan banyaknya jumlah peperangan yang dilangsungkan Mehmed pada masa kekuasaannya.

Dalam masalah keagamaan, Mehmed memberikan ruang kebebasan beragama pada rakyatnya yang majemuk asalkan mereka mematuhi perintahnya. Setelah penaklukan Bosnia, Mehmed mengeluarkan "Ahdname Milodraž", piagam perjanjian kepada Ordo Fransiskan Bosnia yang berisikan pemberian kebebasan pada mereka untuk bergerak bebas dalam kekaisaran, kebebasan menjalankan ibadah di gereja dan biara-biara mereka, dan dilindungi dari penganiyaan, penghinaan, dan penyiksaan resmi maupun tidak resmi.

Mehmed juga memberikan ruang bagi umat non-muslim untuk menjalankan ibadah melalui sistem millet, semacam hak otonomi kepada umat tiap agama untuk mengatur diri mereka sendiri tanpa banyak campur tangan dari pemerintah pusat. Meski begitu, karena Islam adalah agama negara Utsmani, Syaikhul Islam yang merupakan pemimpin umat Muslim memiliki kedudukan lebih tinggi dari pemimpin millet agama lain, bahkan juga lebih tinggi dari para wazir. Mehmed mengangkat Gennadius Scholarius sebagai Patriark Ortodoks Ekumenis pertama pada masa Utsmani, sehingga dia menjadi pemimpin umat Kristen Ortodoks di seluruh kekaisaran. Millet Ortodoks adalah millet non-muslim terbesar di Ustmani. Sultan Mehmed juga membentuk Kerabian Agung Yahudi (millet umat Yahudi) dan Kepatriarkan Armenia Konstantinopel (millet Gereja Apostolik Armenia) sebagai penerapan sistem millet ini. Sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi Timur yang beragama Ortodoks, jemaat Gereja Armenia dilarang beribadah di Konstantinopel karena dipandang sebagai ajaran bid'ah.

m.    TAHUN-TAHUN TERAKHIR

Pasukan Utsmani di bawah kepemimpinan Gedik Ahmed Pasya menduduki Otranto, Italia selatan, pada 1480. Kekurangan makanan menyebabkan sebagian besar pasukannya mundur kembali ke Albania, meninggalkan 800 infanteri dan 500 kavaleri untuk mempertahankan Otranto. Direncanakan bahwa mereka akan kembali lagi saat musim dingin. Saat itu belum genap tiga dekade setelah Konstantinopel ditaklukan Utsmani, sehingga muncul ketakutan bahwa Roma akan mengalami hal serupa. Direncanakan Paus dan para penduduk diungsikan dari kota. Paus Siktus IV menyatakan panggilan perang salib. Beberapa negara-kota di semenanjung Italia, begitu juga Prancis dan Hongaria memenuhi panggilan tersebut. Republik Venesia tidak turun tangan membantu karena terikat perjanjian dengan Utsmani.

Sultan Mehmed II

Pada 1481, Ferdinando, Raja Napoli, menghimpun pasukan yang dipimpin oleh putranya, Alfonso. Pasukan bantuan juga datang dari Raja Mátyás Hunyadi. Pengepungan kota mulai dilakukan pada 1 Mei 1481.

Pada tahun yang sama, Mehmed sendiri bergerak memimpin pasukan, tetapi dia sakit saat sampai Maltepe. Saat itu Mehmed berusaha melakukan penaklukan terhadap Rodos dan Italia selatan, tetapi sebagian sejarawan menyatakan bahwa peperangan selanjutnya diarahkan untuk menundukkan Mesir yang saat itu dikuasai Kesultanan Mamluk, juga mengambil gelar khalifah yang dipegang Wangsa Abbasiyah yang hidup di Mesir dalam perlindungan Mamluk sejak 1261. Tak lama, Sultan Mehmed mangkat pada tanggal 3 Mei 1481 di usia 49 tahun. Menurut pendapat sejarawan Colin Heywood, Mehmed meninggal karena diracun putra tertuanya, Bayezid. Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa dia diracun oleh dokter pribadinya, seorang mualaf berbangsa Yahudi.

Berita kematian Mehmed menggembirakan Eropa. Lonceng gereja didentangkan dan perayaan dihelat. Di Venesia, berita itu disebarkan dengan pernyataan, "La Grande Aquila è morta!" (Sang Elang Agung telah mati!).

Sepeninggal Mehmed, terjadi perselisihan perebutan takhta antara dua putra Mehmed, Bayezid dan Cem, membuat tidak adanya bantuan yang dikirimkan ke Otranto. Hal ini menjadikan pendudukan Utsmani atas kawasan Italia selatan berakhir dengan perundingan dan pasukan Utsmani mundur ke Albania setelah sekitar tiga belas bulan masa pendudukan.

Mehmed sendiri kemudian dikebumikan di türbe di kompleks Masjid Fatih.

n.      GELAR

Setelah penaklukan Konstantinopel, Mehmed menyatakan dirinya sebagai Kaisar Romawi (Qayser-i Rûm) atas dasar bahwa Konstantinopel telah menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Timur sejak 330 M, dan pihak yang menguasai kota ini akan menjadi penguasa kekaisaran. Klaim ini ditolak oleh Gereja Katolik Roma dan hampir semua pihak Eropa barat, tetapi diakui Gereja Ortodoks Timur. Patriark Gennadius II sendiri mengakui Mehmed sebagai pewaris takhta Romawi.] Mehmed juga menyatakan dirinya sebagai keturunan keponakan Kaisar Ioannes II, Ioannes Tzelepes Komnenos, melalui Nilüfer Hatun, istri Orhan dan ibunda Murad I. Gelar "Kaisar Romawi" ini kemudian juga diteruskan menjadi salah satu gelar resmi dari para Sultan Utsmani sepeninggal Mehmed.

Mehmed juga mulai menggunakan gelar 'Padişah' (پادشاه, dieja 'pa-di-syah') yang diambil dari bahasa Persia yang dapat disejajarkan dengan 'kaisar' dalam bahasa Indonesia. Dengan menggunakan gelar ini, Mehmed menyatakan kedudukannya lebih tinggi dari para raja. Sebagai catatan, gelar kaisar atau maharaja memiliki kedudukan lebih tinggi dari raja. Dia adalah pemimpin Utsmani pertama yang menyandang gelar ini. Pada keberjalanannya, masyarakat Utsmani sendiri lebih sering menggunakan gelar padişah untuk menyebut pemimpin mereka, sementara pihak Barat dan Indonesia lebih sering menggunakan 'sultan', gelar yang secara resmi disandang pemimpin Utsmani sejak Murad I.

Mehmed juga menyatakan dirinya sebagai khalifah, gelar untuk pemimpin umat Muslim, walaupun beberapa pendapat menyatakan bahwa Murad I adalah pemimpin Utsmani pertama yang menggunakan gelar ini. Meski begitu, Wangsa Abbasiyah saat itu sebenarnya masih menyandang gelar khalifah secara berkesinambungan sejak pertengahan abad kedelapan, kecuali masa kekosongan tiga tahun setelah penaklukan Baghdad oleh Mongol pada 1258. Status pemimpin Utsmani sebagai khalifah semakin jelas dan tak tersaingi pada masa cucu Mehmed, Sultan Selim I, yang berhasil menaklukan Kesultanan Mamluk Mesir dan Khalifah Abbasiyah yang hidup dalam perlindungan mereka menyerahkan kedudukan khalifah kepada Selim.

o.      KELUARGA

Pada masa Sultan Mehmed II, terdapat pemisahan antara pusat pemerintahan dan rumah tangga istana karena perempuan dipandang tidak pantas turut serta dalam urusan pemerintahan. Rumah tangga istana berada di Eski Saray (Istana Lama), sedangkan pusat pemerintahan berada di Yeni Saray (Istana Baru) atau yang lebih dikenal dengan Istana Topkapı.

1)      ORANG TUA

Ayah — Sultan Murad II Han, penguasa Utsmaniyah yang berkuasa pada 1421 sampai 1451. Pada masa 1444 sampai 1446, dia menyerahkan takhtanya kepada Mehmed, tapi didesak wazir agung kembali memegang kendali negara.

Ibu — Hüma Hatun, seorang budak-selir.[101] Tidak banyak yang diketahui latar belakangnya, selain bahwa dia berasal dari keluarga non-muslim.[102] Dalam catatan resmi, dijelaskan dirinya sebagai "Hātun binti Abdullah" (perempuan putri Abdullah). Secara tradisi Utsmani, Abdullah sendiri adalah sebutan untuk nama ayah dari seorang mualaf Beberapa pendapat menyatakan bahwa dia adalah seorang Yahudi Italia bernama Stella. Pendapat lain menyatakan bahwa dia seorang Serbia. Sejarawan Turki İlber Ortaylı berpendapat bahwa dia keturunan bangsa Slavia. Dia kemudian masuk Islam dan diberi nama baru, Hüma, yang merupakan burung surgawi dalam legenda Persia. Hüma meninggal pada September 1449 dan dimakamkan di Komplek Muradiye.

Ibu tiri — Mara Hatun atau Mara Branković, putri Đurađ Branković, Despot Serbia. Ibunya adalah Irene Kantakouzene, cucu Matius Kantakouzenos, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada 1353–1357. Mara juga dikenal dengan Sultana Marija, Despina Hatun, atau Amerissa. Setelah Murad mangkat, Mara sempat kembali kepada orangtuanya, menolak lamaran dari Kaisar Konstantinus XI.Setelah kedua orangtuanya meninggal, Mara bergabung di istana putra tirinya, Sultan Mehmed II, dan kerap memberi Sang Sultan nasihat. Dia juga berperan sebagai penengah antara pihak Utsmani dan Republik Venesia selama Perang Utsmani-Venesia Pertama (1463–1479). Pada 1471, Mara secara pribadi mendampingi duta Venesia di istana Utsmani untuk berunding dengan Mehmed. Mara tetap menjadi tokoh berpengaruh pada masa cucu-tirinya, Sultan Bayezid II. Atas pengaruhnya, pihak Kristen Ortodok Yunani mendapat keistimewaan di Yerusalem.

2)      PASANGAN

         i.            Emine Gülbahar Hatun. Menikah dengan Mehmed pada 1446 di Manisa. Dia berasal dari keluarga non-muslim Albania.

       ii.            Gülşah Hatun. Menikah dengan Mehmed pada 1449. Setelah putranya meninggal, Gülşah menetap di Bursa dan mendapat tunjangan tetap. Pada 1479, dia diberi desa Sığırcalu di Dimetoka. Gülşah meninggal pada 1487 dan dikebumikan di makam yang dia bangun di dekat makam putranya.

     iii.             

     iv.            Sittişah Hatun, putri Suleyman Bey, Adipati Dulkadir. Nama lahirnya Mükrime. Menikah dengan Mehmed di Edirne pada 1449. Pernikahan mereka merupakan salah satu pernikahan politik guna menjalin sekutu dalam melawan Karaman dan Kara Koyunlu. Namun pernikahan ini tampak tidak begitu bahagia. Setelah pusat pemerintahan Mehmed dipindah ke Konstantinopel, Sittişah tetap tinggal di Edirne sampai April 1467. Dia meninggal pada September 1486. Bibinya, Emine Hatun, adalah istri Sultan Mehmed I, kakek Sultan Mehmed II.

       v.            Hatice Hatun, putri Zagan Pasya. Zagan Pasya sendiri seorang mualaf dan berbagai pendapat mengatakan dia berasal dari Albania, Yunani, atau Slavia Selatan. Sebagian lain mengatakan bahwa Zagan adalah putra Vrana, bangsawan Napoli yang menjadi penasihat dan jenderal Skanderbeg. Hatice dan Mehmed menikah pada 1451. Zagan Pasya menjadi kambing hitam saat perang melawan Serbia pada 1456, sehingga dia diberhentikan menjadi wazir agung dan Hatice diceraikan pada tahun tersebut. Keduanya kemudian diasingkan ke Balıkesir sampai Zagan Pasya diangkat menjadi Kapudan Pasya (Laksamana Agung) pada 1459.

     vi.            Çiçek Hatun, berasal dari keluarga Turki dan saudari Ali Bey. Çiçek menikah dengan Mehmed pada 1458 dan melahirkan seorang putra pada tahun berikutnya. Saat putranya kalah dalam perebutan takhta, Çiçek dan anggota rumah tangganya mengungsi di bawah perlindungan Kesultanan Mamluk di Kairo, Mesir. Dia menjadi sekutu terkuat putranya. Saat putranya ditahan Ordo Kesatria Santo Yohanes, Çiçek meminta Sultan Mamluk melalui istrinya untuk dapat membebaskan putranya. Namun pemimpin ordo memanfaatkan keadaan dengan memanfaatkan Çiçek dan Sultan Mamluk saat itu, Qaitbay, untuk membayar 20.000 koin emas dengan alasan sebagai tebusan untuk putranya. Çiçek meninggal karena pes pada 3 Mei 1498 dan dimakamkan di Kairo.

 

3)      PUTRA

         i.            Sultan Bayezid II (1447 – 1512) — putra dari Emine Gülbahar

       ii.            Şehzade Mustafa (1450 – 1474) — putra dari Gülşah. Beberapa mengatakan bahwa Mustafa diracun oleh Mahmud Pasya Angelović lantaran adanya kemungkinan bahwa istri keduanya memiliki hubungan dengan Mustafa. Dua putri Mustafa, Nergiszade dan Bülbül, masing-masingnya menikah dengan Şehzade Ahmed dan Şehzade Abdullah, dua putra Sultan Bayezid II.

     iii.            Şehzade Cem (1459 – 1495) — putra dari Çiçek. Mengklaim takhta sepeninggal Mehmed, tetapi dikalahkan Bayezid. Cem kemudian mengungsi ke Mesir di bawah perlindungan Kesultanan Mamluk, kemudian Rodos dalam kekuasaan Ordo Kesatria Santo Yohanes, hingga akhirnya berada dalam tahanan Paus Innosensius VIII di Roma. Meski gagal menggunakan Cem untuk memulai perang salib melawan Utsmani ataupun membuatnya berpindah agama menjadi Katolik, Paus dapat menekan Bayezid untuk tidak menyerang negara-negara Balkan dengan ancaman akan membebaskan Cem. Cem meninggal di Capua dan jasadnya baru dikirim ke pihak Utsmani empat tahun kemudian.

 

4)      PUTRI

Gevherhan Hatun — putri dari Emine Gülbahar. Menikah dengan putra Uzun Hasan, Muhammad Mirza Pasya. Mereka memiliki seorang putra bernama Ahmad Mirza yang menikah dengan salah satu putri Bayezid II.     

·        Bayezid II

Bayezid II

بايزيد ثانى

 

Sultan Bayezid II

Sultan Utsmaniyah Ke-8

Berkuasa : 22 Mei 1481 – 24 April 1512

Pendahulu : Mehmed II

Penerus : Selim I

Kelahiran : 3 Desember 1447

Kematian : 26 Mei 1512 (umur 64) Beliyükçekmece

Pemakaman : Masjid Bayazid II, Istanbul

Wangsa : Usmani

Nama lengkap : Bayezid bin Mehmed

Ayah : Mehmed II

Ibu : Emine Gülbahar Hatun

Pasangan :

1. Nigar Hatun

2. Şirin Hatun

3. Gulruh Hatun

4. Bülbül Hatun

5. Husnüşah Hatun

6. Ayşe Gülbahar Hatun

7. Muhterem Hatun

Agama : Islam Sunni

Tughra :



Bayezid II (Turki Utsmaniyah: بايزيد ثانى Bāyezīd-i s̱ānī, Turki: II. Bayezid atau II. Beyazıt; lahir, 3 Desember 1447, wafat, 26 Mei 1512) adalah penguasa Utsmani kedelapan yang berkuasa pada 1481–1512. Dia adalah anak tertua dari Mehmed II.[3] Bayezid dikenal akan kebijakannya memberikan suaka kepada umat Yahudi dan Muslim yang diusir dari Andalusia setelah Penaklukan Granada. Pada masa kekuasaannya, Utsmani terlibat perang dengan Mamluk dan Venesia, juga menyaksikan kebangkitan Wangsa Safawiyah di Persia yang menjadi pesaing berat Utsmani selama beberapa abad berikutnya.

a.      PERSETURUAN DENGAN CEM

Bayezid lahir pada 1447 dan merupakan putra tertua ayahnya, Sultan Mehmed II. Pada saat Mehmed mangkat pada 3 Mei 1481, Şehzade (Pangeran) Bayezid memerintah daerah Sivas, Tokat, dan Amasya, sedangkan Şehzade Cem yang merupakan adik tiri Bayezid memerintah Karaman dan Konya. Mehmed tidak menunjuk salah seorang dari kedua putranya ini sebagai putra mahkota, sehingga perang perebutan takhta segera meletus sepeninggal Mehmed.

Wazir agung (perdana menteri) saat itu, Karamanlı Mehmed Pasya, berusaha membuat agar Cem dapat tiba lebih dulu di ibu kota dan dinobatkan sebagai sultan yang baru. Namun Bayezid sudah memantapkan jaringan politik dengan para pejabat tinggi dan pasukan Yanisari saat itu. Mengetahui rencana Mehmed Pasya, pasukan Yanisari yang lebih mendukung Bayezid atas Cem melakukan pemberontakan dan membunuh Mehmed Pasya. Kerusuhan meluas di Konstantinopel, sedangkan posisi sultan dan wazir agung kosong. Keadaan yang mengkhawatirkan ini mendorong mantan wazir agung Ishak Pasya untuk turun tangan, memohon agar Bayezid dapat segera tiba di ibu kota. Setelah itu Ishak Pasya mengangkat Şehzade Korkud yang berusia sebelas tahun sebagai wali sampai ayahnya tiba di ibu kota.

Bayezid tiba di Konstantinopel pada 21 Mei 1481 dan dinobatkan sebagai Sultan Bayezid II. Enam hari kemudian, Cem menduduki kota İnegöl dengan kekuatan 4.000 pasukan. Bayezid mengutus salah satu wazir (menteri). Ayas Pasya, untuk memimpin pasukan dan menghukum mati Cem. Setelah berhasil mengalahkan pasukan Bayezid pada 28 Mei, Cem menyatakan dirinya sebagai Sultan Anatolia. Cem mengajukan perundingan dengan Bayezid agar membagi kekaisaran menjadi dua dengan Bayezid menguasai bagian Eropa. Usulan tersebut ditolak Bayezid dengan peryataan, "antara penguasa, tidak ada hubungan keluarga," yang kemudian menggalang kekuatan menuju Bursa, pusat pemerintahan Cem. Pertempuran terjadi di Yenişehir pada 19 Juni 1481 dan pihak Bayezid memenangkan pertempuran, menjadikan Cem dan keluarganya mengungsi ke Mamluk Mesir. Saat Cem berusaha meminta bantuan Ordo Kesatria Santo Yohanes untuk menggulingkan Bayezid, pemimpin mereka justru melakukan perjanjian damai dengan Bayezid dan Cem menjadi tahanan mereka. Pada akhirnya, Cem menjadi tahanan Paus Innosensius VIII. Demi menjaga agar Cem tetap berada dalam tahanan, Bayezid memberikan biaya jaminan kepada Paus sebesar 45.000 dukat per tahun. Sebagian besar biaya terkait Kapel Sistina dibayar dengan dana dari Utsmani.

Saat akhirnya Cem meninggal di Italia pada 1495, Bayezid menyatakan masa berkabung selama tiga hari, tetapi jasadnya baru dikirim ke tanah Utsmani empat tahun kemudian demi mendapat uang tebusan besar dari Bayezid. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Bursa.

b.      PERANG UTSMANI – MAMLUK

Utsmani maupun Mamluk adalah negara besar di kawasan Timur Tengah saat itu. Utsmani menguasai Balkan dan Anatolia, sedangkan Mamluk menguasai Mesir, Syam, dan Hijaz, dan keduanya sama-sama berusaha menguasai jalur perdagangan rempah. Di sisi lain, Utsmani sendiri ingin menguasai kota Makkah dan Madinah yang berada di wilayah kekuasaan Mamluk. Kedua negara ini dipisahkan oleh negara-negara bangsa Turki (Turkmen) seperti Karaman, Aq Qoyunlu, Dulkadir, dan Ramazanid, yang mereka ini kerap berganti dari memihak satu pihak ke pihak lain.

Perang dimulai saat Bozkurt (juga dikenal dengan nama "Alaüddevle"), Adipati Dulkadir, menyerang kota Malatya yang termasuk wilayah Mamluk dengan dukungan Bayezid. Mamluk melakukan serangan balik dan meskipun mengalami kekalahan dalam perang pertama, pihak Alaüddevle dan Utsmani dapat dipukul mundur.

Pada 1485, pasukan Utsmani di bawah pimpinan Karagöz Mehmed Pasya yang kebanyakan merupakan pasukan provinsi melancarkan serangan darat dan laut kepada Mamluk dan berhasil menundukkan suku Turgudlu dan Vasak yang memberontak dan merebut beberapa benteng di Kilikia, wilayah pesisir selatan Anatolia.[6] Namun mereka dikalahkan di luar Adana pada 9 Februari 1486 dan meski telah mendapat bantuan pasukan pimpinan Hersekzade Ahmed Pasya, Mamluk dapat kembali mengalahkan Utsmani pada 15 Maret pada tahun yang sama. Kilikia sendiri kembali dikuasai Mamluk.

Pada 1487, Utsmani mengerahkan pasukan besar di bawah pimpinan wazir agung Koca Davud Pasya dan didukung pasukan Dulkadir, tetapi Davud menghindari untuk menyerang Mamluk dan lebih memusatkan perhatian untuk menundukkan pemberontakan suku Turgudlu dan Vasak agar bagian belakang mereka tetap aman.

Tahun 1488, pasukan Utsmani melancarkan serangan skala besar dari darat dan laut. Armada laut dipimpin Hersekzade Ahmed Pasya, sedangkan angkatan darat dipimpin Hadım Ali Pasya, Gubernur Rumelia. Utsmani meminta Venesia agar bisa menggunakan pantai timur Siprus untuk memasok pasukan mereka dari laut. Tidak hanya menolak, pihak Venesia bahkan mengerahkan pasukan ke Siprus untuk mencegah armada Utsmani mendarat di sana. Mamluk juga meminta bantuan pihak Italia, tetapi juga ditolak.[8][10] Dua pasukan bertemu di dekat Adana pada 26 Agustus 1488. Pihak Utsmani membuat kemajuan di sayap kiri, tetapi sayap kanan mereka dipukul mundur. Setelah pasukan Karaman melarikan diri dari medan perang, pihak Utsmani dipaksa menyerah, menandai kemenangan Mamluk.

Pasukan Utsmani mundur ke Karaman dan menderita lebih banyak korban jiwa karena serangan dari suku-suku Turkmen. Hersekzade Ahmed Pasya berhasil meraih kemenangan, tetapi Kilikia tetap aman di tangan Mamluk. Di sisi lain, sekutu-sekutu Utsmani dari bangsa Turkmen mulai beralih keberpihakan kepada Mamluk, termasuk Alaüddevle.

Pada 1490, Mamluk melancarkan serangan menuju Karaman dan mengepung Kayseri yang terletak di Anatolia tengah. Namun setelah Hersekzade Ahmed Pasya memimpin pasukan bantuan, pengepungan itu berakhir dan pasukan Mamluk mundur ke Kilikia. Pihak Mamluk mengalami kesulitan keuangan, sementara Utsmani sendiri berjaga-jaga akan serangan pasukan Kristen dari Eropa, ditambah menyebarnya kelaparan dan wabah, menjadikan kedua negara ini pada akhirnya mengadakan perjanjian damai pada Mei 1491. Batas wilayah antar kedua negara ini pada dasarnya juga tidak banyak berubah.

Secara garis besar, pasukan Utsmani mampu menandingi Mamluk di laut, tetapi pasukan darat Mamluk mampu membendung serangan Utsmani berkat serangkaian benteng mereka di Anatolia dan Syam, juga negara-negara Turki yang menjadi batas antara Utsmani dan Mamluk. Utsmani unggul dalam kekuatan militer, tetapi dilemahkan oleh perselisihan internal dan kurangnya komando terpusat dari Bayezid yang masih bertahan di Konstantinopel.

c.       HUBUNGAN UTSMANI – NASRI

Pada 1487, Wangsa Nasri yang merupakan penguasa Keamiran Granada, satu-satunya negara Muslim yang berdiri di Iberia saat itu, meminta pertolongan Utsmani dan Mamluk dalam melawan Spanyol. Rencananya pasukan Utsmani akan berlabuh di Valencia dan bergabung dengan 200.000 Mudéjar melawan pihak Katolik Spanyol. Namun pihak Utsmani sendiri sangat sibuk berperang dengan Mamluk sehingga tidak dapat memberikan bantuan secara maksimal. Meski demikian, Bayezid mengirim laksamananya, Kemal Reis. Ini adalah kali pertama Utsmani terlibat dalam masalah politik di kawasan Mediterania barat. Armada Kemal Reis yang berbasis di Bône, Bougie, dan Jerba aktif dalam menyerbu pantai Spanyol.

Meski begitu, Keamiran Granada pada akhirnya jatuh pada 1492. Kemal Reis juga mengangkut banyak pengungsi Muslim dari Spanyol ke Afrika Utara. Pada 1493, dia mengungsikan sekitar 6.000 Muslim keluar dari Iberia. Kemal Reis sendiri diperintahkan kembali pada 1495.

Para pengungsi Spanyol yang terdiri dari umat Yahudi dan Muslim ini diterima oleh pihak Utsmani. Di antara mereka adalah seorang Yahudi bernama Moses Hamon yang menjadi tabib terkenal di istana Utsmani. Bayezid mengeluarkan maklumat di seluruh kekaisaran bahwa kedatangan para pengungsi diterima dan mereka dijadikan warga negara Utsmani. Bayezid mengkritik tindakan Raja Aragon Fernando II dan Ratu Kastila Isabel I yang mengusir dari Spanyol orang-orang yang berbakat dan berguna bagi negara. Di hadapan para pejabatnya, Bayezid berujar, "Kalian berusaha mengatakan kalau Fernando adalah pemimpin yang bijak. Dia memiskinkan negaranya sendiri dan memakmurkan negaraku!"

d.      PERANG UTSMANI – VENESIA

Lukisan Pertempuran Zonchio

Pada masa Bayezid, Utsmani kembali berhadapan dengan Republik Venesia untuk memperebutkan kepulauan di Laut Aegea, Ionia, dan Adriatik. Januari 1499, Kemal Reis berlayar dari Konstantinopel dengan kekuatan 10 galai dan 4 kapal jenis lain dan mengambil alih kepemimpinan dari armada Utsmani yang lebih besar pada Juli 1499 untuk mengobarkan perang skala besar dengan Venesia. Armada Utsmani sendiri terdiri dari 67 galai, 20 galiut (galai yang lebih kecil), dan 200 kapal kecil. Agustus 1499, Kemal Reis berhasil mengalahkan armada Venesia di bawah pimpinan Antonio Grimani pada Pertempuran Zonchio (juga dikenal dengan Pertempuran Sapienza dan Pertempuran Lepanto pertama). Itu adalah pertempuran laut pertama yang menggunakan meriam dalam kapal. Perang ini terjadi dalam empat hari terpisah, yakni tanggal 12, 20, 22, dan 25 Agustus 1499. Setelah mencapai Laut Ionia, Kemal Reis memukul mundur pasukan Venesia yang terdiri dari 47 galai, 17 galiut, dan 100 kapal kecil pimpinan Antonio Grimani. Antonio ditahan pada 29 September tetapi kemudian dibebaskan. 10 galai Venesia hasil rampasan perang diberikan kepada Kemal Reis.

Desember 1499, pihak Venesia menyerang Lepanto yang berada di pesisir utara Teluk Korintus dengan harapan dapat mengambil kembali wilayah mereka di kawasan Laut Ionia. Kemal Reis berlayar dari Kefalonia dan mengambil alih kembali Lepanto. Dia berdiam di Lepanto pada bulan April hingga Mei 1500 dan kapal-kapalnya diperbaiki 15.000 perajin Utsmani dari daerah tersebut. Dari sini, Kemal Reis berlayar dan menyerang pelabuhan Venesia di Kerkyra (Korfu) dan kembali mengalahkan Venesia. Kemal Reis juga menyerang benteng Modon (Methoni) dari laut dan menduduki kota tersebut. Pasukan Utsmani dengan cepat mengambil alih wilayah kekuasaan Venesia di Yunani, termasuk Modon dan Koroni yang keduanya terletak di Peloponnesa barat daya. Doge (pemimpin/adipati) Venesia saat itu, Agostino Barbarigo, meminta bantuan Paus, juga Raja Fernando dan Ratu Isabel. Pada 24 Desember, pasukan gabungan Spanyol-Venesia di bawah kepemimpinan Gonzalo Fernández de Córdoba menduduki Kefalonia, menahan laju serangan Utsmani ke wilayah timur Venesia untuk sementara.

Serangan Utsmani ke Dalmasia memaksa Venesia untuk mengadakan perjanjian dengan Raja Hongaria Vladislaus II dan Paus Aleksander VI untuk membayar 140.000 dukat setiap tahun kepada Kerajaan Hongaria demi mendapat bantuan perlindungan di kawasan Kroasia selatan, termasuk mempertahankan Dalmasia. Perjanjian ditandatangani pada 13 Mei 1501 setelah perundingan alot. Pada 1501, pasukan Utsmani di bawah Firuz Bey menduduki Durrës yang berada di kawasan Venesia Albania.

Pihak Utsmani dan Venesia sepakat melakukan gencatan senjata pada akhir 1502. Januari 1503, Venesia menandatangani perjanjian lain dengan Vladislaus II, yang telah membayar 124.000 dukat sesuai perjanjian terdahulu, untuk membayar 30.000 dukat per tahun dengan tujuan yang sama.

Pada 1503, pasukan kavaleri Utsmani menyerang wilayah Venesia di Italia utara, memaksa Venesia mengakui pencapaian Utsmani dan mengakhiri perang.

e.      PRIBADI DAN KEBIJAKAN

Di masa kekuasaannya, Sultan Bayezid II menetapkan beberapa kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan ayah dan pendahulunya, Sultan Mehmed II. Dipengaruhi para ulama dan para pejabat tinggi, Bayezid mengembalikan hak kepemilikan yang diperuntukkan untuk kepentingan agama dan amal yang diambil pada masa Mehmed untuk kepentingan negara. Bayezid juga membatalkan beberapa kebijakan ayahnya yang pro-Eropa, seperti menghilangkan gambar-gambar karya pelukis Italia dari istana. Dikatakan bahwa Bayezid adalah seorang Muslim yang saleh dan sangat ketat dalam menjalankan perintah Al Qur'an dan syariat Islam. Pada masanya, pendapatan negara diabdikan untuk pembangunan berbagai bangunan umum seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan jembatan. Dia juga menjadi pendukung para ahli hukum, ilmuwan, dan pujangga, baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut duta Venesia, Bayezid menaruh ketertarikan pada ilmu filsafat dan kosmografi. Tak seperti sultan lainnya, Bayezid bekerja keras untuk memastikan kelancaran politik domestik, yang membuatnya mendapatkan julukan "Yang Adil".

f.        TAHUN-TAHUN TERAKHIR

1)      PERSELISIHAN DENGAN SELIM

Sebagaimana tradisi, Bayezid menugaskan putra-putranya untuk memerintah suatu daerah tertentu, sebagai bekal para şehzade (pangeran) bila kelak naik takhta. Ahmed memerintah Amasya, Korkud memerintah Antalya, dan Selim memerintah Trebizond. Tradisi menyatakan bahwa şehzade yang tiba lebih dulu di ibu kota setelah sultan yang lama mangkat akan menjadi sultan yang baru, sehingga jauh dekatnya penugasan yang diterima para pangeran sangat berpengaruh. Pangeran yang memiliki wilayah penugasan paling dekat dengan ibu kota juga ditafsirkan sebagai pangeran pilihan sultan yang menjadi pewaris takhtanya kelak. Di antara ketiga bersaudara putra Bayezid ini, Ahmed yang memiliki wilayah penugasan paling dekat dengan Konstantinopel.

Meski putra Selim, Suleiman, ditugaskan memerintah wilayah Bolu yang dekat dengan ibu kota, dia kemudian dipindah di Kaffa, Krimea, karena penolakan dari Şehzade Ahmed. Hal ini kemudian ditafsirkan oleh Selim sebagai bentuk dukungan Bayezid terhadap Ahmed sebagai calon pewaris. Selim kemudian meminta wilayah penugasan di Rumelia, istilah untuk merujuk pada wilayah Utsmani di Eropa. Meski awalnya menolak dengan alasan bahwa kawasan tersebut tidak diperuntukkan untuk para pangeran, atas dukungan Meñli I Giray, Khan Krimea saat itu, Selim ditugaskan Bayezid memerintah di Semendire (termasuk kawasan Serbia). Meski memang masuk kawasan Rumelia, jarak Semendire ke Konstantinopel terbilang jauh sehingga Selim menolak dan justru tetap berdiam di ibu kota. Bayezid memandang penolakan Selim ini sebagai bentuk pemberontakan dan dia mengalahkan pasukan Selim di pertempuran pada Agustus 1511. Selim kemudian mengungsi ke Krimea.

2)      KEBANGKITAN SYI’AH

Di sisi lain, Bayezid menyaksikan kebangkitan Dinasti Safawiyah di Iran dan sekitarnya, menggeser kepemimpinan negara Aq Qoyunlu yang semula menjadi penguasa di kawasan tersebut. Pendiri dinasti ini, Ismail I, adalah putra Martha (Halima Begum), putri Uzun Hasan dan Theodora. Uzun Hasan sendiri adalah pemimpin Aq Qoyunlu yang berkuasa pada 1453 sampai 1478, sedangkan Theodora adalah putri Yohanes (Ioannes) IV Komnenos, Kaisar Trebizond. Pada masa Ismail, Islam Sunni mulai tersingkir dari Persia karena para pemeluknya dipaksa berpindah ke Syi'ah, diusir, atau dihukum mati. Daniel W. Brown menyatakan bahwa Ismail adalah "penguasa Syi'ah paling berhasil dan tidak toleran setelah jatuhnya Fatimiyah." Kebenciannya pada Sunni dikenal tanpa batas dan siksaannya atas mereka sangat kejam. Bayezid memberikan nasihat secara kebapakan kepada Ismail untuk menghentikan kebijakan anti-Sunni yang dia lakukan, tetapi Ismail mengabaikannya dan melanjutkan penyebaran Syi'ah dengan pedang. Alasan penyebaran Syiah secara paksa oleh Ismail di antaranya untuk memberikan jati diri yang khas bagi Safawiyah untuk membedakan mereka dengan negara-negara tetangga mereka yang merupakan negara-negara militer Turki-Sunni seperti Utsmani.

Gerakan Ismail tidak luput dari perhatian pihak Utsmani, tetapi Bayezid yang semakin menua dan sakit-sakitan membuat kendali negara juga melemah, sehingga Ismail berhasil mendapat dukungan dari beberapa bawahan Utsmani, di antaranya adalah Şahkulu (Syah-qulu) yang merupakan anggota suku Turkmen Tekkelu. Saat putra Bayezid, Şehzade Korkud, pergi dari Antalya ke Manisa agar lebih dekat dengan ibu kota, Şahkulu menyerang karavan Sang Pangeran dan mengambil harta bendanya, juga menyerang kota-kota dan membunuh beberapa pejabat pemerintahan di sana. Saat Şahkulu menyerang Alaşehir yang terletak di kawasan Anatolia barat, pasukan Utsmani di bawah pimpinan Karagöz Ahmed Pasya menyerang pasukan Şahkulu, tetapi Şahkulu dapat mengalahkan pasukan Utsmani dan bahkan membunuh Ahmed Pasya. Menyerang karavan pangeran, mengalahkan pasukan, dan membunuh para pejabat tinggi Utsmani meningkatkan ketenaran Şahkulu.

Pasukan kedua segera dikirim dengan dipimpin oleh Şehzade Ahmed dengan wazir agung Hadım Ali Pasya. Mereka dapat memojokkan Şahkulu di dekat Altıntaş (Kütahya). Namun Şehzade Ahmed justru meninggalkan medan perang demi mengamankan kedudukannya sebagai pewaris, merebakkan kebingungan di kalangan para prajurit. Pendukung utama Ahmed, Hadım Ali Pasya meninggal saat melawan pemberontakan Şahkulu. Şahkulu sendiri juga meninggal dalam peristiwa ini. Meski para pendukung Şahkulu belum dikalahkan sepenuhnya, mereka telah kehilangan pemimpin. Mereka yang paling setia kemudian pergi ke Persia, tetapi di tengah jalan, mereka secara tidak sengaja membunuh seorang tokoh terkemuka. Bukannya mendapat sambutan, Ismail justru menghukum mati mereka atas kejadian tersebut.

3)     TURUN TAHTA

Sementara itu, mendengar bahwa Bayezid telah mengalahkan pasukan Selim, Ahmed menyatakan dirinya sebagai Sultan Anatolia dan mulai melancarkan serangan kepada keponakannya (yang ayahnya telah meninggal) dan menduduki Konya. Meski sudah diperintahkan Bayezid untuk kembali ke wilayah penugasannya, Ahmed menolak dan bahkan berusaha menduduki ibu kota, tetapi gagal lantaran dihadang para prajurit yang menginginkan sultan yang lebih cakap. Selim kembali dari Krimea dan, dengan dukungan dari pasukan Yanisari, mendesak Bayezid turun takhta pada 25 April 1512. Bayezid dikirim ke Demotika untuk menghabiskan masa pensiunnya di sana, tetapi keadaannya sudah tua dan sakit-sakitan saat itu. Sebelum tiba di tempat tujuan, Bayezid meninggal di Büyükçekmece pada 26 Mei 1512.

g.      KELUARGA

1)      ORANG TUA

Ayah – Sultan Mehmed II Han, penguasa ketujuh Utsmaniyah . Mendapat julukan 'Sang Penakluk' (Fatih) karena penaklukannya atas Konstantinopel pada 1453, mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur.

Ibu – Emine Gülbahar Valide Hatun (sekitar 1432 - 1492), dari keluarga non-Muslim Albania. Pada masa Sultan Bayezid II, keluarga sultan tinggal di Istana Lama, sedangkan pusat pemerintahan berada di Istana Topkapı. Pada suatu waktu, Gülbahar menulis surat kepada Bayezid yang berisikan keluhan lantaran putranya tersebut tidak mengunjunginya selama empat puluh hari. Dia dikebumikan di komplek Masjid Fatih.

Sebagian pendapat menyatakan bahwa ibu kandung Sultan Bayezid II adalah Sittişah Mükrime Hatun, putri Suleiman Bey, Adipati Dulkadir.

2)      PASANGAN

         i.            Nigar (Mühürnaz, Mihrnaz) Hatun (sekitar 1450 - Maret 1503). Dalam catatan resmi (vakfiye), namanya tertulis "Hātun binti Abdullah Vehbi" (perempuan putri Abdullah Vehbi). Dalam tradisi Utsmani, penggunaan nama Abdullah dalam silsilah menyatakan bahwa orang yang bersangkutan berasal dari keluarga non-Muslim dan menjadi mualaf.

       ii.            Şirin Hatun. Dalam catatan tertulis namanya "Hātun binti Abdullah". Dia membangun Masjid Hatuniye di dalam Kastel Trebizond.

     iii.            Bülbül Hatun. Dia mewakafkan masjid dan dapur umum (imaret) di Ladik, kota di Anatolia utara. Di Amasya, dia juga membangun masjid, madrasah, dan air mancur.

     iv.            Ayşe Gülbahar Hatun. Sebagian berpendapat bahwa Gülbahar adalah budak-selir Yunani yang kemudian menjadi mualaf. Sebagian lain mengatakan bahwa dia adalah putri Alaüddevle Bozkurt Bey, Adipati Dulkadir.

       v.            Gülruh Hatun

     vi.            Hüsnüşah Hatun, putri Nasuh Bey dari Karaman.

    vii.            Muhtereme (Ferahşad) Hatun, putri Gubernur Kaffa. Setelah putranya meninggal pada 1505, Muhtereme dan Mükrime Hatun, istri Şehzade Şehinşah, mewakafkan Masjid Eşrefzade. Muhtereme dimakamkan di Komplek Muradiye.

 

3)      PUTRA

         i.            Şehzade Abdullah – putra dari Şirin. Gubernur Sarihan 1481, dan Karaman 1481–1483. Menikah dengan sepupunya, Bülbül Hatun, putri Şehzade Mustafa, putra Sultan Mehmed II.

       ii.            Şehzade Ahmed – putra dari Bülbül. Gubernur Sarihan 1481–1483 dan Amasya 1483–1513. Menikah dengan sepupunya, Nergiszade (Nergisşah) Hatun, putri Şehzade Mustafa, putra Sultan Mehmed II. Salah seorang putranya, Şehzade Murad, menikah dengan Syahdokht Syahnavaz Begum, putri Ismail I, Kaisar Safawiyah.

     iii.            Şehzade Korkud – putra dari Nigar. Gubernur Sarihan 1483–1501 dan 1511–1513, dan Anatolia 1502–1509 dan 1510–1511.

     iv.            Sultan Selim I Han – putra dari Gülbahar. Penguasa Utsmani kesembilan. Menikah dengan Ayşe Hatun, putri Meñli I Giray, Khan Krimea.

       v.            Şehzade Şehinşah – putra dari Hüsnüşah. Gubernur Sarihan 1481-1483 dan Karaman 1483–1511.

     vi.            Şehzade Alemşah – putra dari Gülruh. Gubernur Kastamonu 1504 dan Sarihan 1504–1507.

    vii.            Şehzade Mehmed – putra dari Muhtereme. Gubernur Kaffa.

  viii.            Şehzade Mahmud – putra dari Bülbül. Gubernur Sarihan 1502.

 

4)      PUTRI

         i.            Aynışah Hatun – putri dari Şirin. Menikah dengan sepupunya, Ahmed Göde Aq Qoyunlu, putra Muhammad Ugurlu dan Gevherhan Hatun, putri Sultan Mehmed II.

       ii.            Ayşe Hatun – putri dari Nigar. Menikah dengan Güveyi Sinan Pasya.

     iii.            Fatma Hatun – putri dari Nigar. Menikah dengan Güzelce Hasan Bey.

     iv.            Gevhermülük Şah Hatun – putri dari Bülbül. Menikah dengan Mehmed Pasya Dukakis.

       v.            Hatice Hatun – putri dari Bülbül. Menikah dengan Faik Pasya.

     vi.            Hundi Hatun – putri dari Bülbül. Menikah pada 1484 dengan Hersekzade Ahmed Pasya.

    vii.            Hümaşah Hatun. Menikah dengan Antalyali Bali Pasya.

  viii.            Ilaldi Hatun. Menikah dengan Hain Ahmed Pasya.

      ix.            Kamerşah Hatun – putri dari Gülruh. Menikah dengan Mustafa Bey, putra Davud Pasya.

       x.            Selçukşah Hatun. Menikah dengan Mehmed Bey, putra Kara Mustafa Pasya.

      xi.            Şehzade Şah Hatun – putri dari Bülbül. Menikah dengan Nasuh Bey.

    xii.            Sultanzade Hatun – putri dari Hüsnüşah.

 

·        Selim I

Selim I

سليم اول

 

Sultan Selim I

Khalifah Pertama Dari Kesultanan Utsmaniyah

Berkuasa : 1517 – 22 September 1520

Pendahulu : Muhammad Al-Mutawakkil

Penerus : Suleyman I

Sultan Utsmaniyah Ke-9


Berkuasa : 24 April 1512 – 22 September 1520

Pendahulu : Bayezid II

Penerus : Suleyman I

Kelahiran : 1470/1. Amasya, Kesultanan Utsmaniyah

Kematian : 22 September 1520 (usia 48–50) Çorlu, Kesultanan Utsmaniyah

Pemakaman : Masjid Yavuz Selim, Fatih, Konstantinopel

Wangsa : Usmani

Nama lengkap : Salim bin Bayezid

Ayah : Bayezid II

Ibu : Ayşe Gülbahar Hatun

Pasangan :

1. Ayşe Hatun

2. Hafsa Hatun

Agama : Islam Sunni

Tughra :



Selim I (Bahasa Turki Utsmaniyah: سليم اول, Bahasa Turki: Birinci Selim; 1470/1 – September 1520) adalah penguasa Utsmani kesembilan dan berkuasa pada tahun 1512 sampai 1520. Watak dan kepribadiannya yang keras menjadikannya mendapat julukan Yavuz Sultan Selim (Yavuz sendiri dapat dimaknai dengan "keras", "teguh", atau "tegas").

Di masa kekuasaannya yang terbilang singkat, Utsmani mengalami dua peristiwa besar yang sangat memengaruhi keberjalanan keadaan Timur Tengah pada masa-masa selanjutnya. Kemenangan Utsmani dalam Pertempuran Chaldiran membendung laju perkembangan Syiah yang bangkit seiring menguatnya Wangsa Safawiyah di kawasan Iran dan sekitarnya. Penaklukannya atas Kesultanan Mamluk menjadikan wilayah Utsmani meluas secara dramatis lantaran kawasan Syam, Mesir, dan Hijaz menjadi dalam kekuasaan Utsmani. Jatuhnya Mamluk menjadikan kepemimpinan kota Makkah dan Madinah yang berada di wilayah Hijaz beralih ke tangan Utsmani, sehingga Selim kemudian menyandang gelar Ḫādimü'l-Ḥaremeyn (خادم الحرمين الشريفين) atau "Pelayan Dua Tanah Haram" dan gelar ini diturunkan kepada para penerusnya. Seiring keruntuhan Mamluk juga diikuti penyerahan kedudukan khalifah oleh Al Mutawakkil kepada Selim, menjadikan Selim sebagai khalifah pertama dari Wangsa Utsmani dan non-Arab, meski beberapa Sultan Utsmani sebelumnya telah mengklaim gelar tersebut.

a.      SEBAGAI SEHZADE

Selim I dengan gada

Selim dilahirkan di Amasya pada sekitar tahun 1470 pada masa kekuasaan kakeknya, Sultan Mehmed II atau yang juga dikenal dengan Muhammad Al Fatih. Pada 1481, ayah Selim naik takhta sebagai Sultan Bayezid II.

Sebagaimana tradisi Utsmani, para şehzade (pangeran) yang sudah cukup umur akan memerintah di wilayah penugasan yang telah ditentukan sultan. Saat sultan mangkat, pangeran yang tiba lebih dulu di ibu kota akan dinobatkan sebagai sultan yang baru. Tiga putra Bayezid juga mendapat penugasan tersebut. Şehzade Ahmed memerintah Amasya, Şehzade Korkud memerintah Antalya, dan Şehzade Selim memerintah Trebizond. Di antara ketiga bersaudara putra Bayezid ini, Ahmed memiliki wilayah penugasan paling dekat dengan Konstantinopel, sehingga dia dipandang sebagai pangeran yang, secara tidak langsung, dianggap sebagai pewaris oleh sultan karena berpeluang paling cepat bila tiba di ibu kota.

Selim I di Pertempuran Chaldiran: karya seni di Paviliun Chehel Sotoun di Isfahan

Meski putra Selim, Suleiman, ditugaskan memerintah wilayah Bolu yang dekat dengan ibu kota, dia kemudian dipindah di Kaffa, Krimea, karena penolakan dari Şehzade Ahmed. Hal ini kemudian ditafsirkan oleh Selim sebagai bentuk dukungan Bayezid terhadap Ahmed sebagai calon pewaris. Selim kemudian meminta wilayah penugasan di Rumelia, istilah untuk merujuk pada wilayah Utsmani di Eropa. Meski awalnya menolak dengan alasan bahwa kawasan tersebut tidak diperuntukkan untuk para pangeran, atas dukungan Meñli I Giray, Khan Krimea saat itu, Selim ditugaskan Bayezid memerintah di Semendire (termasuk kawasan Serbia). Meski memang masuk kawasan Rumelia, jarak Semendire ke Konstantinopel terbilang jauh sehingga Selim menolak dan justru tetap berdiam di ibu kota. Bayezid memandang penolakan Selim ini sebagai bentuk pemberontakan dan dia mengalahkan pasukan Selim di pertempuran pada Agustus 1511. Selim kemudian mengungsi ke Krimea.

Saat Sultan Bayezid berperang melawan Selim, Şehzade Ahmed ditugaskan untuk menekan pemberontakan Şahkulu yang didukung Ismail I, Kaisar Safawiyah. Dinasti Safawiyah sendiri adalah pesaing berat Utsmani di kawasan tersebut. Bersama Wazir Agung (Perdana Menteri) Hadım Ali Pasya, Şehzade Ahmed dapat memojokkan Şahkulu di dekat Altıntaş (Kütahya). Namun Şehzade Ahmed justru meninggalkan medan perang demi mengamankan kedudukannya sebagai pewaris, merebakkan kebingungan di kalangan para prajurit. Hadım Ali Pasya yang sebenarnya merupakan pendukung utama Ahmed meninggal saat melawan pemberontakan Şahkulu. Şahkulu sendiri juga meninggal dalam peristiwa ini.

Mendengar bahwa Bayezid telah mengalahkan pasukan Selim, Ahmed menyatakan dirinya sebagai Sultan Anatolia dan mulai melancarkan serangan kepada keponakannya (yang ayahnya telah meninggal) dan menduduki Konya. Meski sudah diperintahkan Bayezid untuk kembali ke wilayah penugasannya, Ahmed menolak dan bahkan berusaha menduduki ibu kota, tetapi gagal lantaran dihadang para prajurit yang menginginkan sultan yang lebih cakap. Selim kembali dari Krimea dan, dengan dukungan dari pasukan Yanisari, mendesak Bayezid untuk menyerahkan takhta kepada Selim pada 25 April 1512. Bayezid dikirim ke Demotika untuk menghabiskan masa pensiunnya di sana, tetapi keadaannya sudah tua dan sakit-sakitan saat itu. Sebelum tiba di tempat tujuan, Bayezid meninggal di Büyükçekmece pada 26 Mei 1512.

b.      AWAL KEKUASAAN

Pada awal masa kekuasaan Selim, Ahmed masih memegang kendali atas Anatolia selama beberapa bulan. Kedua belah pihak bertempur di dekat Yenişehir, Bursa, pada 24 April 1513. Pihak Ahmed dikalahkan. Ahmed sendiri ditahan dan kemudian dihukum mati setelahnya. Putra Ahmed, Şehzade Murad, mengungsi ke Kekaisaran Safawiyah. Ismail I berusaha menggunakan Murad untuk mengumpulkan masa melawan pemerintahan Selim. Namun rencana itu akhirnya gagal dan Murad mendapat suaka di Safawiyah. Şehzade Korkud sendiri juga dihukum mati pada 1513 karena diduga telah menyiapkan pemberontakan melawan Selim.

c.       PERTEMPURAN CHALDIRAN

Monumen Peringatan Pertempuran Chaldiran

Salah satu perhatian besar pada masa kekuasaan Selim adalah Ismail I yang menjadikan Dinasti Safawiyah sebagai kekuatan baru di kawasan tersebut, juga mengubah agama Persia dari Sunni ke Syi'ah Dua Belas Imam, menjadikannya ancaman besar bagi Utsmani yang Sunni. Pada 1510, Safawiyah telah menguasai kawasan Iran dan Azerbaijan, Dagestan selatan, Mesopotamia, Armenia, Khorasan Raya, Anatolia Timur, dan menjadikan Kerajaan Kakheti dan Kartli di kawasan Kaukasus sebagai negara bawahannya.

Setelah menuntaskan perang saudara, Selim kemudian memusatkan perhatiannya pada kekacauan dalam negeri yang dipercaya didalangi oleh Qizilbasy (kelompok militan Syi'ah). Selim mengkhawatirkan bahwa mereka akan menghasut masyarakat untuk mendukung Ismail, pemimpin Dinasti Safawiyah, yang dipercaya sebagian pengikutnya sebagai keturunan Nabi Muhammad. Setelah mendapat persetujuan dari ahli fiqih yang menyatakan Ismail dan Qizilbasy sebagai kelompok kafir dan pembid'ah, Selim dapat mengarahkan pasukan ke arah timur untuk menekan pergerakan mereka. Di sisi lain, Ismail mendakwa Selim telah melakukan penyerangan kepada sesama Muslim dan menumpahkan darah pihak yang tak bersalah. Sebelum melakukan penyerangan, Selim menghukum mati 40.000 orang Qizilbasy Anatolia "sebagai hukuman atas tindakan pemberontakan mereka." Selim juga menghentikan impor sutra dari Iran.

Pada 1514, Selim menyerang wilayah Ismail untuk menghentikan laju penyebaran Syi'ah di Utsmani. Sebelumnya, Selim dan Ismail saling berkirim surat kecaman satu sama lain sebelum penyerangan dilakukan. Di saat yang sama, Safawiyah juga harus berhadapan dengan bangsa Uzbek di timur. Demi menghindari pertempuran di dua tempat secara bersamaan, Ismail melakukan taktik bumi hangus dalam melawan Utsmani di barat. Saat mengetahui Ismail menghimpun pasukan di Chaldiran, Selim mengerahkan pasukan di sana dan terjadilah pertempuran antara pihak Selim dan Ismail. Meski pasukan Ismail memiliki persiapan lebih matang, pihak Selim unggul dengan pasukan mutakhir dan persenjataan yang lebih efisien. Safawiyah mengalami kekalahan telak dan Ismail sendiri hampir tertangkap. Selim memasuki ibu kota Iran, Tabriz, pada 5 September. Pihak Utsmani juga menduduki Mesopotamia, dan sebagian wilayah Armenia.

Dalam perang ini, Selim berhasil menawan dua istri Ismail. Hal ini membuat harga diri Ismail jatuh, membuatnya melampiaskan kekalahan dengan mabuk-mabukan. Ismail sendiri juga menarik diri dari urusan militer dan pemerintahan lantaran kepercayaan dirinya yang hancur dan itu berlangsung sampai mangkatnya pada 1524 di usianya yang baru menginjak 36 tahun.

d.      PENAKLUKAN MAMLUK

Sebelum berdirinya Safawiyah, Utsmani dan Mamluk adalah dua negara paling berkuasa di kawasan Timur Tengah. Utsmani menguasai wilayah Anatolia, sedangkan Kesultanan Mamluk menguasai kawasan Mesir, Syiria, dan Hijaz. Setelah penyerangan Baghdad oleh Mongol pada 1258, Wangsa Abbasiyah yang masih memegang peran khalifah secara turun-temurun tinggal di Mesir dalam perlindungan Sultan Mamluk tanpa kekuatan politik yang memadai dan tidak memiliki wilayah kekuasaan, sehingga kerap terseret arus perselisihan di pemerintahan Mesir. Kedua negara besar ini dipisahkan oleh negara-negara kecil bangsa Turki yang berkuasa di kawasan Anatolia tenggara. Sebelum masa Selim, Utsmani maupun Mamluk beberapa kali pernah terlibat perselisihan. Pihak Mamluk pernah memberikan suaka pada Pangeran Cem, saudara tiri Sultan Bayezid II yang berusaha mengambil alih takhta. Pada masa Utsmani di bawah kepemimpinan Bayezid II, Utsmani dan Mamluk pernah terlibat beberapa peperangan, meski batas kedua negara cenderung tidak berubah.

Selim I oleh seorang pelukis Eropa yang tidak dikenal

Keseimbangan di kawasan Timur Tengah mulai bergeser saat bangkitnya Wangsa Safawiyah di kawasan Persia. Sang pendiri, Ismail I, dikatakan sebagai penguasa Syiah paling berhasil dan paling intoleran setelah jatuhnya Fatimiyah. Pihak Mamluk mengharapkan perselisihan di antara Utsmani dan Safawiyah membuat kedua negara besar itu saling melemah. Saat Safawiyah berusaha menjalin kekuatan Eropa untuk membuat persekutuan anti-Utsmani pada awal 1500-an, Mamluk memberi izin duta Safawiyah untuk melewati wilayah mereka dalam rangka berhubungan dengan Eropa. Pihak Utsmani menekan Mamluk agar tidak membiarkan duta tersebut kembali ke Safawiyah.

1)      PERTEMPURAN MARJ DABIQ

Setelah kekalahan Safawiyah dalam Perang Chaldiran dan pendudukan Selim atas negara-negara bangsa Turki yang menjadi batas Mamluk dan Utsmani pada musim panas 1515, tampak jelas bahwa perselisihan antara Mamluk dan Utsmani menjadi sesuatu yang tidak bisa lagi dihindari. Sultan Mamluk saat itu, Qansuh Al-Ghuri, menerima tawaran persekutuan dari Ismail I. Pada tahun 1516, Al-Ghuri bertolak menuju Syiria, meninggalkan salah satu menterinya, Tuman Bay, untuk memimpin Mesir. Al-Ghuri berangkat ke utara diiringi perayaan yang meriah bersama para pejabat tinggi, tabib, musisi, dan muazin. Khalifah Muhammad Al Mutawakkil juga turut serta dalam rombongan ini. Dalam perjalanan, Sultan Al-Ghuri juga menerima Pangeran Ahmed, keponakan Sultan Selim, dalam rombongannya dengan harapan dapat menarik simpati dari pasukan Utsmani.

Kavaleri berat Mamluk, sekitar tahun 1550. Musée de l'Armée.

Pasukan Utsmani dan Mamluk bertemu dalam Pertempuran Marj Dabiq pada 24 Agustus 1516. Di barisan Mamluk, Qansuh Al-Ghuri berada di bagian tengah, sedangkan sayap kiri dipimpin oleh Gubernur Aleppo, Kha'ir Bey, dan pasukan sayap kanan dipimpin Gubernur Damaskus. Pasukan kavaleri sayap kiri Mamluk berhasil mendesak pasukan kavaleri sayap kanan Utsmani, tetapi pihak sayap kiri Mamluk mundur setelah menerima serangan meriam. Kavaleri sayap kiri Utsmani juga berhasil dipaksa mundur setelah mendapat serangan dari pasukan tengah dan sayap kanan Mamluk. Meski begitu, pasukan tengah Mamluk mundur setelah mendapat serangan meriam, begitu juga pasukan sayap kanan Mamluk yang mendapat serangan tembakan dari pasukan Yanisari. Al-Ghuri memerintahkan sayap kiri Mamluk untuk bergabung dan menyerang bersama-sama pasukan Utsmani dari kanan, tetapi perintah itu diabaikan. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Kha'ir Bey berkhianat dan memihak Utsmani, sedang sebagian lain menyatakan bahwa Gubernur Aleppo tersebut mundur lantaran yakin pihak Mamluk telah kalah. Kha'ir Bey meninggalkan medan perang bersama dengan pasukan infanteri. Kekacauan di pihak Mamluk menjadikan pasukan Utsmani dapat mengalahkan Mamluk dalam pertempuran ini. Sultan Qansuh Al-Ghuri meninggal, tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai sebab kematiannya. Beberapa menyatakan bahwa dia terbunuh di medan perang. Pendapat lain menyatakan bahwa kantung empedunya pecah, atau melakukan bunuh diri.

Setelah kemenangan Selim dalam Pertempuran Marj Dabiq, dia mendapat sambutan hangat di Aleppo oleh para penduduk. Selim menerima Khalifah Al Mutawakkil dengan ramah, tetapi mengecam para hakim karena kegagalan mereka memeriksa pemerintahan buruk dari Mamluk. Dengan kekalahan Mamluk, Utsmani secara resmi mengambil alih kepemimpinan Syiria.

2)      PENDUDUKAN MESIR

Setelah kemenangan di Marj Dabiq, Selim menunggu untuk mengamankan kedudukannya dengan menunggu datangnya angkatan laut Utsmani. Oleh karenanya, Selim mengutus Sinan Pasya memimpin pasukan untuk menaklukkan benteng-benteng di pesisir.

Di Mesir, Tuman Bay naik takhta sebagai Sultan Mesir dan merekrut pasukan baru, menolak tunduk menjadi bawahan Utsmani. Pasukan kavaleri Mamluk di bawah kepemimpinan Janbirdi Al-Ghazali menyerang pasukan Utsmani di Khan Yunis, Gaza selatan, saat mereka hendak memasuki Mesir pada akhir Oktober. Meski begitu, pasukan Sinan Pasya berhasil mengalahkan pasukan Al-Ghazali. Pasukan Mamluk yang tersisa mundur ke Kairo bersama Al-Ghazali yang terluka.

Selim mulai bergerak menuju Mesir saat angkatan laut Utsmani tiba di Syiria. Pasukan Utsmani mengalami perjalanan sulit melintasi gurun Sinai, tetapi mereka bertahan dengan mendapat bantuan persediaan dari laut sehingga mereka berhasil memasuki Mesir pada Januari 1517. 22 Januari, pasukan Tuman Bay dan Selim bertemu di Ridaniya yang terletak di pinggiran Kairo. Dalam pertempuran ini, pihak Mamluk membawa 300 meriam dari Venesia dan ditempatkan di parit. Di sisi lain, meriam Utsmani ditempatkan di belakang pasukan di atas bukit. Pertempuran meriam berlangsung singkat dengan kemenangan di pihak Utsmani lantaran pasukan Mamluk belum berpengalaman dalam menggunakan senjata baru tersebut. Pasukan Utsmani memenangkan pertempuran dan pasukan Mamluk meninggakan medan perang. Sinan Pasya gugur dalam pertempuran ini. Pasukan Utsmani masuk ke Kairo tanpa perlawanan dan Selim sendiri menduduki Pulai Gezira, pulau di tengah Sungai Nil di Kairo tengah. Mereka menduduki benteng dan menghukum mati semua garnisun Kaukasus. Namun pada tanggal 26, pasukan Tuman Bay memasuki kota bersama pasukan Badui dan mengalahkan mereka. Selim mengirim pasukan Yanisari untuk mengambil alih Kairo pada tanggal 27 dan penduduk setempat berpihak pada Tuman Bay. Pertempuran di dalam kota berlanjut sampai tanggal 3 Februari sampai pihak Utsmani berhasil mengendalikan kota. Banyak para bangsawan Mamluk gugur dalam peristiwa ini. Meski begitu, banyak warga yang mendapat pengampunan atas permintaan Khalifah yang sekarang memiliki kedudukan yang lebih menonjol dibandingkan pada masa kekuasaan Mamluk.

Selain diberikan pada para warga, pengampunan juga diberikan pada para amir yang masih bersembunyi. Janbirdi Al-Ghazali memohon pengampunan dan kemudian diberikan kedudukan sebagai komandan dalam melawan Suku Badui.

Demi menghindari perselisihan lebih lanjut, Tuman Bay mengusulkan perjanjian damai dan mengakui kedaulatan Selim atas Mesir bila penyerangan dihentikan. Selim kemudian mengutus Khalifah Al Mutawakkil beserta empat orang hakim untuk mendampingi utusan dari Utsmani yang dikirim pada Tuman Bay. Khalifah sendiri tidak menyukai tugas tersebut sehingga dia mengirim wakilnya. Pada dasarnya, Tuman Bay menerima persyaratan damai dengan senang hati, tetapi para pendukungnya yang tidak memercayai Selim menolak tawaran tersebut. Mereka membunuh utusan Utsmani tersebut beserta salah satu hakim, membuat perundingan damai gagal terbentuk. Sebagai balasan atas tindakan tersebut, Selim membunuh 57 amir Mamluk yang ditahan di benteng. Tuman Bay kemudian menghimpun pasukan di piramida Giza dan pada akhir Maret, kedua pasukan bertemu. Pihak Tuman Bay kalah setelah dua hari pertempuran dan dia sendiri berlindung di salah satu kepala suku Badui yang justru kemudian menyerahkan dirinya pada pihak Selim.

Selim pada awalnya hendak memberikan pengampunan dan membawa Tuman Bay ke Konstantinopel, tetapi Janbirdi Al-Ghazali dan Kha'ir Bey mengusulkan agar Tuman Bay dihukum mati lantaran keberadaannya akan mengancam kekuasaan Utsmani di Mesir. Tuman Bay kemudian dipenjara dan dihukum gantung di gerbang kota pada 15 April 1517. Jasadnya digantung selama tiga hari sebelum dikebumikan.

Meninggalnya Tuman Bay menandai berakhirnya masa kekuasaan Mamluk atas Mesir. Meski bangsa Mamluk yang tersisa tetap berada di Mesir sebagai bangsawan, setelah peristiwa ini, mereka secara resmi menjadi bawahan Utsmani yang berpusat di Konstantinopel.

e.      TAHUN-TAHUN TERAKHIR



Perluasan wilayah kekuasaan Utsmani. Kiri: pada masa Bayezid II. Kanan: pada masa Selim I.

Selama pemerintahannya, Selim memperluas wilayah Usmaniyah dari 2,5 juta km² menjadi 6,5 juta km². Ia membuat penuh perbendaharaan negara, menguncinya dengan meterainya sendiri dan mengumumkan bahwa, "Barangsiapa membuat penuh perbendaharaan ini melebihi isinya sekarang, ia dapat menggunakan meterainya untuk mengunci perbendaharaan.” Perbendaharaan ini dikunci dengan meterainya hingga runtuhnya Kesultanan Utsmani 400 tahun kemudian.

Setelah kembali dari perangnya di Mesir, dia mendapat surat dari penduduk Afrika Utara untuk meminta perlindungannya dalam menghadapi pelaut-pelaut Spanyol dan Portugis yang mengacau di Laut Tengah. Oleh karena itu, dia menyiapkan ekspedisi untuk memerangi Rhodes dan di sana ia meninggal pada 9 Syawal 926 H / 22 September 1520 karena sirpense, infeksi kulit. Pendapat lain menyatakan bahwa Selim meninggal karena kanker atau bahkan diracun oleh tabibnya. Sebagian sejarawan menyatakan bahwa mangkatnya Selim bersamaan dengan menyebarnya wabah pes di kesultanan dan beberapa sumber menyebutkan bahwa Selim sendiri juga terjangkit.

Jenazah Selim kemudian dibawa ke Konstantinopel dan dikebumikan di kompleks Masjid Sultan Yavuz Selim. Berbeda dengan pendahulunya yang sangat memusatkan perhatian pada perluasan wilayah ke arah Eropa, Selim memusatkan perhatiannya ke kawasan Timur Tengah karena dipercaya bahaya yang sebenarnya berasal dari arah timur.

f.        KEPRIBADIAN

Türbe Selim I di kompleks Masjid Yavuz Sultan Selim

Banyak sumber menyatakan bahwa Selim memiliki watak yang berapi-api dan memiliki harapan yang sangat tinggi pada para bawahannya. Banyak menterinya dihukum mati dengan berbagai alasan. Sebuah umpatan di Utsmani berbunyi, "Semoga kamu menjadi menterinya Selim," lantaran banyaknya jumlah menteri yang dihukum mati.

Selim merupakan salah satu penguasa Utsmani yang paling berhasil dan dihormati, giat, dan pekerja keras. Meski masa kekuasaannya terbilang singkat, para sejarawan sepakat bahwa Selim telah mempersiapkan Kekaisaran Utsmani untuk mencapai titik puncaknya pada masa putra dan penerusnya, Suleiman Al-Qanuni.

Selim juga seorang pujangga yang menulis puisi dalam bahasa Turki dan Pesia menggunakan nama Mahlas Selimi, yang kumpulan puisi Persianya masih utuh hingga hari ini. Dalam salah satu puisinya, dia menulis, "Sebuah permadani cukup besar untuk diduduki oleh dua orang sufi, tetapi dunia tidak cukup besar untuk dua orang raja.”

g.      GELAR

Kota Makkah dan Madinah yang sebelumnya masuk wilayah kekuasaan Mamluk secara otomatis menjadi wilayah kekuasaan Utsmani. Atas dasar ini, Selim kemudian mengambil gelar Ḫādimü'l-Ḥaremeyn (خادم الحرمين الشريفين) atau "Pelayan Dua Tanah Haram."

Setelah jatuhnya Mamluk, Al Mutawakkil kemudian menyerahkan kedudukan khalifah secara resmi kepada Selim dengan upacara penyerahan jubah dan mantel Nabi sebagai perlambang peralihan gelar ini.[29] Hal ini menjadikan Al Mutawakkil sebagai khalifah terakhir dari Wangsa Abbasiyah dan Selim sebagai khalifah pertama dari Wangsa Utsmani dan kalangan non-Arab. Meski begitu, beberapa Sultan Utsmani sebelum Selim telah mengklaim gelar ini sebelumnya. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa penyerahan gelar khalifah ini adalah kisah rekaan yang dibuat beberapa waktu setelahnya.

Sebagai catatan, Selim dan penerusnya masih menggunakan gelar sultan dan padisyah (kaisar) atas kedudukannya sebagai kepala negara meski Selim telah menyandang gelar khalifah. Sebelum 1258, khalifah masih memiliki peran sebagai kepala negara, terlepas luasnya wilayah kekuasaan yang dipegangnya secara langsung. Para sultan dan kepala negara Muslim lain menyatakan ketundukan mereka secara simbolis, meski secara de facto mereka berdaulat secara penuh atas wilayah kekuasaan mereka masing-masing tanpa campur tangan dari khalifah.

Setelah hancurnya Baghdad oleh serangan Mongol, khalifah mengungsi ke Mesir yang saat itu dikuasai Mamluk. Dikarenakan tidak memiliki wilayah kekuasaan lagi, khalifah kehilangan perannya sebagai kepala negara semenjak itu dan hanya berfungsi sebagai lambang pemersatu umat Muslim. Keadaan tersebut tidak berubah bahkan setelah Wangsa Utsmaniyah mengambil alih gelar khalifah. Penguasa Utsmani memegang kendali negara atas kedudukannya sebagai sultan dan padisyah, bukan karena statusnya sebagai khalifah. Bahkan selama sekitar dua ratus tahun sejak masa Selim, penguasa Utsmani tidak menggunakan gelar khalifah dalam perpolitikan nasional dan internasional. Masyarakat Utsmani lebih sering menyebut pemimpin mereka dengan sebutan padisyah dan pihak non-Utsmani dengan gelar sultannya. Gelar khalifah mulai aktif digunakan saat pada Perjanjian Küçük Kaynarca (1774), penguasa Utsmani menggunakan kedudukannya sebagai khalifah sebagai pelindung atas umat Muslim di Rusia. Sultan Abdul Hamid II (berkuasa 1876 – 1909) adalah penguasa Utsmani yang paling aktif menggunakan kedudukannya sebagai khalifah dalam rangka membentuk hubungan kerja sama dengan negara-negara Muslim untuk melawan imperialisme Barat.

h.      KELUARGA

1)      ORANG TUA

Ayah : Sultan Bayezid II, penguasa Utsmaniyah kedelapan. Dia dikenal atas pemberian suakanya pada umat Yahudi dan Muslim yang diusir dari Semenanjung Iberia setelah runtuhnya Keamiran Granada.

Ibu : Ayşe Gülbahar Hatun. Sebagian berpendapat bahwa Gülbahar adalah budak-selir Yunani yang kemudian menjadi mualaf. Sebagian lain menyatakan bahwa dia adalah putri Alaüddevle Bozkurt Bey, Adipati Dulkadir. Dulkadir sendiri adalah salah satu negara bangsa Turki yang berada di kawasan Anatolia.

2)      PASANGAN

         i.            Ayşe Hatun

       ii.            Hafsa Hatun

     iii.            seorang selir lain. Dia dikeluarkan dari harem istana lantaran melanggar peraturan dan dinikahkan dengan salah seorang pejabat.

Selim menikahi putri dari penguasa Kekhanan Krimea, Meñli I Giray. Meski begitu, terdapat perbedaan pendapat mengenai namanya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Ayşe Hatun yang merupakan putri dari Krimea. Pendapat yang populer menyatakan bahwa putri dari Krimea itu adalah Hafsa Hatun, ibunda Sultan Suleiman. Hafsa sendiri kerap disebut dengan nama Ayşe Hafsa pada banyak sumber, meski catatan resmi hanya menyebutnya Hafsa.

3)      PUTRA

         i.            Sultan Süleyman I – putra dari Hafsa. Penguasa Utsmani kesepuluh dan paling lama berkuasa.

       ii.            Şehzade Orhan

     iii.            Şehzade Musa

     iv.            Şehzade Korkut

       v.            Üveys Pasya (1498–1548). Ibunya adalah selir yang dikeluarkan dari harem. Namun saat dikeluarkan dan dinikahkan dengan pejabat, selir tersebut dalam keadaan mengandung Üveys dan dia lahir dalam keadaan memiliki ayah tiri. Hal ini menjadikan Üveys tidak memiliki hak atas takhta.

 

4)      PUTRI

         i.            Hatice Sultan – putri dari Hafsa. Menikah dengan Iskender Pasya pada 1509, pejabat dan kemudian laksamana, yang kemudian dihukum mati pada 1515. Setelah menjanda, Hatice menikah dengan Pargalı Ibrahim Pasya yang menjabat sebagai wazir agung (perdana menteri) pada 1523 – 1536. Meski begitu, sejarawan Ebru Turan menyatakan bahwa sebenarnya tidak ada pernikahan antara Hatice Sultan dan Ibrahim Pasya.

       ii.            Fatma Sultan (1500–1573) – putri dari Hafsa. Menikah pertama dengan Mustafa Pasya, Gubernur Antalya, kemudian bercerai lantaran diketahui bahwa Mustafa Pasya seorang homoseksual. Menikah kedua dengan Kara Ahmed Pasya, wazir agung pada masa kekuasaan Süleyman I. Setelah Kara Ahmed Pasya dihukum mati pada 1555, Fatma menikah dengan Hadım İbrahim Pasya yang merupakan seorang kasim.

     iii.            Şah-ı Huban Sultan (1507–1572). Menikah dengan Lütfi Pasya yang menjabat sebagai wazir agung pada masa kekuasaan Süleyman I. Setelah pertengkaran di antara keduanya yang berujung penamparan Şah-ı Huban, Lütfi Pasya dipecat sebagai wazir agung.

     iv.            Beyhan Sultan (meninggal 1559) – putri dari Hafsa. Pada 1513, Beyhan menikah dengan Ferhat Pasya, tetapi kemudian Ferhat dihukum mati pada 1524. Beyhan menolak untuk menikah lagi maupun tinggal dengan keluarga asalnya setelah menjanda, tetapi mengasingkan diri di istananya di Skopje.

 

·        Suleiman I

Süleyman I

سليمان الأول

 

Sultan Suleiman I

Sultan Utsmaniyah ke-10



Berkuasa : 1520–1566 (46 tahun)

Penobatan : 30 September 1520

Pendahulu : Selim I

Penerus : Selim II

Kelahiran : 6 November 1494. Trabzon

Kematian : 6 September 1566 (umur 71), Szigetvar, Hongaria

Pemakaman : Masjid Süleymaniye, Konstantinopel

Wangsa : Utsmaniyah

Ayah : Selim I

Ibu : Ayşe Hafsa Sultan

Pasangan :

1. Mahidevran Sultan

2. Hurrem Sultan

3. Gulfem Hatun

Anak :

1. Sehzade Mustafa

2. Sehzade Murad

3. Raziye Sultan

4. Sehzade Mehmed

5. Mihrimah Sultan

6. Sehzade Abdullah

7. Sehzade Selim

8. Sehzade Bayezid

9. Sehzade Cihangir

Agama : Islam Sunni

Tughra :



Suleiman I (bahasa Turki Utsmaniyah: سليمان Suleymān, Turki Modern: =]; 6 November 1494  – 5/6/7 September 1566) adalah sultan Turki Utsmaniyah ke-10 yang berkuasa dari tahun 1520 hingga 1566. Ia dikenal sebagai Suleiman yang Luar Biasa di Barat, dan pemberi hukum (bahasa Turki: Kanuni; bahasa Arab: القانونى‎, al‐Qānūnī) di Timur karena pencapaiannya dalam menyusun kembali sistem undang-undang Utsmaniyah. Ia merupakan tokoh penting pada Eropa abad ke-16. Suleiman memimpin tentara Utsmaniyah menaklukkan Belgrade, Rhodes, dan sebagian besar Hongaria sebelum berhasil dipukul mundur dalam Pengepungan Wina tahun 1529. Ia menganeksasi sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara (hingga sejauh Aljazair di barat). Di bawah kekuasaannya, armada Utsmaniyah menguasai Laut Tengah, Merah, dan Teluk Persia.

Dalam upayanya untuk memperkuat Utsmaniyah, Suleiman melancarkan reformasi legislatif yang berhubungan dengan masyarakat, pendidikan, perpajakan, dan hukum kriminal. Hukum kanunnya memperbaiki bentuk kekaisaran selama berabad-abad setelah kematiannya. Selain merupakan penyair dan tukang emas, ia juga menjadi pelindung budaya yang besar, hingga Utsmaniyah mencapai masa keemasan dalam bidang artistik, sastra, dan arsitektur.[4] Suleiman mampu menuturkan lima bahasa: Bahasa Turki Utsmaniyah, Arab, Serbia, Chagatai (dialek bahasa Turki dan berhubungan dengan Uighur), dan Persia.

Suleiman menikahi seorang perempuan harem yang bernama Hürrem Sultan, meskipun tindakan ini melanggar tradisi Utsmaniyah. Putra mereka, Selim II, menggantikan Suleiman setelah berkuasa selama 46 tahun.

a.      KEHDIUPAN AWAL

Suleiman lahir diperkirakan pada tanggal 6 November 1494 di Trabzon, di daerah pantai Laut Hitam. Ibunya adalah Valide Sultan Aishe Hafsa Sultan atau Hafsa Hatun Sultan, yang wafat pada tahun 1534. Pada usia tujuh tahun, ia dikirim untuk belajar sains, sejarah, sastra, teologi, dan taktik militer di sekolah Istana Topkapı di Konstantinopel. Sebagai seorang pemuda, ia berteman dengan Ibrahim, seorang budak yang di kemudian hari menjadi penasihatnya yang paling dipercaya. Pada usia 17 tahun, Suleiman ditunjuk sebagai Gubernur Kaffa (Theodosia), kemudian ia juga ditunjuk menjadi Gubernur Sarukhan (Manisa) setelah sebelumnya menjabat sebentar di Edirne. Saat ayahnya, Selim I (1465–1520), meninggal dunia, Suleiman kembali ke Konstatinopel dan mengambil kekuasaan sebagai Sultan Usmaniyah ke-10.

Suleiman pada masa muda

Catatan yang dibuat oleh seorang utusan Republik Venesia, Bartolomeo Contarini, beberapa minggu setelah Suleiman naik takhta mendeskripsikan Suleiman sebagai berikut: "Ia berusia 25 tahun, tinggi, tetapi lincah, dan berkulit halus. Lehernya agak panjang, wajahnya pipih, dan hidungnya bengkok. Ia memiliki kumis dan janggut; pembawaannya menyenangkan meski kulitnya cenderung terlihat pucat. Konon ia adalah seorang tuan yang baik, suka belajar, dan menjadi harapan masyarakat untuk menciptakan kemakmuran dalam kekuasaannya." Beberapa sejarawan menyatakan bahwa pada masa mudanya Suleiman memiliki kekaguman yang besar terhadap Alexander Agung. Ia terpengaruh visi Alexander untuk membangun kekaisaran dunia yang menguasai daerah Timur dan Barat, dan konon hal ini yang mendorongnya melakukan kampanye militer ke wilayah Asia, Afrika, serta Eropa.

a.      KAMPANYE MILITER

1)      PENAKLUKAN DI EROPA

Setelah menggantikan ayahnya, Suleiman mengembangkan wilayah kekuasaan melalui serangkaian kampanye militer. Langkah awal yang dilakukannya adalah menekan pemberontakan yang dilakukan oleh Gubernur Damaskus pada tahun 1521. Setelah itu, Suleiman melakukan penyerangan ke wilayah Belgrade yang dikuasai oleh Kerajaan Hongaria. Penyerangan itu sangat vital untuk menaklukkan Kerajaan Hongaria yang—sejak kejatuhan Serbia, Bulgaria, Albania, dan Kekaisaran Romawi Timur—menjadi satu-satunya penghalang kampanye militer Utsmaniyah ke Eropa. Suleiman mengepung Belgrade dan mulai melakukan pengeboman besar-besaran dari kepulauan di wilayah Donau. Dengan pasukan yang hanya berjumlah sekitar 700 orang dan tanpa bantuan dari Hongaria, Belgrade jatuh ke tangan Suleiman pada bulan Agustus 1521.

Berita jatuhnya salah satu benteng terkuat umat Kristen menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di seluruh Eropa. Sebagaimana yang dicatat oleh seorang duta besar Kekaisaran Suci Romawi di Konstatinopel: "Penaklukan Belgrade adalah awal dari peristiwa-peristiwa dramatis yang menimpa Hongaria. Penaklukan itu berlanjut dengan kematian Raja Lajos, penaklukan Buda, pendudukan Transilvania, dan hancurnya kerajaan yang pernah berkembang serta timbulnya ketakutan di negara-negara tetangga yang khawatir mereka akan mengalami nasib yang sama..."

Jalan untuk menyerang langsung Hongaria dan Austria sudah terbuka, tetapi Suleiman mengalihkan perhatiannya kepada kepulauan Rodos di Mediterania Timur, kota basis Ksatria Hospitaller. Ordo ksatria itu dikenal memiliki unit bajak laut di wilayah Asia Kecil dan Levant yang kegiatan operasinya mengganggu kepentingan Utsmaniyah. Pada musim panas 1522, Suleiman mengirim armada berkekuatan 400 kapal dan secara personal memimpin 100.000 tentara menyeberangi Asia Kecil. Meskipun mengalami perlawanan yang sangat hebat dalam Pengepungan Rodos, kota tersebut berhasil dikuasai dan Ksatria Rodos diusir dari sana.

Dengan memburuknya hubungan antara Hongaria dengan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman melanjutkan kampanyenya di Eropa Timur pada 29 Agustus 1526 dengan mengalahkan Louis II dari Hongaria (1506–26) dalam Pertempuran Mohács. Ketika menemukan mayat Raja Louis, Suleiman konon berkata: "Aku memang datang membawa senjata untuk menghadapinya; namun bukan keinginanku melihatnya tewas karena ia belum banyak menikmati indahnya kehidupan dan kebangsawanan." Sejak itu kerajaan Hongaria mengalami kemunduran dan Utsmaniyah bangkit menjadi kekuatan utama di Eropa Timur.

Di bawah kepemimpinan Karl V dan saudaranya Ferdinand I, Kaisar Romawi Suci, Wangsa Habsburg menyerang dan menaklukkan kembali Buda serta menguasai Hongaria. Pada tahun 1529, Suleiman sekali lagi mengerahkan pasukan untuk menyerang Buda, dan berhasil merebutnya. Selain Buda, ia juga menyerang Wina. Namun dengan 16.000 tentara yang menjaga, Austria berhasil mempertahankan Wina. Usaha kedua untuk menaklukkan Wina pada tahun 1532 juga gagal, Suleiman terpaksa mundur sebelum mencapai kota. Kedua kekalahan ini terjadi akibat buruknya cuaca (yang memaksa mereka meninggalkan peralatan-peralatan penting) dan terlalu panjangnya rantai persediaan. Penyerangan ini merupakan salah satu ekspedisi paling ambisius Kesultanan Utsmaniyah.

Pada tahun 1540-an, terjadi konflik di Hongaria. Beberapa bangsawan Hongaria mengusulkan agar Ferdinand, Adipati Utama Austria (1519–64), yang pernah menjadi pemimpin Austria dan masih satu keluarga dengan Louis II, menjadi Raja Hongaria dengan mengutip sebuah perjanjian bahwa wangsa Habsburg akan mendapatkan takhta Hungaria apabila Louis tewas tanpa menunjuk putra mahkota, namun beberapa bangsawan lebih mendukung János Zápolya. Konflik ini memberikan peluang bagi Suleiman untuk membalas kekalahannya di Wina.

Pada tahun 1541, wangsa Habsburgs sekali lagi terlibat konflik dengan Utsmaniyah dengan menyerang Buda. Namun penyerangan itu gagal, bahkan beberapa benteng mereka balik direbut dalam serangan balasan Utsmaniyah. Ferdinand dan saudaranya Karl V kalah dan dipaksa menandatangani perjanjian yang memalukan di hadapan Suleiman. Ferdinand dipaksa melepas klaimnya atas takhta Hongaria dan diwajibkan membayar upeti dalam jumlah tetap setiap tahunnya kepada Sultan.

Dengan hancurnya saingan-saingan utama, Kesultanan Utsmaniyah menjadi kekaisaran terkuat dan memegang peranan paling penting di Eropa ketika itu.

2)      PERANG UTSMANIYAH-SAFAWIYAH

Setelah Suleiman menstabilisasi pasukannya di front Eropa, ia mengalihkan perhatiannya untuk menyerang Dinasti Safawiyah dari Persia. Ada dua peristiwa yang menyebabkan Suleiman memandang Dinasti Safawiyah sebagai ancaman. Pertama, Gubernur Baghdad yang loyal kepada Suleiman dibunuh oleh Shah Tahmasp dan digantikan dengan orang yang setia kepada Shah. Kedua, Gubernur Bitlis yang dikuasai Suleiman berkhianat dan menyatakan kesetiaan pada Dinasti Safawiyah. Sebagai hasilnya, pada tahun 1533, Suleiman memerintahkan Wazir Agung Ibrahim Pasha untuk memimpin pasukan ke Asia. Ia kemudian berhasil merebut kembali Bitlis dan menguasai Tabriz tanpa perlawanan berarti. Suleiman menyusul dan bergabung dengan pasukan Ibrahim pada 1534 dan melakukan penyerangan langsung ke Persia. Shah lebih memilih mengorbankan teritorinya daripada menghadapi Suleiman. Pada tahun berikutnya Suleiman dan Ibrahim berhasil memasuki Baghdad, komandannya menyerahkan kota dan mengakui Suleiman sebagai pemimpin dunia Muslim dan pengganti sah kekhalifahan Abbasiyah.

Bermaksud menghancurkan Shah untuk selamanya, Suleiman berangkat dalam kampanye kedua pada tahun 1548–1549. Seperti sebelumnya, Tahmasp menghindari konfrontasi dengan pasukan Utsmaniyah dan memilih untuk mundur sambil melancarkan taktik bumi hangus. Setelah menguasai Tabriz, Armenia, dan beberapa benteng di Georgia, Suleiman memilih untuk menghentikan kampanyenya karena kerasnya musim dingin di Kaukasus.

Pada tahun 1553 Suleiman memulai kampanye ketiga dan terakhirnya melawan Shah. Sebelumnya pasukan Utsmaniyah mengalami kekalahan di Erzurum dan kehilangan kekuasaan atas kota tersebut di tangan anak Shah. Suleiman berniat kembali menguasai Erzurum dengan menyeberangi Sungai Efrat. Pasukan Shah kembali menggunakan taktiknya menghindari pasukan Utsmaniyah, yang berakibat terjadinya kebuntuan (stalemate). Pada tahun 1554, sebuah perjanjian ditandatangani yang mengakhiri kampanye militer Suleiman di Asia. Termasuk dalam perjanjian itu adalah Suleiman mengembalikan Tabriz, tetapi sebagai gantinya mendapatkan Baghdad, sebagian Mesopotamia, mulut Sungai Efrat dan Tigris, serta sebagian Teluk Persia. Shah juga berjanji untuk tidak melakukan serangan apa pun ke wilayah Utsmaniyah.

3)      KAMPANYE DI SAMUDRA HINDIA DAN INDIA

Di Samudra Hindia, Suleiman memimpin beberapa kampanye laut terhadap Portugal dengan tujuan mengusir mereka dan mengamankan jalur perdagangan dengan India. Aden di Yemen direbut oleh Utsmaniyah pada tahun 1538 untuk dijadikan basis serangan terhadap jajahan Portugal di pantai Barat India. Pada bulan September 1538, Utsmaniyah gagal mengalahkan Portugal dalam Pengepungan Diu dan terpaksa kembali ke Aden. Dari Aden, tentara Utsmaniyah dipimpin Sulayman Pasha dapat mengambil alih seluruh wilayah Yemen serta Sa'na. Akan tetapi, Aden memberontak dan meminta bantuan Portugal, sehingga Portugal menguasai kembali kota tersebut, hingga direbut lagi oleh pasukan Utsmaniyah di bawah pimpinan Piri Reis pada tahun 1548.

Dengan kendali yang kuat atas Laut Merah, Suleiman berhasil mengamankan jalur perdagangan India yang dahulu dikuasai Portugal, dan menjaga perdagangan dengan India selama abad ke-16.

Pada tahun 1564, Suleiman menerima utusan dari Kesultanan Aceh, yang meminta bantuan melawan Portugis. Maka ekspedisi Utsmaniyah ke Aceh diluncurkan dan berhasil memberikan dukungan militer terhadap Aceh.

4)      MEDITERANIA DAN AFRIKA UTARA

Setelah berhasil melakukan konsolidasi pada pasukan daratnya, Suleiman mendapatkan kabar bahwa benteng Koroni di Morea telah direbut salah satu admiral Karl V, Andrea Doria. Kehadiran pasukan Spanyol di Mediterania Timur menimbulkan kekhawatiran Suleiman, yang melihat itu sebagai indikasi bahwa Karl V mencoba mengganggu dominasi Utsmaniyah di kawasan. Suleiman merasa perlu mempertegas kekuatannya di Mediterania sehingga ia mengerahkan salah satu komandan laut terbaiknya Khair ad Din, yang oleh orang Eropa dikenal dengan nama Barbarossa. Barbarossa ditugaskan untuk membangun kembali angkatan Utsmaniyah hingga Utsmaniyah memiliki jumlah armada yang sama dengan total seluruh armada negara-negara lain di Mediterania digabungkan. Pada tahun 1535 Karl V mendapatkan kemenangan atas Utsmaniyah di Tunis. Di saat yang sama, Suleiman sedang berperang dengan Venesia. Hal ini memaksa Suleiman untuk menyetujui proposal pembentukan aliansi dari François I dari Prancis untuk melawan Karl. Pada tahun 1538, armada Spanyol dikalahkan oleh Barbarossa dalam Pertempuran Preveza, sehingga Utsmaniyah berkuasa di wilayah itu selama 33 tahun hingga kekalahan mereka dalam Pertempuran Lepanto pada tahun 1571.

Bagian timur Maroko berhasil dikuasai. Wilayah Berberia seperti Tripolitania, Tunisia, dan Algeria dikuasai dan diberi status provinsi otonom serta dijadikan ujung tombak Suleiman dalam menghadapi Karl V. Dalam periode pendek ekspansi itu mampu mengamankan dominasi laut Utsmaniyah di Mediterania. Angkatan laut Utsmaniyah juga mengontrol Laut Merah, dan menguasai Teluk Persia hingga 1554, ketika kapal-kapal mereka dihancurkan oleh angkatan laut Kekaisaran Portugis. Portugis juga menguasai Ormus pada tahun 1515 dan bertempur dengan tentara Suleiman untuk merebut Aden.

Karena sedang menghadapi musuh yang sama, François I dan Suleiman memperbaharui perjanjian aliansi mereka. Sebagai hasilnya, Suleiman mengirimkan 100 kapal[34] di bawah pimpinan Barbarossa untuk membantu pasukan Prancis di Mediterania Barat. Barbarossa berhasil menguasai pantai Naples dan Sisilia sebelum sampai ke Prancis. Prancis kemudian menjadikan Toulon sebagai markas besar angkatan laut Utsmaniyah. Dari sana Barbarossa menyerang Nice pada tahun 1543. Pada tahun 1544, François I dan Karl V mengadakan perjanjian perdamaian sehingga aliansi antara Prancis dan Utsmaniyah berakhir sementara.

Di tempat lain, Ksatria Hospitaller yang pernah diusir Utsmaniyah membangun kekuatan baru di Malta, membentuk ordo Ksatria Malta pada 1530. Mereka melakukan penyerangan terhadap kapal-kapal musim sehingga memancing perhatian Utsmaniyah. Suleiman akhirnya mengirimkan tentara dalam jumlah yang sangat besar untuk mengusir mereka. Pertempuran dimulai pada 18 Mei dan berakhir pada 8 September. Awalnya pasukan Utsmaniyah berhasil membantai Ksatria Malta dan menghancurkan beberapa kota, tetapi tentara bantuan dari Spanyol datang dan membalikkan keadaan, menyebabkan tewasnya 30.000 tentara Utsmaniyah.

b.      REFORMASI ADMINISTRATIF

Suleiman dikenal sebagai Kanuni Suleiman atau "pemberi hukum" di Utsmaniyah. Sejarawan Lord Kinross mencatat bahwa "Ia tidak hanya merupakan pemimpin kampanye militer yang besar, manusia dari pedang, seperti ayah dan kakeknya. Ia berbeda dari mereka karena juga merupakan manusia dari pena. Ia merupakan legislator ulung, berdiri di depan mata rakyatnya sebagai penguasa berjiwa besar dan eksponen keadilan yang murah hati". Hukum utama kekaisaran adalah Shari'ah. Sultan tidak berwenang mengubah hukum Islam tersebut. Hukum lain yang dikenal sebagai "Kanun" bergantung pada kehendak Suleiman sendiri, dan meliputi bidang kriminal, kepemilikan tanah, dan perpajakan. Ia mengumpulkan semua keputusan yang dikeluarkan oleh sembilan sultan Utsmaniyah sebelumnya. Setelah menghilangkan duplikasi dan memilih antara pernyataan yang bertentangan, Suleiman mengeluarkan undang-undang, yang disusun secara hati-hati agar tidak melanggar hukum dasar Islam. Suleiman, didukung oleh Mufti Agung Ebussuud, berupaya mereformasi undang-undang agar dapat disesuaikan dengan perubahan cepat pada kekaisaran. Ketika hukum Kanun mencapai bentuk akhirnya, undang-undang tersebut dikenal sebagai kanun‐i Osmani, atau "undang-undang Utsmaniyah". Undang-undang Suleiman diterapkan selama lebih dari tiga ratus tahun.

Ia memberikan perhatian khusus pada keadaan rayah, orang Kristen yang mengerjakan tanah kaum Sipahi. Kanune Raya, atau "Undang-undang Raya", mengatur retribusi dan pajak untuk dibayarkan oleh raya, dan menaikkan status mereka ke atas perhambaan sehingga hamba Kristen banyak pindah ke wilayah Turki untuk mengambil keuntungan dari reformasi. Sang sultan juga memainkan peran penting dalam melindungi orang Yahudi di kekaisarannya. Pada akhir 1553 atau 1554, atas usul dokter favoritnya, Moses Hamon, Suleiman mendeklarasikan dekret yang secara resmi melarang blood libel terhadap orang Yahudi. Lebih jauh lagi, ia menetapkan undang-undang kriminal dan polisi baru, dan juga menerapkan denda atau hukuman. Dalam bidang perpajakan, pajak ditetapkan terhadap berbagai barang, seperti hewan, tambang, dan barang ekspor-impor. Selain pajak, pejabat yang jatuh pada nama buruk akan disita tanah dan propertinya oleh Sultan.

Pendidikan merupakan bidang lain yang penting bagi sultan. Sekolah digabung dengan masjid dan dibiayai oleh yayasan religius, sehingga memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak Muslim. Di ibu kotanya, Suleiman meningkatkan jumlah mektebs (sekolah dasar) menjadi empat belas, serta mengajarkan anak-anak baca tulis, dan juga prinsip-prinsip Islam. Anak yang ingin mengenyam pendidikan lebih lanjut dapat melanjutkan pendidikannya ke salah satu dari delapan madrasah. Pembelajaran yang tersedia adalah tata bahasa, metafisika, filsafat, astronomi, dan astrologi. Madrasah tinggi memberikan pendidikan tingkat universitas, dan lulusannya menjadi imam atau pengajar. Pusat-pusat pendidikan merupakan salah satu dari bangunan yang mengelilingi lapangan masjid, dengan bangunan lain adalah perpustakaan, ruang makan, air mancur, dapur sup, dan rumah sakit untuk kepentingan umum.

c.       PENCAPAIAN BUDAYA

Di bawah kekuasaan Suleiman, Kesultanan Utsmaniyah memasuki masa keemasan dalam hal perkembangan budaya. Utsmaniyah memiliki ratusan kelompok artistik Kesultanan (disebut sebagai Ehl-i Hiref, "komunitas bagi mereka yang berbakat") yang dikelola langsung oleh istana. Proses magang wajib dijalani bagi mereka yang ingin menjadi seniman dan pengrajin. Setelah magang mereka bisa mendapatkan gaji dan jabatan yang lebih tinggi. Dokumen-dokumen penggajian yang ditemukan menunjukkan betapa Suleiman sangat menghargai dan mendukung pekerjaan seniman. Sebuah dokumen yang dibuat tahun 1526 menunjukkan daftar 40 kelompok seniman dengan lebih dari 600 anggota. Ehl-i Hiref mampu menarik sebagian besar seniman berbakat, baik dari dunia Islam maupun dari wilayah jajahan di Eropa, untuk bekerja di istana sultan. Hal ini memungkinkan terjadinya pencampuran kebudayaan Islam, Turki, dan Eropa. Seniman yang bekerja di istana antara lain pelukis, penjilid buku, penjahit pakaian dari bulu, pengrajin perhiasan, dan penempa emas. Bila penguasa sebelumnya lebih terpengaruh oleh kebudayaan Persia (ayah Suleiman, sebagai contoh, senang menulis puisi dalam bahasa Persia), Suleiman berhasil menciptakan gaya seni berbeda yang menjadi warisan artistik yang khas.

Suleiman sendiri adalah seorang penyair yang handal, karyanya ditulis dalam bahasa Persia dan Turki dengan nama samaran Muhibbi (Pecinta). Beberapa kalimat dalam puisi Suleiman dijadikan peribahasa Turki, salah satunya yang terkenal adalah: "Semua orang ingin menyampaikan maksud yang sama, tetapi ada banyak versi ceritanya." Ketika anak Suleiman, Mehmed, meninggal pada tahun 1543, ia membuat sebuah kronogram untuk memperingati kematiannya: Pangeran yang tiada taranya, Sultan Mehmed-ku Selain Suleiman, banyak seniman lain yang juga memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sastra Utsmaniyah, termasuk di antaranya Fuzuli dan Baki. Sejarawan Sastra E. J. W. Gibb mengamati bahwa "tidak pernah ada dalam sejarah dunia dorongan yang sedemikian besar terhadap perkembangan puisi kecuali pada masa kekuasaan Sultan yang satu ini.

Suleiman juga terkenal karena membiayai beberapa arsitektur monumental di kesultanannya. Sang Sultan bercita-cita menjadikan Konstatinopel sebagai pusat peradaban Islam melalui pembangunan berbagai objek termasuk jembatan, masjid, istana, dan lainnya. Beberapa yang paling termahsyur dibuat oleh arsitek kepala Utsmaniyah, Mimar Sinan. Sinan bertanggung jawab membangun tiga ratus monumen di seluruh penjuru kesultanan, termasuk dua mahakarya masjid Süleymaniye dan Selimiye—yang disebutkan terakhir dibangun di Edirne pada masa kekuasaan anak Suleiman, Selim II. Suleiman juga melakukan restorasi terhadap Kubah Shakhrah dan tembok kota di Yerusalem (yang kini menjadi tembok Kota Tua Yerusalem), merenovasi Ka'bah di Mekah, dan membuat sebuah kompleks di Damaskus.

d.      KEHIDUPAN PRIBADI

1)      HURREM SULTAN

Suleiman jatuh hati pada Hürrem Sultan, putri harem yang berasal dari Rutenia. Kalangan diplomat barat menjuluki sang putri sebagai "Russelazie" atau "Roxelana", mengacu pada asal usul Slavianya. Hürrem Sultan adalah putri dari pendeta Ortodoks Ukraina. Ia diperbudak dan bangkit hingga mencapai posisi Harem untuk menjadi kesukaan Suleiman. Meskipun merupakan pelanggaran tradisi Utsmaniyah selama dua abad, sang mantan selir menjadi istri resmi sultan, dan membuat banyak pengamat di istana dan kota tercengang. Hürrem Sultan diperbolehkan tinggal dengan Suleiman di istana selama sisa hidupnya. Tindakan ini lagi-lagi melanggar tradisi, bahwa ketika ahli waris mencapai usianya, sang ahli waris akan dikirim bersama dengan selir yang melahirkannya ke provinsi terpencil untuk memerintah, dan tidak akan pernah kembali kecuali keturunan mereka menjadi penerus takhta.

2)      IBRAHIM PASHA

Pargalı İbrahim Pasha adalah teman masa kecil Suleiman. Ibrahim awalnya memeluk agama Ortodoks Yunani, dan ketika muda disekolahkan di sekolah istana di bawah sistem devshirme. Suleiman menjadikannya falconer kerajaan, lalu mengangkatnya menjadi perwira pertama ruang tidur kerajaan. Ibrahim Pasha diangkat menjadi Wazir Agung pada tahun 1523 dan kepala komando semua angkatan bersenjata. Suleiman juga menganugerahkan kehormatan beylerbey Rumelia kepada Ibrahim Pasha, yang memberinya kekuasaan terhadap seluruh wilayah Turki di Eropa, dan juga komando tentara di tempat tersebut pada masa perang. Menurut penulis kronik abad ke-17, Ibrahim telah meminta Suleiman untuk tidak mengangkatnya ke posisi tinggi itu, karena takut akan keselamatannya. Suleiman menjawab bahwa di bawah kekuasaannya apapun keadaannya, Ibrahim tidak akan pernah dihukum mati.

Akan tetapi hubungan Ibrahim dengan sultan memburuk. Pada tahun ke-13 ia menjabat sebagai Wazir Agung, peningkatan kekuasaan dan kekayaannya membuat Ibrahim menjadi musuh bagi banyak orang di istana sultan. Laporan mengenai kelancangan Ibrahim mencapai telinga sultan pada masa peperangan melawan Safawiyah: terutama penetapan gelar sultan serasker oleh Ibrahim dianggap sebagai penghinaan oleh Suleiman.

Kecurigaan Suleiman terhadap Ibrahim semakin menguat akibat pertentangan dengan Menteri Keuangan Iskender Chelebi. Perselisihan berakhir dengan memalukan bagi Chelebi (atas tuduhan intrik), dan Ibrahim meyakinkan Suleiman untuk mengeksekusinya. Sebelum kematiannya, kata terakhir Chelebi menuduh Ibrahim melakukan konspirasi terhadap sultan. Pesan kematian itu membuat Suleiman yakin akan ketidaksetiaan Ibrahim, dan pada 15 Maret 1536 mayat Ibrahim ditemukan di Istana Topkapi.

e.      PENERUS

Suleiman memiliki delapan anak dari dua istri, empat di antaranya hidup hingga lebih dari tahun 1550-an. Mereka adalah Mustafa, Selim, Bayezid, dan Jihangir. Dari keempatnya, hanya Mustafa yang bukan anak dari Hürrem Sultan, melainkan anak dari Mahidevran Gülbahar Sultan dan karenanya ia berada di urutan pertama dari empat anak yang akan menggantikan Sultan. Hürrem khawatir bila Mustafa yang menjadi Sultan, anak-anaknya akan terkucil. Mustafa diakui memiliki talenta lebih besar dibanding anak Sultan lainnya, dan juga mendapat dukungan Pargalı İbrahim Pasha, yang ketika itu masih menjadi Wazir Agung. Duta besar Austria Busbecq mencatat "Di antara anak-anak Suleiman ada yang bernama Mustafa, yang sangat terdidik dan bijaksana serta dalam usia yang matang, 24 atau 25 tahun; semoga Tuhan tidak membiarkan barbar sepertinya datang mendekati kita", dan juga menyebut "bakat alami yang luar biasa" yang dimiliki Mustafa.

Dalam pergantian kekuasaannya, timbul intrik-intrik yang kemungkinan didalangi oleh Hürrem. Meskipun ia adalah seorang istri Sultan, Hürrem tidak memiliki peran resmi apa pun dalam pemerintahan, tetapi demikian ia tetap memiliki pengaruh politik. Karena kesultanan tidak memiliki aturan formal, pergantian kekuasaan biasanya diwarnai oleh pembunuhan di antara pangeran-pangeran yang bersaing memperebutkan takhta untuk menghindari terjadinya perang saudara atau pemberontakan. Agar anak-anaknya terhindar dari hukuman mati atau pembunuhan, Hürrem menggunakan pengaruhnya untuk menyingkirkan mereka yang mendukung Mustafa.

Hürrem diduga mendalangi dan mendorong Suleiman untuk membunuh Ibrahim dan menggantinya dengan menantu Hürrem, Rustem Pasha. Pada tahun 1552, ketika kampanye melawan Persia dimulai dan Rustem ditunjuk sebagai komandan ekspedisi, intrik melawan Mustafa dimulai. Rustem mengirimkan salah satu orang kepercayaan Suleiman untuk melaporkan bahwa karena Suleiman tidak lagi memimpin, pasukan berpikir bahwa inilah saatnya seorang pangeran yang lebih muda untuk menggantikannya; pada saat yang sama Rustem menyebar isu bahwa Mustafa mendukung ide itu. Suleiman marah dan menuduh Mustafa hendak merebut kekuasaan.

Ketika Mustafa kembali dari kampanye di Persia, Suleiman memanggil Mustafa untuk datang ke tendanya di Lembah Ereğli, dan menyebutkan bahwa "Mustafa dapat datang dan menjelaskan semua permasalahan yang dituduhkan kepadanya; tidak ada yang perlu ditakutan". Mustafa hanya memiliki dua pilihan: ia datang kepada ayahnya dengan risiko dibunuh; atau, bila ia menolak datang, ia akan dituduh berkhianat. Mustafa akhirnya memilih untuk menghadap ayahnya dengan keyakinan bahwa pasukannya akan melindungi dia. Busbecq, yang mengklaim mendapatkan keterangan dari beberapa saksi, menggambarkan momen terakhir Mustafa. Ketika Mustafa memasuki tenda ayahnya, salah seorang kasim Suleiman menyerangnya. Mustafa mencoba bertahan namun kewalahan dengan banyaknya penyerang dan akhirnya tewas dicekik menggunakan tali.

Jihangir meninggal beberapa bulan kemudian, konon disebabkan karena kesedihan yang mendalam akibat kakak tirinya, Mustafa, tewas. Dua saudara yang tersisa, Bayezid dan Selim, diberikan wilayah kekuasaan masing-masing. Namun, dalam beberapa tahun, perang saudara pecah, keduanya didukung oleh pasukan-pasukannya masing-masing.[60] Dengan bantuan dari pasukan ayahnya, Selim mengalahkan Beyezid di Konya pada tahun 1559, menyebabkan Beyezid lari ke Persia bersama empat anaknya. Dalam sebuah perjanjian, Suleiman meminta kepada Shah Persia untuk mengekstradisi atau mengekeskusi Beyezid dengan imbalan sejumlah besar emas. Shah akhirnya mengizinkan algojo dari Turki untuk mengeksekusi Beyezid dan keempat anaknya pada tahun 1561, memuluskan jalan Selim ke tampuk kekuasaan. Pada tanggal 5 atau 6 September 1566, Suleiman, yang ketika itu hendak memimpin pasukan dalam ekspedisi ke Hongaria, meninggal dunia. Selim pun menggantikan ayahnya memimpin Kesultanan.

f.        PENINGGALAN

Saat Suleiman wafat, Kesultanan Utsmaniyah telah menjadi salah satu kekuatan yang disegani di dunia. Penaklukan yang dilakukan Suleiman menyebabkan kesultanan menguasai kota-kota besar Islam seperti Mekah, Madinah, Yerusalem, Damaskus, dan Baghdad; sebagian besar provinsi di Balkan (hingga mencapai wilayah Kroasia dan Austria saat ini); serta sebagian besar Afrika Utara. Tak pelak, Kesultanan Utsmaniyah dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara Eropa, Busbecq menuliskan: "Di sisi bangsa Turki ada seseorang yang menjadi sumber kejayaan kekaisaran, dengan kekuatan tak terkalahkan, kemenangan yang terus berulang, tekun dalam bekerja keras, memiliki semangat kesatuan, disiplin, kecermatan, dan ketelitian... Bisakah kita meragukan hasilnya?...Ketika Turki selesai berurusan dengan Persia, mereka akan terbang ke tenggorokan kita dengan dukungan seluruh dunia Timur; dan lihatlah betapa tidak siapnya kita."

Warisan Suleiman tidak terbatas pada bidang militer. Pengelana Prancis Jean de Thévenot satu abad kemudian menyaksikan "basis pertanian yang kuat, kesejahteraan menjadi petani, melimpahnya makanan pokok, dan keunggulan organisasi pada pemerintahan Suleiman". Reformasi administratif dan undang-undang yang memberinya gelar pemberi hukum memastikan keselamatan Utsmaniyah berabad-abad setelah kematiannya.

Melalui perlindungan personalnya, Suleiman juga membawa masa keemasan bagi Utsmaniyah, terutama dalam bidang arsitektur, sastra, seni, teologi, dan filsafat. Kini pemandangan Bosporus dan kota-kota lain di Turki modern dan bekas provinsi Utsmaniyah masih dihiasi oleh karya arsitek Mimar Sinan. Masjid Süleymaniye, tempat bersemayamnya Suleiman dan Herenzaltan, merupakan salah satunya.


Sebuah masjid juga didirikan di Mariupol, Ukraina dan dinamai dari Suleiman. Masjid ini didirikan oleh pebisnis Turki Salih Cihan, yang juga lahir di Trabzon, dan dibuka pada tahun 2005.

·        Selim II

Selim II

سليم الثاني

 

Sultan Selim II

Sultan Utsmaniyah ke-11

Berkuasa : 1566 - 1574

Pendahulu : Suleiman I

Penerus : Murad III

Nama : Selim Şah bin Suleyman Şah Han

Kelahiran : 28 Mei 1524. Konstantinopel, Kesultanan Utsmaniyah

Kematian : 12/15 Desember 1574 (umur 50). Konstantinopel, Kesultanan Utsmaniyah

Ayah : Sulaiman I

Ibu : Hurrem Sultan

Pasangan : Nurbanu Sultan & Selimiye Sultan

Wangsa : Usmani

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Selim II (bahasa Turki Utsmaniyah: سليم ثانى Selīm-i sānī, bahasa Turki: II. Selim) (28 Mei 1524 – 12 Desember 1574) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1566 hingga kematiannya. Ia adalah putra Suleiman yang Agung (1520–66) dan isteri kesayangannya Roxelana (juga Hurrem atau Anastasia Lisovska).

Setelah naik tahta sesudah intrik istana dan pertentangan saudara, Selim II menjadi sultan pertama yang sama sekali tidak tertarik dengan militer dan mencoba meninggalkan kekuasaan ke tangan para menterinya. Wazir Agungnya Mehmed Sokollu, seorang mualaf Serbia dari daerah yang kini bernama Bosnia dan Herzegovina, mengendalikan sebagian besar urusan negeri, dan 2 tahun setelah naik tahtanya Selim ia berhasil mengadakan perjanjian (17 Februari 1568) dengan Kaisar Romawi Suci Habsburg Maximilian II (1564–76) di Istambul, di mana sang Kaisar bersedia membayar "hadiah" tahunan 30.000 dukat dan yang terpenting menganugerahi Kesultanan Utsmaniyah otoritas di Moldavia dan Walachia.

Pada bulan September 1567 Sultan Selim II mengeluarkan perintah untuk melakukan ekspedisi militer besar-besaran ke Aceh, setelah adanya petisi dari Sultan Aceh kepada Suleiman I yang telah meninggal setahun sebelumnya. Petisi tersebut meminta bantuan kepada Turki untuk menyelamatkan kaum Muslimin yang terus dibantai Portugis karena meningkatnya aktivitas militer Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap para pedagang Muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Makkah. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Kurdoğlu Hızır Reis dari Suez bersama dengan sejumlah ahli senapan api, tentara, dan artileri. Pasukan ini diperintahkan berada di Aceh selama diperlukan, tetapi dalam perjalanannya armada besar ini hanya sebagian (500 orang, termasuk para ahli senjata api, penembak, dan ahli-ahli teknik) yang sampai ke Aceh karena dialihkan untuk memadamkan pemberontakan di Yaman yang berakhir tahun 1571. Dengan bantuan ini, Aceh menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1568.

Terhadap Rusia Selim kurang beruntung, dan pertempuran pertama antara Turki Utsmani dengan saingannya dari utara itu menandai tibanya bencana. Sebuah rencana diuraikan di Istambul untuk menghubungkan Volga dan Don dengan terusan, dan pada musim panas 1569 sepasukan besar Yanisari dan kavaleri dikirim untuk mengepung Astrakhan dan memulai kerja terusan, sementara itu sebuah pasukan Turki mengepung Azov. Namun serangan mendadak dari garnisun Astrakhan memukul mundur para pengepung itu; pasukan bantuan Rusia sebanyak 15.000 menyerang dan menceraiberaikan para pekerja dan angkatan Tatar dikirim untuk melindungi mereka, dan akhirnya pasukan Turki dibinasakan oleh badai. Pada awal 1570 Duta Besar Ivan IV dari Rusia menandatangani perjanjian di Istanbul yang memperbaiki hubungan baik antara Sultan dan Tsar.

Ekspedisi ke Hijaz dan Yaman lebih berhasil, tetapi penaklukan Siprus pada tahun 1571 menimbulkan kekalahan terhadap negara Spanyol dan Italia di pertempuran laut Lepanto pada tahun yang sama, kepentingan moral yang sering diremehkan, yang akhirnya membebaskan Laut Tengah dari bajak laut di sana.

Angkatan kesultanan yang saat itu berantakan segera dipulihkan (hanya 6 bulan) dan Turki Utsmani mengendalikan Laut Tengah (1573). Pada bulan Agustus 1574, beberapa bulan sebelum kematian Selim, Turki Utsmani mendapatkan kembali kendali Tunisia dari Spanyol yang telah mengendalikannya sejak 1572.

Laporan Lord Patrick Kinross atas pemerintahan Selim adalah bagaimana ia memulai sebuah bab dari bukunya yang berjudul "The Seeds of Decline". Ia menyaksikan pembayaran besar-besaran untuk membangun kembali angkatan perang menyusul Pertempuran Lepanto sebagai awal kemunduran negaranya. Kinross juga berkata bahwa reputasi Selim yang suka mabuk-mabukan mengkristal dalam keputusannya untuk menyerang Siprus daripada mendukung Pemberontakan Morisco di Grenada begitupun sikap kematiannya. Selim meninggal setelah sakit akibat tergelincir di lantai ruang mandi yang belum selesai.

a.      MASA MUDA

Selim lahir di Konstantinopel (Istanbul), pada tanggal 28 Mei 1524, pada masa pemerintahan ayahnya Suleiman yang Agung. Ibunya adalah Hurrem Sultan, seorang budak dan selir yang lahir sebagai putri seorang pendeta Ortodoks di Ukraina kontemporer, dan kemudian dibebaskan dan menjadi istri sah Suleiman.

Selim ascends the throne.

Pada tahun 1543, di Manisa, Selim mengambil Nurbanu Sultan sebagai selir, yang latar belakangnya diperdebatkan. Dia adalah ibu dari Murad III, penerus Selim. Selim resmi menikah dengan Nurbanu, seperti ayahnya menikah dengan ibunya.

b.      MEMERINTAH

Selim II naik takhta setelah intrik istana dan perselisihan persaudaraan, menggantikannya sebagai sultan pada tanggal 7 September 1566. Wazir Agung Selim, Mehmed Sokollu dan istrinya, Nurbanu Sultan, penduduk asli yang sekarang disebut Bosnia dan Herzegovina, menguasai sebagian besar urusan negara. dan dua tahun setelah aksesi Selim berhasil membuat perjanjian di Konstantinopel (17 Februari 1568) dengan Kaisar Romawi Suci Habsburg, Maximilian II, di mana Kaisar setuju untuk membayar "hadiah" tahunan sebesar 30.000 dukat dan memberikan otoritas Utsmaniyah di Moldavia dan Walachia. [Rujukan?] Gazanfer Agha (1602), seorang teman Selim dan penulis Mustafa Ali, dikebiri sehingga dia bisa melayani di harem Selim. (Adik laki-laki Gazanfer, Cafer, juga dikebiri, tetapi tidak selamat.)

Sebuah rencana telah disiapkan di Konstantinopel untuk menyatukan Volga dan Don melalui kanal untuk melawan ekspansi Rusia menuju perbatasan utara Ottoman. Pada musim panas tahun 1569, pasukan besar Janissari dan kavaleri dikirim untuk mengepung Astrakhan dan memulai pekerjaan kanal, sementara armada Ottoman mengepung Azov. Namun, serangan mendadak dari garnisun Astrakhan memukul mundur para pengepung. Pasukan bantuan Rusia yang terdiri dari 15.000 orang menyerang dan membubarkan para pekerja dan pasukan Tatar dikirim untuk melindungi mereka. Armada Ottoman kemudian dihancurkan oleh badai. Pada awal tahun 1570, duta besar Ivan IV dari Rusia membuat perjanjian di Istanbul yang memulihkan hubungan persahabatan antara Sultan dan Tsar.

Potret penunggang kuda Sultan Selim II oleh Lambert de Vos, 1574

Ekspedisi di Hijaz dan Yaman lebih berhasil, tetapi penaklukan Siprus pada tahun 1571 menyebabkan kekalahan angkatan laut melawan Spanyol dan negara-negara Italia di Pertempuran Lepanto di tahun yang sama.

Pada Pertempuran Naupaktos atau Pertempuran Lepanto yang bersejarah, pada tanggal 7 Oktober 1571, Liga Suci mengalahkan angkatan laut Utsmaniyah dengan telak; Liga Suci menenggelamkan atau menghancurkan 50 kapal Utsmaniyah dan merebut 117 galai dan 20 galliot, 30.000 orang Turki tewas dalam pertempuran, 10.000 orang Turki ditawan, dan ribuan budak Kristen diselamatkan. Liga Suci kehilangan sekitar 7.500 orang.

Selim II

Armada Kekaisaran yang hancur segera dipulihkan (hanya dalam enam bulan, terdiri dari sekitar 150 galai dan delapan galeas), dan Ottoman mempertahankan kendali atas Mediterania timur (1573). Pada Agustus 1574, beberapa bulan sebelum kematian Selim, Utsmaniyah merebut kembali Tunisia dari Spanyol, yang merebutnya pada 1572.

Selim dikenal karena memulihkan status Mahidevran Hatun dan kekayaannya. Ia juga membangun makam kakak tertuanya, Şehzade Mustafa, yang dieksekusi pada tahun 1553.

Pada masa pemerintahan Selim, Janissari mulai meningkatkan kekuasaan mereka dengan mengorbankan sultan. "Uang aksesi" yang diminta oleh Janissari telah meningkat; mereka menggunakan kekuatan mereka untuk mendapatkan lebih banyak manfaat bagi kehidupan pribadi mereka daripada memperbaiki keadaan. Janissari sekarang dapat menikah dan diizinkan untuk mendaftarkan putra mereka di Korps.

Dalam kelaparan tahun 1573, yang disebabkan oleh hawa dingin yang parah, para petani tidak dapat menghasilkan makanan untuk rakyat. [Klarifikasi diperlukan] Selim memberi orang makanan dan sayuran di dapur makanan. Pada April 1574, kebakaran terjadi di percetakan Istana Topkapi, menewaskan banyak juru masak, pelayan, dan pelayan.

c.       KARAKTER

Selim diperkenalkan sebagai seorang raja dermawan yang menyukai kesenangan dan hiburan di sumber-sumber zaman, yang menyukai dewan minum, menikmati kehadiran para cendekiawan dan penyair di sekitarnya, serta musisi, pegulat, dan penikmat, yang melakukannya. tidak ingin mematahkan hati siapa pun Namun, disebutkan bahwa dia tidak banyak tampil di depan umum, dan ayahnya sering pergi ke shalat Jumat dan keluar di depan umum; Selim mengabaikan ini dan menghabiskan waktunya di istana.

d.      KELUARGA

Istri satu-satunya Selim, Nurbanu Sultan, adalah ibu penggantinya Murad III dan sebagian besar putrinya. Sebagai Sultan Haseki ia menerima 1.100 asper (koin perak) sehari, sedangkan selir berpangkat rendah yang merupakan ibu dari pangeran menerima 40 asper sehari. Ketika Selim menikahinya secara resmi, dia menganugerahkan kepada Nurbanu 110.000 dukat sebagai mas kawin, melebihi 100.000 dukat yang diberikan ayahnya kepada ibunya Hürrem Sultan.

e.      PEMAISURI

§  Nurbanu Sultan, Haseki, istri sah dan ibu dan Valide Sultan Murad III;

§  selir tak dikenal, ibu dari putra lainnya.

 

f.        ANAK LAKI-LAKI

Selim memiliki setidaknya tujuh putra:

§  Murad III (Manisa, 4 Juli 1546-Konstantinopel, 15 Januari 1595. Dimakamkan di makamnya di Masjid Hagia Sophia). Putra Sultan Nurbanu, ia menggantikan ayahnya sebagai sultan.

§  Şehzade Mehmed (Konstantinopel, 1571 - Konstantinopel, 1572. Dimakamkan di mausoleum Hürrem Sultan). Bayi meninggal karena sebab alamiah.

§  Şehzade Süleyman (Konstantinopel, 1571-Konstantinopel, 22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat naik tahta. Ibunya kemudian bunuh diri.

§  Şehzade Abdullah (Konstantinopel, 1571-Konstantinopel, 22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat naik tahta.

§  Şehzade Ali (Konstantinopel, 1572 - Konstantinopel, 1572, dimakamkan bersama ayahnya). Meninggal tak lama setelah lahir bersama ibunya.

§  Şehzade Osman (Konstantinopel, 1573-Konstantinopel, 22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat naik takhta. Ibunya meninggal tak lama setelah kelahirannya.

§  Şehzade Cihangir (Konstantinopel, 1574-Konstantinopel, 22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat naik takhta. Ibunya meninggal tak lama setelah kelahirannya.

 

g.      PUTRI

Selim memiliki setidaknya empat anak perempuan:

§  Şah Sultan (Manisa, 1544 – Kostantinopel, 3 November 1580, dimakamkan di Mausoleum Zal Mahmud Paşa, Eyüp), putri dari Nurbanu Sultan, menikah pertama kali pada tahun 1562 dengan Çakırcıbaşı Hasan Pasha, menikah kedua kali pada tahun 1574 dengan Zal Mahmud Pasha;

§  Gevherhan Sultan (Manisa, 1544 atau 1545 - Kostantinopel, setelah 1623, dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia), putri dengan Nurbanu Sultan, menikah pertama pada tahun 1562 dengan Piyale Pasha, menikah kedua pada tahun 1579 dengan Cerrah Mehmed Pasha;

§  Ismihan Sultan (Manisa, 1545 – Kostantinopel, 8 Agustus 1585, dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia), putri dari Nurbanu Sultan, menikah pertama pada tahun 1562 dengan Sokollu Mehmed Pasha, menikah kedua pada tahun 1584 dengan Kalaylıkoz Ali Pasha;

§  Fatma Sultan (1559 – Kostantinopel, Oktober 1580, dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia), putri dari Nurbanu Sultan (sengketa), menikah pada tahun 1573 dengan Kanijeli Siyavuş Pasha;

 

·        Murad III

Murad III

مراد الثالث

 

Sultan Murad III

Sultan Utsmaniyah ke-12


Berkuasa : 15 Desember 1574 – 16 Januari 1595

Pendahulu : Selim II

Penerus : Mehmed III

Kelahiran : 4 Juli 1546. Manisa, Kekaisaran Ottoman

Kematian : 16 Januari 1595 (umur 48). Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul, Turki

Wangsa : Ottoman

Nama lengkap : Murad bin Salim

Ayah : Selim II

Ibu : Nurbanu Sultan

Permaisuri :

1. Safiye Sultan

2. Şemsiruhsar Hatun

3. Şahıhuban Hatun

4. Nazperver Hatun

5. Zerefşan Hatun

6. Şahi Hatun

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Murad III (Turki Utsmaniyah: مراد ثالث, diromanisasi: Murād-i sālis; bahasa Turki: III. Murad; 4 Juli 1546 – 16 Januari 1595) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1574 sampai kematiannya pada tahun 1595. Habsburg dan perang yang melelahkan dengan Safawi. Maroko yang telah lama merdeka pada suatu waktu dijadikan pengikut kekaisaran tetapi mereka akan mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1582. Pemerintahannya juga melihat pengaruh kekaisaran yang meluas di pantai timur Afrika. Namun, kekaisaran akan dilanda korupsi dan inflasi yang meningkat dari Dunia Baru yang menyebabkan keresahan di antara Janissari dan rakyat jelata. Hubungan dengan Inggris Elizabethan disemen selama masa pemerintahannya karena keduanya memiliki musuh bersama di Spanyol. Dia adalah pelindung yang hebat dalam seni di mana dia menugaskan Siyer-i-Nebi dan manuskrip bergambar lainnya.

1)      MASA MUDA

Lahir di Manisa pada tanggal 4 Juli 1546, Şehzade Murad adalah putra tertua dari Şehzade Selim dan istrinya yang berkuasa, Nurbanu Sultan. Ia menerima pendidikan yang baik dan belajar bahasa Arab dan Persia. Setelah upacara sunat pada tahun 1557, kakek Murad, Sultan Suleiman I, mengangkatnya menjadi sancakbeyi (gubernur) Akşehir pada tahun 1558. Pada usia 18 tahun ia diangkat menjadi sancakbeyi Saruhan. Suleiman meninggal (1566) ketika Murad berusia 20 tahun, dan ayahnya menjadi sultan baru, Selim II. Selim II melanggar tradisi dengan mengirim hanya putra sulungnya keluar dari istana untuk memerintah sebuah provinsi, menugaskan Murad ke Manisa: 21–22

2)      MEMERINTAH

Potret seukuran manusia, dikaitkan dengan seniman Spanyol, abad ke-17

Selim meninggal pada tahun 1574 dan digantikan oleh Murad, yang memulai pemerintahannya dengan mencekik kelima adik laki-lakinya. Otoritasnya dirusak oleh pengaruh harem - lebih khusus lagi, pengaruh ibunya dan kemudian selir favoritnya Safiye Sultan, seringkali merugikan pengaruh Sokollu Mehmed Pasha di istana. Di bawah kekuasaan Selim II hanya dipertahankan oleh kepemimpinan yang efektif dari Wazir Agung Sokollu Mehmed Pasha yang kuat, yang tetap menjabat sampai pembunuhannya pada Oktober 1579. Selama pemerintahan Murad, perbatasan utara dengan monarki Habsburg dipertahankan oleh gubernur Bosnia Hasan Predojević . Pemerintahan Murad III ditandai dengan perang yang melelahkan di front barat dan timur kekaisaran. Ottoman juga mengalami kekalahan dalam pertempuran seperti Pertempuran Sisak.

a.       EKSPEDISI KE MAROKO

Abd al-Malik menjadi anggota tepercaya dari pemerintahan Ottoman selama pengasingannya. Dia membuat proposisi untuk menjadikan Maroko sebagai pengikut Ottoman sebagai imbalan atas dukungan Murad III dalam membantunya mendapatkan tahta Saadi.

Dengan pasukan 10.000 orang yang sebagian besar adalah orang Turki, Ramazan Pasha dan Abd al-Malik berangkat dari Aljir untuk mengangkat Abd al-Malik sebagai penguasa bawahan Ottoman di Maroko. Ramazan Pasha menaklukkan Fez yang menyebabkan Sultan Saadi melarikan diri ke Marrakesh yang juga ditaklukkan, Abd al-Malik kemudian mengambil alih kekuasaan Maroko sebagai klien Ottoman.

Abd al-Malik membuat kesepakatan dengan pasukan Ottoman dengan membayar mereka sejumlah besar emas dan mengirim mereka kembali ke Aljazair, menunjukkan konsep pengikut yang lebih longgar daripada yang mungkin dipikirkan Murad III. Nama Murad diucapkan dalam salat Jumat dan dicap pada koin yang menandai dua tanda kedaulatan tradisional di dunia Islam. Pemerintahan Abd al-Malik dipahami sebagai periode pengikut Maroko ke Kekaisaran Ottoman. Abd al-Malik meninggal pada tahun 1578 dan digantikan oleh saudaranya Ahmad al-Mansur yang secara resmi mengakui kedaulatan Sultan Ottoman pada awal masa pemerintahannya sambil tetap independen secara de facto, namun ia berhenti mencetak koin atas nama Murad, menjatuhkan namanya. dari Khutbah dan mendeklarasikan kemerdekaan penuhnya pada tahun 1582.

b.      PERANG DENGAN SAFAWI


Kekaisaran Ottoman mencapai puncaknya di Timur Tengah di bawah Murad III.

Utsmaniyah telah berdamai dengan tetangganya yang menyaingi Kekaisaran Safawi sejak 1555, sesuai dengan Perjanjian Amasya, yang untuk beberapa waktu telah menyelesaikan sengketa perbatasan. Namun pada tahun 1577 Murad menyatakan perang, memulai Perang Utsmaniyah–Safawi (1578–1590), berusaha memanfaatkan kekacauan di istana Safawi setelah kematian Shah Tahmasp I. Murad dipengaruhi oleh wazir Lala Kara Mustafa Pasha dan Sinan Pasha dan mengabaikan nasihat lawan dari Wazir Agung Sokollu. Murad juga melawan Safawi yang berlangsung selama 12 tahun, diakhiri dengan Perjanjian Konstantinopel (1590), yang menghasilkan keuntungan teritorial sementara yang signifikan bagi Ottoman.

c.       AKTIVITAS OTOMMAN DITANDUK AFRIKA

Pada masa pemerintahannya, seorang Laksamana Utsmaniyah bernama Mir Ali Beg berhasil membangun supremasi Utsmaniyah di banyak kota di pantai Swahili antara Mogadishu dan Kilwa. Suzerainty Ottoman diakui di Mogadishu pada tahun 1585 dan supremasi Ottoman juga didirikan di kota-kota lain seperti Barawa, Mombasa, Kilifi, Pate, Lamu, dan Faza.

d.      URUSAN KEUANGAN

Pemerintahan Murad adalah masa tekanan keuangan bagi negara Ottoman. Untuk mengikuti perubahan teknik militer, Ottoman melatih prajurit infanteri dalam penggunaan senjata api, membayar mereka langsung dari bendahara. Pada tahun 1580 masuknya perak dari Dunia Baru telah menyebabkan inflasi tinggi dan keresahan sosial, terutama di kalangan Janissari dan pejabat pemerintah yang dibayar dengan mata uang yang direndahkan. Perampasan dari pemberontakan yang diakibatkannya, ditambah dengan tekanan kelebihan populasi, sangat terasa di Anatolia. Persaingan untuk mendapatkan posisi di dalam pemerintahan semakin sengit, yang mengarah pada penyuapan dan korupsi. Sumber Ottoman dan Habsburg menuduh Murad sendiri menerima suap yang sangat besar, termasuk 20.000 dukat dari seorang negarawan sebagai ganti jabatan gubernur Tripoli dan Tunisia, sehingga mengalahkan saingan yang mencoba menyuap Wazir Agung.

Pada masanya terjadi inflasi yang berlebihan, nilai uang perak terus dimainkan, harga pangan naik. 400 dirham harus dipotong dari 600 dirham perak, sedangkan 800 dirham dipotong, yang berarti inflasi 100 persen. Untuk alasan yang sama, daya beli para penerima upah berkurang setengahnya, dan konsekuensinya adalah pemberontakan.

e.       PAKTA BAHASA INGGRIS

Banyak utusan dan surat dipertukarkan antara Elizabeth I dan Sultan Murad III. Dalam satu korespondensi, Murad menerima gagasan bahwa Islam dan Protestan memiliki "lebih banyak kesamaan daripada Katolik Roma, karena keduanya menolak penyembahan berhala", dan menganjurkan aliansi antara Inggris dan Kekaisaran Ottoman. Yang membuat kecewa Katolik Eropa, Inggris mengekspor timah dan timah (untuk pengecoran meriam) dan amunisi ke Kekaisaran Ottoman, dan Elizabeth dengan serius membahas operasi militer bersama dengan Murad III selama pecahnya perang dengan Spanyol pada tahun 1585, ketika Francis Walsingham sedang melobi. untuk keterlibatan militer Ottoman langsung melawan musuh bersama Spanyol. Diplomasi ini akan dilanjutkan di bawah penerus Murad, Mehmed III, baik oleh sultan maupun Safiye Sultan.

3)      KEHIDUPAN PRIBADI

a.       KEHIDUPAN ISTANA

Mengikuti teladan ayahnya Selim II, Murad adalah sultan Utsmaniyah kedua yang tidak pernah melakukan kampanye selama masa pemerintahannya, melainkan menghabiskan seluruhnya di Konstantinopel. Selama tahun-tahun terakhir pemerintahannya, dia bahkan tidak meninggalkan Istana Topkapı. Selama dua tahun berturut-turut, dia tidak menghadiri prosesi Jumat ke masjid kekaisaran—pelanggaran kebiasaan yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sejarawan Ottoman Mustafa Selaniki menulis bahwa setiap kali Murad berencana untuk pergi sholat Jumat, dia berubah pikiran setelah mendengar dugaan plot oleh Janissari untuk menjatuhkannya begitu dia meninggalkan istana. Murad menarik diri dari rakyatnya dan menghabiskan sebagian besar masa pemerintahannya dengan ditemani beberapa orang dan mematuhi rutinitas sehari-hari yang disusun oleh shalat lima waktu Islam. Dokter pribadi Murad Domenico Hierosolimitano menggambarkan hari-hari biasa dalam kehidupan sultan:

 

Di pagi hari dia bangun subuh untuk berdoa selama setengah jam, lalu setengah jam lagi dia menulis. Kemudian dia diberi sesuatu yang menyenangkan sebagai pemeriksaan, dan setelah itu dia bersiap untuk membaca selama satu jam lagi. Kemudian dia mulai memberikan audiensi kepada anggota Divan pada empat hari dalam seminggu itu terjadi, seperti yang telah dikatakan di atas. Kemudian dia berjalan-jalan di taman, menikmati kesenangan air mancur dan binatang selama satu jam lagi, membawa serta para kurcaci, badut, dan lainnya untuk menghiburnya. Kemudian dia kembali lagi belajar sampai dia menganggap waktu makan siang telah tiba. Dia duduk di meja hanya setengah jam, dan bangkit (untuk pergi) sekali lagi ke taman selama dia mau. Kemudian dia pergi untuk melakukan shalat Dzuhur. Kemudian dia berhenti untuk menghabiskan waktu dan bersenang-senang dengan para wanita, dan dia akan tinggal satu atau dua jam bersama mereka, ketika tiba waktu shalat malam. Kemudian dia kembali ke apartemennya atau, jika itu lebih menyenangkannya, dia tinggal di taman membaca atau menghabiskan waktu sampai malam dengan para kurcaci dan badut, dan kemudian dia kembali untuk berdoa, yaitu saat malam tiba. Kemudian dia makan dan mengambil lebih banyak waktu untuk makan malam daripada makan siang, bercakap-cakap sampai dua jam setelah gelap, sampai waktu sholat [...] Dia tidak pernah gagal untuk mengamati jadwal ini setiap hari.


Gaya hidup Murad yang tidak banyak bergerak dan kurangnya partisipasi dalam kampanye militer membuatnya tidak disetujui oleh Mustafa Âlî dan Mustafa Selaniki, sejarawan utama Utsmaniyah yang hidup pada masa pemerintahannya. Penggambaran negatif mereka tentang Murad memengaruhi sejarawan kemudian. Kedua sejarawan itu juga menuduh Murad melakukan ekses seksual.

b.      ANAK-ANAK

Sebelum menjadi sultan, Murad setia kepada Safiye Sultan, selir Albania-nya. Monogaminya tidak disetujui oleh ibunya Nurbanu Sultan, yang khawatir Murad membutuhkan lebih banyak anak laki-laki untuk menggantikannya seandainya Mehmed meninggal muda. Dia juga mengkhawatirkan pengaruh Safiye terhadap putranya dan dinasti Ottoman. Lima atau enam tahun setelah naik takhta, Murad diberi sepasang selir oleh saudara perempuannya Ismihan. Setelah mencoba melakukan hubungan seksual dengan mereka, dia terbukti impoten. "Panah [Murad], sesuai dengan sifat ciptaannya, berkali-kali dan selama berhari-hari tidak dapat mencapai target penyatuan dan kesenangan," tulis Mustafa Ali. Nurbanu menuduh Safiyye dan pengikutnya menyebabkan impotensi Murad dengan ilmu sihir. Beberapa pelayan Safiye disiksa oleh para kasim untuk menemukan pelakunya. Dokter pengadilan, yang bekerja di bawah perintah Nurbanu, akhirnya menyiapkan obat yang berhasil, tetapi efek sampingnya adalah peningkatan nafsu seksual secara drastis—pada saat Murad meninggal, dia dikatakan telah menjadi ayah dari lebih dari seratus anak. Sembilan belas di antaranya dieksekusi oleh Mehmed III ketika dia menjadi sultan.

c.       WANITA DIPENGADILAN

Wanita berpengaruh di istananya termasuk ibunya Nurbanu Sultan, saudara perempuannya Ismihan Sultan, istri wazir agung Sokollu Mehmed Pasha, dan nyonya musahibes (favorit) pengurus rumah tangga Canfeda Hatun, nyonya urusan keuangan Raziye Hatun, dan penyair Hubbi Hatun, Akhirnya , setelah kematian ibu dan kakak perempuannya, istrinya Safiye Sultan menjadi satu-satunya wanita berpengaruh di istana.

d.      KASIM DIPENGADILAN

Sebelum Murad, kebanyakan kasim istana berkulit putih. Hal ini mulai berubah pada tahun 1582 ketika Murad memberikan jabatan penting kepada seorang kasim kulit hitam. Pada tahun 1592, peran kasim di istana ditentukan secara rasial: kasim kulit hitam menjaga Sultan dan para wanita, dan kasim kulit putih menjaga halaman pria di bagian lain istana. Kepala kasim kulit hitam dikenal sebagai Kizlar Agha, dan kepala kasim kulit putih dikenal sebagai Kapi Agha.

4)      MURAD DAN SENI

Murad sangat tertarik dengan seni, khususnya miniatur dan buku. Dia secara aktif mendukung pengadilan Society of Miniaturists, menugaskan beberapa volume termasuk Siyer-i Nebi, karya biografi yang paling banyak diilustrasikan tentang kehidupan nabi Islam Muhammad, Buku Keterampilan, Buku Perayaan dan Buku Kemenangan. Dia memiliki dua guci alabaster besar yang diangkut dari Pergamon dan ditempatkan di dua sisi nave di Hagia Sophia di Konstantinopel dan lilin lilin besar berpakaian timah yang disumbangkan olehnya ke biara Rila di Bulgaria dipajang di museum biara.

Lukisan miniatur parade dua orang berkuda Gazi (veteran dari Rumelia) di depan Sultan Murat III (dari Nama keluarga-i hümayun, abad ke-16)

Murad juga melengkapi isi Kitabü’l-Menamat (Buku Mimpi), yang ditujukan kepada penasehat spiritual Murad, Şüca Dede. Kumpulan cerita orang pertama, menceritakan pengalaman spiritual Murad sebagai murid sufi. Disusun dari ribuan surat yang ditulis Murad yang menggambarkan visi mimpinya, itu menyajikan potret diri hagiografi. Murad memimpikan berbagai aktivitas, termasuk ditelanjangi oleh ayahnya dan harus duduk di pangkuannya, seorang diri membunuh 12.000 orang kafir dalam pertempuran, berjalan di atas air, naik ke surga, dan menghasilkan susu dari jari-jarinya. Dia sering bertemu Nabi Muhammad, dan dalam satu mimpi duduk di pangkuan Nabi dan mencium mulutnya.

Dalam surat lain yang ditujukan kepada Şüca Dede, Murad menulis, "Saya berharap Tuhan, semoga Dia dimuliakan dan ditinggikan, tidak menciptakan hamba yang malang ini sebagai keturunan Ottoman sehingga saya tidak mendengar ini dan itu, dan tidak khawatir. Saya berharap silsilah saya tidak diketahui. Kemudian, saya akan memiliki satu tugas, dan dapat mengabaikan seluruh dunia."

Edisi diplomatik dari surat-surat mimpi ini baru-baru ini diterbitkan oleh Ozgen Felek dalam bahasa Turki.

5)      KEMATIAN

Murad meninggal karena apa yang dianggap wajar di Istana Topkapı dan dimakamkan di makam di sebelah Hagia Sophia. Di mausoleum terdapat 54 sarkofagus sultan, istri dan anak-anaknya yang juga dimakamkan di sana. Ia juga bertanggung jawab mengubah adat penguburan ibu-ibu sultan. Murad menguburkan ibunya Nurbanu di samping suaminya Selim II, menjadikannya permaisuri pertama yang berbagi makam sultan.

6)      KELUARGA

a.       PEMAISURI

Murad diyakini memiliki Safiye Sultan sebagai satu-satunya selirnya selama dua puluh tahun (walaupun kelahiran Şehzade Selim dan Hümaşah Sultan, lahir pada periode ini tetapi tidak secara universal dikaitkan dengan Safiye tampaknya meragukan asumsi ini). Namun, Safiye ditentang oleh ibu Murad, Nurbanu Sultan, dan saudara perempuannya, Ismihan Sultan, dan antara tahun 1580 dan 1582 dia diasingkan ke Istana Lama dengan tuduhan membuat sultan impoten dengan mantera, setelah dia tidak berhasil atau tidak ingin berhubungan seks dengan dua selir yang diterima oleh saudara perempuannya. Selain itu, Nurbanu mengkhawatirkan masa depan dinasti, karena dia percaya bahwa putra Safiye saja (dua atau tiga, salah satunya meninggal sebelum tahun 1580) tidak cukup untuk memastikan suksesi. Setelah pengasingan Safiye, dicabut hanya setelah kematian Nurbanu, Murad, untuk menyangkal rumor tersebut, mengambil sejumlah besar selir, yang hanya lima yang kami ketahui, dan dia memiliki lebih dari lima puluh anak yang diketahui, meskipun menurut sumber jumlahnya bisa melebihi seratus.

Permaisuri bernama Murad adalah:

i.            Safiye Sultan, seorang etnis Albania. Sultan Haseki dari Murad dan Valide Sultan dari Mehmed III;

ii.            Şemsiruhsar Hatun, ibu dari Rukiye Sultan. Dia menugaskan pembacaan Alquran doa di masjid Nabawi di Madinah. Dia meninggal sebelum 1623.

iii.            Mihriban Hatun;

iv.            Şahıhuban Hatun;

v.            Nazperver Hatun;

vi.            Fakriya Hatun

vii.            Tujuh selir hamil pada tahun 1595, ditenggelamkan oleh Mehmed III

viii.            Selir dirayu dan dihamili oleh Mehmed III saat masih menjadi pangeran. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran aturan harem dan gadis itu ditenggelamkan oleh Nurbanu Sultan untuk melindungi cucunya.

Menurut Üluçay, setelah kematian Murad III, banyak selirnya yang tidak memiliki anak dengan naiknya takhta Mehmed III menikah lagi, bersama dengan mereka yang tidak pernah memberikan anak kepada sultan.

b.      ANAK LAKI-LAKI

Murad III memiliki setidaknya 25 putra yang diketahui.

Saat kematiannya pada tahun 1595 Mehmed III, putra sulungnya dan sultan barunya, mengeksekusi 19 saudara tirinya yang masih hidup dan menenggelamkan tujuh selir yang sedang hamil, memenuhi Hukum Pembunuhan Saudara.

Putra-putra Murad III yang diketahui adalah:

i.            Sultan Mehmed III (26 Mei 1566, Istana Manisa, Manisa – 22 Desember 1603, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Mehmed III, Masjid Hagia Sophia, Konstantinopel), putra dari Safiye, menjadi sultan berikutnya;

ii.            Şehzade Selim (1567?, Istana Manisa, Manisa - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia). Kemungkinan putra Safiye jika lahir sebelum tahun 1580, selama tahun-tahun monogami Murad.

iii.            Şehzade Mahmud (1568, Istana Manisa, Manisa – 1580/1581, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia); diakhiri dengan Safiye;

iv.            Şehzade Fülan (Juni 1582, Istana Topkapi, Konstantinopel - Juni 1582, Istana Topkapi, Konstantinopel. dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia). kelahiran mati

v.            Şehzade Cihangir (Februari 1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - Agustus 1585, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia); saudara kembar dari Sehzade Suleyman.

vi.            Şehzade Suleyman (Februari 1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - 1585, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia); saudara kembar dari Şehzade Cihangir.

vii.            Şehzade Abdullah (1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

viii.            Şehzade Mustafa (1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

ix.            Şehzade Abdurrahman (1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

x.            Şehzade Bayezid (1586, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xi.            Şehzade Hasan (1586, Istana Topkapi, Konstantinopel - meninggal tahun 1591, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xii.            Şehzade Cihangir (1587, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xiii.            Şehzade Yakub (1587, Istana Topkapi, Konantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xiv.            Şehzade Ahmed (Istana Topkapi, Konstantinopel - Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xv.            Şehzade Alaeddin (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xvi.            Şehzade Davud (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xvii.            Şehzade Alemşah (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xviii.            Şehzade Ali (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xix.            Şehzade Hüseyin (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xx.            Şehzade Ishak (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xxi.            Şehzade Murad (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xxii.            Şehzade Osman (Istana Topkapi, Konstantinopel - meninggal tahun 1587, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xxiii.            Şehzade Yusuf (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xxiv.            Şehzade Korkut (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

xxv.            Şehzade Ömer (Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);

Selain itu, seorang pembual Eropa, Alexander dari Montenegro, mengaku sebagai putra yang hilang dari Murad III dan Safiye Sultan, menampilkan dirinya dengan nama Şehzade Yahya dan mengklaim tahta untuk itu. Klaimnya tidak pernah terbukti dan tampak meragukan untuk sedikitnya.

c.       PUTRI

Murad memiliki setidaknya tiga puluh putri yang diketahui masih hidup saat kematiannya pada tahun 1595, tujuh belas di antaranya meninggal karena wabah (atau cacar) pada tahun 1598.[29] Banyak nama putrinya tidak diketahui. Tidak diketahui apakah dan berapa banyak anak perempuan yang telah meninggal sebelum dia.

Putri-putri Murad III yang diketahui adalah:

i.            Hümaşah Sultan (Manisa, c. 1564 - Kostantinopel, setelah 1606; dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), putri dari Safiye Sultan. Juga disebut Hüma Sultan. Ia menikah dengan Nişar Mustafazade Mehmed Pasha (meninggal tahun 1586). Ia boleh menikah dengan Serdar Ferhad Pasha (w.1595) pada tahun 1591.

ii.            Ayşe Sultan (Manisa, c.1565 - Costantinople, 15 Mei 1605, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), putri dengan Safiye, menikah pertama pada tanggal 20 Mei 1586, dengan Damat Ibrahim Pasha, menikah kedua pada tanggal 5 April 1602, ke Damad Yemişçi Hasan Pasha, menikah ketiga pada tanggal 29 Juni 1604, dengan Damad Güzelce Mahmud Pasha.

iii.            Fatma Sultan (Manisa, sebelum 1574 - Kostantinopel, 1620, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), putri dari Safiye, menikah pertama kali pada 6 Desember 1593, dengan Damad Halil Pasha, menikah kedua kalinya pada Desember 1604, dengan Damad Cafer Pasha;[ 33

iv.            menikah tiga kali 1610 Damat Hizir Pasha, menikah empat kali Damad Murad Pasha.

v.            Mihrimah Sultan (Kostantinopel, 1578 atau 1579? atau 1592 - setelah 1625; dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), kemungkinan putri dari Safiye, menikah pada tahun 1613 dengan Damad Mirahur Ahmed Pasha, kemudian menikah dengan Damad Çerkes Mehmed Pasha;

vi.            Fahriye Sultan (meninggal tahun 1656, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), disebut juga Fahri Sultan. Mungkin anak perempuan dengan Safiye, mungkin lahir setelah dia kembali dari pengasingan di Istana Lama. Dia menikah pertama dengan Cuhadar Ahmed Pasha, Gubernur Mosul, menikah kedua dengan Damad Sofu Bayram Pasha, kadang Gubernur Bosnia;

vii.            Rukiye Sultan (dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), putri dengan Şemsiruhsar Hatun, menikah pada tahun 1613 dengan Damad Nakkaş Hasan Pasha;

viii.            Sultan Mihriban (dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia) menikah pada tahun 1613 dengan Damad Kapıcıbaşı Topal Mehmed Agha;

ix.            Hatice Sultan (1583, dimakamkan di Masjid Şehzade), menikah pada tahun 1598 dengan Sokolluzade Lala Mehmed Pasha dan memiliki tiga anak (seorang putri dan dua putra) yang meninggal dalam usia muda. Dia berpartisipasi dalam perbaikan menara Masjid Bayezid Veli di dalam Benteng Kerch pada tahun 1599.[38] Setelah kematiannya, dia menikah lagi dengan Gürşci Mehmed Pasha dari Kefe, Gubernur Bosnia.

x.            Fethiye Sultan (dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia).

xi.            Tujuh belas putri meninggal karena wabah atau cacar pada tahun 1598. Mereka dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia. Setidaknya dua dari mereka menikah.

xii.            Empat putri yang menikah sebelum tahun 1595.

 

·        Mehmed III

Mehmed III

محمد الثالث

 

Sultan Mehmed III

Sultan Utsmaniyah ke-13

Berkuasa : 16 Januari 1595 – 22 Desember 1603

Pendahulu : Murad III

Penerus : Ahmad I

Kelahiran : 26 Mei 1566. Istana Manisa, Manisa, Kekaisaran Ottoman

Kematian : 22 Desember 1603 (umur 37). Istana Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul

Dinasti : Ottoman

Nama lengkap : Mehmed bin Murad

Ayah : Murad III

Ibu : Safiye Sultan

Pemaisuri:

1. Handan Sultan

2. Halim Sultan

Anak :

1. Şehzade Mahmud

2. Ahmad I

3. Mustafa I

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Mehmed III (Turki Utsmaniyah: محمد ثالث, Meḥmed-i sālis; Turki: III. Mehmed; 26 Mei 1566 – 22 Desember 1603) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1595 hingga kematiannya pada tahun 1603. Mehmed dikenal karena memerintahkan eksekusi terhadap saudara-saudaranya dan memimpin pasukan dalam Perang Turki Panjang, di mana tentara Ottoman menang dalam Pertempuran Keresztes yang menentukan. Namun kemenangan ini dirusak oleh beberapa kekalahan militer seperti di Gyor dan Nikopol. Dia juga memerintahkan agar pemberontakan Jalali berhasil dipadamkan. Sultan juga berkomunikasi dengan istana Elizabeth I atas dasar hubungan komersial yang lebih kuat dan dengan harapan Inggris bersekutu dengan Ottoman melawan Spanyol.

1)      MASA MUDA

Mehmed III

Mehmed lahir di Istana Manisa pada tahun 1566, pada masa pemerintahan kakek buyutnya, Suleiman yang Agung. Ia adalah anak dari Murad III, dirinya anak dari Selim II, yang merupakan anak dari Sultan Suleiman dan Hurrem Sultan. Ibunya adalah Safiye Sultan, seorang Albania dari dataran tinggi Dukagjin.[1] Kakek buyutnya Suleiman I meninggal pada tahun kelahirannya, dan kakeknya menjadi sultan baru, Selim II. Kakeknya Selim II meninggal ketika Mehmed berusia delapan tahun, dan ayah Mehmed, Murad III, menjadi sultan pada tahun 1574. Murad meninggal pada tahun 1595, ketika Mehmed berusia 28 tahun.

Mehmed menghabiskan sebagian besar waktunya di Manisa bersama ayahnya Murad dan ibunya Safiye, guru pertamanya Ibrahim Efendi. Sunatnya dilakukan pada tanggal 29 Mei 1582 ketika dia berusia 16 tahun.

2)      MEMERINTAH

a.       PEMBUNUHAN SAUDARA

Sebuah miniatur menunjukkan Sultan Mehmed III dengan dua janisari.

Setelah naik tahta, Mehmed III memerintahkan agar sembilan belas saudara laki-lakinya dieksekusi. Mereka dicekik oleh algojo kerajaannya, banyak dari mereka yang tuli, bisu atau 'setengah bodoh' untuk memastikan kesetiaan mutlak. Suksesi saudara belum pernah terjadi sebelumnya, karena sultan sering memiliki lusinan anak dengan selir mereka.

b.      PEREBUTAN KEKUASAAN DI KONSTANTINOPEL

Mehmed III

Mehmed III adalah seorang penguasa yang menganggur, menyerahkan pemerintahan kepada ibunya Safiye Sultan, valide sultan. Masalah besar pertamanya adalah persaingan antara dua wazirnya, Serdar Ferhad Pasha dan Koca Sinan Pasha, dan pendukung mereka. Ibunya dan menantu laki-lakinya Damat Ibrahim Pasha mendukung Koca Sinan Pasha dan mencegah Mehmed III mengambil alih sendiri masalah tersebut. Masalahnya berkembang menjadi gangguan besar oleh janisari. Pada tanggal 7 Juli 1595, Mehmed III akhirnya memecat Serdar Ferhad Pasha dari jabatan Wazir Agung karena kegagalannya di Wallachia dan menggantikannya dengan Sinan.

c.       PERANG AUSTRO-HONGARIA

Peristiwa besar pada masa pemerintahannya adalah Perang Austria-Ottoman di Hongaria (1593–1606). Kekalahan Ottoman dalam perang menyebabkan Mehmed III mengambil komando pribadi tentara, sultan pertama yang melakukannya sejak Suleiman I pada tahun 1566. Didampingi oleh Sultan, Ottoman menaklukkan Eger pada tahun 1596. Setelah mendengar pendekatan tentara Habsburg, Mehmed menginginkan untuk memberhentikan tentara dan kembali ke Istanbul. Namun, Utsmaniyah akhirnya memutuskan untuk menghadapi musuh dan mengalahkan pasukan Habsburg dan Transylvania di Pertempuran Keresztes (dikenal dalam bahasa Turki sebagai Pertempuran Haçova), di mana Sultan harus dicegah untuk melarikan diri dari lapangan di tengah pertempuran. Sekembalinya ke Istanbul dengan kemenangan, Mehmed memberi tahu para wazirnya bahwa dia akan berkampanye lagi. Tahun berikutnya Venetian Bailo di Istanbul mencatat, "para dokter menyatakan bahwa Sultan tidak dapat pergi berperang karena kesehatannya yang buruk, akibat makan dan minum yang berlebihan".

Mehmed III menerima penyerahan Eger, 1596

Sebagai imbalan atas jasanya dalam perang, Cigalazade Yusuf Sinan Pasha diangkat menjadi Wazir Agung pada tahun 1596. Namun, dengan tekanan dari istana dan ibunya, Mehmed mengangkat kembali Damat Ibrahim Pasha ke posisi ini tidak lama kemudian.

Namun, kemenangan di Pertempuran Keresztes segera dibatalkan oleh beberapa kekalahan penting, termasuk kekalahan Győr (bahasa Turki: Yanıkkale) dari Austria dan kekalahan pasukan Ottoman yang dipimpin oleh Hafız Ahmet Pasha oleh pasukan Wallachian di bawah Michael the Berani di Nikopol pada tahun 1599. Pada tahun 1600, pasukan Ottoman di bawah pimpinan Tiryaki Hasan Pasha merebut Nagykanizsa setelah pengepungan selama 40 hari dan kemudian berhasil menahannya melawan pasukan penyerang yang jauh lebih besar di Pengepungan Nagykanizsa.

d.      JALALI MEMBERONTAK

Peristiwa besar lainnya pada masa pemerintahannya adalah Pemberontakan Jalali di Anatolia. Karayazıcı Abdülhalim, mantan pejabat Ottoman, merebut kota Urfa dan menyatakan dirinya sebagai sultan pada tahun 1600. Desas-desus tentang klaimnya atas takhta menyebar ke Konstantinopel dan Mehmed memerintahkan para pemberontak diperlakukan dengan kasar untuk menghilangkan desas-desus tersebut, di antaranya adalah eksekusi Hüseyin Pasha, yang diangkat oleh Karayazıcı Abdülhalim sebagai Wazir Agung. Pada 1601, Abdülhalim melarikan diri ke sekitar Samsun setelah dikalahkan oleh pasukan di bawah Sokulluzade Hasan Pasha, Gubernur Bagdad. Namun saudaranya, Deli Hasan, membunuh Sokulluzade Hasan Pasha dan mengalahkan pasukan di bawah komando Hadım Hüsrev Pasha. Dia kemudian berbaris ke Kütahya, merebut dan membakar kota.

3)      HUBUNGAN DENGAN INGGRIS

     

Mehmed III

Pada tahun 1599, tahun keempat pemerintahan Mehmed III, Ratu Elizabeth I mengirimkan konvoi hadiah ke istana Ottoman. Hadiah ini awalnya ditujukan untuk pendahulu sultan, Murad III, yang telah meninggal sebelum mereka tiba. Termasuk dalam hadiah ini adalah organ jarum jam bertatahkan permata besar yang dipasang di lereng Royal Private Garden oleh tim insinyur termasuk Thomas Dallam. Organ itu membutuhkan waktu berminggu-minggu untuk diselesaikan dan menampilkan patung menari seperti sekawanan burung hitam yang bernyanyi dan mengepakkan sayapnya di akhir musik. Juga di antara hadiah Inggris adalah pelatih upacara, disertai surat dari Ratu kepada ibu Mehmed, Safiye Sultan. Hadiah ini dimaksudkan untuk memperkuat hubungan antara kedua negara, berdasarkan perjanjian perdagangan yang ditandatangani pada tahun 1581 yang memberikan prioritas kepada pedagang Inggris di wilayah Ottoman. Di bawah ancaman kehadiran militer Spanyol, Inggris sangat ingin mengamankan aliansi dengan Ottoman, kedua negara bersama-sama memiliki kemampuan untuk membagi kekuatan. Hadiah Elizabeth tiba di kapal dagang besar 27 senjata yang diperiksa Mehmed secara pribadi, tampilan yang jelas dari kekuatan maritim Inggris yang akan mendorongnya untuk membangun armadanya selama tahun-tahun berikutnya di masa pemerintahannya. Aliansi Anglo-Ottoman tidak akan pernah terwujud, bagaimanapun, karena hubungan antar negara menjadi stagnan karena sentimen anti-Eropa yang dipetik dari memburuknya Perang Austro-Ottoman dan kematian juru bahasa Safiye Sultan dan kepala pro-Inggris Hasan Pasha.

4)      KEMATIAN

Pemandangan dari makam Sultan Mehmed III Masjid Hagia Sophia.

Mehmed meninggal pada tanggal 22 Desember 1603 pada usia 37 tahun. Menurut salah satu sumber, penyebab kematiannya adalah kesusahan akibat kematian putranya, Şehzade Mahmud. Menurut sumber lain, dia meninggal karena wabah atau stroke. Ia dimakamkan di Masjid Hagia Sophia. Ia digantikan oleh putranya Ahmed I sebagai sultan baru.

5)      KELUARGA

a.       PEMAISURI

Mehmed III memiliki tiga selir yang diketahui, tidak satupun dari mereka, menurut catatan harem, menyandang gelar Haseki Sultan:

         i.            Handan Hatun (meninggal 9 November 1605, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Mehmed III, Masjid Hagia Sophia). Dia adalah ibu dan Valide Sultan dari Ahmed I.

       ii.            Halime Hatun (dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Masjid Hagia Sophia, Istanbul). Dia adalah ibu dan Valide Sultan Mustafa I.

     iii.            Seorang permaisuri yang meninggal pada tahun 1598 dengan bayi laki-lakinya selama wabah

 

b.      ANAK LAKI-LAKI

Mehmed III memiliki setidaknya delapan putra:

         i.            Şehzade Selim (1585, Istana Manisa, Manisa – 1597/1598, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di Masjid Hagia Sophia) - bersama Handan. Dia meninggal karena penyakit.

       ii.            Şehzade Süleyman (1586, Istana Manisa, Manisa, - 1597/1598, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di Masjid Hagia Sophia) - bersama Handan. Dia meninggal karena penyakit.

     iii.            Şehzade Mahmud (1587, Istana Manisa, Manisa – dieksekusi oleh Mehmed III, 7 Juni 1603, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Şehzade Mahmud, Masjid Şehzade) - bersama Halime.

     iv.            Ahmed I (18 April 1590, Istana Manisa, Manisa – 22 November 1617, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed) - bersama Handan. Sultan Kekaisaran Ottoman.

       v.            Şehzade Fülan (1597, Istana Topkapi, Istanbul - 1598, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di Masjid Hagia Sophia) - dengan permaisuri ketiga.

     vi.            Şehzade Osman (1597, Istana Topkapı, Istanbul – 1601, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Masjid Hagia Sophia) - bersama Handan.

    vii.            Şehzade Cihangir (1599, Istana Topkapı, Istanbul – 1602, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Masjid Hagia Sophia);

  viii.            Mustafa I (1600/1601, Istana Topkapi, Konstantinopel – 20 Januari 1639, Istana Eski, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Masjid Hagia Sophia) - bersama Halime. Sultan Kekaisaran Ottoman.

 

c.       PUTRI

Mehmed III memiliki setidaknya sepuluh anak perempuan:

         i.            Fatma Sultan (1584, Manisa) - dengan Handan. Dia menikah pertama kali pada tahun 1600 dengan Mahmud Pasha, sanjakbey dari Kairo, kedua pada tahun 1604 dengan Damat Tiryaki Hasan Pasha (1611) dan memiliki seorang putra dan dua putri, terakhir pada tahun 1616 dengan Güzelce Ali Pasha, Wazir Agung, hingga kematiannya pada tahun 1621.

       ii.            Ayşe Sultan (1587 - setelah 1614) - dengan Handan. Dia menikah pertama kali dengan Destari Mustafa Pasha, dengan siapa dia memiliki seorang putra dan dua putri meninggal saat masih bayi. Beberapa sumber juga menyatakan bahwa dia menikah lagi dengan Gazi Hüsrev Pasha

     iii.            Hatice Sultan (1588, Manisa - 1613, Konstantinopel) - dengan Halime. Dia menikah pertama kali pada tahun 1604 dengan Damat Mirahur Mustafa Pasha, menikah kedua kali pada tahun 1612 dengan Sultanzade Mahmud Pasha, putra dari Cigalazade Sinan Pasha dan Saliha Hanimsultan (putri Ayşe Hümaşah Sultan, cucu dari Sultan Suleyman I). Dia meninggal segera setelah pernikahan keduanya.

     iv.            Beyhan Sultan (lahir sebelum 1590, Manisa). Dia menikah pada tahun 1612 dengan Damat Halil Pasha.

       v.            Şah Sultan (1590, Manisa - Setelah 1623, Konstantinopel) - dengan Halime. Dia menikah pada 1604 (dikonsumsi pada Maret 1606) dengan Damat Kara Davud Pasha, Wazir Agung. Dia memiliki seorang putra dan putri.

     vi.            Humaşah Sultan. Ia menikah pada Oktober 1612 dengan Cagaloglu Mahmud Pasha.

    vii.            Esra Sultan - ibu tidak dikenal. Dia tidak muncul di antara putri yang belum menikah dalam daftar tanggal 1622, yang berarti dia sudah menikah atau sudah meninggal pada tahun itu.

  viii.            Ümmügülsüm Sultan (setelah 1622) - ibu tidak diketahui. Juga disebut Ümmikülsum Sultan, dia adalah salah satu putri yang belum menikah pada tahun 1622.

      ix.            Halime Sultan (setelah 1622) - ibu tidak dikenal, diperdebatkan. Dia termasuk di antara putri yang belum menikah pada tahun 1622.

       x.            Akile Sultan (setelah 1622) - ibu tidak dikenal, diperdebatkan. Dia termasuk di antara putri yang belum menikah pada tahun 1622.

 

·        Ahmed I

Ahmad I

احمد اول

 

Sultan Ahmed I

Sultan Utsmaniyah ke-14

Berkuasa : 22 Desember 1603 – 22 November 1617

Penyandang pedang : 23 Desember 1603

Pendahulu : Mehmed III

Penerus : Mustafa I

Kelahiran : April 1590. Istana Manisa, Manisa, Kekaisaran Ottoman

Kematian : 22 November 1617 (umur 27). Istana Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Sultan Ahmed Mosque Istanbul

Dinasti : Ottoman

Nama lengkap : Şah Ahmed bin Mehmed Han

Ayah : Mehmed III

Ibu : Handan Sultan

Permaisuri : Kösem Sultan & Mahfiruz Hatun

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Ahmed I (Turki Utsmaniyah: احمد اول Aḥmed-i evvel; bahasa Turki: I. Ahmed; 18 April 1590 – 22 November 1617) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1603 hingga kematiannya pada tahun 1617. Pemerintahan Ahmed patut diperhatikan karena menandai pelanggaran pertama dalam tradisi pembunuhan saudara kerajaan Ottoman; sejak saat itu para penguasa Utsmaniyah tidak akan lagi secara sistematis mengeksekusi saudara-saudara mereka setelah naik takhta. Ia juga terkenal dengan pembangunan Masjid Biru, salah satu masjid paling terkenal di Turki.

1)      MASA MUDA

Ahmed mungkin lahir pada 18 April 1590 di Istana Manisa, Manisa, ketika ayahnya Şehzade Mehmed masih menjadi pangeran dan gubernur Sanjak Manisa. Ibunya adalah Handan Sultan. Setelah kematian kakeknya Murad III pada tahun 1595, ayahnya datang ke Konstantinopel dan naik tahta sebagai Sultan Mehmed III. Mehmed memerintahkan eksekusi sembilan belas saudara tirinya. Kakak laki-laki Ahmed Şehzade Mahmud juga dieksekusi oleh ayahnya Mehmed pada 7 Juni 1603, tepat sebelum kematian Mehmed sendiri pada 22 Desember 1603. Mahmud dimakamkan bersama ibunya di mausoleum terpisah yang dibangun oleh Ahmed di Masjid Şehzade, Konstantinopel.

2)      MEMERINTAH

Potret oleh John Young, 1815

Ahmed naik tahta setelah kematian ayahnya pada 1603, pada usia tiga belas tahun, ketika neneknya Safiye Sultan masih hidup. Dengan naik takhta, perebutan kekuasaan di harem berkobar; Antara ibunya Handan Sultan dan neneknya Safiye Sultan yang pada pemerintahan sebelumnya memiliki kekuasaan mutlak di dalam tembok (di belakang singgasana), pada akhirnya dengan dukungan Ahmed, pertarungan berakhir dengan kemenangan ibunya, karena neneknya terlalu kuat dan korup. Paman Ahmed yang jauh hilang, Yahya, membenci aksesinya ke tahta dan menghabiskan hidupnya merencanakan untuk menjadi Sultan. Ahmed memutuskan pembunuhan saudara tradisional setelah penobatan sebelumnya dan tidak memerintahkan eksekusi saudaranya Mustafa. Sebaliknya, Mustafa dikirim untuk tinggal di istana tua di Bayezit bersama nenek mereka, Safiye Sultan. Ini kemungkinan besar karena usia Ahmed yang masih muda - dia belum menunjukkan kemampuannya untuk menjadi ayah dari anak-anak, dan Mustafa adalah satu-satunya kandidat lain untuk tahta Ottoman. Eksekusi saudara laki-lakinya akan membahayakan dinasti, dan dengan demikian dia terhindar.

Ibunya mencoba mencampuri urusannya dan memengaruhi keputusannya, terutama dia ingin mengontrol komunikasi dan gerakannya. Pada bagian awal masa pemerintahannya, Ahmed I menunjukkan keputusan dan semangat, yang disangkal oleh perilakunya selanjutnya. Perang di Hongaria dan Persia, yang menyertai pengangkatannya, berakhir dengan tidak menguntungkan bagi kekaisaran. Pamornya semakin ternoda dalam Perjanjian Zsitvatorok, yang ditandatangani pada 1606, di mana upeti tahunan yang dibayarkan oleh Austria dihapuskan. Menyusul kekalahan telak dalam Perang Utsmaniyah–Safawi (1603–18) melawan rival tetangga Kekaisaran Safawi, yang dipimpin oleh Shah Abbas Agung, Georgia, Azerbaijan, dan wilayah luas lainnya di Kaukasus diserahkan kembali ke Persia sesuai dengan Perjanjian Nasuh Pasha pada tahun 1612, wilayah yang telah ditaklukkan untuk sementara waktu dalam Perang Utsmaniyah–Safawi (1578–90). Perbatasan baru ditarik per garis yang sama seperti yang dikonfirmasi dalam Perdamaian Amasya tahun 1555.

a.       Hubungan dengan Maroko

Selama masa pemerintahannya penguasa Maroko adalah Mulay Zidan yang ayah dan pendahulunya Ahmad al-Mansur telah membayar upeti pengikut sebagai pengikut Ottoman sampai kematiannya. Perang saudara Saadi telah mengganggu upeti pengikut ini, tetapi Mulay Zidan mengusulkan untuk tunduk padanya untuk melindungi dirinya dari Aljazair, jadi dia kembali membayar upeti kepada Ottoman.

b.      Perang Ottoman-Safawi: 1604–1606

Perang Utsmaniyah–Safawi telah dimulai sesaat sebelum kematian ayah Ahmed, Mehmed III. Setelah naik tahta, Ahmed I menunjuk Cigalazade Yusuf Sinan Pasha sebagai komandan tentara timur. Tentara berbaris dari Konstantinopel pada tanggal 15 Juni 1604, yang sudah terlambat, dan saat tiba di front timur pada tanggal 8 November 1604, tentara Safawi telah merebut Yerevan dan memasuki Kars Eyalet, dan hanya dapat dihentikan di Akhaltsikhe. . Meskipun kondisinya menguntungkan, Sinan Pasha memutuskan untuk tinggal selama musim dingin di Van, tetapi kemudian berbaris ke Erzurum untuk menghentikan serangan Safawi yang masuk. Hal ini menyebabkan keresahan di dalam ketentaraan dan tahun itu praktis terbuang sia-sia bagi Ottoman.

Pada 1605, Sinan Pasha berbaris untuk merebut Tabriz, tetapi pasukannya dirusak oleh Köse Sefer Pasha, Beylerbey dari Erzurum, berbaris secara independen dari Sinan Pasha dan akibatnya ditawan oleh Safawi. Tentara Ottoman dialihkan ke Urmia dan harus melarikan diri terlebih dahulu ke Van dan kemudian ke Diyarbekir. Di sini, Sinan Pasha memicu pemberontakan dengan mengeksekusi Beylerbey of Aleppo, Canbulatoğlu Hüseyin Pasha, yang datang untuk memberikan bantuan, dengan dalih datang terlambat. Dia sendiri segera meninggal dan tentara Safawi mampu menangkap Ganja, Shirvan dan Shamakhi di Azerbaijan.

c.       Perang dengan Habsburg: 1604–1606

Perang Turki Panjang antara Ottoman dan monarki Habsburg telah berlangsung selama lebih dari satu dekade pada saat Ahmed naik tahta. Wazir Agung Malkoç Ali Pasha berbaris ke front barat dari Konstantinopel pada tanggal 3 Juni 1604 dan tiba di Beograd, tetapi meninggal di sana, jadi Sokolluzade Lala Mehmed Pasha diangkat sebagai Wazir Agung dan komandan tentara barat. Di bawah Mehmed Pasha, tentara barat merebut kembali Pest dan Vác, tetapi gagal merebut Esztergom karena pengepungan dicabut karena cuaca yang tidak menguntungkan dan keberatan dari tentara. Sementara itu, Pangeran Transylvania, Stephen Bocskay, yang memperjuangkan kemerdekaan wilayah tersebut dan sebelumnya mendukung Habsburg, mengirim utusan ke Porte untuk meminta bantuan. Atas janji bantuan, pasukannya juga bergabung dengan pasukan Ottoman di Beograd. Dengan bantuan ini, tentara Utsmaniyah mengepung Esztergom dan merebutnya pada tanggal 4 November 1605. Bocskai, dengan bantuan Utsmaniyah, merebut Nové Zámky (Uyvar) dan pasukan di bawah Tiryaki Hasan Pasha merebut Veszprém dan Palota. Sarhoş İbrahim Pasha, Beylerbey dari Nagykanizsa (Kanije), menyerang wilayah Istria di Austria.

Miniatur Ottoman Ahmed I.

Namun, dengan pemberontakan Jalali di Anatolia yang lebih berbahaya dari sebelumnya dan kekalahan di front timur, Mehmed Pasha dipanggil ke Konstantinopel. Mehmed Pasha tiba-tiba meninggal di sana, saat bersiap berangkat ke timur. Kuyucu Murad Pasha kemudian merundingkan Perdamaian Zsitvatorok, yang menghapus upeti 30.000 dukat yang dibayarkan oleh Austria dan menyebut kaisar Habsburg sebagai sederajat dengan sultan Ottoman. Pemberontakan Jalali merupakan faktor kuat dalam penerimaan persyaratan oleh Ottoman. Ini menandakan akhir pertumbuhan Ottoman di Eropa.

d.      Jalali memberontak

Kebencian atas perang dengan Habsburg dan pajak yang berat, bersama dengan lemahnya respons militer Ottoman, digabungkan untuk menjadikan pemerintahan Ahmed I sebagai puncak pemberontakan Jalali. Tavil Ahmed melancarkan pemberontakan segera setelah penobatan Ahmed I dan mengalahkan Nasuh Pasha dan Beylerbey dari Anatolia, Kecdehan Ali Pasha. Pada 1605, Tavil Ahmed ditawari posisi Beylerbey dari Shahrizor untuk menghentikan pemberontakannya, tetapi segera setelah itu dia melanjutkan untuk merebut Harput. Putranya, Mehmed, memperoleh jabatan gubernur Bagdad dengan firman palsu dan mengalahkan pasukan Nasuh Pasha yang dikirim untuk mengalahkannya.

Sementara itu, Canbulatoğlu Ali Pasha menyatukan pasukannya dengan Druze Sheikh Ma'noğlu Fahreddin untuk mengalahkan Amir Tripoli Seyfoğlu Yusuf. Dia melanjutkan untuk menguasai wilayah Adana, membentuk pasukan dan mengeluarkan koin. Pasukannya mengalahkan tentara Beylerbey of Aleppo yang baru diangkat, Hüseyin Pasha. Wazir Agung Boşnak Darwis Mehmed Pasha dieksekusi karena kelemahan yang dia tunjukkan melawan Jelalis. Dia digantikan oleh Kuyucu Murad Pasha, yang berbaris ke Suriah dengan pasukannya untuk mengalahkan 30.000 tentara pemberontak dengan susah payah, meskipun dengan hasil yang menentukan, pada tanggal 24 Oktober 1607. Sementara itu, dia berpura-pura memaafkan para pemberontak di Anatolia dan menunjuk Pemberontak Kalenderoğlu, yang aktif di Manisa dan Bursa, sebagai sanjakbey di Ankara. Baghdad direbut kembali pada 1607 juga. Canbulatoğlu Ali Pasha melarikan diri ke Konstantinopel dan meminta pengampunan dari Ahmed I, yang mengangkatnya ke Timișoara dan kemudian Beograd, tetapi kemudian mengeksekusinya karena kesalahan aturannya di sana. Sementara itu, Kalenderoğlu tidak diizinkan masuk kota oleh masyarakat Ankara dan memberontak lagi, hanya untuk ditumpas oleh pasukan Murad Pasha. Kalenderoğlu akhirnya melarikan diri ke Persia. Murad Pasha kemudian menekan beberapa pemberontakan kecil di Anatolia Tengah dan menekan kepala suku Jalali lainnya dengan mengundang mereka untuk bergabung dengan tentara.

Karena meluasnya kekerasan pemberontakan Jalali, sejumlah besar orang telah meninggalkan desa mereka dan banyak desa yang hancur. Beberapa panglima militer telah mengklaim desa-desa yang ditinggalkan ini sebagai milik mereka. Ini menghilangkan pendapatan pajak Porte dan pada tanggal 30 September 1609, Ahmed I mengeluarkan surat yang menjamin hak-hak penduduk desa. Dia kemudian bekerja pada pemukiman kembali desa-desa yang ditinggalkan.

e.       Perang Ottoman-Safawi: Perdamaian dan kelanjutan

Wazir Agung yang baru, Nasuh Pasha, tidak mau berperang dengan Safawi. Shah Safawi juga mengirim surat yang mengatakan bahwa dia bersedia menandatangani perjanjian damai, yang dengannya dia harus mengirim 200 muatan sutra setiap tahun ke Konstantinopel. Pada tanggal 20 November 1612, Perjanjian Nasuh Pasha ditandatangani, yang menyerahkan semua tanah yang telah diperoleh Kekaisaran Ottoman dalam perang tahun 1578–90 kembali ke Persia dan mengembalikan perbatasan tahun 1555.

Terjemahan dwibahasa Perancis-Turki dari 1604 Franco-Ottoman Capitulation antara Ahmed I dan Henry IV dari Perancis, diterbitkan oleh François Savary de Brèves pada tahun 1615

Namun, perdamaian berakhir pada 1615 ketika Shah tidak mengirimkan 200 muatan sutra. Pada tanggal 22 Mei 1615, Wazir Agung Öküz Mehmed Pasha ditugaskan untuk mengatur serangan ke Persia. Mehmed Pasha menunda serangan sampai tahun depan, sampai Safawi membuat persiapan dan menyerang Ganja. Pada April 1616, Mehmed Pasha meninggalkan Aleppo dengan pasukan besar dan berbaris ke Yerevan, di mana dia gagal merebut kota dan mundur ke Erzurum. Dia dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh Damat Halil Pasha. Halil Pasha pergi selama musim dingin ke Diyarbekir, sedangkan Khan dari Krimea, Canibek Giray, menyerang daerah Ganja, Nakhichevan dan Julfa.

f.        Kapitulasi dan perjanjian perdagangan

Ahmed I memperbarui perjanjian perdagangan dengan Inggris, Prancis, dan Venesia. Pada Juli 1612, perjanjian perdagangan pertama dengan Republik Belanda ditandatangani. Dia memperluas kapitulasi yang diberikan kepada Prancis, menetapkan bahwa pedagang dari Spanyol, Ragusa, Genoa, Ancona, dan Florence dapat berdagang di bawah bendera Prancis.

g.       Arsitek dan pengabdian kepada Islam

Ahmad I Balat di Masjid Nabawi, Menandai, Bab al-Taubah

Sultan Ahmed membangun Masjid Sultan Ahmed, karya besar arsitektur Ottoman, [menurut siapa?] di seberang Hagia Sophia. Sultan menghadiri pembukaan tanah dengan beliung emas untuk memulai pembangunan kompleks masjid. Sebuah insiden hampir pecah setelah sultan mengetahui bahwa Masjid Biru berisi jumlah menara yang sama dengan masjid agung Mekkah. Ahmed menjadi marah atas kesalahan ini dan menjadi menyesal sampai Syekh-ul-Islam merekomendasikan agar dia mendirikan menara lain di masjid agung Mekkah dan masalah itu diselesaikan.

Ahmed dengan senang hati terlibat dalam renovasi komprehensif kesebelas Ka'bah, yang baru saja rusak akibat banjir. Dia mengirim pengrajin dari Konstantinopel, dan talang air emas yang menahan hujan agar tidak terkumpul di atap Ka'bah berhasil diperbarui. Lagi-lagi pada era Sultan Ahmed jaring besi ditempatkan di dalam Sumur Zamzam di Mekah. Penempatan jaring ini sekitar tiga kaki di bawah permukaan air merupakan tanggapan terhadap orang gila yang melompat ke dalam sumur, membayangkan janji kematian heroik.

Masjid Sultan Ahmad

Di Madinah, kota nabi Islam Muhammad, sebuah mimbar baru yang terbuat dari marmer putih dan dikirim dari Istanbul tiba di masjid Muhammad dan menggantikan mimbar tua yang sudah usang. Diketahui juga bahwa Sultan Ahmed mendirikan dua masjid lagi di Uskudar di sisi Asia Istanbul; Namun, tak satu pun dari mereka yang selamat.

Sultan memiliki lambang yang diukir dengan jejak kaki Muhammad yang akan dia kenakan pada hari Jumat dan hari raya dan menggambarkan salah satu contoh kasih sayang yang paling signifikan kepada Muhammad dalam sejarah Ottoman. Terukir di dalam lambang adalah puisi yang dia buat:

“Seandainya aku bisa menanggung di atas kepalaku seperti sorbanku selamanya untukmu, Seandainya aku bisa membawanya sepanjang waktu, di kepalaku seperti mahkota, Jejak Nabi Muhammad, yang memiliki corak yang indah, Ahmed, pergilah pada, gosokkan wajahmu pada kaki mawar itu.”

3)      KARAKTER

Sultan Ahmed dikenal karena keahliannya dalam anggar, puisi, menunggang kuda, dan kefasihan dalam beberapa bahasa.

Ahmed adalah seorang penyair yang menulis sejumlah karya politik dan liris dengan nama Bahti. Ahmed melindungi para sarjana, ahli kaligrafi, dan orang-orang saleh. Oleh karena itu, dia memesan sebuah buku berjudul The Quintessence of Histories untuk dikerjakan oleh para ahli kaligrafi. Dia juga berusaha untuk menegakkan kesesuaian dengan hukum dan tradisi Islam, memulihkan peraturan lama yang melarang alkohol, dan dia berusaha untuk menegakkan kehadiran pada shalat Jumat dan membayar sedekah kepada orang miskin dengan cara yang benar.

4)      KEMATIAN

Kuil Ahmed I

Ahmed I meninggal karena tifus dan pendarahan lambung pada 22 November 1617 di Istana Topkapı, Istanbul. Ia dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed. Ia digantikan oleh adik tirinya Şehzade Mustafa sebagai Sultan Mustafa I. Kemudian tiga putra Ahmed naik tahta: Osman II (r. 1618–22), Murad IV (r. 1623–40) dan Ibrahim (r. 1640–48).

5)      KELUARGA

a.       PEMAISURI

Ahmed memiliki dua selir yang dikenal, ditambah beberapa selir yang tidak diketahui, ibu dari pangeran dan putri lainnya.

Permaisuri yang dikenal adalah:

 i.            Kosem Sultan. Favoritnya, Sultan Haseki dan mungkin istri sah, ibu dari banyak anaknya.

ii.            Mahfiruz Hatun. Juga disebut Mahfiruze, dia adalah selir pertamanya dan ibu dari anak sulung Osman II.

 

b.      PUTRA

Ahmed I memiliki setidaknya tiga belas putra:

 i.            Osman II (3 November 1604, Konstantinopel, Istana Topkapi – dibunuh oleh janisari, 20 Mei 1622, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), bersama Mahfiruz, Sultan Kekaisaran Ottoman;

ii.            Şehzade Mehmed (11 Maret 1605, Konstantinopel, Istana Topkapi – dibunuh oleh Osman II, 12 Januari 1621, Istanbul, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed) bersama Kösem;

iii.            Şehzade Orhan (1609, Konstantinopel – 1612, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed) – mungkin dengan Kösem.

iv.            Şehzade Cihangir (1609, Konstantinopel – 1609, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed).

v.            Şehzade Selim (27 Juni 1611, Konstantinopel – 27 Juli 1611, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed) - mungkin bersama Kösem.

vi.            Murad IV (27 Juli 1612, Konstantinopel – 8 Februari 1640, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), dengan Kösem, Sultan Kekaisaran Ottoman;

vii.            Şehzade Hasan (25 November 1612, Konstantinopel – 1615, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed).

viii.            Şehzade Bayezid (Desember 1612, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 27 Juli 1635, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), mungkin bersama Mahfiruz;

ix.            Şehzade Selim (1613?, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 27 Juli 1635, Konstantinopel, Istana Topkapi,[rujukan?] dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), mungkin bersama Kösem;

x.            Şehzade Süleyman (1613 ?, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 27 Juli 1635, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), mungkin bersama Kösem;

xi.            Şehzade Hüseyin (14 November 1614, Konstantinopel – 1617, Konstantinopel, Istana Topkapı, dimakamkan di Mausoleum Mehmed III, Masjid Hagia Sophia);

xii.            Şehzade Kasım (1614, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 17 Februari 1638, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), bersama Kösem;

xiii.            Ibrahim I (5 November 1615, Konstantinopel – dibunuh oleh janisari, 18 Agustus 1648, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Masjid Hagia Sophia), bersama Kösem, Sultan Kekaisaran Ottoman.

 

c.       PUTRI

Ahmed I memiliki setidaknya sepuluh anak perempuan:

 i.            Ayşe Sultan (1605 atau 1608, Konstantinopel – Mei 1657, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), dengan Kösem,

ii.            Fatma Sultan (1607, Konstantinopel – 1667, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), bersama Kösem;

iii.            Gevherhan Sultan (1605 atau 1608, Konstantinopel – c. 1660, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), dengan Kösem,

iv.            Hatice Sultan (Konstantinopel, 1608 – Konstantinopel, 1610, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed)

v.            Hanzade Sultan (1609, Konstantinopel – 21 September 1650, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ibrahim I, Masjid Hagia Sophia), bersama Kösem;

vi.            Esma Sultan (Konstantinopel, 1612 – Konstantinopel, 1612, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed)

vii.            Zahide Sultan (Konstantinopel, 1613 – Konstantinopel, 1620, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed)

viii.            Burnaz Atike Sultan (1614, Konstantinopel – 1674, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ibrahim I, Masjid Hagia Sophia), mungkin bersama Kösem;

ix.            Zeynep Sultan (Konstantinopel, 1617 – Konstantinopel, 1619, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed)

x.            Abide Sultan (Konstantinopel, 1618 – Konstantinopel, 1648), disebut juga Übeyde Sultan, menikah pada 1642 dengan Koca Musa Pasha.

 

·        Mustafa I

Mustafa I

مصطفى الأول

 

Sultan Mustafa I

Sultan Kekaisaran Ottoman ke-15

Periode Pertama

22 November 1617 – 26 Februari 1618

Pendahulu : Ahmad I

Penerus : Osman II

Periode Kedua

20 Mei 1622 – 10 September 1623

Pendahulu : Osman II

Penerus : Murad IV

Lahir : 1600. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 20 Januari 1639 (umur 38–39). Eski Saray, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul

Nama : Mustafa bin Mehmed

Dinasti : Ottoman

Ayah : Mehmed III

Ibu :  Halime Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Mustafa I (1592 – 20 Januari 1639) (bahasa Arab: مصطفى الأول) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1617 hingga 1618 dan dari 1622 hingga 1623.

Saudara Ahmed I (1603–17), Mustafa I dilaporkan menderita retardasi mental atau setidaknya mengidap penyakit saraf. Semasa pemerintahan saudaranya, ia dikurung di ruangan penjara selama 14 tahun.

Sejak ia memerintah, tampak jelas bagaimana tangan-tangan asing memainkan peran dalam penentuan, penetapan dan pemecatan para khalifah

Pada 1618 ia diturunkan dari tahta dan digantikan oleh Osman II (1618–22), tetapi setelah pembunuhan Osman II pada 1622 ia naik tahta kembali dan menjabatnya hingga dijatuhkan dan dipenjara oleh saudara Osman II, Murad IV (1623–40). Mustafa I meninggal 16 tahun kemudian.

1)      MASA MUDA

Mustafa lahir di Istana Manisa, sebagai adik tiri Sultan Ahmed I (1603–1617). Ibunya adalah Halime Sultan, seorang wanita Abkhazia.

Sultan Mustafa I

Sebelum tahun 1603, Sultan Utsmaniyah biasanya mengeksekusi saudara laki-lakinya segera setelah naik tahta, (ayah Mustafa, Mehmed III, telah mengeksekusi 19 saudara laki-lakinya sendiri). Tetapi ketika Ahmed I yang berusia tiga belas tahun dinobatkan pada tahun 1603, dia menyelamatkan nyawa Mustafa.

Salah satu faktor kelangsungan hidup Mustafa adalah pengaruh Kösem Sultan (permaisuri favorit Ahmad), yang mungkin ingin mendahului suksesi Sultan Osman II, putra sulung Ahmed dari selir lain. Jika Osman menjadi Sultan, kemungkinan besar dia akan mencoba mengeksekusi saudara tirinya, putra Ahmed dan Kösem. (Skenario ini kemudian menjadi kenyataan ketika Osman II mengeksekusi saudaranya Mehmed pada tahun 1621.) Namun, laporan duta besar asing menunjukkan bahwa Ahmed sebenarnya menyukai saudara laki-lakinya.

Sampai kematian Ahmed pada tahun 1617, Mustafa tinggal di Istana Lama, bersama ibunya, dan neneknya Safiye Sultan.

2)      PEMERINTAHAN PERTAMA (1617 - 1618)

Kematian Ahmed menimbulkan dilema yang belum pernah dialami oleh Kesultanan Utsmaniyah. Beberapa pangeran sekarang memenuhi syarat untuk Kesultanan, dan semuanya tinggal di Istana Topkapi. Faksi pengadilan yang dipimpin oleh Şeyhülislam Esad Efendi dan Sofu Mehmed Pasha (yang mewakili Wazir Agung ketika dia jauh dari Konstantinopel) memutuskan untuk menobatkan Mustafa alih-alih putra Ahmed, Osman. Sofu Mehmed berpendapat bahwa Osman terlalu muda untuk dinobatkan tanpa menimbulkan komentar buruk di kalangan masyarakat. Kepala Kasim Hitam Mustafa Agha keberatan, mengutip masalah mental Mustafa, tapi dia ditolak. Kebangkitan Mustafa menciptakan prinsip senioritas suksesi baru yang akan bertahan hingga akhir Kekaisaran. Ini adalah pertama kalinya seorang Sultan Ottoman digantikan oleh saudara laki-lakinya, bukan oleh putranya. Ibunya Halime Sultan menjadi Valide Sultan, sekaligus bupati, dan memegang kekuasaan besar. Karena kondisi mental Mustafa, dia bertindak sebagai wali dan menjalankan kekuasaan secara lebih langsung.

Sultan Mustafa I

Kontak sosial secara teratur diharapkan dapat meningkatkan kesehatan mental Mustafa, namun perilakunya tetap eksentrik. Dia melepas turban para wazirnya dan mencabut janggut mereka. Yang lain mengamati dia melempar koin ke burung dan ikan. Sejarawan Ottoman İbrahim Peçevi menulis "situasi ini dilihat oleh semua orang negara dan rakyat, dan mereka mengerti bahwa dia mengalami gangguan mental."

3)      DEPOSITION

Mustafa tidak pernah lebih dari alat kelompok istana di Istana Topkapi. Pada 1618, setelah aturan singkat, faksi istana lain menggulingkannya demi keponakan mudanya Osman II (1618–1622), dan Mustafa dikirim kembali ke Istana Lama. Konflik antara Janissari dan Osman II memberinya kesempatan kedua. Setelah pemberontakan Janissari menyebabkan deposisi dan pembunuhan Osman II pada tahun 1622, Mustafa dikembalikan ke tahta dan menahannya selama satu tahun lagi.

4)      DIDUGA KETIDAKSTABILAN MENTAL

Namun demikian, menurut Baki Tezcan, tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa Mustafa mengalami gangguan mental saat naik takhta. Mustafa "melakukan sejumlah perjalanan ke gudang senjata dan dermaga angkatan laut, memeriksa berbagai jenis senjata dan secara aktif tertarik pada pasokan amunisi tentara dan angkatan laut." Salah satu kiriman Baron de Sancy, duta besar Prancis, "menyarankan bahwa Mustafa tertarik untuk memimpin kampanye Safawi sendiri dan sedang memikirkan gagasan musim dingin di Konya untuk tujuan itu."

Apalagi, seorang pengamat kontemporer memberikan penjelasan tentang kudeta yang tidak menyebutkan ketidakmampuan Mustafa. Baron de Sancy menganggap deposisi tersebut sebagai konspirasi politik antara laksamana agung Ali Pasha dan Kepala Kasim Hitam Mustafa Agha, yang marah dengan pencopotan mantan dari jabatannya setelah aksesi Sultan Mustafa. Mereka mungkin menyebarkan desas-desus tentang ketidakstabilan mental sultan setelah kudeta untuk melegitimasinya.

5)      PEMERINTAHAN KEDUA

Sultan Mustafa I

Mustafa memulai pemerintahan keduanya dengan mengeksekusi semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Sultan Osman. Hoca Ömer Efendi, kepala pemberontak, kızlar Agha Suleiman Agha, wazir Dilaver Pasha, Kaim-makam Ahmed Pasha, defterdar Baki Pasha, segban-bashi Nasuh Agha, dan jenderal Janissari Ali Agha, adalah dieksekusi.

Julukan "Veli" (berarti "orang suci") digunakan untuk menyebut dia pada masa pemerintahannya.

Kondisi mentalnya tidak membaik, Mustafa adalah boneka yang dikendalikan oleh ibu dan saudara iparnya, wazir agung Kara Davud Pasha. Dia percaya bahwa Osman II masih hidup dan terlihat mencarinya di seluruh istana, mengetuk pintu dan berteriak kepada keponakannya untuk membebaskannya dari beban kedaulatan. "Kaisar saat ini bodoh" (menurut Duta Besar Inggris Sir Thomas Roe), dia dibandingkan dengan pendahulunya. Faktanya, itu adalah ibunya Halime Sultan, wakil penguasa de facto sebagai Sultan Valide dari Kekaisaran Ottoman.

6)      DEPOSISI DAN TAHUN-TAHUN TERAKHIR

Ketidakstabilan politik diakibatkan oleh konflik antara Janissari dan sipahi (kavaleri Ottoman), diikuti oleh pemberontakan Abaza, yang terjadi ketika gubernur jenderal Erzurum, Abaza Mehmed Pasha, memutuskan untuk berbaris di Istanbul untuk membalas pembunuhan Osman II. Rezim mencoba mengakhiri konflik dengan mengeksekusi Kara Davud Pasha, tetapi Abaza Mehmed melanjutkan serangannya. Ulama dan Kemankeş Kara Ali Pasha membujuk ibu Mustafa untuk mengizinkan deposisi putranya. Dia setuju, dengan syarat nyawa Mustafa diampuni.

Murad IV yang berusia 11 tahun, putra Ahmed I dan Kösem, dinobatkan pada 10 September 1623. Sebagai imbalan atas persetujuannya atas deposisinya, permintaan ibu Mustafa agar dia dibebaskan dari eksekusi dikabulkan. Mustafa dikirim bersama ibunya ke Istana Lama.

7)      KEMATIAN

Makam Sultan Mustafa I dan Sultan Ibrahim interior di makam halaman sultan di sisi Masjid Hagia Sofia, Istanbul, Turki, 5 September 2019.

Salah satu sumber menyatakan bahwa Mustafa dieksekusi atas perintah keponakannya, Sultan Murad IV pada tanggal 20 Januari 1639 untuk mengakhiri dinasti Ottoman dan mencegah pemberian kekuasaan kepada ibunya Kösem Sultan. Sumber lain menyatakan bahwa ia meninggal karena epilepsi yang disebabkan karena dipenjara selama 34 tahun dari 38 tahun hidupnya. Ia dimakamkan di halaman Haghia Sophia.

·        Osman II

Osman II

عثمان ثانى

 

Sultan Osman II

Sultan Utsmaniyah Ke-16


Berkuasa : 1618 – 20 Mei 1622

Pendahulu : Mustafa I

Penerus : Mustafa I

Nama : Şah Osman bin Ahmed han

Kelahiran : 3 November 1604. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Kematian : 20 Mei 1622. Benteng Yedikule, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Wangsa : Utsmaniyah

Ayah : Ahmad I

Ibu : Sultan Mahfirûze

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Osman II (Turki Utsmaniyah: عثمان ثانى 'Osmān-i sānī; bahasa Turki: II. Osman; 3 November 1604 – 20 Mei 1622), juga dikenal sebagai Osman Muda (bahasa Turki: Genç Osman), adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari 26 Februari 1618 sampai pembunuhannya pada 20 Mei 1622.

a.      MASA MUDA

Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1622, tahun pembunuhan massal Osman II.

Osman II lahir di Istana Topkapi, Konstantinopel, putra Sultan Ahmed I (1603–17) dan salah satu pendampingnya Mahfiruz Hatun. Menurut tradisi selanjutnya, di usia muda, ibunya sangat memperhatikan pendidikan Osman, sehingga Osman II menjadi seorang penyair terkenal dan diyakini telah menguasai banyak bahasa, termasuk bahasa Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Italia; meskipun hal ini telah dibantah. Osman lahir sebelas bulan setelah transisi ayahnya Ahmed ke tahta. Dia dilatih di istana. Menurut pengamat asing, dia adalah salah satu pangeran Ottoman yang paling berbudaya.

Osman II

Kegagalan Osman untuk merebut tahta atas kematian ayahnya Ahmed mungkin disebabkan oleh tidak adanya seorang ibu untuk melobi untuk mendukungnya; ibunya sendiri mungkin sudah meninggal atau diasingkan.

b.      MEMERINTAH

Penobatan Sultan Osman II

Osman II naik tahta pada usia 14 tahun sebagai akibat kudeta terhadap pamannya Mustafa I "yang tidak dapat diganggu gugat" (1617–1618, 1622–1623). Meskipun masih muda, Osman II segera berusaha untuk menegaskan dirinya sebagai penguasa, dan setelah mengamankan perbatasan timur kekaisaran dengan menandatangani perjanjian damai (Perjanjian Serav) dengan Safawi Persia, dia secara pribadi memimpin kampanye Ottoman melawan Polandia dan Raja Sigismund III selama Perang Magnat Moldavia. Dipaksa untuk menandatangani perjanjian damai yang memalukan dengan Polandia setelah Pertempuran Khotyn (Chocim) pada bulan September – Oktober 1621, Osman II pulang ke Konstantinopel dengan malu, menyalahkan kepengecutan Janissari dan ketidakcukupan negarawannya atas penghinaannya. Kelemahan mendasar dan luar biasa yang diderita Osman II adalah tidak adanya basis kekuatan perempuan yang mencolok di harem. Dari 1620 hingga kematian Osman, seorang pengasuh (daye hatun, menyala. perawat basah) ditunjuk sebagai pengganti valide, dan dia tidak dapat mengimbangi rencana ibu Mustafa I di Istana Lama. Meskipun dia memang memiliki kepala kasim kulit hitam yang setia di sisinya, ini tidak dapat mengimbangi ketidakhadiran dari apa yang dalam politik pada periode itu merupakan kombinasi pemenang, valide sultan-kepala kasim kulit hitam, terutama dalam kasus seorang muda dan sangat ambisius. penggaris. Menurut Piterberg, Osman II tidak memiliki sultan haseki, sebaliknya dengan Peirce yang mengklaim bahwa Ayşe adalah haseki Osman. Namun jelas bahwa Ayşe tidak dapat mengambil peran valide selama masa pemerintahan pasangannya.

Sultan Osman II

Pada musim gugur 1620, Özi Beylerbeyi İskender Pasha menyita surat rahasia yang dikirim oleh Pangeran Transylvania Bethlen Gabor ke Istanbul dan mengirimkannya ke Polandia, dan Osman juga menjadi veteran orang-orang di sekitarnya. Dia memutuskan untuk memulai ekspedisi Polandia. Melanjutkan persiapan untuk kampanye Polandia, baik dingin maupun kelaparan maupun duta besar Inggris John Eyre tidak dapat menghalangi Osman. Duta Besar Sigismund III, Raja Polandia, dibawa ke Istanbul meskipun cuaca sangat dingin. Janissari dan tentara tidak mau melakukan kampanye, terlepas dari kondisi mereka.

Osman Muda (Levni)

1)      MUSIM DINGIN YANG HEBAT TAHUN 1621

Menyusul pembunuhan Şehzade Mehmed pada 12 Januari 1621, salju lebat mulai turun di Istanbul. Orang-orang Istanbul secara drastis terpengaruh oleh hawa dingin, yang meningkatkan kekerasan lokal pada tanggal 24 Januari, lebih parah daripada pembunuhan di istana. Ini adalah bencana alam terbesar yang menyangkut ibu kota dalam pemerintahan singkat Osman selama empat tahun. Bostanzade Yahya Efendi, salah satu dari mereka yang selamat dari hawa dingin ini, menceritakan bahwa Tanduk Emas dan Bosphorus tertutup es pada akhir Januari-awal Februari: "Antara Üsküdar dan Beşiktaş, orang-orang berjalan-jalan dan pergi ke Üsküdar. Mereka datang dari Istanbul dengan berjalan kaki, dan tahun menjadi gala (kelaparan).

Osman II oleh Vigenere

Salju turun selama 15 hari, embun beku membeku karena hawa dingin yang parah, tetapi sungai terbuka antara Sarayburnu dan Üsküdar.[8] Untuk bencana alam ini, tiga puluh ribu membeku antara Üsküdar dan Istanbul dari hawa dingin," Haşimi Çelebi, "Jalan menjadi Üsküdar, Mediterania membeku seribu tiga puluh". Akibat ketidaknyamanan kapal Zahire, terjadi kelaparan total di Istanbul, dan 75 dirham roti melonjak menjadi satu akche, dan ek daging menjadi 15 akche.

Benteng Yedikule pada tahun 1685

c.       KEMATIAN

Deposisi Osman II oleh Jean Antoine Guer

Mencari penyeimbang pengaruh Janissari, Osman II menutup kedai kopi mereka (tempat berkumpulnya konspirasi melawan takhta) dan mulai berencana untuk membentuk pasukan baru dan lebih setia yang terdiri dari sekban Anatolia. Hasilnya adalah pemberontakan istana oleh Janissari, yang segera memenjarakan sultan muda Benteng Yedikule di Istanbul, tempat Osman II dicekik sampai mati. Setelah kematian Osman, telinganya dipotong dan diwakilkan kepada Halime Sultan dan Sultan Mustafa I untuk mengkonfirmasi kematiannya dan Mustafa tidak perlu lagi takut pada keponakannya. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Ottoman seorang sultan dieksekusi oleh Janissari.

Salah satu pintu masuk Benteng Yedikule di Istanbul modern

Bencana ini adalah salah satu topik yang paling banyak dibicarakan dalam sejarah Ottoman. Tanggal Hasanbegzade, Karaçelebizade, Solakzade, Peçevi, Müneccimbaşı dan Naima, dalam Fezleke of Katip Çelebi, dirinci dan beberapa di antaranya dinarasikan dalam gaya cerita.

d.      KELUARGA

1)      PEMAISURI

Osman II memiliki empat permaisuri:

§  Ayşe Sultan atau Ayşe Hatun. Tidak ada yang diketahui tentang dirinya kecuali namanya dan perannya yang kontroversial. Dia adalah Osman's haseki menurut Leslie Pierce, tapi bukan untuk sejarah lainnya seperti Pitemberg. Akhirnya, beberapa sejarawan mengidentifikasikannya dengan cucu perempuan Pertev Mehmed, dan karenanya sebagai wanita merdeka dan istri sah pertama Osman. Dia meninggal di Istana Tua pada tahun 1640.

§  Putri seorang peramal yang tidak disebutkan namanya, dan cucu dari Pertev Mehmed Pasha. Beberapa mengidentifikasinya dengan Ayşe Sultan/Hatun, namun identitasnya belum diketahui secara pasti. Pernikahan mereka, pada 7 Februari 1622, sangat kontroversial, bertentangan dengan tradisi seorang sultan yang menikahi seorang wanita muslim ottoman yang lahir bebas.

§  Meylişah Hatun, disebut juga Meleksima Hatun, Mehlikaya Hatun atau Mehlika Hatun. Sebelum memasuki harem dia adalah seorang budak dari Wazir Agung Kuyucu Murad Paşah. Favorit Osman, mungkin orang Rusia, dan ibu dari putra sulungnya, Şehzade Ömer. Menurut versi minor, setelah kematian Kuyucu Murad, dia dibebaskan dan diadopsi oleh kızları agasi, dan karena itu menjadi wanita bebas ketika dia bertemu Osman, yang kemudian menikahinya secara resmi untuk memilikinya. Dia adalah permaisuri yang paling dicintai dan berpengaruh, tetapi kehilangan kasih karunia setelah kematian putranya yang tidak disengaja. Dituduh atas kejadian tersebut oleh Osman yang berduka, yang tidak ingin melihatnya lagi, dia dikeluarkan dari pengadilan dan meninggal di pengasingan.

§  Akile Hatun, putri Şeyhülislam Hocazade Esad Efendi, dan istri sah keduanya.

 

2)      ANAK LAKI-LAKI

Osman II memiliki setidaknya dua putra:

§  Şehzade Ömer (20 Oktober 1621, Konstantinopel – 5 Februari 1622, Edirne. Dimakamkan bersama ayahnya di Masjid Biru) – bersama Meylişah Hatun. Itu dinamai untuk menghormati tutor Osman, Lala Hoca Ömer Efendi. Berita kelahirannya sampai ke ayahnya di Edirne, saat dia kembali dari Kampanye Polandia. Untuk merayakan acara tersebut, dia mengundang pengadilan untuk bergabung dengannya di sana, termasuk anak dengan ibunya, dan mengorganisir pesta yang mencakup pemeragaan pertempurannya di Polandia yang disaksikan Meylişah dan Ömer, tetapi selama peragaan ulang peluru nyasar mengenai bayi yang membunuhnya. Versi lain mengatakan bayi itu meninggal karena syok akibat suara senjata. Belakangan, beredar pula rumor bahwa sang pangeran sengaja dibunuh. Bagaimanapun, ibunya dituduh atas kejadian itu dan diasingkan.

§  Şehzade Mustafa (November 1622, Konstantinopel – 1623, Konstantinopel. Dimakamkan bersama ayahnya di Masjid Biru) - mungkin bersama Akile Hatun. Kembar Zeynep Sultan, lahir setelah pencopotan dan pembunuhan ayahnya, identitas ibunya tidak pasti. Mungkin dia dibunuh atas perintah Sultan Halime, yang bertindak sebagai bupati untuk putranya dan paman Osman, Sultan Mustafa I yang baru, sementara beberapa lainnya mengindikasikan dia meninggal karena sebab alamiah.

 

3)      PUTRI

Osman II memiliki setidaknya seorang putri:

Zeynep Sultan (November 1622 – c. 1623. Dimakamkan bersama ayahnya di Masjid Biru) - mungkin bersama Akile Hatun. Kembaran Şehzade Mustafa, lahir setelah pencopotan dan pembunuhan ayahnya, identitas ibunya tidak pasti. Dia meninggal saat baru lahir karena penyebab yang tidak diketahui.

·        Murad IV

Murad IV

مراد الرابع

 

Sultan Murad IV

Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-17

Pemerintahan : 10 September 1623 – 8 Februari 1640

Pendahulu : Mustafa I

Penerus : Ibrahim I

Lahir : 27 Juli 1612. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki)

Meninggal : 8 Februari 1640 (umur 27). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki).

Pemakaman : Sultan Ahmed, Masjid Istanbul

Pasangan :

1. Ayşe Sultan

2. Şemsişah Sultan

3. Sanaber Hatun

Nama : Şah Murad bin Ahmed Han

Dinasti : Ottoman utsmani

Ayah : Ahmad I

Ibu : Kösem Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Murad IV (Turki Utsmaniyah: مراد رابع, Murād-ı Rābiʿ; Turki: IV. Murad, 27 Juli 1612 – 8 Februari 1640) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1623 hingga 1640, yang dikenal karena memulihkan otoritas negara dan untuk kebrutalan metodenya. Murad IV lahir di Konstantinopel, putra Sultan Ahmed I (memerintah 1603–17) dan Kösem Sultan. Dia berkuasa melalui konspirasi istana ketika dia baru berusia 11 tahun, dan dia menggantikan pamannya Mustafa I (r. 1617–18, 1622–23). Sampai dia mengambil alih kekuasaan absolut pada 18 Mei 1632, kekaisaran diperintah oleh ibunya, Kösem Sultan, sebagai nāʾib-i salṭanat (bupati). Pemerintahannya paling menonjol selama Perang Utsmaniyah–Safawi, yang hasilnya akan membagi Kaukasus antara dua kekuatan Kekaisaran selama sekitar dua abad, sementara itu juga secara kasar meletakkan dasar bagi perbatasan Turki–Iran–Irak saat ini.

a.      MASA MUDA

Murad IV lahir pada 27 Juli 1612 dari pasangan Ahmed I (memerintah 1603 – 1617) dan permaisuri dan kemudian istrinya Kösem Sultan, seorang etnis Yunani. Setelah kematian ayahnya ketika dia berusia enam tahun, dia dikurung di Kafe bersama saudara laki-lakinya, Suleiman, Kasim, Bayezid dan Ibrahim.

Murad IV

Wazir Agung Kemankeş Ali Pasha dan Şeyhülislam Yahya Efendi digulingkan dari jabatannya. Keesokan harinya, anak berusia 6 tahun itu dibawa ke Mausoleum Eyüp Sultan. Pedang Nabi Muhammad dan Yavuz Sultan Selim diwariskan kepadanya. Lima hari kemudian dia disunat.

b.      MEMERINTAH

1)      PEMERINTAHAN AWAL (1623 - 1632)

Murad IV untuk waktu yang lama berada di bawah kendali kerabatnya dan selama tahun-tahun awalnya sebagai Sultan, ibunya, Kösem Sultan, pada dasarnya memerintah melalui dirinya. Pada periode ini, Kekaisaran Safawi menginvasi Irak, Anatolia Utara meletus dalam pemberontakan, dan pada 1631 Janissari menyerbu istana dan membunuh Wazir Agung, antara lain.

Murad IV in his young age

Pada usia 16 tahun 1628, saudara iparnya (suami saudara perempuannya Gevherhan Sultan, yang juga mantan gubernur Mesir), Kara Mustafa Pasha, dieksekusi karena tindakan yang diklaim "melawan hukum Tuhan".

Setelah kematian Wazir Agung Çerkes Mehmed Pasha pada musim dingin Tokat, Diyarbekir Beylerbeyi Hafez Ahmed Pasha menjadi wazir pada 8 Februari 1625.

Sultan Murad IV

Epidemi, yang dimulai pada musim panas 1625 dan disebut wabah Bayrampaşa, menyebar mengancam penduduk Istanbul. Rata-rata, seribu orang meninggal setiap hari. Orang-orang melarikan diri ke Okmeydanı untuk menghindari wabah. Situasinya lebih buruk di pedesaan di luar Istanbul.

2)      ATURAN ABSOLUT DAN KEBIJAKAN KEKAISARAN (1632 - 1640)

Murad IV melarang alkohol, tembakau, dan kopi di Konstantinopel. Dia memerintahkan eksekusi karena melanggar larangan ini. Dia memulihkan peraturan peradilan dengan hukuman yang sangat ketat, termasuk eksekusi; dia pernah mencekik seorang wazir agung dengan alasan pejabat itu memukuli ibu mertuanya.

Lukisan miniatur Ottoman yang menggambarkan Murad IV saat makan malam

3)      KEBAKARAN TAHUN 1633

Pada tanggal 2 September 1633, terjadi kebakaran Cibali yang menghanguskan seperlima kota. Api dimulai pada siang hari ketika sebuah caulker membakar semak-semak dan kapal itu menabrak dinding. Api, yang menyebar dari tiga cabang ke kota. Satu lengan diturunkan ke arah laut. Dia kembali dari Zeyrek dan berjalan ke Atpazan. Distrik terindah di Istanbul hancur, mulai dari Yeniodas, distrik Mollagürani, gerbang Fener hingga Sultanselim, Mesihpaşa, masjid Bali Pasha dan Lutfi Pasha, Istana Şahı buhan, Unkapanı hingga Atpazarı, rumah Bostanzade, dan Sofular Bazaar. Api yang berlangsung selama 30 jam itu baru padam setelah angin berhenti.

4)      PERANG MELAWAN SAFAWI IRAN

Pemerintahan Murad IV paling menonjol selama Perang Utsmaniyah–Safawi (1623–39) melawan Persia (sekarang Iran) di mana pasukan Utsmaniyah berhasil menaklukkan Azerbaijan, menduduki Tabriz, Hamadan, dan merebut Bagdad pada tahun 1638. Perjanjian Zuhab yang mengikuti perang umumnya menegaskan kembali perbatasan seperti yang disepakati oleh Perdamaian Amasya, dengan Georgia Timur, Azerbaijan, dan Dagestan tetap Persia, Georgia Barat tetap Ottoman. Mesopotamia hilang untuk Persia. Perbatasan yang ditetapkan sebagai akibat perang, kurang lebih sama dengan garis perbatasan antara Irak dan Iran saat ini.

Selama pengepungan Bagdad pada tahun 1638, kota itu bertahan selama empat puluh hari tetapi terpaksa menyerah.

Murad IV sendiri memimpin Tentara Ottoman di tahun-tahun terakhir perang.

5)      HUBUNGAN DENGAN KEKAISARAN MUGHAL

Saat berkemah di Baghdad, Murad IV diketahui pernah bertemu dengan duta besar Kaisar Mughal Shah Jahan, Mir Zarif dan Mir Baraka, yang mempersembahkan 1000 lembar kain bersulam halus dan bahkan baju besi. Murad IV memberi mereka senjata, pelana, dan Kaftan terbaik dan memerintahkan pasukannya untuk menemani Mughal ke pelabuhan Basra, tempat mereka berlayar ke Thatta dan akhirnya Surat.

c.       ARSITEKTUR

Murad IV menekankan arsitektur dan pada masanya banyak monumen didirikan. Kios Bagdad, dibangun pada 1635, dan Kios Revan, dibangun pada 1638 di Yerevan, keduanya dibangun dengan gaya lokal. Beberapa lainnya termasuk paviliun Kavak Sarayı; Masjid Meydanı; Pondok Darwis Bayram Pasha, Makam, Air Mancur, dan Sekolah Dasar; dan Masjid Şerafettin di Konya.

d.      MUSIK DAN PUISI

Murad IV menulis banyak puisi. Dia menggunakan nama pena "Muradi" untuk puisinya. Dia juga suka menguji orang dengan teka-teki. Suatu kali dia menulis teka-teki puitis dan mengumumkan bahwa siapa pun yang datang dengan jawaban yang benar akan mendapat hadiah yang besar. Cihadi Bey, seorang penyair dari Sekolah Enderun, memberikan jawaban yang benar dan dia dipromosikan.

Murad IV juga seorang komposer. Dia memiliki komposisi yang disebut "Uzzal Peshrev".

e.      KEMATIAN

Murad IV meninggal karena sirosis di Konstantinopel pada usia 27 tahun 1640.

Desas-desus beredar bahwa di ranjang kematiannya, Murad IV memerintahkan eksekusi saudara laki-lakinya yang cacat mental, Ibrahim (memerintah 1640–48), yang berarti akhir dari garis Ottoman. Namun, perintah itu tidak dilakukan.

f.        KELUARGA

Karena ketenaran ibunya Kösem Sultan pada masa pemerintahannya dan fakta bahwa semua putranya meninggal saat masih bayi, keluarga Murad IV tidak begitu dikenal.

Hanya tiga dari banyak selirnya yang diketahui dan dari tiga puluh dua anak yang menurut Evliya Çelebi dimiliki oleh Murad IV, lima belum diidentifikasi, dan nama enam lainnya masih belum diketahui.

Selain itu, tidak ada anak yang memiliki calon ibu tertentu.

1)      PEMAISURI

Dari sekian banyak selir yang dimilikinya, hanya tiga permaisuri Murad IV yang diketahui, ditambah beberapa yang diperdebatkan:

§  Ayşe Sultan. Haseki Pertama dari Murad IV dan satu-satunya yang gelarnya dikonfirmasi.

§  Şemsişah (Şemsperi) Sultan. Menurut L. Pierce, Murad IV memiliki Haseki kedua di tahun-tahun terakhir pemerintahannya. Identitas dan gelar selir ini masih diperdebatkan, tetapi beberapa telah mengusulkan Şemsişah sebagai kemungkinan identitas. Dia mulai dengan gaji 2.751 asper harian, tertinggi yang pernah tercatat untuk seorang selir, tetapi setelah tujuh bulan dikurangi menjadi 2.000 asper harian, setara dengan Ayşe Sultan. Dia menghilang dari catatan segera setelah kematian Murad IV.

§  Sanaber Hatun. Dia mendirikan sebuah badan amal di ibu kota pada tahun 1628. Karena ini membutuhkan kekayaan yang tinggi dan anak pertama Murad lahir pada tahun 1627, kemungkinan besar dia adalah selir pertamanya dan ibu dari setidaknya salah satu anak sulung Murad.

§  Şemsperi Hatun. (disengketakan)

§  Adik perempuan Emirgün (disengketakan). Kakaknya, gubernur Yerevan, akan menawarkannya kepada Murad IV untuk mendapatkan bantuannya. Karena cantik, sultan jatuh cinta padanya, tetapi kemudian meninggalkannya di Damaskus alih-alih membawanya ke ibu kota.

§  Rosana Sultan (keberadaannya diperdebatkan): menurut sumber, dia adalah favorit Murad IV, dan dia tinggi, pirang, dan sangat pucat. Dia memiliki temperamen yang buruk dan bahkan sultan pun takut padanya. Dia mengikutinya berperang pada tahun 1635, tetapi dikirim kembali ke Konstantinopel ketika Murad jatuh cinta dengan saudara perempuan Emirgün. Di ibu kota dia diterima dengan segala hormat, tetapi kecemburuan terhadap selir baru membuatnya mengeluarkan perintah kekaisaran untuk mengeksekusi saudara laki-laki Murad IV, yang membencinya. Ketika Murad kembali, salah satu saudara perempuannya mencoba menuduhnya, tetapi dia tidak percaya dan memukulnya dengan marah. Akhirnya ibunya Kösem Sultan berhasil menemukan bukti dan saksi melawan Rosana dan Murad IV menikamnya sendiri. Sejak saat itu, sultan bersumpah tidak akan pernah menyukai wanita lain. Meskipun kisah tersebut telah tersebar luas di sumber-sumber Eropa, sebagian besar sejarawan menganggapnya sebagai legenda romantis atau versi fiksi dan dramatis dari kisah Ayşe Sultan.

 

2)      ANAK LAKI-LAKI

Murad IV memiliki sedikitnya lima belas anak laki-laki, tetapi tidak satu pun dari mereka yang masih bayi dan semuanya meninggal sebelum ayah mereka (w. 1640):

§  Şehzade Ahmed (Konstantinopel, 21 Desember 1627 - Konstantinopel,).

§  Şehzade (Fülan) (Konstantinopel, Maret 1631 - Konstantinopel, Maret 1631). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Süleyman (Konstantinopel, Februari 1632 - Konstantinopel, 1632). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Mehmed (Konstantinopel, 8 Agustus 1633 - Konstantinopel,). Lahir di Paviliun Taman Kandilli, dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade (Fülan) (Konstantinopel, Februari 1634 - Konstantinopel, Maret 1634).

§  Şehzade (Fülan) (Konstantinopel, 10 Maret 1634 - Konstantinopel, Maret 1634).

§  Şehzade Alaeddin (Konstantinopel, 16 Agustus 1635 - Konstantinopel, 1637). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade (Fülan) (Izmit, 15 Mei 1638 - ?). Mungkin putra Sultan Ayşe, karena ia disebut sebagai putra "Haseki".

§  Şehzade Abdülhamid (Konstantinopel, - Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Selim (Konstantinopel, - Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Orhan (Konstantinopel, - Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Numan (Konstantinopel, - Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Hasan (Konstantinopel, - Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Mahmud (Konstantinopel, - Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Şehzade Osman (Konstantinopel, - Konstantinopel,?). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

 

3)      PUTRI

Murad IV memiliki setidaknya tiga belas anak perempuan. Tidak seperti saudara laki-laki mereka, setidaknya delapan dari mereka bertahan setidaknya sampai usia pernikahan:

§  Fülane Sultan (Konstantinopel, 1627 -). Dia menikah dengan Tüccarzade Mustafa Paşa pada tahun 1640.

§  Gevherhan Sultan (Konstantinopel, Februari 1630 -). Dia menikah dengan Haseki Mehmed Pasha.

§  Hanzade Sultan (Konstantinopel, 1631 - setelah 1675). Dia menikah dengan Nakkaş Mustafa Pasha dan menjadi janda pada tahun 1657.

§  Ismihan Sultan (Konstantinopel, 1632 - Konstantinopel, 1632). Disebut juga Esmihan Sultan.

§  Kaya Ismihan Sultan (Konstantinopel, 1633 - Konstantinopel, 1658). Dia menikah dengan Melek Ahmed Paşah dan dia meninggal saat melahirkan.

§  Rabia Sultan (Konstantinopel, - Konstantinopel, ). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Fatma Sultan (Konstantinopel, - Konstantinopel, ). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.

§  Ayşe Sultan (Konstantinopel, - ). Ia menikah dengan Malatuk Süleyman Paşa sebelum tahun 1655.

§  Hafsa Sultan (Konstantinopel, - ).

§  Fülane Sultan (Konstantinopel, - ). Dia menikah dengan Ammarzade Mehmed Paşah.

§  Safiye Sultan (Konstantinopel, setelah 1634 - Konstantinopel, 1680 atau setelahnya). Ia menikah dengan Sarı Abaza Hüseyin Paşah (saudara laki-laki atau anak dari Wazir Agung Siyavuş Paşah) pada tahun 1659. Ia memiliki tiga putra dan seorang putri: Sultanzade Abubekr Bey, Sultanzade Mehmed Remzi Paşah (meninggal 21 November 1719), Sultanzade Abdüllah Bey (lahir mati, setelah 1680) dan Rukiye Hanımsultan (1680 - Januari 1697). Dia meninggal untuk melahirkan Abdüllah.

§  Rukiye Sultan (Konstantinopel, 1640 - 1696/1703). Ia menikah dengan Şeytân Melek İbrâhîm Pasha dan menjadi janda pada tahun 1685. Ia memiliki dua putri: Fatma Hanımsultan (1677 - 1727) dan Ayşe Hanımsultan (1680 - 1717). Dia mungkin menikah lagi dengan Gürcü Mehmed Paşah atau Bıyıklı Mehmed Paşah pada tahun 1693. Dia dimakamkan di Masjid Şehzade.

§  Esma Sultan (-). Dia meninggal saat masih bayi.

 

·        Ibrahim I


Ibrahim I

إبراهيم الأول

 

Sultan Ibrahim I

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-18

Pemerintahan : 9 Februari 1640 – 8 Agustus 1648

Pendahulu : Murad IV

Penerus : Mehmed IV

Lahir : 5 November 1615. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki)

Meninggal : 18 Agustus 1648 (umur 32). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul

Pasangan :

1. Turhan Sultan

2. Saliha Dilasub Sultan

3. Muazez Sultan

4. Ayşe Sultan

5. Mahienver Sultan

6. Saçbağı Sultan

7. Şivekar Sultan

8. Humaşah Sultan

Anak :

1. Mehmed IV

2. Sulaiman II

3. Ahmad II

Nama : Ibrahim bin Ahmad

Dinasti : Ottoman Ustmani

Ayah : Ahmad I

Ibu : Kösem Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Ibrahim (/ˌɪbrəˈhiːm/; Turki Utsmaniyah: ابراهيم; Turki: İbrahim; 5 November 1615 – 18 Agustus 1648) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1640 hingga 1648. Ia lahir di Konstantinopel, putra Sultan Ahmed I dari Kösem Sultan , seorang etnis Yunani yang awalnya bernama Anastasia.

Dia dipanggil Ibrahim the Mad (Turki: Deli İbrahim) karena kondisi mental dan perilakunya. Namun, sejarawan Scott Rank mencatat bahwa lawan-lawannya menyebarkan desas-desus tentang kegilaan sultan, dan beberapa sejarawan menyatakan bahwa dia lebih tidak kompeten daripada gila.

a.      MASA MUDA

Sultan Ibrahim I

Ibrahim lahir pada tanggal 5 November 1615, putra Sultan Ahmed I dan Sultan Haseki-nya dan mungkin istri sahnya, Kösem Sultan. Ketika Ibrahim berusia 2 tahun, ayahnya tiba-tiba meninggal, dan paman Ibrahim Mustafa I menjadi sultan baru. Saat itu, Kösem Sultan dan anak-anaknya, termasuk Ibrahim muda, telah dikirim ke Istana Lama. Setelah suksesi saudaranya Murad IV, Ibrahim dikurung di Kafes, yang mempengaruhi kesehatannya. Saudara laki-laki Ibrahim lainnya Şehzade Bayezid, Şehzade Suleiman dan Şehzade Kasım telah dieksekusi atas perintah Sultan Murad IV, dan karena itu, Ibrahim khawatir dia akan berada di baris berikutnya. Namun, setelah kematian saudaranya, Ibrahim menjadi Sultan Kekaisaran Ottoman.

b.      MEMERINTAH

1)      PENCAPAIAN

Salah satu Sultan Ottoman yang paling terkenal, Ibrahim menghabiskan seluruh masa kecilnya di dalam kurungan dekat Kafe sebelum menggantikan saudaranya Murad IV (1623–40) pada tahun 1640. Dua saudara laki-laki mereka telah dieksekusi oleh Murad, dan Ibrahim tinggal di teror menjadi orang yang akan mati berikutnya. Nyawanya terselamatkan hanya dengan perantaraan Kösem Sultan, ibu dari Ibrahim dan Murad.

Sultan Ibrahim I

Setelah kematian Murad, Ibrahim menjadi satu-satunya pangeran dinasti yang masih hidup. Saat diminta oleh Wazir Agung Kemankeş Kara Mustafa Pasha untuk mengambil alih Kesultanan, Ibrahim curiga Murad masih hidup dan berencana untuk menjebaknya. Butuh gabungan persuasi dari Kösem dan Wazir Agung, dan pemeriksaan pribadi terhadap mayat saudara laki-lakinya, untuk membuat Ibrahim menerima tahta.

2)      AWAL TAHUN SEBAGAI SULTAN

Selama tahun-tahun awal pemerintahan Ibrahim, dia mundur dari politik dan semakin beralih ke haremnya untuk kenyamanan dan kesenangan. Selama kesultanannya, harem mencapai tingkat kemewahan baru dalam parfum, tekstil, dan perhiasan. Kecintaannya pada wanita dan bulu membuatnya memiliki ruangan yang seluruhnya dilapisi dengan lynx dan musang. Karena tergila-gila dengan bulu, orang Prancis menjulukinya "Le Fou de Fourrures". Kösem Sultan menjaga putranya dengan memberinya perawan yang dia beli secara pribadi dari pasar budak, serta wanita yang kelebihan berat badan, yang dia dambakan.

Penjelasan tentang pemerintahannya diberikan oleh Demetrius Cantemir. Dia menulis tentang Ibrahim:

 

“Seperti Murat yang sepenuhnya kecanduan anggur, begitu pula Ibrahim yang bernafsu. Mereka mengatakan dia menghabiskan seluruh waktunya dalam kenikmatan indria dan ketika alam kelelahan dengan pengulangan kenikmatan kelamin yang sering dia berusaha untuk memulihkannya dengan ramuan atau memerintahkan seorang perawan cantik yang kaya untuk dibawa kepadanya oleh ibunya, Grand Vezir, atau beberapa orang hebat lainnya. Dia menutupi dinding kamarnya dengan kacamata agar pertarungan cintanya tampak terjadi di beberapa tempat sekaligus. Dia memerintahkan bantalnya untuk diisi dengan bulu yang kaya sehingga tempat tidur yang dirancang untuk kesenangan Kekaisaran menjadi lebih berharga. Tidak, dia meletakkan kulit musang di bawahnya dengan harapan bahwa nafsunya akan terbakar jika kerja keras cintanya menjadi lebih sulit dengan lututnya yang bercahaya.”

 

Kara Mustafa Pasha tetap sebagai Wazir Agung selama empat tahun pertama pemerintahan Ibrahim, menjaga stabilitas Kekaisaran. Dengan perjanjian Szön (15 Maret 1642) ia memperbarui perdamaian dengan Austria dan pada tahun yang sama memulihkan Azov dari Cossack. Kara Mustafa juga menstabilkan mata uang dengan reformasi mata uang, berusaha menstabilkan ekonomi dengan survei tanah baru, mengurangi jumlah Janissari, menghapus anggota yang tidak berkontribusi dari daftar gaji negara, dan membatasi kekuasaan gubernur provinsi yang tidak patuh. Selama tahun-tahun ini, Ibrahim menunjukkan perhatian untuk memerintah kekaisaran dengan benar, seperti yang ditunjukkan dalam komunikasi tulisan tangannya dengan Wazir Agung. Kara Mustafa pada gilirannya menulis memo tentang urusan publik untuk melatih tuannya yang tidak berpengalaman. Balasan Ibrahim atas laporan Kara Mustafa menunjukkan bahwa dia sebenarnya mendapat pendidikan yang baik. Ibrahim sering bepergian dengan penyamaran, menginspeksi pasar Istanbul dan memerintahkan Wazir Agung untuk memperbaiki setiap masalah yang diamatinya.

3)      DEKADENSI DAN KRISIS

Ibrahim sering terganggu oleh sakit kepala berulang dan serangan kelemahan fisik, mungkin disebabkan oleh trauma di tahun-tahun awalnya. Karena dia adalah satu-satunya anggota laki-laki Dinasti Ottoman yang masih hidup, Ibrahim didorong oleh ibunya Kösem Sultan untuk mengalihkan perhatiannya dengan gadis-gadis harem dan segera menjadi ayah dari tiga calon sultan: Mehmed IV, Suleiman II dan Ahmed II. Gangguan harem memungkinkan Kösem Sultan untuk mendapatkan kekuasaan dan memerintah atas namanya, namun bahkan dia menjadi korban ketidaksukaan Sultan dan meninggalkan Istana Kekaisaran.

Ibrahim berada di bawah pengaruh berbagai orang yang tidak cocok, seperti nyonya harem kekaisaran Şekerpare Hatun dan penipu Cinci Hoca, yang berpura-pura menyembuhkan penyakit fisik Sultan. Yang terakhir, bersama sekutunya Silahdar Yusuf Agha dan Sultanzade Mehmed Pasha, memperkaya diri mereka sendiri dengan suap dan akhirnya merebut kekuasaan yang cukup untuk mengamankan eksekusi Wazir Agung Ḳara Muṣṭafā. Cinci Hoca menjadi Kadiasker (Hakim Tinggi) Anatolia, Yusuf Agha menjadi Kapudan Pasha (Laksamana Agung) dan Sultanzade Mehmed menjadi Wazir Agung.

Pada tahun 1644, bajak laut Malta menyita sebuah kapal yang membawa peziarah berstatus tinggi ke Mekah. Sejak para perompak berlabuh di Kreta, Kapudan Yusuf Pasha mendorong Ibrahim untuk menyerbu pulau itu. Ini memulai perang panjang dengan Venesia yang berlangsung selama 24 tahun — Kreta tidak akan sepenuhnya jatuh di bawah dominasi Ottoman sampai tahun 1669. Terlepas dari penurunan La Serenissima, kapal-kapal Venesia memenangkan kemenangan di seluruh Laut Aegea, merebut Tenedos (1646) dan memblokade Dardanella. Kapudan Yusuf menikmati kesuksesan sementara dalam menaklukkan Canea, memulai persaingan cemburu dengan Nevesinli Salih Pasha, Wazir Agung yang baru diangkat. Persaingan tersebut menyebabkan eksekusi Yusuf (Januari 1646) dan deposisi Wazir Agung (Desember 1645).

Dengan kroni-kroninya yang berkuasa, kecenderungan Ibrahim yang boros tidak terkendali. Dia mengangkat delapan selir ke posisi yang disukai haseki (permaisuri kerajaan), memberikan masing-masing kekayaan dan tanah. Setelah menikah secara resmi dengan selir Telli Haseki, dia memerintahkan istana Ibrahim Pasha untuk dilapisi dengan bulu musang dan diberikan kepadanya.

c.       DEPOSISI DAN EKSEKUSI

Ketidakpuasan massal disebabkan oleh blokade Venesia di Dardanella—yang menciptakan kelangkaan di ibu kota—dan pengenaan pajak yang tinggi selama perang ekonomi untuk membayar keinginan Ibrahim. Pada tahun 1647 Wazir Agung Salih Pasha, Kösem Sultan, dan şeyhülislam Abdürrahim Efendi gagal merencanakan untuk menggulingkan sultan dan menggantikannya dengan salah satu putranya. Salih Pasha dieksekusi, dan Kösem Sultan diasingkan dari harem.

Tahun berikutnya, Janissari dan anggota ulama memberontak. Pada tanggal 8 Agustus 1648, Wazir Agung Aḥmed Pasha yang korup dicekik dan dicabik-cabik oleh massa yang marah, mendapatkan julukan anumerta "Hezarpare" ("seribu keping"). Di hari yang sama, Ibrahim ditangkap dan dipenjarakan di Istana Topkapi. Kösem memberikan persetujuan atas kejatuhan putranya, dengan mengatakan, "Pada akhirnya dia tidak akan membiarkan Anda maupun saya hidup. Kami akan kehilangan kendali atas pemerintah. Seluruh masyarakat hancur. Segera singkirkan dia dari tahta."

Putra Ibrahim yang berusia enam tahun, Meḥmed, diangkat menjadi sultan. Wazir agung yang baru, Ṣofu Meḥmed Pasha, mengajukan petisi kepada syekh ul-Islam untuk fatwa yang menyetujui eksekusi Ibrahim. Itu dikabulkan, dengan pesan "jika ada dua khalifah, bunuh salah satunya". Kösem juga memberikan persetujuannya. Dua algojo dikirim; salah satunya adalah algojo kepala yang pernah bertugas di bawah Ibrahim.[16] Ketika algojo mendekat, dilaporkan bahwa kata-kata terakhir Ibrahim adalah: "Apakah tidak ada seorang pun di antara mereka yang telah memakan rotiku yang akan mengasihaniku dan melindungiku? Orang-orang kejam ini datang untuk membunuhku. Mercy! Mercy! Mercy! Mercy!" " Saat ibunya, Kösem Sultan, dan pejabat menyaksikan dari jendela istana, Ibrahim dicekik pada 18 Agustus 1648. Kematiannya adalah pembunuhan kedua dalam sejarah Kekaisaran Ottoman.

d.      KELUARGA

Selain delapan Haseki Sultannya (kasus pertama dan satu-satunya dari koeksistensi beberapa Haseki pada saat yang sama dan gejala hilangnya prestise dan eksklusivitas gelar yang dimulai di bawah Murad IV) ia memiliki sejumlah besar selir. , yang hanya beberapa yang diketahui. Namun, hanya Şivekar Sultan dan Hümaşah Sultan, yang juga menjadi istri sahnya, yang memiliki kekuatan atau pengaruh politik yang nyata atas sultan. Ibrahim sangat terkenal karena obsesi cintanya yang singkat namun intens, seringkali dengan wanita yang bukan bagian dari haremnya dan bahwa dia memiliki agen-agennya yang menjadi komandan di sekitar kota.

Anekdot lain yang terkait dengan haremnya adalah hasrat Ibrahim terhadap wanita gemuk, yang akan membuat Şivekar, yang disebut "wanita paling gemuk di Konstantinopel", menjadi favoritnya, dan kisah bahwa dia menenggelamkan 280 selir di haremnya karena rumor bahwa salah satu dari mereka memiliki hubungan terlarang dengan seorang pria, sebuah anekdot namun ditolak oleh beberapa sejarawan karena dibuat-buat atau dibesar-besarkan.

1)      PEMAISURI

Ibrahim I memiliki delapan Haseki Sultan, yang terakhir juga merupakan istri sahnya, ditambah sejumlah selir kecil yang diketahui dan tidak diketahui:

Semua Hasekis Ibrahim menerima 1.000 aspers sehari kecuali Sultan Saliha Dilaşub yang menerima 1.300 aspers sehari. Ibrahim menghadiahkan pendapatan Bolu, Hamid, Nicopolis Sanjaks, dan Syria Eyalet masing-masing kepada Saliha Dilaşub, Mahienver, Saçbağlı, dan Şivekar. Dia juga mencurahkan perbendaharaan Mesir kepada Sultan Saçbağlı dan Hümaşah, dan mempersembahkan Istana Ibrahim Pasha kepada Hümaşah. Permaisuri yang dikenalnya adalah:

§  Turhan Sultan, BaşHaseki (Haseki Pertama) dan ibu, Valide Sultan dan bupati Mehmed IV. Dia berasal dari Rusia dan nama aslinya adalah Nadya. Setelah putranya naik takhta, dia melindungi anak-anak Ibrahim yang tersisa dari eksekusi, yang mengakibatkan pengabaian Hukum Fraticide;

§  Saliha Dilaşub Sultan, juga disebut Aşub Sultan atau Aşube Sultan. Dia adalah Haseki dan ibu kedua dan Valide Sultan Suleiman II, dia adalah selir pertama Ibrahim. Dia berasal dari Serbia dan nama aslinya adalah Katarina;

§  Muazzez Sultan, Haseki ketiga, dan ibu dari Ahmed II. Dia mendahului putranya dan karena itu tidak pernah menjadi Valide Sultan;

§  Ayşe Sultan, Haseki keempat, dia dipanggil pada Januari 1645. Dia berasal dari Tatar;

§  Mahienver Sultan, Haseki kelima, dia disebutkan pertama kali pada 2 Mei 1646. Dia berasal dari Sirkasia;

§  Saçbağlı Sultan,[28] Haseki keenam, dia berasal dari Sirkasia dan nama aslinya adalah Leyla;

§  Şivekar Sultan, Haseki ketujuh, dia disebut "wanita paling gemuk di ibu kota" dan merupakan salah satu dari hanya dua pasangan Ibrahim yang aktif secara politik. Dia keturunan Armenia dan nama aslinya adalah Maria;

§  Hümaşah Sultan, satu-satunya istri sah Haseki Kedelapan dan Ibrahim, setelah pernikahan dia dijuluki Telli Haseki. Dia keturunan Georgia atau Sirkasia. Dia adalah satu dari hanya dua pasangan yang aktif secara politik. Bertahun-tahun setelah kematian Ibrahim, pada tahun 1672 dia menikah lagi dengan Kaymakam dari Konstantinopel, Ibrahim Paşah;

§  Zafire Hatun. Disebut juga Zarife Hatun. Selir Georgia Ibrahim saat dia masih Şehzade, dia hamil karena melanggar aturan harem. Kösem Sultan, ibu Ibrahim, menyerahkannya ke kızları agasi Sümbül Ağa untuk menenggelamkannya, tetapi pria itu menyembunyikannya di rumahnya, tempat dia melahirkan putranya. Setelah mengetahui hal ini, Kösem mengasingkan mereka ke Mesir, tetapi kapalnya diserang. Apakah anak itu diselamatkan dan dibawa ke Malta, tidak diketahui apa yang terjadi pada Zafire;

§  Hubyar Hatun. Salah satu selir Ibrahim menjadi tergila-gila untuk sementara waktu. Dia kemudian dibebaskan dan dinikahkan dengan Ibrahim Aga;

§  Şekerpare Hatun. Selir pertama dan kemudian musahibe (pendamping), bendahara dan nyonya rumah harem;

§  Sakizula Hatun. selir kecil;

§  Istri dari Wazir Agung Hezarpare Ahmed Paşah. Jatuh cinta padanya, Ibrahim memaksanya menceraikan suaminya. Sebagai imbalannya, baik Ahmed Paşah dan putranya menerima seorang putri Ibrahim sebagai istri, masing-masing Beyhan Sultan kecil, pada waktu satu tahun (menurut beberapa sumber dia kemudian dibesarkan oleh mantan istrinya), dan Safiye Sultan, sang tertua;

§  Putri Şeyhülislam Muid Ahmed Efendi. Menurut A.L. Castellan, Ibrahim meminta haremnya, tetapi ayahnya keberatan, sehingga sultan menculiknya dari pemandian, dan kemudian mengirimnya pulang setelah beberapa waktu.

 

2)      PUTRA

Ibrahim I memiliki setidaknya sepuluh putra:

§  Şehzade (Fülan) (Sebelum 1640, Konstantinopel -) - dengan Zafire Hatun. Dikandung saat Ibrahim masih Şehzade melanggar aturan harem, Kösem Sultan, ibu Ibrahim, memerintahkan agar ibu hamil itu ditenggelamkan. Dia diselamatkan dari kızları agasi dan melahirkan seorang putra, yang kemudian dikenal sebagai "bajingan kasim hitam". Setelah mengetahui hal ini, Kösem mengasingkan ketiganya ke Mesir, tetapi kapalnya diserang. Anak itu dibawa ke Malta, di mana dia dinyatakan sebagai "pangeran Ottoman". Dia kemudian menjadi Kristen dan berkhotbah dengan nama "Bapa Ottoman". Menurut duta besar Venesia, sejarah adalah salah satu faktor yang mendorong hubungan antara Kesultanan Utsmaniyah dan Republik Venesia yang Paling Tenang pada tahun 1645.

§  Mehmed IV (2 Januari 1642, Konstantinopel – 6 Januari 1693, Edirne) – bersama Turhan Sultan. Ia menjadi sultan pada usia enam tahun, setelah ayahnya digulingkan dan dibunuh.

§  Suleiman II (15 April 1642, Konstantinopel – 22 Juni 1691, Edirne) – dengan Aşub Sultan. Tiga bulan lebih muda dari Mehmed, oleh karena itu dia dikurung di Kafes hampir sepanjang hidupnya ketika saudara tirinya naik tahta. Dia akhirnya menjadi sultan setelah Mehmed IV.

§  Ahmed II (25 Februari 1643, Konstantinopel – 6 Februari 1695, Edirne) – bersama Muazzez Sultan. Dia menghabiskan sebagian besar hidupnya dikurung di Kafes. Ia menjadi sultan setelah Suleiman II.

§  Şehzade Murad (April 1643, Konstantinopel – 16 Januari 1644, Konstantinopel).

§  Şehzade Selim (19 Maret 1644, Konstantinopel – September 1669, Konstantinopel atau Edirne).

§  Şehzade Osman (Agustus 1644, Konstantinopel – 1646, Konstantinopel).

§  Şehzade Bayezid (1 Mei 1646, Konstantinopel – Agustus 1647, Konstantinopel).

§  Şehzade Cihangir (14 Desember 1646, Konstantinopel – 1 Desember 1648, Konstantinopel) - dengan Şivekar Sultan;

§  Şehzade Orhan (Oktober 1648, Konstantinopel – Januari 1650, Konstantinopel) – bersama Hümaşah Sultan.

Pada satu titik, Ibrahim sangat menyukai bayi laki-laki dari seorang budak wanita, sampai-sampai lebih memilih anak yang tidak berhubungan dengan putranya Mehmed. Turhan, ibu Mehmed, menjadi sangat cemburu dan melampiaskan amarahnya kepada Ibrahim, yang menjadi marah dan menarik Mehmed dari pelukan Turhan dan melemparkannya ke kolam. Mehmed akan tenggelam jika seorang pelayan tidak menyelamatkannya. Dia ditinggalkan dengan bekas luka permanen di dahinya.

3)      PUTRI

Ibrahim I memiliki setidaknya sembilan anak perempuan:

§  Safiye Sultan (1640, Konstantinopel -) - mungkin bersama Saliha Dilaşub Sultan. Dia menikah dengan Baki Bey, putra Wazir Agung Hezarpare Ahmed Paşah dari istri pertamanya.

§  Fatma Sultan (terakhir 1642, Konstantinopel –1657) - mungkin dengan Turhan Sultan. Pada tahun 1645 ia menikah dengan Musahip Silahdar Yusuf Paşah, yang dieksekusi pada tanggal 22 Januari 1646. Sebulan kemudian, ayahnya menikahkannya dengan Musahib Fazlı Paşa, yang diasingkan beberapa bulan setelahnya dan menceraikannya. Dia dimakamkan di masjid Yeni Valide. Turhan Sultan merawat makamnya.

§  Gevherhan Sultan (1642, Konstantinopel – 27 Oktober 1694, Edirne) - kemungkinan bersama Muazzez Sultan. Ia menikah pertama kali pada 23 November 1646 dengan Cafer Pasha, menikah kedua kalinya dengan Laksamana Armada dan wazir Çavușzade Mehmed Pasha (meninggal 1681), menikah ketiga pada 13 Januari 1692 dengan Helvacı Yusuf Pasha (meninggal 1714).

§  Beyhan Sultan (1645, Konstantinopel – 15 September 1700, dimakamkan di Mausoleum Süleyman I, Masjid Süleymaniye) - kemungkinan bersama Turhan Sultan. Dia menikah pertama kali pada tahun 1646 dengan Kücük Hasan Pasha, menikah kedua pada tahun 1647 dengan Wazir Agung Hezarpare Ahmed Pasha (dibunuh pada tahun 1648), menikah ketiga dengan Uzun Ibrahim Pasha (dieksekusi pada tahun 1683), menikah pada tahun 1689 dengan Bıyıklı Mustafa Pasha (meninggal tahun 1699).

§  Ayşe Sultan (1646, Konstantinopel – 1675, Kairo). Dia menikah tiga kali. Dia menikah dengan İbşir Mustafa Paşa pada tahun 1655 tetapi suaminya dieksekusi pada tahun yang sama. Dia kemudian menikah dengan Defterdar Ibrahim Paşah, gubernur Kairo, dan menjadi janda pada tahun 1664. Dia akhirnya menikah dengan sepupunya, gubernur Buda dan Kairo Sultanzade Canbuladzade Hüseyn Pasha, putra Fatma Sultan.

§  Atike Sultan (, Konstantinopel - 1665) - mungkin dengan Turhan Sultan. Menikah pertama kali pada tahun 1648 dengan Sarı Kenan Pasha (dieksekusi tahun 1659); menikah untuk kedua kalinya pada tahun 1659 dengan Boşnak İsmail Pasha (dibunuh pada tahun 1664), menikah ketiga kalinya pada tahun 1665 dengan Hadim Mehmed Pasha dan dia meninggal tidak lama kemudian.

§  Kaya Sultan (Konstantinopel - ). Dia menikah dengan Haydarağazade Mehmed Paşa pada tahun 1649, yang dieksekusi pada tahun 1661.

§  Ümmügülsüm Sultan (Konstantinopel - 1654), dia disebut juga Ümmi Sultan. Dia menikah pada 1654 dengan Abaza Ahmed Pasha (meninggal 1656). Dia meninggal segera setelah pernikahan.

§  Bican Sultan ( Konstantinopel -). Dia dilamar dengan Kuloğlu Musahip Mustafa Paşah, tetapi dia menolaknya (dia kemudian menikahi putri Mehmed IV, Hatice Sultan, pada tahun 1675). Dia kemudian menikah dengan Cerrah Kasım Paşah, pada Januari 1666.

 

·        Mehmed IV

Mehmed IV

محمد الرابع

 

Sultan Mehmed IV

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-19

Pemerintahan : 8 Agustus 1648 – 8 November 1687

Pendahulu : Ibrahim

Penerus : Suleiman II

Lahir : 2 Januari 1642. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 6 Januari 1693 (umur 51). Edirne, Kekaisaran Ottoman

Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Masjid Baru, Istanbul, Turki

Permaisuri : Emetullah Rabia Gülnuş Sultan & Afif Hatun

Nama : Mehmed bin Ibrahim

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Ibrahim

Ibu : Turhan Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Mehmed IV (Turki Utsmaniyah: محمد رابع, diromanisasi: Meḥmed-i rābi; bahasa Turki: IV. Mehmed; 2 Januari 1642 – 6 Januari 1693) juga dikenal sebagai Mehmed si Pemburu (bahasa Turki: Avcı Mehmed) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari 1648 hingga 1687. Dia naik takhta pada usia enam tahun setelah ayahnya digulingkan dalam kudeta. Mehmed kemudian menjadi sultan terlama kedua yang memerintah dalam sejarah Ottoman setelah Suleiman yang Agung. Sementara tahun-tahun awal dan terakhir pemerintahannya ditandai dengan kekalahan militer dan ketidakstabilan politik, selama tahun-tahun pertengahannya ia mengawasi kebangkitan kembali kekayaan kekaisaran yang terkait dengan era Köprülü. Mehmed IV dikenal oleh orang-orang sezaman sebagai penguasa yang sangat saleh, dan disebut sebagai gazi, atau "prajurit suci" karena perannya dalam banyak penaklukan yang dilakukan selama masa pemerintahannya yang panjang.

Di bawah pemerintahan Mehmed IV, kekaisaran mencapai puncak ekspansi teritorialnya di Eropa. Sejak usia muda dia mengembangkan minat dalam berburu, yang dia dikenal sebagai avcı (diterjemahkan sebagai "Pemburu"). Pada 1687, Mehmed digulingkan oleh tentara yang kecewa dengan jalannya Perang Liga Suci yang sedang berlangsung. Dia kemudian pensiun ke Edirne, di mana dia tinggal dan meninggal karena sebab alamiah pada tahun 1693.

a.      MASA MUDA

Kaisar muda Mehmed IV

Lahir di Istana Topkapi, Konstantinopel, pada tahun 1642, Mehmed adalah putra Sultan Ibrahim (1640–1648) dari Turhan Sultan, selir asal Rusia, dan cucu dari Kösem Sultan asal Yunani. Segera setelah kelahirannya, ayah dan ibunya bertengkar, dan Ibrahim sangat marah sehingga dia merenggut Mehmed dari pelukan ibunya dan membuang bayi itu ke dalam sebuah tangki air. Mehmed diselamatkan oleh para pelayan harem. Namun, ini membuat Mehmed memiliki bekas luka seumur hidup di kepalanya.

b.      MEMERINTAH

1)      PENCAPAIAN

Mehmed naik tahta pada tahun 1648 pada usia enam tahun, selama masa yang sangat tidak stabil untuk dinasti Ottoman. Pada tanggal 21 Oktober 1649, Mehmed bersama saudara laki-lakinya Suleiman dan Ahmed disunat.

Kösem Sultan, nenek dan bupati Mehmed, dicurigai mendukung para pemberontak dan merencanakan untuk meracuni sultan dan menggantikannya dengan adik tirinya, Suleiman. Akibatnya, Mehmed setuju untuk menandatangani surat kematian neneknya pada September 1651.

Kekaisaran menghadapi intrik istana serta pemberontakan di Anatolia, kekalahan angkatan laut Ottoman oleh Venesia di luar Dardanella, dan kekurangan makanan yang menyebabkan kerusuhan di Konstantinopel. Dalam keadaan seperti inilah ibu Mehmed memberikan Köprülü Mehmed Pasha kekuasaan eksekutif penuh sebagai Wazir Agung. Köprülü mulai menjabat pada 14 September 1656. Mehmed IV memimpin era Köprülü, periode yang sangat stabil dalam sejarah Utsmaniyah. Mehmed dikenal sebagai Avcı, "Pemburu", karena latihan di luar ruangan ini menyita sebagian besar waktunya.

2)      PERANG

Pengepungan Candia oleh tentara Ottoman

Pemerintahan Mehmed terkenal karena kebangkitan kekayaan Ottoman yang dipimpin oleh Wazir Agung Köprülü Mehmed dan putranya Fazıl Ahmed. Mereka merebut kembali kepulauan Aegean dari Venesia, dan Kreta, selama Perang Kreta (1645–1669). Mereka juga melakukan kampanye yang sukses melawan Transylvania (1660) dan Polandia (1670–1674). Ketika Mehmed IV menerima pengikut Petro Doroshenko, pemerintahan Ottoman meluas ke Podolia dan Tepi Kanan Ukraina. Peristiwa ini akan membawa Utsmaniyah ke dalam Perang Rusia-Turki (1676–1681). Wazir berikutnya, putra angkat Köprülü Mehmed Merzifonlu Kara Mustafa, memimpin kampanye melawan Rusia, mengepung Chyhyryn pada tahun 1678 dengan 70.000 orang. Dia selanjutnya mendukung pemberontakan Hongaria Imre Thököly tahun 1683 melawan pemerintahan Austria, menggiring pasukan besar melalui Hongaria dan mengepung Wina. Pada Pertempuran Wina di Dataran Tinggi Kahlenberg, Kesultanan Utsmaniyah menderita kekalahan telak oleh pasukan Polandia-Lituania yang terkenal dipimpin oleh Raja John III Sobieski (1674–1696), dan sekutunya, terutama tentara Kekaisaran.

Mehmed IV saat remaja, dalam prosesi dari Istanbul ke Edirne pada tahun 1657

Pada tahun 1672 dan 1673, sultan, yang memulai dua kampanye Polandia-Lituania dengan serdar-ı ekrem dan Wazir Agung Fazıl Ahmed Pasha, dan akuisisi Kastil Kamaniçi, kembali ke Edirne setelah penandatanganan Perjanjian Bucaş.

3)      KEBAKARAN TAHUN 1660

Kebakaran 4–5 Juli 1660 adalah kebakaran terburuk yang pernah dialami Istanbul hingga saat itu. Itu dimulai di Eminönü dan menyebar ke sebagian besar semenanjung bersejarah, membakar sebagian besar kota. Bahkan menara masjid Suleiman I dibakar. Dua pertiga dari Istanbul berubah menjadi abu dalam kobaran api, sebanyak empat puluh ribu orang tewas. Ribuan orang tewas dalam kelaparan dan wabah penyakit yang mengikuti kebakaran itu. Setelah kebakaran, dinasti tersebut mengusir orang Yahudi dari petak luas Istanbul, menyita sinagog dan rumah mereka sehingga Yeni Cami (Masjid Baru) dan Spice Bazaar (Pasar Mesir) dapat dibangun sebagai gantinya.

4)      PERANG TURKI HEBAT

Lukisan yang menggambarkan Pertempuran Wina tahun 1683 oleh Gonzales Franciscus Casteels.

Pada 12 September 1683, Austria dan sekutu Polandia-Lituania mereka di bawah Raja John III Sobieski memenangkan Pertempuran Wina dengan serangan sayap yang menghancurkan yang dipimpin oleh kavaleri Polandia Sobieski. Turki mundur ke Hongaria, namun ini hanyalah awal dari Perang Turki Besar, karena pasukan Liga Suci memulai kampanye sukses mereka untuk mendorong Utsmaniyah kembali ke Balkan.

5)      HIDUP DAN MATI NANTI

Kekaisaran Ottoman di bawah Mehmed IV. Daerah hijau muda adalah negara bawahan

Pada Mei 1675, putra Mehmed IV Mustafa II dan Ahmed III disunat dan putrinya Hatice Sultan menikah. Kekaisaran merayakannya dengan Festival Edirne Terkenal untuk menandai kesempatan itu. Silahdar Findikli Mehmed Aga menggambarkan Mehmed bertubuh sedang, gempal, berkulit putih, berwajah terbakar matahari, dengan janggut jarang, condong ke depan dari pinggang ke atas karena sering bersepeda.

1680 menyaksikan satu-satunya rajam yang diketahui sampai mati terhadap seorang wanita yang dihukum karena perzinahan di Ottoman Istanbul. Wanita yang tidak disebutkan namanya itu dilempari batu sampai mati di Hippodrome Istanbul setelah diduga ditangkap sendirian dengan seorang pria Yahudi, melanggar hukum Ottoman yang melarang hubungan seksual antara pria Kristen atau Yahudi dan wanita Muslim. Mehmed IV menyaksikan eksekusi ganda: dia menawarkan pria itu masuk Islam untuk menghindari hukuman rajam sampai mati (sebagai gantinya dia dipenggal).

Pengepungan pasukan Kristen bersatu di Buda, 1686, oleh Frans Geffels

Setelah Pertempuran Mohács kedua (1687), Kesultanan Utsmaniyah mengalami krisis yang parah. Terjadi pemberontakan di antara pasukan Ottoman. Komandan dan Wazir Agung, Sarı Süleyman Pasha, menjadi takut bahwa dia akan dibunuh oleh pasukannya sendiri dan melarikan diri dari komandonya, pertama ke Beograd dan kemudian ke Istanbul. Saat berita kekalahan dan pemberontakan tiba di Istanbul pada awal September, Abaza Siyavuş Pasha diangkat sebagai komandan dan segera setelah itu sebagai Wazir Agung. Namun, sebelum dia dapat mengambil alih komandonya, seluruh Tentara Utsmaniyah telah bubar dan pasukan rumah tangga Utsmaniyah (Janisari dan sipahi) mulai kembali ke markas mereka di Istanbul di bawah perwira berpangkat rendah mereka sendiri. Sarı Suleiman Pasha dieksekusi, dan Sultan Mehmed IV mengangkat komandan Selat Istanbul, Köprülü Fazıl Mustafa Pasha, sebagai bupati Wazir Agung di Istanbul. Fazıl Mustafa berkonsultasi dengan para pemimpin tentara yang ada dan negarawan Utsmani terkemuka lainnya.

Setelah itu, pada 8 November 1687, diputuskan untuk menggulingkan Sultan Mehmed IV dan menobatkan saudaranya Suleiman II sebagai Sultan baru. Mehmed digulingkan oleh pasukan gabungan Janissari dan Sekban yang dipimpin oleh Osman Pasha. Mehmed kemudian dipenjarakan di Istana Topkapi. Namun, dia diizinkan meninggalkan Istana dari waktu ke waktu, karena dia meninggal di Istana Edirne pada tahun 1693. Dia dimakamkan di makam Sultan Turhan, dekat masjid ibunya di Konstantinopel. Pada tahun 1691, beberapa tahun sebelum kematiannya, sebuah plot ditemukan di mana ulama senior kekaisaran berencana untuk mengembalikan Mehmed ke atas takhta sebagai tanggapan atas kesehatan yang buruk dan kematian penggantinya, Suleiman II yang akan segera terjadi.

Gadis harem favorit Mehmed adalah Gülnuş Sultan, seorang gadis budak dan kemudian istrinya. Dia ditawan di Rethymno (Resmo Turki) di pulau Kreta. Kedua putra mereka, Mustafa II dan Ahmed III, masing-masing menjadi Sultan Ottoman selama 1695–1703 dan 1703–1730.

c.       KELUARGA

1)      PEMAISURI

Mehmed IV memiliki Sultan Haseki dan beberapa selir sekunder. Namun, kurangnya informasi tentang mereka (kecuali Haseki-nya) dan jumlah anak yang relatif sedikit telah menimbulkan kontroversi mengenai keberadaan beberapa dari mereka yang sebenarnya. Permaisuri Mehmed IV yang dikenal adalah:

§  Emetullah Rabia Gülnuş Sultan. Berasal dari Yunani, nama aslinya adalah Evmania Voria. Dia adalah selir pertama Mehmed IV dan yang paling dicintai, Haseki dan ibu dari dua sultan. Dia menjadi sangat terkenal karena banyak perjalanannya, pertama menemani sultan dan kemudian kedua putranya kemanapun mereka pergi. Masjid Yeni Valide dibangun untuk menghormatinya oleh putranya Ahmed III.

§  Afif Hatun. Juga disebut Afife Kadın, dia adalah favorit kedua Mehmed dan seorang penyair wanita. Selama periode pengurungan di Eski Saray setelah deposisi Mehmed IV, dia menulis syair yang didedikasikan untuk rasa sakitnya dan Gülnuş, yang "berteriak sampai paru-parunya sakit", sementara Mehmed, di kamarnya, menangis karena tidak ada. mampu menghiburnya. Mehmed mendedikasikan beberapa puisi untuknya juga.[14]

§  Gulnar Hatun. Juga disebut Gülnar Kadın. Keberadaannya kontroversial, dengan beberapa sejarawan berspekulasi bahwa dia mungkin adalah Gülnuş sendiri, yang namanya salah eja oleh beberapa orang.

§  Nevruz Hatun. Juga dikenal sebagai Nevruz Kadın, dia mendirikan sebuah sekolah di lingkungan Süleymaniye.

§  Güneş Hatun. Keberadaannya kontroversial, dengan beberapa sejarawan berspekulasi bahwa dia mungkin adalah Gülnuş sendiri, yang namanya salah eja oleh beberapa orang.

§  Gulbeyaz Hatun. Ibu dari seorang putri, menurut kronik dia dibunuh karena cemburu oleh Gülnuş, yang melemparkannya dari tebing, atau membunuhnya dengan cara dicekik. Keberadaannya kontroversial.

§  Hatice Hatun. Dia dibunuh oleh "Güneş Hatun" (Gülnuş sendiri menurut beberapa sejarawan). Keberadaannya kontroversial.

§  Cihanşah Hatun.

§  Dürriye Hatun.

§  Kaniye Hatun.

§  Rukiye Hatun.

§  Siyavuş Hatun.

§  Rabia Hatun. Juga disebut Rabia Kadin. Keberadaan yang tidak pasti, dia adalah seorang penyair. Bisa jadi nama samaran Afife Hatun.

 

2)      PUTRA

Mehmed IV memiliki setidaknya empat putra:

§  Mustafa II (6 Februari 1664 atau 5 Juni 1664 – 30 Desember 1703) – putra dari Gülnuş Sultan. Sultan ke-22 Kekaisaran Ottoman.

§  Ahmed III (31 Desember 1673 – 1 Juli 1736) – putra dari Gülnuş Sultan. Ia lahir di Rumania, sultan pertama yang dilahirkan oleh Turki sejak masa Suleiman I. Sultan ke-23 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Bayezid (15 Desember 1678 – 18 Januari 1679, dimakamkan di Mausoleum Sultan Mustafa I, Hagia Sophia)

§  Şehzade Süleyman (13 Februari 1681 - sebelum 1691).

 

3)      PUTRI

Mehmed IV memiliki setidaknya tujuh anak perempuan:

§  Hatice Sultan (1660 – 5 Juli 1743), putri dari Gülnuş Sultan, Dia menikah dua kali dan dia memiliki lima putra dan seorang putri.

§  Ayşe Sultan (1673 - 1676) - putri dari Gülnuş Sultan. Dijuluki Küçük Sultan, yang berarti "putri kecil". Pada usia sekitar dua tahun dia dijodohkan dengan Kara Mustafa Paşah, namun bayi perempuan tersebut meninggal tak lama kemudian dan pernikahan tersebut tidak pernah terjadi.

§  Fatma Emetullah Sultan (antara 1676 dan 1680 – 13 Desember 1700) - putri dari Gülnuş Sultan. Dia menikah dua kali dan dia memiliki dua anak perempuan.

§  Ümmügülsüm Sultan (antara 1676 dan 1689 - 1720 atau sebelumnya) - putri dari Gülnuş Sultan. Disebut juga Ümmi Sultan atau Gülsüm Sultan. Dia adalah keponakan favorit pamannya Ahmed II, yang setelah deposisi ayahnya memperlakukannya sebagai putrinya, sedemikian rupa sehingga dia menahannya di pengadilan bersamanya, tidak seperti saudara perempuannya. Dia menikah sekali dan memiliki tiga anak perempuan. Dia meninggal sebelum berusia empat puluh tahun dan dimakamkan di Masjid Yeni Cami.

§  Fülane Sultan (1668 - ). Ia menikah dengan Kasım Mustafa Paşah, gubernur Edirne, pada tahun 1687.

§  Fülane Sultan ( - ) - diduga putri dengan Gülbeyaz Hatun.

§  Gevherhan Sultan (-). Disebut juga Gevher Sultan.

 

·        Suleiman II

Suleiman II

سليمان الثاني

 

Sultan Suleiman II

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-20

Pemerintahan : 8 November 1687 – 22 Juni 1691

Pendahulu : Mehmed IV

Penerus : Ahmed II

Lahir : 15 April 1642. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 22 Juni 1691 (umur 49). Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Masjid Süleymaniye, Istanbul, Turki

Nama : Sulaiman bin Ibrahim

Dinasti : Ottoman

Ayah : Ibrahim

Ibu : Saliha Dilaşub Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Suleiman II (15 April 1642 – 22 Juni 1691) (Turki Utsmaniyah: سليمان ثانى Süleymān-i sānī) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1687 hingga 1691. Setelah naik takhta oleh pemberontakan bersenjata, Suleiman dan wazir agungnya Fazıl Mustafa Pasha berhasil mengubah gelombang Perang Liga Suci, merebut kembali Beograd pada tahun 1690, serta melakukan reformasi fiskal dan militer yang signifikan.

a.      MASA MUDA

Suleiman II lahir pada tanggal 15 April 1642 di Istana Topkapı di Konstantinopel, putra Sultan Ibrahim dan Sultan Aşub, seorang wanita Serbia yang awalnya bernama Katarina. Suleiman hanya 3 bulan lebih muda dari saudara tirinya Mehmed IV, yang lahir pada tanggal 2 Januari 1642. Setelah deposisi dan eksekusi ayahnya pada tahun 1648, saudara tiri Suleiman, Mehmed, naik tahta. Pada tanggal 21 Oktober 1649, Suleiman bersama saudara laki-lakinya Mehmed dan Ahmed disunat.

Pada tahun 1651, Suleiman dikurung di Kafes, sebuah penjara mewah bagi para pangeran kerajaan di dalam Istana Topkapı. Hal itu dilakukan untuk menghindari pemberontakan. Dia tinggal di sana selama 36 tahun sampai dia naik tahta pada tahun 1687.

b.      MEMERINTAH

Sesaat sebelum naik tahta, Kesultanan Utsmaniyah mengalami kekalahan besar pada Pertempuran Mohács kedua pada tahun 1687. Pada tahun 1688, Suleiman II meminta bantuan Kaisar Mughal Aurangzeb untuk melawan pasukan Austria yang bergerak cepat, selama Perang Utsmaniyah–Habsburg, tetapi kebanyakan Pasukan Mughal terlibat dalam Perang Deccan dan Aurangzeb mengabaikan permintaan Suleiman untuk memberikan bantuan formal kepada sekutu Ottoman mereka yang putus asa.

Larangan alkohol sebelumnya (yang dilanggar secara terbuka di Istanbul dan Galata) didorong di bawah Suleiman, di mana dia berhasil menghancurkan beberapa toko alkohol, tetapi ini hanya menyebabkan pemiliknya membawa lebih banyak alkohol.

Suleiman II menunjuk Köprülü Fazıl Mustafa Pasha sebagai Wazir Agungnya pada tahun 1689, yang mengarah pada penaklukan kembali Beograd pada tahun 1690. Belakangan, ancaman dari Kekaisaran Rusia diperbarui ketika mereka bergabung dalam aliansi dengan kekuatan Eropa lainnya, sementara Utsmaniyah telah kehilangan kekuasaan. dukungan dari pengikut Krimea mereka, yang dipaksa untuk mempertahankan diri dari beberapa invasi Rusia. Di bawah kepemimpinan Köprülü, Kesultanan Utsmaniyah menghentikan gerak maju Austria ke Serbia dan menumpas pemberontakan di Makedonia dan Bulgaria sampai Köprülü terbunuh dalam Pertempuran Slankamen oleh pasukan Austria.

c.       KELUARGA

Suleiman II mengangkat enam selir yang diketahui ke pangkat permaisuri, dengan gelar Kadin, digunakan untuk pertama kalinya sebagai gelar daripada pangkat.

Dia memberi mereka berbagai permata dan benda berharga milik Muazzez Sultan, salah satu Sultan Haseki ayahnya. Hadiah ini diminta ketika Ahmed II, putra Muazzez, menggantikan Suleiman II di atas takhta.

Permaisuri Suleiman II yang dikenal adalah:

1)       Hatice Kadin. BaşKadin (permaisuri pertama).

2)       Behzad Kadin. Dia menerima bros dan cincin berlian milik Muazzez Sultan.

3)       Süğlün Kadın. Dia menerima sepasang anting-anting mutiara, sepasang berlian dan satu set liontin dengan 83 mutiara.

4)       Şehsuvar Kadın. Dia menerima mangkuk wudhu bertatahkan mutiara dan sepasang anting-anting.

5)       Zeyneb Kadin. Dia menerima perhiasan sebagai hadiah pada tahun 1691.

6)       İvaz Kadın. Dia menerima perhiasan sebagai hadiah pada tahun 1691.

Meski memiliki enam selir, Suleiman II tetap tidak memiliki anak. Tidak diketahui apakah ini karena kemandulannya, kurangnya minat seksual, atau kondisi kesehatannya yang genting, yang memaksanya terbaring di tempat tidur selama paruh terakhir masa pemerintahannya yang singkat.

d.      KEMATIAN

Suleiman II mengalami koma dan kemudian dibawa ke Edirne pada tanggal 8 Juni 1691. Ia meninggal pada tanggal 22 Juni 1691 dan jenazahnya dimakamkan di makam Suleiman yang Agung di Masjid Süleymaniye di Istanbul. Saudaranya Ahmed menggantikannya sebagai Sultan.

·        Ahmed II

Ahmed III

أحمد الثالث

 

Sultan Ahmed II

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-21

Pemerintahan : 22 Agustus 1703 – 20 September 1730

Pendahulu : Mustafa II

Penerus : Mahmud I

Lahir : 30 Desember 1673. Hacıoğlu Pazarcık, Kekaisaran Ottoman (sekarang Dobrich, Bulgaria)

Meninggal : 1 Juli 1736 (umur 62). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki)

Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Istanbul

Permaisuri : Mihrişah Kadın & Şermi Kadın

Nama : Ahmad bin Mehmed

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Mehmed IV

Ibu : Gülnuş Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :


 

Ahmed II (Turki Utsmaniyah: احمد ثانی Aḥmed-i sānī) (25 Februari 1643 – 6 Februari 1695) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah.

a.      MASA MUDA

Ahmed II lahir pada tanggal 25 Februari 1643 atau 1 Agustus 1642, putra dari Sultan Ibrahim dan Muazzez Sultan. Pada tanggal 21 Oktober 1649, Ahmed, bersama saudara laki-lakinya Mehmed dan Suleiman disunat. Selama masa pemerintahan kakak laki-lakinya, Ahmed dipenjarakan di Kafes, dan dia tinggal di sana selama hampir 43 tahun.

b.      MEMERINTAH

Selama masa pemerintahannya, Ahmed II mencurahkan sebagian besar perhatiannya pada perang melawan Habsburg dan terkait dengan kebijakan luar negeri, masalah pemerintahan dan ekonomi. Dari jumlah tersebut, yang paling penting adalah reformasi pajak dan pengenalan sistem pertanian pajak seumur hidup (malikâne). Menyusul pemulihan Beograd di bawah pendahulunya, Suleiman II, perbatasan militer mencapai jalan buntu yang sulit di Danube, dengan Habsburg tidak lagi dapat maju ke selatan, dan Ottoman mencoba, akhirnya tidak berhasil, untuk mendapatkan kembali inisiatif di utara itu.

Ahmed III di Darbar Kekaisaran Istana Topkapi.

Di antara fitur terpenting dari pemerintahan Ahmed adalah ketergantungannya pada Köprülüzade Fazıl Mustafa Pasha. Setelah naik takhta, Ahmed II mengukuhkan Fazıl Mustafa Pasha di kantornya sebagai wazir agung. Menjabat sejak 1689, Fazıl Mustafa Pasha berasal dari keluarga wazir agung Köprülü, dan seperti kebanyakan pendahulunya Köprülü di kantor yang sama, adalah seorang administrator dan komandan militer yang cakap. Seperti ayahnya Köprülü Mehmed Pasha (wazir agung, 1656–61) sebelum dia, Fazıl Mustafa Pasha memerintahkan pemecatan dan eksekusi puluhan pejabat negara yang korup dari rezim sebelumnya dan menggantikan mereka dengan orang-orang yang setia kepada dirinya sendiri. Dia merombak sistem pajak dengan menyesuaikannya dengan kemampuan pembayar pajak yang terkena dampak perang terakhir. Dia juga mereformasi mobilisasi pasukan dan meningkatkan kumpulan wajib militer yang tersedia untuk tentara dengan menyusun anggota suku di Balkan dan Anatolia. Pada bulan Oktober 1690, Fazıl Mustafa Pasha merebut kembali Beograd, benteng utama yang menguasai pertemuan sungai Danube dan Sava; di tangan Ottoman sejak 1521, benteng tersebut telah ditaklukkan oleh Habsburg pada tahun 1688.

 

Kemenangan Fazıl Mustafa Pasha di Beograd adalah pencapaian militer besar yang memberikan harapan kepada Utsmaniyah bahwa bencana militer pada tahun 1680-an—yang telah menyebabkan hilangnya Hongaria dan Transilvania, kerajaan bawahan Utsmaniyah yang diperintah oleh pangeran Hongaria yang pro-Istanbul—dapat dibalikkan . Namun, kesuksesan Ottoman terbukti tidak bertahan lama. Pada tanggal 19 Agustus 1691, Fazıl Mustafa Pasha menderita kekalahan telak di Pertempuran Slankamen di tangan Louis William, panglima tertinggi Habsburg di Hongaria, yang dijuluki "Türkenlouis" (Louis si Turki) atas kemenangannya melawan Ottoman. Dalam konfrontasi tersebut, yang diakui oleh orang-orang sezaman sebagai "pertempuran paling berdarah abad ini", Ottoman menderita kerugian besar: 20.000 orang, termasuk wazir agung. Bersamanya, sultan kehilangan komandan militernya yang paling cakap dan anggota terakhir dari keluarga Köprülü, yang selama setengah abad sebelumnya berperan penting dalam memperkuat militer Utsmaniyah.

Di bawah penerus Fazıl Mustafa Pasha, Ottoman mengalami kekalahan lebih lanjut. Pada bulan Juni 1692, Habsburg menaklukkan Oradea, kursi gubernur Ottoman (beylerbeyi) sejak 1660. Pada 1694, mereka berusaha merebut kembali Oradea, tetapi tidak berhasil. Pada 12 Januari 1695, mereka menyerahkan benteng Gyula, pusat sanjak Utsmaniyah (subprovinsi) sejak 1566. Dengan jatuhnya Gyula, satu-satunya wilayah yang masih berada di tangan Utsmaniyah di Hongaria adalah di sebelah timur Sungai Tisza dan di sebelah timur Sungai Tisza. selatan sungai Maros, dengan pusatnya di Timișoara. Tiga minggu kemudian, pada 6 Februari 1695, Ahmed II meninggal di Istana Edirne.

c.       KELUARGA

1)      PEMAISURI

Ahmed II memiliki dua permaisuri yang dikenal:

§  Rabia Sultan (meninggal Istana Eski, Istanbul, 14 Januari 1712, dimakamkan di Mausoleum Suleiman I, Masjid Süleymaniye). permaisuri Ahmed II yang paling dicintai dan sultan haseki terakhir dari Kekaisaran Ottoman;

§  Şayeste Hatun (meninggal tahun 1710, Istana Eski, Istanbul). Selir kedua Ahmed II, mungkin ibu dari putri-putrinya yang lain.

 

2)      PUTRA

Ahmed II memiliki dua putra:

§  Şehzade İbrahim (Istana Edirne, Edirne, 6 Oktober 1692 – Istana Topkapi, Istanbul, 4 Mei 1714, dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Hagia Sophia), dengan Rabia Sultan, saudara kembar Selim, menjadi putra mahkota pada 22 Agustus 1703 sampai kematiannya;

§  Şehzade Selim (Istana Edirne, Edirne, 6 Oktober 1692 – Istana Edirne, Edirne, 15 Mei 1693, dimakamkan di Mausoleum Sultan Mustafa, Hagia Sophia), bersama Rabia Sultan, saudara kembar Ibrahim.

 

3)      PUTRI

Ahmed II kemungkinan besar memiliki tiga anak perempuan:

§  Asiye Sultan (Istana Edirne, Edirne, 23 Oktober 1694 – Istana Eski, Bayezid, Istanbul, 9 Desember 1695, dimakamkan di Mausoleum Suleiman I, Masjid Süleymaniye), bersama Rabia Sultan;

§  Atike Sultan (lahir 24 Oktober 1694). Keberadaannya kontroversial. Karena nama yang mirip dan tanggal lahir yang hampir sama, beberapa sejarawan percaya bahwa dia mungkin adalah Asiye sendiri, yang kelahirannya salah dicatat oleh beberapa orang atau bahwa Atike adalah nama kedua Asiye. Jika dia benar-benar putri yang berbeda, dia mungkin putri Şayeste Hatun.

§  Hatice Sultan, mungkin dengan Şayeste Hatun.

Selain putrinya, Ahmed II sangat dekat dengan keponakannya Ümmügülsüm Sultan, putri dari saudara tirinya Mehmed IV, sedemikian rupa sehingga dia memperlakukannya seolah-olah dia adalah putrinya sendiri.

·        Mustafa II

Mustafa II

مصطفى الثاني

 

Sultan Mustafa II

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-22

Pemerintahan : 6 Februari 1695 – 22 Agustus 1703

Pendahulu : Ahmad II

Penerus : Ahmad III

Lahir : 6 Februari 1664. Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 29 Desember 1703 (umur 39). Istana Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman

Makam : Turhan Sultan, Masjid Baru, Istanbul

Permaisuri :

1. Saliha Kadin

2. Şehsuvar Kadin

3. Afife Kadin

Nama : Mustafa bin Mehmed

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Mehmed IV

Ibu : Gülnuş Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

 

Mustafa II (bahasa Turki Utsmani: مصطفى ثانى Muṣṭafā-yi sānī; 6 Februari 1664 – 28 Desember 1703) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1695 hingga 1703. Ia adalah putra sultan Mehmet IV (1648–87) dan turun tahta demi kepentingan saudaranya Ahmed III (1703–30) pada 1703.

a.      MASA MUDA

Ia lahir di Istana Edirne pada tanggal 6 Februari 1664. Ia adalah putra Sultan Mehmed IV (1648–87) dan Gülnuş Sultan, aslinya bernama Evmenia, yang merupakan keturunan Kreta Yunani. Mustafa II turun tahta demi saudaranya Ahmed III (1703–30) pada 1703.

Mustafa II mengenakan baju besi lengkap

Lahir di Edirne, masa kecil Mustafa berlalu di sini. Saat berada di Mora Yenişehiri bersama ayahnya pada tahun 1669, dia mengambil pelajaran pertama dari Mehmed Efendi pada upacara bed-i besinele. Guru menulisnya adalah ahli kaligrafi terkenal Hafiz Osman. Pada 1675, dia dan saudara laki-lakinya Ahmed disunat dan saudara perempuannya Hatice Sultan dan Fatma Sultan menikah. Perayaan itu berlangsung selama 20 hari.

b.      MEMERINTAH

1)      PERANG TURKI HEBAT

Selama masa pemerintahannya, Perang Besar Turki yang dimulai pada tahun 1683 masih berlangsung. Setelah kegagalan Pengepungan Wina kedua (1683), Liga Suci merebut sebagian besar wilayah Kekaisaran di Eropa. Tentara Habsburg datang sejauh ini Niš, Serbia modern, sebelum didorong kembali melintasi Danube pada tahun 1690. Sultan Mustafa II bertekad untuk merebut kembali wilayah yang hilang di Hongaria dan oleh karena itu dia secara pribadi memimpin pasukannya.

2)      PENANGKAPAN CHIOS

Pertama, angkatan laut Utsmaniyah merebut kembali pulau Chios setelah mengalahkan Armada Venesia dua kali, dalam Pertempuran Kepulauan Oinousses (1695) dan dalam Pertempuran Chios (1695), pada Februari 1695. Pada Juni 1695, Mustafa II meninggalkan Edirne menuju kampanye militer pertamanya melawan Kekaisaran Habsburg. Pada September 1695 kota Lipova direbut. Pada tanggal 18 September 1695, Angkatan Laut Venesia kembali dikalahkan dalam kemenangan angkatan laut di Zeytinburnu. Beberapa hari kemudian tentara Habsburg dikalahkan di Pertempuran Lugos. Setelah itu Tentara Ottoman kembali ke ibu kota. Sementara itu, benteng Ottoman di Azov berhasil dipertahankan dari pengepungan pasukan Rusia.


   

Pertempuran Zenta

Saat Mustafa berusaha mewujudkan pikirannya dengan cepat, pulau Chios, yang sebelumnya jatuh ke tangan Venesia, direbut kembali saat itu, Tatar Krimea Shahbaz Giray memasuki wilayah Polandia dan melanjutkan ke Lemberg, dan kembali dengan banyak tawanan dan barang rampasan. Ada laporan bahwa Venesia dipengaruhi oleh pasukan Ottoman di front Herzegovina di Peloponnese. Terutama pemulihan Chios dianggap menguntungkan dan dirayakan dengan pesta besar di Edirne. Sementara itu, tip dari warga dibagikan kepada warga setempat.

3)      PERANG HASBURG

Pada April 1696 Mustafa II meninggalkan Edirne untuk kampanye militer keduanya melawan Kekaisaran Habsburg. Pada Agustus 1696, Rusia mengepung Azov untuk kedua kalinya dan merebut benteng tersebut. Pada Agustus 1696 pasukan Ottoman mengalahkan tentara Habsburg di Pertempuran Ulas dan di Pertempuran Cenei. Setelah kemenangan ini, pasukan Ottoman merebut Timișoara dan Koca Cafer Pasha ditunjuk sebagai pelindung Beograd. Setelah itu tentara kembali ke ibukota Ottoman.

Pada Juni 1697 Mustafa II meninggalkan ibu kota dalam kampanye militer ketiganya melawan Kekaisaran Habsburg. Namun, Tentara Ottoman mengalami kekalahan dalam Pertempuran Zenta dan Wazir Agung Elmas Mehmed Pasha tewas dalam pertempuran tersebut. Setelah itu Ottoman menandatangani perjanjian dengan Liga Suci.

Peristiwa paling traumatis dari pemerintahannya adalah hilangnya Hongaria oleh Perjanjian Karlowitz pada tahun 1699.

Namun, bahkan jika kekuatan Utsmaniyah tampaknya menyusut di satu sisi kekaisaran, ini tidak berarti bahwa upaya ekspansi Utsmaniyah terhenti. Pada tahun 1700, misalnya, Wazir Agung Amcazade Hüseyin membual kepada suku bandel yang tinggal di rawa-rawa dekat Bagdad bahwa mereka harus mematuhi aturan sultan, karena cengkeramannya meluas bahkan ke benteng berawa mereka. Wazir Agung menambahkan bahwa Mustafa II adalah "Penguasa Air dan Lumpur".

Di akhir masa pemerintahannya, Mustafa II berusaha mengembalikan kekuasaan ke Kesultanan, yang telah menjadi posisi yang semakin simbolis sejak pertengahan abad ke-17, ketika Mehmed IV menandatangani kekuasaan eksekutifnya kepada Wazir Agung. Strategi Mustafa II adalah menciptakan basis kekuatan alternatif untuk dirinya sendiri dengan menjadikan posisi timar, pasukan kavaleri Ottoman, turun-temurun dan dengan demikian setia kepadanya. Timar, bagaimanapun, pada titik ini semakin menjadi bagian usang dari mesin militer Ottoman.

4)      DEPOSITION

Strategi tersebut gagal, pasukan yang tidak terpengaruh yang terikat pada kampanye Georgia memberontak di ibu kota (disebut "peristiwa Edirne" oleh para sejarawan), dan Mustafa digulingkan pada 22 Agustus 1703.

c.       KARAKTER

Didefinisikan sebagai janggut merah, leher pendek, tinggi sedang dan megah. Mustafa II memiliki miniatur buatan Levni. Setelah 1699, seperti ayahnya, dia tertarik pada berburu dan hiburan, terlibat dalam sastra dan menulis puisi dengan nama samaran. Keingintahuan sultan yang bergaris ala Celi, Nesih dan Sulus ini adalah memanah. Silahdar Findiklili Mehmed Agha yang ditugaskan untuk menulis sejarah masanya. Dia menggambarkan pemerintahan Mustafa dalam bukunya Nusretname.

d.      KELUARGA

Dengan munculnya Mustafa II, gelar "Haseki Sultan" dihapuskan secara definitif, untuk digantikan secara permanen oleh "Kadın" (permaisuri kekaisaran) yang kurang bergengsi dan tidak eksklusif. Mustafa II juga menciptakan kelas selir baru, "Ikbal": pangkatnya lebih rendah dari Kadın dalam hierarki harem, mereka awalnya dipanggil dengan gelar normal "Hatun" (wanita), kemudian diubah menjadi, superior , dari "Hanim" (wanita).

Beberapa selir dan permaisuri menikah setelah deposisi atas perintah sultan baru, saudaranya Ahmed III.

1)      PEMAISURI

Mustafa II memiliki setidaknya sepuluh permaisuri:

§  Alicenab Kadın (meninggal 20 April 1699, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis). BaşKadin (permaisuri kekaisaran pertama) sampai kematiannya.

§  Afife Kadın (c. 1682 - Konstantinopel, setelah 1718). Juga disebut Hafife, Hafiten, Hafize atau Hafsa dalam sejarah Eropa, dia adalah permaisuri Mustafa yang paling dicintai, sentimen berbalas, bahkan jika mereka tidak pernah menikah secara resmi. Dia memasuki harem ketika dia berusia sepuluh tahun dan kemudian menjadi salah satu permaisuri Mustafa. Pada tahun 1696 dia melahirkan seorang putri, yang identitasnya tidak diketahui secara pasti, meskipun dia pasti salah satu dari tiga putri tertua Mustafa. Dia kemudian menjadi ibu dari lima dari delapan putra Mustafa, tetapi sayangnya, tidak seperti putrinya, mereka semua meninggal saat masih bayi. Setelah deposisi Mustafa II, dia dipaksa menikah lagi dengan Sultan Ahmed III yang baru, adik Mustafa, meskipun ibu dari seorang putri yang masih hidup: dia memilih Reis ül-Küttab Ebubekir Efendi, orang yang telah mempersembahkannya untuk yang pertama waktu untuk Mustafa, karena dia tahu dia tidak akan pernah menyentuhnya, dan dia hidup dalam penyesalan dan berkabung atas kehilangan Mustafa sampai kematiannya, yang terjadi setidaknya lima belas tahun kemudian.

§  Saliha Kadın (meninggal 21 September 1739, Istana Tırnakçı, Istanbul, dimakamkan di Makam Sultan Turhan, Masjid Baru). Dia adalah Valide Sultan Mahmud I.

§  Şehsuvar Kadın (meninggal 27 April 1756, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Masjid Nuruosmaniye). Dia adalah Valide Sultan Osman III.

§  Bahtiyar Kadin. Salah satu selir pertamanya.

§  Ivaz Kadin. Disebutkan sebagai Kadin dalam dokumen tertanggal 1696/1697, dia mungkin setidaknya ibu dari salah satu putri sulung Mustafa.

§  Hatice Kadin. Sebelum menjadi permaisuri, dia adalah wanita harem berpangkat tinggi yang sedang menunggu.

§  Hüsnüşah Kadın. Dia meninggal pada 1 Januari 1700.

§  Şahin Fatma Hatun, lalu Hanim. BaşIkbal (pertama ikbal). Setelah deposisi Mustafa dia dikeluarkan dari harem dan menikah atas perintah Ahmed III.

§  Hanife Hatun, lalu Hanim. Setelah deposisi Mustafa dia dikeluarkan dari harem dan menikah atas perintah Ahmed III. Dari suami barunya dia memiliki seorang putra bernama Ibrahim dan seorang putri.

 

2)      PUTRA

Mustafa II memiliki setidaknya delapan putra, termasuk lima putra yang meninggal saat masih bayi dengan Afife Kadın:

§  Mahmud I (2 Agustus 1696 – 13 Desember 1754) - bersama Saliha Kadin. Sultan ke-24 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Mehmed (27 November 1698 – 3 Juni 1703, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di makam Sultan Turhan, Masjid Baru) - bersama Afife Kadın. Dia adalah putra kesayangan Mustafa II, yang kematiannya sangat besar.

§  Osman III (2 Januari 1699 – 30 Oktober 1757) - dengan Şehsuvar Kadin. Sultan ke-25 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Hasan (28 Maret 1699 – 25 Mei 1733). Dia menjadi pewaris takhta pada tahun 1730 dan menghabiskan sebagian besar hidupnya dikurung di Kandang, di mana dia akhirnya meninggal.

§  Şehzade Hüseyn (16 Mei 1699 – 19 September 1700, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Baru) - bersama Afife Kadın.

§  Şehzade Selim (16 Mei 1700 – 8 Juni 1702, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Turhan Sultan's Turbe New Mosque) - bersama Afife Kadın.

§  Şehzade Ahmed (3 Maret 1702 – 7 September 1703, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis) - bersama Afife Kadın.

§  Şehzade Suleyman (25 Desember 1697 – 25 Desember 1697, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Turbe Turbe Sultan Turbe Baru) - bersama Afife Kadın. kelahiran mati

 

3)      PUTRI

§  Ayşe Sultan (30 April 1696 – 26 September 1752, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Dijuluki "yang tertua" untuk membedakannya dari sepupunya Ayşe Sultan "yang lebih muda", putri Ahmed III. Dia menikah tiga kali, tetapi tidak memiliki anak.

§  Emine Sultan (1 September 1696 –1739, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Dia menikah empat kali, tetapi tidak memiliki anak.

§  Safiye Sultan (13 Oktober 1696 – 15 Mei 1778, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Dia menikah empat kali dan memiliki tiga putra dan putri.

§  Hatice Sultan (15 Maret 1698 - sebelum 1703, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis).

§  Rukiye Sultan (13 November 1698 – 28 Maret 1699, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis).

§  Rukiye Ismihan Sultan (setelah April 1699 - 24 Desember 1703, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Ayahnya menjanjikannya sebagai istri Maktülzade Ali Paşah, tetapi bayi perempuan itu meninggal sebelum bisa merayakan pernikahan.

§  Fatma Sultan (8 Oktober 1699 – 20 Mei 1700, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru).

§  Ümmügülsüm Sultan (10 Juni 1700 – 2 Mei 1701, Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis).

§  Emetullah Sultan (22 Juni 1701 – 19 April 1727, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru) - bersama Şehsuvar Kadın. Juga disebut Ümmetullah Sultan atau Heybetullah Sultan. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putri.

§  Zeynep Sultan (10 Juni 1703 – 18 Desember 1705, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru).

§  Atike Sultan ( - ). Dia meninggal saat masih bayi.

§  Esma Sultan (-). Dia meninggal saat masih bayi.

 

e.      KEMATIAN

Setelah sultan baru kembali ke Istanbul, setelah Yayasan Edirne dan pejabat negara. Mustafa dan pangerannya dibawa ke Istanbul di Istana Topkapi, mereka dikurung di Kafe. Kehidupan kandang Mustafa berlangsung selama empat bulan. Ia meninggal karena kesedihan atau sebab yang tidak diketahui pada tanggal 29 Desember 1703. Ia dimakamkan di samping neneknya, Turhan Hatice Sultan, di Masjid Baru, Eminönü, Istanbul, Turki.

·        Ahmed III

Ahmed III

احمد ثالث

 

Sultan Ahmed III

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-23

Pemerintahan : 22 Agustus 1703 – 20 September 1730

Pendahulu : Mustafa II

Penerus : Mahmud I

Lahir : 30 Desember 1673. Hacıoğlu Pazarcık, Kekaisaran Ottoman. (sekarang Dobrich, Bulgaria)

Meninggal : 1 Juli 1736 (umur 62). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman. (sekarang Istanbul, Turki)

Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Istanbul

Permaisuri Mihrişah Kadın & Şermi Kadın

Nama : Ahmad bin Mehmed

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Mehmed IV

Ibu : Gülnuş Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Ahmed III (Turki Utsmaniyah: احمد ثالث, Aḥmed-i sālis) (30 Desember 1673 – 1 Juli 1736) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dan putra Sultan Mehmed IV (m. 1648–1687). Ibunya adalah Gülnuş Sultan, aslinya bernama Evmania Voria, yang merupakan seorang etnis Yunani. Ia lahir di Hacıoğlu Pazarcık, di Dobruja. Ia naik tahta pada tahun 1703 setelah saudaranya Mustafa II turun tahta (1695–1703). Nevşehirli Damat İbrahim Pasha dan putri Sultan, Fatma Sultan (istri mantan) mengarahkan pemerintahan dari tahun 1718 hingga 1730, periode yang disebut sebagai Era Tulip.

Hari-hari pertama pemerintahan Ahmed III dilalui dengan upaya menenangkan para janissari yang berdisiplin penuh. Namun, dia tidak efektif melawan janisari yang menjadikannya sultan. Çorlulu Ali Pasha, yang dibawa Ahmed ke Wazir Agung, mencoba membantunya dalam masalah administrasi, membuat pengaturan baru untuk perbendaharaan dan Sultan. Dia mendukung Ahmed dalam pertarungannya dengan para pesaingnya.

a.      MASA MUDA DAN EDUKASI

Sultan Ahmed lahir pada tanggal 30 Desember 1673. Ayahnya adalah Sultan Mehmed IV, dan ibunya adalah Gülnuş Sultan, awalnya bernama Evmenia. Kelahirannya terjadi di Hacıoğlupazarı, di mana Mehmed tinggal untuk berburu sekembalinya dari Polandia pada tahun 1673, sementara Gülnuş sedang hamil pada saat itu. Pada 1675, Dia dan saudaranya, Pangeran Mustafa (calon Mustafa II) disunat. Dalam upacara yang sama saudara perempuan mereka Hatice Sultan dan Fatma Sultan masing-masing menikah dengan Musahip Mustafa Pasha dan Kara Mustafa Pasha. Perayaan berlangsung selama 20 hari.

Dia dibesarkan di Istana Edirne. Sekolahnya dimulai selama salah satu kunjungan sporadis istana ke Istanbul, mengikuti upacara kesopanan yang disebut bad-i basmala, yang berlangsung pada 9 Agustus 1679 di Istana Istavroz. Dia dibesarkan di harem kekaisaran di Edirne dengan pendidikan pangeran tradisional, mempelajari Alquran, hadits (tradisi Nabi Muhammad), dan dasar-dasar ilmu Islam, sejarah, puisi, dan musik di bawah pengawasan tutor pribadi. Salah satu gurunya adalah kepala mufti Feyzullah Efendi.

Ahmed rupanya penasaran dan intelektual, menghabiskan sebagian besar waktunya membaca dan berlatih kaligrafi. Puisi-puisi yang ia tulis memanifestasikan pengetahuannya yang mendalam tentang puisi, sejarah, teologi Islam dan filsafat. Dia juga tertarik pada kaligrafi, yang telah dia pelajari dengan ahli kaligrafi istana terkemuka, terutama dengan Hafız Osman Efendi (meninggal 1698), yang sangat mempengaruhi seninya, dan, oleh karena itu, mempraktekkannya karena pengaruh kakak laki-lakinya, masa depan. Sultan Mustafa II yang juga menjadi kaligrafer ternama.

Selama menjadi pangeran di Edirne, Ahmed berteman dengan seorang perwira-juru tulis yang cemerlang, Ibrahim, dari kota Nevşehir, yang akan menjadi salah satu Wazir Agung terkemuka di masa pemerintahannya di masa depan. Sejak 1687, setelah deposisi ayahnya, dia hidup dalam pengasingan selama enam belas tahun di istana Edirne dan Istanbul. Selama periode ini dia mengabdikan dirinya pada kaligrafi dan aktivitas intelektual.

b.      MEMERINTAH

1)      PENCAPAIAN

Ahmed III di Darbar Kekaisaran Istana Topkapi.

Suksesi Edirne terjadi antara 19 Agustus hingga 23 Agustus. Di bawah Mustafa, Istanbul sudah lama lepas kendali. Saat penangkapan dan eksekusi meningkat, insiden pencurian dan perampokan menjadi hal biasa. Orang-orang tidak puas dengan pemerintahan Kekaisaran yang buruk. Mustafa digulingkan oleh Janissari dan Ahmed, yang menggantikannya naik takhta pada 22 Agustus 1703. Salut Jumat pertama diadakan di Masjid Bayezid.

Fındıklılı Mehmed Ağa menyambut sultan baru di gerbang Harem di sisi Hasoda, memasuki lengan, membawanya ke Departemen Cardigan-i Saadet dan menempatkan mereka di singgasana, dan termasuk orang pertama yang memberikan penghormatan kepadanya.

Sebagai bagian dari sistem perdikan, Ahmed mengatur ulang hukum pertanahan pada tahun 1705. Menertibkan kepemilikan tanah mengurangi gelombang kejahatan dan membawa perdamaian ke Kekaisaran yang bermasalah. Karena dukungannya yang kuat terhadap undang-undang baru, Ahmed diberi gelar 'pemberi hukum', gelar yang diberikan hanya kepada tiga sultan sebelumnya, Bayezid II (1481-1512), Selim I (1512-1520) dan Suleyman the Magnificent ( 1520-1566). Dalam tiga tahun pertama masa pemerintahannya, Ahmed mengangkat empat Wazir Agung yang terpisah. Namun, stabilitas pemerintah baru tercapai setelah penunjukan Çorlulu Ali Pasha pada Mei 1706.

2)      PERANG RUSSIA-TURKI TAHUN 1710-1711

Ahmed III memupuk hubungan baik dengan Prancis, tidak diragukan lagi mengingat sikap Rusia yang mengancam. Dia memberikan perlindungan di wilayah Utsmaniyah kepada Charles XII dari Swedia (1682–1718) setelah kekalahan Swedia di tangan Peter I dari Rusia (1672–1725) dalam Pertempuran Poltava tahun 1709. Pada tahun 1710 Charles XII meyakinkan Sultan Ahmed III untuk menyatakan perang melawan Rusia, dan pasukan Ottoman di bawah Baltacı Mehmet Pasha memenangkan kemenangan besar di Pertempuran Prut. Sebagai akibatnya, Rusia mengembalikan Azov kembali ke Ottoman, setuju untuk menghancurkan benteng Taganrog dan lainnya di daerah tersebut, dan berhenti mencampuri urusan Persemakmuran Polandia-Lithuania.

Dipaksa bertentangan dengan keinginannya untuk berperang dengan Rusia, Ahmed III datang lebih dekat daripada penguasa Ottoman mana pun sebelum atau sesudahnya untuk menghancurkan kekuatan saingannya di utara, yang pasukannya wazir agung Nevşehirli Damat İbrahim Pasha berhasil mengepung sepenuhnya di Kampanye Sungai Pruth pada tahun 1711. Kemenangan Ottoman berikutnya melawan Rusia memungkinkan Kekaisaran Ottoman untuk maju ke Moskow, seperti yang diinginkan Sultan. Namun, ini dihentikan karena sebuah laporan mencapai Istanbul bahwa Safawi menyerang Kekaisaran Ottoman, menyebabkan periode kepanikan, mengalihkan perhatian Sultan dari Rusia.

§  KAMPANYE SUNGAI PRUTH

Kampanye Sungai Pruth

Perang Rusia-Ottoman 1710—1711, juga dikenal sebagai Kampanye Sungai Pruth, adalah konflik militer singkat antara Ketsaran Rusia dan Kesultanan Utsmaniyah. Pertempuran utama berlangsung selama 18-22 Juli 1711 di cekungan sungai Pruth dekat Stănilești (Stanilesti) setelah Tsar Peter I memasuki Kepangeranan bawahan Utsmaniyah di Moldavia, menyusul deklarasi perang Kesultanan Utsmaniyah terhadap Rusia. 38.000 orang Rusia yang tidak siap dengan 5.000 orang Moldavia, mendapati diri mereka dikelilingi oleh 200.000 orang Turki di bawah Wazir Agung Baltaci Mehmet Pasha. Setelah tiga hari pertempuran dan memakan banyak korban, Tsar dan pasukannya diizinkan mundur setelah setuju untuk meninggalkan benteng Azov dan wilayah sekitarnya. Kemenangan Ottoman menyebabkan Perjanjian Pruth yang dikonfirmasi oleh Perjanjian Adrianople.

a)      LATAR BELAKANG

  

Bataille du Prout. Ilustrasi dari William Hogarth (1697-1764) untuk Perjalanan oleh Aubry de la Motraye, 1724

Perang Rusia-Ottoman 1710-1711 pecah sebagai akibat dari Perang Besar Utara, yang mengadu Kekaisaran Swedia Raja Charles XII dari Swedia melawan Kekaisaran Rusia Tsar Peter I. Charles menginvasi Ukraina yang dikuasai Rusia pada 1708, tetapi menderita kekalahan yang menentukan di Pertempuran Poltava pada musim panas 1709. Dia dan pengiringnya melarikan diri ke benteng Ottoman di Bender, di kerajaan bawahan Ottoman di Moldavia. Sultan Ottoman Ahmed III menolak tuntutan Rusia yang gencar untuk penggusuran Charles, mendorong Tsar Peter I dari Rusia untuk menyerang Kekaisaran Ottoman, yang pada gilirannya menyatakan perang terhadap Rusia pada tanggal 20 November 1710. Bersamaan dengan peristiwa ini, penguasa (hospodar) Dimitrie Cantemir dari Moldavia dan Tsar Peter menandatangani Perjanjian Lutsk (13 April 1711), di mana Moldavia berjanji untuk mendukung Rusia dalam perangnya melawan Ottoman dengan pasukan dan dengan mengizinkan tentara Rusia melintasi wilayahnya dan menempatkan garnisun di benteng Moldavia. Pada musim panas 1711, Peter memimpin pasukannya ke Moldavia dan menyatukannya dengan pasukan Cantemir di dekat ibu kota Moldavia Iași; mereka kemudian maju ke selatan di sepanjang Sungai Prut. Mereka bertujuan untuk menyeberangi Danube, yang menandai perbatasan antara wilayah Moldavia dan Ottoman. Sementara itu, pemerintah Ottoman memobilisasi pasukan mereka sendiri, yang secara signifikan melebihi jumlah pasukan Rusia-Moldavia (menurut satu perkiraan, dengan rasio enam banding satu). Di bawah komando wazir agung Ottoman Baltacı Mehmet Pasha, mereka maju ke utara untuk menghadapi Rusia pada Juni 1711.

b)      TINDAKAN MILITER

Peter menugaskan Marsekal Lapangan Boris Sheremetev untuk mencegah tentara Ottoman menyeberangi Danube. Namun, gangguan oleh pasukan Kekhanan Krimea, pengikut utama Utsmaniyah yang memasok kavaleri ringan kepada tentara Utsmaniyah, dan kegagalannya untuk menemukan cukup makanan untuk pasukannya mencegahnya mencapai tujuan ini. Akibatnya, tentara Ottoman berhasil melintasi Danube tanpa perlawanan.

Ø  PENGEPUNGAN BRAILA

Saat tentara Rusia-Moldavia bergerak di sepanjang Prut, sebagian tentara Rusia di bawah Jenderal Carl Ewald von Rönne bergerak menuju Brăila, sebuah kota pelabuhan utama yang terletak di tepi kiri sungai Donau (di Wallachia) tetapi dikelola langsung oleh Ottoman sebagai sebuah kaza. Tentara Rusia bertemu dengan sebagian dari tentara Wallachian yang dipimpin oleh Spatharios (komandan militer tertinggi kedua setelah penguasa) Toma Cantacuzino, yang tidak mematuhi perintah penguasa Constantin Brâncoveanu dan bergabung dengan Rusia. Kedua pasukan menyerang dan menaklukkan Brăila setelah pengepungan selama dua hari (13–14 Juli 1711).

Ø  PERTEMPURAN STANILESTI

Peter dan Cantemir memusatkan pasukan mereka di tepi kanan Prut, di seberang sungai dari Ottoman. Pada tanggal 19 Juli, Janisari Utsmaniyah dan kavaleri ringan Tatar menyeberangi Prut, dengan berenang atau dengan perahu, memukul mundur barisan depan Rusia. Ini memungkinkan sisa pasukan Ottoman untuk membangun jembatan ponton dan menyeberangi sungai. Peter mencoba mengumpulkan pasukan utama untuk membebaskan barisan depan, tetapi Ottoman berhasil memukul mundur pasukannya. Dia menarik tentara Rusia-Moldavia ke posisi bertahan di Stănilești, tempat mereka bercokol. Tentara Ottoman dengan cepat mengepung posisi ini, menjebak pasukan Peter. Janissari berulang kali menyerang, tetapi berhasil dipukul mundur, menyebabkan sekitar 8.000 korban jiwa. Namun, Ottoman membombardir kamp Rusia-Moldavia dengan artileri, mencegah mereka mencapai Prut untuk mendapatkan air. Kelaparan dan kehausan, Peter tidak punya pilihan selain menandatangani perdamaian dengan persyaratan Ottoman, yang sepatutnya dia lakukan pada 22 Juli.

Ø  PERJANJIAN PERDAMAIAN

Konflik itu diakhiri pada 21 Juli 1711 oleh Perjanjian Pruth, yang mengecewakan Charles XII. Perjanjian tersebut, yang dikukuhkan kembali pada tahun 1713 melalui Perjanjian Adrianople (1713), menetapkan kembalinya Azov ke Ottoman; Taganrog dan beberapa benteng Rusia akan dihancurkan; dan Tsar berjanji untuk berhenti mencampuri urusan Persemakmuran Polandia-Lituania.

Ottoman juga menuntut agar Charles XII diberikan jalan yang aman ke Swedia dan meminta Tsar untuk menyerahkan Cantemir. Meskipun Peter menyetujui semua tuntutan, dia menolak untuk memenuhi yang terakhir, dengan dalih Cantemir telah melarikan diri dari kampnya.

Menurut legenda, suap yang diterima Baltagy Mehmed Pasha efektif karena perjanjian itu lebih ringan daripada kemenangan (jumlahnya hampir 2 gerobak dorong).

c)       KONSEKUENSI

Alexander Mikaberidze berpendapat bahwa Baltacı Mehmet Pasha membuat kesalahan strategis yang penting dengan menandatangani perjanjian dengan persyaratan yang relatif mudah bagi Rusia. Karena Peter sendiri yang memimpin tentara Rusia, dan seandainya Baltacı Mehmet Pasha tidak menerima proposal perdamaian Peter dan malah mengejar untuk menangkapnya sebagai tahanan, jalannya sejarah bisa berubah. Tanpa Peter, Rusia hampir tidak akan menjadi kekuatan kekaisaran, dan musuh bebuyutan Negara Ottoman di masa depan di Balkan, cekungan Laut Hitam, dan Kaukasus.

Meskipun berita kemenangan pertama kali diterima dengan baik di Konstantinopel, partai pro-perang yang tidak puas mengubah pendapat umum melawan Baltacı Mehmet Pasha, yang dituduh menerima suap dari Pyotr yang Agung. Baltacı Mehmet Pasha kemudian dibebaskan dari jabatannya.

Konsekuensi langsung dari perang tersebut adalah perubahan kebijakan Utsmaniyah terhadap negara pengikut Kristen di Moldavia dan Wallachia. Untuk mengkonsolidasikan kontrol atas dua Kepangeranan Danubian, Ottoman akan memperkenalkan (pada tahun yang sama di Moldavia, dan pada 1716 di Wallachia) pemerintahan langsung melalui penguasa Kristen yang ditunjuk (disebut Phanariotes). Penguasa Cantemir dari Moldavia melarikan diri ke Rusia disertai dengan rombongan besar, dan Ottoman mengambil alih suksesi tahta Moldavia dengan menunjuk Nicholas Mavrocordatos sebagai penguasa. Penguasa Constantin Brâncoveanu dari Wallachia dituduh oleh Sultan berkolusi dengan musuh. Saat tentara Rusia-Moldavia sedang bergerak, Brâncoveanu telah mengumpulkan pasukan Wallachia di Urlați, dekat perbatasan Moldavia, menunggu masuknya pasukan Kristen untuk menyerbu Wallachia dan menawarkan jasanya kepada Pyotr, sambil bersiap untuk bergabung dengan serangan balik Ottoman. -ofensif jika terjadi perubahan nasib. Ketika Toma Cantacuzino beralih ke kubu Rusia, penguasa dipaksa untuk memutuskan mendukung Ottoman atau berisiko menjadi musuh raja Ottomannya, dan dia dengan cepat mengembalikan hadiah yang dia terima dari Rusia. Setelah tiga tahun, kecurigaan dan permusuhan Sultan akhirnya menang, dan Brâncoveanu, keempat putranya, dan penasihatnya Ianache Văcărescu, ditangkap dan dieksekusi di Konstantinopel.

Charles XII dan sekutu pro-perang politiknya, Krimea khan Devlet II Giray, melanjutkan lobi mereka agar Sultan mengumumkan perang lagi. Pada musim semi 1712, partai pro-perang, yang menuduh Rusia menunda untuk memenuhi persyaratan yang dinegosiasikan dalam perjanjian damai, hampir mencapai tujuan mereka. Perang dihindari dengan cara diplomatik, dan perjanjian kedua ditandatangani pada 17 April 1712. Setahun setelah penyelesaian baru ini, pihak perang berhasil, kali ini menuduh Rusia menunda mundurnya mereka dari Polandia. Ahmed III mengumumkan perang lagi pada 30 April 1713. Namun, tidak ada permusuhan yang signifikan dan perjanjian damai lainnya segera dinegosiasikan. Akhirnya Sultan jengkel dengan pihak yang pro perang dan memutuskan untuk membantu raja Swedia kembali ke tanah airnya. Ahmed III juga menggulingkan Devlet II Giray dari tahta Kekhanan Krimea dan mengirimnya ke pengasingan ke pulau Rodos Ottoman karena dia tidak menunjukkan rasa hormat yang cukup kepada Charles XII selama kampanye melawan Rusia (Devlet II Giray menganggap Charles XII sebagai tahanan dan mengabaikan perintahnya). Charles XII meninggalkan Kekaisaran Ottoman menuju Stralsund di Pomerania Swedia, yang saat itu dikepung oleh pasukan dari Sachsen, Denmark, Prusia, dan Rusia.

3)      PERANG DENGAN VENESIA DAN AUSTRIA  

Sultan Ahmed III menerima duta besar Prancis Vicomte d'Andrezel di Istana Topkapı.

Pada tanggal 9 Desember 1714, perang diumumkan di Venesia, dan tentara di bawah komando Silahdar Damat Ali Pasha, Utsmaniyah berhasil merebut kembali seluruh Morea (Peloponnese) dari Venesia melalui operasi terkoordinasi dari angkatan darat dan angkatan laut.

Keberhasilan ini mengkhawatirkan Austria dan pada April 1716, Kaisar Charles VI memprovokasi Porte untuk menyatakan perang. Pertempuran yang gagal, juga dipimpin oleh Silahdar Ali Pasha, diakhiri dengan perjanjian Passarovitz, yang ditandatangani pada 21 Juli 1718, yang menurutnya Beograd, Banat, dan Wallachia kecil diserahkan ke Austria. Kegagalan ini benar-benar mengecewakan Ahmed dan setelah kondisi buruk yang dipaksakan oleh perjanjian ini, ekonomi Istanbul menderita akibat inflasi yang meningkat dan semua kejahatan yang menyertainya.

Ibrahim Pasha yang merupakan tokoh kedua kekaisaran setelah Ahmed bergabung dengan kampanye Morea pada 1715, dan diangkat sebagai menteri keuangan kota Nish pada tahun berikutnya. Posting ini membantunya menyadari penurunan keuangan negara dan, karena wawasannya tentang situasi keuangan yang sensitif ini, dia menghindari perang sebanyak mungkin selama wazirnya. Kebijakan perdamaian Ibrahim Pasha juga cocok untuk Ahmed karena dia tidak ingin memimpin kampanye militer apa pun, selain fakta bahwa minatnya pada seni dan budaya membuatnya enggan meninggalkan Istanbul-nya.

4)      KARAKTER PEMERINTAH AHMAD

Sultan Ahmed III di sebuah resepsi, dilukis pada 1720

Saat kompetisi menembak diadakan di Okmeydanı dengan gagasan untuk meningkatkan moral tentara dan rakyat, sebuah kapal perang baru diluncurkan di Tersane-i Amir. Dia mencoba tiga wazir agung dalam interval pendek. Alih-alih Hasan Pasha, dia menunjuk Kalaylikoz Ahmed Pasha pada 24 September 1704, dan Baltacı Mehmed Pasha pada 25 Desember 1704. Sangat menyenangkan bahwa duta besar Iran dan Austria, yang datang dari 1706 hingga 1707. Pada 1707, konspirasi memimpin oleh Eyüplü Ali Aga digali untuk menurunkan sultan dari tahta. Leher dipotong di depan Bab-I-Hümayun. Ahmed III meninggalkan keuangan Kesultanan Utsmaniyah dalam kondisi berkembang pesat, yang diperoleh dengan luar biasa tanpa pajak berlebihan atau prosedur pemerasan. Dia adalah pelindung sastra dan seni yang dibudidayakan, dan pada masanya mesin cetak pertama yang diizinkan menggunakan bahasa Arab atau Turki didirikan di Istanbul, dioperasikan oleh Ibrahim Muteferrika (sementara mesin cetak telah diperkenalkan ke Konstantinopel di 1480, semua karya yang diterbitkan sebelum 1729 berbahasa Yunani, Armenia, atau Ibrani).

Miniatur Sultan Ahmed III karya Levni

Pada masa pemerintahan inilah perubahan penting dalam pemerintahan Kerajaan Danubian diperkenalkan: sebelumnya, Porte telah menunjuk Hospodar, biasanya bangsawan asli Moldavia dan Wallachian, untuk mengelola provinsi-provinsi tersebut; setelah kampanye Rusia tahun 1711, di mana Peter yang Agung menemukan sekutu di Moldavia Pangeran Dimitrie Cantemir, Porte mulai secara terang-terangan mewakili Phanariote Yunani di wilayah itu, dan memperluas sistem ke Wallachia setelah Pangeran Stefan Cantacuzino menjalin hubungan dengan Eugene dari Savoy. Phanariotes merupakan semacam bangsawan Dhimmi, yang memasok Porte dengan fungsionaris di banyak departemen penting negara bagian.

5)      HUBUNGAN DENGAN KEKAISARAN MUGHAL

§  JAHANDAR SYAH

Pada tahun 1712, Kaisar Mughal Jahandar Shah, cucu Aurangzeb mengirimkan hadiah kepada Sultan Ottoman Ahmed III dan menyebut dirinya sebagai pengagum setia Sultan Ottoman.

§  FARRUKHSIYAR

Kaisar Mughal Farrukhsiyar (cucu Aurangzeb), juga diketahui telah mengirim surat ke Ottoman tetapi kali ini diterima oleh Wazir Agung Nevşehirli Damad Ibrahim Pasha memberikan gambaran grafis tentang upaya komandan Mughal Syed Hassan Ali Khan Barha melawan pemberontakan Rajput dan Maratha.

6)      DEPOSITION

Sultan Ahmed III menjadi tidak populer karena kemegahan yang berlebihan dan kemewahan yang mahal di mana dia dan pejabat utamanya memanjakan diri; pada tanggal 20 September 1730, kerusuhan pemberontakan tujuh belas Janissari, dipimpin oleh Patrona Halil Albania, dibantu oleh warga serta militer sampai membengkak menjadi pemberontakan di mana Sultan terpaksa menyerahkan tahta.

Ahmed secara sukarela memimpin keponakannya Mahmud I (1730–54) ke tahta kedaulatan dan memberikan kesetiaan kepadanya sebagai Sultan Kekaisaran. Dia kemudian pensiun ke Kafe yang sebelumnya ditempati oleh Mahmud dan meninggal di Istana Topkapı setelah enam tahun dikurung.

c.       ARSITEKTUR

Ahmed III membangun water clap, air mancur, dan air terjun taman. Ahmed, yang membangun tiga perpustakaan, satu di dalam Istana Topkapı, dan salah satu baris terkenal pada masanya. Ahmed adalah master dalam tulisan di piring. Beberapa piring dan prasasti selamat. "Basmala" di pintu apartemen Istana Topkapi dengan pelatnya di Masjid Üsküdar Yeni adalah di antaranya.

Istana Topkapı dan bangunannya telah menjadi subjek banyak penelitian dan publikasi. Di antara penelitian-penelitian ini, banyak studi ruang lingkup yang berbeda juga diperhatikan bersama dengan tesis pascasarjana. Akibatnya, mereka memberikan informasi yang kaya tentang istana, yang menyediakan daftar panjang artikel dan buku ilmiah yang sangat berkualitas, panduan dan brosur yang mempromosikan istana dan museum. Namun, Istana Topkapi dan unit-unitnya masih memiliki aspek untuk dieksplorasi dan detail untuk didiskusikan. Diantaranya perpustakaan Ahmed III juga bisa dihitung.

Sebuah perpustakaan dibangun oleh Ahmed pada tahun 1724–25 di sebelah kanan serambi depan makam. Strukturnya, yang memiliki dinding bertautan batu-bata berselang-seling, berbentuk persegi dan ditutup dengan kubah pipih dengan tepi segi delapan, yang dilengkapi dengan liontin. Ada karya pena asli yang tertinggal di liontin dan kubah perpustakaan.

1)      BENCANA

Pada 1714, sebuah galleon Mesir yang berdiri di dekat Dermaga Gümrük (Eminönü) terbakar dan terbakar, dan dua ratus orang tewas.

2)      KEBAKARAN TAHUN 1718

Sementara Nevşehirli Damat Ibrahim Pasha melanjutkan persiapannya untuk kembali ke Istanbul, terjadi kebakaran di Istanbul. Distrik Unkapanı, Azapkapı, Zeyrek, Fatih, Saraçhane, Horhor, Etmeydanı, Molla Gürani, Altınmarmer, Gerbang Ayazma, Kantarcılar, Vefa, Vez Neciler, Kamar Tua, Barak Acemioğlanlar, Çukur Çeşme, Langa, Davudpaşa dibakar dari api.

3)      GEMPA TAHUN 1719

Namun, kemeriahan ini menjadi astringen karena terjadi tepat setelah gempa bumi besar selama tiga menit pada tanggal 14 Mei 1719. Sementara tembok kota Istanbul hancur akibat gempa, 4000 orang tewas di Izmit dan Yalova hancur. Setelah gempa bumi, pekerjaan rekonstruksi dimulai di Istanbul. Elemen paling bermakna yang mencerminkan aspek atau bobot budaya dari karya-karya tersebut hingga saat ini adalah Perpustakaan Enderun Istana Topkapı yang dibangun pada tahun itu. Yayasan yang kaya didirikan untuk institusi ini, yang juga dikenal sebagai Perpustakaan Sultan Ahmed-i Salis, yang bertatap muka dengan manuskrip arsitektural dan berharganya.

d.      KELUARGA

Ahmed III dikenal sebagai Sultan dengan keluarga terbesar dari dinasti Ottoman. Nyonya rumah haremnya adalah Dilhayat Kalfa, yang dikenal sebagai salah satu komposer Turki terbesar pada periode modern awal.

1)      PEMAISURI

Ahmed III memiliki setidaknya dua puluh satu permaisuri:

§  Emetullah Kadin. BaşKadin (permaisuri pertama) dan selir pertamanya, dia adalah ibu dari anak sulung, Fatma Sultan, putri kesayangan Ahmed. Dia adalah permaisuri Ahmed yang paling dicintai, yang mendedikasikan masjid, sekolah, dan air mancur untuknya. Sangat berbakti dan aktif dalam amal, dia meninggal pada tahun 1740 di Istana Lama.

§  Mihrişah Emine Kadın. Dia adalah ibu dari empat anak laki-laki termasuk Mustafa III, Sultan ke-26 dari Kekaisaran Ottoman, tapi dia meninggal sebelum putranya naik dan karena itu tidak pernah menjadi Valide Sultan. Dia meninggal pada April 1732. Putranya membangun Masjid Ayazma untuk menghormatinya di Üsküdar.

§  Rabia Şermi Kadın. Dia adalah ibu dari Abdülhamid I, Sultan ke-27 Kekaisaran Ottoman, tetapi dia meninggal sebelum kelahiran putranya dan karena itu tidak pernah menjadi Valide Sultan. Pada 1728, sebuah air mancur dipersembahkan untuknya di Üsküdar. Dia meninggal pada tahun 1732. Putranya membangun Masjid Beylerbeyi untuk menghormatinya.

§  Ayşe Mihri Behri Kadın. Sebelum dia menjadi permaisuri, dia adalah bendahara harem.

§  Hatem Kadin. Ibu dari anak kembar, dia meninggal pada tahun 1772 dan dimakamkan di pemakaman Eyüp.

§  Musli Emine Kadin. Juga disebut Muslıhe Kadın, Muslu Kadin atau Musalli Kadın. Dia ibu dari dua anak perempuan, dia meninggal pada tahun 1750 dan dimakamkan bersama mereka di Yeni Cami.

§  Rukiye Kadin. Ibu dari seorang putri dan seorang putra, dia membangun air mancur di dekat Yeni Cami. Dia meninggal setelah 1738 dan dimakamkan bersama putrinya di Yeni Cami.

§  Fatma Hümaşah Kadın. Dia meninggal pada tahun 1732 dan dimakamkan oleh Yeni Cami.

§  Gülneş Kadın. Juga disebut Gülnuş Kadın. Dia terdaftar dalam dokumen yang menyebutkan pendampingnya diasingkan Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.

§  Hürrem Kadın. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.

§  Meyli Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.

§  Hatice Kadin. Dia meninggal pada tahun 1722 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Nazife Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Ia meninggal setelah tahun 1730, mungkin tanggal 29 Desember 1764.[34]

§  Nejat Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.

§  Sadik Kadin. Disebut juga Sadika Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.

§  Hüsnüşah Kadın. Dia meninggal pada tahun 1733 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şahin Kadın. Dia meninggal pada tahun 1732 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Ümmügülsüm Kadın. Dia meninggal pada tahun 1768 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Zeyneb Kadin. Ibu dari seorang putri, dia meninggal pada tahun 1757 dan dimakamkan oleh Yeni Cami.

§  Hanife Kadin. Ibu dari seorang putri, dia meninggal pada tahun 1750 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şayeste Hanim. BaşIkbal. Dia meninggal pada tahun 1722 dan dimakamkan oleh Yeni Cami.

 

2)      PUTRA

Ahmed III memiliki setidaknya dua puluh satu anak laki-laki, semuanya dimakamkan, kecuali dua orang yang menjadi Sultan, di Yeni Cami:

§  Şehzade Mehmed (24 November 1705 - 30 Juli 1706).

§  Şehzade Isa (23 Februari 1706 - 14 Mei 1706).

§  Şehzade Ali (18 Juni 1706 - 12 September 1706).

§  Şehzade Selim (29 Agustus 1706 - 15 April 1708).

§  Şehzade Murad (17 November 1707 - 1707).

§  Şehzade Murad (25 Januari 1708 - 1 April 1708).

§  Şehzade Abdülmecid (12 Desember 1709 - 18 Maret 1710). Kembaran Şehzade Abdülmelek.

§  Şehzade Abdülmelek (12 Desember 1709 - 7 Maret 1711). Kembaran Şehzade Abdülmecid.

§  Şehzade Süleyman (25 Agustus 1710 - 11 Oktober 1732) - dengan Mihrişah Kadin. Dia meninggal di Kandang setelah dua tahun dipenjara.

§  Şehzade Mehmed (8 Oktober 1712 - 15 Juli 1713).

§  Şehzade Selim (21 Maret 1715 - Februari 1718) - dengan Hatem Kadın. Kembaran Saliha Sultan.

§  Şehzade Mehmed (2 Januari 1717 - 2 Januari 1756) - bersama Rukiye Kadın. Dia meninggal di Kafes setelah dua puluh enam tahun penjara.

§  Mustafa III (28 Januari 1717 - 21 Januari 1774) - dengan Mihrişah Kadin. Dia adalah Sultan ke-26 dari Kekaisaran Ottoman setelah dua puluh tujuh tahun dipenjara di Kafes.

§  Şehzade Bayezid (4 Oktober 1718 - 24 Januari 1771) - bersama Mihrişah Kadin. Dia meninggal di Kafes setelah empat puluh satu tahun dipenjara.

§  Şehzade Abdullah (18 Desember 1719 - 19 Desember 1719).

§  Şehzade Ibrahim (12 September 1720 - 16 Maret 1721).

§  Şehzade Numan (22 Februari 1723 - 29 Desember 1764). Dia meninggal di Kafes setelah tiga puluh empat tahun penjara.

§  Abdülhamid I (20 Maret 1725 - 7 April 1789) - dengan Rabia Şermi Kadın. Dia adalah Sultan ke-27 Kekaisaran Ottoman setelah empat puluh empat tahun dipenjara di Kafes.

§  Şehzade Seyfeddin (3 Februari 1728 - 1732) - dengan Mihrişah Kadin. Dia meninggal di Kandang setelah dua tahun dipenjara.

§  Şehzade Mahmud (- 22 Desember 1756). Dia meninggal di Kafes setelah dua puluh enam tahun penjara.

§  Sehzade Hasan ( - ). Dia mungkin mati di Kandang.

 

3)      PUTRI

Ahmed III memiliki setidaknya tiga puluh enam anak perempuan:

§  Fatma Sultan (22 September 1704 - Mei 1733) - dengan Emetullah Kadın. Dia adalah putri kesayangan ayahnya. Dia menikah dua kali dan memiliki dua putra dan dua putri. Dia dan suami keduanya adalah kekuatan nyata selama Era Tulip. Dia jatuh dari kasih karunia setelah pemberontakan Patrona Halil dan dikurung di Istana Çırağan, di mana dia meninggal tiga tahun kemudian.

§  Hatice Sultan (21 Januari 1701 - 29 Agustus 1707). Dimakamkan di mausoleum Turhan Sultan di Yeni Cami.

§  Ayşe Sultan ( - 1706). Dimakamkan di Yeni Cami.

§  Mihrimah Sultan (17 Juni 1706 - ?). Dia meninggal sebagai seorang anak dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Rukiye Sultan (3 Maret 1707 - 29 Agustus 1707). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Ümmügülsüm Sultan (11 Februari 1708 - 28 November 1732). Kembaran Zeynep Sultan. Dia menikah sekali dan memiliki empat putra dan putri.

§  Zeynep Sultan (11 Februari 1708 - 5 November 1708). Saudara kembar Ümmügülsüm Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Zeynep Sultan (5 Januari 1710 - Juli 1710). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Hatice Sultan (8 Februari 1710 - 1710, sebelum September). Dia dimakamkan di mausoleum Turhan Sultan di Yeni Cami.

§  Hatice Sultan (27 September 1710 - 1738) - bersama Rukiye Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra.

§  Emina Sultan (1711 - 1720). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Atike Sultan (29 Februari 1712 - 2 April 1737). Dia menikah sekali dan dia memiliki seorang putra.

§  Rukiye Sultan (7 Maret 1713 - Oktober 1715). Dimakamkan di makam Sultan Turhan di Yeni Cami.

§  Saliha Sultan (21 Maret 1715 - 11 Oktober 1778) - dengan Hatem Kadın. Kembaran Şehzade Selim. Dia menikah lima kali dan memiliki seorang putra dan empat putri.

§  Ayşe Sultan (10 Oktober 1715 - 9 Juli 1775) - bersama Musli Kadın. Dijuluki Küçük Ayşe (artinya Ayşe yang termuda) untuk membedakannya dari sepupunya Ayşe yang tertua, putri Mustafa II. Dia menikah tiga kali dan memiliki seorang putri.

§  Ferdane Sultan (? - 1718). Dia meninggal sebagai seorang anak dan dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Reyhane Sultan (1718 - 1729). Juga disebut Reyhan Sultan atau Rihane Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Ümmüseleme Sultan ( - 1719). Juga disebut Ümmüselma Sultan. Dia meninggal sebagai seorang anak dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Rabia Sultan (19 November 1719 - sebelum 1727). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Emetullah Sultan (1719 - 1724) Juga disebut Ümmetullah Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Zeynep Asima Sultan (8 April 1720 - 25 Maret 1774). Dia menikah dua kali dan dia memiliki seorang putra.

§  Rukiye Sultan ( - 1720). Dia meninggal sebagai seorang anak dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Beyhan Sultan ( - 1720). Dia meninggal sebagai seorang anak dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Emetullah Sultan (17 September 1723 - 28 Januari 1724). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Emine Sultan (akhir 1723/awal 1724 - 1732). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Nazife Sultan (Mei 1723/1725 - sebelum 1730 atau 29 Desember 1764). Secara luar biasa, dia tidak pernah menikah, kemungkinan besar karena dia sakit kronis atau memiliki masalah fisik dan/atau mental. Dia tinggal dalam pengasingan di Istana Lama sepanjang hidupnya. Namun, menurut sejarawan lain, dia sebenarnya meninggal saat masih kecil dan Nazife yang meninggal di Istana Lama pada tahun 1764 malah menjadi salah satu permaisuri Ahmed III dengan nama yang sama, Nazife Kadin.

§  Ümmüselene Sultan (12 Oktober 1724 - 5 Desember 1732). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Naile Sultan (15 Desember 1725 - Oktober 1727). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Esma Sultan (14 Maret 1726 - 13 Agustus 1778) - bersama Hanife Kadın atau Zeyneb Kadın. Dijuluki Büyük Esma (artinya Esma yang tertua) untuk membedakannya dari keponakannya Esma yang lebih muda, putri Abdülhamid I. Ia menikah tiga kali dan memiliki seorang putri.

§  Sabiha Sultan (19 Desember 1726 - 17 Desember 1726). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Rebia Sultan (28 Oktober 1727 - 4 April 1728). Juga disebut Rabia Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Zübeyde Sultan (28 Maret 1728 - 4 Juni 1756) - dengan Musli Kadın. Dia menikah dua kali.

§  Ummi Sultan (- 1729). Disebut juga Ümmügülsüm Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Ümmühabibe Sultan (- 1730). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Akile Sultan (- 1737). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Ummi Sultan (1730 - 1742). Disebut juga Ümmügülsüm Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

 

e.      KEMATIAN

Ahmed tinggal di Kafe Istana Topkapi selama enam tahun setelah deposisi, di mana dia jatuh sakit dan meninggal pada 1 Juli 1736. Dia dimakamkan di makam neneknya di Mausoleum Turhan Sultan di Masjid Baru, di Eminönü di Istanbul.

·        Mahmud I

Mahmud I

محمود الأول

 

Sultan Mahmud I

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-24

Memerintah : 20 September 1730 – 13 Desember 1754

Pendahulu : Ahmad III

Penerus : Osman III

Lahir : 2 Agustus 1696. Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 13 Desember 1754 (umur 58). Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Makam : Turhan Sultan, Masjid Baru, Istanbul

1. Permaisuri :

2. Ayşe Kadın

3. Hatem Kadin

4. Alicenab Kadin

5. Verdinaz Kadin

6. Hatice Rami Kadin

7. Tiryal Kadin

8. Raziye Kadin

9. Meyase Hanim

10. Fehmi Hanim

11. Sirri Hanim

12. Habbab Hanim

Nama : Mahmud bin Mustofa

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Mustafa II

Ibu : Saliha Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Mahmud I (Turki Utsmaniyah: محمود اول, bahasa Turki: I. Mahmud, 2 Agustus 1696 – 13 Desember 1754), dikenal sebagai Mahmud si Bongkok, adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1730 hingga 1754. Ia mengambil alih tahta setelah Patrona Pemberontakan Halil dan dia menjaga hubungan baik dengan Kekaisaran Mughal dan Safawi.

a.      MASA MUDA

Ia lahir di Istana Edirne pada 2 Agustus 1696, putra Mustafa II (1664–1703); ibunya adalah Saliha Valide Sultan. Mahmud I adalah kakak tiri Osman III (1754–57). Dia mengembangkan punggung bungkuk.

Mahmud I – Jean Baptiste Vanmour.

Ayahnya Mustafa II sebagian besar tinggal di Edirne. Mahmud melewati masa kecilnya di Edirne. Pada tanggal 18 Mei 1702 ia memulai pendidikannya di Edirne. Ketika ayahnya menggulingkan dirinya dari tahta, dia dibawa ke Istanbul dan dikurung di Kafes dimana dia menghabiskan 27 tahun hidupnya.

Tidak diketahui budaya apa yang dia peroleh selama ini, karena dia terus bermain catur, menulis puisi, dan berurusan dengan musik. Selain masa kanak-kanak dan remaja, ada bahaya, terutama bagi kehidupan Kafe.

b.      MEMERINTAH

1)      PENCAPAIAN

Pada tanggal 28 September 1730, Patrona Halil dengan sekelompok kecil Janissari membangunkan beberapa warga Konstantinopel yang menentang reformasi Ahmed III.[4] Menyapu lebih banyak tentara Halil memimpin kerusuhan ke Istana Topkapı dan menuntut kematian watak agung, Nevşehirli Damat İbrahim Pasha dan pengunduran diri Ahmed III. Ahmed III mengabulkan permintaan tersebut, mencekik İbrahim Pasha, dan menyetujui keponakannya, Mahmud, menjadi sultan.

Pemerintahan Mahmud yang sebenarnya dimulai pada 25 November 1730, setelah kejadian ini. Pertama-tama, Istanbul diambil di bawah kendali ketat. Tindakan diambil. Sekitar dua ribu orang yang mencurigakan ditangkap, ada yang dieksekusi, ada yang diasingkan.

2)      PEMERINTAHAN MAHMUD

Mahmud I diakui sebagai sultan oleh para pemberontak dan juga oleh pejabat istana, tetapi selama beberapa minggu setelah pengangkatannya, kekaisaran berada di tangan para pemberontak. Halil berkendara dengan sultan baru ke Masjid Eyüb dimana upacara mengikat Mahmud I dengan Pedang Osman dilakukan; banyak dari kepala perwira digulingkan dan penerus mereka diangkat atas perintah pemberontak pemberani yang pernah bertugas di jajaran Janissari dan yang muncul di hadapan sultan dengan telanjang kaki dan dengan seragam lamanya sebagai prajurit biasa. Seorang tukang jagal Yunani, bernama Yanaki, sebelumnya memberikan pujian kepada Halil dan meminjamkan uang kepadanya selama tiga hari pemberontakan. Halil menunjukkan rasa terima kasihnya dengan memaksa Divan mengangkat Yanaki Hospodar dari Moldavia. Namun, Yanaki tidak pernah mengambil alih kantor ini.

Khan dari Krimea membantu Wazir Agung, Mufti, dan Aga Janissari dalam menghentikan pemberontakan. Pada tanggal 24 November 1731, Halil dicekik atas perintah sultan dan di hadapannya, setelah Divan di mana Halil mendiktekan bahwa perang harus diumumkan melawan Rusia. Teman Yunaninya, Yanaki, dan 7.000 orang yang mendukungnya juga dihukum mati. Saya pendukung dalam mengakhiri pemberontakan setelah itu berlangsung lebih dari setahun.

Duta Besar Austria, yang datang ke Istanbul pada Agustus 1740, diberi jamuan makan malam di Davudpaşa. Çavuşbaşı membawa duta besar dan membawanya ke rumahnya yang telah disiapkan di Beyoğlu. Pada hari Pengadilan Ulufe, dia menyerahkan namanya kepada Sultan. Berbagai demonstrasi diadakan di tempat-tempat diadakannya upacara penyambutan dan perpisahan duta besar dari Dermaga Yeniköy.

Sisa pemerintahan Mahmud I didominasi oleh perang di Persia, dengan runtuhnya Dinasti Safawi dan naiknya Nader Shah. Mahmud juga menghadapi perang penting di Eropa—Perang Austro-Rusia-Turki (1735-1739).

Mahmud I mempercayakan pemerintahan kepada para wazirnya dan menghabiskan sebagian besar waktunya untuk menulis puisi.

3)      KEBAKARAN TAHUN 1750

Kebakaran yang dimulai di gerbang Ayazma pada Januari 1750 berlangsung selama 19 jam. Banyak toko, rumah, dan rumah besar terbakar sampai Vefa. Sultan memecat Boynueğri Abdullah Pasha dan menunjuk Divitdar Mehmed Emin Pasha pada 9 Januari 1750. Dalam kebakaran kedua yang terjadi pada 31 Maret 1750, Bitpazan, Abacılar, Yorgancılar, Yağlıkcılar, Haffaflar terbakar seluruhnya. Api menyebar ke Fingerkapi dan Tatlikuyu. Sultan, dengan bantuan perbendaharaan, memperbaiki yang terbakar dan Ağakapısı.

c.       ARSITEKTUR

Mahmud I memulai pembangunan Pemandian Cağaloğlu, yang disebut Yeni Hamam, pada musim semi tahun 1740 di tanah Istana Cağaloğlu, yang mencakup area yang luas. Rumah-rumah yayasan dibangun di atas tanah kosong yang tersisa dan lingkungan didirikan. Sultan yang baik hati membuka perpustakaan di halaman Masjid Hagia Sophia, yang pertama dari tiga perpustakaan yang didirikannya di Istanbul, dengan upacara dan membuat empat ribu jilid. Di perpustakaan, pembacaan Sahih-i Buharf oleh sepuluh orang setiap hari merupakan salah satu syarat yayasan. Mahmud juga beberapa kali datang ke Gerbang Rosario Hagia Sophia, duduk di perpustakaan dan mendengarkan tafsir tafsir. Kelaparan, yang muncul karena musim dingin yang lebat, menjadi semakin berat di akhir musim semi.

d.      HUBUNGAN DENGAN KEKAISARAN MUGHAL

Kampanye penghancuran Nader Shah melawan Kekaisaran Mughal, menciptakan kekosongan di perbatasan barat Persia, yang secara efektif dieksploitasi oleh Sultan Ottoman Mahmud I, yang memprakarsai Perang Ottoman-Persia (1743–46), di mana Kaisar Mughal Muhammad Shah bekerja sama erat dengan Ottoman dan duta besar mereka Haji Yusuf Agha, hubungan antara kedua kekaisaran ini berlanjut sampai kematian Muhammad Shah pada tahun 1748.

e.      HUBUNGAN DENGAN KEKAISARAN SAFAWI

Pada Maret 1741, duta besar Nadir Shah dari pemerintah iran, Hacı Han, datang ke Istanbul dengan tiga ribu orang dan unit pengawalnya untuk memperpanjang perdamaian di antara mereka. Di antara hadiahnya adalah kain bersulam permata, sepuluh gajah, dan senjata berharga. Hacı Han diberi perjamuan di Fener Bahçesin. Juga merupakan masalah untuk melewati gajah yang dibawa dengan tangan ke Istanbul, dan goncangan lebar diletakkan di atas tongkang, dan tirai kayu dipasang di sekelilingnya sehingga gajah tidak dapat ditakuti.

Hubungan Kekaisaran Afsharid dan Kekaisaran Ottoman menjadi semakin tegang, mencapai dimensi baru pada Februari 1743, dan Shah Safi, yang merupakan salah satu pangeran Shah Hussein dan disandera di Pulau Chios, dikutuk dan ketidakmampuan Nader Shah untuk menyelesaikannya. Kepala lambang pelaut, termasuk mahkota kepribadian, diletakkan di destar. Dia dikirim ke perbatasan Afsharid dengan pasukan yang bergabung dengannya.

f.        KELUARGA

Diketahui sebelas permaisuri Mahmud I, tetapi dia tidak memiliki anak dari salah satu dari mereka (sama seperti ahli warisnya, adik tirinya Osman III, Yang juga tetap tidak memiliki anak), meskipun memerintah selama dua puluh empat tahun. Inilah mengapa Sakaoğlu, seorang sejarawan Turki, berspekulasi bahwa Mahmud mungkin telah mengalami pengebirian selama bertahun-tahun dipenjara di Kafe.

1)      PEMAISURI

Permaisuri Mahmud I yang dikenal adalah:

§  Hace Ayşe Kadın. BaşKadin (permaisuri pertama) sampai kematiannya. Dia membangun sebuah sekolah di Çörekçikapısı, dekat Masjid Fatih. Nama Hace menunjukkan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah dengan perantaraan. Dia meninggal pada tahun 1746.

§  Hatem Kadin. BaşKadin dari kematian Ayşe Kadın pada 1746 hingga kematian Mahmud I pada 1754. Dia meninggal pada 1769 dan dimakamkan di masjid Ayazma di Üsküdar.

§  Hace Alicenab Kadin. Dia membangun sekolah dan air mancur di lingkungan Fatih. Nama Hace menunjukkan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah dengan perantaraan. Dia meninggal pada tahun 1775 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Hace Verdinaz Kadın. Dia membangun sekolah dan air mancur di Murâdpaşa dan air mancur lainnya di Galata. Nama Hace menunjukkan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah dengan perantaraan. Dia meninggal pada 16 Desember 1804 dan dimakamkan di Şehzâdebaşı. Tanggal kematiannya yang terlambat menunjukkan bahwa dia adalah salah satu pendampingnya yang lebih muda.

§  Hatice Rami Kadin. Dia membangun sekolah dan air mancur di Beşiktaş. Setahun setelah kematian Mahmud I pada 1755, dia menikah dengan Inspektur Haremeyn Mustafapaşazade İbrahim Bey. Dia meninggal pada 16 Januari 1780.

§  Tiryal Kadin. Dia meninggal antara 1785 dan 1789.

§  Raziye Kadin

§  Meyase Hanim. BaşIkbal.

§  Fehmi Hanim.

§  Sirri Hanim.

§  Habbab Hanim.

 

g.      KEMATIAN

Mahmud I yang terganggu oleh fistula dan selama musim dingin yang keras kesehatannya menurun dari hari ke hari. Pada hari Jumat tanggal 13 Desember 1754 ia berangkat untuk menghadiri shalat Jumat. Setelah menghadiri sholat dia kembali ke istananya tetapi dalam perjalanan dia pingsan di atas kudanya dan meninggal pada hari yang sama dan dimakamkan di Mausoleum Sultan Turhan di Masjid Baru, di Eminönü, di Istanbul, Turki.

·        Osman III

Osman III

عثمان ثالث

 

Sultan Osman III

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-25

Memerintah : 13 Desember 1754 – 30 Oktober 1757

Pendahulu : Mahmud I

Penerus : Mustafa III

Lahir :  2 Januari 1699. Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 30 Oktober 1757 (umur 58). Istana Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman

Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Masjid Baru, Istanbul

Permaisuri :

1. Leyla Kadın

2. Ferhunde Emine Kadın

3. Zevki Kadin

Nama : Osman bin Mustofa

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Mustafa II

Ibu : Şehsuvar Kadin

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Utsmaniyah III (Turki Utsmaniyah: عثمان ثالث Osman-i sālis; 2 Januari 1699 – 30 Oktober 1757) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1754 hingga 1757.

a.      MASA MUDA

Osman III lahir pada 2 Januari 1699 di Istana Edirne. Ayahnya adalah Mustafa II dan ibunya adalah Şehsuvar Sultan. Dia adalah adik tiri Mahmud I. Ketika ayahnya digulingkan dari tahta pada tahun 1703, dia dibawa kembali ke Istanbul dan dipenjarakan di Kafes. Osman III tinggal di Kafes selama 51 tahun.

Dia diam-diam disunat pada 17 April 1705 bersama pangeran lainnya di sini. Dia termasuk di antara para pangeran dalam rombongan Ahmed. Dia juga kemudian melakukan perjalanan ke sultan di dalam dan luar kota. Bersama kedutaan kakak laki-lakinya Mahmud pada 1 Oktober 1730, dia menjadi pangeran terbesar yang menunggu tahta.

b.      MEMERINTAH

Osman.III

Osman III menjalani sebagian besar hidupnya sebagai tahanan di istana, dan akibatnya, dia memiliki beberapa keanehan perilaku saat naik takhta. Tidak seperti sultan sebelumnya, dia membenci musik, dan mengusir semua musisi dari istana. Menurut Baron de Tott, Osman III adalah tipe penguasa yang pemarah dan rendah hati.

Kegiatan pertama Osman III adalah memilih pejabat pemerintah untuk diajak bekerja sama. Pada masa pemerintahannya, perubahan-perubahan yang dilakukannya dalam tugas-tugas pemerintahan tingkat tinggi, khususnya Wazir Agung, dapat dianggap sebagai upaya untuk mereduksi peran otoritas amal yang sangat berbobot[samar-samar] pada masa sultan sebelumnya.

Dalam badai hebat di bulan Maret 1756, sebuah galleon Mesir mendarat di Kumkapı saat senja. Akibat badai tersebut, 600 penumpang tidak dapat dievakuasi. Sultan yang datang ke pantai mengambil semua penumpang dengan membawa tongkang dari galangan kapal. Dia memerintahkan pembangunan Mercusuar Ahırkapı di Istanbul untuk mencegah insiden semacam itu.

Prosesi pertama penobatannya diadakan pada tanggal 14 Desember 1754. Para sejarawan pada waktu itu tidak menulis peristiwa yang terjadi di kekaisaran karena cuaca yang sangat dingin dan membekukan di bulan Januari 1755. Osman bertanggung jawab atas sebuah firman pada tahun 1757 yang mempertahankan Status Quo dari berbagai situs Tanah Suci untuk orang Kristen, Muslim, dan Yahudi.

Audiensi duta besar Prancis Charles de Vergennes dengan Sultan Osman III pada 1755.

Pada tahun kedua pemerintahannya, Osman kehilangan ibunya, Şehsuvar Sultan, yang pernah berhubungan dengan agamanya. Setelah itu, pangeran tertua, Mehmed, meninggal karena sakit pada 22 Desember 1756. Menurut berbagai sumber, pemakaman sang pangeran, yang dikendalikan oleh tambang, wazir agung dan syekh al-Islam, dihadiri oleh 5.000 orang. Beberapa sumber kontemporer menyebutkan bahwa sang pangeran diracuni dan dibunuh atas prakarsa Köse Mustafa Pasha, sultan berikutnya dari sultan ketiga, Köse Mustafa Pasha.

Perlu dicatat bahwa, pada periode ini, ketentuan dikirim terhadap bandit di Anatolia dan Rumelia, dan terutama pergerakan balok tanpa kepala, dan sultan juga tertarik dengan masalah ini. Beberapa tindakan diambil terhadap suku Bozulus dan Cihanbeyli, orang Armenia karena kekacauan di Iran, bandit di sekitar Erzurum dan Sivas, dan pemimpin terkenal Karaosmanoğlu Hacı Mustafa Ağa. Yang terakhir ditangkap dan dieksekusi, dan kepalanya dibawa ke Istanbul pada 5 Desember 1755.

c.       ARSITEKTUR

Osman terkenal dengan bangunan Masjid Nuruosmaniye, yang pembangunannya dimulai pada masa pemerintahan Mahmud I. Kompleks Nuruosmaniye, juga dikenal sebagai Osmaniye untuk sementara, terdiri dari tiga sekolah, madrasah, pabrik, perpustakaan, mausoleum, ruang sementara, sebuah rumah jala, air mancur, penginapan, dan toko. Osman membangun lingkungan baru pada 1755-56 di mana Istana dan Taman Üsküdar berada, bersama dengan rumah dan toko. Dia juga membangun Masjid Ihsaniye dan masjid-masjidnya, yang keduanya sekarang berdiri sebagai İhsaniye.

Osman III membangun air mancur atas namanya pada tahun 1755–56; itu dihancurkan 122 tahun setelah pembangunannya.

d.      KEMATIAN

Osman III meninggal pada malam tanggal 30 Oktober 1757. Pagi-pagi sekali diadakan upacara dan sepupunya Mustafa III ditempatkan di atas takhta. Sultan baru memerintahkan Osman untuk dimakamkan di Mausoleum Masjid Baru, bukan di Nuruosmaniye.

e.      KELUARGA

Osman III memiliki tiga selir yang diketahui tetapi tidak memiliki anak, begitu pula kakak tirinya Mahmud I. Sakaoğlu, seorang sejarawan Turki, berspekulasi bahwa keduanya mungkin telah mengalami pengebirian saat dipenjara di Kafe, tetapi sejarawan lain menunjukkan bahwa Osman III berusia 55 tahun pada saat kebangkitannya dan, tidak seperti saudara laki-lakinya, yang memiliki masa pemerintahan yang lama, dia naik takhta hanya selama tiga tahun sebelum dia meninggal, dan kedua faktor ini mungkin telah mempengaruhi fakta tidak memiliki anak.

Permaisuri Osman III yang dikenal adalah:

§  Wanita Leila. Permaisuri Pertama Osman selama masa pemerintahannya. Pada 1757, beberapa bulan setelah kematian Osman, dia menikah dengan Hacı Mehmed Emin Bey dengan siapa dia memiliki seorang putra, Feyzullah Bey. Dia meninggal pada tahun 1794 dan dimakamkan di Üsküdar.

§  Wanita Ferhunde Emine. Dia meninggal pada Agustus 1791.

§  Wanita Rasa. Dia mensponsori beberapa renovasi bangunan dan membangun air mancur di Fındıklı, dengan gaya Barok Turki.

 

·        Mustafa III

Mustafa III

مصطفى الثالث

 

Sultan Mustafa III

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-26

Memerintah : 30 Oktober 1757 – 21 Januari 1774

Pendahulu : Osman III

Penerus : Abdul Hamid I

Lahir : 28 Januari 1717. Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 21 Januari 1774 (umur 56). Istana Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Masjid Laleli, Fatih, Istanbul

Permaisuri :

1. Mihrişah Kadin

2. Aynülhayat Kadın

3. Adilşah Kadin

Nama : Mustafa bin Ahmad

Dinasti : Ottoman

Ayah : Ahmad III

Ibu : Mihrişah Kadın

Agama : Islam Sunni

Tughra :

Mustafa III (/ˈmʊstəfə/; bahasa Turki Utsmaniyah: مصطفى ثالث Muṣṭafā-yi sālis; 28 Januari 1717 – 21 Januari 1774) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1757 hingga , dan pendampingnya Mihrişah Kadın. Dia digantikan oleh saudaranya Abdul Hamid I (1774–89).

a.      MASA MUDA

Mustafa lahir di Istana Edirne pada 28 Januari 1717. Ayahnya adalah Sultan Ahmed III, dan ibunya adalah Mihrişah Kadın. Dia memiliki saudara laki-laki bernama, Şehzade Süleyman. Pada tahun 1720, upacara sunat selama lima belas hari diadakan untuk Mustafa, dan saudara laki-lakinya, pangeran Süleyman, Mehmed, dan Bayezid. Pada 1730, setelah Patrona Halil memberontak, menyebabkan deposisi ayahnya Sultan Ahmed III, dan penerus sepupunya Sultan Mahmud I, Mustafa, ayahnya, dan saudara laki-laki semuanya dikurung di Istana Topkapı. Pada 1756, setelah kematian kakak tirinya Mehmed, dia menjadi pewaris takhta.

b.      MEMERINTAH

1)      PENCAPAIAN

Mustafa naik tahta pada 30 Oktober 1757, setelah kematian sepupunya Osman III, putra Sultan Mustafa II.

2)      KARAKTER ATURAN MUSTAFA


            

Koin Mustafa III.

Segera setelah naik takhta, Mustafa menunjukkan kepedulian khusus terhadap keadilan. Dia mengambil sejumlah langkah untuk meningkatkan kemakmuran di Istanbul. Dia mengatur mata uang, membangun toko biji-bijian yang besar, memelihara saluran air, dan menetapkan kebijakan fiskal yang ketat. Dia sering bepergian dan memeriksa apakah hukum yang dia tegakkan dipatuhi.

3)      PERJANJIAN DENGAN PRUSIA

Koin perak: 2 Zolota Mustafa III, 1759

Mustafa sangat mengagumi kepemimpinan Frederick Agung, dan pada 1761 membuat perjanjian damai dengan Prusia. Frederick menginginkan aliansi melawan Habsburg, dan Mustafa ingin memodernisasi negara dan pasukannya. Mustafa lebih suka merekrut perwiranya di Berlin, daripada di Paris dan London, untuk mengatur ulang pasukannya. Pada 1763, kedua negara bertukar diplomat untuk pertama kalinya.

4)      PERANG RUSIA-TURKI (1768-1774)

 

kiri Pasukan Rusia menyerang Turki, Pertempuran Kagul, Bessarabia selatan, 1770. Dan yang kanan Penghancuran armada Turki Ottoman dalam Pertempuran Chesme, 1770.

Koca Ragıp Pasha, yang tetap menjadi wazir agung sampai tahun 1763, menjalankan kebijakan perdamaian terhadap negara-negara tetangga. Tetapi meningkatnya pengaruh Rusia atas Kaukasus dan niatnya untuk menguasai Polandia menciptakan ketegangan antara Ottoman dan Rusia. Penerus Ragıp Pasha, Muhsinzade Mehmed Pasha juga memilih untuk tetap berdamai, dan desakan Mustafa untuk berperang ("Saya akan menemukan cara untuk merendahkan orang-orang kafir itu") dengan Rusia menyebabkan pengunduran dirinya pada tahun 1768. Rusia, tetapi sebenarnya Ottoman tidak siap untuk perang yang panjang. Selama perang, reformasi militer dilakukan, dengan bantuan perwira Perancis François Baron de Tott. Itu termasuk modernisasi korps artileri dan pendirian Sekolah Teknik Angkatan Laut pada tahun 1773. Perang itu membawa malapetaka bagi Kesultanan Utsmaniyah. Tentara Rusia menduduki Krimea, Rumania, dan sebagian Bulgaria.

c.       ARSITEKTUR

Banyak bangunan monumental termasuk Masjid Fatih yang dibangun oleh Mehmed Sang Penakluk dibangun kembali dari tanah pada masa pemerintahannya. Selain itu, dia telah membangun kompleks Masjid Laleli, dan pantai di sepanjang Yenikapı diisi untuk mendirikan lingkungan baru. Selain itu, ia mengerjakan proyek konstruksi lain setelah gempa bumi tahun 1766 dan 1767.

d.      KEHIDUPAN PRIBADI

PUISI

Dia adalah seorang penyair, puisinya ditulis dengan nama samaran Cihangir.

(Ottoman Turkish)

"Yıkılupdur bu cihan sanma ki bizde düzele

Devleti çarh-ı deni verdi kamu müptezele

Şimdi erbab-ı saadette gezen hep hazele

İşimiz kaldı hemen merhamet-i lem yezele."

 

(Terjemahan)

"Dunia ini telah hancur, jangan pernah berpikir dengan kami itu pulih,

Itu adalah nasib buruk yang telah memberikan kekuatan kepada orang-orang vulgar,

Sekarang yang durhaka telah menghuni Istana Kekaisaran,

Sekarang belas kasihan Tuhan yang kekal itulah yang menjalankan bisnis kami.

e.      KELUARGA

1)      PEMAISURI

Mustafa III memiliki tujuh permaisuri yang dikenal:

§  Aynülhayat Kadın (1746 - 1 Agustus 1764). Mungkin BaşKadin (permaisuri pertama), terkadang dianggap sebagai istri sah Mustafa. Dia adalah ibu dari setidaknya satu anak perempuan[20] dan memiliki seorang saudara perempuan, Emine Hanim, di harem seperti dia. Dia membangun Masjid Katırcıham Mescid pada tahun 1760. Dia dimakamkan di Laleli.

§  Mihrişah Kadin (1745 - 16 Oktober 1805). Dia berasal dari Genoa atau Georgia, dia adalah ibu dari Selim III dan setidaknya dua anak perempuan. Dia adalah BaşKadin atau menjadi BaşKadin setelah kematian Aynülhayat Kadın.

§  Fehime Kadın (- 1761). Dia meninggal saat melahirkan, tetapi tidak diketahui siapa atau apa yang terjadi pada anak itu, meskipun beberapa orang berteori dia mungkin Şah Sultan.

§  Rifat Kadin (1744 - Desember 1803). Wanita kelahiran bebas, Mustafa bertemu dengannya saat berkeliling Istanbul dalam penyamaran. Dia kemudian dipercayakan kepada istri Wazir Agung untuk mendidiknya sebelum memasuki harem. Kemungkinan ibu dari Şah Sultan. Setelah kematian Mustafa, dia kembali ke keluarganya. Dia dimakamkan di pemakaman Haydarpaşa.

§  Ayşe Adilşah Kadin (1748 - 19 Desember 1803). Berasal dari Sirkasia, dia adalah ibu dari dua anak perempuan. Dia dimakamkan di taman mausoleum Mustafa III.

§  Binnaz Kadın (1740 - Mei 1823). Tanpa anak, setelah kematian Mustafa dia menikah dengan Çayırzâde İbrahim Ağa. Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Gulman Hanim. BaşIkbal. Disebut juga Gülnar Hanim.

 

2)      PUTRA

Mustafa III memiliki setidaknya dua putra:

§  Selim III (24 Desember 1761 - 28 Juli 1808) - bersama Mihrişah Kadin. Sultan ke-28 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Mehmed (10 Januari 1767 - 12 Oktober 1772). Tutornya adalah Küçük Hüseyn Ağa. Ia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.

 

3)      PUTRI

Mustafa III memiliki setidaknya sembilan anak perempuan:

§  Hibetullah Sultan (17 Maret 1759 - 7 Juni 1762) - dengan Mihrişah Kadin. Juga disebut Heybetullah Sultan atau Heyyibetullah Sultan. Dia adalah kelahiran kekaisaran pertama dalam 29 tahun, dan karena itu dirayakan selama sepuluh hari sepuluh malam dengan cara yang sangat mewah. Perawatnya adalah Emine Hanim, saudara perempuan Aynülhayat Kadın, dan, sebagai ibu Mustafa, Mihrişah Kadin, meninggal, adalah saudara perempuannya, Saliha Sultan, istri Wazir Agung, yang memimpin Prosesi Cradle-nya. Pada tiga bulan, dia bertunangan dengan Hamid Hamza Paşah. Dalam upacara mewah, ayahnya memberinya tanah Gümrükçü, tetapi dia meninggal karena sakit pada usia tiga tahun sebelum bisa merayakan pernikahan. Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.

§  Şah Sultan (21 April 1761 - 11 Maret 1803) - dengan Rifat Kadın atau Fehime Kadın. Kesehatannya lemah, dia bertunangan dua kali, tetapi keduanya dieksekusi sebelum pernikahan. Dia akhirnya berhasil menikah dan memiliki dua anak perempuan kandung dan satu anak angkat.

§  Mihrimah Sultan (5 Februari 1762 - 16 Maret 1764) - dengan Aynülhayat Kadın. Kelahirannya dirayakan selama lima hari. Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.

§  Mihrişah Sultan (9 Januari 1763 - 21 Februari 1769) - kemungkinan bersama Aynülhayat Kadın. Kelahirannya dirayakan selama tiga hari. Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.

§  Beyhan Sultan (13 Januari 1766 - 7 November 1824) - dengan Adilşah Kadin. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putri.

§  Hatice Sultan (15 Juni 1766 - 1767) - kemungkinan bersama Aynülhayat Kadın.

§  Hatice Sultan (14 Juni 1768 - 17 Juli 1822) - dengan Adilşah Kadin. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putra.

§  Fatma Sultan (9 Januari 1770 - 26 Mei 1772) - bersama Mihrişah Kadin. Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.

§  Reyhan Sultan. Dia meninggal sebagai seorang anak.

 

f.        KEMATIAN

Laleli Mosque tomb Sultan Mustafa III and son Selim III

Mustafa meninggal karena serangan jantung pada hari Jumat, 21 Januari 1774, di Istana Topkapı, dan dimakamkan di makamnya sendiri yang terletak di Masjid Laleli, Istanbul. Dia digantikan oleh saudaranya Abdul Hamid I. Kematiannya membuat kekaisaran berkutat dengan masalah ekonomi dan administrasi.

·        Abd-ul-Hamid I

Abdul Hamid I

عبد الحميد الأول

 

Sultan Abdul Hamid I

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-27

Memerintah : 21 Januari 1774 – 7 April 1789

Pendahulu : Mustafa III

Penerus : Selim III

Lahir : 20 Maret 1725. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 7 April 1789 (umur 64). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Makam : Abdul Hamid I, Fatih, Istanbul

Permaisuri :

1. Ayşe Kadın

2. Ruhşah Hatice Kadın

3. Sineperver Sultan

4. Nakşidil Sultan

Nama : Abdülhamid Han bin Ahmed

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Ahmad III

Ibu : Şermi Kadın

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Abdülhamid atau Abdul Hamid I (Turki Utsmaniyah: عبد الحميد اول, `Abdü'l-Ḥamīd-i evvel; bahasa Turki: Birinci Abdülhamid; 20 Maret 1725 – 7 April 1789) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-27, yang memerintah Kekaisaran Ottoman dari 1774 hingga 1789.

a.      MASA MUDA

Sultan Abdul Hamid I

Abdul Hamid lahir pada tanggal 20 Maret 1725, di Konstantinopel. Ia adalah putra bungsu Sultan Ahmed III (memerintah 1703–1730) dan pendampingnya Şermi Kadın. Ahmed III melepaskan kekuasaannya demi keponakannya Mahmud I, yang kemudian digantikan oleh saudaranya Osman III, dan Osman oleh putra sulung Ahmed Mustafa III. Sebagai calon pewaris takhta, Abdul Hamid dipenjara dengan nyaman oleh sepupu dan kakak laki-lakinya, yang merupakan kebiasaan. Penahanannya berlangsung hingga 1767. Selama periode ini, ia menerima pendidikan awalnya dari ibunya Rabia Şermi, yang mengajarinya sejarah dan kaligrafi.

b.      MEMERINTAH

1)      PENCAPAIAN

Pada hari kematian Mustafa pada 21 Januari 1774, Abdul Hamid naik tahta dengan upacara yang diadakan di istana. Keesokan harinya prosesi pemakaman Mustafa III digelar. Sultan baru mengirim surat kepada Wazir Agung Serdar-ı Ekrem Muhsinzade Mehmed Pasha di garis depan dan memberitahunya untuk melanjutkan perang melawan Rusia. Pada 27 Januari 1774, dia pergi ke Masjid Sultan Eyüp, di mana dia diberikan Pedang Osman.

Tentara Utsmaniyah maju dari Sofia, garnisun terbesarnya di Rumelia, pada tahun 1788.

2)      ATURAN

Penahanan Abdul Hamid yang lama telah membuatnya acuh tak acuh terhadap urusan negara dan mudah ditempa oleh rancangan para penasihatnya. Namun dia juga sangat religius dan pasifis. Pada pengangkatannya, kesulitan keuangan perbendaharaan sedemikian rupa sehingga sumbangan yang biasa tidak dapat diberikan kepada Korps Janisari. Sultan baru memberi tahu Janissari, "Tidak ada lagi gratifikasi dalam perbendaharaan kami, seperti yang harus dipelajari oleh semua putra prajurit kami."

Abdul Hamid berusaha mereformasi angkatan bersenjata Kekaisaran termasuk korps Janisari dan angkatan laut. Dia juga mendirikan korps artileri baru dan dikreditkan dengan pendirian Sekolah Teknik Angkatan Laut Kekaisaran.

Sultan Abdul Hamid I

Abdul Hamid mencoba memperkuat kekuasaan Ottoman atas Suriah, Mesir, dan Irak. Namun, keberhasilan kecil melawan pemberontakan di Suriah dan Morea tidak dapat mengimbangi hilangnya Semenanjung Krimea, yang secara nominal telah merdeka pada tahun 1774 tetapi dalam praktiknya sebenarnya dikendalikan oleh Rusia.

Rusia berulang kali mengeksploitasi posisinya sebagai pelindung umat Kristen Timur untuk ikut campur dalam Kesultanan Utsmaniyah. Pada akhirnya, Ottoman menyatakan perang melawan Rusia pada 1787. Austria segera bergabung dengan Rusia. Turki awalnya bertahan dalam konflik tersebut, tetapi pada 6 Desember 1788, Ochakov jatuh ke tangan Rusia (semua penduduknya dibantai). Mendengar hal tersebut, Abdul Hamid I mengalami stroke yang mengakibatkan kematiannya.

Terlepas dari kegagalannya, Abdul Hamid dianggap sebagai Sultan Ottoman yang paling murah hati. Dia secara pribadi mengarahkan pemadam kebakaran selama kebakaran Konstantinopel tahun 1782. Dia dikagumi oleh orang-orang karena pengabdian religiusnya dan bahkan disebut Veli ("santo"). Dia juga menguraikan kebijakan reformasi, mengawasi pemerintah dengan cermat, dan bekerja dengan negarawan.

Abdul Hamid, saya beralih ke urusan dalam negeri setelah perang dengan Rusia berakhir. Dia mencoba untuk menekan pemberontakan internal melalui Aljazair Gazi Hasan Pasha, dan mengatur pekerjaan reformasi melalui Silâhdar Seyyid Mehmed Pasha (Karavezir) dan Halil Hamid Pasha.

Di Suriah, pemberontakan yang dipimpin oleh Zahir al-Umar, yang bekerja sama dengan para laksamana angkatan laut Rusia di Mediterania, memanfaatkan kebingungan yang disebabkan oleh ekspedisi Rusia pada kampanye Rusia tahun 1768, dan menekan pemberontakan di Mesir pada tahun 1775, juga sebagai Kölemen yang memberontak di Mesir, dibawa ke jalan. Di sisi lain, kebingungan di Peloponnese telah berakhir, dan ketenangan tercapai. Kaptanıderyâ Gazi Hasan Pasha dan Cezzâr Ahmed Pasha memainkan peran penting dalam menekan semua peristiwa ini.

3)      PERJANJIAN KUCUK KAYNARCA

Terlepas dari kecenderungan pasifiknya, Kekaisaran Ottoman terpaksa segera memperbarui perang yang sedang berlangsung dengan Rusia. Hal ini menyebabkan kekalahan total Turki di Kozludzha dan Perjanjian Küçük Kaynarca yang memalukan, ditandatangani pada 21 Juli 1774. Ottoman menyerahkan wilayah ke Rusia, dan juga hak untuk campur tangan atas nama Kristen Ortodoks di Kekaisaran.

Dengan Perjanjian Küçük Kaynarca, wilayah yang tersisa, serta duta besar Rusia di tingkat Istanbul dan perwakilan resmi, partisipasi duta besar ini dalam upacara lain di upacara kenegaraan, hak untuk melewati Selat ke Rusia, sebagai utusan dari utusan Rusia diberi kekebalan. Peluang pemasaran untuk semua jenis komoditas di Istanbul dan pelabuhan lain, serta hak komersial penuh Inggris dan Prancis, diberikan. Juga dalam perjanjian itu negara Rusia membangun gereja di Galata. Dalam keadaan seperti itu, gereja ini akan terbuka untuk umum, disebut sebagai Gereja Rusia-Yunani, dan selamanya di bawah perlindungan duta besar Rusia di Istanbul.

4)      HUBUNGAN DENGAN TIPU SULTAN

Pada 1789, Tipu Sultan, penguasa Kesultanan Mysore mengirim kedutaan ke Abdul Hamid, dengan segera meminta bantuan melawan British East India Company, dan mengusulkan aliansi ofensif dan defensif. Abdul Hamid memberi tahu duta besar Mysore bahwa Ottoman masih terjerat dan kelelahan akibat perang yang sedang berlangsung dengan Rusia dan Austria.

c.       ARSITEKTUR

Abdul Hamid, saya meninggalkan banyak karya arsitektur, kebanyakan di Istanbul. Yang paling penting adalah arus di Sirkeci pada tahun 1777. [klarifikasi diperlukan] Ini adalah bangunan yang dibangun oleh Vakıf Inn. Ia membangun air mancur, sekolah dasar, madrasah, dan perpustakaan di samping gedung ini. Buku-buku di perpustakaan disimpan di Perpustakaan Süleymaniye hari ini dan madrasah digunakan sebagai gedung bursa. Selama pembangunan Vakıf Inn, air mancur dipindahkan karena konstruksi dan dipindahkan ke sudut Masjid Sultan Zeynep di seberang Taman Gülhane.

Selain karya-karya tersebut, pada 1778 ia membangun Masjid Beylerbeyi, didedikasikan untuk Râbia Şermi Kadın, dan membangun air mancur di Lapangan Çamlıca Kısıklı. Dia juga membangun masjid, air mancur, pemandian, dan toko di sekitar Emirgi di Emirgân pada tahun 1783, dan satu lagi untuk Hümâşah Sultan dan putranya Mehmed. Selain itu, ada air mancur di sebelah Masjid Neslişah di Istinye, dan air mancur lainnya di tanggul antara Dolmabahçe dan Kabataş.

d.      KARAKTER

Dia menuliskan masalah yang dia lihat sebelumnya, kepada wazir agung atau gubernur kerajaannya. Dia menerima undangan wazir agungnya dan pergi ke rumahnya, diikuti dengan pembacaan Alquran. Dia rendah hati dan seorang Sultan yang religius.

Diketahui bahwa Abdul Hamid I menyayangi anak-anaknya, tertarik pada kehidupan keluarga, dan menghabiskan bulan-bulan musim panas di Karaağaç, Beşiktaş bersama istri, putra dan putrinya. Gaya berpakaian putrinya Esma Sultan, kecintaannya pada hiburan, dan perjalanannya ke objek bersama para pekerja harian dan selirnya telah menjadi teladan bagi para wanita Istanbul.

e.      KELUARGA

Abdül hamid I terkenal memiliki selir bahkan selama masa kurungan di Kafes, sehingga melanggar aturan harem. Dari hubungan ini setidaknya satu putri dikandung, lahir dan dibesarkan secara diam-diam di luar Istana sampai penobatan Abdülhamid, ketika dia diterima di istana sebagai "putri angkat" sultan.

1)      PEMAISURI

Abdülhamid I memiliki setidaknya empat belas permaisuri:

§  Ayşe Kadın. BaşKadin (permaisuri pertama) sampai kematiannya pada tahun 1775. Ia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Hace Ruhşah Hatice Kadın. BaşKadin setelah kematian Ayşe. Dia adalah permaisuri yang paling dicintai Abdulhamid. Dia adalah selirnya bahkan sebelum dia menjadi sultan. Lima surat cinta yang sangat intens yang ditulis sultan kepadanya sekitar waktu itu telah disimpan. Ibu dari setidaknya seorang putra. Setelah kematian Abdülhamid dia melakukan ziarah ke Mekah dengan perwakilan, yang memberinya nama "Hace". Dia meninggal pada tahun 1808 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.

§  Binnaz Kadin. Ia lahir sekitar tahun 1743. Tanpa anak, setelah kematian Abdülhamid ia menikah dengan Çayırzade İbrahim Ağa. Dia meninggal pada Mei atau Juni 1823, dan dimakamkan di taman Mausoleum Hamidiye.

§  Nevres Kadin. Sebelum menjadi permaisuri, dia adalah bendahara harem. Dia meninggal pada tahun 1797.

§  Ayşe Sineperver Kadın. Dia adalah ibu dari setidaknya dua putra, termasuk Mustafa IV, dan dua putri. Dia adalah Valide Sultan kurang dari setahun sebelum deposisi putranya, dan menghabiskan sisa hidupnya di istana putrinya. Dia meninggal pada 11 Desember 1828.

§  Mehtabe Kadin. Awalnya seorang Kalfa (pelayan) harem, dia menjadi permaisuri melalui bantuan kızları agasi Beşir Ağa. Dia meninggal pada tahun 1807.

§  Muteber Kadin. Disebut juga Mutebere Kadın. Ibu dari setidaknya seorang putra. Stempel pribadinya berbunyi: “ Devletlü beşinci Muteber Kadın Hazretleri ”. Dia meninggal pada 16 Mei 1837 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.

§  Fatma Şebsefa Kadın. Disebut juga Şebisefa, Şebsafa atau Şebisafa Kadin. Ibu dari setidaknya seorang putra dan tiga putri. Dia memiliki pertanian di Thessaloniki, yang dia wariskan kepada putrinya ketika dia meninggal pada tahun 1805. Dia dimakamkan di dekat Masjid Zeyrek.

§  Nakşidil Kadın. Berasal dari Georgia atau Sirkasia, dia menjadi terkenal karena legenda yang tidak terbukti bahwa dia sebenarnya adalah hilangnya Aimée du Buc de Rivéry, sepupu jauh Permaisuri Josephine Bonaparte. Dia adalah ibu dari dua putra dan putri, termasuk Mahmud II. Dia meninggal pada 22 Agustus 1817 dan dimakamkan di mausoleumnya di dalam Masjid Fatih miliknya.

§  Hümaşah Kadın. Ibu dari setidaknya seorang putra, dia membangun air mancur di dekat Dolmabahçe dan satu lagi di Emirgân. Dia meninggal pada tahun 1778 dan dimakamkan di Yeni Cami.

§  Dilpezir Kadın. Dia meninggal pada tahun 1809 dan dimakamkan di taman Mausoleum Hamidiye.

§  Mislinayab Kadın. Dia dimakamkan di mausoleum Nakşıdil Valide Sultan.

§  Mihriban Kadin. Disalahartikan oleh Oztüna sebagai ibu Esma Sultan, dia meninggal pada tahun 1812 dan dimakamkan di Edirne.

§  Nükhetseza Hanim. BaşIkbal, dia adalah permaisuri termuda. Dia meninggal pada tahun 1851.

 

2)      PUTRA

Abdül hamid Saya memiliki setidaknya sebelas putra:

§  Şehzade Abdullah (1 Januari 1776 - 1 Januari 1776). Lahir mati, dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Mehmed (22 Agustus 1776 - 20 Februari 1781) - dengan Hümaşah Kadın. Meninggal karena cacar, dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Şehzade Ahmed (8 Desember 1776 - 18 November 1778) - dengan Ayşe Sineperver Kadın. Dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Şehzade Abdürrahman (8 September 1777 - 8 September 1777). Lahir mati, dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Süleyman (13 Maret 1778 - 19 Januari 1786) - dengan Muteber Kadın. Meninggal karena cacar, dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Şehzade Ahmed (1779 - 1780). Ia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Abdülaziz (19 Juni 1779 - 19 Juni 1779) - dengan Ruhşah Kadin. Lahir mati, dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Mustafa IV (8 September 1779 - 16 November 1808) - dengan Ayşe Sineperver Kadın. Sultan ke-29 dari Kekaisaran Ottoman, dieksekusi setelah kurang dari setahun.

§  Şehzade Mehmed Nustet (20 September 1782 - 23 Oktober 1785) - dengan Şebsefa Kadın. Ibunya mendedikasikan sebuah masjid untuk mengenangnya. Ia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Şehzade Seyfullah Murad (22 Oktober 1783 - 21 Januari 1785) - dengan Nakşidil Kadin. Ia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Mahmud II (20 Juli 1785 - 1 Juli 1839) - dengan Nakşidil Kadin. Sultan ke-30 Kekaisaran Ottoman.

 

3)      PUTRI

Abdül hamid Saya memiliki setidaknya enam belas anak perempuan:

§  Ayşe Athermelik Dürrüşehvar Hanım (c.1767 - 11 Mei 1826). Disebut juga Athermelek. Dia dikandung saat ayahnya masih Şehzade dan dikurung di Kafes, sehingga melanggar aturan harem. Ibunya diselundupkan keluar istana dan kelahirannya dirahasiakan, jika tidak keduanya akan dibunuh. Ketika Abdülhamid, yang memujanya, naik tahta, dia mengembalikannya ke istana dengan status "anak angkat", yang memberinya pangkat putri kekaisaran seperti putri lainnya, tetapi dia tidak dapat memberinya gelar "Sultan". , jadi dia tidak pernah datang. sepenuhnya setara dengan saudara tiri. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.

§  Hatice Sultan (12 Januari 1776 - 8 November 1776). Putri pertama lahir setelah ayahnya naik takhta, kelahirannya dirayakan selama sepuluh hari. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Ayşe Sultan (30 Juli 1777 - 9 September 1777). Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Esma Sultan (17 Juli 1778 - 4 Juni 1848) - dengan Ayşe Sineperver Kadın. Dia dijuluki Küçük Esma (Esma yang lebih muda ) untuk membedakannya dari bibinya, Esma yang tertua. Dekat dengan saudara laki-lakinya Mustafa IV, dia berusaha mengembalikannya ke tahta dengan bantuan saudara tiri mereka Hibetullah Sultan, tetapi akhirnya dia menjadi saudara perempuan favorit sultan baru, saudara tirinya Mahmud II, yang memberinya gelar. kebebasan yang belum pernah diberikan kepada seorang putri. Dia menikah sekali tetapi tidak memiliki anak.

§  Melekşah Sultan (19 Februari 1779 - 1780).

§  Rabia Sultan (20 Maret 1780 - 28 Juni 1780). Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Aynışah Sultan (9 Juli 1780 - 28 Juli 1780). Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Melekşah Sultan (28 Januari 1781 - 24 Desember 1781). Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Rabia Sultan (10 Agustus 1781 - 3 Oktober 1782). Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Fatma Sultan (12 Desember 1782 - 11 Januari 1786) - bersama Ayşe Sineperver Kadın. Meninggal karena cacar, dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye. Sebuah air mancur didedikasikan untuk mengenangnya.

§  Hatice Sultan (6 Oktober 1784 - 1784).

§  Alemşah Sultan (11 Oktober 1784 - 10 Maret 1786) - dengan Şebsefa Kadın. Kelahirannya dirayakan selama tiga hari. Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Saliha Sultan (27 November 1786 - 10 April 1788) - dengan Nakşidil Kadin. Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Emine Sultan (4 Februari 1788 - 9 Maret 1791) - dengan Şebsefa Kadın. Ayahnya sangat berharap dia akan hidup dan menghujaninya dengan hadiah, termasuk properti bibinya yang kemudian Esma Sultan dan istana penghibur Chechnya. Dia meninggal karena cacar dan dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Zekiye Sultan (20 Maret 1788). Dia meninggal saat masih bayi.

§  Hibetullah Sultan (16 Maret 1789 - 19 September 1841) - dengan Şebsefa Kadın. Dia menikah sekali tetapi tidak memiliki anak. Dia bekerja sama dengan saudara tirinya Esma Sultan untuk mengembalikan Mustafa IV, saudara laki-laki Esma dan saudara tiri Hibetullah, ke tahta, tetapi dia ditemukan oleh Mahmud II, sultan baru dan juga saudara tiri mereka, dan ditempatkan di bawah tahanan rumah selama hidup, tidak dapat berkomunikasi dengan siapa pun.

 

f.        KEMATIAN

Makam Abdul Hamid I di perempatan Eminönü di Fatih, Istanbul.

Abdul Hamid meninggal pada 7 April 1789, pada usia enam puluh empat tahun, di Istanbul. Ia dimakamkan di Bahcekapi, makam yang dibangunnya sendiri.

Dia memelihara kuda Arab dengan penuh semangat. Salah satu ras Arab Küheylan dinamai "Küheylan Abdülhamid" menurut namanya.

·        Selim III

Selim III

سليم الثالث

 

Sultan Selim III

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-28

Pemerintahan : 7 April 1789 – 29 Mei 1807

Pendahulu : Abdul Hamid I

Penerus : Mustafa IV

Lahir : 24 Desember 1761. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 28 Juli 1808 (umur 46). Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Laleli, Masjid Istanbul

Permaisuri :

1. Nefizar Kadin

2. Afitab Kadin

3. Refet Kadin

4. Pakize Hanim

Nama : Selim bin Mustofa

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Mustofa III

Ibu : Mihrişah Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Selim III (Turki Utsmaniyah: سليم ثالث, diromanisasi: Selim-i sâlis; bahasa Turki: III. Selim; 24 Desember 1761 – 28 Juli 1808) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1789 hingga 1807. Dianggap sebagai penguasa yang tercerahkan, Janissari akhirnya menggulingkan dan memenjarakannya, dan menempatkan sepupunya Mustafa di atas takhta sebagai Mustafa IV. Selim kemudian dibunuh oleh sekelompok pembunuh.

a.      MASA MUDA

Selim III adalah putra Sultan Mustafa III dan istrinya Mihrişah Sultan. Ibunya Mihrişah Sultan berasal dari Georgia, dan ketika dia menjadi Valide Sultan, dia berpartisipasi dalam mereformasi sekolah negeri dan mendirikan perusahaan politik. Ayahnya Ottoman Sultan Mustafa III berpendidikan sangat tinggi dan percaya akan perlunya reformasi. Mustafa III berusaha menciptakan pasukan yang kuat selama masa damai dengan tentara yang profesional dan terdidik. Ini terutama dimotivasi oleh ketakutannya akan invasi Rusia. Selama Perang Rusia-Turki, dia jatuh sakit dan meninggal karena serangan jantung pada tahun 1774. Sultan Mustafa menyadari fakta bahwa diperlukan reformasi militer. Dia mendeklarasikan peraturan militer baru dan membuka akademi maritim dan artileri.

Sultan Mustafa sangat dipengaruhi oleh mistisisme. Oracle meramalkan putranya Selim akan menjadi penakluk dunia, jadi dia mengadakan pesta gembira yang berlangsung selama tujuh hari. Selim berpendidikan sangat baik di istana. Sultan Mustafa III mewariskan putranya sebagai penggantinya; namun, paman Selim Abdul Hamid I naik tahta setelah kematian Mustafa. Sultan Abdul Hamid I merawat Selim dan sangat menitikberatkan pendidikannya.

Setelah kematian Abdul Hamid, Selim menggantikannya pada 7 April 1789, dalam usia 27 tahun. Sultan Selim III sangat menyukai sastra dan kaligrafi; banyak dari karyanya dipajang di dinding masjid dan biara. Dia menulis banyak puisi, terutama tentang pendudukan Krimea oleh Rusia. Dia berbicara bahasa Arab, Persia, Turki, dan Bulgaria Kuno dengan lancar. Selim III sangat mementingkan patriotisme dan agama. Dia mendemonstrasikan keahliannya dalam puisi, musik dan menyukai seni rupa dan ketentaraan.

b.      MEMERINTAH

1)      RENCANA REFORMASI

Selim III menerima pejabat di audiensi di Gerbang Kebahagiaan, Istana Topkapi. Lukisan oleh Konstantin Kapıdağlı.

Bakat dan energi yang dianugerahkan Selim III telah membuatnya disayangi oleh orang-orang, dan harapan besar didirikan pada pengangkatannya. Dia banyak bergaul dengan orang asing, dan benar-benar diyakinkan tentang perlunya mereformasi negaranya.

Namun, Austria dan Rusia tidak memberinya waktu untuk apa pun selain pertahanan, dan tidak sampai Perdamaian Iaşi (1792) dia diberi ruang bernapas di Eropa, sementara invasi Napoleon ke Mesir dan Suriah segera menyerukan upaya terkuat kekaisaran. .

Provinsi Ottoman dari Mesir hingga Suriah mulai menerapkan kebijakan Prancis dan mulai menjauh dari Istanbul setelah serangan Napoleon.

Kampanye Prancis di Mesir dan Suriah melawan pasukan Mamluk dan Ottoman.

Selim III diuntungkan oleh jeda untuk menghapus kepemilikan militer atas wilayah kekuasaan; ia memperkenalkan reformasi yang bermanfaat ke dalam administrasi, terutama di departemen fiskal, dicari dengan rencana yang dipertimbangkan dengan baik untuk memperluas penyebaran pendidikan, dan melibatkan perwira asing sebagai instruktur, yang olehnya dikumpulkan korps kecil pasukan baru yang disebut nizam-i-jedid. dan dibor pada tahun 1797. Unit ini terdiri dari pemuda petani Turki dari Anatolia dan dilengkapi dengan persenjataan modern.

Pasukan ini mampu bertahan melawan Janissari yang memberontak di provinsi Balkan seperti Sanjak dari Smederevo melawan Wazir Hadži Mustafa Pasha yang ditunjuknya, di mana gubernur yang tidak puas tidak segan-segan mencoba memanfaatkan mereka untuk melawan sultan yang melakukan reformasi.

Didorong oleh keberhasilan ini, Selim III mengeluarkan perintah bahwa di masa depan orang-orang terpilih harus diambil setiap tahun dari Janissari untuk bertugas di nizam-i-jedid. Selim III tidak dapat mengintegrasikan nizam-i jedi dengan sisa tentara yang secara keseluruhan membatasi perannya dalam pertahanan negara.

2)      HUBUNGAN LUAR NEGERI

Tentara utama Ottoman yang dipimpin oleh Wazir Agung maju ke Sofia (di Bulgaria yang diduduki) pada Mei 1788, untuk melawan tentara Austria dan Rusia.

Selim III naik tahta hanya untuk menemukan bahwa Kekaisaran Ottoman lama telah sangat berkurang karena konflik di luar kerajaan. Dari utara, Rusia telah merebut Laut Hitam melalui Perjanjian Küçük Kaynarca pada tahun 1774. Selim menyadari pentingnya hubungan diplomatik dengan negara lain, dan mendorong kedutaan permanen di pengadilan semua negara besar Eropa, tugas yang berat karena prasangka agama terhadap umat Islam. Bahkan dengan kendala agama, kedutaan besar tetap didirikan di Inggris, Prancis, Prusia, dan Austria. Selim, seorang penyair dan musisi yang berbudaya, melakukan korespondensi panjang dengan Louis XVI. Meski tertekan dengan berdirinya republik di Prancis, pemerintah Utsmaniyah ditenangkan oleh perwakilan Prancis di Konstantinopel yang menjaga niat baik dari berbagai tokoh berpengaruh.

Namun, pada 1 Juli 1798, pasukan Prancis mendarat di Mesir, dan Selim menyatakan perang terhadap Prancis. Dalam aliansi dengan Rusia dan Inggris, Turki berada dalam konflik berkala dengan Prancis di darat dan laut hingga Maret 1801. Perdamaian terjadi pada Juni 1802, Tahun berikutnya menimbulkan masalah di Balkan. Selama beberapa dekade kata sultan tidak memiliki kekuatan di provinsi-provinsi terpencil, mendorong reformasi militer Selim untuk menerapkan kembali kendali pusat. Keinginan ini tidak terpenuhi. Salah satu pemimpin pemberontak adalah Osman Pazvantoğlu yang didukung Austria, yang invasi ke Wallachia pada tahun 1801 mengilhami intervensi Rusia, menghasilkan otonomi yang lebih besar untuk provinsi Dunubian. Kondisi Serbia juga memburuk. Mereka mengambil giliran yang menentukan dengan kembalinya Janissari yang dibenci, digulingkan 8 tahun sebelumnya. Pasukan ini membunuh gubernur tercerahkan Selim, mengakhiri pemerintahan terbaik yang dimiliki provinsi ini dalam 100 tahun terakhir. Baik senjata maupun diplomasi tidak dapat memulihkan otoritas Ottoman.

Pengaruh Prancis dengan Sublime Porte (sebutan diplomatik Eropa untuk negara Ottoman) tidak bangkit kembali tetapi kemudian menyebabkan Sultan menentang St. Petersburg dan London, dan Turki bergabung dengan Sistem Kontinental Napoleon. Perang diumumkan di Rusia pada 27 Desember dan di Inggris pada Maret 1807.

3)      PEMBERONTAKAN JANISSARI

Proyek militer Sultan yang paling ambisius adalah pembentukan korps infanteri baru yang sepenuhnya terlatih dan diperlengkapi sesuai dengan standar Eropa terbaru. Unit ini, yang disebut nizam-i jedid (orde baru), dibentuk pada tahun 1797 dan mengadopsi pola rekrutmen yang tidak biasa bagi pasukan kekaisaran; itu terdiri dari pemuda petani Turki dari Anatolia, indikasi yang jelas bahwa sistem devshirme tidak lagi berfungsi. Dipekerjakan dan dilatih oleh orang Eropa, nizam-i jedid dilengkapi dengan senjata modern dan seragam bergaya Prancis. Pada tahun 1806, tentara baru berjumlah sekitar 23.000 tentara, termasuk korps artileri modern, dan unitnya tampil efektif dalam aksi kecil. Tetapi ketidakmampuan Selim III untuk mengintegrasikan kekuatan dengan tentara reguler dan keengganannya untuk mengerahkannya melawan lawan domestiknya membatasi perannya dalam mempertahankan negara yang diciptakannya untuk dilestarikan.

Sejak awal pemerintahan Selim, Janissari memandang seluruh program reformasi militer ini sebagai ancaman terhadap kemerdekaan mereka, dan mereka menolak untuk mengabdi bersama tentara baru di lapangan. Para derebey yang kuat khawatir dengan cara sultan membiayai pasukan barunya — dia menyita timar dan mengarahkan pendapatan lainnya ke nizam-i jedid. Oposisi lebih lanjut datang dari ulama dan anggota elit penguasa lainnya yang keberatan dengan model Eropa yang menjadi dasar reformasi militer Selim.

Dipimpin oleh Janissari yang memberontak, pasukan ini bersatu pada tahun 1806, menggulingkan Selim III, dan memilih penggantinya, Mustafa IV, yang berjanji untuk tidak mencampuri hak istimewa mereka. Keputusan deposisi menuduh Selim III gagal menghormati agama Islam dan tradisi Ottoman. Selama tahun berikutnya, kedutaan besar di Eropa dibongkar, pasukan nizam-i jedid dibubarkan, dan sultan yang digulingkan, yang reformasi militernya yang berhati-hati dimaksudkan untuk tidak lebih dari melestarikan tradisi Ottoman, dibunuh.

4)      PERANG AUSTRIA – TURKI (1787-1791)

Bentrokan antara pasukan Rusia-Austria dan Turki Ottoman dalam Pertempuran Rymnik.

Perang Austro-Turki tahun 1787 adalah perjuangan yang tidak meyakinkan antara Kekaisaran Austria dan Ottoman. Itu terjadi bersamaan dengan Perang Rusia-Turki tahun 1787-1792 pada masa pemerintahan Sultan Ottoman Selim III.

Pengepungan Beograd oleh Austria pada tahun 1789.

5)      PERANG RUSIA-TURKI

Pasukan Ottoman mati-matian berusaha menghentikan kemajuan Rusia selama Pengepungan Ochakov (1788).

Perang Rusia-Turki besar pertama (1768–1774) dimulai setelah Turki menuntut agar penguasa Rusia, Catherine II yang Agung, tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Polandia. Rusia kemudian memenangkan kemenangan yang mengesankan atas Turki. Mereka merebut Azov, Krimea, dan Bessarabia, dan di bawah Marsekal Lapangan Pyotr Rumyantsev mereka menyerbu Moldavia dan juga mengalahkan Turki di Bulgaria. Orang-orang Turki terpaksa mencari perdamaian, yang dituangkan dalam Perjanjian Küçük Kaynarca. Perjanjian ini membuat khanat Krimea independen dari sultan Turki maju ke perbatasan Rusia. Rusia sekarang berada dalam posisi yang jauh lebih kuat untuk berkembang, dan pada 1783 Catherine menganeksasi semenanjung Krimea secara langsung.

Perang pecah pada 1787, dengan Austria lagi di pihak Rusia. Di bawah Jenderal Alexander Suvorov, Rusia memenangkan beberapa kemenangan yang memberi mereka kendali atas sungai Dniester dan Danube yang lebih rendah, dan keberhasilan Rusia selanjutnya memaksa Turki untuk menandatangani Perjanjian Jassy pada tanggal 9 Januari 1792. Dengan perjanjian ini Turki menyerahkan seluruh bagian barat Ukraina Hitam Pantai laut ke Rusia. Ketika Turki menggulingkan gubernur Russophile di Moldavia dan Walachia pada tahun 1806, perang pecah lagi, meskipun tidak teratur, karena Rusia enggan memusatkan kekuatan besar melawan Turki sementara hubungannya dengan Prancis Napoleon sangat tidak pasti. Tetapi pada tahun 1811, dengan prospek perang antara Prancis dan Rusia di depan mata, yang terakhir mencari keputusan cepat di perbatasan selatannya. Kampanye kemenangan marshal lapangan Rusia Mikhail Kutuzov pada tahun 1811–12 memaksa Turki untuk menandatangani Perjanjian Bukares pada tanggal 18 Mei 1812. Mengakhiri perang yang telah dimulai pada tahun 1806, perjanjian damai ini menetapkan penyerahan Bessarabia oleh Ottoman ke Rusia.

Rusia juga mendapatkan amnesti dan janji otonomi bagi Serbia, yang telah memberontak melawan pemerintahan Turki, tetapi garnisun Turki diberi kendali atas benteng Serbia. Implementasi perjanjian itu dicegah oleh sejumlah perselisihan, dan pasukan Turki kembali menginvasi Serbia pada tahun berikutnya.

6)      RELATIONS WITH TIPU SULTAN

Selim III

Tipu Sultan adalah seorang penguasa independen dari Kesultanan Mysore, dengan kesetiaan yang tinggi kepada Kaisar Mughal Shah Alam II. Dia sangat meminta bantuan Ottoman selama Perang Anglo-Mysore Ketiga, di mana dia menderita kekalahan yang tidak dapat diubah. Tipu Sultan kemudian mulai mengkonsolidasikan hubungannya dengan Prancis. Dalam upaya untuk bertemu dengan Tipu Sultan, Napoleon menginvasi Mesir Ottoman pada tahun 1798, menyebabkan kehebohan di Konstantinopel.

Inggris kemudian mengimbau Selim III untuk mengirim surat ke Tipu Sultan meminta Kesultanan Mysore untuk menghentikan perangnya melawan British East India Company. Selim III kemudian menulis surat kepada Tipu Sultan yang mengkritik Prancis, dan juga memberi tahu Tipu Sultan bahwa Ottoman akan bertindak sebagai perantara antara Kesultanan Mysore dan Inggris. Tipu Sultan menulis dua kali kepada Selim III, menolak saran dari Ottoman, sayangnya sebelum sebagian besar suratnya tiba di Konstantinopel, Perang Anglo-Mysore Keempat pecah dan Tipu Sultan terbunuh selama Pengepungan Seringapatam (1799).

7)      LARANGAN ALKOHOL

Banyak sultan Ottoman memberlakukan larangan alkohol (sering kali dengan keberhasilan terbatas). Terlepas dari sikap garis keras Selim III tentang konsumsi alkohol, dan ancaman untuk mengeksekusi orang Kristen dan Yahudi yang tertangkap menjual anggur atau rakı kepada Muslim, terbukti sangat sulit untuk membatasi konsumsi alkohol di Istanbul, di mana anggur diproduksi secara lokal dan kota itu memiliki banyak rumah anggur yang didirikan. penduduknya yang non muslim.

c.       INSIDEN EDIRNE 1806

Insiden Edirne 1806 adalah konfrontasi bersenjata antara Pasukan Orde Baru (Nizam-I Cedid) dari Sultan Ottoman Selim III dan koalisi tokoh terkemuka Balkan, ayans, dan garnisun Janisari di kawasan itu yang terjadi di Thrace sepanjang musim panas 1806. penyebab kejadian tersebut adalah upaya Selim III untuk memperluas kehadiran tetap Orde Baru ke Rumelia melalui pendirian barak-barak Orde Baru di kota-kota kawasan tersebut. Hasil akhir dari konfrontasi tersebut adalah mundurnya pasukan kekaisaran kembali ke Istanbul dan ke Anatolia, yang merupakan pukulan mematikan bagi ambisi Selim III untuk memperluas pasukannya yang telah direformasi, serta pukulan besar bagi legitimasinya. Citra yang memburuk ini akan mengakibatkan deposisi pada Mei berikutnya.

d.      KEJATUHAN DAN PEMBUNUHAN

Namun, Selim III benar-benar berada di bawah pengaruh duta besar Prancis untuk Porte Horace Sébastiani, dan armada terpaksa mundur tanpa mempengaruhi tujuannya. Tetapi anarki, nyata atau laten, yang ada di seluruh provinsi terbukti terlalu besar untuk diatasi oleh Selim III. Janissari sekali lagi memberontak, membujuk Syekh ul-Islam untuk memberikan fetva melawan reformasi, mencopot dan memenjarakan Selim III, dan menempatkan sepupunya Mustafa di atas takhta, sebagai Mustafa IV (1807–08), pada 29 Mei 1807 .

Ayan dari Rustchuk, Alemdar Mustafa, seorang partisan yang kuat dari reformasi, mengumpulkan 40.000 tentara dan berbaris di Konstantinopel dengan tujuan mengembalikan Selim III, tetapi dia datang terlambat. Sultan reformasi naas telah ditikam di seraglio oleh Kepala Kasim Hitam dan anak buahnya. Setibanya di ibu kota, satu-satunya jalan Bairakdar adalah melampiaskan dendamnya Mustafa IV dan menempatkan di atas takhta Mahmud II (1808–1839), satu-satunya anggota keluarga Osman yang masih hidup.

Versi lain tentang pembunuhannya menyatakan bahwa pada saat deposisi, Selim sedang menginap di Harem. Pada Kamis malam, 28 Juli 1808, dia bersama dua pendampingnya, Refet Kadın dan Pakize Hanım. Alemdar Mustafa Pasha, seorang loyalis Selim, sedang mendekati kota dengan pasukannya untuk mengembalikan Selim. Oleh karena itu, Mustafa IV memberikan perintah untuk membunuh dia dan saudaranya Pangeran Mahmud.

Para pembunuh tampaknya adalah sekelompok orang, termasuk Penguasa Lemari bernama Fettah si Georgia, bendaharawan Ebe Selim, dan kasim kulit hitam bernama Nezir Ağa. Selim rupanya tahu ajalnya akan tiba ketika dia melihat pedang mereka terhunus. Pakize Hanim melemparkan dirinya di antara mereka dan tuannya, tangannya terpotong. Refet Kadın mulai berteriak ketakutan, gadis budak lain yang bergegas masuk pingsan saat melihat apa yang akan terjadi. Perjuangan pun terjadi dan mantan sultan itu ditebas dan dibunuh, kata-kata terakhirnya tampaknya adalah "Allahu Akbar" ("Tuhan Maha Besar").

Laleli Mosque tomb Sultan Mustafa III and son Selim III

Refet Kadın melemparkan dirinya ke tubuh tetapi diseret pergi. Tubuh itu dengan cepat dibungkus selimut. Para pembunuh bergerak untuk menemukan Pangeran Mahmud dan berusaha membunuhnya juga. Dia lebih beruntung dan kemudian memerintahkan para pembunuh untuk dieksekusi. Selim III akan menjadi satu-satunya sultan Utsmaniyah yang terbunuh oleh pedang. Ia dimakamkan di Masjid Laleli dekat makam ayahnya.

e.      MINAT PUISI DAN SENI

Seorang pencinta musik yang hebat, Sultan Selim III adalah seorang komposer dan pemain dengan bakat yang signifikan. Dia menciptakan empat belas makam-s (jenis melodi), tiga di antaranya digunakan saat ini. Enam puluh empat komposisi Selim III dikenal saat ini, beberapa di antaranya merupakan bagian dari perbendaharaan reguler pertunjukan musik klasik Turki. Selain menggubah musik, Selim III juga memainkan ney (suling buluh) dan tanbur (kecapi resah berleher panjang).

Ketertarikan Selim III pada musik dimulai pada hari-harinya sebagai seorang pangeran (syahzade) ketika dia belajar di bawah Kırımlı Ahmet Kamil Efendi dan Tanburi İzak Efendi. Dia sangat menghormati Tanburi İzak Efendi, dan diceritakan bahwa Sultan bangkit dengan hormat ketika Tanburi İzak Efendi memasuki istana.

Sebagai pelindung seni, Selim III menyemangati para musisi pada zamannya, antara lain Dede Efendi dan Baba Hamparsum. Sistem notasi Hamparsum yang ditugaskan Selim menjadi notasi dominan untuk musik Turki dan Armenia. Namanya dikaitkan dengan sekolah Musik Turki Klasik karena kebangkitan dan kelahiran kembali musik di istananya. Selim III juga tertarik dengan musik barat dan pada tahun 1797 mengundang rombongan opera untuk pertunjukan opera pertama di Kesultanan Utsmaniyah.

Menulis dengan nom de plume ″İlhami″, puisi Selim dikumpulkan di sebuah dipan. Di antara hadirin reguler di istananya adalah Şeyh Galib, yang dianggap sebagai salah satu dari empat penyair Ottoman terbesar. Galib sekarang dianggap tidak hanya sebagai teman dekat Sultan, karena mereka berdua cukup dekat, tetapi melalui puisi Galib Anda menemukan dukungan yang luar biasa untuk reformasi militer barunya

Selim III adalah anggota Ordo Mevlevi dari Darwis Berputar Sufi, dan masuk ke ordo di Galata Mevlevihanesi dengan nama ″Selim Dede". Dia adalah seorang komposer terkenal, menciptakan banyak komposisi musik, termasuk ayin Mevlevi, panjang dan bentuk liturgi kompleks yang dilakukan selama semâ (upacara keagamaan) dari Mevlana (Jalal ad-Din Muhammad Balkhi-Rumi) Tariqah Sufi Whirling Mystics, di makam Suzidilara.

Dia memperluas perlindungannya Antoine Ignace Melling, yang dia tunjuk sebagai arsitek istana pada tahun 1795. Melling membangun sejumlah istana dan bangunan lain untuk Sultan dan membuat ukiran Konstantinopel kontemporer.

f.        KELUARGA

Selim III memiliki banyak permaisuri, tetapi tidak memiliki anak.

§  Nefizar Kadin. BaşKadin (permaisuri pertama). Disebut juga Nafizar, Safizar atau Sefizar. Dia meninggal pada tanggal 30 Mei 1792 dan dimakamkan di Masjid Laleli.

§  Afitab Kadin. Dia menjadi BaşKadin setelah kematian Nefizar. Dia meninggal pada tahun 1807.

§  Zibifer Kadin. Juga disebut Ziybülfer. Setelah pembunuhan Selim, dia tinggal di sebuah istana di Bosphorus. Dia meninggal 10 Maret 1817 dan dimakamkan di Büyük Selimiye di Üsküdar.

§  Tabisefa Kadin. Setelah pembunuhan Selim III dia tinggal di Istana Fındıklı. Dia meninggal pada 14 Maret 1855 dan dimakamkan di masjid Laleli.

§  Refet Kadin. Dia lahir pada tahun 1777. Dia adalah salah satu dari dua selir yang berusaha mencegah pembunuhan Selim. Refet melemparkan dirinya ke sultan untuk melindunginya, tetapi terlempar dan harus menyaksikan para pembunuh menyelesaikan pekerjaannya sementara dia berteriak dan menangis serta menjambak rambutnya. Dia meninggal pada tanggal 22 Oktober 1867 dan dimakamkan di makam Sultan Mihrişah di Eyüp.

§  Nürusems Kadın. Dia meninggal pada Mei 1826 dan dimakamkan di masjid Laleli.

§  Husnümah Kadın. Menerima penghasilan Tirus. Dia meninggal pada tahun 1814 dan dimakamkan di masjid Laleli.

§  Demhoş Kadın. Dia menjadi salah satu permaisuri pada tahun 1799. Dia mungkin meninggal sekitar tahun 1806.

§  Goncenigar Kadın. Dia meninggal setelah 1806.

§  Mahbube Kadin. Dia meninggal setelah 1806.

§  Aynısefa Kadın. Dia meninggal setelah 1794.

§  Pakize Hanim. BaşIkbal, dia adalah salah satu favorit utama. Dia adalah salah satu dari dua permaisuri yang berusaha mencegah pembunuhan Selim. Pakize melemparkan dirinya di antara para pembunuh dan sultan dan terluka di tangan dalam perjuangan itu.

§  Meryem Hanim. Dia meninggal setelah 22 Agustus 1807.

 

·        Mustafa IV

Mustafa IV

مصطفى الرابع

 

Sultan Mustafa IV

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-29

Memerintah : 29 Mei 1807 – 28 Juli 1808

Pendahulu : Selim III

Penerus : Mahmud II

Lahir : 8 September 1779. Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 16 November 1808 (umur 29). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Makam : Abdul Hamid I, Fatih, Istanbul

Permaisuri :

1. Şevkinür Kadın

2. Peykidil Kadın

3. Dilpezir Kadın

4. Seyare Kadin

Nama : Mustafa bin Abdul Hamid

Dinasti : Ottoman Utsmani

Ayah : Abdul Hamid I

Ibu : Sineperver Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Mustafa IV (8 September 1779 – 16 November 1808) adalah Sultan Kekaisaran Ottoman tahun 1807-1808.

a.      MASA MUDA

Mustafa IV lahir pada 8 September 1779 di Konstantinopel. Ia adalah putra dari Sultan Abdul Hamid I (1774–1789) dan Sultan Sineperver.

Baik dia dan saudara laki-lakinya, Mahmud II, adalah anggota laki-laki terakhir dari Dinasti Osman setelah sepupu mereka, Sultan Selim III yang reformis (1789–1807). Oleh karena itu, hanya mereka yang memenuhi syarat untuk mewarisi tahta dari Selim, yang memperlakukan mereka dengan baik. Karena Mustafa adalah yang lebih tua, dia mengambil alih tahta atas saudaranya.[3] Selama masa pemerintahannya yang singkat, Mustafa akan menyelamatkan nyawa sepupunya, dan memerintahkannya untuk dibunuh. Mustafa adalah putra mahkota favorit Sultan Selim III, tetapi dia menipu sepupunya dan bekerja sama dengan para pemberontak untuk merebut tahtanya.

b.      MEMERINTAH

Dokumen dikeluarkan atas nama Mustafa IV

Mustafa naik tahta setelah deposisi sepupunya, Selim, pada tanggal 29 Mei 1807. Dia naik tahta setelah peristiwa pergolakan yang menyebabkan fatwa terhadap Selim untuk "memperkenalkan [ing] di antara umat Islam tata krama kafir dan menunjukkan niat untuk menekan Janissari." Selim melarikan diri ke istana, di mana dia bersumpah setia kepada sepupunya sebagai sultan baru, dan mencoba bunuh diri. Mustafa menyelamatkan nyawanya dengan menghancurkan cangkir racun yang coba diminum sepupunya.

Pemerintahan singkat Mustafa bergejolak. Segera setelah naik tahta, Janissari melakukan kerusuhan di seluruh Konstantinopel, menjarah dan membunuh siapa saja yang tampaknya mendukung Selim. Namun, yang lebih mengancam adalah gencatan senjata yang ditandatangani dengan Rusia, yang membebaskan Mustafa Bayrakdar, seorang komandan pro-reformis yang ditempatkan di Danube untuk menggiring pasukannya kembali ke Konstantinopel dalam upaya memulihkan Selim. Dengan bantuan Wazir Agung Adrianople, tentara berbaris ke ibu kota dan merebut istana.

Sarıbeyzade Aleko, penerjemah Fenerli Divan-ı Hümayun, dieksekusi pada 11 September 1807 karena terlibat memata-matai urusan pemerintahan yang tidak terkait dengan pekerjaannya. Tertulis bahwa dia memberikan pengkhianatan dan rahasia negara kepada musuh dengan label yang tergantung di lehernya. Eksekusi ini mempererat hubungan Ottoman-Prancis. Utusan Prancis Sebastiani memprotes eksekusi Aleko, yang berada di bawah naungan pemerintah dengan pergi ke Babıali. Setelah perjanjian gencatan senjata ditandatangani di lada Rusia dan kekacauan di tentara Silistra, pasukan Ottoman kembali ke Edirne, yang tidak memiliki karakter tentara yang tersisa.

Sultan Mustafa  IV

Sedangkan di Istanbul dan Edirne, setelah musim dingin yang panjang, terjadi embun beku tengah, kekurangan dan kekurangan kayu. Situasi pasukan dan kader Edirne sangat terpukul. Tentara diminta untuk mengirim tentara dari gubernur provinsi, sampai hanya sejumlah besar tentara yang datang dari beberapa tempat di dekat Istanbul seperti Izmit dan Şile. Pengunjuk rasa pro-Nizam-ı Cedid di Anatolia dan Çapanoğlu Süleyman Bey, pertama-tama, telah memotong semua jenis bantuan ke Istanbul.

Mencoba untuk mengamankan posisinya dengan menempatkan dirinya sebagai satu-satunya pewaris Osman yang masih hidup, Mustafa memerintahkan baik Selim dan saudaranya Mahmud untuk dibunuh di Istana Topkapı, Konstantinopel. Dia kemudian memerintahkan pengawalnya untuk menunjukkan tubuh pemberontak Selim, dan mereka segera melemparkannya ke halaman dalam istana. Mustafa kemudian naik singgasananya, dengan anggapan bahwa Mahmud juga telah meninggal, tetapi sang pangeran bersembunyi di tungku pemandian. Sama seperti para pemberontak menuntut Mustafa "menyerahkan tempatnya kepada yang lebih berharga," Mahmud mengungkapkan dirinya, dan Mustafa digulingkan. Kegagalan pemerintahannya yang singkat mencegah upaya untuk membatalkan reformasi yang dilanjutkan di bawah Mahmud.

c.       KEMATIAN

Mustafa kemudian dibunuh atas perintah Mahmud pada 16 November 1808, dan dimakamkan di makam ayahnya.

d.      KELUARGA

Karena masa pemerintahannya yang singkat, Mustafa IV tidak memiliki keluarga besar. Dia memiliki empat permaisuri yang dikenal, seorang putra dan seorang putri, keduanya meninggal saat baru lahir.

1)      PEMAISURI

Mustafa IV memiliki empat permaisuri yang dikenal:

§  Şevkinür Kadın. Permaisuri pertama. Dia meninggal pada tahun 1812 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.

§  Peykidil Kadın. Dia dieksekusi pada tahun 1808 oleh Mahmud II, dituduh berkomplot melawannya bersama dengan Mustafa IV.

§  Dilpezir Kadın. Dia meninggal pada tahun 1809 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.

§  Seyare Kadın. Dia meninggal pada tahun 1817 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.

 

2)      PUTRA

Mustafa IV hanya memiliki satu putra: Şehzade Ahmed (1808/1809 - 1809).

3)      PUTRI

Mustafa IV hanya memiliki satu anak perempuan: Emine Sultan (6 Mei 1809 - Oktober 1809). Dia dimakamkan bersama ayahnya di mausoleum Hamidiye.

·        Mahmud II

Mahmud II

محمود الثاني

 

Sultan Mahmud II

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-30

Pemerintahan : 28 Juli 1808 – 1 Juli 1839

Pendahulu : Mustafa IV

Penerus : Abdulmejid I

Lahir : 20 Juli 1785

Istana : Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 1 Juli 1839 (umur 53). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Makam : Sultan Mahmud II, Fatih, Istanbul, Turki

Permaisuri :

1.Nevfidan Kadin

2. Hoşyar Kadin

3. Aşubcan Kadın

4. Bezmiâlem Kadın

5. Pertevniyal Kadın

Nama : Mahmud Han bin Abdulhamid

Dinasti : Ottoman

Ayah : Abdul Hamid I

Ibu : Nakşidil Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Mahmud II (Turki Utsmaniyah: محمود ثانى, diromanisasi: Maḥmûd-u s̠ânî, bahasa Turki: II. Mahmud; 20 Juli 1785 – 1 Juli 1839) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-30 dari tahun 1808 hingga kematiannya pada tahun 1839.

Pemerintahannya diakui atas reformasi administrasi, militer, dan fiskal yang ekstensif yang ia dirikan, yang berpuncak pada Keputusan Tanzimat ("reorganisasi") yang dilakukan oleh putranya Abdulmejid I dan Abdülaziz. Sering digambarkan sebagai "Peter yang Agung dari Turki", [2] Reformasi Mahmud termasuk penghapusan korps Janissari konservatif pada tahun 1826, yang menghilangkan hambatan besar bagi reformasinya dan penerusnya di Kekaisaran. Reformasi yang dia lakukan ditandai dengan perubahan politik dan sosial, yang pada akhirnya akan mengarah pada lahirnya Republik Turki modern.

Sultan Mahmud II

Terlepas dari reformasi dalam negerinya, pemerintahan Mahmud juga ditandai dengan pemberontakan nasionalis di Serbia dan Yunani yang dikuasai Ottoman, yang menyebabkan hilangnya wilayah Kekaisaran setelah munculnya negara Yunani yang merdeka.

Dalam hal struktur sosial umum Kesultanan Utsmaniyah, pemerintahan Mahmud dicirikan oleh ketertarikan besar pada Westernisasi; institusi, tatanan istana, kehidupan sehari-hari, pakaian, musik, dan banyak bidang lainnya mengalami reformasi radikal saat Kekaisaran Ottoman membuka diri terhadap modernisasi.

a.      MASA MUDA

Mahmud II lahir pada tanggal 20 Juli 1785, di bulan Ramadhan. Dia adalah putra dari Abdul Hamid I dan Tujuh permaisuri Nakşidil Kadin. Dia adalah putra bungsu dari ayahnya, dan anak kedua dari ibunya, dia memiliki seorang kakak laki-laki, Şehzade Seyfullah Murad, dua tahun lebih tua darinya, dan seorang adik perempuan, Saliha Sultan, satu tahun lebih muda darinya. Menurut tradisi, dia dikurung di Kafe setelah kematian ayahnya.

b.      PENCAPAIAN

Ibunya adalah Nakşidil Valide Sultan. Pada tahun 1808, pendahulu Mahmud II, dan saudara tirinya, Mustafa IV memerintahkan eksekusinya bersama sepupunya, Sultan Selim III yang digulingkan, untuk meredakan pemberontakan. Selim III terbunuh, tetapi Mahmud dengan aman disembunyikan oleh ibunya dan ditempatkan di atas takhta setelah pemberontak menggulingkan Mustafa IV. Pemimpin pemberontakan ini, Alemdar Mustafa Pasha, kemudian menjadi wazir Mahmud II.

Sultan Mahmud II

Ada banyak cerita seputar keadaan percobaan pembunuhannya. Sebuah versi oleh sejarawan Ottoman abad ke-19 Ahmed Cevdet Pasha memberikan catatan berikut: salah satu budaknya, seorang gadis Georgia bernama Cevri, mengumpulkan abu ketika dia mendengar keributan di istana seputar pembunuhan Selim III. Ketika para pembunuh mendekati kamar harem tempat tinggal Mahmud, dia dapat menjauhkan mereka untuk sementara waktu dengan melemparkan abu ke wajah mereka, membutakan mereka untuk sementara. Ini memungkinkan Mahmud melarikan diri melalui jendela dan naik ke atap harem. Dia rupanya berlari ke atap Pengadilan Ketiga di mana halaman lain melihatnya dan membantunya turun dengan potongan-potongan pakaian yang dengan cepat diikat menjadi satu sebagai tangga. Saat itu salah satu pemimpin pemberontakan, Alemdar Mustafa Pasha tiba dengan orang-orang bersenjatanya, dan setelah melihat mayat Selim III menyatakan Mahmud sebagai padishah. Budak perempuan Cevri Kalfa dianugerahi atas keberanian dan kesetiaannya dan diangkat haznedar usta, kepala bendahara Harem Kekaisaran, yang merupakan posisi terpenting kedua dalam hierarki. Tangga batu polos di Altınyol (Jalan Emas) Harem disebut Tangga Cevri (Jevri) Kalfa, karena peristiwa itu tampaknya terjadi di sekitar sana dan terkait dengannya.

c.       IKTISAR PEMERINTAHAN

Wazir mengambil inisiatif untuk melanjutkan reformasi yang telah diakhiri oleh kudeta konservatif tahun 1807 yang membawa Mustafa IV ke tampuk kekuasaan. Namun, dia terbunuh dalam pemberontakan tahun 1808 dan Mahmud II untuk sementara meninggalkan reformasi. Upaya reformasi Mahmud II selanjutnya akan jauh lebih berhasil.

1)      PERANG RUSIA – TURKI TAHUN 1806 – 1812

Setelah Mahmud II menjadi sultan, perang perbatasan Turki dengan Rusia terus berlanjut. Pada tahun 1810, Rusia mengepung benteng Silistre untuk kedua kalinya. Saat Kaisar Napoleon I dari Prancis menyatakan perang terhadap Rusia pada tahun 1811, represi Rusia di perbatasan Ottoman berkurang, melegakan Mahmud. Saat ini, Napoleon akan memulai invasi ke Rusia. Dia juga mengundang Ottoman untuk bergabung dengan pawai di Rusia. Namun, Napoleon, yang telah menginvasi seluruh Eropa kecuali Inggris Raya dan Kesultanan Utsmaniyah, tidak dapat dipercaya dan diterima sebagai sekutu; Mahmud menolak tawaran itu. Perjanjian Bukares dicapai dengan Rusia pada tanggal 28 Mei 1812. Menurut Perjanjian Bukares (1812), Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan bagian timur Moldavia ke Rusia (yang menamai wilayah itu sebagai Bessarabia), meskipun telah berkomitmen untuk melindunginya. wilayah. Rusia menjadi kekuatan baru di wilayah Danube yang lebih rendah, dan memiliki perbatasan yang menguntungkan secara ekonomi, diplomatik, dan militer. Di Transkaukasia, Kesultanan Utsmaniyah memperoleh kembali hampir semua yang hilang di timur: Poti, Anapa, dan Akhalkalali. Rusia mempertahankan Sukhum-Kale di pantai Abkhazia. Sebagai gantinya, Sultan menerima aneksasi Rusia atas Kerajaan Imereti, pada tahun 1810. Perjanjian tersebut disetujui oleh Kaisar Alexander I dari Rusia pada tanggal 11 Juni, sekitar 13 hari sebelum invasi Napoleon dimulai. Para komandan Rusia berhasil membawa banyak tentara mereka di Balkan kembali ke wilayah barat kekaisaran sebelum serangan yang diharapkan dari Napoleon.

2)      PERANG MELAWAN NEGARA ARAB SAUDI

Selama tahun-tahun awal pemerintahan Mahmud II, gubernurnya di Mesir Muhammad Ali Pasha berhasil mengobarkan Perang Ottoman-Saudi dan merebut kembali kota suci Madinah (1812) dan Mekah (1813) dari Negara Saudi Pertama.

Abdullah bin Saud dan Negara Saudi Pertama telah melarang Muslim dari Kekaisaran Ottoman memasuki tempat suci Mekah dan Madinah; pengikutnya juga menodai makam Ali bin Abi Thalib, Hassan bin Ali dan Husain bin Ali. Abdullah bin Saud dan dua pengikutnya dipenggal di depan umum karena kejahatan mereka terhadap kota suci dan masjid.

3)      PERANG KEMERDEKAAN YUNANI

Pemerintahannya juga menandai pemisahan pertama dari Kekaisaran Ottoman, dengan Yunani memperoleh kemerdekaannya setelah revolusi yang dimulai pada tahun 1821. Setelah kerusuhan yang terus berlanjut, dia mengeksekusi patriark ekumenis Gregory V pada Minggu Paskah 1821 karena ketidakmampuannya membendung pemberontakan. Selama Pertempuran Erzurum (1821), bagian dari Perang Ottoman-Persia (1821-1823), kekuatan superior Mahmud II dikalahkan oleh Abbas Mirza, menghasilkan kemenangan Qajar Persia yang dikonfirmasikan dalam Perjanjian Erzurum. Beberapa tahun kemudian, pada tahun 1827, gabungan angkatan laut Inggris, Prancis, dan Rusia mengalahkan Angkatan Laut Ottoman di Pertempuran Navarino; setelahnya, Kesultanan Utsmaniyah terpaksa mengakui Yunani dengan Perjanjian Konstantinopel pada Juli 1832. Peristiwa ini, bersamaan dengan penaklukan Prancis atas Aljazair, sebuah provinsi Utsmaniyah (lihat Aljazair Utsmaniyah) pada tahun 1830, menandai dimulainya perpecahan bertahap -up dari Kekaisaran Ottoman. Kelompok etnis non-Turki yang tinggal di wilayah kekaisaran, terutama di Eropa, memulai gerakan kemerdekaannya sendiri.

4)      ISIDEN YANG MENGUNTUNGKAN

Salah satu tindakan Mahmud II yang paling menonjol selama masa pemerintahannya adalah penghancuran korps Janissari pada bulan Juni 1826. Dia menyelesaikan ini dengan perhitungan yang cermat menggunakan sayap militernya yang baru saja direformasi yang dimaksudkan untuk menggantikan Janissari. Ketika Janissari melancarkan demonstrasi menentang reformasi militer yang diusulkan Mahmud II, barak mereka ditembaki untuk secara efektif menghancurkan pasukan elit Ottoman sebelumnya dan membakar hutan Beograd di luar Istanbul untuk membakar sisa-sisa yang tersisa. mengizinkan pembentukan tentara wajib militer bergaya Eropa, yang direkrut terutama dari penutur bahasa Turki di Rumelia dan Asia Kecil. Mahmud juga bertanggung jawab atas penaklukan Mamluk Irak oleh Ali Ridha Pasha pada tahun 1831. Dia memerintahkan eksekusi Ali Pasha dari Tepelena yang terkenal. Dia mengirim Wazir Agung untuk mengeksekusi komandan militer Bosniak Husein Gradaščević dan membubarkan Bosnia Eyalet.

5)      PERANG RUSIA – TURKI TAHUN 1828 -1829

Pertempuran Akhalzic (1828), oleh January Suchodolski. Minyak di atas kanvas, 1839.

Perang Rusia-Turki lainnya (1828-29) pecah pada masa pemerintahan Mahmud II dan dilakukan tanpa janisari. Marsekal von Diebitsch dipersenjatai (dalam kata-kata Baron Moltke) "dengan reputasi kesuksesan yang tak terkalahkan". Dia akan mendapatkan nama Sabalskanski (penyeberang Balkan). Melewati benteng Shumla, dia dengan paksa menggiring pasukannya ke Balkan, muncul di hadapan Adrianople. Sultan Mahmud II mempertahankan kendali atas pasukannya, mengibarkan panji nabi dan menyatakan niatnya untuk mengambil alih komando tentara secara pribadi. Bersiap untuk melakukannya, dia muncul, dengan keliru, bukan dengan menunggang kuda tetapi dengan kereta. Duta besar Divan, Inggris dan Prancis mendesaknya untuk menuntut perdamaian.

Pasukan Rusia mencapai dan menyebabkan Pengepungan Kars (1828), pada bulan Januari Suchodolski.

d.      REFORMASI TANZIMAT


  Makam Sultan Mahmud II pada periode 1860–1890.

Pada tahun 1839, sesaat sebelum kematiannya, ia memulai persiapan untuk era reformasi Tanzimat yang meliputi pembentukan Dewan Menteri atau Meclis-i Vukela. Tanzimat menandai dimulainya modernisasi di Kesultanan Utsmaniyah dan berdampak langsung pada aspek sosial dan hukum kehidupan di Kesultanan, seperti pakaian gaya Eropa, arsitektur, legislasi, organisasi kelembagaan, dan reformasi tanah.

Ia juga memperhatikan aspek tradisi. Dia melakukan upaya besar untuk menghidupkan kembali olahraga panahan. Dia memerintahkan master panahan Mustafa Kani untuk menulis sebuah buku tentang sejarah, konstruksi, dan penggunaan busur Turki, yang darinya sebagian besar berasal dari apa yang sekarang dikenal tentang panahan Turki.

Mahmud II meninggal karena TBC, pada tahun 1839. Pemakamannya dihadiri oleh banyak orang yang datang untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Sultan. Putranya Abdulmejid I menggantikannya dan akan terus melaksanakan upaya reformasi Tanzimat.

e.      REFORMASI

1)      REFORMASI HUKUM


Puisi untuk memuji nabi Muhammad, kaligrafi dan ditandatangani oleh Mahmud II

Di antara reformasinya adalah dekrit (atau firman), yang dengannya dia menutup Pengadilan Penyitaan, dan mengambil sebagian besar kekuasaan Pasha.

Sebelum firman yang pertama, harta milik semua orang yang dibuang atau dihukum mati dirampas ke mahkota; dan motif kotor untuk tindakan kekejaman dengan demikian disimpan dalam operasi terus-menerus, selain dorongan dari sejumlah delator keji.

Perintah kedua mencabut hak kuno para gubernur Turki untuk menghukum mati manusia atas kehendak mereka; Paşa, Aga, dan petugas lainnya, diperintahkan bahwa "mereka sendiri tidak boleh memaksakan diri untuk menjatuhkan hukuman mati pada siapa pun, baik Raya atau Turki, kecuali diizinkan oleh hukuman resmi yang diucapkan oleh Kadı, dan secara teratur ditandatangani oleh hakim." Mahmud juga menciptakan sistem banding dimana penjahat bisa mengajukan banding ke salah satu Kazasker (ketua hakim militer) Asia atau Eropa, dan akhirnya ke Sultan sendiri, jika penjahat memilih untuk mengajukan banding lebih jauh.

Kira-kira pada waktu yang sama ketika Mahmud II menahbiskan perubahan ini, dia secara pribadi memberi contoh reformasi dengan secara teratur menghadiri Divan, atau dewan negara, alih-alih tidak hadir. Praktek Sultan menghindari Divan telah diperkenalkan sejak masa pemerintahan Suleiman I, dan dianggap sebagai salah satu penyebab kemunduran Kekaisaran oleh seorang sejarawan Turki hampir dua abad sebelum masa Mahmud II.

Mahmud II juga membahas beberapa pelanggaran terburuk yang terkait dengan para vakıf, dengan menempatkan pendapatan mereka di bawah administrasi negara. Namun, dia tidak berani menggunakan properti yang sangat besar ini untuk tujuan umum pemerintah. Modernisasinya mencakup pelonggaran sebagian besar pembatasan minuman beralkohol di Kekaisaran, dan sultan sendiri diketahui suka minum secara sosial dengan para menterinya. Pada akhir masa pemerintahannya, reformasinya sebagian besar telah menormalkan kebiasaan minum di kalangan kelas atas dan tokoh politik di Kekaisaran.

Situasi keuangan Kekaisaran bermasalah selama masa pemerintahannya, dan kelas sosial tertentu telah lama berada di bawah tekanan pajak yang berat. Dalam menghadapi persoalan pelik yang muncul karenanya, Mahmud II dinilai telah menunjukkan semangat terbaik dari para Köprülü yang terbaik. Sebuah firma tertanggal 22 Februari 1834, menghapus tuduhan-tuduhan menjengkelkan yang telah lama biasa diambil oleh pejabat publik, ketika melintasi provinsi-provinsi, dari penduduk. Dengan dekrit yang sama, semua pengumpulan uang, kecuali untuk dua periode setengah tahunan reguler, dikecam sebagai pelanggaran. "Tidak ada yang bodoh," kata Sultan Mahmud II dalam dokumen ini, "bahwa saya wajib memberikan dukungan kepada semua rakyat saya melawan proses yang menyusahkan; berusaha tanpa henti untuk meringankan, bukannya menambah beban mereka, dan untuk memastikan kedamaian dan ketenangan. Oleh karena itu, tindakan penindasan itu sekaligus bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan perintah kekaisaran saya."

Haraç, atau pajak kapitasi, meskipun moderat dan mengecualikan mereka yang membayarnya dari dinas militer, telah lama dijadikan mesin tirani kotor melalui keangkuhan dan kesalahan para kolektor pemerintah. Perintah tahun 1834 menghapus cara lama untuk memungutnya dan menetapkan bahwa itu harus diajukan oleh sebuah komisi yang terdiri dari Kadi, gubernur Muslim, dan Ayan, atau kepala kota Raya di setiap distrik. Banyak perbaikan keuangan lainnya terpengaruh. Dengan serangkaian tindakan penting lainnya, pemerintahan administratif disederhanakan dan diperkuat, dan sejumlah besar jabatan ringan dihapuskan. Sultan Mahmud II memberikan contoh pribadi yang berharga tentang akal sehat, dan ekonomi, mengatur rumah tangga kekaisaran, menekan semua gelar tanpa tugas, dan semua pejabat yang digaji tanpa fungsi.

2)      REFORMASI MILITER

Mahmudiye (1829), dibangun oleh Imperial Arsenal di Tanduk Emas di Konstantinopel, selama bertahun-tahun merupakan kapal perang terbesar di dunia. Kapal baris berukuran 201 x 56 kadem, atau 76,15 m × 21,22 m (249,8 kaki × 69,6 kaki) dipersenjatai dengan 128 meriam di 3 geladak dan membawa 1.280 pelaut di dalamnya. Dia berpartisipasi dalam banyak pertempuran laut penting, termasuk Pengepungan Sevastopol (1854–1855) selama Perang Krimea.

Mahmud II menangani secara efektif wilayah militer, "Tımar", dan "Ziamet". Ini telah dilembagakan untuk melengkapi kekuatan militer lama yang efektif, tetapi sudah lama berhenti melayani tujuan ini. Dengan memasukkannya ke ranah publik, Mahmud II secara material memperkuat sumber daya negara, dan mengakhiri sejumlah besar korupsi. Salah satu tindakan paling tegas dari keputusannya adalah penindasan terhadap Dere Beys, kepala suku lokal turun-temurun (dengan kekuasaan untuk mencalonkan penerus mereka jika tidak ada ahli waris laki-laki), yang, dalam salah satu pelanggaran terburuk sistem feodal Ottoman, telah menjadikan diri mereka pangeran kecil di hampir setiap provinsi kekaisaran.

Pengurangan feodator yang tidak patuh ini tidak terpengaruh sekaligus, atau tanpa perjuangan yang berat dan pemberontakan yang sering terjadi. Mahmud II terus bertahan dalam tindakan besar ini dan akhirnya pulau Siprus menjadi satu-satunya bagian dari kekaisaran di mana kekuasaan yang bukan berasal dari Sultan diizinkan untuk dipertahankan oleh Dere Beys.

Salah satu pencapaiannya yang paling menonjol adalah penghapusan (melalui penggunaan kekuatan militer, eksekusi dan pengasingan, dan pelarangan perintah Bektashi) Korps Janisari, peristiwa yang dikenal sebagai Insiden Menguntungkan, pada tahun 1826 dan pembentukan Tentara Utsmaniyah modern, bernama Asakir-i Mansure-i Muhammediye (artinya 'Tentara Kemenangan Muhammad' dalam bahasa Turki Ottoman).

Menyusul kekalahan Yunani setelah Pertempuran Navarino melawan armada gabungan Inggris-Prancis-Rusia pada tahun 1827, Mahmud II memberikan prioritas utama untuk membangun kembali angkatan laut Ottoman yang kuat. Kapal uap pertama Angkatan Laut Utsmaniyah diakuisisi pada tahun 1828. Pada tahun 1829 kapal perang terbesar di dunia selama bertahun-tahun [rujukan?], 201 x 56 kadem (1 kadem = 37.887 cm) atau 76,15 m × 21,22 m (249,8 ft × 69,6 ft ) kapal garis Mahmudiye, yang memiliki 128 meriam di 3 geladak dan membawa 1.280 pelaut di dalamnya, dibangun untuk Angkatan Laut Utsmaniyah di Persenjataan Angkatan Laut Kekaisaran (Tersâne-i Âmire) di Tanduk Emas di Konstantinopel (kadem, yang diterjemahkan sebagai "kaki", sering disalahartikan sebagai panjang yang setara dengan satu kaki imperial, oleh karena itu dimensi yang diubah menjadi "201 x 56 kaki, atau 62 x 17 m" secara keliru di beberapa sumber.)

3)      REFORMASI LAINNYA

Mahmud II sebelum (atas) dan sesudah (bawah) reformasi pakaiannya pada tahun 1826.

Sultan Mahmud II

Selama masa pemerintahannya, Mahmud II juga melakukan reformasi besar-besaran terhadap birokrasi untuk membangun kembali otoritas kerajaan dan meningkatkan efisiensi administrasi pemerintahannya. Ini dicapai dengan menghapuskan jabatan lama, memperkenalkan lini tanggung jawab baru, dan menaikkan gaji sebagai upaya untuk mengakhiri penyuapan. Pada tahun 1838 ia mendirikan dua lembaga yang bertujuan untuk melatih pejabat pemerintah. Pada tahun 1831, Mahmud II juga mendirikan lembaran resmi, Takvim-i Vekayi (Kalender Acara). Ini adalah surat kabar pertama yang diterbitkan dalam bahasa Ottoman-Turki dan wajib dibaca oleh semua pegawai negeri.

Pakaian juga merupakan aspek penting dari reformasi Mahmud II. Dia mulai dengan secara resmi mengadopsi fez untuk militer setelah Janissari pemberantasan pada tahun 1826, yang menandakan istirahat dari gaya lama pakaian militer. Selain itu, dia memerintahkan pejabat sipil untuk juga mengadopsi fez yang serupa, tetapi sederhana, untuk membedakan mereka dari militer. Dia merencanakan agar penduduk mengadopsi ini juga, karena dia menginginkan tampilan yang homogen untuk masyarakat Ottoman dengan undang-undang peraturan tahun 1829. Tidak seperti keputusan pakaian Sultan sebelumnya dan orang-orang dari masyarakat lain, Mahmud II ingin semua tingkat pemerintahan dan warga sipil terlihat sama. Dia menghadapi penolakan yang signifikan terhadap langkah-langkah ini khususnya dari kelompok agama, buruh, dan anggota militer karena alasan tradisional, agama, dan praktis. Potret Mahmud II juga memberikan wawasan berharga tentang mentalitas pakaiannya, saat ia beralih ke gaya Eropa dan fez setelah tahun 1826.

Di atas reformasi ini, Mahmud II juga berperan penting dalam pendirian dan perkembangan kantor urusan luar negeri Ottoman. Sementara dia membangun di atas elemen dasar diplomasi internasional Selim III, Mahmud II adalah orang pertama yang menciptakan gelar Menteri Luar Negeri dan Wakil Menteri Luar Negeri pada tahun 1836. Dia sangat mementingkan posisi ini dan menyamakan gaji dan pangkat dengan posisi militer dan sipil tertinggi. Mahmud II juga memperluas Kantor Bahasa dan Kantor Penerjemahan, dan pada tahun 1833 kantor ini mulai berkembang baik ukuran maupun kepentingannya. Setelah reorganisasi kantor-kantor tersebut, ia juga melanjutkan upaya Selim untuk menciptakan sistem perwakilan diplomatik permanen di Eropa. Pada tahun 1834, kedutaan permanen Eropa didirikan dengan yang pertama di Paris. Terlepas dari kesulitan yang menyertai tindakan ini, perluasan diplomasi meningkatkan transmisi gagasan yang akan berdampak revolusioner pada perkembangan birokrasi dan masyarakat Utsmani secara keseluruhan.

f.        KELUARGA

1)      PEMAISURI

Mahmud II memiliki setidaknya delapan belas permaisuri:

§  Fatma Kadin (Februari 1809). BaşKadin (Permaisuri Pertama) selama satu tahun sebelum kematiannya.

§  Alicenab Kadın (sebelum 1839). BaşKadin setelah kematian Fatma. Ibu dari setidaknya satu putra.

§  Hacıye Pertevpiyale Nevfidan Kadın (4 Januari 1793 - 27 Desember 1855). Selir Mahmud sudah ketika dia menjadi seorang pangeran (mengandung putri pertama mereka, Fatma Sultan, lahir enam bulan setelah ayahnya naik takhta, pada periode ini, sehingga melanggar aturan harem yang melarang para pangeran untuk memiliki anak sampai akhirnya naik al tronk), menjadi BaşKadin setelah kematian Alicenab. Dia adalah ibu dari setidaknya satu putra dan empat putri, dan dia juga membesarkan Adile Sultan ketika dia menjadi yatim piatu pada tahun 1830. Abdülmecid I darinya mengizinkannya untuk pergi berziarah ke Mekah, yang memberinya nama "Haciye".

§  Dilseza Kadin (1816). Kadin Kedua. Ibu dari setidaknya dua putra. Dimakamkan di mausoleum Istana Dolmabahçe.

§  Mislinayab Kadın (sebelum 1825). Kadin Kedua. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Kameri Kadın (sebelum 1825). Juga disebut Kamerfer Kadın. Kadin Kedua. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Ebrirefar Kadın (sebelum 1825). Juga disebut Ebrureftar Kadın. Kadin Kedua. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Bezmialem Kadın (1807 - 2 Mei 1853). Disebut juga Bazimialam Kadın. Georgia, dia dididik oleh Esma Sultan, saudara perempuan Mahmud II, dan, pertama menjadi permaisuri, dia bekerja di hamam (ruang kelas) di istananya. Kadın Ketiga dan kemudian Kadin Kedua dari tahun 1832. Ibu dan Valide Sultan Abdülmecid I.

§  Aşubcan Kadin (1793 - 10 Juni 1870). Ibu dari setidaknya tiga anak perempuan. Quinta Kadın pada tahun 1811 dan kemudian Kedua.

§  Vuslat Kadın (Mei 1831). Kadin Ketiga.

§  Zernigar Kadin (1830). Keturunan Armenia, nama aslinya adalah Maryam. Dididik oleh Esma Sultan, saudara tiri Mahmud II. Ibu dari seorang putri. Ikbal Keempat pada tahun 1826, kemudian Kadın Ketujuh dan terakhir Kadın Ketiga.

§  Nurtab Kadin (1810 - 2 Januari 1886). Kadin Keempat. Dia adalah ibu angkat dari Şevkefza Sultan, ibu dari Murad V. Dimakamkan di mausoleum Mahmud II.

§  Hacıye Hoşyar Kadın (1859, Mekah). Ibu dari dua putri. Kadın Ketiga dan kemudian Kedua. Tinggi dan berambut pirang, dia dididik oleh Beyhan Sultan, putri Mustafa III.

§  Pervizfekek Kadın (21 September 1863). Ibu dari setidaknya tiga anak perempuan. Dia adalah Kadın Keenam pada tahun 1824. Dia dimakamkan di mausoleum Mahmud II.

§  Pertevniyal Kadın (1812 - 5 Februari 1883). Ibu dari dua putra, termasuk Abdülaziz I. Ikbal Kedua dan kemudian Kadın Kelima.

§  Hüsnimelek Hanim (1807/1812 - Oktober 1867). Disebut juga Hüsnümelek Hanim. BaşIkbal (Ikbal Pertama). Ia dididik oleh Esma Sultan, saudara perempuan Mahmud II. Dia melihatnya bermain di sebuah perjamuan yang diselenggarakan oleh saudara perempuannya dan memintanya untuk dirinya sendiri. Dia memiliki bakat musik yang luar biasa, dia menggubah lagu untuk sultan berjudul Hüsnümelek bir peridir/Cümlesinin dilberidir. Dia tidak tinggal di harem tetapi di sayap istana yang terpisah. Setelah kematian Mahmud dia menjadi guru tari di harem ahli waris dan putranya Abdülmecid I. Dimakamkan di mausoleum Mahmud II.

§  Tiryal Hanim (1810 - 1883). Ikbal Ketiga. Mungkin ibu dari seorang anak, dia mencintai Abdülaziz I seolah-olah dia adalah putranya sendiri, dan dia juga menganggapnya sebagai ibu kedua, sedemikian rupa sehingga selama masa pemerintahannya, dia menjamin perlakuan yang sama seperti ibunya sendiri, membuatnya hidup. di Istana Beylerbeyi dan memberikan kekayaan dan prestise, dan semua orang menganggap Tiryal sebagai Valide Sultan kedua. Tiriyal menyumbangkan vilanya di Çamlıca kepada Şehzade Yusuf Izzedin, putra tertua Abdülaziz, yang dia anggap sebagai cucunya. Dia membangun paviliun kaca dan air mancur di Çamlıca dan air mancur kedua di Üsküdar. Ia mengurus pendidikan Dilpesend Kadın, yang menjadi permaisuri Abdülhamid II, cucu Mahmud II melalui putranya Abdülmecid I. Ia dimakamkan di Yeni Cami, di depan air mancur yang dibangun atas namanya.

§  Lebrizfelek Hanim (1810 - 9 Februari 1865). Ikbal Keempat. Dia meninggal di Istana Dolmabahçe dan dimakamkan di halaman Yeni Cami.

 

2)      PUTRA

Mahmud memiliki setidaknya delapan belas putra, yang hanya dua yang hidup sampai dewasa:

§  Şehzade Murad (25 Desember 1811 - 14 Juli 1812). Dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Şehzade Bayezid (23 Maret 1812 - 25 Juni 1812) - dengan Dilseza Kadin. Dimakamkan di mausoleum Hamidiye.

§  Şehzade Abdülhamid (6 Maret 1813 - 20 April 1825) - dengan Alicenab Kadın. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Şehzade Osman (12 Juni 1813 - 10 April 1814) - dengan Nevfidan Kadin. Kembaran Emine Sultan. Dimakamkan di Masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Ahmed (25 Juli 1814 - 16 Juli 1815). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Mehmed (26 Agustus 1814 - November 1814) - bersama Dilseza Kadin. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Mehmed (4 Agustus 1816 - Agustus 1816). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Süleyman (29 Agustus 1817 - 14 Desember 1819). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Ahmed (13 Oktober 1819 - Desember 1819). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Ahmed (25 Desember 1819 - Januari 1820). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Abdullah (1820 - 1820). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Mehmed (12 Februari 1822 - 23 Oktober 1822). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Şehzade Ahmed (6 Juli 1822 - 9 April 1823). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Abdülmecid I (25 April 1823 - 25 Juni 1861) - dengan Bezmialem Kadın. Sultan ke-31 Kekaisaran Ottoman. Dia adalah sultan terakhir yang lahir di Istana Topkapi, setelah istana kekaisaran menjadi Istana Besiktas.

§  Şehzade Ahmed (5 Desember 1823 - 1824).

§  Şehzade Abdülhamid (18 Februari 1827 - 1829). Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Abdulaziz (18 Februari 1830 - 4 Juni 1876) - dengan Pertevniyal Kadin. Sultan ke-32 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Nizameddin (29 Desember 1833 - Maret 1838) - dengan Pertevniyal Kadin atau Tiriyal Hanim.

 

3)       PUTRI

Mahmud II memiliki sedikitnya sembilan belas anak perempuan, tetapi hanya enam yang bertahan hidup dan hanya empat yang mencapai usia menikah:

§  Fatma Sultan (4 Februari 1809 - 5 Agustus 1809) - dengan Nevfidan Kadin. Kelahirannya, yang pertama dalam dinasti kekaisaran setelah 19 tahun dan hanya enam bulan setelah ayahnya naik tahta, menyebabkan skandal, karena itu berarti dia pasti dikandung ketika Mahmud masih Şehzade dan dikurung di Kafes, yang dilarang di waktu. Dia meninggal karena cacar dan dimakamkan di Masjid Nurosmaniye.

§  Ayşe Sultan (5 Juli 1809 - Februari 1810) - dengan Aşubcan Kadin. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Fatma Sultan (30 April 1810 - 7 Mei 1825) - dengan Nevfidan Kadin. Dia meninggal karena cacar dan dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Saliha Sultan (16 Juni 1811 - 5 Februari 1843) - dengan Aşubcan Kadin. Dia menikah sekali dan memiliki dua putra dan putri.

§  Şah Sultan (22 Mei 1812 - September 1814) - dengan Aşubcan Kadin. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Mihrimah Sultan (10 Juni 1812 - 3 Juli 1838) - dengan Hoşyar Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putra.

§  Emine Sultan (12 Juni 1813 - Juli 1814) - bersama Nevfidan Kadin. Saudara kembar Şehzade Osman. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Atiye Sultan (2 Januari 1824 - 11 Agustus 1850) - dengan Pervizfelek Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.

§  Şah Sultan (14 Oktober 1814 - 13 April 1817) - ibunya adalah Kadın Keempat. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Emine Sultan (7 Januari 1815 - 24 September 1816) - dengan Nevfidan Kadin. Dia meninggal di Istana Beylerbeyi dalam kebakaran. Dia dimakamkan di mausoleum Yahya Efendi.

§  Zeynep Sultan (18 April 1815 - Februari 1816) - dengan Hoşyar Kadın. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Hamide Sultan (14 Juli 1817 - Juli 1817).

§  Cemile Sultan (1818 - 1818).

§  Hamide Sultan (4 Juli 1818 - 15 Februari 1818). Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.

§  Münire Sultan (16 Oktober 1824 - 23 Mei 1825). Dia meninggal karena cacar dan dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Hatice Sultan (6 September 1825 - 19 Desember 1842) - Pervizfelek Kadın. Dia meninggal di Istana Besiktas.

§  Adile Sultan (23 Mei 1826 - 12 Februari 1899) - dengan Zernigar Kadın. Setelah menjadi yatim piatu pada tahun 1830, dia dibesarkan oleh Navfidan Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putra dan tiga putri.

§  Fatma Sultan (20 Juli 1828 - 2 Februari 1839) - dengan Pervizfelek Kadın. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

§  Hayriye Sultan (22 Maret 1831 - 15 Februari 1833). Dia dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.

 

·        Abd-ul-Mejid I

Abd-ul-Mejid I

عبد المجيد الاول

 

Abdul Mejid I

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-31

Pemerintahan : 2 Juli 1839 – 25 Juni 1861

Pendahulu : Mahmud II

Penerus : Abdulaziz

Lahir : 25 April 1823. Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 25 Juni 1861 (umur 38). Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : Masjid Yavuz Selim, Fatih, Istanbul

Nama : Abdülmecid Han bin Mahmud

Wangsa :Ottoman

Ayah : Mahmud II

Ibu : Bezmiâlem Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Abdulmejid I (Turki Utsmaniyah: عبد المجيد اول, diromanisasi: ʿAbdü'l-Mecîd-i evvel, bahasa Turki: I. Abdülmecid; 25 April 1823 – 25 Juni 1861) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-31 dan menggantikan ayahnya Mahmud II pada 2 Juli 1839.[4] Pemerintahannya terkenal karena munculnya gerakan nasionalis di dalam wilayah kekaisaran. Abdulmejid ingin mendorong Utsmaniyah di antara negara-negara separatis dan menghentikan gerakan nasionalis yang meningkat di dalam kekaisaran, tetapi meskipun undang-undang dan reformasi baru untuk mengintegrasikan non-Muslim dan non-Turki secara lebih menyeluruh ke dalam masyarakat Utsmaniyah, usahanya gagal dalam hal ini.

Dia mencoba menjalin aliansi dengan kekuatan besar Eropa Barat, yaitu Inggris Raya dan Prancis, yang berjuang bersama Kekaisaran Ottoman dalam Perang Krimea melawan Rusia. Selama Kongres Paris pada 30 Maret 1856, Kesultanan Utsmaniyah secara resmi dimasukkan ke dalam keluarga bangsa Eropa.

Pencapaian terbesar Abdulmejid adalah pengumuman dan penerapan reformasi Tanzimat (reorganisasi) yang disiapkan oleh ayahnya dan secara efektif memulai modernisasi Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1839. Untuk pencapaian ini, salah satu lagu kesultanan Kesultanan Utsmaniyah, the March of Abdulmejid, dinamai menurut namanya.

a.      MASA MUDA

Abdulmejid di masa mudanya, oleh David Wilkie, 1840.

Abdulmejid lahir pada tanggal 25 April 1823 di Istana Besiktas atau di Istana Topkapi, di Istanbul. Ibunya adalah istri pertama ayahnya pada tahun 1839, Valide Sultan Bezmiâlem, awalnya bernama Suzi (1807–1853), seorang budak Sirkasia atau Georgia.

Abdulmejid menerima pendidikan Eropa dan fasih berbahasa Prancis, menjadi sultan pertama yang melakukannya. Seperti Abdülaziz yang menggantikannya, dia tertarik pada sastra dan musik klasik. Seperti ayahnya Mahmud II, dia adalah penganjur reformasi dan cukup beruntung mendapat dukungan dari wazir progresif seperti Mustafa Reşit Pasha, Mehmet Emin Ali Paşa dan Fuad Pasha. Abdulmejid juga merupakan sultan pertama yang langsung mendengarkan keluhan masyarakat pada hari-hari resepsi khusus yang biasanya diadakan setiap hari Jumat tanpa perantara. Abdulmejid berkeliling wilayah kekaisaran untuk melihat secara langsung bagaimana reformasi Tanzimat diterapkan. Dia melakukan perjalanan ke İzmit, Mudanya, Bursa, Gallipoli, Çanakkale, Lemnos, Lesbos dan Chios pada tahun 1844 dan mengunjungi provinsi Balkan pada tahun 1846.

b.      MEMERINTAH

Sultan Abdulmejid (kiri) bersama Ratu Victoria dari Inggris dan Kaisar Napoleon III dari Prancis

Ketika Abdulmejid naik tahta pada tanggal 2 Juli 1839 ketika dia baru berusia enam belas tahun, dia masih muda dan tidak berpengalaman, urusan Kekaisaran Ottoman berada dalam keadaan kritis. Pada saat ayahnya meninggal pada awal Perang Mesir-Ottoman, berita sampai ke Istanbul bahwa tentara kekaisaran baru saja dikalahkan di Nizip oleh tentara raja pemberontak Mesir, Muhammad Ali. Pada saat yang sama, armada kekaisaran sedang dalam perjalanan ke Aleksandria, di mana ia diserahkan kepada Muhammad Ali oleh komandannya Ahmed Fevzi Pasha, dengan dalih penasihat sultan muda itu berpihak pada Rusia. Namun, melalui intervensi kekuatan Eropa selama Krisis Oriental tahun 1840, Muhammad Ali harus berdamai, dan Kekaisaran Ottoman diselamatkan dari serangan lebih lanjut sementara wilayahnya di Suriah, Lebanon, dan Palestina dipulihkan. Ketentuan tersebut diselesaikan pada Konvensi London (1840).

Gubernur Mesir Mehmed Ali Pasha, yang datang ke Istanbul sebagai undangan resmi sultan pada 19 Juli 1846, mendapat keramahtamahan istimewa dari sultan dan vükela (menteri pemerintah). Sedemikian rupa sehingga wazir tua membangun jembatan Galata pada tahun 1845 sehingga dia dapat berkendara antara Istana Beșiktaș dan Bab-ı Ali.

Istana Dolmabahçe, istana bergaya Eropa pertama di Istanbul, dibangun oleh Abdulmejid antara tahun 1843 dan 1856, dengan biaya lima juta pound emas Ottoman, setara dengan 35 ton emas. Empat belas ton emas digunakan untuk menghiasi langit-langit interior istana. Lampu gantung kristal Bohemian terbesar di dunia, hadiah dari Ratu Victoria, berada di aula tengah. Istana ini memiliki koleksi lampu gantung kristal Bohemian dan Baccarat terbesar di dunia, dan bahkan tangganya terbuat dari kristal Baccarat.

Sesuai dengan instruksi tegas ayahnya, Abdulmejid segera melakukan reformasi yang telah dilakukan oleh Mahmud II. Pada November 1839 sebuah dekrit yang dikenal sebagai Hatt-ı Șerif dari Gülhane, juga dikenal sebagai Tanzimat Fermanı diproklamirkan, mengkonsolidasikan dan menegakkan reformasi ini. Dekrit tersebut dilengkapi pada akhir Perang Krimea dengan undang-undang serupa yang dikeluarkan pada bulan Februari 1856, bernama Dekrit Reformasi Utsmaniyah tahun 1856 (Islâhat Hatt-ı Hümâyûnu). Dengan undang-undang ini ditetapkan bahwa semua kelas bawahan sultan harus dilindungi nyawa dan harta bendanya; bahwa pajak harus dikenakan secara adil dan keadilan ditegakkan tanpa memihak; dan bahwa semua harus memiliki kebebasan beragama penuh dan hak sipil yang sama. Skema tersebut mendapat tentangan keras dari kelas penguasa Muslim dan ulama, atau otoritas agama, dan hanya diterapkan sebagian, terutama di bagian-bagian yang lebih terpencil dari kekaisaran. Lebih dari satu konspirasi dibentuk terhadap kehidupan sultan karena hal itu.

Di antara langkah-langkah yang dipromosikan oleh Abdulmejid adalah:

§  npengenalan uang kertas Ottoman pertama (1840)

§  Reorganisasi tentara, termasuk pengenalan wajib militer (1842–1844)

§  Adopsi lagu kebangsaan Ottoman dan bendera nasional Ottoman (1844)

§  Reorganisasi sistem keuangan menurut model Prancis

§  Reorganisasi KUHP menurut model Prancis

§  Reorganisasi sistem pengadilan, membangun sistem pengadilan sipil dan pidana dengan hakim Eropa dan Ottoman.

§  Pendirian Meclis-i Maarif-i Umumiye (1845) yang merupakan prototipe Parlemen Ottoman Pertama (1876)

§  Lembaga dewan instruksi publik (1846)

§  Pembentukan Kementerian Pendidikan

§  Menurut legenda, rencana untuk mengirim bantuan kemanusiaan sebesar £10.000 (£1.225.053,76 pada 2019) ke Irlandia selama Kelaparan Hebat, tetapi kemudian setuju untuk menguranginya menjadi £1.000[14] (£122.505,38 pada 2019[15]) atas desakan dari baik menterinya sendiri atau diplomat Inggris untuk menghindari pelanggaran protokol dengan memberikan lebih dari Ratu Victoria, yang telah memberikan sumbangan sebesar £2.000.

§  Rencana untuk menghapuskan pasar budak (1847)

§  Rencana pembangunan kapel Protestan (1847)

§  Pendirian universitas dan akademi modern (1848)

§  Pendirian sekolah Ottoman di Paris

§  Penghapusan pajak kapitasi yang mengenakan tarif lebih tinggi pada non-Muslim (1856)

§  Non-Muslim diizinkan menjadi tentara di tentara Ottoman (1856)

§  Berbagai ketentuan untuk penyelenggaraan pelayanan publik yang lebih baik dan untuk kemajuan perdagangan[10]

§  Undang-undang pertanahan baru yang menegaskan hak kepemilikan (1858)

Pada masa pemerintahan Abdulmejid, selain arsitektur gaya Eropa dan pakaian gaya Eropa yang diadopsi oleh istana, sistem pendidikan Utsmaniyah juga sebagian besar didasarkan pada model Eropa.

Reformasi penting lainnya adalah bahwa sorban secara resmi dilarang untuk pertama kalinya pada masa pemerintahan Abdulmejid, demi fez. Mode Eropa juga diadopsi oleh Pengadilan. (Fez akan dilarang pada tahun 1925 oleh Majelis Nasional Republik yang sama yang menghapus kesultanan dan memproklamirkan Republik Turki pada tahun 1923).

Menurut memoar Cyrus Hamlin, Samuel Morse menerima Order of Glory atas kontribusinya pada telegraf, yang dikeluarkan oleh Sultan Abdulmejid yang secara pribadi menguji penemuan baru Morse.

Ketika Kossuth dan lainnya mencari perlindungan di Turki setelah kegagalan pemberontakan Hongaria pada tahun 1849, sultan dipanggil oleh Austria dan Rusia untuk menyerahkan mereka, tetapi dia menolak. Dia juga tidak akan membiarkan para konspirator yang melawan nyawanya sendiri dihukum mati. Encyclopædia Britannica tahun 1911 mengatakan tentang dia, "Dia memiliki karakter sebagai pria yang baik dan terhormat, meskipun agak lemah dan mudah dipimpin. Namun, terhadap hal ini, pemborosan yang berlebihan harus diturunkan, terutama menjelang akhir hidupnya."

Pada tahun 1844 ia menciptakan lira Ottoman dan pada tahun 1851 ia melembagakan Ordo Medjidie.

Medali Perang Krimea yang dikeluarkan oleh Abdulmejid kepada personel sekutu Inggris, Prancis, dan Sardinia yang terlibat dalam Perang Krimea (masalah Sardinia)

Kekaisaran Ottoman menerima pinjaman luar negeri pertamanya pada 25 Agustus 1854 selama Perang Krimea. Pinjaman luar negeri yang besar ini diikuti oleh pinjaman pada tahun 1855, 1858 dan 1860, yang memuncak pada gagal bayar dan menyebabkan keterasingan simpati Eropa dari Kesultanan Utsmaniyah dan secara tidak langsung pada penurunan tahta dan kematian saudara laki-laki Abdulmejid, Abdülaziz.

Di satu sisi, ketidaksempurnaan keuangan, dan di sisi lain, ketidakpuasan yang disebabkan oleh hak istimewa luas yang diberikan kepada warga non-Muslim kembali membuat negara kebingungan. Insiden terjadi di Jeddah pada tahun 1857 dan di Montenegro pada tahun 1858. Negara-negara besar Eropa mengambil kesempatan untuk campur tangan demi kepentingan mereka sendiri. Para negarawan Ottoman yang panik menghadapi situasi ini mulai mengikuti kebijakan yang memenuhi setiap keinginan mereka. Fakta bahwa Abdulmejid tidak dapat mencegah situasi ini semakin meningkatkan ketidakpuasan yang disebabkan oleh Dekrit Tanzimat.

Lawan memutuskan untuk melenyapkan Abdulmejid dan menempatkan Abdulaziz di atas takhta untuk mencegah negara-negara Eropa bertindak seperti wali. Atas pemberitahuan, upaya pemberontakan ini, yang dalam sejarah disebut sebagai Yayasan Kuleli, ditumpas bahkan sebelum dimulai pada 14 September 1859. Sementara itu, situasi keuangan memburuk dan hutang luar negeri, yang diambil dalam kondisi berat untuk menutupi biaya. perang, menempatkan beban pada perbendaharaan. Semua hutang yang diterima dari konsumen Beyoğlu melebihi delapan puluh juta lira emas. Beberapa surat utang dan sandera diambil oleh pedagang dan bankir asing. Wazir Agung yang mengkritik situasi ini dengan keras, diberhentikan oleh sultan pada 18 Oktober 1859.

Kesuksesannya dalam hubungan luar negeri tidak sehebat prestasi domestiknya. Pemerintahannya dimulai dengan kekalahan pasukannya oleh Raja Muda Mesir dan penandatanganan berikutnya Konvensi London (1840), yang menyelamatkan kerajaannya dari rasa malu yang lebih besar. Ottoman berhasil berpartisipasi dalam Perang Krimea dan memenangkan penandatangan di Perjanjian Paris (1856). Usahanya untuk memperkuat markasnya di Balkan gagal di Bosnia dan Montenegro, dan pada tahun 1861 dia terpaksa menyerahkan Lebanon oleh Konser Eropa.

Meskipun ia menekankan komitmennya pada aturan upacara yang diberlakukan oleh leluhurnya pada upacara yang tercermin di luar, ia mengadopsi perubahan radikal dalam kehidupan keraton. Misalnya, dia benar-benar meninggalkan Istana Topkapı, yang merupakan tempat selama empat abad, tentang dinasti Ottoman. Tradisi pasukan Inggris, Prancis, Italia, perwira, dan diplomat yang datang ke Istanbul selama Perang Krimea (1853-1856) bahkan mengarahkan keluarga kelas menengah ke konsumerisme dan kemewahan.

Antara tahun 1847 dan 1849 ia melakukan perbaikan pada masjid Hagia Sophia, dan bertanggung jawab atas pembangunan Istana Dolmabahçe. Ia juga mendirikan Teater Prancis pertama di Istanbul.

Banyak kegiatan rekonstruksi juga dilakukan pada masa pemerintahan Abdulmecid. Istana dan rumah besar dibangun dengan sebagian dari uang pinjaman. Istana Dolmabahçe (1853), Paviliun Beykoz (1855), Paviliun Küçüksu (1857), Masjid Küçük Mecidiye (1849), Masjid Teșvikiye (1854) adalah beberapa karya arsitektur utama pada masa itu. Sekali lagi pada periode ini, seperti yang dilakukan oleh Rumah Sakit Gureba Bezmiâlem Sultan (1845-1846), Jembatan Galata yang baru mulai beroperasi pada tanggal yang sama. Selain itu, banyak air mancur, masjid, loji, dan lembaga sosial serupa yang diperbaiki atau dibangun kembali.

c.       KEMATIAN

Makam Abdulmejid terletak di dalam Masjid Yavuz Selim di Fatih, Istanbul.

Abdulmejid meninggal karena TBC (seperti ayahnya) pada usia 38 tahun pada tanggal 25 Juni 1861 di Istanbul, dan dimakamkan di Masjid Yavuz Selim, dan digantikan oleh adik tirinya Sultan Abdülaziz, putra Pertevniyal Sultan. Pada saat kematiannya, Abdulmejid memiliki satu istri sah dan permaisuri, Perestu Kadın, dan banyak selir.

d.      KELUARGA

Abdülmejid memiliki salah satu harem dinasti yang paling banyak jumlahnya. Dia dikenal sebagai sultan pertama yang haremnya tidak terdiri dari budak perempuan tetapi, karena penghapusan perbudakan secara bertahap di Kekaisaran Ottoman, gadis kelahiran bebas, bangsawan atau borjuis, dikirim ke sultan atas kehendak keluarga. . Dia juga sultan pertama yang haremnya mengambil struktur hierarki definitif yang mencakup empat Kadın, diikuti oleh empat Ikbal, empat gödze, dan sejumlah selir kecil yang bervariasi.

1)      PEMAISURI

Abdülmejid I memiliki setidaknya dua puluh enam permaisuri, tetapi hanya dua yang merupakan istri sah:

§  Servetseza Kadin (1823 - 24 September 1878). BaşKadin (Permaisuri pertama), terlahir sebagai Putri Temruko. Dia tidak memiliki anak karena Abdülmejid tidak tertarik padanya, tetapi dia menghormatinya dan mempercayakannya untuk membesarkan anak-anaknya Mehmed V Reşad, Fatma Sultan dan Refia Sultan ketika mereka kehilangan ibu mereka. Servetseza juga mencintai Murad V sebagai putra sendiri.

§  Hoşyar Kadin (1825 - 1849). Juga disebut Huşyar Kadın. Kadin Kedua. Dia adalah putri bangsawan Georgia Zurab Bey Tuskia. Dia memasuki harem pada tahun 1839. Dia memiliki seorang putri. Adiknya adalah bendahara harem ketiga dan sangat dihormati. Dia meninggal pada tahun 1849 karena turberkulosis.

§  Şevkefza Kadın (12 Desember 1820 - 17 September 1889). Kadın kedua setelah kematian Hoşyar. Ia berasal dari Sirkasia dan dibesarkan oleh Nurtab Kadın, permaisuri Mahmud II (ayah dari Abdülmecid). Dia adalah ibu dan Valide Sultan dari Murad V dan seorang putri.

§  Tirimüjgan Kadın (16 Oktober 1819 - 3 Oktober 1852). Kadin Ketiga. Dia adalah seorang Sirkasia dan bekerja sebagai pelayan istana ketika dia diperhatikan oleh sultan dan dia mengambilnya sebagai pendampingnya. Dia adalah ibu dari dua putra, termasuk Abdülhamid II, dan seorang putri.

§  Verdicenan Kadın (1825 - 1889). Terlahir sebagai Putri Saliha Açba, dia menikah dengan Abdülmejid untuk tujuan politik. Ibu dari seorang putra dan putri dan dia mengadopsi Mediha Sultan setelah ibunya meninggal. Dia adalah bibi dari penyair terkenal Leyla Açba, yang juga merupakan dayang-dayangnya.

§  Gulcemal Kadin (1826 - 1851). Kadin Keempat. Bosnia, dia adalah ibu dari Mehmed VI dan tiga anak perempuan.

§  Şayan Kadın (1829 - 1860). Kadın keempat setelah kematian Gülcemal. Dia orang Sirkasia, lahir di Sochi, dan ibunya adalah putri Kucba. Sebagai permaisuri dia menggunakan kekuatannya untuk membantu para pengungsi Kaukasia. Dia tinggal di istana bersama ibunya. Dia tidak memiliki anak, tetapi dia mengadopsi Behice Sultan ketika dia kehilangan ibunya.

§  Gülistu Kadın (1830 - 1861). Kadın keempat setelah kematian Şayan. Disebut juga Gülustu Kadin. Lahir Putri Fatma Çaçba. Dia adalah menantu kesayangan Bezmiâlem Sultan, ibu Abdülmejid. Dia adalah ibu dari Mehmed VI dan tiga anak perempuan.

§  Rahime Perestu Kadin (1830 - 1906). Dia adalah putri angkat Esma Sultan, putri Abdülhamid I, dan merupakan istri sah Abdülmejid pertama. Kadin Keempat setelah kematian Gülistu. Dia tidak memiliki anak, tetapi dia adalah ibu angkat dari Abdülhamid II dan Cemile Sultan.

§  Bezmiara Kadin (1909). Disebut juga Bezmican atau Bezmi. Kadın Kelima, gelar kehormatan yang diberikan kepadanya sebagai istri kedua yang sah. Diadopsi dari keluarga bangsawan, dia tidak pernah beradaptasi dengan harem dan menceraikan sultan, wanita pertama yang melakukannya. Oleh sultan, dia memiliki seorang putri yang meninggal saat baru lahir. Dia kemudian menikah dua kali lagi, dan memiliki seorang putri dengan suami keduanya.

§  Mahitab Kadin (1830 - 1888). Juga disebut Mehtab Kadın. Chechnya, dia adalah salah satu permaisuri favorit Abdülmejid, oleh karena itu dia dianugerahi gelar kehormatan Kadın Kelima. Dia adalah ibu dari seorang putra dan putri.

§  Düzdidil Hanim (1826 - 18 Agustus 1845). BaşIkbal atau Kadin Ketiga. Abkhaz, dia dibesarkan di istana di bawah pengawasan kepala bendahara. Ia adalah ibu dari empat anak perempuan yang harus dipisahkan karena menderita TBC dan harus diasingkan dan dititipkan pada sepupunya Cican Hanim.

§  Nükhetseza Hanim (2 Januari 1827 - 15 Mei 1850). BaşIkbal setelah kematian Düzdidil. Abkhazia dan Georgia, nama aslinya adalah Hatice. Dia adalah ibu dari dua putra dan dua putri. Dia meninggal karena TBC.

§  Neveser Hanim (1841 - 1889). BaşIkbal setelah kematian Nükhetseza. Abkhaza, putri bangsawan Abazin Misost Bey Eşba, nama aslinya adalah Esma Eşba. Dia memiliki mata hijau yang intens. Dia memasuki istana pada tahun 1853 dan dididik di sana selama lima tahun sebelum menjadi permaisuri. Dia tidak memiliki anak, tetapi mengadopsi Şehzade Mehmed Burhaneddin setelah kematian ibunya. Seorang pecinta menunggang kuda, sultan membangun paviliun untuknya di belakang Istana Dolmabahçe di mana dia dapat beristirahat setelah jalan-jalan, dan akhirnya pindah ke sana secara permanen di sana, sementara pada masa pemerintahan Abdülhamid II dia menempati paviliun istana Yıldiz. Keponakannya Şemsinur Hanım melayani Emine Nazikeda Kadın, Permaisuri Pertama Mehmed VI.

§  Zeynifelek Hanim (1824 - 20 Desember 1842). Ikbal Kedua. Disebut juga Zerrinmelek. Lahir Putri Klıç, dia abaza. Dia dibesarkan di istana bersama saudara perempuan dan sepupunya dan dipilih sebagai pendamping oleh Bezmiâlem Sultan. Dia memiliki seorang putri. Dia meninggal karena TBC.

§  Nesrin Hanim (1826 - 2 Januari 1853). Ikbal kedua setelah kematian Zeynifelek. Dia adalah putri bangsawan Georgia Manucar Bey Asemiani, dia adalah ibu dari tiga putra dan seorang putri. Dia meninggal karena kesakitan setelah tiga dari mereka meninggal.

§  Ceylanyar Hanim (1830 - 27 Desember 1855). Ikbal kedua setelah kematian Nesrin. Sirkasia, nama aslinya adalah Nafiye. Dia adalah ibu dari seorang anak laki-laki.

§  Serfiraz Hanim (1837 - 25 Juni 1905). Ikbal kedua setelah kematian Ceylanyar. Lahir Putri Ayşe Liah (atau Lakh). Salah satu permaisuri favorit Abdülmejid, dia tidak disukai setelah skandal yang membuatnya jatuh cinta dengan seorang anak laki-laki Armenia. Dia memiliki dua putra dan seorang putri.

§  Nalandil Hanim (1823 - 1865). Ikbal Ketiga atau BaşIkbal. Sirkasia dari suku Ubuh, dia adalah putri Pangeran Çıpakue Natikhu Bey. Dia adalah ibu dari seorang putra dan dua putri. Adiknya, Terbiye Hanim, adalah bendahara harem.

§  Navekimisal Hanim (1827 - 1854). Ikbal Keempat. Juga disebut Navekivisal. Lahir Putri Biberd. Dia memiliki seorang putri. Dia meninggal karena TBC.

§  Nergizev Hanim (1830 - 26 Oktober 1848/1858). Disebut juga Nergizu Hanim atau Nergis Hanim, dia adalah seorang Sirkasia dari suku Natuhay. Ibu dari seorang putra, dia meninggal karena TBC.

§  Şayeste Hanim (1838 - 11 Februari 1912). Abkhaza, Putri Inalipa. Dia adalah ibu dari seorang putra dan putri, dan ibu angkat dari Mehmed VI. Dia dikenal selalu berhutang.

§  Çeşmiferah Hanim. Tidak ada informasi tentang dia selain namanya disimpan. Putri Mülkicihan Achba menggambarkannya tinggi dan berambut pirang.

§  Hüsnicenan Hanim (1818 - 1843). Dia adalah selir pertama Abdülmecid, ketika dia masih Şehzade. Dia menyisihkannya saat dia naik tahta. Dia meninggal karena TBC.

§  Safderun Hanim (1845 - 1893). Putri seorang putri Sirkasia. Salah satu permaisuri terakhirnya dan salah satu favorit Abdülmecid di tahun-tahun terakhirnya, tidak disukai setelah kematiannya: Abdülaziz menangguhkan gajinya hingga tahun 1877 dan Abdülhamid II membaginya menjadi dua. Dia meninggal di rumahnya di Kadıköy.

§  Yıldız Hanım (1842 - 1880). Salah satu permaisuri terakhir dan salah satu favorit Abdülmecid di tahun-tahun terakhirnya. Dia awalnya tinggal di sayap khusus istana Çırağan, dan kemudian di paviliun khusus di dekat istana Dolmabahçe, karena dia menolak untuk tinggal dengan permaisuri lainnya. Ia adalah kakak perempuan Safinaz Nurefsun Kadın, istri kedua putra Abdulmejid, Abdülhamid II. Istana Yıldız yang dibangun oleh Abdülhamid II dinamai untuk menghormatinya.

 

2)      PUTRA

Abdülmecid memiliki setidaknya sembilan belas putra:

§  Murad V (21 September 1840 - 29 Agustus 1904) - dengan Şevkefza Kadın. Sultan ke-33 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Mehmed Ziyaeddin (22 April 1842 - 27 April 1845) - dengan Nesrin Hanim. Dimakamkan di Yeni Cami.

§  Abdülhamid II (21 September 1842 - 10 Februari 1918) - dengan Tirimüjgan Kadın. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Rahime Perestu Kadin. Sultan ke-34 Kekaisaran Ottoman.

§  Mehmed V Reşad (2 November 1844 - 3 Juli 1918) - dengan Gülcemal Kadin. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Servetseza Kadin. Sultan ke-35 Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Ahmed (5 Juni 1846 - 6 Juni 1846) - dengan Nükhetseza Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami. Ayahnya berada di Rumelia pada saat kelahirannya, dan dia kembali ketika dia menerima berita kematian Ahmed.

§  Şehzade Mehmed Abid (22 April 1848 - 7 Mei 1848) - dengan Tirimüjgan Kadın. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Mehmed Fuad (7 Juli 1848 - 28 September 1848) - dengan Nergivez Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Ahmed Kemaleddin (16 Juli 1848 - 25 April 1905) - dengan Verdicenan Kadin. Dia memiliki seorang permaisuri dan dua anak perempuan.

§  Şehzade Mehmed Burhaneddin (23 Mei 1849 - 4 November 1876) - dengan Nükhetseza Hanim. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Neverser Hanim. Dia menikah tiga kali dan memiliki seorang putra dan putri.

§  Şehzade Mehmed Vamik (19 April 1850 - 6 Agustus 1850) - ibu tidak diketahui. Dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Mehmed Bahaeddin (24 Juni 1850 - 9 November 1852) - dengan Nesrin Hanim. Kembaran Şehzade Nizameddin. Dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Mehmed Nizameddin (24 Juni 1850 - 1852/1853) - dengan Nesrin Hanim. Kembaran Şehzade Bahaeddin. Dimakamkan di Yeni Cami.

§  Şehzade Ahmed Nureddin (31 Maret 1852 - 3 Januari 1884) - dengan Mahitab Kadın. Dia menikah sekali, tapi tidak ada masalah.

§  Şehzade Mehmed Rüşdi (31 Maret 1852 - 5 Desember 1852) - dengan Ceylanyar Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.

§  Şehzade Osman Safiyeddin (9 Juni 1852 - 2 Juli 1855) - dengan Serfiraz Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di masjid Yavuz Selim.

§  Şehzade Abdullah (3 Februari 1853 - 3 Februari 1853) - dengan Şayeste Hanim.

§  Şehzade Mehmed Abdülsamed (20 Maret 1853 - 5 Mei 1855) - bersama Nalandil Hanim. Dimakamkan di masjid Yavuz Selim.

§  Şehzade Selim Süleyman (25 Juli 1860 - 16 Juli 1909) - dengan Serfiraz Hanim. Dia memiliki lima permaisuri, dua putra dan seorang putri.

§  Mehmed VI Vahideddin (14 Januari 1861 - 16 Mei 1926) - dengan Gülistu Kadın. Yatim piatu sejak lahir, dia diadopsi oleh Şayeste Hanim. Sultan ke-36 dan terakhir dari Kekaisaran Ottoman.

 

3)      PUTRI

Abdülmecid Saya memiliki setidaknya dua puluh tujuh anak perempuan:

§  Mevhibe Sultan (9 Mei 1840 - 9 Februari 1841) - dengan Hoşyar Kadin. Dimakamkan di makam Abdulhamid I.

§  Naime Sultan (11 Oktober 1840 - 1 Mei 1843) - dengan Tirimüjgan Kadın. Lahir di Istana Topkapi, dimakamkan di kuil Mustafa III.

§  Fatma Sultan (1 November 1840 - 26 Agustus 1884) - dengan Gülcemal Kadin. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Servetseza Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra dan dua putri.

§  Behiye Sultan (22 Februari 1841 - 3 Agustus 1847) - dengan Zeynifelek Hanim. Disebut juga Behi Sultan. Dimakamkan di Masjid Baru.

§  Neyire Sultan (13 Oktober 1841 - 14 Januari 1844) - bersama Düzdidil Hanim. Kembaran Munire Sultan. Lahir di Istana Besiktas, dimakamkan di Nurosmaniye.

§  Münire Sultan (13 Oktober 1841 - 18 Desember 1841) - bersama Düzdidil Hanim. Kembaran Neyire Sultan. Lahir di Istana Besiktas, dimakamkan di Nurosmaniye.

§  Aliye Sultan (1842 - 1842) - dengan Nükhetseza Hanim. Lahir di Keraton Ciragan.

§  Hatice Sultan (7 Februari 1842 - 1842) - dengan Gülcemal Kadin. Kembaran Refia Sultan.

§  Refia Sultan (7 Februari 1842 - 4 Januari 1880) - dengan Gülcemal Kadin. Saudara kembar dari Hatice Sultan. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Servetseza Kadın. Dia menikah sekali dan seorang putri.

§  Aliye Sultan (20 Oktober 1842 - 10 Juli 1845) - dengan Şevkefza Kadın. Lahir di Istana Besiktas, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Cemile Sultan (17 Agustus 1843 - 26 Februari 1915) - bersama Düzdidil Hanim. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Rahime Perestu Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki tiga putra dan tiga putri.

§  Münire Sultan (9 Desember 1844 - 29 Juni 1862) - dengan Verdicenan Kadin. Dia menikah dua kali.

§  Samiye Sultan (23 Februari 1845 - 15 April 1845) - dengan Düzdidil Hanim. Lahir di Istana Topkapi, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Fatma Nazime Sultan (26 November 1847 - 1 Desember 1847) - bersama Nükhetseza Hanim. Lahir di Istana Beylerbeyi, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Sabiha Sultan (15 April 1848 - 27 April 1849) - dengan Mahitab Kadin. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Behice Sultan (6 Agustus 1848 - 30 November 1876) - bersama Nesrin Hamın. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Şayan Kadin. Dia menikah dengan Halil Hamid Paşazade Hamid Bey tetapi meninggal karena tuberkulosis hanya 14 hari setelah pernikahan.

§  Mukbile Sultan (9 Februari 1850 - 25 Februari 1850) - dengan Bezmiara Kadin. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.

§  Rukiye Sultan (1850 - 1850)

§  Seniha Sultan (5 Desember 1851 - 15 September 1931) - bersama Nalandil Hanım. Dia menikah sekali dan memiliki dua putra.

§  Zekiye Sultan (26 Februari 1855 - 19 Februari 1856) - dengan Gülistu Kadın. Kembaran Fehime Sultan. Dimakamkan di kuil Wanita Gulistu.

§  Fehime Sultan (26 Februari 1855 - 10 November 1856) - dengan Gülistu Kadın. Kembaran Zekiye Sultan. Dimakamkan di kuil Wanita Gulistu.

§  Şehime Sultan (1 Maret 1855 - 21 Mei 1857) - dengan Nalandil Hanim. Lahir di Istana Beylerbeyi, dimakamkan di makam Gülistu Kadın.

§  Mediha Sultan (39 Juli 1856 - 9 November 1928) - dengan Gülistu Kadin. Diadopsi oleh Wanita Verdicenan Setelah kematian ibunya. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra.

§  Naile Sultan (30 September 1856 - 18 Januari 1882) - dengan Şayeste Hanım. Disebut juga Nadile Sultan. Dia menikah sekali tanpa masalah.

§  Bedihe Sultan (30 September 1857 - 12 Juli 1858) - dengan Serfiraz Hanım. Juga disebut Bedia Sultan. Lahir di Istana Besiktas, dimakamkan di makam Gülistu Kadın.

§  Sultan Atiyetullah (16 Desember 1858 - 16 Desember 1858).

§  (Fülane) Sultan (30 Mei 1860 - 30 Mei 1860).

 

·        Abd-ul-Aziz I

Abdul Aziz I

عبد العزيز الأول

 

Sultan Abdul Aziz I

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-32

Memerintah : 25 Juni 1861 – 30 Mei 1876

Pendahulu : Abdulmejid I

Penerus : Murad V

Lahir : 8 Februari 1830. Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 4 Juni 1876 (umur 46). Istana Feriye, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Makam : Sultan Mahmud II, Fatih, Istanbul

Permaisuri :

1. Durrinev Kadın

2. Edadil Kadin

3. Hayranidil Kadin

4. Neşerek Kadın

5. Gevheri Kadın

Nama : Abdülaziz Han bin Mahmud

Dinasti : Ottoman

Ayah : Mahmud II

Ibu : Pertevniyal Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Abdulaziz (Turki Utsmaniyah: عبد العزيز, diromanisasi: ʿAbdü'l-ʿAzîz; bahasa Turki: Abdülaziz; 8 Februari 1830 – 4 Juni 1876) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-32 dan memerintah dari 25 Juni 1861 hingga 30 Mei 1876, ketika dia digulingkan dalam kudeta pemerintah. Ia adalah putra Sultan Mahmud II dan menggantikan saudaranya Abdulmejid I pada tahun 1861.

Sultan Abdul Aziz I 

Lahir di Istana Eyüp, Konstantinopel (sekarang Istanbul), pada tanggal 8 Februari 1830, Abdulaziz mengenyam pendidikan Utsmaniyah tetapi tetap merupakan pengagum kemajuan materi yang dicapai di Barat. Dia adalah Sultan Ottoman pertama yang melakukan perjalanan ke Eropa Barat, mengunjungi sejumlah ibu kota penting Eropa termasuk Paris, London, dan Wina pada musim panas 1867.

Terlepas dari kecintaannya pada Angkatan Laut Utsmaniyah, yang memiliki armada terbesar ketiga di dunia pada tahun 1875 (setelah angkatan laut Inggris dan Prancis), Sultan tertarik untuk mendokumentasikan Kesultanan Utsmaniyah. Dia juga tertarik pada sastra dan merupakan komposer musik klasik yang berbakat. Beberapa komposisinya, bersama dengan anggota lain dari dinasti Ottoman, telah dikumpulkan dalam album Musik Eropa di Istana Ottoman oleh London Academy of Ottoman Court Music. Dia digulingkan dengan alasan salah mengatur ekonomi Ottoman pada tanggal 30 Mei 1876, dan ditemukan tewas enam hari kemudian dalam keadaan misterius.

a.      MASA MUDA

Potret Sultan Abdulaziz

Orang tuanya adalah Mahmud II dan Pertevniyal Sultan, aslinya bernama Besime, seorang Sirkasia. Pada tahun 1868 Pertevniyal tinggal di Istana Dolmabahçe. Tahun itu Abdulaziz mengajak Eugénie de Montijo, Permaisuri Prancis, untuk menemui ibunya. Pertevniyal menganggap kehadiran seorang wanita asing di dalam tempat pribadinya di seraglio sebagai penghinaan. Dia dilaporkan menampar wajah Eugénie, yang hampir menyebabkan insiden internasional. Menurut catatan lain, Pertevniyal sangat marah dengan keterusterangan Eugénie dalam menggandeng salah satu putranya saat dia melakukan tur ke taman istana, dan dia menampar perut Permaisuri sebagai pengingat yang mungkin lebih halus dimaksudkan itu mereka tidak berada di Prancis.

Masjid Pertevniyal Valide Sultan dibangun di bawah perlindungan ibunya. Pekerjaan konstruksi dimulai pada November 1869 dan masjid selesai pada tahun 1871

Kakek dari pihak ayah adalah Sultan Abdul Hamid I dan Sultana Nakşidil Sultan. Beberapa akun mengidentifikasi nenek dari pihak ayah dengan Aimée du Buc de Rivéry, sepupu Permaisuri Joséphine. Pertevniyal adalah saudara perempuan Khushiyar Qadin, istri ketiga Ibrahim Pasha dari Mesir. Khushiyar dan Ibrahim adalah orang tua dari Ismail Pasha.

b.      MEMERINTAH

Kekaisaran Ottoman pada tahun 1875

Antara tahun 1861 dan 1871, reformasi Tanzimat yang dimulai pada masa pemerintahan saudaranya Abdulmejid I dilanjutkan di bawah kepemimpinan menteri utamanya, Mehmed Fuad Pasha dan Mehmed Emin Âli Pasha. Distrik administrasi baru (vilayets) didirikan pada tahun 1864 dan Dewan Negara didirikan pada tahun 1868. Pendidikan publik diselenggarakan dengan model Prancis dan Universitas Istanbul ditata ulang sebagai institusi modern pada tahun 1861. Ia juga berperan penting dalam mendirikan Ottoman pertama Kode sipil.

Imperial Coach yang digunakan oleh Sultan Abdulaziz selama kunjungannya ke Paris, London dan Wina pada tahun 1867, saat ini berada di Museum Rahmi M. Koç di Istanbul.

Abdulaziz menjalin hubungan baik dengan Prancis dan Inggris. Pada tahun 1867 dia adalah sultan Ottoman pertama yang mengunjungi Eropa Barat; perjalanannya termasuk kunjungan ke Exposition Universelle (1867) di Paris dan perjalanan ke Britania Raya, di mana dia dijadikan Knight of the Garter oleh Ratu Victoria[15] dan diperlihatkan Peninjauan Armada Angkatan Laut Kerajaan dengan Ismail Pasha. Dia bepergian dengan gerbong pribadi, yang saat ini dapat ditemukan di Museum Rahmi M. Koç di Istanbul. Sesama Ksatria Garter yang diciptakan pada tahun 1867 adalah Charles Gordon-Lennox, Adipati Richmond ke-6, Charles Manners, Adipati Rutland ke-6, Henry Somerset, Adipati Beaufort ke-8, Pangeran Arthur, Adipati Connaught dan Strathearn (putra Ratu Victoria ), Franz Joseph I dari Austria dan Alexander II dari Rusia.

Sultan Abdulaziz selama kunjungannya ke Inggris pada tahun 1867.

Juga pada tahun 1867, Abdulaziz menjadi Sultan Utsmaniyah pertama yang secara resmi mengakui gelar Khedive (Raja Muda) yang akan digunakan oleh Vali (Gubernur) Eyalet Utsmaniyah Mesir dan Sudan (1517–1867), yang kemudian menjadi Khedivat Utsmaniyah yang otonom. Mesir dan Sudan (1867–1914). Muhammad Ali Pasha dan keturunannya pernah menjadi gubernur (Vali) Ottoman Mesir dan Sudan sejak 1805, tetapi bersedia menggunakan gelar Khedive yang lebih tinggi, yang tidak diakui oleh pemerintah Ottoman hingga 1867. Sebagai gantinya, Khedive pertama, Ismail Pasha, telah setuju setahun sebelumnya (tahun 1866) untuk meningkatkan pendapatan pajak tahunan yang akan disediakan oleh Mesir dan Sudan untuk perbendaharaan Utsmaniyah. Antara tahun 1854 dan 1894, pendapatan dari Mesir dan Sudan sering dinyatakan sebagai jaminan oleh pemerintah Utsmaniyah untuk meminjam pinjaman dari bank Inggris dan Prancis. Setelah pemerintah Utsmaniyah mengumumkan wanprestasi berdaulat atas pembayaran utang luar negerinya pada 30 Oktober 1875, yang memicu Krisis Timur Besar di provinsi Balkan kekaisaran yang menyebabkan Perang Rusia-Turki yang menghancurkan (1877–78) dan pembentukan Publik Utsmaniyah Administrasi Utang pada tahun 1881, pentingnya jaminan bagi Inggris mengenai pendapatan Utsmaniyah dari Mesir dan Sudan meningkat. Dikombinasikan dengan Terusan Suez yang jauh lebih penting yang dibuka pada tahun 1869, kepastian ini berpengaruh dalam keputusan pemerintah Inggris untuk menduduki Mesir dan Sudan pada tahun 1882, dengan dalih membantu pemerintah Ottoman-Mesir untuk menghentikan pemberontakan ʻUrabi (1879– 1882). Mesir dan Sudan (bersama dengan Siprus) secara nominal tetap menjadi wilayah Utsmaniyah hingga 5 November 1914, ketika Kerajaan Inggris menyatakan perang melawan Kesultanan Utsmaniyah selama Perang Dunia I.

Pada tahun 1869, Abdulaziz menerima kunjungan dari Eugénie de Montijo, Permaisuri Napoleon III dari Prancis dan raja asing lainnya dalam perjalanan menuju pembukaan Terusan Suez. Pangeran Wales, calon Edward VII, dua kali mengunjungi Istanbul.

Sultan Abdulaziz, didampingi oleh Kaisar Napoleon III, tiba di Paris pada tahun 1867 (atas). Raja-raja Eropa sedang berada di Paris (Sultan Abdulaziz kedua dari kanan) untuk pembukaan Pameran Universal tahun 1867 (bawah).

Pada tahun 1871, Mehmed Fuad Pasha dan Mehmed Emin Âli Pasha telah meninggal. Kekaisaran Prancis Kedua, model Eropa Baratnya, telah dikalahkan dalam Perang Prancis-Prusia oleh Konfederasi Jerman Utara di bawah kepemimpinan Kerajaan Prusia. Abdulaziz beralih ke Kekaisaran Rusia untuk persahabatan, karena kerusuhan terus berlanjut di provinsi Balkan. Pada tahun 1875, pemberontakan Herzegovina menjadi awal dari kerusuhan lebih lanjut di provinsi-provinsi Balkan. Pada tahun 1876, Pemberontakan April melihat pemberontakan menyebar di antara orang-orang Bulgaria. Perasaan sakit meningkat terhadap Rusia karena mendorong pemberontakan.

Ratu Victoria dan Sultan Abdulaziz di kapal pesiar kerajaan HMY Victoria dan Albert selama kunjungan Sultan ke Inggris pada tahun 1867.

Meskipun tidak ada satu peristiwa pun yang menyebabkan dia digulingkan, gagal panen pada tahun 1873 dan pengeluarannya yang besar untuk Angkatan Laut Ottoman dan istana baru yang telah dia bangun, bersama dengan hutang publik yang menumpuk, membantu menciptakan suasana yang kondusif untuk penggulingannya. Abdulaziz digulingkan oleh para menterinya pada 30 Mei 1876.

c.       KEMATIAN

Türbe (makam) Sultan Mahmud II (ayahnya) di jalan Divan Yolu, tempat Abdulaziz juga dimakamkan.

Kematian Abdulaziz di Istana Çırağan di Istanbul beberapa hari kemudian didokumentasikan sebagai bunuh diri.

Death of Abdulaziz (1876), penggambaran imajiner oleh seniman Prancis Victor Masson (1849–1917).

Setelah pencopotan Sultan Abdulaziz, dia dibawa ke sebuah kamar di Istana Topkapi. Kamar ini kebetulan adalah kamar yang sama tempat Sultan Selim III dibunuh. Kamar tersebut membuatnya khawatir akan nyawanya dan kemudian meminta dipindahkan ke Istana Beylerbeyi. Permintaannya ditolak karena istana dianggap tidak nyaman untuk situasinya dan sebagai gantinya dia dipindahkan ke Istana Feriye. Namun dia menjadi semakin gugup dan paranoid tentang keamanannya. Pada pagi hari tanggal 5 Juni, Abdulaziz meminta gunting untuk memangkas janggutnya. Tak lama setelah itu, dia ditemukan tewas dalam genangan darah yang mengalir dari dua luka di lengannya.

 

Kamar tidur Sultan Abdulaziz di Istana Dolmabahçe di Istanbul.

Beberapa dokter diizinkan untuk memeriksa tubuhnya. Diantaranya "Dr. Marco, Nouri, A. Sotto, Dokter yang bekerja di Kedutaan Kekaisaran dan Kerajaan Austria-Hongaria; Dr. Spagnolo, Marc Markel, Jatropoulo, Abdinour, Servet, J. de Castro, A. Marroin, Julius Millingen , C. Caratheodori; E. D. Dickson, Dokter Kedutaan Besar Inggris; Dr. O. Vitalis, Dokter Dewan Sanitasi; Dr. E. Spadare, J. Nouridjian, Miltiadi Bey, Mustafa, Mehmed" menyatakan bahwa kematiannya adalah " disebabkan oleh hilangnya darah yang dihasilkan oleh luka pembuluh darah pada persendian lengan" dan bahwa "arah dan sifat luka, bersama dengan instrumen yang dikatakan telah menghasilkannya, mengarahkan kita untuk menyimpulkan bahwa bunuh diri telah dilakukan". Salah satu dokter tersebut juga menyatakan bahwa "Kulitnya sangat pucat, dan seluruhnya bebas dari memar, tanda atau bintik apa pun. Tidak ada kebiruan pada bibir yang menunjukkan mati lemas atau tanda tekanan yang diterapkan pada tenggorokan".

Sarkofagus Sultan Abdulaziz di makam ayahnya, Sultan Mahmud II. Beberapa keturunan sultan juga dimakamkan di dekatnya.

d.      TEORI KONSPIRASI

Ada beberapa sumber yang mengklaim kematian Abdulaziz karena pembunuhan. Penulis nasionalis Islam Necip Fazıl Kısakürek mengklaim bahwa itu adalah operasi rahasia yang dilakukan oleh Inggris.

Klaim serupa lainnya didasarkan pada buku The Memoirs of Sultan Abdulhamid II. Dalam buku yang ternyata penipuan itu, Abdulhamid II mengklaim bahwa Sultan Murad V mulai menunjukkan tanda-tanda paranoia, gila, pingsan dan muntah terus menerus hingga hari penobatannya, bahkan ia menceburkan diri ke kolam sambil berteriak-teriak. di pengawalnya untuk melindungi hidupnya. Politisi berpangkat tinggi saat itu takut publik akan marah dan memberontak untuk mengembalikan Abdulaziz ke tampuk kekuasaan. Jadi, mereka mengatur pembunuhan Abdulaziz dengan memotong pergelangan tangannya dan mengumumkan bahwa "dia bunuh diri". Buku memoar ini biasa disebut sebagai kesaksian langsung atas pembunuhan Abdulaziz. Namun belakangan terbukti bahwa Abdulhamid II tidak pernah menulis atau mendiktekan dokumen semacam itu.

e.      PRESTASI

Laksamana Hasan Rami Pasha mendukung upaya modernisasi Sultan.

§  Abdulaziz memberikan penekanan khusus pada modernisasi Angkatan Laut Ottoman. Pada tahun 1875, Angkatan Laut Utsmaniyah memiliki 21 kapal perang dan 173 kapal perang jenis lain, peringkat sebagai angkatan laut terbesar ketiga di dunia setelah angkatan laut Inggris dan Prancis. Kecintaannya pada Angkatan Laut, kapal, dan laut dapat diamati pada lukisan dinding dan gambar Istana Beylerbeyi di selat Bosphorus di Istanbul, yang dibangun pada masa pemerintahannya. Namun, anggaran besar untuk memodernisasi dan memperluas Angkatan Laut (dikombinasikan dengan kekeringan parah pada tahun 1873 dan insiden banjir pada tahun 1874 yang merusak pertanian Utsmaniyah dan mengurangi pendapatan pajak pemerintah) berkontribusi pada kesulitan keuangan yang menyebabkan Porte menyatakan default kedaulatan. dengan "Ramazan Kanunnamesi" pada tanggal 30 Oktober 1875. Keputusan selanjutnya untuk meningkatkan pajak pertanian untuk membayar hutang publik Utsmaniyah kepada kreditor asing (terutama bank Inggris dan Prancis) memicu Krisis Timur Besar di provinsi Balkan kekaisaran. Krisis memuncak dalam Perang Rusia-Turki (1877–1878) yang menghancurkan ekonomi Utsmaniyah yang sedang berjuang, dan pembentukan Administrasi Utang Publik Utsmaniyah pada tahun 1881, selama tahun-tahun awal pemerintahan Sultan Abdülhamid II.

§  Rel kereta api Utsmaniyah pertama dibuka antara İzmir–Aydın dan Aleksandria–Kairo pada tahun 1856, pada masa pemerintahan Sultan Abdulmejid I. Terminal kereta api besar pertama di Turki saat ini, Terminal Alsancak di Izmir, dibuka pada tahun 1858. adalah jalur kereta api individu, tidak terhubung, tanpa jaringan kereta api. Sultan Abdulaziz mendirikan jaringan kereta api Ottoman pertama. Pada tanggal 17 April 1869, konsesi untuk Kereta Api Rumelia (yaitu Kereta Api Balkan, Rumeli (Rumelia) berarti semenanjung Balkan dalam bahasa Turki Ottoman) yang menghubungkan Istanbul ke Wina diberikan kepada Baron Maurice de Hirsch (Moritz Freiherr Hirsch auf Gereuth), seorang Bavaria bankir kelahiran Belgia. Proyek tersebut meramalkan rute kereta api dari Istanbul melalui Edirne, Plovdiv dan Sarajevo ke tepi Sungai Sava. Pada tahun 1873, Terminal Sirkeci pertama di Istanbul dibuka. Bangunan terminal sementara Sirkeci kemudian diganti dengan yang sekarang yang dibangun antara tahun 1888 dan 1890 (pada masa pemerintahan Abdülhamid II) dan menjadi terminal tujuan akhir Orient Express. Pada tahun 1871, Sultan Abdulaziz mendirikan Kereta Api Anatolia. Pekerjaan konstruksi pengukur standar 1.435 mm (4 ft 8+1⁄2 in) di sisi Asia Istanbul, dari Haydarpaşa ke Pendik, dimulai pada tahun 1871. Jalur dibuka pada 22 September 1872. Jalur kereta api diperpanjang hingga Gebze, yang dibuka pada 1 Januari 1873. Pada Agustus 1873 jalur kereta api mencapai Izmit. Perpanjangan rel lainnya dibangun pada tahun 1871 untuk melayani daerah berpenduduk di sepanjang Bursa dan Laut Marmara. Kereta Api Anatolia kemudian diperluas ke Ankara dan akhirnya ke Mesopotamia, Suriah dan Arab pada masa pemerintahan Sultan Abdülhamid II, dengan selesainya Kereta Api Bagdad dan Kereta Api Hejaz.

Tiket masuk ke resepsi H.I.M. Sultan Abd-ul-Aziz Khan di The Guildhall pada 18 Juli 1867, dikeluarkan untuk Ketua P. & O. Steam Navigation Company.

§  Di bawah pemerintahannya, prangko pertama Turki diterbitkan pada tahun 1863, dan Kekaisaran Ottoman bergabung dengan Uni Pos Universal pada tahun 1875 sebagai anggota pendiri.

§  Dia juga bertanggung jawab atas kode sipil pertama untuk Kekaisaran Ottoman.

§  Dia adalah sultan Ottoman pertama yang melakukan perjalanan ke Eropa Barat. Pelayarannya dalam urutan kunjungan (dari 21 Juni 1867 hingga 7 Agustus 1867): Istanbul – Messina – Napoli – Toulon – Marseille – Paris – Boulogne – Dover – London – Dover – Calais – Brussel – Koblenz – Wina – Budapest – Orșova – Vidin – Ruse – Varna – Istanbul.

§  Terkesan dengan museum di Paris (30 Juni – 10 Juli 1867), London (12–23 Juli 1867) dan Wina (28–30 Juli 1867) yang dia kunjungi pada musim panas tahun 1867, dia memerintahkan pendirian Museum Kekaisaran di Istanbul: Museum Arkeologi Istanbul.

Culverin dengan lengan Philippe Villiers de L'Isle-Adam, Pengepungan Rhodes (1522). Kaliber: 140mm, panjang: 339 cm, berat: 2533kg, amunisi: bola besi 10 kg. Dikirim oleh Abdulaziz ke Napoleon III pada tahun 1862.

f.        KELUARGA

Harem Abdülaziz dikenal karena, meskipun perbudakan di Kesultanan Utsmaniyah telah dihapuskan, ibunya Pertevniyal Sultan terus mengirimkan budak perempuan dari Kaukasus.

1)      PEMAISURI

Abdülaziz memiliki enam permaisuri:

§  Dürrinev Kadin (15 Maret 1835 - 4 Desember 1895). BaşKadin. Disebut juga Dürrunev Kadın. Georgia, lahir Putri Melek Dziapş-lpa, sebelum menjadi permaisuri dia adalah seorang dayang untuk Servetseza Kadin, permaisuri Abdülmecid I. Dia memiliki dua putra dan seorang putri.

§  Edadil Kadin (1845 - 12 Desember 1875). Kadin Kedua. Dia adalah Abkhazia, terlahir sebagai Putri Aredba. Dia menjadi permaisuri Abdülaziz pada saat dia naik takhta. Dia memiliki seorang putra dan putri.

§  Hayranidil Kadin (2 November 1846 - 26 November 1895). Kadın kedua setelah kematian Edadil. Dia mungkin berasal dari budak. Dia memiliki seorang putra dan putri.

§  Neşerek Kadin (1848 - 11 Juni 1876). Kadin Ketiga. Disebut juga Nesrin Kadın atau Nesteren Kadin. Sirkasia, lahir di Sochi sebagai Putri Zevş-Barakay. Dia memiliki seorang putra dan putri.

§  Gevheri Kadin (8 Juli 1856 - 6 September 1884). Kadin Keempat. Dia adalah Abkhazia dan nama aslinya adalah Emine Hanim. Dia memiliki seorang putra dan putri.

§  Yildiz Hanim. BaşIkbal. Saudari Safinaz Nurefsun Kadın, permaisuri Abdülhamid II. Dia memiliki dua anak perempuan.

Selain itu, Abdülaziz berencana menikah dengan putri Mesir Tawhida Hanim, putri chedive Mesir Isma'il Pasha. Wazir Agungnya, Mehmed Füad Paşah, menentang pernikahan dan menulis catatan untuk sultan yang menjelaskan bahwa pernikahan akan menjadi kontraproduktif secara politik dan akan memberi Mesir keuntungan yang tidak semestinya. Namun, Bendaharawan Agung, alih-alih menyerahkan catatan itu kepada sultan, membacakannya di depan umum, mempermalukannya. Meski proyek pernikahan terbengkalai, Füad dipecat karena kecelakaan itu.

2)      PUTRA

Abdülaziz memiliki enam putra:

§  Şehzade Yusuf Izzeddin (11 Oktober 1857 - 1 Februari 1916) - bersama Dürrinev Kadın. Putra kesayangan ayahnya, ia lahir ketika Abdülaziz masih menjadi pangeran dan karena itu disembunyikan sampai naik takhta. Selama masa pemerintahannya, Abdülaziz tidak berhasil mengubah hukum suksesi untuk mengizinkannya mewarisi tahta. Dia memiliki enam istri, dua putra dan dua putri.

§  Şehzade Mahmud Celaleddin (14 November 1862 - 1 September 1888) - dengan Edadil Kadin. Dia adalah wakil laksamana, pianis dan pemain suling. Dia adalah keponakan kesayangan Adile Sultan, yang mendedikasikan beberapa komponen puitis untuknya. Dia punya permaisuri tapi tidak punya anak.

§  Şehzade Mehmed Selim (28 Oktober 1866 - 21 Oktober 1867) - dengan Dürrinev Kadın. Lahir dan meninggal di Istana Dolmabahçe, dimakamkan di mausoleum Mahmud II.

§  Abdülmecid II (29 Mei 1868 - 23 Agustus 1944) - bersama Hayranidil Kadin. Dia tidak pernah menjadi sultan karena penghapusan Kesultanan pada tahun 1922, dan merupakan khalifah terakhir Kekaisaran Ottoman.

§  Şehzade Mehmed Şevket (5 Juni 1872 - 22 Oktober 1899) - dengan Neşerek Kadın. Tanpa orang tua pada usia empat tahun, dia disambut di Istana Yıldız oleh Abdülhamid II, yang membesarkannya bersama anak-anaknya. Dia memiliki seorang permaisuri dan seorang putra.

§  Şehzade Mehmed Seyfeddin (22 September 1874 - 19 Oktober 1927) - bersama Gevheri Kadin. Tanpa ayah pada usia dua tahun, dia disambut oleh Şehzade Yusuf Izzeddin. Wakil laksamana dan musisi. Dia memiliki empat istri, tiga putra dan seorang putri.

 

3)      PUTRI

Abdülaziz memiliki tujuh anak perempuan:

§  Fatma Saliha Sultan (10 Agustus 1862 - 1941) - bersama Dürrinev Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putri.

§  Nazime Sultan (25 Februari 1866 - 9 November 1947) - bersama Hayranidil Kadin. Dia menikah sekali tetapi tidak memiliki anak.

§  Emine Sultan (30 November 1866 - 23 Januari 1867) - dengan Edadil Kadin. Lahir dan meninggal di Istana Dolmabahçe. Dimakamkan di makam Mahmud II.

§  Esma Sultan (21 Maret 1873 - 7 Mei 1899) - bersama Gevheri Kadin. Tanpa ayah pada usia tiga tahun, dia disambut bersama ibunya oleh saudara tirinya Şehzade Yusuf Izzedin. Dia menikah sekali dan memiliki empat putra dan putri. Dia meninggal saat melahirkan.

§  Fatma Sultan (1874 - 1875) - dengan Yıldız Hanim. Dia lahir dan meninggal di Istana Dolmabahçe, dimakamkan di mausoleum Mahmud II.

§  Emine Sultan (24 Agustus 1874 - 29 Januari 1920) - dengan Neşerek Kadın. Tanpa orang tua pada usia dua tahun, dia disambut bersama ibunya oleh saudara tirinya Şehzade Yusuf Izzedin. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putri.

§  Münire Sultan (1876/1877 - 1877) - dengan Yıldız Hanim. Dia lahir secara anumerta dan meninggal sebagai bayi yang baru lahir.

 

·        Murad V

Murad V

مراد الخامس

 

Sultan Murad V

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-33

Memerintah : 30 Mei 1876 – 31 Agustus 1876

Pendahulu : Abdulaziz I

Penerus : Abdul Hamid II

Wazir Agung : Mehmed Rushdi Pasha

Lahir  21 September 1840. Istana Çırağan, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 29 Agustus 1904 (umur 63). Istana Çırağan, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : 30 Agustus 1904. Masjid Baru, Istanbul, Turki

1. Permaisuri :

2. Mevhibe Kadın

3. Reftaridil Kadın

4. Şayan Kadın

5. Meyliservet Kadın

6. Nevdurr Hanim

7. Gevherriz Hanim

8. Remzşinas Hanim

9. Resan Hanim

10. Filizten Hanim

Nama :

1.       Turki: Murad bin Abdülmecid

2.       Turki Ottoman: مراد بن عبدالمجید

Dinasti : Ottoman

Ayah :Abdulmejid I

Ibu : Şevkefza Kadın

Tughra :

 

Murad V (Turki Utsmaniyah: مراد خامس, diromanisasi: Murâd-I ḫâmis; Turki: V. Murad; 21 September 1840 – 29 Agustus 1904) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah yang memerintah dari 30 Mei hingga 31 Agustus 1876. Putra dari Abdulmejid I, dia mendukung konversi pemerintah menjadi monarki konstitusional. Pamannya, Abdulaziz, menggantikan Abdulmejid naik takhta dan berusaha mengangkat putranya sendiri sebagai pewaris takhta, yang mendorong Murad untuk berpartisipasi dalam penggulingan pamannya. Namun, kesehatan fisik dan mentalnya yang lemah menyebabkan pemerintahannya menjadi tidak stabil dan Murad V digulingkan demi saudara tirinya Abdul Hamid II setelah hanya 93 hari.

a.      MASA MUDA

Murad V lahir sebagai Şehzade Mehmed Murad pada 21 September 1840 di Istana Çırağan di Istanbul. Ayahnya adalah Sultan Abdulmejid I, putra Sultan Mahmud II dan Bezmiâlem Sultan. Ibunya adalah Şevkefza Kadın, seorang etnis Georgia.

Pada bulan September 1847, saat berusia tujuh tahun, dia disunat secara seremonial bersama dengan adik tirinya, Şehzade Abdul Hamid.

Murad dididik di istana. Tutornya termasuk Toprik Süleyman Efendi, yang mengajarinya Quran, Ferrik Efendi, yang mengajarinya bahasa Turki Ottoman, Sheikh Hafız Efendi, yang mengajarinya Hadits (tradisi Muhammad), Monsieur Gardet, yang mengajarinya bahasa Prancis, dan Callisto Guatelli dan Lombardi Italia, yang mengajarinya bermain piano.

b.      PUTRA MAHKOTA

Foto diambil selama kunjungan Murad ke London

Setelah Abdulaziz naik tahta setelah kematian Sultan Abdulmejid pada tahun 1861, Murad menjadi pewaris tahta. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah pertaniannya di Kurbağalıdere yang telah dialokasikan Abdulaziz untuknya. Keluarganya biasa menghabiskan musim dingin mereka di apartemen putra mahkota yang terletak di Istana Dolmabahçe dan Rumah Nisbetiye.

Dia berpartisipasi dalam kunjungan Abdulaziz ke Mesir pada tahun 1863 dan ke Eropa pada tahun 1867. Sementara dia dihargai oleh penguasa Eropa atas kebaikannya, pamannya, yang merasa tidak nyaman dengan hal ini, berencana mengirimnya kembali ke Istanbul. Napoleon III dan Ratu Victoria menunjukkan minat yang lebih besar pada Murad daripada pada Abdulaziz. Selain itu, undangan dan tamasya khusus diselenggarakan untuk putra mahkota.

Dia sering berkomunikasi dengan Ottoman Baru, yang menginginkan rezim konstitusional. Şinasi yang sering ditemuinya bertukar pikiran dengan Namik Kemal dan Ziya Pasha tentang konstitusionalisme, demokrasi dan kebebasan. Melalui Ziya Pasha dan dokter pribadinya Kapoleon Efendi, ia juga berkomunikasi dengan Midhat Pasha, negarawan terkemuka era Tanzimat Ottoman dan pemimpin kelompok oposisi yang tidak puas dengan pemerintahan Sultan Abdulaziz.

Murad adalah anggota pertama dinasti Ottoman yang menjadi anggota Grand Lodge of Free and Accepted Masons of Turkey. Pada tanggal 20 Oktober 1872, Murad diam-diam dilantik ke dalam pondok, disponsori oleh pengurus rumah tangganya Seyyid Bey. Murad naik pangkat di pondok. Pada satu titik dia mengusulkan untuk mendirikan pondok Ottoman independen yang diberi nama Envar-I Şarkiye, “Cahaya Timur”, dengan ritualnya dilakukan di Turki, tetapi rencana itu tidak pernah terwujud.

c.       PERTANYAAN SUKSESI

Sultan Abdulaziz mencoba mengubah sistem suksesi demi putranya sendiri Şehzade Yusuf Izzeddin. Untuk tujuan ini Abdulaziz berangkat untuk meredakan berbagai kelompok penekan dan membuat putranya mendapatkan popularitas di antara mereka. Selama kunjungan tahun 1867 ke Eropa, desas-desus menyebar bahwa bertentangan dengan aturan protokol, Abdulaziz mengatur resepsi Izzeddin di Paris dan London di hadapan pewaris resmi, Pangeran Murad. Ketika Mahmud Nedim Pasha yang konservatif menjadi wazir Agung pada September 1871, dia memberikan dukungannya pada rencana Abdulaziz. Untuk lebih melegitimasi rencananya, Abdulaziz secara taktis mendukung perubahan anak sulung dalam dinasti Muhammad Ali di Mesir. Dengan memberikan anak sulung kepada Isma’il Pasha pada tahun 1866, Abdulaziz jelas berusaha menciptakan iklim opini yang positif tentang perubahan yang menguntungkan putranya sendiri.

d.      MEMERINTAH

Murad en route to be crowned

 

1)      PENCAPAIAN

Akibatnya, Murad bekerja sama dengan kalangan konstitusionalis dan ikut serta dalam deposisi Abdulaziz. Pada malam tanggal 29–30 Mei 1876, panitia yang dipimpin oleh Midhat Pasha dan Menteri Perang, Hüseyin Avni Pasha, menggulingkan Abdulaziz dan mengangkat Murad ke tahta.

Meskipun dia berhasil naik takhta, dia tidak mampu mempertahankan tempatnya. Dia berjuang untuk tampil normal dalam peran barunya, sangat bertentangan dengan kehidupannya yang sebelumnya tenang berkecimpung dalam musik. Sarafnya yang lemah, dikombinasikan dengan alkoholisme, menyebabkan gangguan mental. Kematian pamannya yang digulingkan hanya beberapa hari setelah pengangkatannya mengejutkannya, dan itu, ditambah dengan kesusahan atas cara tiba-tiba dia dibawa ke tahta dan tuntutan yang mengepungnya sebagai penguasa, menyebabkan kecemasan yang ditafsirkan dunia sebagai akibatnya. Karena telah memerintahkan pembunuhan pamannya.

2)      PENYAKIT

Murad mulai menunjukkan perilaku aneh yang mendahului keruntuhan totalnya. Para pemimpin pemerintah memanggil spesialis Wina dalam gangguan kejiwaan, Dr. Max Leidesdorf, yang menyimpulkan bahwa Sultan baru dapat sembuh total dengan perawatan tiga bulan di klinik, yang tidak mau dicoba oleh para pemimpin Ottoman lainnya. Seorang pangeran yang kompeten secara mental di atas takhta membentuk komponen penting dari rencana mereka untuk melaksanakan reformasi dengan legitimasi yang tepat. Adik laki-laki Murad dan pewaris takhta, Abdul Hamid, bagaimanapun, tampak sangat sehat secara fisik dan mental, dan mendukung rencana para pemimpin untuk memperkenalkan pemerintahan parlementer.

Mengamankan keputusan Şeyhülislam yang menyetujui pencopotan Murad, dan janji Abdul Hamid untuk mengumumkan sebuah konstitusi, Midhat Pasha, dan pemerintahan Ottoman menggulingkannya pada tanggal 31 Agustus 1876, setelah memerintah hanya selama sembilan puluh tiga hari dengan alasan dia sakit jiwa. Setelah adik tirinya, Sultan Abdul Hamid II, naik tahta. Murad kemudian dikurung di Istana Çırağan, yang tidak diizinkan oleh Abdul Hamid untuk dia tinggalkan.

e.      KURUNGAN

Ali Suavi, seorang aktivis politik Ottoman, jurnalis, pendidik, teolog dan pembaharu, terlibat dalam insiden tersebut

Dalam kurungan, permaisuri Murad Gevherriz Hanım bekerja dengan Nakşifend Kalfa, hazinedar Dilberengiz, kasim Hüseyin Ağa, dan Hüsnü Bey (yang pernah menjadi Sekretaris Kedua Murad) untuk mengizinkan seorang dokter Inggris bertemu dengan Murad untuk memastikan kesehatan mental Murad. Saat dokter datang, Gevherriz melayani sebagai penerjemah. Tidak jelas seberapa benar cerita ini, dan ada kemungkinan dokter tersebut dikirim oleh freemason dan bukan oleh Inggris.

Pada tahun 1877, sekitar sembilan bulan dalam kurungan, Murad mendapatkan kembali kemampuan mentalnya. Dua tahun pertama pengurungannya di Çırağan menyaksikan tiga upaya oleh para pendukung untuk membebaskannya dan mengembalikannya ke tahta, tetapi ketiganya hanya menghasilkan pengetatan penjagaan yang mengisolasi Istana Çırağan dari kota di sekitarnya oleh Abdul Hamid.

1)      KEJADIAN ALI SUAVI

Pada tanggal 20 Mei 1878, upaya dilakukan untuk membebaskan Murad dari Istana Çırağan dan mengembalikannya ke tahta. Saudara laki-laki Murad, Şehzade Ahmed Kemaleddin dan Şehzade Selim Süleyman, dan saudara perempuan, Fatma Sultan dan Seniha Sultan, dan suaminya Mahmud Celaleddin Pasha terlibat dalam plot tersebut. Mereka semua ingin melihat mantan Sultan bertahta. Selama insiden Ali Suavi, lawan politik radikal rezim otoriter Abdul Hamid menyerbu istana dengan sekelompok pengungsi bersenjata dari Perang Rusia-Turki baru-baru ini (1877–1878). Kapal perang Ottoman Mesudiye berlabuh di lepas pantai istana untuk mengambil Murad, dan mengumumkan pengangkatannya. Namun tidak sampai di kapal perang, anak buah Ali Suavi tidak mampu mengatasi perlawanan sengit dari prefek polisi Beşiktaş, Hacı Hasan Pasha. Plotnya gagal, dan Ali Suavi serta sebagian besar anak buahnya tewas. Buntutnya, keamanan di Istana Çırağan diperketat.

2)      HIDUP DALAM KURUNGAN

Kemampuan mentalnya dipulihkan, Murad menjalani kehidupan yang jauh lebih ramah daripada yang dikaitkan dengannya oleh pers Barat. Laporan selama bertahun-tahun mengklaim bahwa mantan Sultan mendekam di penjara, atau melarikan diri dan bersembunyi, atau menguliahi saudaranya tentang masalah Armenia.

Istana Çırağan, tempat Murad dan keluarganya dikurung oleh Sultan Abdul Hamid selama dua puluh delapan tahun sampai kematian Murad pada tahun 1904

Setelah kematian ibunya pada tahun 1889, Murad memusatkan seluruh cinta dan perhatiannya pada anak-anaknya. Selaheddin menjadi pendampingnya dalam kesedihan, dan mereka berdua menghabiskan waktu berjam-jam mengenang hari-hari yang telah berlalu serta berspekulasi tentang masa depan. Untuk beberapa waktu ayah dan anak menaruh minat pada Mesnevi, menghabiskan berjam-jam melafalkan syair dari karya itu dan sangat senang melakukannya.

f.        KEMATIAN DAN WARISAN

Poster diproduksi setelah kematiannya

Akhirnya, karena menderita diabetes, Murad meninggal di Istana Çırağan pada tanggal 29 Agustus 1904. Sementara istri seniornya Mevhibe Kadın dan putranya Selahaddin melaporkan bahwa Murad bersedia dimakamkan di makam Yahya Efendi, Abdul Hamid tidak menyetujuinya. . Keesokan harinya, pemakaman Murad dilakukan tanpa pengumuman dan upacara. Jenazahnya dimandikan dan dikafani di Istana Topkapı, kemudian dibawa ke Masjid Hidayet di Bahçekapı. Setelah prosesi pemakaman diadakan, ia dimakamkan di samping ibunya Şevkefza di Masjid Baru, Istanbul.

Sumber utama penting tentang hidupnya berasal dari memoar salah satu pendampingnya, Filizten Hanım, yang ditulis pada tahun 1930-an.

g.      KEPRIBADIAN

Murad telah belajar bahasa Perancis dan Arab. Dia memesan dan membaca buku dan majalah dari Prancis dan dipengaruhi oleh budaya Prancis. Dia memainkan piano dan menggubah musik gaya Barat. Dia adalah seorang liberal.

h.      KEHORMATAN

Orde Medjidie, Jewelled, 23 Februari 1867

i.        KELUARGA

Keluarga Murad V diketahui telah menghabiskan hampir 20 tahun dikurung di Istana Çırağan, dari deposisi Murad pada akhir Juni 1876 hingga kematiannya pada akhir Agustus 1904.

1)      PEMAISURI

Murad V memiliki sembilan permaisuri:

§  Elaru Mevhibe Kadın (6 Agustus 1835 – 21 Februari 1936). BaşKadin. Georgiana, dia dibesarkan di antara putri Sultan Abdülmejid I, ayah Murad. Dia tidak punya anak yang dikenal. Setelah kematian Murad dia menetap Şişli dan pada pendudukan Inggris di Istanbul dia pensiun ke kehidupan pribadi, tidak pernah meninggalkan rumah dan merawat tamannya sampai kematiannya.

§  Reftaridil Kadın (1838 – 3 Maret 1936). Kadin Kedua. Sirkasia dari keluarga Hatko. Dia memberi sultan seorang putra.

§  Şayan Kadın (4 Januari 1853 – 15 Maret 1945). Kadin Ketiga. Ia terlahir sebagai Putri Safiye Zan di Anapa. Dia memberi sultan seorang putri.

§  Meyliservet Kadın (21 Oktober 1859 – 9 Desember 1891). Kadin Keempat. Sebelum menikah dengan Murad, dia melayani saudara tirinya Refia Sultan. Dia memberi sultan seorang putri. Dia meninggal sebelum Murad dan karena itu dia tidak pernah meninggalkan Istana Çırağan.

§  Resan Hanim (28 Maret 1860 – 31 Maret 1910). BaşIkbal. Georgiana, dia lahir sebagai Ayşe Hanim di Artivin. Sebelum menikah dengan Murad, dia melayani saudara tirinya, Seniha Sultan. Dia memberi sultan dua putri.

§  Gevherriz Hanim (1863 – 1940). Ikbal kedua, disebut juga Cevherriz Hanım. Sirkasia, lahir di Sochi. Sebelum dia menjadi permaisuri dia adalah seorang Kalfa (pelayan perempuan) Dia tidak memiliki anak yang dikenal. Setelah kematian Murad dia menikah lagi, tetapi pernikahan itu sangat menyedihkan.

§  Nevdurr Hanim (1861 – 1927). Ikbal Ketiga. Lahir di Batumi. Dia tidak punya anak yang dikenal. Setelah kematian Murad, gajinya ditolak dan dia tinggal bersama putri tirinya Hatice Sultan, dan ketika Hatice diasingkan pada tahun 1924, dia jatuh ke dalam kemiskinan total.

§  Remzşinas Hanım (1864 – setelah 1934). Ikbal Keempat. Sirkasia. Dia tidak punya anak yang dikenal.

§  Filizten Hanim (1862 – 1945). Ikbal Kelima. Dia tidak punya anak yang dikenal.

 

2)      PUTRA

Murad V memiliki tiga putra:

§  Şehzade Mehmed Selaheddin (5 Agustus 1861 – 29 April 1915) – dengan Reftadiril Kadın. Anak tertua dan satu-satunya putra yang masih hidup, lahir saat Murad masih Şehzade. Dia memiliki tujuh istri, delapan putra dan delapan putri.

§  Şehzade Süleyman (1866 – 1866) – keibuan yang tidak diketahui.

§  Şehzade Seyfeddin (1872 – 1872) – keibuan yang tidak diketahui

 

3)      PUTRI

Murad V memiliki empat anak perempuan:

§  Hatice Sultan (5 April 1870 – 13 Maret 1938) – dengan Şayan Kadın. Lahir saat Murad masih Şehzade. Dia menikah dua kali dan memiliki dua putra dan dua putri.

§  Fehime Sultan (2 Juli 1875 – 15 September 1929) – dengan Meyliservet Kadın. Dia menikah dua kali, tanpa anak.

§  Fatma Sultan (19 Juni 1879 – 20 November 1932) – dengan Resan Hanım. Dia menikah sekali dan memiliki empat putra dan putri.

§  Aliye Sultan (24 Agustus 1880 – 17 September 1903) – dengan Resan Hanım. Kematiannya yang terlalu dini, bersama dengan skandal yang melibatkan putrinya Hatice Sultan pada tahun berikutnya, benar-benar merusak kesehatan Murad, yang meninggal tak lama kemudian pada pertengahan 1904.

·        Abd-ul-Hamid II

Abdul Hamid II

عبد الحميد الثاني

 

Sultan Abdul Hamid II

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-34

Pemerintahan : 31 Agustus 1876 – 27 April 1909

Penyandang pedang : 7 September 1876

Pendahulu : Murad V

Penerus : Mehmed V

Lahir : 21 September 1842. Istana Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Meninggal : 10 Februari 1918 (umur 75). Istana Beylerbeyi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman

Pemakaman : 1918. Makam Sultan Mahmud II, Fatih, Istanbul, Turki

Nama : Abdul Hamid bin Abdulmejid

Dinasti : Ottoman

Ayah : Abdulmejid I

Ibu  kandung: Tirimüjgan Kadın

Ibu angkat: Rahime Perestu Sultan

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Abdülhamid atau Abdul Hamid II (Turki Utsmaniyah: عبد الحميد ثانی, diromanisasi: Abd ül-Hamid-i Sani; bahasa Turki: II. Abdülhamid; 21 September 1842 – 10 Februari 1918) adalah sultan Kesultanan Utsmaniyah dari 31 Agustus 1876 hingga 27 April 1909, dan sultan terakhir yang melakukan kontrol efektif atas negara yang retak. Periode waktu dia memerintah di Kekaisaran Ottoman dikenal sebagai Era Hamidian. Dia mengalami masa kemunduran, dengan pemberontakan (khususnya di Balkan), dan dia memimpin perang yang gagal dengan Kekaisaran Rusia (1877–1878) diikuti dengan perang yang berhasil melawan Kerajaan Yunani pada tahun 1897, meskipun keuntungan Utsmaniyah diredam. oleh intervensi Eropa Barat berikutnya.

Sesuai dengan kesepakatan yang dibuat dengan Utsmani Muda Republik, ia mengumumkan Konstitusi pertama Kesultanan Utsmaniyah[4], yang merupakan tanda pemikiran progresif yang menandai pemerintahan awalnya. Namun, pada tahun 1878, dengan alasan ketidaksepakatan dengan Parlemen Ottoman, dia menangguhkan konstitusi dan parlemen yang berumur pendek. Modernisasi Kesultanan Utsmaniyah berlanjut selama masa pemerintahannya, termasuk reformasi birokrasi, perluasan Jalur Kereta Api Rumelia dan Jalur Kereta Api Anatolia, serta pembangunan Jalur Kereta Api Bagdad dan Jalur Kereta Api Hejaz. Selain itu, sistem pendaftaran penduduk dan kontrol atas pers didirikan, bersama dengan sekolah hukum modern lokal pertama pada tahun 1898. Reformasi yang paling luas jangkauannya terjadi di bidang pendidikan: banyak sekolah profesional didirikan untuk bidang-bidang termasuk hukum, seni, perdagangan, teknik sipil, kedokteran hewan, bea cukai, pertanian, dan linguistik. Meskipun Abdul Hamid II menutup Universitas Istanbul pada tahun 1881, dibuka kembali pada tahun 1900, dan jaringan sekolah menengah, dasar, dan militer diperluas ke seluruh kekaisaran. Perusahaan Jerman memainkan peran utama dalam mengembangkan sistem kereta api dan telegraf Kekaisaran. Modernisasi ini mengorbankan kedaulatan ekonomi kekaisaran, karena keuangannya berada di bawah kendali Kekuatan Besar melalui Administrasi Utang Publik Ottoman.

Sultan Abdul Hamid II

Selama pemerintahan Abdul Hamid, Kesultanan Utsmaniyah dikenal karena pembantaian orang-orang Armenia dan Asiria pada tahun 1894–1896. Banyak upaya dilakukan pada kehidupan Abdul Hamid selama masa pemerintahannya. Di antara banyak upaya pembunuhan terhadapnya, salah satu yang paling terkenal adalah upaya pembunuhan Yıldız tahun 1905 oleh Federasi Revolusi Armenia. Sebagian besar kaum intelektual Ottoman juga mengkritik tajam dan menentangnya karena dia menggunakan polisi rahasia untuk membungkam perbedaan pendapat dan gerakan Turki Muda. Pada tahun 1908, sebuah organisasi revolusioner Turki Muda rahasia yang dikenal sebagai Komite Persatuan dan Kemajuan memaksa Abdul Hamid II untuk memanggil kembali parlemen dan mengembalikan konstitusi dalam Revolusi Turki Muda. Abdul Hamid berusaha untuk menegaskan kembali absolutismenya setahun kemudian, mengakibatkan deposisi oleh pasukan Unionis dalam peristiwa yang dikenal sebagai Insiden 31 Maret tahun 1909.

a.      MASA MUDA

Abdul Hamid II lahir pada tanggal 21 September 1842 di Istana Çırağan, Ortaköy atau di Istana Topkapı, keduanya di Istanbul. Ia adalah putra Sultan Abdulmejid I dan Tirimüjgan Kadın (Circassia, 20 Agustus 1819 – Konstantinopel, Istana Feriye, 2 November 1853), awalnya bernama Virjinia. Setelah kematian ibunya, ia kemudian menjadi anak angkat dari istri sah ayahnya, Perestu Kadın. Perestu juga ibu angkat dari saudara tiri Abdul Hamid Cemile Sultan, yang ibunya Düzdidil Kadın telah meninggal pada tahun 1845 meninggalkan ibunya pada usia dua tahun. Keduanya dibesarkan di rumah yang sama di mana mereka menghabiskan masa kecil mereka bersama.

Tidak seperti banyak sultan Ottoman lainnya, Abdul Hamid II mengunjungi negara-negara yang jauh. Sembilan tahun sebelum naik takhta, ia menemani pamannya Sultan Abdülaziz dalam kunjungannya ke Paris (30 Juni–10 Juli 1867), London (12–23 Juli 1867), Wina (28–30 Juli 1867) dan ibu kota atau kota sejumlah negara Eropa lainnya pada musim panas 1867 (mereka berangkat dari Konstantinopel pada 21 Juni 1867 dan kembali pada 7 Agustus 1867).

b.      AKSESI KE TAHTA OTTOMAN

Abdul Hamid naik tahta setelah deposisi saudaranya Murad pada tanggal 31 Agustus 1876. Pada penobatannya, beberapa komentator terkesan bahwa dia berkendara tanpa pengawasan ke Masjid Sultan Eyüp, di mana dia diberikan Pedang Osman. Kebanyakan orang berharap Abdul Hamid II mendukung gerakan liberal, namun, dia naik tahta pada tahun 1876 dalam masa yang sangat sulit dan kritis bagi Kekaisaran. Gejolak ekonomi dan politik, perang lokal di Balkan, dan Perang Rusia-Turki (1877–1878) mengancam keberadaan Kesultanan Utsmaniyah. Abdul Hamid menggunakan masa-masa sulit yang dipenuhi perang ini untuk menciptakan kembali rezim absolutis dan membubarkan parlemen, merebut semua kekuasaan politik hingga penggulingannya.

1)      ERA KONSTITUSIONAL PERTAMA, 1876 – 1878

Abdul Hamid bekerja dengan Ottoman Muda untuk mewujudkan beberapa bentuk pengaturan konstitusional. Bentuk baru ini dalam ruang teoretisnya dapat membantu mewujudkan transisi liberal dengan argumentasi Islam. Utsmani Muda percaya bahwa sistem parlementer modern adalah pernyataan kembali praktik musyawarah, atau syura, yang telah ada pada awal Islam.

Pada bulan Desember 1876, karena pemberontakan tahun 1875 di Bosnia dan Herzegovina, perang yang sedang berlangsung dengan Serbia dan Montenegro dan perasaan yang timbul di seluruh Eropa oleh kekejaman yang digunakan dalam membasmi pemberontakan Bulgaria tahun 1876, Abdul Hamid mengumumkan konstitusi dan parlemennya. Komisi untuk membentuk konstitusi baru dipimpin oleh Midhat Pasha, dan konstitusi baru disahkan oleh kabinet pada 6 Desember 1876, memberikan Abdul Hamid hak untuk mengasingkan siapa pun yang dianggapnya sebagai ancaman bagi negara dan mengizinkan badan legislatif bikameral dengan penunjukan. dibuat oleh sultan.

Konferensi internasional Konstantinopel menjelang akhir tahun 1876 dikejutkan dengan pengumuman konstitusi, tetapi kekuatan Eropa di konferensi menolak konstitusi sebagai perubahan yang signifikan; mereka lebih memilih konstitusi tahun 1856 (Islâhat Hatt-ı Hümâyûnu) atau dekrit Gülhane tahun 1839 (Hatt-ı Şerif), tetapi mempertanyakan apakah parlemen perlu bertindak sebagai suara resmi rakyat.

Bagaimanapun, seperti banyak calon reformasi lain dari perubahan Kekaisaran Ottoman, itu terbukti hampir mustahil. Rusia terus memobilisasi untuk perang. Awal tahun 1877 Kekaisaran Ottoman berperang dengan Kekaisaran Rusia.

§  ERA KONSTITUSI PERTAMA

Era Konstitusional Pertama (Turki Utsmaniyah: مشروطيت; Turki: Birinci Meşrutiyet Devri) Kesultanan Utsmaniyah adalah masa monarki konstitusional sejak diundangkannya konstitusi Utsmaniyah tahun 1876 (Kanûn-ı Esâsî, قانون اساسى, artinya 'Hukum Dasar' atau 'Hukum Dasar' dalam bahasa Turki Utsmaniyah), yang ditulis oleh anggota Utsmaniyah Muda, yang dimulai pada 23 Desember 1876 dan berlangsung hingga 14 Februari 1878. Utsmaniyah Muda ini tidak puas dengan Tanzimat dan malah mendorong pemerintahan konstitusional yang serupa dengan yang ada di Eropa. . Periode konstitusi dimulai dengan pencopotan Sultan Abdulaziz. Abdul Hamid II menggantikannya sebagai Sultan.[4] Era berakhir dengan penangguhan Parlemen Ottoman dan konstitusi oleh Sultan Abdul Hamid II, yang dengannya ia memulihkan monarki absolutnya sendiri.


 

Baik Ahmed Vefik Pasha dan Isaac Pasha memimpin Parlemen Ottoman pertama.

Era konstitusional pertama tidak memasukkan sistem kepartaian. Pada saat itu, Parlemen Utsmaniyah (dikenal sebagai Majelis Umum Kesultanan Utsmaniyah) dipandang sebagai suara rakyat tetapi bukan sebagai tempat pembentukan partai dan organisasi politik.

Pemilihan parlemen diselenggarakan sesuai dengan peraturan pemilu sementara. Parlemen (Majelis Umum Kesultanan Utsmaniyah; مجلس عمومي, Meclis-i Umumi) disusun dalam dua tahap. Majelis rendah legislatif bikameral adalah Kamar Deputi (مجلس مبعوثان, Meclis-i Mebusan), sedangkan majelis tinggi adalah Senat (مجلس أعيان, Heyet-i Ayan). Pemilihan awal deputi dilakukan oleh dewan administrasi di provinsi (juga disebut Meclis-i Umumi).

Sultan Abdul Hamid II

Setelah pembentukan Majelis Umum di provinsi-provinsi, para anggota memilih para deputi dari dalam majelis untuk membentuk Dewan Perwakilan di ibu kota. Chamber memiliki 115 anggota dan mencerminkan distribusi millet di kekaisaran. Pada pemilihan kedua, terdapat 69 perwakilan millet Muslim dan 46 perwakilan millet lainnya (Yahudi, Phanariotes, Armenia).

Badan kedua adalah Senat, dan anggotanya dipilih oleh Sultan. Senat hanya memiliki 26 anggota. Itu dirancang untuk menggantikan porte, dan Wazir Agung menjadi ketua Senat. Dua pemilihan terjadi antara tahun 1877 dan 1878.

Istilah pertama, 1877

Mehmed Kani Pasha, anggota Parlemen Ottoman pertama.

Reaksi anggota terhadap perang yang mendekat sangat kuat, dan Sultan Abdul Hamid II meminta pemilihan baru dengan alasan Perang Rusia-Turki (1877–1878).

Periode kedua, 1878

Mehmed Raif Pasha, anggota Parlemen Ottoman pertama.

Masa jabatan kedua parlemen hanya beberapa hari, karena setelah pidato awal anggota dari vilayets Balkan, Abdul Hamid II menutup parlemen, dengan alasan kerusuhan sosial. Presiden Kamar Deputi adalah Wakil dari Yerusalem, Yusif Dia Pasha Al Khalidi.

§  OTTOMAN MUDA

Namik Kemal (1840–1888, atas) dan İbrahim Şinasi (1826–1871, bawah), dua anggota paling menonjol dari Kesultanan Utsmaniyah Muda, keduanya menerbitkan dan mencetak surat kabar reformis dan karya lain yang mendukung konstitusionalitas dan demokrasi di Kekaisaran Ottoman. Meskipun keduanya berulang kali diasingkan oleh Sultan karena upaya mereka, pekerjaan mereka mencapai puncaknya (walaupun berumur pendek) adopsi konstitusi tahun 1876 dan Era Konstitusi Pertama di Kekaisaran.

Utsmaniyah Muda (bahasa Turki: Yeni Osmanlılar) adalah perkumpulan rahasia yang didirikan pada tahun 1865 oleh sekelompok intelektual Turki Utsmaniyah yang tidak puas dengan reformasi Tanzimat di Kesultanan Utsmaniyah, yang mereka yakini tidak cukup. Utsmaniyah Muda berusaha mengubah masyarakat Utsmaniyah dengan melestarikan Kekaisaran dan memodernisasikannya sesuai tradisi Eropa dalam mengadopsi pemerintahan konstitusional. Meskipun Utsmani Muda sering berselisih paham secara ideologis, mereka semua setuju bahwa pemerintahan konstitusional yang baru setidaknya harus tetap berakar pada Islam. Untuk menekankan "kelanjutan dan keabsahan esensial Islam sebagai dasar budaya politik Utsmani", mereka berusaha untuk menyinkronkan yurisprudensi Islam dengan liberalisme dan demokrasi parlementer. Utsmaniyah Muda mencari cara baru untuk membentuk pemerintahan seperti pemerintahan Eropa, terutama konstitusi Kekaisaran Prancis Kedua. Di antara anggota terkemuka masyarakat ini adalah penulis dan humas seperti İbrahim Şinasi, Namık Kemal, Ali Suavi, Ziya Pasha, dan Agah Efendi.

Pada tahun 1876, Utsmaniyah Muda mengalami momen yang menentukan ketika Sultan Abdul Hamid II dengan enggan mengumumkan konstitusi Utsmaniyah tahun 1876 (bahasa Turki: Kanûn-u Esâsî), upaya pertama untuk membuat konstitusi di Kesultanan Utsmaniyah, mengantarkan Era Konstitusi Pertama. Meskipun periode ini berumur pendek, dengan Abdul Hamid II akhirnya menangguhkan konstitusi dan parlemen pada tahun 1878 untuk kembali ke monarki absolut dengan kekuasaannya sendiri, pengaruh Ottoman Muda berlanjut hingga runtuhnya kekaisaran. Beberapa dekade kemudian, kelompok Utsmaniyah yang berpikiran reformasi lainnya, Turki Muda, mengulangi upaya Utsmaniyah Muda, yang menyebabkan Revolusi Turki Muda pada tahun 1908 dan permulaan Era Konstitusional Kedua.

Ø  TOKOH TERKEMUKA

Para pemimpin dan ideolog terkemuka di balik gerakan Utsmani Muda antara lain:

        i.            PENULIS DAN HUMAS

v  İbrahim Şinasi (1826–1871), mendirikan surat kabar Tasvir-i Efkâr ("Ilustrasi Pikiran") pada tahun 1862 dan memberikan keredaksiannya kepada Namik Kemal pada tahun 1865.

v  Namik Kemal (1840–1888), salah satu anggota pendiri Ottoman Muda pada tahun 1865 dan penerbit banyak surat kabar oposisi; membantu menyusun konstitusi.

v  Ziya Pasha (1825–1880), mantan sekretariat istana yang telah dipaksa keluar dari posisinya dan menerbitkan surat kabar di Prancis bersama Namik Kemal.

v  Ali Suavi (1838–1878), seorang guru dan pengkhotbah dengan pelatihan agama yang menjadi editor surat kabar Muhbir. ("Reporter")

v  Mehmed Bey, seorang reformis terkemuka dan salah satu anggota pendiri Ottoman Muda; keponakan dari Mahmud Nedim Pasha.

 

       ii.            TOKOH POLITIK

v  Midhat Pasha (1822–1883), perdana menteri Ottoman (wazir agung) dan pembaharu yang menyusun dan menerapkan konstitusi.

v  Mustafa Fazıl Pasha (1830–1875), saudara raja muda Mesir dan cucu Muhammad Ali dari Mesir, dermawan utama dan pendukung Ottoman Muda setelah secara resmi mengorganisir mereka pada tahun 1867 di Paris.

 

Ø  SEJARAH

ü  PEMBENTUKAN

        i.            PIKNIK DI HUTAN BELGRAD DEKAT ISTANBUL

Mehmed Bey, salah satu anggota pendiri Ottoman Muda

Pada musim panas tahun 1865, enam pemuda berkumpul di Hutan Belgrad (Turki: Belgrad Ormanı) dekat Istanbul untuk piknik guna membentuk kelompok yang kemudian dikenal sebagai Aliansi Patriotik dan akan menjadi inti dari Utsmaniyah Muda di masa depan.

Hampir semua pria yang hadir pernah bekerja di Biro Penerjemahan Sublime Porte (metonymy untuk pemerintah Ottoman) dan karena itu memiliki pengetahuan tentang sistem politik Eropa dan cara kerja internal kebijakan luar negeri Ottoman.

Keenam pria yang hadir adalah Mehmed Bey, Namik Kemal, Menâpirzâde Nuri, Reşat Bey, Ayetullah Bey, dan Refik Bey, dan semuanya memiliki keinginan yang sama untuk mengubah cara Ottoman berinteraksi dengan kekuatan Eropa selain alam. kekuasaan di kekaisaran.

Grup ini menarik jumlah pengikut yang moderat. "Dalam waktu dua tahun, beberapa ratus orang tampaknya telah bergabung dengan masyarakat, di antaranya dua keponakan Sultan, Pangeran Murad (Putra Mahkota) dan Pangeran Hamid."

       ii.            PENGASINGAN KE PARIS

Pada tahun yang sama, İbrahim Şinasi menyerahkan kendali surat kabarnya Tasvir-i Efkâr kepada Namik Kemal, dan di bawah keredaksian Kemal surat kabar tersebut menjadi lebih radikal. Pada tahun 1867, Namık Kemal dan Utsmaniyah Muda lainnya menerbitkan surat terbuka dari pangeran Mesir yang tidak puas Mustafa Fazıl Pasha kepada Sultan Utsmaniyah Abdülaziz. Surat ini menganjurkan pemerintahan konstitusional dan parlementer. Setelah publikasi, pemerintah Ottoman menindak Ottoman Muda, menyebabkan mereka melarikan diri ke Paris, di mana mereka terus beroperasi di bawah perlindungan Mustafa Fazıl Pasha. Pada saat para humas yang diasingkan ini berkumpul di bawah perlindungan Mustafa Fazıl Pasha di Paris, mereka mulai menyebut diri mereka Yeni Osmanlılar (Inggris: Ottoman Baru).

     iii.            PUBLIKASI


Ziya Pasha

Melalui media baru pers dan dengan dukungan finansial dari sekutu mereka Mustafa Fazıl Pasha, Utsmani Muda dapat menyebarkan ide-ide mereka secara luas di sejumlah publikasi. Salah satu terbitan berkala yang paling penting adalah Hürriyet ("Kebebasan"), yang dipublikasikan oleh Namık Kemal dan Ziya Pasha mulai tahun 1868, meskipun banyak terbitan lainnya dan seringkali mengambil sikap yang lebih radikal. Surat kabar Ottoman Muda lainnya termasuk Ulum ("Sains"), Inkilab ("Revolusi"), Ibret ("Pelajaran"), dan Basiret. Publikasi ini menyuarakan perbedaan pendapat dan penentangan terhadap kebijakan Ottoman yang biasanya akan dilumpuhkan. Majalah ini beredar luas di seluruh Eropa, memiliki situs publikasi di "London, Jenewa, Paris, Lyon, dan Marseille."

     iv.            KEMBALI DARI PENGASINGAN

Ketika Mehmed Fuad Pasha dan Mehmed Emin Âli Pasha masing-masing meninggal pada tahun 1869 dan 1871, dua hambatan terbesar bagi inisiatif Utsmani Muda sekarang sudah tidak terlihat, mendorong sejumlah orang buangan untuk kembali ke Istanbul. Penerimaan Mustafa Fazıl Pasha ke jabatan di bawah Sultan Abdülaziz juga dilihat sebagai bukti kesuksesan yang akan segera terjadi. Namun, kepulangan dari pengasingan inilah yang mulai memecah belah Utsmani Muda, banyak di antaranya tidak pernah memiliki konsensus ideologis yang mapan. Ali Suavi mengundurkan diri dari grup sementara Namik Kemal kembali ke Istanbul. Ziya Pasha, yang tidak setuju dengan Kemal, pindah ke Jenewa untuk bekerja di surat kabar lain. Dengan Wazir Agung barunya Mahmud Nedim Pasha, Sultan Abdülaziz menegaskan kembali perannya sebagai penguasa absolut, membuat banyak Utsmani Muda kecewa setelah begitu berharap bahwa reformasi mereka akan diterima secara luas.

ü  Krisis dan Revolusi Konstitusi

        i.            KRISIS 1873

Selama masa pemerintahan Sultan Abdülaziz, Kekaisaran mengalami masa kesulitan keuangan yang besar akibat bencana kekeringan dan banjir di Anatolia pada tahun 1873 dan 1874. Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan, pemerintah menaikkan pajak atas penduduk yang masih hidup, yang menyebabkan ketidakpuasan. di antara orang-orang. Kesulitan keuangan diperburuk oleh kehancuran pasar saham global pada tahun 1873.

Ketidakpuasan di antara penduduk tumbuh, yang berpuncak pada serangkaian pemberontakan yang pecah di antara para petani Kristen di Balkan. Bosnia dan Herzegovina adalah yang pertama mengalami pemberontakan, diikuti oleh Bulgaria pada tahun 1876. Tuduhan kekejaman yang dilakukan oleh Turki, khususnya di Bulgaria, tidak luput dari perhatian Rusia, yang berperang dengan Ottoman pada 24 April 1877.

       ii.            REVOLUSI KONSTITUSIONAL

Menurut Caroline Finkel, "dislokasi budaya yang mendalam dan penghinaan yang dialami oleh mayoritas Muslim Utsmaniyah terungkap pada saat ini dalam kritik keras terhadap pemerintah karena menenangkan kekuatan asing." Karena lingkungan yang penuh gejolak, Utsmani Muda sekarang memiliki audiensi, dan tindakan segera menyusul. Pada tanggal 30 Mei 1876, sekelompok politisi Ottoman terkemuka termasuk Midhat Pasha melakukan kudeta dan menggulingkan Sultan Abdülaziz. Pangeran Murad, yang dekat dengan Utsmani Muda, diangkat ke tahta sebagai Sultan Murad V. Murad telah berjanji untuk melembagakan konstitusi, tetapi dia mulai mendengarkan Wazir Agung Rüşdi Pasha, yang menganjurkan pendekatan reformasi yang berhati-hati. Setelah dugaan bunuh diri Sultan Abdülaziz, kondisi mental Sultan Murad mulai menurun drastis dan ia menjadi pecandu alkohol. "Bunuh diri pamannya dan pembunuhan beberapa anggota kabinetnya tampaknya telah menyebabkan gangguan saraf yang parah." Alhasil, baru tiga bulan naik tahta, Murad dinyatakan tidak layak memerintah dan digantikan oleh adiknya, Hamit Efendi, yang naik tahta pada 1 September 1876 sebagai Sultan Abdul Hamid II.

     iii.            ERA KONSTITUSIONAL PERTAMA KESULTANAN UTSMANIYAH

Era Konstitusional Pertama dimulai pada tanggal 23 Desember 1876, ketika Sultan Abdul Hamid II mengangkat Midhat Pasha sebagai Wazir Agung dan mengumumkan konstitusi Utsmaniyah tahun 1876, meskipun motifnya untuk melakukannya dicurigai karena tampaknya ditujukan untuk menyenangkan orang Eropa yang berada di Istanbul untuk konferensi. Memang, Abdul Hamid II "tidak dipercaya baik oleh Porte maupun oleh para intelektual. Para menteri tahu bahwa dia licik dan licik, dan mereka curiga bahwa pemerintahannya akan berarti kembalinya kendali kekaisaran atas urusan negara." Parlemen Utsmaniyah pertama, Majelis Umum Kesultanan Utsmaniyah, bersidang dari 19 Maret 1877 hingga 28 Juni 1877 dan hanya bersidang sekali lagi sebelum diprakarsai oleh Abdul Hamid II, ironisnya menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukannya pada 13 Februari 1878 Ia juga memberhentikan Midhat Pasha dan mengusirnya dari kekaisaran, yang secara efektif mengakhiri era konstitusional pertama dan menandai kembalinya sentralisasi kekuasaan di bawah Sultan.

Ø  IDEOLOGI

Ottoman Muda tidak dipersatukan oleh satu ideologi dan pandangan mereka sangat bervariasi dalam kelompok mereka sendiri. Namun mereka dipersatukan oleh beberapa ide sentral bersama dan tujuan bersama.

        i.            KONSTITUSIONALISME

Utsmani Muda disatukan oleh ketidaksukaan mereka yang sama terhadap bentuk birokratis dan menyenangkan yang diambil pemerintah dengan munculnya reformasi Tanzimat. "Utsmaniyah muda mengkritik keras Tanzimat sebagai penyerahan diri pada perintah Eropa", yang mereka yakini sebagai salah satu alasan utama keadaan kekaisaran yang buruk. Utsmani Muda menyerukan pengembangan pemerintahan konstitusional yang didasarkan pada konsep-konsep Islam, tidak hanya untuk membedakannya dari pemerintah Eropa yang mereka cari untuk mendapatkan inspirasi, tetapi juga karena mereka ingin melestarikan salah satu ciri inti dari budaya Utsmaniyah. . "Ada penekanan pada tanah air dan gagasan bahwa Ottoman harus berbagi pengabdian kepada negara mereka. Ini menandai awal dari rasa patriotisme teritorial yang sama."

       ii.            OTTOMANISME

"Salah satu ide paling mencolok yang muncul dari gerakan Utsmaniyah Muda adalah gagasan Patriotisme Utsmaniyah. Ini adalah keyakinan akan kesetaraan Utsmaniyah sebagai warga negara. Hal ini dapat dilihat dalam drama Vatan Utsmaniyah Muda Kemal yang terkenal." Drama tersebut mengeksplorasi gagasan pengabdian dan kesetiaan pada wilayah dan negara, daripada komunitas agama. "Ini adalah awal dari patriotisme teritorial di daerah tersebut." Dalam menghadapi munculnya identitas nasional di Eropa, keinginan untuk mendefinisikan identitas patriotik Utsmani menjadi faktor pemersatu di antara banyak Utsmani Muda terkemuka. Tujuan yang diinginkan dari Ottomanisme adalah untuk mengatasi ketegangan antara subjek Muslim dan non-Muslim di kekaisaran dan menyatukan mereka melalui kesetiaan kepada negara.

     iii.            ISLAMISME

Sementara Utsmaniyah Muda melihat ke Eropa sebagai model pemerintahan konstitusional, mereka berpendapat bahwa itu harus dikembangkan dalam kerangka Islam untuk menekankan "validitas Islam yang berkelanjutan dan esensial sebagai dasar budaya politik Utsmaniyah."

     iv.            LIBERALISME

Utsmani Muda menyinkronkan idealisme Islam dengan liberalisme modern dan demokrasi parlementer, bagi mereka liberalisme parlementer Eropa adalah model yang harus diikuti, sesuai dengan ajaran Islam dan "berusaha mendamaikan konsep pemerintahan Islam dengan gagasan Montesquieu, Danton, Rousseau , dan Cendekiawan dan negarawan Eropa kontemporer." Namik Kemal, yang berpengaruh dalam pembentukan masyarakat, mengagumi konstitusi Republik Ketiga Perancis, ia menyimpulkan cita-cita politik Ottoman Muda sebagai "kedaulatan bangsa, pemisahan kekuasaan, tanggung jawab pejabat, pribadi kebebasan, kesetaraan, kebebasan berpikir, kebebasan pers, kebebasan berserikat, kenikmatan properti, kesucian rumah".

Ø  WARISAN DAN PENGARUH

Salah satu warisan terbesar Utsmani Muda di Kesultanan Utsmaniyah adalah dalam tindakan mereka, karena mereka "dianggap sebagai gerakan ideologis modern pertama di antara elit Utsmaniyah di kekaisaran, dan mereka adalah yang pertama, melalui tulisan mereka, secara sadar mencoba untuk menciptakan dan mempengaruhi opini publik.” Penggunaan pers sebagai alat kritik politik juga dikaitkan dengan inovasi Utsmani Muda. Selain itu, dengan memberikan arti baru pada terminologi liberal, dengan istilah seperti vatan ("tanah air") dan hürriyet ("kebebasan"), Utsmaniyah Muda terkemuka seperti Namik Kemal memberikan ekspresi ideologi yang kuat kepada kelompok nasionalis dan liberal di kemudian hari dalam Utsmaniyah. Kerajaan.

Sebagai kelompok pertama yang menangani masalah modernitas Barat, gerakan revolusioner masa depan seperti Turki Muda menggunakan metode dan ideologi dari Ottoman Muda, meskipun mereka cenderung berfokus pada Ottomanisme patriotik daripada penekanan mereka pada kembali ke dasar Islam. [38] Selain itu, upaya mereka yang berkontribusi pada pemberlakuan konstitusi Utsmaniyah pertama menjadi preseden penting bagi Era Konstitusional Kedua Kesultanan Utsmaniyah (1908–1918), yang dimulai dengan Turki Muda yang akhirnya menggulingkan Abdul Hamid II, monarki yang sama dengan Ottoman Muda telah bentrok dengan, dari tahta dalam Revolusi Turki Muda.

2)      PERANG DENGAN RUSIA

Pasukan Utsmaniyah di bawah serangan Rumania di Pengepungan Plevna (1877) dalam Perang Rusia-Turki (1877–78)

Ketakutan terbesar Abdul Hamid, hampir bubar, diwujudkan dengan deklarasi perang Rusia pada 24 April 1877. Dalam konflik itu, Kesultanan Utsmaniyah bertempur tanpa bantuan sekutu Eropa. Kanselir Rusia Pangeran Gorchakov telah secara efektif membeli kenetralan Austria dengan Perjanjian Reichstadt pada saat itu. Kerajaan Inggris, meskipun masih takut akan ancaman Rusia terhadap kehadiran Inggris di India, tidak melibatkan diri dalam konflik tersebut karena opini publik terhadap Utsmaniyah, menyusul laporan kebrutalan Utsmaniyah dalam menumpas pemberontakan Bulgaria. Kemenangan Rusia dengan cepat terwujud; konflik berakhir pada Februari 1878. Perjanjian San Stefano, yang ditandatangani pada akhir perang, memberlakukan syarat-syarat yang keras: Kesultanan Utsmaniyah memberikan kemerdekaan kepada Rumania, Serbia, dan Montenegro; itu memberikan otonomi ke Bulgaria; melembagakan reformasi di Bosnia dan Herzegovina; dan menyerahkan sebagian Dobrudzha ke Rumania dan sebagian Armenia ke Rusia, yang juga dibayar dengan ganti rugi yang sangat besar. Setelah perang dengan Rusia, Abdul Hamid menangguhkan konstitusi pada Februari 1878 dan membubarkan parlemen setelah pertemuan soliter pada Maret 1877. Selama tiga dekade berikutnya, Kesultanan Utsmaniyah diperintah oleh Abdulhamid dari Istana Yıldız.

Karena Rusia dapat mendominasi negara-negara yang baru merdeka, pengaruh negara tersebut di Eropa Tenggara meningkat pesat dengan Perjanjian San Stefano. Karena desakan Kekuatan Besar (terutama Britania Raya), perjanjian itu kemudian direvisi di Kongres Berlin sehingga mengurangi keuntungan besar yang diperoleh Rusia. Sebagai imbalan atas bantuan ini, Siprus diserahkan ke Inggris pada tahun 1878. Ada masalah di Mesir, di mana khedive yang didiskreditkan harus digulingkan. Abdul Hamid salah menangani hubungan dengan Urabi Pasha, dan akibatnya Inggris memperoleh kendali de facto atas Mesir dan Sudan dengan mengirimkan pasukannya pada tahun 1882 untuk membangun kendali atas kedua provinsi tersebut. Siprus, Mesir, dan Sudan seolah-olah tetap menjadi provinsi Utsmaniyah sampai tahun 1914 ketika Inggris secara resmi mencaplok wilayah tersebut sebagai tanggapan atas partisipasi Utsmaniyah dalam Perang Dunia I di pihak Blok Sentral.

c.       ERA HAMIDIAN

1)      KEHANCURAN

Ketidakpercayaan Abdul Hamid terhadap para laksamana reformis Angkatan Laut Utsmaniyah (yang dia curigai berkomplot melawannya dan mencoba mengembalikan konstitusi 1876) dan keputusan selanjutnya untuk mengunci armada Utsmaniyah (yang menduduki peringkat sebagai armada terbesar ketiga di dunia selama pemerintahan pendahulunya Abdul Aziz) di dalam Tanduk Emas menyebabkan hilangnya wilayah seberang laut Utsmaniyah dan pulau-pulau di Afrika Utara, Laut Mediterania, dan Laut Aegea selama dan setelah masa pemerintahannya.

Kesulitan keuangan memaksanya untuk menyetujui kendali asing atas utang nasional Ottoman. Dalam sebuah keputusan yang dikeluarkan pada bulan Desember 1881, sebagian besar pendapatan kekaisaran diserahkan kepada Administrasi Utang Publik untuk kepentingan pemegang obligasi (kebanyakan asing).

Şehzade (Pangeran) Abdul Hamid pada tahun 1868.

Penyatuan Bulgaria dengan Rumelia Timur pada tahun 1885 merupakan pukulan lain bagi Kekaisaran. Penciptaan Bulgaria yang merdeka dan kuat dipandang sebagai ancaman serius bagi Kekaisaran Ottoman. Selama bertahun-tahun Abdul Hamid harus berurusan dengan Bulgaria dengan cara yang tidak bertentangan dengan keinginan Rusia maupun Jerman. Ada juga masalah utama terkait pertanyaan Albania yang dihasilkan dari Liga Prizren Albania dan dengan perbatasan Yunani dan Montenegro di mana kekuatan Eropa ditentukan bahwa keputusan Kongres Berlin harus diberlakukan.

Kreta diberikan 'hak istimewa yang diperpanjang', tetapi ini tidak memuaskan penduduknya, yang mencari penyatuan dengan Yunani. Pada awal tahun 1897 sebuah ekspedisi Yunani berlayar ke Kreta untuk menggulingkan pemerintahan Ottoman di pulau itu. Tindakan ini diikuti oleh perang, di mana Kekaisaran Ottoman mengalahkan Yunani (lihat Perang Yunani-Turki (1897)); namun sebagai akibat dari Perjanjian Konstantinopel, Kreta diambil alih secara en depot oleh Britania Raya, Prancis, dan Rusia. Pangeran George dari Yunani ditunjuk sebagai penguasa dan Kreta secara efektif kalah dari Kekaisaran Ottoman. Itu ʿAmmiyya, pemberontakan pada tahun 1889–90 di antara Druze dan Suriah lainnya melawan ekses syekh lokal, juga menyebabkan penyerahan terhadap tuntutan pemberontak, serta konsesi kepada perusahaan Belgia dan Prancis untuk menyediakan jalur kereta api di Beirut dan Damaskus di antara mereka. .

2)      KEPUTUSAN POLITIK DAN REFORMASI

Kebanyakan orang mengharapkan Abdul Hamid II memiliki ide-ide liberal, dan beberapa kaum konservatif cenderung menganggapnya sebagai seorang reformis yang berbahaya. Namun, meskipun bekerja dengan Ottoman Muda reformis saat masih menjadi putra mahkota dan tampil sebagai pemimpin liberal, ia menjadi semakin konservatif segera setelah naik takhta. Dalam proses yang dikenal sebagai İstibdad, Abdul Hamid berhasil menurunkan menterinya menjadi sekretaris, dan dia memusatkan sebagian besar administrasi Kekaisaran ke tangannya sendiri di Istana Yıldız. Kegagalan dalam dana publik, perbendaharaan yang kosong, pemberontakan tahun 1875 di Bosnia dan Herzegovina, perang dengan Serbia dan Montenegro, akibat perang Rusia-Turki dan perasaan yang ditimbulkan di seluruh Eropa oleh pemerintah Abdul Hamid dalam membasmi pemberontakan Bulgaria semua berkontribusi pada kekhawatirannya untuk memberlakukan perubahan signifikan.

Dorongannya untuk pendidikan menghasilkan pendirian 18 sekolah profesional, dan pada tahun 1900, Darulfunun, sekarang dikenal sebagai Universitas Istanbul, didirikan. Dia juga menciptakan sistem sekolah menengah, dasar, dan militer yang besar di seluruh kekaisaran. 51 sekolah menengah dibangun dalam periode 12 tahun (1882–1894). Karena tujuan reformasi pendidikan di era Hamidian adalah untuk melawan pengaruh asing, sekolah menengah ini menggunakan teknik pengajaran Eropa, namun menanamkan dalam diri siswa rasa identitas Ottoman yang kuat dan moralitas Islam.

Abdul Hamid II menyapa warga

Abdul Hamid juga mereorganisasi Kementerian Kehakiman dan mengembangkan sistem kereta api dan telegraf.[1] Sistem telegraf diperluas untuk menggabungkan bagian terjauh dari Kekaisaran. Kereta api menghubungkan Konstantinopel dan Wina pada tahun 1883, dan tak lama kemudian Orient Express menghubungkan Paris ke Konstantinopel. Selama pemerintahannya, jalur kereta api di dalam Kesultanan Utsmaniyah diperluas untuk menghubungkan Eropa dan Anatolia yang dikuasai Utsmaniyah dengan Konstantinopel juga. Meningkatnya kemampuan untuk melakukan perjalanan dan berkomunikasi di dalam Kesultanan Utsmaniyah memperkuat pengaruh Konstantinopel di seluruh Kesultanan.

Abdul Hamid mengambil langkah-langkah ketat untuk keamanannya. Memori deposisi Abdul Aziz ada di benaknya dan meyakinkannya bahwa pemerintahan konstitusional bukanlah ide yang baik. Karena itu, informasi dikontrol dengan ketat dan pers disensor dengan ketat. Polisi rahasia (Umur-u Hafiye) dan jaringan informan hadir di seluruh kekaisaran, dan banyak politisi dari Era Konstitusi Kedua dan Republik Turki di masa depan mengalami penangkapan dan pengasingan. Kurikulum sekolah tunduk pada pemeriksaan ketat untuk mencegah pembangkangan. Ironisnya, sekolah-sekolah yang didirikan dan coba dikendalikan oleh Abdul Hamid menjadi "tempat berkembang biak ketidakpuasan" karena para siswa dan guru sama-sama merasa tersinggung dengan pembatasan sensor yang canggung.

3)      PERTANYAAN ARMENIA

20 kuruş pada masa pemerintahan Abdul Hamid II, bertanggal 1878

Mulai sekitar tahun 1890, orang-orang Armenia mulai menuntut penerapan reformasi yang dijanjikan kepada mereka di konferensi Berlin. Untuk mencegah tindakan seperti itu, pada tahun 1890–91, Sultan Abdul Hamid memberikan status semi resmi kepada bandit Kurdi yang sudah aktif menganiaya orang Armenia di provinsi. Terdiri dari Kurdi (serta kelompok etnis lain seperti Turcomans), dan dipersenjatai oleh negara, mereka kemudian disebut Hamidiye Alayları ("Resimen Hamidian"). Perampok Hamidiye dan Kurdi diberi kebebasan untuk menyerang orang Armenia, menyita simpanan biji-bijian, bahan makanan, dan mengusir ternak, dan yakin akan lolos dari hukuman karena mereka hanya tunduk pada pengadilan militer. Menghadapi kekerasan tersebut, orang-orang Armenia mendirikan organisasi revolusioner, yaitu Partai Sosial Demokrat Hunchakian (Hunchak; didirikan di Swiss pada tahun 1887) dan Federasi Revolusi Armenia (ARF atau Dashnaktsutiun, didirikan pada tahun 1890 di Tiflis). Bentrokan pun terjadi dan kerusuhan terjadi pada tahun 1892 di Merzifon dan pada tahun 1893 di Tokat. Abdul Hamid II tidak ragu untuk memadamkan pemberontakan ini dengan metode yang keras saat menggunakan Muslim lokal (dalam banyak kasus Kurdi) melawan orang-orang Armenia. Sebagai akibat dari kekerasan tersebut, 300.000 orang Armenia terbunuh dalam apa yang dikenal sebagai pembantaian Hamidian. Berita tentang pembantaian Armenia dilaporkan secara luas di Eropa dan Amerika Serikat dan mendapat tanggapan keras dari pemerintah asing dan organisasi kemanusiaan. Oleh karena itu, Abdul Hamid II disebut sebagai "Sultan Berdarah" atau "Sultan Merah" di Barat. Pada tanggal 21 Juli 1905, Federasi Revolusioner Armenia berusaha membunuhnya dengan bom mobil saat tampil di depan umum, tetapi Sultan tertunda semenit dan bom meledak terlalu dini, menewaskan 26 orang, melukai 58 orang (empat di antaranya tewas dalam perjalanan mereka). perawatan di rumah sakit) dan menghancurkan 17 mobil. Agresi yang berkelanjutan ini, bersama dengan penanganan keinginan Armenia untuk melakukan reformasi, menyebabkan kekuatan Eropa Barat mengambil pendekatan yang lebih langsung dengan Turki.

Stempel Abdul Hamid II

4)      AMERIKA DAN FILIPINA

Peta Kesultanan Utsmaniyah pada masa pemerintahan Abdul Hamid II

Sultan Abdul Hamid II, setelah didekati oleh menteri Amerika untuk Turki, Oscar Straus, mengirim surat kepada Moro di Kesultanan Sulu memberitahu mereka untuk tidak menolak pengambilalihan Amerika dan bekerja sama dengan Amerika pada awal Pemberontakan Moro. Sulu Moro memenuhi perintah itu.

John Hay, Sekretaris Negara Amerika, meminta Straus pada tahun 1898 untuk mendekati Sultan Abdul Hamid II untuk meminta Sultan (yang juga Khalifah) menulis surat kepada Muslim Moro Sulu dari Kesultanan Sulu di Filipina meminta mereka untuk tunduk. kedaulatan Amerika dan kekuasaan militer Amerika. Sultan mewajibkan mereka dan menulis surat itu, yang dikirim ke Sulu melalui Mekah di mana dua kepala suku Sulu membawanya pulang ke Sulu, dan itu berhasil, karena "Sulu Mohammedans ... menolak bergabung dengan pemberontak dan telah menempatkan diri mereka di bawah kekuasaan. kontrol tentara kita, dengan demikian mengakui kedaulatan Amerika." Sultan Ottoman menggunakan posisinya sebagai khalifah untuk memerintahkan Sultan Sulu agar tidak melawan dan tidak melawan Amerika ketika mereka menjadi tunduk pada kendali Amerika. Presiden McKinley tidak menyebutkan peran Turki dalam pengamanan Sulu Moro dalam pidatonya di sesi pertama Kongres ke-56 pada Desember 1899, karena kesepakatan dengan Sultan Sulu tidak diserahkan ke Senat hingga 18 Desember. Terlepas dari ideologi "pan-Islam" Sultan Abdul Hamid, dia dengan mudah menyetujui permintaan Straus untuk meminta bantuan dalam memberitahu Muslim Sulu untuk tidak melawan Amerika karena dia merasa tidak perlu menimbulkan permusuhan antara Barat dan Muslim. Kolaborasi antara militer Amerika dan kesultanan Sulu karena Sultan Sulu dibujuk oleh Sultan Ottoman. John P. Finley menulis bahwa:

“Setelah mempertimbangkan fakta-fakta ini, Sultan, sebagai Khalifah, mengirim pesan ke orang-orang Mohammedan di Kepulauan Filipina yang melarang mereka melakukan permusuhan apa pun terhadap Amerika, karena tidak ada campur tangan terhadap agama mereka yang diizinkan di bawah kekuasaan Amerika. Karena Moro tidak pernah meminta lebih dari itu, tidak mengherankan jika mereka menolak semua tawaran yang dibuat, oleh agen Aguinaldo, pada saat pemberontakan Filipina. Presiden McKinley mengirimkan surat ucapan terima kasih pribadi kepada Tuan Straus atas pekerjaan luar biasa yang telah dia lakukan, dan berkata, pencapaiannya telah menyelamatkan Amerika Serikat setidaknya dua puluh ribu tentara di lapangan.”

Abdul Hamid dalam posisinya sebagai khalifah didekati oleh pihak Amerika untuk membantu mereka menghadapi umat Islam selama perang mereka di Filipina, dan umat Islam di wilayah tersebut menuruti perintah yang dikirim oleh Abdul Hamid untuk membantu pihak Amerika.

Perjanjian Bates, yang telah ditandatangani Amerika dengan Kesultanan Moro Sulu dan yang menjamin otonomi Kesultanan dalam urusan dalam negeri dan pemerintahannya, kemudian dilanggar oleh Amerika, yang kemudian menginvasi Moroland, menyebabkan Pemberontakan Moro pecah pada tahun 1904 dengan perang. mengamuk antara Amerika dan Muslim Moro dan kekejaman yang dilakukan terhadap wanita Muslim Moro dan anak-anak, seperti Pembantaian Kawah Moro.

5)      DUKUNGAN JERMAN

Abdul Hamid II berusaha untuk berkorespondensi dengan pasukan Muslim Tiongkok yang melayani tentara kekaisaran Qing yang bertugas di bawah Jenderal Dong Fuxiang; mereka juga dikenal sebagai Kansu Braves

Triple Entente – Britania Raya, Prancis, dan Rusia – memelihara hubungan yang tegang dengan Kesultanan Utsmaniyah. Abdul Hamid dan penasihat dekatnya percaya Kekaisaran harus diperlakukan sebagai pemain yang setara oleh kekuatan besar ini. Dalam pandangan Sultan, Kesultanan Utsmaniyah adalah sebuah kerajaan Eropa, berbeda karena memiliki lebih banyak Muslim daripada Kristen.

Seiring waktu, sikap diplomatik bermusuhan yang ditunjukkan dari Prancis (pendudukan Tunisia pada tahun 1881) dan Inggris Raya (pembentukan kontrol de facto di Mesir pada tahun 1882) menyebabkan Abdul Hamid condong ke Jerman. Kaiser Wilhelm II dua kali dijamu oleh Abdul Hamid di Istanbul; pertama pada 21 Oktober 1889, dan sembilan tahun kemudian, pada 5 Oktober 1898. (Wilhelm II kemudian mengunjungi Konstantinopel untuk ketiga kalinya, pada 15 Oktober 1917, sebagai tamu Mehmed V). Perwira Jerman (seperti Baron von der Goltz dan Bodo-Borries von Ditfurth) dipekerjakan untuk mengawasi organisasi tentara Ottoman.

Pejabat pemerintah Jerman didatangkan untuk mengatur kembali keuangan pemerintah Ottoman. Selain itu, Kaisar Jerman dikabarkan menasihati Hamid II dalam keputusan kontroversialnya untuk mengangkat putra ketiganya sebagai penggantinya. Persahabatan Jerman tidak altruistik; itu harus dipupuk dengan kereta api dan konsesi pinjaman. Pada tahun 1899, keinginan Jerman yang signifikan, pembangunan rel kereta api Berlin-Baghdad, dikabulkan.

Kaiser Wilhelm II dari Jerman juga meminta bantuan Sultan ketika mengalami kesulitan dengan pasukan Muslim Cina. Selama Pemberontakan Boxer, Muslim Cina Kansu Braves berperang melawan Angkatan Darat Jerman, mengalahkan mereka, bersama dengan pasukan Aliansi Delapan Negara lainnya. Muslim Kansu Braves and Boxers mengalahkan pasukan Aliansi yang dipimpin oleh Kapten Jerman Guido von Usedom pada Pertempuran Langfang dalam Ekspedisi Seymour pada tahun 1900 dan mengepung pasukan Aliansi yang terperangkap selama Pengepungan Kedutaan Internasional. Hanya pada upaya kedua dalam Ekspedisi Gasalee, pasukan Aliansi berhasil melewati pertempuran dengan pasukan Muslim Cina di Pertempuran Peking. Kaiser Wilhelm sangat khawatir dengan pasukan Muslim Cina sehingga dia meminta agar Abdul Hamid menemukan cara untuk menghentikan pertempuran pasukan Muslim. Abdul Hamid menyetujui tuntutan Kaiser dan mengirim Enver Pasha ke China pada tahun 1901, tetapi pemberontakan telah berakhir saat itu. Karena Kesultanan Utsmaniyah tidak menginginkan konflik melawan negara-negara Eropa dan karena Kesultanan Utsmaniyah menjilat dirinya sendiri untuk mendapatkan bantuan Jerman, sebuah perintah yang memohon Muslim Tionghoa untuk tidak membantu Boxers dikeluarkan oleh Kekhalifahan Utsmaniyah dan dicetak ulang di surat kabar Mesir dan Muslim India.

6)      REVOLUSI TURKI MUDA

Penghinaan nasional dari konflik Makedonia, bersama dengan kebencian di kalangan tentara terhadap mata-mata dan informan istana, akhirnya membawa masalah ke dalam krisis. Komite Persatuan dan Kemajuan (CUP), sebuah organisasi Turki Muda yang sangat berpengaruh di unit tentara Rumelian melakukan Revolusi Turki Muda pada musim panas 1908. Abdul Hamid, setelah mengetahui bahwa pasukan di Salonica berbaris di Istanbul (23 Juli), sekaligus menyerah. Pada tanggal 24 Juli, sebuah irade mengumumkan pemulihan konstitusi tahun 1876 yang ditangguhkan; keesokan harinya, kemarahan lebih lanjut menghapus spionase dan sensor, dan memerintahkan pembebasan tahanan politik.

Pada 17 Desember, Abdul Hamid membuka parlemen Ottoman dengan pidato dari singgasana di mana dia mengatakan bahwa parlemen pertama telah "dibubarkan untuk sementara sampai pendidikan rakyat dibawa ke tingkat yang cukup tinggi dengan perluasan pengajaran di seluruh kerajaan."

7)      DEPOSITION

Sikap baru sultan tidak menyelamatkan dirinya dari kecurigaan intrik dengan elemen reaksioner yang kuat di negara, kecurigaan yang dikonfirmasi oleh sikapnya terhadap kontra-revolusi 13 April 1909 yang dikenal sebagai Insiden 31 Maret, ketika pemberontakan tentara yang didukung oleh pergolakan konservatif di beberapa bagian militer di ibu kota menggulingkan pemerintahan Hüseyin Hilmi Pasha. Dengan diusirnya kaum Turki Muda dari ibu kota, Abdul Hamid menunjuk ahmet Tevfik Pasha sebagai gantinya, dan sekali lagi menangguhkan Konstitusi dan menutup parlemen. Namun Sultan hanya menguasai Konstantinopel sementara Turki Muda masih berpengaruh di seluruh Angkatan Darat dan provinsi. CUP mengimbau Mahmud Shevket Pasha untuk memulihkan status quo, yang mengorganisir formasi ad hoc yang dikenal sebagai Tentara Aksi yang berbaris di Konstantinopel. Kepala Staf Şevket Pasha adalah kapten Mustafa Kemal. Tentara Aksi mampir dulu di Aya Stefanos, dan bernegosiasi dengan pemerintah saingan yang dibentuk oleh para deputi yang melarikan diri dari ibu kota, dipimpin oleh Mehmed Talat. Di sana diam-diam diputuskan bahwa Abdul Hamid harus digulingkan. Ketika Tentara Aksi memasuki Istanbul, sebuah Fatwa dikeluarkan untuk mengutuk Abdul Hamid, dan parlemen memilih untuk menurunkannya. Pada 27 April saudara tiri Abdul Hamid Reshad Efendi diproklamasikan sebagai Sultan Mehmed V.

Kudeta Sultan, yang menarik kalangan Islamis konservatif melawan reformasi liberal Turki Muda, mengakibatkan pembantaian puluhan ribu orang Kristen Armenia di provinsi Adana, yang dikenal sebagai pembantaian Adana.

d.      POST DEPOSISI

Makam (türbe) Sultan Mahmud II, Abdulaziz, dan Abdul Hamid II, terletak di jalan Divanyolu, Istanbul

Mantan sultan dibawa ke penangkaran di Salonica (sekarang Thessaloniki), kebanyakan di Villa Allatini di pinggiran selatan kota. Pada tahun 1912, ketika Salonica jatuh ke tangan Yunani, dia dikembalikan ke tahanan di Konstantinopel. Dia menghabiskan hari-hari terakhirnya belajar, berlatih pertukangan dan menulis memoarnya dalam tahanan di Istana Beylerbeyi di Bosphorus, ditemani istri dan anak-anaknya, di mana dia meninggal pada 10 Februari 1918, hanya beberapa bulan sebelum saudaranya, Mehmed V, Sultan. Ia dimakamkan di Istanbul.

Pada tahun 1930, sembilan janda dan tiga belas anaknya diberikan US$50 juta dari tanah miliknya, menyusul gugatan hukum yang berlangsung selama lima tahun. Harta miliknya bernilai US $ 1,5 miliar.

Abdul Hamid adalah Sultan Kekaisaran Ottoman terakhir yang memegang kekuasaan absolut. Dia memimpin selama 33 tahun penurunan, di mana negara-negara Eropa lainnya menganggap kekaisaran sebagai "orang sakit Eropa".

e.      PAN-ISLAMISME

Abdul Hamid percaya bahwa gagasan Tanzimat tidak dapat membawa orang-orang kekaisaran yang berbeda ke identitas yang sama, seperti Ottomanisme. Dia mengadopsi prinsip ideologi baru, Pan-Islamisme; karena sultan Utsmaniyah mulai tahun 1517 juga merupakan khalifah, dia ingin mempromosikan fakta itu dan menekankan Kekhalifahan Utsmaniyah. Dia melihat keragaman etnis yang sangat besar di Kekaisaran Ottoman dan percaya bahwa Islam adalah satu-satunya cara untuk mempersatukan umat Islamnya.

Dia mendorong Pan-Islamisme, memberi tahu Muslim yang hidup di bawah kekuatan Eropa untuk bersatu menjadi satu pemerintahan. Hal ini mengancam beberapa negara Eropa, yaitu Austria melalui Muslim Bosnia, Rusia melalui Tatar dan Kurdi, Prancis melalui Muslim Maroko, dan Inggris melalui Muslim India. Hak istimewa orang asing di Kesultanan Utsmaniyah, yang merupakan hambatan bagi pemerintahan yang efektif, dibatasi. Di akhir masa pemerintahannya, dia akhirnya menyediakan dana untuk memulai pembangunan Kereta Api Konstantinopel-Baghdad yang penting secara strategis dan Kereta Api Konstantinopel-Madinah, membuat perjalanan haji ke Mekkah menjadi lebih efisien. Setelah dia digulingkan, pembangunan kedua jalur kereta api tersebut dipercepat dan diselesaikan oleh Turki Muda. Para misionaris dikirim ke negeri-negeri jauh untuk mendakwahkan Islam dan supremasi Khalifah. Selama pemerintahannya, Abdul Hamid menolak tawaran Theodor Herzl untuk membayar sebagian besar utang Ottoman (150 juta pound sterling dalam bentuk emas) dengan imbalan piagam yang memungkinkan Zionis menetap di Palestina. Dia terkenal dikutip mengatakan kepada Utusan Herzl bahwa "selama saya hidup, saya tidak akan membagi tubuh kita, hanya tubuh kita yang dapat mereka bagi."

Contoh dari apa yang pernah digantung di Pintu Taubat Ka'bah pada tahun 1897 hingga 1898. Itu dibuat di Mesir di bawah pemerintahan Abdul Hamid II dari Kekaisaran Ottoman. Namanya dijahit menjadi baris kelima mengikuti sebuah ayat dari Al-Qur'an.

Pan-Islamisme sukses besar. Setelah perang Yunani-Ottoman, banyak umat Islam yang merayakan kemenangan tersebut dan melihat kemenangan Utsmaniyah sebagai kemenangan umat Islam. Pemberontakan, penguncian, dan penolakan terhadap penjajahan Eropa di surat kabar dilaporkan di wilayah Muslim setelah perang. Namun, seruan Abdul Hamid terhadap sentimen Muslim tidak selalu efektif karena ketidakpuasan yang meluas di dalam Kekaisaran. Di Mesopotamia dan Yaman gangguan mewabah; lebih dekat ke rumah, kemiripan kesetiaan dipertahankan di tentara dan di antara penduduk Muslim hanya dengan sistem deflasi dan spionase.

f.        KEHIDUPAN PRIBADI

Abdul Hamid II adalah seorang tukang kayu yang terampil dan secara pribadi membuat beberapa perabot berkualitas tinggi, yang sekarang dapat dilihat di Istana Yıldız, Şale Köşkü dan Istana Beylerbeyi di Istanbul. Dia juga tertarik pada opera dan secara pribadi menulis terjemahan Turki Utsmani pertama dari banyak opera klasik. Dia juga menggubah beberapa karya opera untuk Mızıka-yı Hümâyun (Ottoman Imperial Band/Orchestra, yang didirikan oleh kakeknya Mahmud II yang telah menunjuk Donizetti Pasha sebagai Instruktur Jenderal pada tahun 1828), dan menjadi pembawa acara bagi para pemain terkenal Eropa di Opera House of Yıldız Palace, yang dipugar pada 1990-an dan ditampilkan dalam film 1999 Harem Suare (film dimulai dengan adegan Abdul Hamid II menonton pertunjukan). Salah satu tamunya termasuk aktris panggung Prancis terkenal dunia Sarah Bernhardt yang tampil untuk penonton.

Dia juga pegulat Yağlı güreş yang baik dan 'santo pelindung' pegulat. Dia mengorganisir turnamen gulat di kekaisaran dan pegulat terpilih diundang ke istana. Abdul Hamid secara pribadi mengadili para olahragawan dan yang baik tetap tinggal di istana. Dia juga seorang ahli menggambar, menggambar satu-satunya potret yang diketahui dari istri keempatnya Bidar Kadın. Dia sangat menyukai novel Sherlock Holmes, dan menganugerahi penulisnya Sir Arthur Conan Doyle dengan Order of the Medjidie 2nd Class pada tahun 1907.

1)      AGAMA

Sultan Abdul Hamid II adalah seorang praktisi tasawuf Islam tradisional. Dia dipengaruhi oleh Syekh Shadhili Madani Libya, Muhammad Zafir al-Madani yang pelajarannya akan dia ikuti dengan menyamar di Unkapani sebelum dia menjadi Sultan. Abdul Hamid II meminta Syekh al-Madani untuk kembali ke Istanbul setelah dia naik tahta. Syekh memprakarsai pertemuan zikir Shadhili di Masjid Yıldız Hamidiye yang baru ditugaskan; pada Kamis malam dia akan menemani para guru sufi dalam membaca dzikir. Dia juga menjadi orang kepercayaan dekat agama dan politik Sultan. Pada tahun 1879, Sultan membebaskan pajak dari semua pondok Sufi Madani Kekhalifahan (juga dikenal sebagai zawiyas dan tekkes). Pada tahun 1888, ia bahkan mendirikan pondok Sufi untuk tarekat Madani dari Sufisme Shadhili di Istanbul, yang ia perintahkan sebagai bagian dari masjid Ertuğrul Tekke. Hubungan Sultan dan syekh berlangsung selama tiga puluh tahun sampai kematiannya pada tahun 1903. 

2)      PUISI

Abdul Hamid menulis puisi, mengikuti jejak banyak sultan Ottoman lainnya. Salah satu puisinya diterjemahkan demikian:

 

Tuhanku, aku tahu Engkau adalah Yang Terkasih (Al-Aziz)

... Dan tidak seorang pun kecuali Anda adalah Yang Tersayang

Anda adalah Satu, dan tidak ada yang lain

Tuhanku pegang tanganku di masa-masa sulit ini

Tuhanku jadilah penolongku di saat kritis ini

3)      TAYANGAN

Menurut pendapat F.A.K. Yasamee:

“Dia adalah campuran yang mencolok dari tekad dan rasa takut, dari wawasan dan fantasi, disatukan oleh kehati-hatian praktis yang luar biasa dan naluri untuk dasar-dasar kekuasaan. Dia sering diremehkan. Dilihat dari catatannya, dia adalah seorang politikus domestik yang tangguh dan seorang diplomat yang efektif.”

g.      KELUARGA

Abdül lhamid II memiliki banyak permaisuri, tetapi tidak satu pun dari mereka diizinkan, dengan keinginannya yang jelas, untuk memiliki pengaruh politik, dengan cara yang sama dia tidak mengizinkan ibu angkatnya, Rahime Perestu Sultan, yang juga sangat dia hormati, dan kepada anggota perempuan lain dari keluarganya, meskipun beberapa dari mereka masih memiliki kekuatan tertentu secara pribadi atau dalam kehidupan sehari-hari di harem. Ini karena Abdülhamid yakin bahwa pemerintahan para pendahulunya, terutama pamannya Abdülaziz dan ayahnya Abdülmecid I, telah dirusak oleh campur tangan berlebihan para wanita dari keluarga kekaisaran dalam urusan negara. Satu-satunya pengecualian sebagian adalah Cemile Sultan, saudara tiri dan saudara perempuan angkatnya.

1)      PEMAISURI

Abdülhamid II memiliki setidaknya enam belas permaisuri:

§  Nazikeda Kadın (1848 - 11 April 1895). BaşKadin (Permaisuri Pertama). Dia adalah putri Abkhazia, lahir Mediha Hanim, dayang Cemile Sultan. Dia meninggal sebelum waktunya setelah bertahun-tahun mengalami depresi berat, karena kematian tragis putri satu-satunya. Dia memiliki seorang putri.

§  Safinaz Nurefsun Kadın (1850 - 1915). Nama aslinya adalah Ayşe dan dia adalah adik perempuan dari permaisuri terakhir Abdülmecid I, Yıldız Hanım. Ketika Yıldız Hanım menikah dengan Abdülmecid, Ayşe dikirim untuk melayani Şehzade Abdülaziz, di mana dia berganti nama menjadi Safinaz. Menurut Harun Açba, Abdülaziz terpesona oleh kecantikannya dan ingin menikahinya, tetapi dia menolak karena dia mencintai Şehzade Abdülhamid (calon Abdülhamid II). Perasaan itu saling menguntungkan dan sang pangeran muda meminta bantuan ibu tirinya Rahime Perestu Kadin. Dia memberi tahu Abdülaziz bahwa Safinaz sakit dan dia perlu istirahat; kemudian, Abdülaziz diberi tahu tentang kematiannya. Abdülhamid kemudian menikah dengan Safinaz, berganti nama menjadi Nurefsun, secara diam-diam, pada Oktober 1868. Namun, dia tidak bisa terbiasa hidup di harem dan ingin menjadi satu-satunya pendamping Abdülhamid. Dia kemudian meminta cerai, yang diberikan padanya pada tahun 1879. Dia tidak punya anak.

§  Bedrifelek Kadın (1851 - 1930). Putri Sirkasia yang berlindung di Istanbul ketika Rusia menginvasi Kaukasus. Dia memerintah harem Abdülhamid II ketika Rahime Perestu Sultan meninggal. Dia meninggalkan Abdülhamid ketika dia digulingkan, mungkin kecewa karena putra mereka tidak dipilih sebagai penerus. Dia memiliki dua putra dan seorang putri.

§  Bidar Kadın (5 Mei 1855 - 13 Januari 1918). Putri Kabartian, dia dianggap sebagai permaisuri Abdülhamid II yang paling cantik dan menawan. Dia memiliki seorang putra dan putri.

§  Dilpesend Kadın (16 Januari 1865 - 17 Juni 1901). Georgia. Ia dididik oleh Tiryal Hanim, permaisuri terakhir Mahmud II, yang merupakan kakek Abdülhamid II. Dia memiliki dua anak perempuan.

§  Mezidemestan Kadın (3 Maret 1869 - 21 Januari 1909). Dia lahir sebagai Kadriye Kamile Merve Hanim, dia adalah bibi dari Emine Nazikeda Kadın, calon permaisuri Mehmed VI. Dia dicintai oleh semua orang, termasuk permaisuri lainnya dan anak tirinya. Dia adalah pendampingnya yang paling berpengaruh, tetapi dia tidak pernah menyalahgunakan kekuatannya. Dia memiliki seorang putra, kesayangan Abdülhamid.

§  Emsalinur Kadin (1866 - 1952). Dia masuk Istana bersama saudara perempuannya Tesrid Hanım, yang menjadi permaisuri Şehzade Ibrahim Tevfik. Dia sangat cantik. Dia tidak mengikuti Abdülhamid II ke pengasingan dan meninggal dalam kemiskinan. Dia memiliki seorang putri.

§  Destizer Müşfika Kadın (1872 - 18 Juli 1961). Dia adalah Abkhazia, lahir Ayşe Hanim. Dia tumbuh bersama saudara perempuannya di bawah asuhan Pertevniyal Sultan, ibu dari Sultan Abdülaziz, paman dari Abdülhamid II. Dia mengikuti Abdülhamid ke pengasingan dan bersamanya sampai kematiannya, sedemikian rupa sehingga dikatakan bahwa sultan meninggal di pelukannya. Dia memiliki seorang putri.

§  Sazkar Hanim (8 Mei 1873 - 1945). Dia adalah seorang bangsawan abkhazian, lahir dengan nama Fatma Zekiye Hanım. Dia termasuk di antara permaisuri yang mengikuti Abdülhamid II ke pengasingan, dan kemudian meninggalkan Turki bersama putrinya. Dia memiliki seorang putri.

§  Peyveste Hanim (1873 - 1943). Putri Abkhazia, lahir Hatice Rabia Hanim dan bibi dari Leyla Açba. Dia melayani Nazikeda Kadın dengan saudara perempuannya sebelumnya dan kemudian menjadi bendahara harem. Dia sangat dihormati. Dia mengikuti suaminya ke pengasingan dan kemudian putranya. Dia memiliki seorang putra.

§  Pesend Hanim (13 Februari 1876 - 5 November 1924). Terlahir putri Fatma Kadriye Achba, dia adalah salah satu permaisuri favoritnya, yang dikenal karena kebaikan, amal, dan toleransinya. Dia adalah salah satu permaisuri yang tinggal bersama Abdülhamid II sampai kematiannya dan, setelah kematiannya, dia memotong rambutnya dan membuangnya ke laut sebagai tanda berkabung. Dia memiliki seorang putri.

§  Behice Hanim (10 Oktober 1882 - 22 Oktober 1969). Dia adalah sepupu Sazkar Hanim dan nama aslinya adalah Behiye Hanim. Dia sombong dan bangga, awalnya dia harus menikah dengan Şehzade Mehmed Burhaneddin, putra Abdülhamid II, tetapi pada akhirnya sultan memutuskan untuk menikahinya sendiri, bertentangan dengan keinginan Behice sendiri. Dia memiliki dua putra kembar.

§  Saliha Naciye Kadın (1887 - 1923). Dia lahir Zeliha Hanım dan dipanggil juga Atike Naciye Kadın. Dikenal karena kebaikan dan kesederhanaannya, dia adalah favoritnya dan di antara pendampingnya yang tinggal bersamanya sampai kematiannya. Dia memiliki seorang putra dan putri.

§  Dürdane Hanim (1867 - Januari 1957).

§  Calibos Hanim (1880).

§  Nazlıyar Hanim.

 

2)      PUTRA

Abdülhamid II memiliki setidaknya delapan putra:

§  Şehzade Mehmed Selim (11 Januari 1870 - 5 Mei 1937) - dengan Bedrifelek Kadın. Dia tidak cocok dengan ayahnya. Dia memiliki delapan istri, dua putra dan seorang putri.

§  Şehzade Mehmed Abdülkadir (16 Januari 1878 - 16 Maret 1944) - dengan Bidar Kadın. Dia memiliki tujuh istri, lima putra dan dua putri.

§  Şehzade Ahmed Nuri (12 Februari 1878 - 7 Agustus 1944) - bersama Bedrifelek Kadın. Dia punya permaisuri tapi tidak punya anak.

§  Şehzade Mehmed Burhaneddin (19 Desember 1885 - 15 Juni 1949) - dengan Mezidemestan Kadın. Dia memiliki empat permaisuri dan dua putra.

§  Şehzade Abdürrahim Hayri (15 Agustus 1894 - 1 Januari 1952) - bersama Peyveste Hanım. Dia memiliki dua permaisuri, seorang putra dan seorang putri.

§  Şehzade Ahmed Nureddin (22 Juni 1901 - Desember 1944) - bersama Behice Hanım. Kembaran Şehzade Mehmed Bedreddin. Dia memiliki seorang permaisuri dan seorang putra.

§  Şehzade Mehmed Bedreddin (22 Juni 1901 - 13 Oktober 1903) - bersama Behice Hanım. Kembaran Şehzade Ahmed Nureddin. Lahir di Istana Yıldız. Dia meninggal karena meningitis dan dimakamkan di pemakaman Yahya Efendi.

§  Şehzade Mehmed Abid (17 Mei 1905 - 8 Desember 1973) - bersama Saliha Naciye Kadın. Dia memiliki dua permaisuri tetapi tidak memiliki anak.

 

3)      PUTRI

Abdülhamid II memiliki setidaknya tiga belas putri:

§  Ulviye Sultan (1868 - 5 Oktober 1875) - dengan Nazikeda Kadın. Lahir di Istana Dolmabahçe, dia meninggal pada usia tujuh tahun dengan cara yang sangat tragis: saat ibunya bermain piano dan pelayan mereka dibubarkan untuk makan, Ulviye Sultan mulai bermain dengan korek api dewa atau lilin. Gaunnya terbakar dan sabuk emasnya menjebaknya di dalamnya, meskipun ibunya membakar tangannya saat mencoba melepaskannya. Dalam kepanikan, Nazikeda menggendong putrinya dan berlari menuruni tangga, berteriak minta tolong, tetapi gerakan itu memicu api dan Ulviye Sultan mati terbakar hidup-hidup, meninggalkan ibunya dalam keputusasaan total, yang tidak pernah dia pulihkan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.

§  Zekiye Sultan (12 Januari 1872 - 13 Juli 1950) - dengan Bedrifelek Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan. Dia adalah salah satu putri kesayangan Abdülhamid.

§  Fatma Naime Sultan (5 September 1876 - 1945) - bersama Bidar Kadın. Dia adalah putri kesayangan Abdülhamid II, yang memanggilnya "putri aksesi saya", karena dia lahir dekat dengan tanggal naik takhta. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra dan putri. Pada tahun 1904 dia terlibat dalam skandal ketika dia mengetahui bahwa suami pertamanya berselingkuh dengan sepupunya Hatice Sultan, putri Murad V.

§  Naile Sultan (9 Februari 1884 - 25 Oktober 1957) - dengan Dilpesend Kadın. Dia menikah sekali, tanpa anak.

§  Seniye Sultan (1884 - 1884) - keibuan yang tidak diketahui.

§  Seniha Sultan (1885 - 1885) - dengan Dilpesend Kadın. Dia meninggal pada usia lima bulan.

§  Şadiye Sultan (30 November 1886 - 20 November 1977) - dengan Emsalinur Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putri.

§  Hamide Ayşe Sultan (15 November 1887 - 10 Agustus 1960) - dengan Müşfika Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga putra dan putri.

§  Refia Sultan (15 Juni 1891 - 1938) - dengan Sazkar Hanım. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.

§  Hatice Sultan (10 Juli 1897 - 14 Februari 1898) - dengan Pesend Hanım. Dia meninggal karena cacar, dimakamkan di pemakaman Yahya Efendi.

§  Aliye Sultan (1900 - 1900) - keibuan yang tidak diketahui. Dia meninggal beberapa hari setelah kelahirannya.

§  Cemile Sultan (1900 - 1900) - persalinan tidak diketahui. Dia meninggal beberapa hari setelah kelahirannya.

§  Samiye Sultan (16 Januari 1908 - 24 Januari 1909) - bersama Saliha Naciye Kadın. Dia meninggal karena radang paru-paru, dimakamkan di mausoleum Şehzade Ahmed Kemaleddin di pemakaman Yahya Efendi.

 

·        Mehmed V

 Mehmed V

محمد الخامس

 

Sultan Mehmed V

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-35

 Pemerintahan : 27 April 1909 – 3 Juli 1918

Penyandang pedang : 10 Mei 1909

Pendahulu : Abdul Hamid II

Penerus : Mehmed VI

 Lahir : 2 November 1844. Istana Çırağan Lama, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki)

Meninggal : 3 Juli 1918 (umur 73). Istana Yıldız, Istanbul, Kekaisaran Ottoman

Makam : Pemakaman Sultan Mehmed V Reşad, Eyüp, Istanbul

Permaisuri :

1. Kamures Kadin

2. Dürriaden Kadın

3. Mihrengiz Kadın

4. Nazperver Kadin

5. Dilfirib Kadin

 Nama : Mehmed Han bin Abdulmejid

Dinasti : Ottoman

Ayah : Abdulmejid I

Ibu : Gülcemal Kadın (Ibu biologis)

Ibu angkat :Servetseza Kadın

Agama : Islam Sunni

 Tughra :

 

 

Mehmed V Reşâd (Turki Utsmaniyah: محمد خامس, diromanisasi: Meḥmed-i ḫâmis; bahasa Turki: V. Mehmed atau Mehmed Reşad; 2 November 1844 – 3 Juli 1918) memerintah sebagai Sultan Utsmaniyah ke-35 dan terakhir dari belakang (memerintah 1909–1918). Ia adalah putra Sultan Abdulmejid I. Ia menggantikan saudara tirinya Abdul Hamid II setelah Peristiwa 31 Maret. Ia digantikan oleh saudara tirinya Mehmed VI.

Pemerintahannya selama sembilan tahun ditandai dengan penyerahan wilayah Kekaisaran Afrika Utara dan Kepulauan Dodecanese, termasuk Rhodes, dalam Perang Italia-Turki, kehilangan traumatis hampir semua wilayah Kekaisaran Eropa di sebelah barat Konstantinopel (sekarang Istanbul) di Perang Balkan Pertama, dan masuknya Kekaisaran Ottoman ke dalam Perang Dunia I pada tahun 1914, yang pada akhirnya akan menyebabkan akhir Kekaisaran.

a.      MASA MUDA

Mehmed V lahir pada 2 November 1844 di Istana Çırağan, Istanbul. Ayahnya adalah Sultan Abdulmejid I, dan ibunya adalah Gülcemal Kadın. Dia memiliki tiga kakak perempuan, Fatma Sultan, Refia Sultan dan Hatice Sultan (saudara kembar Refia Sultan, meninggal saat baru lahir). Setelah kematian ibunya pada tahun 1851, dia dan saudara perempuannya dipercayakan untuk diasuh oleh permaisuri senior ayahnya, Servetseza Kadın. Dia telah meminta Abdulmejid untuk mengasuh anak-anak yatim piatu, dan membesarkannya sebagai anaknya sendiri, dan menjalankan tugas seorang ibu yang merawat anak-anaknya dengan kasih sayang dan perhatian.

Pada tahun 1856, pada usia dua belas tahun, dia disunat secara seremonial bersama adik tirinya, Şehzade Ahmed Kemaleddin, Şehzade Mehmed Burhaneddin, dan Şehzade Ahmed Nureddin.

Mehmed dididik di istana. Halid Ziya, kepala juru tulis kantor Chamberlain antara tahun 1909 dan 1912, menggambarkan ini sebagai hal yang buruk. Berkat kecerdasannya yang relatif tinggi, bagaimanapun, dia memanfaatkan pendidikan yang dia miliki dan menggunakannya untuk melangkah lebih jauh. Dia belajar bahasa Arab dan Persia, dan berbicara bahasa Persia dengan sangat baik. Dia mengambil pelajaran piano dari seorang pianis Italia dan pelajaran kaligrafi dari seorang kaligrafer Ottoman terkenal, Kazasker Mustafa Izzet Efendi (1801–1876), yang merancang medali liontin raksasa Hagia Sophia.

b.      MEMERINTAH

Peta wilayah Utsmaniyah di Eropa pada tahun 1910, sebelum Perang Balkan (1912–1913)

Pemerintahannya dimulai pada akhir Insiden 31 Maret pada 27 April 1909, tetapi dia sebagian besar adalah boneka tanpa kekuatan politik nyata, sebagai konsekuensi dari demonstrasi kekuatan CUP dalam Insiden 31 Maret dan Revolusi Turki Muda (yang mana memulihkan Konstitusi dan Parlemen Ottoman). Pada tahun 1913 CUP melakukan kudeta, yang membawa tiga serangkai diktator Tiga Pasha ke tampuk kekuasaan. Pada usia 64 tahun, Mehmed V adalah orang tertua yang naik tahta Ottoman.

Pada tahun 1911, dia memulai tur kerajaan Selânik (Salonica, sekarang Thessaloniki) dan Manastır (sekarang Bitola), mampir ke Florina dalam perjalanan. Dia juga mengunjungi Üsküp (Skopje) dan Priştine (Pristina), di mana dia menghadiri sholat Jumat di Makam Sultan Murad. Kunjungan tersebut direkam dalam film dan foto oleh Manaki bersaudara. Ini akan segera terbukti menjadi kunjungan terakhir seorang sultan Ottoman ke provinsi Rumelian sebelum bencana Perang Balkan tahun berikutnya.

Di bawah pemerintahannya, Kekaisaran Ottoman kehilangan semua wilayahnya yang tersisa di Afrika Utara (Tripolitania, Cyrenaica dan Fezzan) dan Dodecanese ke Italia dalam Perang Italia-Turki dan hampir semua wilayah Eropanya (kecuali sebidang kecil tanah di barat Konstantinopel). ) dalam Perang Balkan Pertama. Utsmaniyah memperoleh sedikit keuntungan dalam perang berikutnya, merebut kembali semenanjung yang terdiri dari Thrace Timur hingga Edirne, tetapi ini hanya sebagian penghiburan bagi Turki: sebagian besar wilayah Utsmaniyah yang telah mereka perjuangkan telah hilang selamanya.

Hilangnya secara tiba-tiba petak-petak tanah yang sangat luas ini, yang telah menjadi wilayah Utsmaniyah selama berabad-abad dan diserahkan kepada lawan-lawannya hanya dalam kurun waktu dua tahun, sangat mengejutkan Turki Utsmani dan mengakibatkan reaksi rakyat besar-besaran terhadap pemerintah, yang berpuncak pada kudeta Ottoman 1913. Ini juga mengakhiri gerakan Ottomanisme, yang selama beberapa dekade telah menganjurkan hak yang sama untuk semua warga Kekaisaran terlepas dari etnis atau agama, untuk menumbuhkan rasa memiliki dan kesetiaan komunal kepada negara Ottoman. Dengan hilangnya etnis minoritas Kekaisaran di Rumelia dan Afrika Utara, gerakan ini juga kehilangan sebagian besar dorongannya, dan politik negara segera mulai mengambil karakter yang lebih reaksioner, berpusat di sekitar nasionalisme Turki.

Terlepas dari keinginannya untuk menghindari konflik lebih lanjut, tindakan politik Mehmed V yang paling signifikan adalah secara resmi mendeklarasikan jihad melawan Kekuatan Entente (Sekutu Perang Dunia I) pada 14 November 1914, menyusul keputusan pemerintah Ottoman untuk bergabung dengan Perang Dunia Pertama. di pihak Blok Sentral.[15] Dia sebenarnya dikatakan tidak menyukai kebijakan Enver Pasha yang pro-Jerman, [16] tetapi tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah perang karena pengaruh kesultanan yang berkurang sejak penggulingan Abdülhamid II pada tahun 1909.

Ini adalah proklamasi jihad sejati terakhir dalam sejarah oleh seorang Khalifah, karena Kekhalifahan dihapuskan pada tahun 1924. Sebagai akibat langsung dari deklarasi perang, Inggris menganeksasi Siprus, sementara Khedivat Mesir memproklamirkan kemerdekaannya dan diubah menjadi negara Khilafah. protektorat Inggris; provinsi-provinsi ini setidaknya berada di bawah kekuasaan Turki nominal. Proklamasi tersebut tidak berdampak nyata pada perang, meskipun faktanya banyak Muslim tinggal di wilayah Ottoman. Beberapa orang Arab akhirnya bergabung dengan pasukan Inggris melawan Ottoman dengan Pemberontakan Arab pada tahun 1916.

Mehmed V menjamu Kaiser Wilhelm II, sekutu Perang Dunia I-nya, di Konstantinopel pada 15 Oktober 1917. Ia diangkat menjadi Generalfeldmarschall Kerajaan Prusia pada 27 Januari 1916, dan Kekaisaran Jerman pada 1 Februari 1916. [rujukan?] juga mengangkat Generalfeldmarschall dari Austria-Hongaria pada 19 Mei 1918.

 

Jurnal Le Petit, Mehmed V diproklamasikan sebagai Sultan pada tahun 1909.

 

Potret Sultan Mehmed V.

 

Potret Sultan Mehmed V dalam seragam angkatan laut Kekaisaran Ottoman.

 

Potret Sultan Mehmed V.


Kekaisaran Ottoman pada tahun 1914

 

c.       KEMATIAN

Mehmed V meninggal di Istana Yıldız pada tanggal 3 Juli 1918 pada usia 73 tahun, hanya empat bulan sebelum akhir Perang Dunia I. Dengan demikian, dia tidak hidup untuk melihat kejatuhan Kekaisaran Ottoman. Dia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Istana Dolmabahçe dan Istana Yıldız di Istanbul. Makamnya berada di distrik Eyüp di Istanbul modern.


Makam Mehmed V terletak di dekat Masjid Sultan Eyüp di Eyüp, Istanbul.


Makam Mehmet V Resat

 

Mausoleum eksterior Mehmet V Resat

 

Bagian dalam mausoleum Mehmet V Resat

 

d.      KEHORMATAN

1)      KEHORMATAN OTTOMAN

§  Grand Master of the Order of the Crescent

§  Grand Master of the Order of Glory

§  Grand Master of the Order of the Medjidie

§  Grand Master of the Order of Osmanieh

 

2)      PENGHARGAAN ASING

§  Salib Agung St Stephen, dalam Diamonds, 1914 (Austria-Hongaria)

§  Ksatria Ordo Militer Max Joseph (Bavaria)

§  Salib Agung Bintang Karađorđe[19] (Yugoslavia)

 

e.      KELUARGA

Mehmed V memiliki harem kecil, serta beberapa anak. Dia juga satu-satunya sultan yang tidak mengambil permaisuri baru setelah naik takhta.

1)      PEMAISURI

Mehmed V memiliki lima permaisuri:

§  Wanita Kamures (5 Maret 1855 - 30 April 1921). kepala sekolah. Dia juga disebut Gamres, Kamres atau Kamus. Keturunan Kaukasia, dia menikah dengan Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia memiliki seorang putra.

§  Wanita Dürriaden (16 Mei 1860 - 17 Oktober 1909). Wanita Kedua. Dia lahir Hatice Hanim, dia menikah dengan Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia adalah bibi dari Inşirah Hanim, yang merupakan permaisuri Mehmed VI (adik tiri Mehmed V). Dia memiliki seorang putra.

§  Mihrengiz Kadın (15 Oktober 1869 - 12 Desember 1938). Wanita Kedua setelah kematian Dürriaden. Sirkasia, lahir Fatma Hanım, menikah dengan Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia memiliki seorang putra.

§  Wanita Nazperver (12 Juni 1870 - 9 Maret 1929). Wanita Ketiga setelah kematian Dürriaden. Lahir Rukiye Hanim, dia adalah putri Abkhazia dari keluarga Çikotua dan keponakan dari Dürrinev Kadın, permaisuri Sultan Abdülaziz, yang mendidiknya. Dia menikahi Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia memiliki seorang putri.

§  Wanita Dilfirib (1890 - 1952). Wanita Keempat setelah kematian Dürriaden. Sirkasia, dia menikah dengan Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia berteman dekat dengan Safiye Ünüvar, seorang guru di Istana. Dia tidak memiliki anak dari Mehmed, tetapi setelah kematiannya dia menikah lagi dan memiliki seorang putra.

 

2)      PUTRA

Mehmed V memiliki tiga putra:

§  Şehzade Mehmed Ziyaeddin (26 Agustus 1873 - 30 Januari 1938) - dengan Kamures Kadın. Dia memiliki lima permaisuri, dua putra dan enam putri.

§  Şehzade Mahmud Necmeddin (23 Juni 1878 - 27 Juni 1913) - bersama Dürriaden Kadın. Terlahir dengan kyphosis, dia tidak pernah menikah atau punya anak.

§  Şehzade Ömer Hilmi (2 Maret 1886 - 6 April 1935) - bersama Mihrengiz Kadın. Dia memiliki lima permaisuri, seorang putra dan seorang putri. Cicit perempuannya Ayşe Gülnev Osmanoğlu menjadi penulis novel sejarah tentang dinasti Ottoman.

 

3)      PUTRI

Mehmed V memiliki seorang putri:

Refia Sultan (1888 - 1888) - dengan Nazperver Kadın. Sumbernya berbeda: menurut beberapa orang dia meninggal pada hari yang sama dengan kelahirannya, menurut orang lain dia tenggelam dalam beberapa bulan.

·        Mehmed VI

Mehmed VI

محمد السادس

 

Sultan Mehmed VI

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-36

Ke-36 Sultan Ottoman (Kaisar)

Berkuasa:  4 Juli 1918 – 1 November 1922

Pedang Osman :  4 Juli 1918

Pendahulu : Mehmed V

Penerus : Monarki dihapuskan

Ke-36 Kekhalifahan Utsmaniyah

Berkuasa : 4 Juli 1918 – 19 November 1922

Pendahulu : Mehmed V

Penerus : Abdul Mejid II

Wangsa Utsmaniyah

Pendahulu : Mehmed V

Penerus : Abdul Mejid II

Kelahiran : 14 Januari 1861. Istanbul, Kesultanan Utsmaniyah

Kematian : 16 Mei 1926 (umur 65). Sanremo, Kerajaan Italia (1861–1946)

Pemakaman : Masjid Tekkiye, Damaskus

Dinasti : Utsmaniyah

Nama lengkap : Mehmed bin Abdul Mecid

Ayah : Abd-ul-Mejid I

Ibu : Gülüstü Hanim

Selir :

1. Nazikeda Kadın

2. Inşirah Hanim

3. Müveddet Kadın

4. Nevvare Hanim

5. Nevzad Hanim

Agama : Islam Sunni

Tughra :

 

Mehmed VI Vahideddin (Turki Utsmaniyah: محمد سادس Meḥmed-i sâdis atau وحيد الدين Vaḥîdü'd-Dîn; bahasa Turki: VI. Mehmed atau Vahdeddin/Vahideddin; 14 Januari 1861 – 16 Mei 1926), juga dikenal sebagai Şahbaba (lit. 'Kaisar -ayah') di antara keluarga Osmanoğlu,[3] adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-36 dan terakhir, memerintah dari 4 Juli 1918 hingga 1 November 1922, ketika Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan setelah Perang Dunia I dan digantikan oleh Republik Turki pada tanggal 29 Oktober 1923.

Saudara laki-laki Mehmed V, ia menjadi pewaris takhta pada tahun 1916, setelah bunuh diri putra Abdülaziz, Şehzade Yusuf Izzeddin, sebagai anggota laki-laki tertua dari House of Osman. Ia naik takhta setelah kematian Mehmed V.[4] Dia diikat dengan Pedang Osman pada tanggal 4 Juli 1918 sebagai padishah ke tiga puluh enam. Ayahnya adalah Sultan Abdulmejid I, dan ibunya adalah Gülistu Kadın (1830–1865). Dia berasal dari Georgia-Abkhazia, putri Pangeran Tahir Bey Chachba, yang awalnya bernama Fatma Chachba. Setelah kematiannya, Mehmed diadopsi oleh Şayeste Hanım.

Mehmed mengundurkan diri ketika Kesultanan Utsmaniyah dihapuskan pada tahun 1922 dan Republik Turki sekuler dibentuk, dengan Mustafa Kemal Atatürk sebagai presiden pertama.

a.      KEHIDUPAN AWAL DAN PENDIDIKAN

Mehmed VI lahir di Istana Dolmabahçe, di Konstantinopel, pada 14 Januari 1861. Ayah Mehmed meninggal saat Mehmed baru berusia lima bulan, dan ibu Mehmed meninggal saat dia berusia empat tahun. Dia dibesarkan dan diajari oleh ibu tirinya Şayeste Hanım. Ia melatih diri dengan mengikuti les dari guru privat dan mengikuti beberapa pelajaran yang diberikan di Madrasah Fatih. Sang pangeran mengalami masa sulit dengan ibu tirinya yang sombong, dan pada usia 16 tahun dia meninggalkan rumah ibu tirinya bersama tiga pelayan yang telah melayaninya sejak kecil. Dia tumbuh dengan pengasuh, pelayan wanita, dan tutor. Selama tiga puluh tiga tahun pemerintahan saudaranya Sultan Abdul Hamid II dia tinggal di Harem Kekaisaran Ottoman.

Di masa mudanya, teman terdekatnya adalah Abdulmejid II, putra pamannya, Sultan Abdulaziz. Namun, di tahun-tahun mendatang, kedua sepupu itu menjadi saingan yang tangguh. Sebelum pindah ke Istana Feriye, sang pangeran pernah tinggal sebentar di mansion di Çengelköy milik Şehzade Ahmed Kemaleddin.

Pada masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid, Mehmed dianggap sebagai saudara terdekat Sultan. Di tahun-tahun mendatang, ketika dia naik tahta, kedekatan ini akan sangat memengaruhi sikap politiknya, seperti ketidaksukaannya yang mendalam terhadap Turki Muda dan Partai Persatuan dan Kemajuan, dan simpatinya kepada Inggris.

Mehmed mengambil pelajaran privat. Dia banyak membaca, dan tertarik pada berbagai mata pelajaran, termasuk seni, yang merupakan tradisi keluarga Ottoman. Dia mengambil kursus kaligrafi dan musik dan belajar bagaimana menulis dalam naskah naskh dan memainkan kanun.

Kemudian dia menjadi tertarik pada Sufisme dan, tanpa sepengetahuan Istana, dia mengikuti kursus di madrasah Fatih tentang yurisprudensi Islam, teologi Islam, penafsiran Alquran, dan Hadits, serta bahasa Arab dan Persia. Dia menghadiri pondok darwis Ahmed Ziyaüddin Gümüşhanevi, yang terletak tidak jauh dari Sublime Porte, di mana Ömer Ziyaüddin dari Dagestan menjadi pemimpin spiritual, dan dia menjadi murid ordo Naqsybandi.

b.      MEMERINTAH

Mehmed naik takhta setelah kematian saudara tirinya Mehmed V, pada 3 Juli 1918.

Perang Dunia Pertama adalah bencana bagi Kekaisaran Ottoman. Pasukan Inggris dan sekutu merebut Bagdad, Damaskus, dan Yerusalem selama perang, dan sebagian besar Kekaisaran Ottoman terbagi di antara sekutu Eropa. Pada konferensi San Remo pada April 1920, Prancis diberikan mandat atas Suriah dan Inggris diberikan mandat atas Palestina dan Mesopotamia. Pada 10 Agustus 1920, perwakilan Mehmed menandatangani Perjanjian Sèvres, yang mengakui mandat dan mengakui Hijaz sebagai negara merdeka.

Sultan meminta pengunduran diri pemerintah Persatuan dan menugaskan Ahmed Tevfik Pasha untuk membentuk pemerintahan. Dalam pidato pembukaan tahun legislatif baru parlemen, Woodrow Wilson mengatakan bahwa dia memohon perdamaian sesuai dengan prinsipnya, bahwa dia menginginkan perdamaian sesuai dengan kehormatan dan martabat negara, bahwa dia percaya bahwa tempat yang berharga tanah air tidak ditempati, dan tentara akan mulai dengan gagah berani. Mustafa Kemal Pasha, yang mengirimkan telegram kepada Sultan, meminta pemerintah untuk menetapkan Ahmed Izzet Pasha dan menjadikannya menteri Harbiye. Sultan menugaskan pembentukan pemerintahan kepada putranya Ahmed Izzet Pasha.

Pemerintah baru, yang terdiri dari anggota Partai Kebebasan dan Kesepakatan, menangkap para pemimpin Komite Persatuan dan Kemajuan, termasuk salah satu mantan wazir agung, Said Halim Pasha. Persidangan Gubernur Distrik Boğazlıyan Kemal Bey dengan cepat selesai, dan hukuman mati dilakukan di Lapangan Beyazıt setelah fatwa ditandatangani oleh sultan.

Sementara itu, Jenderal Prancis d'Esperey, yang datang ke Istanbul, mengancam akan pergi ke istana dengan satu batalion tentara dan melakukan apa yang diinginkannya dengan membakar gangguan sultan dan pemerintahannya. Dia memanggilnya ke kedutaan tanpa mengunjungi Wazir Agung. Prancis menyerahkan daftar tiga puluh enam orang yang ingin mereka tangkap kepada pemerintah.

Nasionalis Turki menolak penyelesaian oleh empat penandatangan Sultan. Sebuah pemerintahan baru, Majelis Agung Nasional Turki, di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal (Atatürk), dibentuk pada tanggal 23 April 1920 di Ankara (kemudian dikenal sebagai Angora). Pemerintah baru mencela pemerintahan Mehmed VI dan komando Süleyman Şefik Pasha, yang bertanggung jawab atas tentara yang ditugaskan untuk melawan Gerakan Nasional Turki (Kuvâ-i İnzibâtiyye); akibatnya, konstitusi sementara dirancang.

Pada tanggal 22 Juli 1920, Şurayı Saltanat berkumpul di Istana Yıldız untuk membahas prinsip-prinsip Perjanjian Sèvres. Perjanjian Sèvres ditandatangani pada 10 Agustus 1920. Karena harus mengundurkan diri dua setengah bulan kemudian, Ferid Pasha mendirikan delegasi terakhir Tevfik Pasha, delegasi terakhir Kesultanan Utsmaniyah, pada 2 Oktober 1920.

c.       PENGASINGAN DAN KEMATIAN

Saat gerakan nasionalis memperkuat posisi militernya pada akhir Agustus 1922, Mehmed VI, lima istrinya, dan kasim yang menyertainya tidak dapat lagi meninggalkan keamanan istana. Majelis Agung Nasional Turki menghapus Kesultanan pada 1 November 1922, dan Mehmed VI diusir dari Istanbul. Suatu hari sebelum keberangkatannya, dia makan siang dengan putrinya, Ulviye Sultan, dan bermalam di istananya. Meninggalkan kapal perang Inggris Malaya pada 17 November 1922, dia berhati-hati untuk tidak membawa barang atau perhiasan berharga, selain barang pribadinya. Jenderal Inggris Charles Harington sendiri mengambil penguasa Ottoman terakhir dari Istana Yıldız. Sepuluh orang bersama sultan dikirim pagi-pagi sekali oleh batalion Inggris. Dia pergi ke pengasingan di Malta, kemudian tinggal di Italian Riviera.

Pada 16 November 1922, Sultan menulis kepada Sir Charles Harington: "Tuan, mengingat nyawa saya dalam bahaya di Istanbul, saya berlindung kepada Pemerintah Inggris dan meminta pemindahan saya secepat mungkin dari Istanbul ke tempat lain. Mehmed Vahideddin, Khalifah dari kaum muslimin". Ditemani oleh Chamberlain Pertama, kepala band, dokternya, dua sekretaris rahasia, seorang pelayan, seorang tukang cukur, dan dua kasim, pada pukul 6 pagi tanggal 19 November, dua ambulans Inggris membawa mereka ke rumah Jenderal Sir Charles Harington. Pada 19 November, sepupu dan pewaris pertama Mehmed, Abdulmejid Efendi, terpilih sebagai khalifah, menjadi kepala baru Rumah Kekaisaran Osman sebagai Abdulmejid II sebelum Kekhalifahan dihapuskan oleh Majelis Agung Nasional Turki pada tahun 1924.

Mehmed mengirim deklarasi ke Kongres Khilafah dan memprotes persiapan yang dilakukan, menyatakan bahwa dia tidak pernah melepaskan hak untuk memerintah dan menjadi khalifah. Kongres bertemu pada 13 Mei 1926, tetapi Mehmed meninggal tanpa kabar tentang pertemuan kongres pada 16 Mei 1926 di Sanremo, Italia. Putrinya Sabiha Sultan menemukan uang untuk penguburan, dan peti mati itu dibawa ke Suriah dan dimakamkan di pemakaman Sulaymaniyya Takiyya di Damaskus.

d.      KEPRIBADIAN

Mehmed memiliki kepribadian yang optimis dan sabar menurut kesaksian kerabat dan karyawannya. Dia jelas pria keluarga yang baik hati di istananya; di luar, dan terutama pada upacara resmi, dia akan bersikap dingin, cemberut dan serius, dan tidak akan memuji siapa pun; dia sangat mementingkan tradisi keagamaan; dia tidak akan mentolerir desas-desus, juga tidak akan membiarkannya beredar di istananya. Bahkan dalam percakapan informal, dia selalu menarik perhatian dengan keseriusan. Sumber-sumber tersebut juga menyatakan bahwa dia cerdas dan cepat tanggap, tetapi dia berada di bawah pengaruh rombongannya dan terutama mereka yang dia percayai, bahwa dia memiliki temperamen yang sangat jelas, tidak stabil dan keras kepala.

Mehmed VI telah berurusan dengan sastra, musik, dan kaligrafi tingkat lanjut. Gubahannya dipertunjukkan di istana saat dia bertahta. Lirik dari lagu-lagu yang dia buat berulang kali selama di Tâif membayangkan kerinduan akan negara dan rasa sakit karena tidak mendapatkan berita yang mereka tinggalkan. Enam puluh tiga karya miliknya dapat diidentifikasi, tetapi hanya empat puluh karya yang memiliki catatan. Puisi-puisinya yang bisa menjadi contoh puisinya hanyalah lirik lagu-lagunya. Dia juga seorang kaligrafer yang baik.

e.      GALERI

 

Keberangkatan Mehmed VI dari Istana Dolmabahçe setelah penghapusan monarki, 1922

 

Foto Mehmed VI oleh Sébah & Joaillier, 1920

 

Potret Mehmed VI, dari sebelum 1923

 

f.        KEHORMATAN OTTOMAN

1)      Order of the House of Osman

Ordo Wangsa Osman (Turki Utsmaniyah: نشانِ خاندانِ آلِ عثمان) adalah sebuah ordo Kesultanan Utsmaniyah yang didirikan pada 31 Agustus 1893 oleh Sultan Abdul Hamid II. Itu diberikan kepada anggota pria dan wanita senior dari keluarga Kekaisaran dan kepala negara asing. Pesanan diberikan hanya dalam satu kelas.

Ribbon of the order

Deskripsi : Perintah itu terdiri dari lencana. Itu adalah medali emas berbentuk oval, dengan tughra Sultan Abdul Hamid, dan tulisan "Mengandalkan Pertolongan Tuhan Yang Maha Esa" di atas dan "Penguasa Kesultanan Utsmaniyah" di bawah tughra. Di sekeliling medali tengah terdapat cincin berenamel merah bertanggal AH 699 dan AH 1311 (1299 M, tanggal berdirinya Kesultanan Utsmaniyah, dan 1895 M, tanggal berdirinya ordo). Di bagian bawah medali terdapat semburan daun laurel dengan enamel putih, dan di sekeliling bagian atas ada busur dengan enamel putih, di atasnya terdapat bulan sabit berenamel putih dan suspensi bintang. Lencana dapat dikenakan baik dari kerah yang terdiri dari plakat berenamel merah bertuliskan bulan sabit dan bintang putih, atau dari pita pita lebar dengan garis diagonal merah dan putih, dengan rantai emas berenamel pendek yang mirip dengan kerah di sekitar bagian tengah pita. Busur pita harus dipakai hanya jika tidak ada pita atau ikat pinggang pesanan lain yang dipakai secara bersamaan.

2)      Order of Glory, Jeweled

Orde Kemuliaan Kekaisaran Ottoman

Ordo Kemuliaan (Turki Utsmaniyah: نشانِ افتخار, Nichani-Iftihar) adalah ordo ksatria tertinggi kedua di Kesultanan Utsmaniyah, dan didirikan pada 19 Agustus 1831 oleh Sultan Mahmud II.

Order of Glory tidak dibuat usang oleh institusi Order of the Medjidie pada tahun 1851, tetapi terus diberikan pada masa pemerintahan Abdul Hamid II.

Ribbon bar of the order

Sebuah bab dari Orde Kemuliaan Ottoman dilembagakan di Tunisia pada tahun 1835 sebagai Orde Kemuliaan (Tunisia) oleh Mustafa ibn Mahmud, Bey dari Tunis.

3)      Imtiyaz Medal, Jeweled


Medali emas dan medali perak dengan jepitan 1333 (1915).

Medali Imtiyaz / Medali Imtiaz (bahasa Turki: İmtiyaz Madalyası) adalah sebuah penghargaan militer Utsmaniyah, yang didirikan pada tahun 1882. Medali ini diberikan dalam dua kelas, emas dan perak. Medali emas adalah dekorasi militer Ottoman tertinggi untuk kegagahan. Saat diberikan selama Perang Dunia I, medali tersebut dikenakan dengan jepitan dari jenis logam yang sama dengan medali tersebut. Gespernya menggambarkan pedang bersilang, dengan tanggal 1333 (1915).

Precedence

4)      Order of Osmanieh, Jeweled

Orde Osmanieh Kelas Empat

Ordo Osmanieh atau Ordo Osmaniye (Turki Utsmaniyah: نشانِ عثمانیہ) adalah dekorasi sipil dan militer Kesultanan Utsmaniyah.

Lencana Ordo

Histori : Perintah itu dibuat pada Januari 1862 oleh Sultan Abdülaziz. Dengan keusangan Nişan-i Iftikhar, ini menjadi urutan tertinggi kedua di Kekaisaran, berperingkat di bawah Nişan-i Imtiyaz. Itu diberikan oleh Sultan kepada pegawai negeri dan pemimpin militer Ottoman untuk layanan luar biasa kepada negara. Umumnya, itu tidak dapat diberikan kepada wanita, tetapi pengecualian tampaknya dibuat atas kebijaksanaan Sultan. Urutan awalnya didirikan di tiga kelas. Pada tahun 1867, pesanan diperluas menjadi empat kelas, ditambah satu set kelas satu yang diperbesar dengan berlian atau berlian (Ini tidak termasuk penghargaan dengan pedang, yang bukan merupakan kelas terpisah, tetapi memang merupakan penghargaan terpisah). Pesanan dibatasi (untuk penerima Turki) hingga 50 anggota kelas satu, 200 anggota kelas dua, 1000 anggota kelas tiga, dan 2000 anggota kelas empat. Awalnya, seseorang tidak dapat menerima kelas pertama dari ordo ini tanpa terlebih dahulu didekorasi dengan Kelas Pertama dari Ordo Medjidie, tetapi selama 33 tahun masa pemerintahan Abdulhamid II, sebagian besar pembatasan ini diabaikan dan kelas pertama dari ordo ini diabaikan. kedua pesanan diberikan secara bebas. Kelas kelima ditambahkan pada tahun 1893.

Dari tahun 1915 hingga akhir Perang Dunia Pertama, semua kelas dapat diberikan pedang jika diberikan untuk prestasi dalam operasi militer.

Ribbon bar of the medal

Deskripsi : Lencana ordo adalah bintang berujung tujuh dengan enamel hijau tua, dengan tiga sinar perak pendek di antara setiap titik bintang. Medali tengah berwarna emas, dengan bidang berenamel merah dikelilingi oleh pita berenamel hijau. Di bagian tengah berwarna merah terdapat bulan sabit emas terangkat, dan tulisan kaligrafi bertuliskan "Mengandalkan Pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, Abdulaziz Khan, Penguasa Kesultanan Utsmaniyah". Medali tengah terbalik berwarna perak, bertuliskan piala senjata dan tahun AH. 699, tahun penciptaan Kekaisaran Ottoman. Lencana digantung oleh bulan sabit dan bintang emas, menghadap ke atas. Bintang ordo tersebut memiliki medali tengah depan yang sama yang ditumpangkan pada bintang perak berujung tujuh dari sinar segi. Bintang kelas satu biasanya berukuran sekitar 100 mm, sedangkan bintang kelas dua berukuran sekitar 90 mm, dengan tanda mint Ottoman di bagian belakang.

5)      Order of the Medjidie, Jeweled

Ordo Medjidie (Turki Ottoman: نشانِ مجیدی, 29 Agustus 1852 – 1922) adalah sebuah ordo militer dan sipil Kekaisaran Ottoman. Perintah itu dilembagakan pada tahun 1851 oleh Sultan Abdulmejid I.

§  Histori

Dilembagakan pada tahun 1851, Ordo tersebut diberikan dalam lima kelas, dengan Kelas Satu sebagai yang tertinggi. Perintah tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang cukup besar oleh Sultan Abdülmecid sebagai hadiah atas pengabdian yang terhormat kepada anggota Angkatan Darat Inggris dan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Darat Prancis yang datang membantu Kekaisaran Ottoman selama Perang Krimea melawan Rusia dan kepada penerima Inggris untuk kemudian bertugas di Mesir dan/atau Sudan. Di Inggris itu dikenakan setelah medali kegagahan dan kampanye Inggris diberikan, tetapi, sebagai Perintah, sebelum medali asing seperti medali Perang Krimea Turki. Ordo tersebut biasanya diberikan kepada para perwira, tetapi beberapa prajurit dan pelaut yang terdaftar juga menerimanya di kelas bawah. Selama Perang Dunia I itu juga diberikan kepada sejumlah perwira Jerman, Austria dan Bulgaria.

Perintah itu sering diberikan kepada warga negara non-Turki.

§  Ottoman Honours

Di bagian depan bintang adalah sandi kerajaan Sultan Abdülmecid yang dikelilingi oleh prasasti pada lingkaran enamel merah bertepi emas; semua pada bintang tujuh duri tiga dengan bulan sabit kecil dan bintang berujung lima di antaranya, digantung dari bulan sabit berenamel merah dan tali pengikat bintang dengan tepi berenamel hijau.

Terjemahan kasar dari depan: Ke kiri: (Anda telah) menyeberang. Ke kanan: (Anda terbukti) benar. Di atas: (Anda telah memberikan) perlindungan. Di bawah: Tahun 1268. Di tengah: Atas nama Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Ordo memiliki 5 kelas. Kelas pertama, kedua, ketiga dan keempat adalah emas. Kelas kelima (bawah) adalah perak.

Pemilik pesanan:

         i.            First Class Order (Emas) - 50 orang (Diberikan oleh Sultan)

       ii.            Pesanan Kelas Dua (Emas) - 150 orang (Diberikan oleh Sultan)

     iii.            Pesanan Kelas Tiga (Emas) - 800 orang

     iv.            Pesanan Kelas Empat (Emas) - 3.000 orang

       v.            Urutan Kelas Kelima (Perak) - 6.000 orang

 

g.      PENGHARGAAN ASING

        i.            Prusia: Ordo Elang Hitam Prusia, 15 Oktober 1917

Bintang Ordo Elang Hitam

Ordo Elang Hitam (Jerman: Hoher Orden vom Schwarzen Adler) adalah ordo ksatria tertinggi di Kerajaan Prusia. Ordo tersebut didirikan pada 17 Januari 1701 oleh Pemilih Friedrich III dari Brandenburg (yang menjadi Friedrich I, Raja di Prusia, keesokan harinya). Dalam pengasingannya di Belanda setelah Perang Dunia I, Kaisar Wilhelm II yang digulingkan terus memberikan perintah tersebut kepada keluarganya. Dia menjadikan istri keduanya, Putri Hermine Reuss dari Greiz, seorang Lady di Order of the Black Eagle.

Gambaran :

Anggaran dasar ordo tersebut diterbitkan pada 18 Januari 1701, dan direvisi pada tahun 1847. Keanggotaan Ordo Elang Hitam terbatas pada sejumlah kecil kesatria, dan dibagi menjadi dua kelas: anggota rumah pemerintahan (selanjutnya dibagi menjadi anggota dari Rumah Hohenzollern dan anggota rumah lain, baik Jerman maupun asing) dan ksatria kapitular. Sebelum tahun 1847, keanggotaan terbatas pada bangsawan, tetapi setelah tanggal tersebut, kesatria kapitular yang bukan bangsawan diangkat menjadi bangsawan (Adelsstand). Ksatria Capitular umumnya adalah pejabat tinggi pemerintah atau perwira militer.

Ordo Elang Hitam hanya memiliki satu kelas, tetapi juga dapat diberikan atas hak prerogatif raja "dengan Rantai" ("mit der Kette") atau tanpa ("ohne Kette"). Menurut undang-undang, anggota ordo juga memegang Salib Besar Ordo Elang Merah, dan mengenakan lencana ordo itu dari pita di leher. Sejak tahun 1862, anggota keluarga kerajaan Prusia, atas penghargaan Ordo Elang Hitam, juga menerima Kelas 1 Ordo Mahkota Prusia.

Lencana :

Lencana Ordo adalah salib emas Malta, berenamel biru, dengan elang hitam bermahkota emas di antara lengan salib. Medali tengah emas bertuliskan monogram kerajaan Friedrich I ("FR", untuk Fredericus Rex).

Lencana ini dikenakan baik dari pita lebar (atau selempang) atau kerah (atau "rantai"). Pita Ordo adalah selempang moiré oranye yang dikenakan dari bahu kiri ke pinggul kanan, dengan lencana diletakkan di pinggul. Warna selempang dipilih untuk menghormati Louise Henriette dari Nassau, putri Pangeran Oranye dan istri pertama pemilih agung. Kerah atau rantai (Kette) dikenakan di leher dan diletakkan di atas bahu, dengan lencana digantung di tengah depan; kerah itu memiliki 24 mata rantai yang saling terkait: secara bergantian elang hitam dan perangkat yang menampilkan medali tengah dengan moto Ordo (Suum Cuique—secara harfiah berarti "Untuk masing-masing miliknya", tetapi secara idiomatis "Untuk masing-masing menurut kemampuannya"), sebuah serangkaian FR yang membentuk pola silang, cincin berenamel biru di sekelilingnya, dan mahkota di setiap titik silang.

Bintang Ordo adalah bintang perak berujung delapan, dengan sinar lurus atau bersegi tergantung pada desain pembuat perhiasan. Medali tengah menampilkan elang hitam (yang mencengkeram karangan bunga laurel di cakar kirinya dan tongkat kerajaan di kanannya) dengan latar belakang emas, dikelilingi oleh cincin berenamel putih bertuliskan karangan bunga laurel dan moto Ordo.

Pada pertemuan bab Ordo Elang Hitam dan pada upacara tertentu, para ksatria mengenakan jubah beludru merah dengan lapisan biru. Dibordir di bahu kiri setiap jubah adalah bintang besar Ordo.

Keanggotaan :

Sejak pendiriannya pada tahun 1701 hingga 1918, Ordo Elang Hitam dianugerahi 407 kali, dengan 57 di antaranya terjadi pada masa pemerintahan Friedrich I (1701–1713). Pada tahun 1918, ksatria dari ordo tersebut berjumlah 118 — 14 adalah anggota keluarga kerajaan Prusia, satu adalah anggota Rumah Pangeran Hohenzollern, 49 (sembilan di antaranya berasal dari negara bagian yang berperang dengan Jerman) adalah anggota pemerintahan lainnya. rumah, dan 54 (termasuk 17 yang belum terpasang sepenuhnya) adalah orang Jerman nonkerajaan. Subjek Raja Prusia yang menerima perintah, yang hanya diberikan dalam satu kelas, dipromosikan menjadi gelar kebangsawanan dan menerima gelar turun-temurun.

Dari Buku Pegangan Negara Prusia, jelas bahwa Ordo Elang Hitam (serta, menurut undang-undang, ordo Prusia lainnya, sebagaimana disebutkan di atas) dianugerahkan kepada semua anggota laki-laki keluarga kerajaan pada ulang tahun ke-10 mereka; orang-orang ini menerima kerah Ordo pada hari ulang tahun mereka yang ke-18. Ordo ini juga diberikan kepada ratu Prusia (dan, kemudian, permaisuri Jerman), meskipun anggota keluarga kerajaan perempuan lainnya biasanya menerima Ordo Louise sebagai gantinya.

h.      KELUARGA

i.        PEMAISURI

Mehmed VI memiliki lima permaisuri:

§  Nazikeda Kadın (9 Oktober 1866 - 4 April 1941). BaşKadin dan hanya permaisuri selama dua puluh tahun, dia dianggap sebagai Permaisuri Ottoman terakhir. Dia lahir Emine Marşania, dia Abkhazia dan sebelum menikah dengan Mehmed dia melayani Cemile Sultan dengan saudara perempuan dan sepupunya. Mehmed menikahkannya pada tahun 1885, setelah satu tahun desakan, setelah dia mengancam tidak akan pernah menikah jika tidak dan bahwa Nazikeda akan menjadi satu-satunya pendampingnya. Dia menepati janjinya sampai, setelah memberinya tiga anak perempuan, Nazikeda tidak bisa lagi memiliki anak, yang memaksa Mehmed mengambil selir lain untuk memiliki ahli waris laki-laki. Dia digambarkan sebagai tinggi dan cantik, montok, dengan kulit putih, mata cokelat terang, dan rambut pirang panjang.

§  Inşirah Hanim (10 Juli 1887 - 10 Juni 1930). Lahir Seniye Voçibe, dia orang Sirkasia, keponakan Durriaden Kadin, permaisuri Mehmed V, kakak tiri Mehmed VI. Dia tinggi, dengan mata biru yang indah dan rambut coklat tua yang sangat panjang. Dia dilamar oleh Mehmed pada tahun 1905. Inşirah menolak, tetapi diminta oleh ayah dan saudara laki-lakinya. Tidak bahagia tetapi masih cemburu, dia menceraikan Mehmed pada tahun 1909, ketika dia menemukan seorang pelayan di tempat tinggalnya. Setelah bercerai sebelum Mehmed naik takhta, dia tidak pernah menjadi Permaisuri. Kemudian dia jatuh ke dalam depresi. Dia mencoba untuk kembali ke suaminya pada tahun 1922, ketika dia berada di pengasingan di Sanremo, Italia, tetapi dia tidak diizinkan untuk menemuinya dan dia tidak diberitahu tentang kehadirannya. Dia mencoba bunuh diri dua kali. Yang pertama diselamatkan oleh keponakannya, tetapi yang kedua dia berhasil dengan menenggelamkan dirinya di Sungai Nil.

§  Müveddet Kadın (12 Oktober 1893 - 20 Desember 1951). Permaisuri Kedua dan satu-satunya permaisuri selain Nazikeda yang mendapatkan gelar Kadın. Lahir Şadiye Çıhcı, dia diperkenalkan ke pengadilan oleh Habibe Hanım, bendahara harem Mehmed. Mereka menikah pada tahun 1911. Dia tinggi, dengan mata biru dan rambut pirang dan dikenal sebagai wanita yang sangat manis, pemalu, baik hati dan pekerja keras. Dia juga dicintai dan dihormati oleh putri tirinya. Dia melahirkan Mehmed putra satu-satunya, yang kematiannya menyebabkan dia jatuh ke dalam depresi. Setelah kematian Mehmed, dia menikah lagi, tetapi menceraikannya setelah empat tahun.

§  Nevvare Hanim (4 Mei 1901 - 13 Juni 1992). BaşIkbal. Lahir Ayşe Çıhçı, dia adalah keponakan dari Müveddet Kadın, yang membesarkannya. Dia menikah dengan Mehmed pada tahun 1918, meskipun Müveddet melakukan segala kemungkinan untuk mencegahnya. Dia tinggi dan cantik, dengan mata hijau dan rambut hitam panjang, dengan watak yang baik tetapi bangga. Dia mengajukan gugatan cerai pada tahun 1922, ketika Mehmed digulingkan dan diasingkan, dan dia dikabulkan pada tahun 1924. Setelah itu, dia menikah lagi.

§  Nevzad Hanim (2 Maret 1902 - 23 Juni 1992). Ikbal kedua dan wanita terakhir yang menjadi pendamping sultan Ottoman. Lahir Nimet Bargu. Dia menikah dengan Mehmed pada tahun 1921, sebelumnya dia pernah menjadi Kalfa (pelayan) di rumah tangga Şehzade Mehmed Ziyaeddin, putra Sultan Mehmed V. Dia adalah permaisuri favorit Mehmed di tahun-tahun terakhirnya, sedemikian rupa sehingga dikatakan bahwa dia tidak pernah setuju. untuk berpisah dengannya. Setelah kematian Mehmed, dia mengambil kembali namanya menjadi Nimet dan menikah lagi. Pada pernikahan keduanya, dia memiliki seorang putra dan putri. Dia tidak pernah setuju untuk berbicara tentang tahun-tahunnya sebagai Permaisuri.

 

j.        ANAK LAKI-LAKI

Mehmed VI hanya memiliki satu putra:

§  Şehzade Mehmed Ertuğrul (5 November 1912 - 2 Juli 1944) - dengan Müveddet Kadın. Dia tidak pernah menikah atau punya anak.

 

k.      PUTRI

Mehmed VI memiliki tiga anak perempuan:

§  Münire Fenire Sultan (1888 - 1888, dua minggu kemudian) - dengan Nazikeda Kadın. Meninggal sebagai bayi, dia terkadang dianggap sebagai dua saudara kembar daripada seorang putri tunggal.

§  Fatma Ulviye Sultan (11 September 1892 - 1 Januari 1967) - dengan Nazikeda Kadın. Menikah dua kali, dia memiliki satu anak perempuan.

§  Rukiye Sabiha Sultan (2 April 1894 - 26 Agustus 1971). Dia menikah dengan Şehzade Ömer Faruk dan memiliki tiga anak perempuan.

 

·        Abdul Mejid II

Abdulmejid II

عبد المجيد الثاني

 

Sultan Abdul Mejid II

Sultan Kekaisaran Ottoman Ke-37

Khalifah Ottoman

Masa jabatan : 19 November 1922 – 3 Maret 1924

Pendahulu : Mehmed VI

Penerus : Khalifah dihapuskan

Kepala keluarga Osmanoğlu

Memerintah : 16 Mei 1926 – 23 Agustus 1944

Pendahulu : Mehmed VI

Penerus : Ahmad Nihad

Lahir : 29/30 Mei 1868. Beşiktaş, Istanbul, Kesultanan Utsmaniyah

Meninggal : 23 Agustus 1944 (umur 76). Paris, Prancis

Pemakaman :  Al-Baqi', Madinah, Arab Saudi

Permaisuri :

Şehsuvar Hanim

​(m. 1896; his w. 1944)​ Mihrimah Hanım

(meninggal tahun 1899)​

Hayrünissa Hanim

Nama : Abdul Mecid bin Abdul Aziz

Dinasti : Ottoman

Ayah : Abdulaziz

Bunda : Hayranidil Kadin

Agama : Islam Sunni

 

Abdul Mejid II (juga dieja Abd-ul-Mejid, Abdülmecit; bahasa Arab: عبد المجيد الثانى‎: Abdul Majid II) (29 Mei 1868 – 23 Agustus 1944) ialah khalifah terakhir Turki Utsmani, khalifah ke-101 sejak Abu Bakar.

Lahir pada 29 Mei 1868 di Istana Dolmabahçe di Istanbul (bekas Konstantinopel) dari Sultan Abd-ul-Aziz. Ia dididik secara pribadi. Pada 4 Juli 1918 saudaranya Mehmed VI menjadi Sultan. Menyusul pendepakan sepupunya dari tahta pada 1 November 1922 jabatan sultan dihapuskan. Namun pada 19 November 1922, ia diangkat sebagai khalifah oleh Majelis Agung Nasional Turki di Ankara. Ia memerintah dari Istanbul, pada 24 November 1922. Pada 3 Maret 1924 ia diturunkan dan diusir dari Turki bersama dengan sisa keluarganya.

Pada 23 Desember 1896 ia menikah buat pertama kalinya di Istana Ortaköy dengan Shahsuvar Bash Kadin Effendi (Istanbul 2 Mei 1881 – Paris 1945). Mereka memiliki seorang putra, Shehzade Ömer Faruk Effendi (27 Februari 1898 – 28 Maret 1969).

Pada 18 Juni 1902 ia menikah untuk kedua kalinya di Istana Ortaköy dengan Hair un-nisa Kadin Effendi (terlahir: Panderma, 2 Maret 1876; meninggal: Nice, 3 September 1936). Mereka memiliki seorang putri, Hadice Hayriye Ayshe Dürrühsehvar (26 Januari 1914 – 7 Februari 2006) yang menikah dengan Azam Jah, putra Nizam Hyderabad terakhir.

Pada 16 April 1912 ia menikah untuk ketiga kalinya di Istana Çamlica dengan Atiya Mihisti Kadin Effendi (lahir di Adapazari, 27 Januari 1892 – London, 1964). Ia adalah saudari Kamil Bey.

Pada 21 Maret 1921 ia menikah untuk keempat kalinya di Istana Çamlica dengan Bihruz Kadin Effendi (lahir: Izmir, 24 Mei 1903).

Pada 23 Agustus 1944 Abdul Mejid II meninggal di kediamannya di Boulevard Suchet, Paris XVIe, Prancis. Ia dimakamkan di Haram-i-Sharif, Madinah, Arab Saudi.

 

A.    ISTANA KERAJAAN

1. ISTANA TOPKAPI

Istana Topkapi dilihat dari Bosforus

2. ISTANA DOLMABAHCE

Istana Dolmabache

3. ISTANA YILDIZ

Istana Yildiz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AR (Augmented Reality)

  A.     APA ITU AUGMENTED REALITY AR (Augmented Reality) adalah teknologi yang memperluas dunia fisik dengan cara menambahkan lapisan infor...

HALAMAN