Kesultanan Utsmaniyah, nama
resmi Daulat/Negara Agung Utsmaniyah (bahasa Turki Utsmaniyah: دولت عليه عثمانیه
Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye) sering disebut dalam bahasa Turki modern
sebagai Osmanlı İmparatorluğu (Kekaisaran Utsmaniyah) atau Osmanlı Devleti
(Negara Utsmaniyah); kadang disebut Kekaisaran Ottoman, Kesultanan Ottoman,
Kesultanan Turki, Kekaisaran Utsmaniyah atau Turki Utsmani adalah kekaisaran
lintas benua yang didirikan oleh suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey di
barat laut Anatolia pada tahun 1299. Setelah 1354, Utsmaniyah melintasi Eropa
dan memulai penaklukkan Balkan, mengubah negara Utsmaniyah yang hanya berupa
kadipaten kecil menjadi negara lintas benua. Utsmani mengakhiri riwayat
Kekaisaran Romawi Timur seiring penaklukan Konstantinopel oleh Mehmed II tahun
1453.
Peta bersejarah yang
memperlihatkan eyalet (wilayah administratif) Kesultanan Utsmaniyah di Eropa
dan Asia tahun 1890.
Sepanjang abad ke-16 dan 17,
tepatnya pada puncak kekuasaannya di bawah pemerintahan Suleiman Al-Qanuni,
Kesultanan Utsmaniyah adalah salah satu negara terkuat di dunia, imperium
multinasional dan multibahasa yang mengendalikan sebagian besar Eropa Tenggara,
Asia Barat/Kaukasus, Afrika Utara, dan Tanduk Afrika.
Pada awal abad ke-17,
kesultanan ini terdiri dari 32 provinsi dan sejumlah negara vasal, beberapa di
antaranya dianeksasi ke dalam teritori kesultanan, sedangkan sisanya diberikan
beragam tingkat otonomi dalam kurun beberapa abad.
Dengan Konstantinopel sebagai
ibu kotanya dan kekuasaannya atas wilayah yang luas di sekitar cekungan
Mediterania, Kesultanan Utsmaniyah menjadi pusat interaksi antara dunia Timur
dan Barat selama lebih dari enam abad. Kesultanan ini bubar pasca Perang Dunia
I, tepatnya pada 1 November 1922. Pembubarannya berujung pada kemunculan rezim
politik baru di Turki, serta pembentukan Balkan dan Timur Tengah yang baru.
Setelah penaklukkan Mesir
oleh Utsmaniyah pada 1517, Khalifah Al-Mutawakkil III menyerahkan kedudukan
khalifah kepada Sultan Selim I. Hal ini menjadikan penguasa Utsmaniyah tidak
hanya berperan sebagai sultan (kepala negara Utsmaniyah), tetapi juga sebagai
pemimpin dunia Islam secara simbolis. Setelah Kesultanan Utsmaniyah dibubarkan,
Wangsa Utsmaniyah sempat mempertahankan status mereka sebagai khalifah selama
beberapa saat sampai kekhalifahan juga dibubarkan pada 3 Maret 1924.
A. NAMA
Dalam bahasa Turki
Utsmaniyah, kesultanan ini disebut Devlet-i ʿAliyye-yi ʿOsmâniyye (دَوْلَتِ عَلِيّهٔ
عُثمَانِیّه),yang secara harfiah berarti Daulat/Negara Agung Utsmaniyah, atau
juga disebut Osmanlı Devleti (عثمانلى دولتى) yang berarti Daulat/Negara
Utmaniyah.[dn 6] Dalam bahasa Turki Modern, kesultanan ini dikenal dengan
sebutan Osmanlı Devleti atau Osmanlı İmparatorluğu atau Kekaisaran Utsmaniyah.
Di Indonesia, negara ini juga kerap disebut Ottoman yang diambil dari ejaan
Barat. Di sejumlah tulisan Barat, nama "Ottoman" dan "Turkey"
dipakai bergantian. Dikotomi ini secara resmi berakhir pada tahun 1920–23
ketika rezim Turki yang beribu kota di Ankara memilih Turki sebagai
satu-satunya nama resminya. Nama tersebut sudah digunakan penduduk Eropa sejak
zaman Seljuk. Para sejarawan sendiri menghindari untuk menggunakan istilah
"Turki" atau "bangsa Turki" untuk merujuk Kesultanan
Utsmaniyah karena sifat negara ini yang multi-etnis yang terdiri dari beragam
suku bangsa.
B. SEJARAH
Sejarah Kesultanan
Utsmaniyah—Kerajaan Bani Abbas di Baghdad runtuh. Bangsa Mongol dan Tartar
naik. Pada saat itu, boleh dikatakan bahwa tidak ada lagi kerajaan Islam yang
besar. Negeri-negeri Islam berpecah belah. Namun, dengan munculnya Daulah
Utsmaniyah, dapatlah Islam kembali menyambung usaha dan kemegahan yang lama.
Negeri-negeri Islam, seperti
Mesir, Hijaz (Mekah - Madinah), Yaman, Irak, Palestina, Tunisia, Maroko,
Aljazair dan Tripoli, semua itu dahulu adalah wilayah dari Kerajaan Turki
Utsmani. Begitu juga negeri-negeri Eropa Timur (Balkan). Kekuasaannya meluas di
bekas kekuasaan Kerajaan Byzantium (Konstantinopel) setelah negeri itu
ditaklukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih pada 1453. Pernah pula, Sulaiman
al-Qanuni dua kali menyerang Vienna, pusat Kerajaan Austria. Sampai sekarang,
masih terdapat kaum Muslimin di negeri-negeri Bulgaria, Yugoslavia,
Chekoslowakia dan Polandia, keturunan-keturunan pahlawan Islam Turki Usmani
yang pernah menancapkan bendera Bulan Bintang di negeri itu.
Raja-raja Islam di Indonesia
pada abad ke-17, seperti Aceh dan Banten, pernah utus-mengutus dengan Kerajaan
Turki Utsmani dan pernah meminta pengakuan gelar sultan dari Istambul. Pada
beberapa istana raja-raja Indonesia itu pun masih dapat dilihat, peninggalan
hadiah Turki Usmani yang dijadikan lambang kebesaran.
Ulama-ulama besar di
Indonesia, seperti Syekh Nawawi di Banten, Syekh Dawud Fatani, dan Syekh Ahmad
Khatib Al Minangkabawi, belajar mendalami agama Islam di Mekah. Saat itu, Mekah
ada di bawah Kerajaan Turki Usmani. Kesan-kesan kebudayaan Islam Turki juga
masuk ke tanah air kita. Di kampung-kampung Palembang, Bugis, Minangkabau,
terutama Aceh, kadang-kadang masih kita lihat tergantung di dinding, gambar
sultan-sultan dan pahlawan Turki Usmani, misalnya Anwar Pasya dan Ibrahim
Pasya. Sebelum Kemal at-Taturk menghapuskan jabatan khalifah dan memakzulkan
Sultan Abdul Majid Khan dari takhta kerajaan pada 1924, masihlah terdengar
nama-nama sultan itu didoakan di dalam khutbah Jum'at. Pada khutbah bagian
kedua (na'at) di masjid di kampung-kampung itu, kadang masih tersimpan doa bagi
Khalifah Turki itu.
Setelah Kerajaan Turki Usmani
jatuh karena kalah perang pada 1914 - 1918, tanah Turki dan bagian imperium
Utsmani telah dibagi-bagi oleh para musuhnya. Setelah itu, muncullah al-Ghazi
Mustafa Kemal Pasya (Kemal at-Taturk) yang mendirikan kembali Turki baru di
atas reruntuhan Turki lama.
·
Artoghrol : Melarikan diri dari serangan Tartar, menjadi
bagian Seljuk Rumi
Nama Kerajaan Utsmaniyah
diambil dari nama Sultan Utsmani Ibnu Sauji Ibnu Arthogol Ibnu Sulaiman Syah
Ibnu Kia Alp, kepala kabilah Kab di Asia Tengah. Abad ke 13-M, ketika bangsa
Tartar menyerbu Dunia Islam, Sulaiman Syah melihat ancaman itu bagi negerinya
di Mahan. Ia pun bermusyawarah dengan petinggi sukunya. Diputuskanlah bahwa
mereka akan pindah ke negeri lain yang lebih aman, di Tanah Anatolia, Asia
Kecil. Mereka akhirnya berangkat, dengan pasukan sekitar 1000 orang berkuda.
Mereka berhenti sementara di negeri Akhlat. Namun, tentara Tartar pun telah
dekat pula di negeri itu. Dengan segera, mereka pindah ke Azerbaijan.
Kemudian, terdengarlah kabar
bahwa pasukan Tartar tidak jadi memasuki Mahan. Sulaiman Syah berniat untuk
pulang kembali. Mereka berhenti di Benteng Ja'bar di Orga, lalu melanjutkan
perjalanan pulang dengan menyeberangi Sungai Eufrat. Tiba-tiba, ketika sedang
menyeberang, air menjadi besar. Sulaiman Syah, kepala kabilah itu tenggelam dan
tak tertolong. Jenazahnya dikebumikan di dekat benteng Ja'bar.
Ia meninggalkan empat orang
putra, yakni Sankurtakin, Kun Togdai, Arthogrol dan Dandan. Anak yang pertama
ingin pulang kembali ke kampung. Sementara itu, Arthogrol dan Dandan memutuskan
untuk melanjutkan perjalanan ke daerah Anatolia untuk mencari daerah yang
subur. Mereka berdua berhasil menguasai Tanah Erzerum. Arthogrol diangkat oleh
rakyatnya menjadi kepala kabilah. Sementara itu, yang pulang kembali ke
negerinya, tidaklah terdengar lagi kabar beritanya dalam sejarah.
Arthogrol mengutus putranya,
Sauji, untuk menghadap Sultan Alauddin Kaiqubaz, Sultan Saljuq Rumi, memohon
agar Sultan mengizinkan kabilahnya untuk berdiam dalam wilayah kekuasaannya dan
juga mohon diberi tanah untuk bercocok tanam dan mengembalakan ternak mereka.
Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan. Dalam perjalanan pulang hendak
menyampaikan berita ini, Sauji meninggal.
Setelah mereka selesai
menguburkan jenazah Sauji, dalam keadaan girang karena mendapat tanah dan sedih
karena kematian, mereka pun meneruskan perjalanan menuju tanah yang telah
dihadiahkan. Di tengah perjalanan, tiba-tiba mereka melihat dua pasukan tentara
bertempur hebat. Satu pihak besar jumlahnya, sedangkan pihak lawannya berjumlah
kecil.
Timbullah semangat keadilan
pada pihak Arthogrol sehingga dengan segera ia menyerukan anak buahnya agar
membela pihak yang lemah. Semangat mereka semakin berkobar setelah mengetahui
bahwa pasukan besar itu adalah tentara Mongol, sedangkan pihak yang lemah
adalah tentara Sultan Alauddin Saljuq yang mempertahankan negerinya dari
serangan bangsa Mongol. Sultan itulah yang telah memberikan hadiah tanah kepada
mereka. Tentara Mongol berhasil dikalahkan.
Sultan Alauddin sangat gembira ketika mendengar berita tersebut. Arthogrol diundang ke istana, diterimanya dengan serba kehormatan, diberinya pakaian kebesaran, diberinya pula tanah dan wilayah kekuasaan yang jauh lebih luas daripada yang dijanjikan kepada putranya, Sauji. Sejak saat itu, Arthogrol biasa membantu Sultan secara militer. Setiap kali menang, sultan memberinya tambahan hadiah tanah dan harta benda. Tentara Arthogrol diberi gelar oleh sultan : "Muqadimah Sultan" (tentara pelopor baginda). Karena, biasanya, tentara Arthogrol selalu ada di barisan depan.
Pada tahun 1288 M, meninggallah Arthogrol. Sultan Alauddin menunjuk cucunya yang sulung, Utsman, putra Sauji.
·
Utsman I : Saljuq Rumi berakhir, Utsmani mulai
Utsman terus setia sebagai
kepala perang tentara Sultan Alauddin Kaiqubaz. Sultan memberinya gelar Bey.
Diberi pula daerah merdeka yang lebih luas, diberi izin memakai mata uang
sendiri, dan boleh pula memakai nama sendiri dalam khutbah Jum'at.
Pada tahun 699 H (1300 M),
tiba-tiba datanglah serangan hebat bangsa Tartar ke Asia Kecil. Dengan gagah
perkasa, Utsman mempertahankan wilayahnya dan wilayah Sultan Alauddin. Serangan
bangsa Tartar dapat digagalkan. Namun, beberapa lama setelah perang selesai,
tiba-tiba meninggallah Sultan Alauddin pada 700 H. Keturunannya sendiri
tidaklah ada yang pantas menjadi raja. Akhirnya, putuslah kerajaan Saljuq Rumi.
Terbukalah jalan bagi Utsman
untuk naik lebih tinggi. Ia mulai memakai gelar Padi Syah al-Utsman (raja besar
keluarga Utsman). Dipilihnya Iskisyihar menjadi pusat kerajaan. Setelah itu,
dikirimnya surat kepada raja-raja kecil yang belum memeluk Islam, yang
memerintah di negeri-negeri Asia Kecil, memberi tahu bahwa ia adalah raja yang
terbesar sekarang. Raja-raja itu diberi beberapa pilihan : masuk Islam,
membayar jizyah, atau perang.
Setelah menerima surat itu,
sebagian ada yang masuk Islam dan menggabungkan diri dengan Utsman. Sebagian
lainnya sudi membayar jizyah. Ada pula yang meminta bantuan kepada bangsa
Tartar untuk melawan Utsman. Putra Utsman, Urkhan, diangkat menjadi pimpinan
perang untuk melawan bangsa Tartar. Serangan Tartar pun berhasil dikalahkan.
Setelah itu, dia mengepung Kota Bursa pada 717 H (1317 M). Ia berhasil memasuki
kota itu setelah menaklukkan benteng yang ada di sekelilingnya satu per satu.
·
Urkhan I : Mulai berperang dengan Eropa
Utsman meninggal pada tahun
726 H (1326 M). Putranya naik tahta, Sultan Urkhan I. Ia memindahkan pusat
pemerintahan dari Iskisyihar ke Brossa. Kemudian, ia mengangkat adiknya
Alauddin menjadi perdana menteri (wazir besar). Sejak itulah kerajaan Utsmani
mulai menggunakan istilah Shadr A'zam untuk menyebut wazir besar. Sejak waktu
itu, ia melantik tentara baru yang lebih teratur yang bernama Jikicari (tentara
baru). Kemudian, tentara ini lebih dikenal dengan sebutan Inkisyariah.
Pada tahun 728 H, Sultan menakulukkan Kota Izmid (Nicomidia). Pada 731 H (1330 M), baginda menaklukkan Nikia, kota terbesar kedua setelah Konstantinopel. Dengan demikian, seluruh Pantai Marmora telah jatuh di bawah kekuasaannya. Sejak saat inilah, Utsmaniyah mulai berperang melawan Byzantium. Pada 1356 M, mulailah tentara Turki di bawah pimpinan Sulaiman, putra Urkhan, menyeberang dan menaklukkan Kalipoli. Itulah pertama kalinya tentara Turki menginjak pantai Eropa dari Asia Kecil. Sampai sekarang, Kalipoli menjadi benteng pertahanan yang strategis bagi bangsa Turki.
Sulaiman meninggal terjatuh dari atas kudanya ketika pergi berburu pada tahun 1358. Ayahnya, Urkhan, meninggal setahun kemudian pada 1359.
·
Murad I : Pertempuran besar dengan Eropa
Urkhan digantikan oleh
putranya, Murad. Ia juga merupakan seorang kepala perang, seperti ayah (Urkhan)
dan kakeknya (Utsman). Ketika naik takhta, yang pertama kali dilakukannya
adalah menaklukkan kota Ankara. Pada tahun 1361, ditaklukanlah Kota Adrianopel
(Aderne) dengan sedikit perlawanan. Murad mengerti bagaimana pentingnya Kota
Adrianopel, baik dari segi politik maupun segi militer. Oleh sebab itu, dia
memindahkan pusat pemerintahan ke sana. Setelah itu, ditaklukannnya pula Kota
Philopopolis. Dengan takluknya kota ini, kerajaan Utsmani dapat memegang kunci
yang menghubungkan kerajaan-kerajaan Byzantium, Servia dan Bulgaria, sehingga
Kaisar Byzantium tidak lagi berbuat apa-apa.
Dengan usaha Sultan Murad,
Kerajaan Turki lima kali bertambah luas dari semula. Kerajaan Byzantium
tidaklah dapat melawan lagi kekuasaan Utsmani. Bahkan, Kaisar Byzantium mengaku
bersahabat dan kalau perlu meminta bantuan kepada Utsmani. Sementara itu,
kerajaan-kerajaan di Balkan, yaitu Servia, Bulgaria, Hongaria dan Montenegro
tidaklah secepat itu takluk. Dimana ada kesempatan, mereka melawan. Kerajaan-kerajaan
kristen Balkan dengan segera meminta bantuan Paus Urban V agar dapat mengajak
raja-raja Eropa Barat untuk bersama-sama membendung perluasan Kerajaan Turki
dan segera bersama-sama mengusir kaum Muslimin dari daratan Eropa.
Dengan segera, Paus Urban
mengirim surat kepada seluruh raja-raja Eropa Barat agar bersiap berperang.
Namun, Ourok V, Raja Servia, tidak sabar menunggu bantuan yang diharapkan. Ia
bermusyawarah dengan raja-raja Bosnia dan Falakh, juga dibantu pasukan bangsa
Maghyar, untuk bersama-sama menyerang Andrianopel. Tentara Turki menyambut
kedatangan pasukan itu di pantai Laut Maritza. Tahun 1363, tengah malam, gelap
gulita, tentara Turki menyerang tentara Balkan. Tentara Balkan mendapat
kekalahan yang amat besar. Akibat kemenangan ini, wilayah pegunungan Balkan
masuk dalam wilayah kekuasaan Utsmani.
Pada tahun 1369, Kaisar
Konstantinopel pergi menghadap Paus di Roma, memohon agar Paus sudi
menyelesaikan masalah ini. Padahal, ketika itu terjadi perpecahan antara Gereja
Roma Katolik dan Gereja Ortodox Byzantium. Namun demikian, usaha Kaisar ini
gagal. Ketika pulang, kaisar dimurkai rakyat, karena sikapnya yang terlalu
merendah kepada Paus, ia pun mendapat kecaman dari Turki.
Murad melanjutkan perluasan
kekuasaannya ke Eropa Timur. Ia berhasil menguasai Samakov, Sofia, Monatsir,
Nice, Serys, Saloniki. Raja-raja Servia dan Bulgaria membayar upeti kepada
Utsmani. Beliau juga melakukan perluasan di Asia Kecil, seperti Raja Karmian
dan Raja Karman (bekas pecahan Kerajaan Saljuq).
Raja-raja Lazar dari Servia,
beserta Sisman, Raja Bulgaria, berserikat memerangi Turki. Mereka dibantu pula
oleh raja-raja Bosnia, Falakh, Albania, Herzegoina. Mereka juga dibantu oleh
tentara kiriman Raja Maghyar dan Polandia. Untuk melawan pasukan tersebut,
Sultan Murad sendiri yang memimpin pasukan dari kubu Utsmani. Pertempuran ini
terjadi pada 1389, dimenangkan oleh pasukan Sultan Murad.
Musuh kocar-kacir, mayat
bergelimpangan. Untuk melihat bekas pertempuran dan memeriksa pasukannya yang
meninggal dan yang luka, Sultan Murad dan stafnya berkeliling di medan perang
yang telah usai, mendengar pekik rintih orang yang luka, yang akan ditolong.
Tiba-tiba, dari antara mayat yang bergelimpangan itu, bangun seorang serdadu
bangsa Servia dan berdiri. Sebilah jembia telah ada di dalam tangannya.
Ditikamkannya ke lambung Sultan. Baginda jatuh terhempas dan meninggal saat itu
juga.
·
Bayazid : Pertempuran besar dengan Eropa dan Timurlank
Murad digantikan oleh
putranya, Bayazid. Ia diberi gelar Yaldrum (berarti "kilat"), karena
ia menyerang negeri lawannya secepat kilat. Gelar Yaldrum (begitupun gelar Al
Ghazi) kemudian diberikan kepada prajurit Turki yang berjasa besar dalam
peperangan besar. Sebagai contoh, Kemal at-Taturk mendapat kedua gelar
kehormatan tersebut. Gelar Al Ghazi diberikan kepadanya oleh sultan pada Perang
Ana Fartha, sedangkan gelar Yaldrum diberikan oleh Republik Turki setelah
Perang Sakaria.
Bayazid melanjutkan perluasan
daerah yang dimulai oleh ayahnya. Prince Stephen, putra Lazar, diakuinya
sebagai raja di Servia, dengan tetap mempertahankan adat istiadat dan agama
mereka sendiri, dengan syarat membayar jizyah kepada Sultan Turki dan ikut
serta membantu Turki dalam pertempuran. Prince Stephen menerima syarat itu dan
mematuhinya dengan setia.
Pada tahun 1391, Bayazid
menaklukkan Benteng Philadelfia, sisa terakhir dari kota-kota Roma di Asia
Kecil yang belum ditaklukkan. Di Asia Kecil, ditaklukkan pula Eiden, Sharukhan,
Muntasya, sehingga raja-raja di tempat itu melarikan diri dan berlindung kepada
Kastamoni di sebelah utara. Baginda juga berhasil menggabungkan Kerajaan Qurman
ke dalam pemerintahan Turki pada 1392. Antara tahun 1393 - 1394, baginda
menaklukkan Samsun, Kisariyah, Siwas dan Tukat, hingga ke Kastamoni. Dengan
demikian, habislah sisa-sisa pecahan kerajaan Saljuq yang masih tertinggal.
Amir-amir yang melarikan diri akhirnya semua pergi meminta perlindungan diri ke
Timurlank. Dengan jatuhnya kerajaan-kerajaan kecil di Asia Kecil, bulatlah
kekuasaan Kerajaan Turki, kecuali kerajaan Thabzon di utara dan Azmir di barat
daya, yang dikuasai oleh ridder di Pulau Rhodes.
Pada 1395, Raja Sigmund dari
Maghyar (Hongaria) meminta dengan sungguh-sungguh kepada Paus agar ia segera
menggunakan pengaruhnya untuk membangkitkan semangat seluruh Eropa agar bersatu
menghancurkan kekuatan Bayazid. Paus Bonifacius sangat menaruh perhatian pada
masalah ini. Ia menyampaikan seruan kepada seluruh bangsa dan raja Eropa agar
menyatakan Perang Salib sekali lagi kepada Turki. Ia akan menganugerahkan
ampunan besar bagi siapa saja yang turut dalam peperangan, mulai dari raja-raja
sampai ke rakyat.
Mendengar seruan Paus itu,
seluruh Eropa pun bangkit. Para ahli perang, ridder-ridder, dan orang ternama
berkumpul di Maghyar. Mereka berduyun duyun datang dari Prancis, Inggris,
Skotlandia, Jerman, Vlanderen, Lombardia, Savoy, Genua, Transolvania, Moldavia,
Bosmia, Rhodes, Falakh, Venesia, dan pulau-pulau di sekitar Italia. Armada akan
menyerang dari laut dan darat secara bersamaan. Kalau Turki sudah berhasil
dikalahkan, mereka akan terus menyerbu ke Palestina, untuk merebut tanah suci.
Di Nikopoli, September 1396,
bertemulah kedua tentara besar itu dan terjadilah suatu pertempuran yang besar
dan dahsyat. Bayazid menang. Banyak orang besar Eropa tertawan. Sigmund, Raja
Maghyar, melarikan diri bersama puluhan ridder ke Pulau Rhodes. Sampai di Laut
Hitam, mereka naik ke kapal armada Nasrani dan terus lari. Karena perbuatannya
itu, lama sekali ia menjadi buah mulut dan tertawaan orang di Eropa. (cont)
1. KEBANGKITAN
(1299-1453)
Peta bersejarah yang memperlihatkan eyalet (wilayah administratif) Kesultanan Utsmaniyah di Eropa dan Asia tahun 1890.
Pasca pembubaran Kesultanan
Rum yang dipimpin dinasti Seljuq Turki, pendahulu Utsmaniyah, pada tahun
1300-an, Anatolia terpecah menjadi beberapa negara merdeka (kebanyakan Turki)
yang disebut emirat Ghazi. Salah satu emirat Ghazi dipimpin oleh Osman I (1258
– 1326) dan namanya menjadi asal usul nama Utsmaniyah. Osman I memperluas batas
permukiman Turki sampai pinggiran Kekaisaran Bizantium. Tidak jelas bagaimana
Osman I berhasil menguasai wilayah tetangganya karena belum banyak diketahui
soal sejarah Anatolia abad pertengahan.
Pada abad setelah kematian
Osman I, kekuasaan Utsmaniyah mulai meluas sampai Mediterania Timur dan Balkan.
Putra Osman, Orhan, menaklukkan kota Bursa pada tahun 1324 dan menjadikannya
ibu kota negara Utsmaniyah. Kejatuhan Bursa menandakan berakhirnya kendali
Bizantium atas Anatolia Barat Laut. Kota Thessaloniki direbut dari Republik
Venesia pada tahun 1387. Kemenangan Utsmaniyah di Kosovo tahun 1389 secara
efektif mengawali kejatuhan pemerintahan Serbia di wilayah itu dan membuka
jalan untuk perluasan wilayah Utsmaniyah di Eropa. Pertempuran Nicopolis tahun
1396 yang dianggap luas sebagai perang salib besar terakhir pada Abad
Pertengahan gagal menghambat laju bangsa Turki Utsmaniyah.
Pertempuran Nicopolis, 1396. Lukisan tahun 1523
Seiring meluasnya kekuasaan
Turki di Balkan, penaklukan strategis Konstantinopel menjadi tugas penting.
Kesultanan ini mengendalikan nyaris seluruh bekas tanah Bizantium di sekitar
kota, namun warga Yunani Bizantium sempat luput ketika penguasa Turk-Mongolia,
Tamerlane, menyerbu Anatolia dalam Pertempuran Ankara tahun 1402. Ia menangkap
Sultan Bayezid I. Penangkapan Bayezid I menciptakan kekacauan di kalangan
penduduk Turki. Negara pun mengalami perang saudara yang berlangsung sejak 1402
sampai 1413 karena para putra Bayezid memperebutkan takhta. Perang berakhir
ketika Mehmet I naik sebagai sultan dan mengembalikan kekuasaan Utsmaniyah.
Kenaikannya juga mengakhiri Interregnum yang disebut Fetret Devri dalam bahasa
Turki Utsmaniyah.
Sebagian teritori Utsmaniyah
di Balkan (seperti Thessaloniki, Makedonia, dan Kosovo) sempat terlepas setelah
1402, tetapi berhasil direbut kembali oleh Murad II antara 1430-an dan 1450-an.
Pada tanggal 10 November 1444, Murad II mengalahkan pasukan Hongaria, Polandia,
dan Wallachia yang dipimpin Władysław III dari Polandia (sekaligus Raja
Hongaria) dan János Hunyadi di Pertempuran Varna, pertempuran terakhir dalam
Perang Salib Varna. Empat tahun kemudian, János Hunyadi mempersiapkan
pasukannya (terdiri dari pasukan Hongaria dan Wallachia) untuk menyerang Turki,
namun dikalahkan oleh Murad II dalam Pertempuran Kosovo Kedua tahun 1448.
2. PERKEMBANGAN
·
PERLUASAN DAN PUNCAK (1453-1566)
Putra Murad II, Mehmed II,
menata ulang negara dan militernya, lalu menaklukkan Konstantinopel pada
tanggal 29 Mei 1453. Mehmed mengizinkan Gereja Ortodoks mempertahankan otonomi
dan tanahnya dengan imbalan mengakui pemerintahan Utsmaniyah. Karena hubungan
yang buruk antara negara-negara Eropa Barat dan Kekaisaran Romawi Timur, banyak
penduduk Ortodoks yang mengakui kekuasaan Utsmaniyah alih-alih Venesia.
Angkatan Darat Utsmaniyah di Konstantinopel tahun 1453, Biara Moldovița
Pada abad ke-15 dan 16,
Kesultanan Utsmaniyah memasuki periode ekspansi. Kesultanan ini berhasil makmur
di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif. Ekonominya juga
maju karena pemerintah mengendalikan rute-rute perdagangan darat utama antara
Eropa dan Asia.
Sultan Selim I (1512–1520)
memperluas batas timur dan selatan Kesultanan Utsmaniyah secara dramatis dengan
mengalahkan Shah Ismail dari Persia Safawiyah dalam Pertempuran Chaldiran.
Selim I mendirikan pemerintahan Utsmaniyah di Mesir dan mengerahkan angkatan
lautnya ke Laut Merah. Setelah ekspansi tersebut, persaingan pun pecah antara
Kekaisaran Portugal dan Kesultanan Utsmaniyah yang sama-sama berusaha menjadi
kekuatan besar di kawasan itu.
Suleiman Agung (1520–1566)
mencaplok Beograd tahun 1521, menguasai wilayah selatan dan tengah Kerajaan
Hongaria sebagai bagian dari Peperangan Utsmaniyah–Hongaria. Setelah
memenangkan Pertempuran Mohács tahun 1526, ia mendirikan pemerintahan Turki di
wilayah yang sekarang disebut Hongaria (kecuali bagian baratnya) dan teritori
Eropa Tengah lainnya. Ia kemudian mengepung Wina tahun 1529, tetapi gagal.
Tahun 1532, ia melancarkan serangan lain ke Wina, namun dikalahkan pada
Pengepungan Güns. Transylvania, Wallachia, dan Moldavia (sementara) menjadi
kepangeranan bawahan Kesultanan Utsmaniyah. Di sebelah timur, bangsa Turk
Utsmaniyah merebut Baghdad dari Persia pada tahun 1535, menguasai Mesopotamia,
dan mendapatkan akses laut ke Teluk Persia.
Pertempuran Mohács, 1526
Prancis dan Kesultanan
Utsmaniyah bersatu karena sama-sama menentang pemerintahan Habsburg dan menjadi
sekutu yang kuat. Penaklukan Nice (1543) dan Korsika (1553) oleh Prancis adalah
hasil kerja sama antara pasukan raja Francis I dari Prancis dan Suleiman I yang
Agung. Pasukan tersebut dipimpin oleh laksamana Utsmaniyah Khairuddin
Barbarossa dan Turgut Reis. Satu bulan sebelum pengepungan Nice, Prancis
membantu Utsmaniyah dengan mengirimkan satu unit artileri pada penaklukan
Esztergom tahun 1543. Setelah bangsa Turk membuat serangkaian kemajuan tahun
1543, penguasa Habsburg Ferdinand I secara resmi mengakui pemerintahan
Utsmaniyah di Hongaria pada tahun 1547.
Pada tahun 1559, setelah
perang Ajuuraan-Portugal pertama, Kesultanan Utsmaniyah menganeksasi Kesultanan
Adal yang lemah ke dalam wilayahnya. Ekspansi ini mengawali pemerintahan
Utsmaniyah di Somalia dan Tanduk Afrika. Aneksasi tersebut juga meningkatkan
pengaruh Utsmaniyah di Samudra Hindia untuk bersaing dengan Portugal.
Pada akhir masa kekuasaan
Suleiman, jumlah penduduk Kesultanan Utsmaniyah mencapai 15.000.000 orang dan
tersebar di tiga benua. Selain itu, kesultanan ini menjadi kekuatan laut besar
yang mengendalikan sebagian besar Laut Mediterania. Saat itu, Kesultanan
Utsmaniyah adalah bagian utama dari lingkup politik Eropa. Kesuksesan politik
dan militernya sering disamakan dengan Kekaisaran Romawi, salah satunya oleh
cendekiawan Italia Francesco Sansovino dan filsuf politik Prancis Jean Bodin.
·
PEMBERONTAKAN DAN PEMULIHAN (1566-1683)
Struktur militer dan
birokrasi yang efektif pada abad sebelumnya terancam gagal ketika sultan-sultan
selanjutnya tidak tegas memimpin. Kesultanan Utsmaniyah perlahan dikalahkan
bangsa Eropa dari segi teknologi militer karena inovasi yang mendorong
perluasan kesultanan ini dihambat oleh paham konservatisme agama dan
intelektual yang terus berkembang. Meski mengalami kesulitan, kesultanan ini
tetap menjadi kekuatan ekspansionis besar sampai Pertempuran Wina tahun 1683
yang menandakan akhir ekspansi Utsmaniyah ke Eropa.
Penemuan rute dagang laut
baru oleh negara-negara Eropa Barat memungkinkan mereka menghindari monopoli
dagang Utsmaniyah. Penemuan Tanjung Harapan Baik oleh Portugal tahun 1488
merintis serangkaian perang laut Utsmaniyah-Portugal di Samudra Hindia
sepanjang abad ke-16. Dari segi ekonomi, pemasukan perak Spanyol dari Dunia
Baru mengakibatkan mata uang Utsmaniyah mengalami devaluasi tajam dan inflasi
tinggi.
Miniatur tentang kampanye Szigetvár ini memperlihatkan tentara Utsmaniyah dan Tatar lebih unggul.
Di bawah kepemimpinan Ivan IV
(1533–1584), Kekaisaran Rusia meluas sampai kawasan Volga dan Kaspia dengan
menaklukkan beberapa kekhanan Tatar. Pada tahun 1571, khan Krimea Devlet I
Giray yang didukung Utsmaniyah membakar Moskwa. Tahun berikutnya, invasi
diulang namun digagalkan pada Pertempuran Molodi. Kekhanan Krimea terus
menyerbu Eropa Timur melalui serangkaian serangan budak dan menjadi kekuatan
besar di Eropa Timur sampai akhir abad ke-17.
Di Eropa Selatan, koalisi
Katolik yang dipimpin Philip II dari Spanyol mengalahkan armada Utsmaniyah di
Pertempuran Lepanto. Ini merupakan pukulan telak dan simbolis terhadap citra
kehebatan Utsmaniyah. Memudarnya citra ini diawali oleh kemenangan Ksatria
Malta atas pasukan Utsmaniyah dalam Pengepungan Malta tahun 1565. Pertempuran
Lepanto membuat Angkatan Laut Utsmaniyah kehilangan banyak tenaga ahlinya,
sedangkan kapal-kapalnya masih bisa diperbaiki. Angkatan Laut Utsmaniyah pulih
dengan cepat dan memaksa Venesia menandatangani perjanjian damai tahun 1573
yang mengizinkan Kesultanan Utsmaniyah memperluas dan memperkuat posisinya di
Afrika Utara.
Pertempuran Lepanto
tahun 1571
Sebaliknya, wilayah Habsburg
tidak berubah setelah pertahanan Habsburg diperkuat. Perang Panjang melawan
Austria Habsburg (1593–1606) membuat pemerintah melengkapi infanterinya dengan
senjata api dan melonggarkan kebijakan perekrutan. Keputusan ini menciptakan
masalah ketidakpatuhan dan pemberontakan di dalam tubuh militer yang tidak
pernah terselesaikan. Penembak jitu ireguler (Sekban) juga direkrut.
Demobilisasi pun berubah menjadi brigandase (perampokan) dalam pemberontakan
Jelali (1595–1610) yang memperluas aksi anarkis di Anatolia pada akhir abad
ke-16 dan awal abad ke-17. Ketika populasi kesultanan mencapai 30.000.000 jiwa
pada tahun 1600, kelangkaan tanah membuat pemerintah ditekan habis-habisan.
Pada masa kekuasaannya yang
singkat, Murad IV (1612–1640) membentuk kembali pemerintahan pusat dan merebut
Yerevan (1635) dan Baghdad (1639) dari safawiyah. Kesultanan wanita (1648–1656)
adalah periode ketika ibu para sultan muda berkuasa atas nama putranya. Tokoh
wanita yang paling berpengaruh waktu itu adalah Kösem Sultan dan menantunya
Turhan Hatice. Persaingan politik mereka berujung pada pembunuhan Kösem pada
1651. Selama Era Köprülü (1656–1703), pemerintahan efektif dijalankan oleh
sejumlah Wazir Agung dari keluarga Köprülü. Kewaziran Köprülü mengalami
kesuksesan militer dengan didirikannya pemerintahan di Transylvania, penaklukan
Kreta tahun 1669, dan ekspansi ke Ukraina selatan Polandia. Pertahanan terakhir
Khotyn dan Kamianets-Podilskyi dan teritori Podolia bergabung dengan Kesultanan
Utsmaniyah tahun 1676.
Pengepungan Wina
Kedua tahun 1683.
Periode ketegasan baru ini
berakhir pada Mei 1683 saat Wazir Agung Kara Mustafa Pasya memimpin pasukan
besar untuk mengepung Wina kedua kalinya dalam Perang Turki Besar 1683–1687.
Serangan terakhir mereka tertunda karena pasukan Utsmaniyah didesak mundur oleh
pasukan sekutu Habsburg, Jerman, dan Polandia yang dipimpin Raja Polandia Jan
III Sobieski pada Pertempuran Wina. Aliansi Liga Suci terus melaju pasca
kekalahan di Wina dan memuncak pada Perjanjian Karlowitz (26 Januari 1699) yang
mengakhiri Perang Turki Besar. Kesultanan Utsmaniyah menyerahkan sejumlah
wilayah pentingnya, kebanyakan diserahkan secara permanen. Mustafa II (1695–1703)
memimpin serangan balasan terhadap Wangsa Habsburg di Hongaria pada 1695–96,
namun kalah besar di Zenta (11 September 1697).
·
KEMANDEKAN DAN REFORMASI (1683-1827)
Pada periode ini, ekspansi
Rusia membawa ancaman besar yang terus berkembang. Karena itu, Raja Charles XII
dari Swedia diterima sebagai sekutu Kesultanan Utsmaniyah setelah pasukannya
dikalahkan Rusia pada Pertempuran Poltava tahun 1709 (bagian dari Perang Utara
Besar 1700–1721.) Charles XII mendesak Sultan Utsmaniyah Ahmed III untuk menyatakan
perang terhadap Rusia. Utsmaniyah berhasil memenangkan Kampanye Sungai Pruth
yang berlangsung pada 1710–1711. Pasca Perang Austria-Turki 1716–1718,
Perjanjian Passarowitz mencantumkan penyerahan wilayah Banat, Serbia, dan
"Walachia Kecil" (Oltenia) ke Austria. Perjanjian ini juga
menyebutkan bahwa Kesultanan Utsmaniyah mengambil sikap defensif dan tidak
mungkin melakukan agresi lagi di Eropa.
Selim III menyambut para tamu penting di Gerbang Kebahagiaan, Istana Topkapı.
Perang Austria-Rusia–Turki
yang diakhiri oleh Perjanjian Beograd 1739 berujung pada kembalinya Serbia dan
Oltenia, namun pelabuhan Azov berhasil direbut Rusia. Setelah perjanjian ini,
Kesultanan Utsmaniyah menikmati masa perdamaian karena Austria dan Rusia
terpaksa menghadapi kebangkitan Prusia.
Sejumlah reformasi pendidikan
dan teknologi dilaksanakan, termasuk pendirian institusi pendidikan tinggi
seperti Universitas Teknik Istanbul. Pada tahun 1734, sebuah sekolah artileri
didirian untuk memperkenalkan metode artileri Barat, namun kalangan ulama Islam
mengajukan keberatan atas dasar teodisi. Tahun 1754, sekolah artileri tersebut
dibuka kembali secara setengah rahasia. Tahun 1726, Ibrahim Muteferrika
meyakinkan Wazir Agung Damad Ibrahim Pasya, Mufti Agung, dan para ulama tentang
efisiensi percetakan. Muteferrika pun diizinkan Sultan Ahmed III untuk menerbitkan
buku-buku non-religius meski ditentang sejumlah kaligrafer dan pemuka agama.
Percetakan Muteferrika menerbitkan buku pertamanya pada tahun 1729. Pada 1743,
jumlah karya yang dicetaknya mencapai 17 buah dalam 23 volume dan masing-masing
karya dicetak sebanyak 500 sampai 1.000 eksemplar.
Pada 1768, para Haidamak,
pemberontak konfederasi Polandia yang dibantu Rusia, memasuki Balta, kota
Utsmaniyah di perbatasan Bessarabia, dan membantai warganya dan
membumihanguskan kota tersebut. Tindakan ini memaksa Kesultanan Utsmaniyah
memulai Perang Rusia-Turki 1768–1774. Perjanjian Küçük Kaynarca tahun 1774
mengakhiri perang ini dan memberikan kebebasan beribadah bagi warga Kristen di
provinsi Wallachia dan Moldavia. Pada akhir abad ke-18, serangkaian kekalahan
perang melawan Rusia membuat beberapa kalangan di Kesultanan Utsmaniyah yakin
bahwa reformasi yang dijalankan Peter Agung memberi keunggulan bagi Rusia, dan
Utsmaniyah harus menggunakan teknologi Barat untuk menghindari kekalahan lebih
lanjut.
Tentara Utsmaniyah berupaya menahan laju Rusia saat Pengepungan Ochakov tahun 1788.9
Selim III (1789–1807)
melakukan upaya besar pertama dalam memodernisasi pasukannya, tetapi reformasi
ini terhambat oleh kepemimpinan yang religius dan korps Yanisari. Karena iri
dengan hak-hak militer dan menolak perubahan, Yanisari pun merintis
pemberontakan. Semua upaya Selim membuat dirinya kehilangan takhta dan
nyawanya. Akan tetapi, pemberontakan ini berhasil diredam dengan spektakuler
dan kejam oleh penggantinya yang dinamis, Mahmud II. Ia menghapus korps
Yanisari pada tahun 1826.
Revolusi Serbia (1804–1815)
menjadi awal era kebangkitan nasional di kawasan Balkan pada masa Pertanyaan
Timur. Suzeraintas Serbia sebagai monarki herediter dengan dinastinya sendiri
diakui secara de jure pada tahun 1830. Pada 1821, bangsa Yunani menyatakan
perang terhadap Sultan. Pemberontakan yang pecah di Moldavia sebagai bentuk
pengalihan diikuti oleh revolusi utama di Peloponnesos. Peloponnesos dan bagian
utara Teluk Korintus menjadi wilayah Kesultanan Utsmaniyah pertama yang
merdeka, tepatnya pada tahun 1829. Pada pertengahan abad ke-19, Kesultanan
Utsmaniyah dijuluki "orang sakit" oleh bangsa Eropa. Negara-negara
suzerain (Kepangeranan Serbia, Wallachia, Moldavia, dan Montenegro) meraih
kemerdekaan de jure pada 1860-an dan 1870-an.
·
KEMUNDURAN DAN MODERNISASI (1828-1908)
Pada masa Tanzimat
(1839–1876), serangkaian reformasi konstitusional pemerintah membuahkan hasil,
yaitu pasukan wajib militer modern, reformasi sistem perbankan, dekriminalisasi
kaum homoseksual, perubahan hukum agama menjadi hukum sekuler, dan gilda yang
memiliki pabrik modern. Kementerian Pos Utsmaniyah dibentuk di Istanbul pada
tanggal 23 Oktober 1840.
Samuel Morse menerima paten
telegraf pertamanya tahun 1847. Paten tersebut dikeluarkan oleh Sultan Abdul
Mejid I yang secara langsung menguji penemuan baru itu. Setelah uji coba
berhasil, jalur kabel telegraf pertama di dunia (Istanbul-Adrianopel-Şumnu)
mulai dipasang pada 9 Agustus 1847. Periode reformis ini memuncak dengan
penyusunan Konstitusi yang disebut Kanûn-u Esâsî. Era Konstitusional Pertama
kesultanan ini tidak berlangsung lama. Parlemennya hanya bertahan selama dua
tahun sebelum dibubarkan sultan.
Prajurit Turki menyerang Benteng Shefketil saat Perang Krimea
Dikarenakan tingkat
pendidikannya yang lebih tinggi, penduduk Kristen di kesultanan ini mulai
unggul ketimbang penduduk Muslim yang mayoritas, sehingga penduduk Muslim merasa
tidak puas. Pada tahun 1861, ada 571 sekolah dasar dan 94 sekolah menengah
Kristen Utsmaniyah dengan 140.000 siswa. Jumlah itu jauh melampaui siswa Muslim
di sekolah pada saat yang sama. Kemajuan siswa Muslim terus melambat
dikarenakan lamanya waktu mata pelajaran bahasa Arab dan teologi Islam. Tingkat
pendidikan siswa Kristen yang lebih tinggi memungkinkan mereka memainkan peran
penting dalam perekonomian negara. Pada tahun 1911, 528 dari 654 perusahaan
grosir di Istanbul dimiliki etnis Yunani.
Perang Krimea (1853–1856)
adalah bagian dari persaingan panjang antara kekuatan-kekuatan besar Eropa yang
memperebutkan pengaruh di teritori Kesultanan Utsmaniyah yang melemah. Beban
perang dari segi finansial memaksa pemerintah Utsmaniyah mengajukan pinjaman luar
negeri senilai 5 juta pound sterling pada 4 Agustus 1854.. Perang ini
mengakibatkan eksodus warga Tatar Krimea. Sekitar 200.000 di antaranya pindah
ke Kesultanan Utsmaniyah dalam bentuk gelombang emigrasi. Menjelang akhir
Peperangan Kaukasus, 90% etnis Sirkasia dilenyapkan, diusir dari tanah airnya
di Kaukasus, dan terpaksa mengungsi ke Kesultanan Utsmaniyah. Sekitar 500.000
sampai 700.000 orang Sirkasia berlindung di Turki. Beberapa sumber memberi
angka yang lebih tinggi, yaitu 1 juta-1,5 juta orang dideportasi dan/atau
dibunuh.
Perang Rusia-Turki
(1877–1878) berakhir dengan kemenangan mutlak bagi Rusia. Akibatnya, wilayah
Utsmaniyah di Eropa menyusut dengan cepat. Bulgaria didirikan sebagai
kepangeranan merdeka di dalam Kesultanan Utsmaniyah, Rumania mendapat
kemerdekaan penuh. Serbia dan Montenegro mendapat kemerdekaan penuh dengan
wilayah yang lebih kecil. Pada tahun 1878, Austria-Hongaria bersama-sama
menduduki provinsi Bosnia-Herzegovina dan Novi Pazar. Walaupun pemerintah
Utsmaniyah menentang tindakan ini, pasukannya dikalahkan dalam kurun tiga
minggu.
Upacara peresmian Parlemen Utsmaniyah Pertama di Istana Dolmabahçe tahun 1876
Sebagai imbalan atas bantuan
Perdana Menteri Britania Raya Benjamin Disraeli dalam pengembalian teritori
Utsmaniyah di Semenanjung Balkan saat Kongres Berlin, Britania Raya mendapatkan
hak pemerintahan di Siprus pada tahun 1878. Britania kemudian mengirimkan
tentaranya ke Mesir pada tahun 1882 untuk membantu pemerintah Utsmaniyah
meredam Pemberontakan Urabi. Britania pun memegang kendali penuh di Siprus dan
Mesir.
Pada 1894–96, sekitar 100.000
sampai 300.000 etnis Armenia yang tinggal di seluruh kesultanan dibunuh dalam
sebuah peristiwa yang disebut pembantaian Hamidian.
Seiring menyusutnya wilayah
Kesultanan Utsmaniyah, banyak Muslim Balkan pindah ke teritori Utsmaniyah yang
tersisa di Balkan atau ke jantung kesultanan di Anatolia. Per 1923, hanya
Anatolia dan Trakia Timur yang dikuasai Muslim.
·
KEKALAHAN DAN PEMBUBARAN (1908-1922)
Peta terakhir Kesultanan Utsmaniyah setelah Persetujuan Sèvres.
Era Konstitusional Kedua
dimulai pasca Revolusi Turk Muda (3 Juli 1908) melalui pengumuman sultan
tentang penggunaan kembali konstitusi 1876 dan pembentukan kembali Parlemen
Utsmaniyah. Pengumuman ini menjadi awal pembubaran Kesultanan Utsmaniyah. Era
ini didominasi oleh politik Komite Persatuan dan Kemajuan serta gerakan yang
kelak dikenal dengan sebutan Turk Muda.
Pasukan pendudukan Sekutu berbaris di Jalan İstiklal selama Pendudukan Konstantinopel
Memanfaatkan perpecahan
sipil, Austria-Hongaria secara resmi menganeksasi Bosnia dan Herzegovina tahun
1908, tetapi mereka menarik tentaranya dari Sanjak Novi Pazar, wilayah lain
yang diperebutkan Austria dan Utsmaniyah, untuk menghindari perang. Pada Perang
Italia-Turki (1911–12), Kesultanan Utsmaniyah kehilangan Libya dan Liga Balkan
menyatakan perang terhadap Kesultanan Utsmaniyah. Utsmaniyah kalah dalam
Peperangan Balkan (1912–13) dan kehilangan teritori Balkan-nya kecuali Trakia
Timur dan ibu kota historis Adrianopel. Sekira 400.000 Muslim yang khawatir
menghadapi kekerasan etnis Yunani, Serbia, atau Bulgaria, mengungsi mundur
bersama pasukan Utsmaniyah. Menurut perkiraan Justin McCarthy, sejak 1821
sampai 1922, pembersihan etnis Muslim Utsmaniyah di Balkan mengakibatkan
kematian dan pengusiran sekian juta orang dari kawasan itu. Per 1914,
Kesultanan Utsmaniyah sudah dipuul mundur dari hampir seluruh Eropa dan Afrika
Utara. Meski begitu, kesultanan ini masih dihuni 28 juta orang. 15,5 juta di antaranya
di Turki modern, 4,5 juta di Suriah, Lebanon, Palestina, dan Yordania, dan 2,5
juta di Irak. 5,5 juta sisanya berada di bawah pemerintahan bayangan Utsmaniyah
di jazirah Arab.
Mehmed VI, Sultan Utsmaniyah terakhir, 1922
Pada November 1914,
Kesultanan Utsmaniyah ikut serta dalam Perang Dunia I di blok Kekuatan Tengah.
Kesultanan ini ambil bagian dalam teater Timur Tengah. Utsmaniyah sempat
beberapa kali menang pada tahun-tahun pertama perang, misalnya di Pertempuran
Gallipoli dan Pengepungan Kut, namun ada juga kekalahan seperti pada Kampanye Kaukasus
melawan Rusia. Amerika Serikat tidak pernah mengeluarkan pernyataan perang
terhadap Kesultanan Utsmaniyah.
Tahun 1915, saat Angkatan
Darat Kaukasus Rusia terus merangsek ke Anatolia timur,[89] dibantu sejumlah
milisi Armenia Utsmaniyah, pemerintah Utsmaniyah mulai mendeportasi dan
membantai penduduk etnis Armenia. Aksi ini kemudian dikenal dengan nama
Genosida Armenia. Aksi genosida juga dilakukan terhadap etnis minoritas Yunani
dan Assyria.
Mustafa Kemal Pasya saat pidatonya, 1924
Pemberontakan Arab yang
dimulai tahun 1916 berbalik melawan Utsmaniyah di front Timur Tengah.
Utsmaniyah sempat unggul di Timur Tengah selama dua tahun pertama perang.
Gencatan Senjata Mudros yang ditandatangani pada 30 Oktober 1918 mengakhiri
peperangan di teater Timur Tengah, diikuti pendudukan Konstantinopel dan
pemecahan Kesultanan Utsmaniyah. Dengan Perjanjian Sèvres, pemecahan Kesultanan
Utsmaniyah menjadi resmi. Pada kuartal terakhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,
sekitar 7–9 juta pengungsi Muslim Turki dari wilayah Kaukasus, Krimea, Balkan,
dan pulau-pulau Mediterania pindah ke Anatolia dan Trakia Timur.
Pendudukan Konstantinopel dan
İzmir melahirkan gerakan nasional Turki yang memenangkan Perang Kemerdekaan
Turki (1919–22) di bawah pimpinan Mustafa Kemal Pasya (kemudian dikenal sebagai
Kemal Atatürk). Kesultanan dibubarkan tanggal 1 November 1922, dan sultan
terakhirnya, Mehmed VI (berkuasa 1918–22), meninggalkan negara ini pada 17
November 1922. Majelis Agung Nasional Turki mendeklarasikan Republik Turki pada
tanggal 29 Oktober 1923. Kekhalifahan dibubarkan tanggal 3 Maret 1924.
C. PEMERINTAHAN
Tata negara Kesultanan
Utsmaniyah adalah sistem yang sangat sederhana dan terbagi menjadi dua dimensi
utama, pemerintahan militer dan pemerintahan sipil. Sultan adalah jabatan
tertinggi dalam sistem ini. Sistem sipil dibuat berdasarkan unit-unit
pemerintahan daerah yang didasarkan pada karakteristik wilayahnya. Kesultanan
Utsmaniyah menggunakan sistem negara (seperti Kekaisaran Romawi Timur)
menguasai kaum ulama. Tradisi-tradisi Turki pra-Islam yang bertahan setelah
adopsi praktik administrasi dan hukum dari Iran Islam masih berperan penting
bagi pemerintah Utsmaniyah. Menurut pemahaman Utsmaniyah, tugas utama negara
adalah mempertahankan dan memperluas tanah Muslim dan menjamin keamanan dan
keselarasan di dalam perbatasannya sesuai konteks praktik Islam ortodoks dan
kedaulatan dinasti.
Para duta besar di
Istana Topkapı
"Dinasti
Utsmaniyah" atau "Wangsa Osman" tak terbandingkan dan tak
terlampaui ukuran maupun durasinya di dunia Islam. Dinasti Utsmaniyah berasal
dari Turki. Sebelas sultan pernah digulingkan karena dianggap sebagai ancaman
bagi negara oleh musuh-musuhnya. Hanya dua upaya penggulingan dinasti penguasa
Osmanlı yang pernah terjadi. Dua-duanya gagal dan mendesak perlunya sistem
politik yang dalam perpanjangan periodenya mampu menangani revolusi tanpa
menciptakan ketidakstabilan yang tidak perlu.
Jabatan tertinggi dalam
Islam, khalifah, diklaim oleh sultan sehingga negaranya juga menyandang nama
Kekhalifahan Utsmaniyah. Sultan Utsmaniyah, pâdişâh atau "rajanya
raja", menjadi pemimpin tunggal kesultanan dan dianggap sebagai perwakilan
pemerintahannya, meski kendalinya tidak selalu mutlak. Harem Kesultanan adalah
salah satu kekuatan terpenting dalam pemerintahan Utsmaniyah. Lembaga ini
dipimpin oleh Valide Sultan. Kadang Valide Sultan terlibat dalam perpolitikan
negara. Wanita harem pernah mengendalikan negara pada suatu periode yang
disebut "Kesultanan Wanita". Sultan baru selalu dipilih dari putra
sultan sebelumnya. Sistem pendidikan sekolah istana yang kuat diarahkan untuk
mengeliminasi calon pewaris yang tidak cocok dan menggalang dukungan elit
penguasa terhadap seorang pewaris. Sekolah istana yang juga mendidik calon
pejabat negara tidak bersifat jalur tunggal. Jalur pertama, madrasah (bahasa
Turki Utsmaniyah: Medrese), dirancang untuk umat Islam dan mendidik cendekiawan
dan pejabat negara sesuai tradisi Islam. Beban keuangan Medrese ditanggung oleh
vakif, sehingga anak-anak keluarga miskin bisa menaikkan status sosial dan
pendapatannya. Jalur kedua adalah sekolah asrama gratis untuk umat Kristen,
Enderûn, yang merekrut 3.000 siswa tiap tahunnya dari kalangan putra Kristen
antara 8 sampai 20 tahun dari satu sampai empat puluh keluarga di
komunitas-komunitas di Rumelia dan/atau Balkan. Proses ini disebut Devshirme
(Devşirme).
Bâb-ı Âlî, Porte Agung
Meski sultan adalah monark
tertinggi, kewenangan politik dan eksekutif sultan didelegasikan ke orang lain.
Politik negara melibatkan sejumlah penasihat dan menteri yang membentuk dewan
bernama Divan (setelah abad ke-17 namanya berubah menjadi "Porte").
Divan, ketika negara Utsmaniyah masih berupa Beylik, terdiri dari para tetua
suku. Komposisinya kemudian diubah agar melibatkan pejabat militer dan elit
lokal (seperti penasihat keagamaan dan politik). Sejak awal 1320, seorang Wazir
Agung ditunjuk untuk melanjutkan tugas-tugas tertentu sultan. Wazir Agung
terbebas dari sultan dan memegang kuasa penunjukan, pemecatan, dan pengawasan
yang nyaris tidak terbatas. Mulai akhir abad ke-16, sultan menarik diri dari
politik dan Wazir Agung menjadi kepala negara de facto.
Sepanjang sejarah Utsmaniyah,
ada banyak kejadian ketika gubernur lokal mengambil tindakan secara independen
sekalipun bertentangan dengan penguasa. Pasca Revolusi Turk Muda tahun 1908,
negara Utsmaniyah menjadi monarki konstitusional. Sultan tidak lagi memegang
kekuasaan eksekutif. Parlemen dibentuk yang perwakilannya dipilih dari
provinsi-provinsi negara. Para wakil kemudian membentuk Pemerintahan Imperium
Kesultanan Utsmaniyah.
Pemerintahan yang eklektik
tampak jelas dalam surat-surat diplomatik kesultanan. Surat tersebut biasanya
dikirim ke barat dalam bahasa Yunani.
Tughra adalah monogram
kaligrafi atau tanda tangan para Sultan Utsmaniyah yang jumlahnya 35 orang.
Dipahat di lambang Sultan, tughra mengandung nama Sultan dan ayahnya.
Pernyataan dan doa "kemenangan abadi" juga dipahat di kebanyakan
lambang. Tughra pertama dimiliki oleh Orhan Gazi. Tughra bergaya hiasan ini
kelak merintis cabang kaligrafi Utsmaniyah-Turki.
1. HUKUM
Sistem hukum Utsmaniyah
mengakui hukum keagamaan atas rakyatnya. Pada saat yang sama, Qanun (atau
Kanun), sistem hukum sekuler, diterapkan bersamaan dengan hukum keagamaan atau
Syariah. Kesultanan Utsmaniyah selalu disusun dengan sistem yurisprudensi
lokal. Urusan hukum di Kesultanan Utsmaniyah adalah bagian dari skema yang
lebih besar untuk menyeimbangkan kewenangan pusat dan daerah. Kekuasaan
Utsmaniyah lebih berkutat pada urusan hak tanah, sehingga pemerintah daerah
diberi ruang untuk memenuhi kebutuhan millet setempat. Rumitnya yurisdiksi
Kesultanan Utsmaniyah bertujuan mencetuskan integrasi budaya dan agama dari
kalangan yang berbeda. Sistem Utsmaniyah memiliki tiga sistem pengadilan: satu
untuk Muslim, satu untuk non-Muslim yang melibatkan pejabat Yahudi dan Kristen
yang menguasai komunitas agamanya masing-masing, dan "pengadilan dagang".
Keseluruhan sistem ini diatur dari atas, yaitu Qanun, i.e. hukum, sistem yang
dibuat berdasarkan Yassa dan Töre Turk. Keduanya dikembangkan sebelum
kemunculan Islam.
Istri yang tidak puas mengeluh ke Qadi atas impotensi suaminya. Miniatur Utsmaniyah.
Kategori-kategori pengadilan
ini tidak sepenuhnya eksklusif. Misal, pengadilan Islam—pengadilan primer
kesultanan—bisa dipakai untuk menyelesaikan konflik atau sengketa perdagangan
antara pihak yang berbeda agama. Biasanya penuntut Yahudi dan Kristen memilih
pengadilan Islam agar mendapat putusan yang lebih kuat terhadap suatu masalah.
Negara Utsmaniyah tidak mencampuri sistem hukum keagamaan non-Muslim, meski
secara hukum punya hak untuk melakukannya melalui gubernur. Sistem hukum
Syariah Islam terbentuk dari gabungan Qur'an; Hadīts, kumpulan perkataan
Muhammad; ijmā', konsensus anggota umat Islam; qiyas, sistem penalaran analogis
dari peristiwa sebelumnya; dan adat setempat. Kedua sistem diajarkan di dua
sekolah hukum kesultanan, tepatnya di Istanbul dan Bursa.
Sistem hukum Islam Utsmaniyah
berbeda dengan pengadilan tradisional Eropa. Pihak yang hadir di pengadilan
Islam adalah Qadi yang berarti hakim. Sejak penutupan itjihad, atau
"Gerbang Penafsiran", para Qadi di seluruh Kesultanan Utsmaniyah
tidak terlalu fokus pada keputusan hukum sebelumnya, melainkan pada adat
setempat dan tradisi daerah tempat mereka bekerja. Sayangnya, sistem pengadilan
Utsmaniyah tidak punya struktur pengadilan banding, sehingga muncul strategi
kasus hukum ketika si penuntut bisa membawa kasusnya dari satu sistem
pengadilan ke sistem yang lain sampai mereka mendapatkan putusan yang sesuai
harapan.
Contoh pengadilan Utsmaniyah, 1877
Pada akhir abad ke-19, sistem
hukum Utsmaniyah dirombak besar-besaran. Proses modernisasi hukum dimulai
dengan Dekrit Gülhane tahun 1839. Reformasi tersebut mencakup "pengadilan
adil di hadapan umum untuk semua terdakwa tanpa memandang agamanya,"
pembentukan sistem "kompetensi terpisah, agama dan sipil," dan
pengakuan kesaksian non-Muslim. Hukum tanah (1858), hukum sipil (1869–1876),
dan hukum prosedur sipil juga diberlakukan.
Reformasi hukum Utsmaniyah
sangat dipengaruhi model Prancis. Ini dapat dilihat dari penggunaan sistem
pengadilan tiga tingkat. Sistem bernama Nizamiye ini diperluas hingga tingkat
pengadilan lokal dengan penerapan akhir Mecelle, yaitu hukum sipil yang
mengatur pernikahan, perceraian, tunjangan, wasiat, dan status pribadi lainnya.
Untuk memperjelas pembagian kompetensi hukum, dewan pengurus menetapkan bahwa
segala urusan keagamaan diserahkan ke pengadilan agama dan urusan status
diserahkan ke pengadilan Nizamiye.
2. MILITER
Kepala rumah tangga Sultan Murad IV dikawal yanisari.
Satuan militer pertama
Kesultanan Utsmaniyah adalah angkatan darat yang dibentuk oleh Osman I dari
anggota suku di perbukitan Anatolia barat pada akhir abad ke-13. Sistem militer
pun berubah menjadi organisasi yang rumit seiring kemajuan kesultanan. Militer
Utsmaniyah merupakan sistem perekrutan dan pertahanan yang kompleks. Korps
utama Angkatan Darat Utsmaniyah meliputi Yanisari, Sipahi, Akıncı, dan
Mehterân. Angkatan Darat Utsmaniyah pernah menjadi salah satu pasukan tempur
termaju di dunia karena termasuk di antara pengguna pertama senapan lontak dan
meriam. Pasukan Turk Utsmaniyah mulai memanfaatkan falconet, meriam pendek
namun lebar, saat Pengepungan Konstantinopel. Kavaleri Utsmaniyah bergantung
pada kecepatan dan mobilitas tinggi alih-alih persenjataan berat. Mereka
menggunakan busur dan panah pendek dengan kuda cepat Turkoman dan Arab
(pencetus kuda balap Thoroughbred), dan sering menerapkan taktik yang mirip
dengan taktik Kekaisaran Mongol, seperti berpura-pura mundur sambil mengurung
musuh dengan formasi bulan sabit lalu melancarkan serangan. Kemunduran kinerja
angkatan darat semakin jelas sejak pertengahan abad ke-17 dan setelah Perang
Turki Besar. Pada abad ke-18, sempat muncul sedikit keberhasilan melawan
Venesia, tetapi pasukan Rusia bergaya Eropa di utara memaksa Kesultanan
Utsmaniyah menyerahkan teritorinya.
Modernisasi Kesultanan
Utsmaniyah pada abad ke-19 dimulai oleh militer. Pada tahun 1826, Sultan Mahmud
II menghapus korps Yanisari dan membentuk angkatan darat modern Utsmaniyah.
Pasukannya diberi nama Nizam-ı Cedid (Orde Baru). Angkatan Darat Utsmaniyah
juga merupakan lembaga pertama yang mempekerjakan tenaga ahli luar negeri dan
mengirimkan para perwiranya ke pusat pelatihan di negara-negara Eropa Barat.
Karena itu pula, gerakan Turk Muda dirintis ketika para prajurit muda dan terlatih
ini pulang ke negaranya.
Pasukan ireguler Utsmaniyah di teritori Hongaria modern, dilukis tahun 1568
Angkatan Laut Utsmaniyah
turut ambil bagian dalam perluasan wilayah kesultanan di benua Eropa. Ekspansi
ini berawal dari penaklukan Afrika Utara yang memasukkan Aljazair dan Mesir ke
Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1517. Sejak kehilangan Aljazair (1830 dan
Yunani (1821), kekuatan laut dan kendali Utsmaniyah atas jajahan-jajahannya di
seberang laut mulai melemah. Sultan Abdul Aziz (berkuasa 1861–1876) berusaha
membangun angkatan laut yang kuat dengan membuat armada terbesar ketiga di
dunia setelah Britania Raya dan Prancis. Galangan kapal di Barrow, Inggris,
membangun kapal selam pertamanya untuk Kesultanan Utsmaniyah pada tahun 1886.
Meski begitu, ekonomi
Utsmaniyah yang melemah tidak dapat mempertahankan armada laut dalam jangka
panjang. Sultan Abdul Hamid II tidak mempercayai para laksamana yang memihak
dengan reformis Midhat Pasya. Sultan mengklaim bahwa armada yang besar dan
mahal tidak berguna untuk melawan Rusia saat Perang Rusia-Turki. Ia mengunci
sebagian besar armadanya di dalam Tanjung Emas dan membiarkan kapalnya berkarat
selama 30 tahun berikutnya. Setelah Revolusi Turk Muda tahun 1908, Komite
Persatuan dan Kemajuan berupaya mengembangkan pasukan laut yang kuat. Yayasan
Angkatan Laut Utsmaniyah didirikan pada tahun 1910 untuk membeli kapal-kapal
baru melalui sumbangan masyarakat.
Kartu pos Jerman yang menampilkan Angkatan Laut Utsmaniyah dipimpin Yavuz (sebelumnya Goeben). Di kiri atas terdapat potret Sultan Mehmed V.
Sejarah penerbangan militer
Utsmaniyah dapat dilacak hingga tahun 1909 antara Juni 1909 dan Juli 1911.
Kesultanan Utsmaniyah mulai mempersiapkan para pilot dan pesawat pertamanya. Melalui
pendirian Sekolah Penerbangan (Tayyare Mektebi) di Yeşilköy tanggal 3 Juli
1912, pemerintah mulai mengajar penerbangnya sendiri. Pendirian Sekolah
Penerbangan mempercepat kemajuan program penerbangan militer, menambah jumlah
perwira terdaftar, dan memberi pilot-pilot baru peran aktif di Angkatan Darat
dan Angkatan Laut Utsmaniyah. Bulan Mei 1913, Program Latihan Pengintaian
khusus pertama di dunia dirintis oleh Sekolah Penerbangan dan divisi
pengintaian terpisah pertama dibentuk. Bulan Juni 1914, akademi militer yang
baru, yaitu Sekolah Penerbangan Angkatan Laut (Bahriye Tayyare Mektebi),
didirikan. Dengan pecahnya Perang Dunia I, proses modernisasi berhenti
mendadak. Skadron penerbangan Utsmaniyah bertempur di berbagai front selama
Perang Dunia I, mulai dari Galisia di barat hingga Kaukasus di timur dan Yaman
di selatan.
D. PEMBAGIAN
ADMINISTRATIF
Kesultanan Utsmaniyah awalnya
terbagi menjadi beberapa provinsi pada akhir abad ke-14. Provinsi artinya
unit-unit teritorial tetap yang gubernurnya ditunjuk oleh sultan, pada akhir
abad ke-14.
Eyalet pada tahun 1609
Eyalet (disebut juga pashalic
atau beglerbeglic) merupakan teritori kerja seorang beylerbeyi. Teritori ini
dibagi lagi menjadi beberapa sanjak.
Vilayet diperkenalkan melalui
pengesahan "Hukum Vilayet" (bahasa Turki: Teskil-i Vilayet
Nizamnamesi) pada tahun 1864 sebagai bagian dari reformasi tanzimat. Tidak
seperti sistem eyalet sebelumnya, hukum tahun 1864 ini menetapkan hierarki
satuan administratif: vilayet, liva/sanjak, kaza, dan dewan desa. Hukum Vilayet
tahun 1871 menambahkan nahiye di antara kaza dan desa.
E. EKONOMI
Pemerintahan Utsmaniyah menerapkan kebijakan pengembangan Bursa, Adrianopel, dan Istanbul (semuanya adalah ibu kota Utsmaniyah) menjadi pusat perdagangan dan industri besar karena para pedagang dan pengrajin memainkan peran besar dalam pembentukan metropolis baru. Sampai saat itu, Mehmed dan penggantinya, Bayezid, juga mendorong dan menerima migrasi kaum Yahudi dari berbagai daerah di Eropa. Mereka menetap di Istanbul dan kota-kota pelabuhan seperti Salonica. Di sejumlah tempat di Eropa, kaum Yahudi ditindas oleh penduduk Kristen. Toleransi yang dimiliki bangsa Turk disambut hangat oleh para imigran.
Koin perunggu yang menampilkan Sultan Mehmed sang Penakluk, 1481.
Dasar ekonomi Utsmaniyah
sangat terkait dengan konsep dasar negara dan masyarakat Timur Tengah. Tujuan
utama negara waktu itu adalah memperkuat dan memperluas kekuasaan pemimpin.
Cara untuk meraihnya adalah mendapatkan sumber pendapatan yang banyak dengan
menyejahterakan kelas pekerja. Tujuan utamanya adalah meningkatkan pendapatan
negara tanpa mengacaukan kemakmuran rakyatnya demi mencegah kerusuhan dan
melindungi tatanan masyarakat tradisional.
Susunan badan keuangan dan
bendahara berkembang lebih baik di Kesultanan Utsmaniyah ketimbang pemerintahan
Islam lainnya. Pada abad ke-17, organisasi keuangan Utsmaniyah merupakan yang
paling maju dibandingkan organisasi keuangan lainnya saat itu. Organisasi ini
mengembangkan birokrasi juru tulis (dikenal dengan sebutan "men of the
pen") sebagai kelompok terpisah yang separuhnya diisi ulama yang sangat berpengalaman.
Kelompok tersebut kemudian berkembang menjadi lembaga profesional. Keefektifan
lembaga keuangan profesional berada di balik kesuksesan para negarawan besar
Utsmaniyah.
Ottoman Bank didirikan tahun 1856 di Istanbul. Pada Agustus 1896, bank ini diakuisisi oleh para anggota Federasi Revolusi Armenia.
Struktur ekonomi kesultanan
ditentukan oleh struktur geopolitiknya. Kesultanan Utsmaniyah berada di antara
dunia Barat dan Timur, sehingga menghalangi rute darat ke timur dan memaksa
penjelajah Spanyol dan Portugal untuk berlayar mencari rute baru ke timur.
Kesultanan mengendalikan rute rempah yang dulu digunakan Marco Polo. Ketika
Vasco da Gama menelikung rute Utsmaniyah dan membuat rute dagang langsung ke
India tahun 1498, dan Christopher Columbus berlayar ke Bahama tahun 1492,
Kesultanan Utsmaniyah berada pada puncak kejayaannya.
Studi Utsmaniyah modern
berpendapat bahwa perubahan hubungan antara Turki Utsmaniyah dan Eropa Tengah
tercipta oleh pembukaan rute laut yang baru. Sejarawan bisa saja menganggap
penurunan lalu lintas darat ke timur setelah Eropa Barat membuka rute laut yang
menjauhi Timur Tengah dan Mediterania paralel terhadap kemunduran Kesultanan
Utsmaniyah itu sendiri. Perjanjian Inggris-Utsmaniyah, disebut juga Perjanjian
Balta Liman, yang membuka pasar Utsmaniyah ke para pesaingnya di Inggris dan
Prancis dapat dipandang sebagai salah satu tantangan perkembangan ekonomi Utsmaniyah.
Dengan mengembangkan pusat
dan rute perdagangan, mendorong rakyat memperluas lahan pertanian di negara
itu, dan mendorong perdagangan internasional melalui jajahannya, pemerintah
berhasil melaksanakan fungsi ekonomi dasar di seluruh Kesultanan Utsmaniyah.
Meski begitu, kepentingan keuangan dan politik negara lebih dominan. Dalam
sistem sosial dan politik yang mereka jalankan, para pejabat Utsmaniyah tidak
paham atau tidak sadar dengan tuntutan dinamika dan prinsip ekonomi kapitalis
dan merkantil yang saat itu sedang berkembang di Eropa Barat.
F. DEMOGRAFI
Populasi Kesultanan
Utsmaniyah diperkirakan berjumlah 11.692.480 jiwa pada 1520–1535. Angka ini
diperoleh dengan menghitung jumlah keluarga di catatan sumbangan Utsmaniyah,
lalu dikali 5. Atas alasan yang belum jelas, jumlah penduduk abad ke-18 lebih
sedikit ketimbang abad ke-16. Perkiraan 7.230.660 jiwa untuk sensus pertama
tahun 1831 dianggap terlalu sedikit karena sensus ini bertujuan menghitung
potensi wajib militer.
Pemandangan Istanbul Lama dan Jembatan Galata di Tanjung Emas, ca. 1880–1893.
Sensus di teritori Utsmaniyah
baru dimulai pada awal abad ke-19. Hasil sensus dari tahun 1831 sampai
seterusnya tersedia resmi, tetapi sensusnya tidak mencakup seluruh penduduk.
Misal, sensus 1831 hanya menghitung pria dan tidak meliputi seluruh wilayah
kesultanan. Untuk periode-periode sebelumnya, perkiraan ukuran dan persebaran
penduduk didasarkan pada pola demografi yang teramati.
Jumlah penduduknya mulai naik
hingga 25–32 juta jiwa pada 1800. 10 juta di antaranya di provinsi-provinsi
Eropa (kebanyakan di Balkan), 11 juta di provinsi Asiatik, dan 3 juta di
provinsi Afrika. Kepadatan penduduk tertinggi ada di provinsi Eropa, dua kali
lipatnya Anatolia, tiga kali lipatnya Irak dan Suriah, dan lima kali lipatnya
Arabia.
Menjelang pembubaran
kesultanan, angka harapan hidup mencapai 49 tahun, lebih tinggi dibandingkan 20
tahunan di Serbia pada awal abad ke-19. Wabah penyakit dan kelaparan
mengakibatkan gangguan besar dan perubahan demografi. Pada tahun 1785, sekitar
seperenam penduduk Mesir meninggal akibat wabah dan penduduk Aleppo berkurang 20%
pada abad ke-18. Enam kelaparan melanda Mesir antara 1687 dan 1731 dan
kelaparan terakhir melanda Anatolia empat dasawarsa kemudian.
Pemandangan Galata (Karaköy) dan Jembatan Galata di Tanjung Emas, ca. 1880–1893.
Kebangkitan kota-kota
pelabuhan memunculkan pengelompokan penduduk yang didorong oleh pengembangan
kapal uap dan kereta api. Urbanisasi meningkat dan kota-kota besar maupun kecil
tumbuh pada 1700–1922. Perbaikan kesehatan dan sanitasi membuat kota-kota
tersebut menarik perhatian para pendatang untuk menetap dan bekerja. Kota-kota
pelabuhan seperti Salonica di Yunani mengalami peningkatan populasi dari 55.000
jiwa tahun 1800 menjadi 160.000 pada tahun 1912. Populasi Izmir tumbuh dari
150.000 jiwa tahun 1800 menjadi 300.000 pada tahun 1914. Beberapa daerah
mengalami penurunan populasi, seperti Beograd yang jumlah penduduknya turun
dari 25.000 jiwa menjadi 8.000 jiwa dikarenakan perselisihan politik.
Migrasi ekonomi dan politik
memberi pengaruh besar bagi seluruh kesultanan. Contohnya, aneksasi Krimea dan
Balkan secara berturut-turut oleh Rusia dan Austria-Habsburg mengakibatkan
migrasi pengungsi Muslim dalam jumlah besar. 200.000 penduduk Tatar Krimea
mengungsi ke Dobruja. Antara 1783 dan 1913, sekira 5–7 juta pengungsi
membanjiri Kesultanan Utsmaniyah, 3,8 juta di antaranya berasal dari Rusia.
Beberapa migrasi meninggalkan tanda yang bertahan lama, seperti ketegangan
politik antara wilayah-wilayah kesultanan. Dampak memusat terlihat di daerah
lain, seperti demografi sederhana yang muncul dari keragaman penduduk. Ekonomi
juga terpukul akibat berkurangnya pengrajin, pedagang, produsen, dan petani.
Sejak abad ke-19, penduduk Muslim secara besar-besaran eksodus ke Turki modern
dari Balkan. Mereka disebut Muhacir sesuai definisi umum. Ketika Kesultanan
Utsmaniyah berakhir tahun 1922, separuh penduduk kota Turki adalah keturunan
pengungsi Muslim dari Rusia.
1. BAHASA
Bahasa Turki Utsmaniyah
adalah bahasa resmi kesultanan. Ini adalah bahasa Turk yang sangat dipengaruhi
bahasa Persia dan Arab. Kesultanan Utsmaniyah memiliki beberapa bahasa
berpenaruh: Turki, dituturkan oleh mayoritas penduduk Anatolia dan mayoritas
Muslim Balkan selain di Albania dan Bosnia; Persia, hanya dituturkan warga
berpendidikan; Arab, banyak dituturkan di Arabia, Afrika Utara, Irak, Kuwait,
Levant, dan sebagian Tanduk Afrika; dan Somali di seluruh Tanduk Afrika. Dalam
dua abad terakhir, pemakaian bahasa-bahasa tersebut bersifat terbatas dan
spesifik. Bahasa Persia, misalnya, cenderung digunakan sebagai bahasa buku
untuk warga berpendidikan, sedangkan bahasa Arab dipakai untuk ibadah.
Bahasa Turki, dengan variasi
Utsmaniyah, merupakan bahasa militer dan pemerintahan sejak awal pendirian
Kesultanan Utsmaniyah. Konstitusi Utsmaniyah 1876 menetapkan status bahasa
Turki sebagai bahasa resmi kesultanan.
Dikarenakan tingkat melek
huruf yang rendah (sekitar 2–3% sampai awal abad ke-19 dan 15% pada akhir abad
ke-19), rakyat jelata perlu mempekerjakan juru tulis sebagai "penulis
permintaan khusus" (arzuhâlci) supaya bisa berkomunikasi dengan
pemerintah. Sejumlah suku bangsa berbicara dengan keluarganya atau anggota permukimannya
(mahalle) menggunakan bahasanya sendiri (Yahudi, Yunani, Armenia, dll). Di
desa-desa tempat dua orang atau lebih tinggal bersama, penduduknya berbicara
menggunakan bahasa lawan bicaranya. Di kota kosmopolitan, orang-orang cenderung
menuturkan bahasa keluarganya dan banyak warga non-Turk yang menuturkan bahasa
Turki sebagai bahasa kedua.
2. AGAMA
Dalam sistem Kesultanan
Utsmaniyah, walaupun ada kekuasaan hegemon Muslim atas penduduk non-Muslim,
komunitas non-Muslim mendapat pengakuan dan perlindungan negara sesuai tradisi
Islam
Sampai paruh kedua abad
ke-15, penduduk kesultanan ini didominasi penganut Kristen dan dipimpin
minoritas Muslim. Pada akhir abad ke-19, populasi non-Muslim mulai berkurang
drastis, bukan karena kehilangan wilayah saja, tetapi juga perpindahan
penduduk. Persentase Muslim naik menjadi 60% pada 1820-an, lalu perlahan naik
ke 69% pada 1870-an, dan 76% pada 1890-an. Per 1914, hanya 19,1% penduduk
kesultanan yang beragama non-Islam. Kebanyakan di antaranya adalah Kristen
Yunani, Assyria, Armenia, dan Yahudi.
·
ISLAM
Suku-suku Turk mempraktikkan
macam-macam bentuk shamanisme sebelum memeluk Islam. Pengaruh Abbasiyah di Asia
Tengah diperkuat oleh suatu proses yang sangat dipengaruhi kemenangan Abbasiyah
pada Pertempuran Talas melawan Dinasti Tang Cina tahun 751. Setelah pertempuran
ini, banyak suku Turk—termasuk Turk Oghuz, leluhur Seljuk dan Utsmani—perlahan
memeluk Islam dan menyebarkannya ke Anatolia pada abad ke-11.
Tulisan kaligrafi di ubin fritware mencantumkan nama Allah, Muhammad, dan khalifah-khalifah pertama. c. 1727, Islamic Middle East Gallery, Victoria & Albert Museum.
Sekte-sekte Muslim yang
dianggap sesat, seperti Druze, Ismaili dan Alawi, ditempatkan di bawah penganut
Yahudi dan Kristen. Pada tahun 1514, Sultan Selim I, yang dijuluki
"Pencabut Nyawa" karena kekejamannya, memerintahkan pembantaian
40.000 Alevi Anatolia (Qizilbash) yang ia anggap sesat. Ia kabarnya berkata bahwa
"membunuh seorang Alevi pahalanya setara dengan membunuh 70 orang
Kristen."
·
KRISTEN DAN YUDAISME
Di Kesultanan Utsmaniyah,
sesuai sistem zimmi Islam, umat Kristen diberi kebebasan terbatas (seperti hak
beribadah), namun diperlakukan seperti warga kelas dua. Umat Kristen dan Yahudi
tidak dianggap setara dengan Muslim. Kesaksian melawan terdakwa Muslim oleh
seorang Kristen dan Yahudi tidak dianggap sah di pengadilan. Mereka dilarang
membawa senjata atau menunggangi kuda, rumah mereka tidak boleh menghadap rumah
Muslim, dan praktik ibadahnya harus berbeda dengan praktik ibadah Islam Selain
itu masih banyak batasan-batasan legal lainnya.
Mehmed II dan Patriark Gennadius II
Dalam sistem yang umum dikenal dengan nama devşirme, sejumlah putra Kristen, kebanyakan dari Balkan dan Anatolia, secara rutin diharuskan mengikuti wajib militer sebelum dewasa, lalu dibesarkan sebagai seorang Muslim.
Di bawah sistem millet, warga
non-Muslim wajib mematuhi hukum kesultanan, namun tidak wajib mematuhi hukum
Islam. Millet Ortodoks secara hukum masih resmi patuh kepada Kode Justinian,
hukum yang berlaku di Kekaisaran Romawi Timur selama 900 tahun. Selain itu,
sebagai kelompok non-Muslim terbesar (atau zimmi) di negara Utsmaniyah Islam,
millet Ortodoks mendapatkan hak-hak istimewa di bidang politik dan perdagangan
serta diwajibkan membayar pajak yang lebih tinggi daripada Muslim.
Millet serupa ditetapkan
untuk komunitas Yahudi Utsmaniyah yang berada di bawah kewenangan Haham Başı
atau kepala rabbi Utsmaniyah; komunitas Ortodoks Armenia yang berada di bawah
kewenangan kepala uskup; dan berbagai komunitas agama lainnya. Sistem millet
dalam hukum Islam diakui luas sebagai contoh awal pluralisme agama pra-modern.
G. BUDAYA
Kesultanan Utsmaniyah menyerap sejumlah tradisi, seni, dan institusi budaya di daerah-daerah yang mereka taklukkan, lalu menambahkan dimensi baru ke dalamnya. Berbagai tradisi dan kebudayaan imperium sebelumnya (dalam bidang arsitektur, masakan, musik, hiburan, dan pemerintahan) diadopsi oleh bangsa Turk Utsmaniyah. Bangsa Turk kemudian mengubahnya ke bentuk-bentuk baru dan menciptakan identitas budaya Utsmaniyah yang baru dan sangat berbeda. Pernikahan antarbudaya juga berperan dalam menciptakan budaya elit Utsmaniyah. Jika dibandingkan dengan budaya rakyat Turki, pengaruh budaya baru dalam membentuk budaya elit Utsmaniyah sangat jelas terlihat.
Masjid Pasar Yeni
dari Eminönü, Konstantinopel, sekitar tahun 1895
Perbudakan adalah bagian dari
masyarakat Utsmaniyah. Budak wanita masih dijual di kesultanan sampai tahun
1908. Selama abad ke-19, kesultanan didesak negara-negara Eropa untuk
menghapuskan praktik perbudakan. Para sultan pun mengembangkan kebijakan yang
bertujuan menghambat perdagangan budak, tetapi karena perbudakan mendapat
dukungan dan sanksi agama selama berabad-abad, kebijakan tersebut tidak pernah
menghapus perbudakan secara langsung.
Wabah masih menjadi momok
menakutkan bagi masyarakat Utsmaniyah sampai kuartal kedua abad ke-19. Antara
1701 dan 1750, 37 epidemi besar dan kecil tercatat di Istanbul. Antara 1751 dan
1801, terjadi 31 epidemi di kota yang sama.
1. SASTRA
Dua aliran utama sastra tulis
Utsmaniyah adalah syair dan prosa. Syair sejauh ini merupakan aliran dominan.
Sampai abad ke-19, prosa Utsmaniyah tidak mengandung fiksi. Tidak ada karya
yang sebanding dengan roman, cerita pendek, atau novel Eropa. Genre yang serupa
memang ada, namun dalam bentuk sastra rakyat Turki dan syair Divan.
Ahmet Nedîm Efendi, salah satu penyair Utsmaniyah ternama
Syair Divan adalah bentuk
seni yang sangat diritualkan dan simbolis. Dari syair Persia yang
menginspirasinya, syair Divan mewarisi banyak simbol yang makna dan
keterkaitannya—baik persamaan (مراعات نظير mura'ât-i nazîr / تناسب tenâsüb)
maupun perbedaannya (تضاد tezâd) dijelaskan secara gamblang atau sederhana.
Syair Divan disusun melalui pencampuran konstan beberapa gambar di dalam
kerangka kerja metrik yang ketat, sehingga muncul banyak kemungkinan makna.
Kebanyakan syair Divan berbentuk lirik, baik gazel (membentuk bagian terbesar
dari repertoar tradisi ini) maupun kasîdes. Ada pula genre-genre umum lainnya,
salah satunya adalah mesnevî, sejenis roman baris dan berbagai macam puisi
narasi. Dua contoh mesnevî yang terkenal adalah Leyli dan Majnun karya Fuzûlî
dan Hüsn ü Aşk karya Şeyh Gâlib.
Sampai abad ke-19, Prosa
Utsmaniyah tidak berkembang sampai sejauh syair Divan kontemporer. Salah satu
alasan utamanya adalah banyak prosa yang harus mematuhi aturan sec (سجع, juga
ditransliterasikan menjadi seci), atau prosa berima, jenis penulisan yang
diturunkan dari saj' Arab yang mensyaratkan adanya rima antara setiap kata
sifat dan kata benda dalam suatu rangkaian kata, seperti kalimat. Karena itu,
muncullah sebuah tradisi prosa dalam sastra waktu itu meski sifatnya non-fiksi.
Contoh pengecualiannya adalah Muhayyelât karya Giritli Ali Aziz Efendi,
kumpulan cerita fantastis yang ditulis tahun 1796 dan baru diterbitkan tahun
1867.
Dikarenakan hubungan historis
yang dekat dengan Prancis, sastra Prancis menajdi bagian dari pengaruh besar
Barat terhadap sastra Utsmaniyah sepanjang paruh akhir abad ke-19. Akibatnya,
banyak aliran di Prancis waktu itu yang juga muncul di Kesultanan Utsmaniyah.
Misalnya, dalam perkembangan tradisi prosa Utsmaniyah, pengaruh Romantisisme
dapat dilihat saat periode Tanzimat, dan pengaruh aliran Realis dan Naturalisme
muncul pada periode selanjutnya. Dalam tradisi syair, pengaruh Simbolis dan
Parnassian lebih mencolok.
Banyak penulis pada period
Tanzimat menulis dalam beberapa genre secara bersamaan. Misalnya, penyair Namık
Kemal menulis novel penting İntibâh ("Kebangkitan") tahun 1876,
sedangkan jurnalis İbrahim Şinasi dikenal karena menulis lakon Turki modern
pertama pada tahun 1860, yaitu komedi satu babak "Şair Evlenmesi"
("Pernikahan sang Penyair"). Lakon sebelumnya, yaitu farse berjudul
"Vakâyi'-i 'Acibe ve Havâdis-i Garibe-yi Kefşger Ahmed"
("Peristiwa Aneh dan Kejadian Mengherankan Ahmed si Tukang Sepatu"),
dibuat pada awal abad ke-19, namun keotentikannya masih diragukan. Dengan
semangat yang sama, novelis Ahmed Midhat Efendi menulis novel-novel penting
untuk setiap aliran besar: Romantisisme (Hasan Mellâh yâhud Sırr İçinde Esrâr,
1873; "Hasan si Pelaut, atau Misteri di Dalam Misteri"), Realisme
(Henüz On Yedi Yaşında, 1881; "Baru Tujuh Belas Tahun"), dan
Naturalisme (Müşâhedât, 1891; "Pengamatan"). Keragaman ini separuhnya
didorong keinginan para penulis Tanzimat yang ingin menyertakan sastra baru
sebanyak mungkin dengan harapan bisa menyumbang revitalisasi struktur sosial
Utsmaniyah.
2. ARSITEKTUR
Arsitektur Utsmaniyah
dipengaruhi oleh arsitektur Persia, Yunani Bizantium, dan Islam. Pada masa
kebangkitan, muncul periode arsitektur Utsmaniyah awal atau pertama dan
kesenian Utsmaniyah sedang dalam tahap pencarian ide-ide baru. Pada masa
perkembangan, muncul periode arsitektur klasik dan kesenian Utsmaniyah sedang
jaya-jayanya. Pada masa kemandekan, arsitektur Utsmaniyah menjauh dari gaya
klasik.
Jembatan Mehmed Paša Sokolović, rampung tahun 1577, dirancang oleh Mimar Sinan, arsitek ternama pada periode klasik arsitektur Utsmaniyah.
Sepanjang Era Tulip,
arsitektur Utsmaniyah dipengaruhi oleh gaya ornamen tinggi Eropa Barat; Barok,
Rococo, Empire, dan gaya-gaya lain saling bercampur. Konsep arsitektur
Utsmaniyah lebih berpusat pada masjid. Masjid adalah bagian tak terpisahkan
dari masyarakat, tata kota, dan kehidupan komunal. Selain masjid, contoh
sempurna arsitektur Utsmaniyah dapat ditemukan di dapur sup, sekolah teologi,
rumah sakit, pemandian Turki, dan pemakaman.
Contoh arsitektur Utsmaniyah
dari periode klasik selain Istanbul dan Edirne juga dapat ditemukan di Mesir,
Eritrea, Tunisia, Algiers, Balkan, dan Rumania. Di sana banyak masjid,
jembatan, air mancur, dan sekolah Utsmaniyah. Seni dekorasi Utsmaniyah
berkembang seiring banyaknya pengaruh dikarenakan keragaman etnik di Kesultanan
Utsmaniyah. Para pengrajin memperkaya Kesultanan Utsmaniyah dengan pengaruh
seni pluralistik, seperti mencampurkan seni Bizantium tradisional dengan
elemen-elemen seni Cina.
3. SENI DEKORASI
Tradisi miniatur Utsmaniyah
yang dilukis untuk mengilustrasikan manuskrip atau dipakai pada album-album
khusus sangat dipengaruhi oleh kesenian Persia. Meski begitu, miniatur
Utsmaniyah juga melibatkan sejumlah elemen tradisi penerangan dan lukisan
Bizantium. Akademi pelukis Yunani, Nakkashane-i-Rum, didirikan di Istana
Topkapi pada abad ke-15. Pada awal abad selanjutnya, akademi Persia bernama
Nakkashane-i-Irani didirikan.
Lukisan karya Levni, awal abad ke-18
Penerangan Utsmaniyah
mencakup seni lukis non-figur atau seni dekorasi gambar di buku atau lembar
muraqqa atau album, berbeda dengan gambar figur miniatur Utsmaniyah. Penerangan,
miniatur (taswir), kaligrafi (hat), kaligrafi Islam, penjilidan buku (cilt),
dan pemarbelan kertas (ebru) adalah bagian dari seni buku Utsmaniyah. Di
Kesultanan Utsmaniyah, manuskrip terang dan berilustrasi dibuat atas perintah
sultan atau pejabat pemerintahan. Di Istana Topkapi, manuskrip-manuskrip
tersebut dibuat oleh para seniman yang bekerja di Nakkashane, pusat seniman
miniatur dan penerangan. Buku-buku keagamaan dan non-keagamaan dapat diterangi.
Lembaran album levha terdiri dari kaligrafi terang (hat) tughra, teks
keagamaan, petikan syair atau peribahasa, dan gambar dekorasi.
Seni pemintalan karpet sangat
berkembang di Kesultanan Utsmaniyah. Karpet memiliki nilai tinggi baik sebagai
perlengkapan dekorasi yang kaya akan simbolisme agama dan lainnya maupun
sebagai pertimbangan praktis, karena penduduk harus melepas sepatu sebelum
memasuki rumah. Pemintalan karpet berawal dari budaya nomaden Asia Tengah
(karpet adalah bentuk perlengkapan yang mudah dibawa), lalu menyebar ke
masyarakat Anatolia yang sudah menetap. Bangsa Turk memakai karpet, permadani,
dan kilim tidak hanya untuk alas ruangan, tetapi juga gantungan di dinding dan
lorong agar berfungsi sebagai insulasi tambahan. Karpet juga sering
disumbangkan ke masjid dan karena itu masjid umumnya punya banyak koleksi
karpet.
·
Miniatur Utsmaniyah
Para pelukis miniatur Utsmaniyah
Miniatur Utsmaniyah atau
miniatur Turki adalah sebuah bentuk seni rupa di Kesultanan Utsmaniyah, yang
dapat dihubungkan dengan tradisi miniatur Persia, serta pengaruh artistik
Tionghoa. Bentuk seni rupa tersebut merupakan sebuah bagian dari seni rupa buku
Utsmaniyah, bersama dengan iluminasi (tezhip), kaligrafi (hat), kertas yang
dimarmerkan (ebru), dan penjilidan buku (cilt). Kata taswir atau nakish
digunakan untuk mendefiniasikan senin rupa lukisan miniatur dalam bahasa Turki
Utsmaniyah. Tempat para seniman bekerja disebut Nakkashanes.
·
Miniatur Persia
Nasihat Pertapa karya Behzad (s. 1500-1550). Seperti halnya naskah beriluminasi dunia Barat, bagian pinggir yang dihias merupakan bagian mendalam dari karya seni tersebut.
Miniatur Persia adalah sebuah
lukisan kecil di atas kertas, yang menjadi sebuah ilustrasi buku atau karya
seni lepas yang disimpan dalam sebuah album yang berisi karya-karya semacam itu
yang disebut muraqqa. Tekniknya sebanding dengan tradisi miniatur Barat dan
Bizantium dalam naskah beriluminasi. Meskipun mirip dengan tradisi lukisan
dinding Persia, penyajian miniatur tersebut memiliki kualitas yang lebih baik,
dan miniatur merupakan bentuk lukisan Persia paling dikenal di dunia Barat, dan
beberapa contoh paling berpengaruhnya disimpan di museum-museum Barat atau
Turki. Lukisan miniatur menjadi genre Persia signifikan pada abad ke-13,
mendapatkan pengaruh Tionghoa setelah penaklukan Mongol, dan tradisi tersebut
mencapai puncaknya pada abad ke-15 dan ke-16. Tradisi tersebut berlanjut, di
bawah beberapa pengaruhBarat, setelah masa tersebut, dan mendapatkan beberapa
pengaruh modern. Miniatur Persia menjadi pengaruh dominan bagi tradisi miniatur
Islam lainnya, terutama miniatur Utsmaniyah di Turki, dan miniatur Mughal di
anak benua India.
Seni rupa Persia di bawah
pengaruh Islam tak pernah secara bulat melarang penggambaran manusia, dan dalam
tradisi miniatur tersebut, penggambaran semacam itu sering kali berjumlah besar
dan merupakan hal utama.
·
SENI PERTUNJUKAN
Musik klasik Utsmaniyah
adalah bagian penting dari pendidikan kaum elit Utsmaniyah. Sejumlah sultan
Utsmaniyah adalah musisi dan komponis besar, seperti Selim III yang
komposisinya masih dimainkan sampai sekarang. Musik klasik Utsmaniyah sebagian
besar berasal dari gabungan musik Bizantium, musik Armenia, musik Arab, dan
musik Persia. Dari komposisinya, musik Utsmaniyah memanfaatkan satuan ritme
bernama usul, agak mirip dengan meter di musik Barat, dan satuan melodi bernama
makam, mirip-mirip dengan mode musik Barat.
Lakon bayangan
Karagöz dan Hacivat tersebar di seluruh Kesultanan Utsmaniyah
Instrumen yang dipakai adalah
campuran instrumen Anatolia dan Asia Tengah (saz, bağlama, kemence), instrumen
Timur Tengah lainnya (ud, tanbur, kanun, ney), dan instrumen Barat (biola dan
piano). Instrumen Barat baru disertakan terakhir. Karena perbedaan geografis
dan budaya antara ibu kota dan daerah lainnya, dua gaya musik yang sangat
berbeda pun muncul di Kesultanan Utsmaniyah, yaitu musik klasik Utsmaniyah dan
musik rakyat. Di provinsi-provinsinya, berbagai macam musik rakyat terbentuk.
Wilayah yang gaya musiknya paling dominan adalah: Türküs Balkan-Trakia, Türküs
Timur Laut (Laz), Türküs Aegea, Türküs Anatolia Tengah, Türküs Anatolia Timur,
dan Türküs Kaukasus. Beberapa gaya musiknya adalah: musik Yanisari, musik Roma,
tari perut, dan musik rakyat Turki.
Miniatur dari "Surname-i Vehbi" menunjukkan Mehteran, band musik Yanisari.
Lakon bayangan tradisional
bernama Karagöz dan Hacivat tersebar ke seluruh Kesultanan Utsmaniyah dan
menampilkan tokoh-tokoh yang mewakili semua etnik dan kelompok sosial besar
dalam budaya tersebut. Lakon ini dipentaskan oleh seorang pewayang yang juga
mengisi suara semua tokoh dan diiringi tamborin (def). Asal usulnya tidak
jelas, mungkin dari tradisi Mesir atau Asia.
·
MASAKAN
Masakan Utsmaniyah adalah
masakan Kekaisaran Utsmaniyah dan penerusnya di Anatolia, Balkan dan Timur
Tengah. Masakan ini memengaruhi masakan-masakan seperti masakan Turki, masakan
Armenia, masakan Siprus, masakan Balkan dan masakan Timur Tengah.
Kepentingan makanan juga penting
dalam struktur militer Utsmaniyah, yaitu Janisari. Pusat dari masakan ini
berada di kota Istanbul.
Wanita Turki
memanggang roti, 1790
Masakan Utsmaniyah mengacu
pada masakan ibu kota Istanbul dan ibu kota regional, tempat percampuran budaya
menghasilkan maskaan bersama yang dinikmati seluruh penduduk. Masakan yang
beragam ini disiapkan di dapur Istana Kesultanan oleh koki yang dibawa dari
berbagai daerah kesultanan untuk menciptakan dan bereksperimen dengan bermacam
bahan.
Hasil racikan dapur Istana
Utsmaniyah disaring ke masyarakat, misalnya ketika Ramadan atau proses masak di
Yalı para Pasya resepnya menyebar sendiri dari sana ke masyarakat. Hari ini,
masakan Utsmaniyah masih ada di Turki, Balkan, dan Timur Tengah. Ini adalah
"warisan bersama berupa sesuatu yang dulunya merupakan gaya hidup
Utsmaniyah, dan masakan-masakan mereka adalah bukti kuat fakta ini".
Biasanya masakan hebat
manapun di dunia tercipta dari variasi lokal dan pertukaran dan pengayaan
bersama yang terjadi di dalamnya, namun pada saat yang sama terhomogenisasi dan
terharmonisasi oleh tradisi perbaikan citarasa metropolitan.
·
SAINS DAN TEKNOLOGI
Sains dan teknologi di
kesultanan Utsmaniyah, selama 600 tahun pemerintahannya, cukup mengalami
kemajuan yang signifikan khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi,
seperti dalam bidang matematika, astronomi dan kedokteran.
Perunggu Dardanelles
Gun dari tahun 1464
Zaman Keemasan Islam secara
tradisional diyakini telah berakhir pada abad ke-14 tapi masih berlanjut hingga
abad ke-15 dan abad ke-16 dan penelitian baru-baru ini menunjukkan bahwa
berbagai aktivitas penelitian ilmiah berlanjut di sebelah barat Kekaisaran
Ottoman dan di Persia dan di Kekaisaran Mughal India, sebelah timur.
Sepanjang sejarah Kesultanan
Utsmaniyah, masyarakatnya berusaha membangun perpustakaan besar yang dilengkapi
buku terjemahan dari peradaban lain dan manuskrip asli. Sebagian besar
permintaan manuskrip lokal dan asing muncul pada abad ke-15. Sultan Mehmet II
memerintahkan Georgios Amirutzes, seorang cendekiawan Yunani dari Trabzon,
untuk menerjemahkan dan menyebarkan buku geografi Ptolomeus ke lembaga-lembaga
pendidikan Utsmaniyah. Contoh lainnya adalah Ali Qushji, astronom,
matematikawan, dan fisikawan dari Samarkand, yang menjadi profesor di dua
madrasah dan berhasil memengaruhi pemerintah Utsmaniyah melalui
tulisan-tulisannya dan aktivitas muridnya. Ia hanya menghabiskan dua atau tiga
tahun di Kesultanan Utsmaniyah sebelum meninggal dunia di Istanbul.
Observatorium Taqi
al-Din Istanbul pada tahun 1577
Taqi al-Din membangun
Observatorium Taqi al-Din Istanbul pada tahun 1577. Ia melakukan pengamatan
astronomi di sana sampai 1580. Ia menghitung eksentrisitas orbit Matahari dan
pergerakan tahunan apogeo. Observatoriumnya diruntuhkan tahun 1580 karena
bangkitnya faksi ulama yang menentang atau setidaknya tidak acuh terhadap
sains.
Pada tahun 1660, cendekiawan
Utsmaniyah Ibrahim Efendi al-Zigetvari Tezkireci menerjemahkan karya astronomi
Noël Duret yang ditulis tahun 1637 ke bahasa Arab.
Şerafeddin Sabuncuoğlu adalah
penulis atlas bedah pertama dan ensiklopedia kedokteran besar terakhir dari
dunia Islam. Meski sebagian besar karyanya didasarkan pada Al-Tasrif karya Abu
al-Qasim al-Zahrawi, Sabuncuoğlu memperkenalkan banyak inovasinya sendiri.
Dokter bedah wanita diilustrasikan untuk pertama kalinya.
Contoh jam yang mengukur
waktu dalam hitungan menit dibuat oleh seorang pengrajin jam Utsmaniyah, Meshur
Sheyh Dede, pada tahun 1702.
a. PENDIDIKAN
1)
KEMAJUAN
MADRASAH
Lembaga pendidikan Madrasah,
yang pertama kali berasal pada periode Seljuk, dan mencapai titik tertingginya
selama pemerintahan Ottoman.
2)
PENDIDIKAN
TEKNIK
Istanbul Technical University
atau Universitas Teknik Istanbul mulai dibangun pada tahun 1773 dan didirikan
oleh Sultan Mustafa III sebagai Sekolah Insinyur Angkatan Laut Imperial (nama
asli: Mühendishane-i Bahr-i Humayun), dan pada awalnya didedikasikan untuk
pelatihan pembangun kapal dan kartografer. Pada 1795 ruangan kampus tersebut
diperluas untuk melatih staf militer teknis untuk memodernisasi para tentara
Ottoman agar sesuai dengan standar Eropa. Pada tahun 1845 departemen teknik di
kampus tersebut dikembangkan lebih lanjut dengan penambahan program belajar,
yakni pelatihan arsitek. Bangunan dan nama sekolah dimekarkan kembali dan
diubah lagi pada tahun 1883, dan tahun 1909, ITU tersebut menjadi sekolah
teknik umum yang ditujukan untuk melatih insinyur sipil, guna menciptakan
infrastruktur baru demi mengembangkan kekaisaran Ottoman.
b. SAINS
1)
ASTRONOMI
Dalam bukunya Concerning the
Supposed Dependence of Astronomy upon Philosophy (Tuntutan Ketergantungan
Astronomi terhadap Filsafat, Ali Kuşçu (1403-1474) menolak konsep fisika
Aristoteles dan dia benar-benar memisahkan filsafat alam dari astronomi Islam,
anggapannya bahwa astronomi adalah murni empiris dan matematika adalah sains.
Hal ini diungkapkannya untuk menjelaskan secara alternatif atas gagasan
Aristoteles tentang perputaran Bumi, saat dia meneliti gagasan tentang bahwa
Bumi itu yang bergerak. Dia menemukan bukti empiris untuk rotasi Bumi melalui
pengamatannya terhadap komet dan menyimpulkan atas dasar bukti empirisisme
bukan filsafat yang lebih bersifat spekulatif. Kuşçu juga mengkoreksi gagasan
Nasīr al-Dīn al-Tūsī tentang planet dan mempresentasikan gagasan planet
alternatif untuk menjelaskan planet Merkurius.
Setelah penghancuran
Observatorium Istanbul Taqi al-Din pada tahun 1580, aktivitas astronomis
mengalami stagnasi di Kekaisaran Ottoman, sampai diperkenalkannya
Heliocentrisme Copernicus pada tahun 1660, ketika ilmuwan Ottoman bernama
Ibrahim Efendi al-Zigetvari Tezkireci menerjemahkan buku Astonomi berbahasa
Prancis karya Noël Duret (ditulis tahun 1637) ke dalam bahasa Arab.
2)
GEOGRAFI
Peta Piri Reis.
Peta Piri Reis ditemukan pada
tahun 1929 di Istana Topkapi, Istanbul, Turki, yang saat ini telah diubah
menjadi museum. Temuan ini merupakan sebuah peta yang digambar di kulit kijang,
yang didalamnya memuat dena pantai barat Afrika dan pantai timur Amerika
Selatan yang sangat terperinci. Peta tersebut diperkirakan telah diambil pada
tahun 1513 oleh Piri Reis, seorang laksamana terkenal dari armada Turki. Peta
Piri Reis adalah salah satu peta peta dunia paling awal yang menggambarkan
lokasi Benua Amerika.
3)
PENGOBATAN
Şerafeddin Sabuncuoğlu adalah
penulis Cerrahiyyuu'l-Haniyye (Bedah Imperial), yang pertama kali menulis
gambar bedah dalam bentuk gambar, dan Mücerrebname (On Attemption).
Cerrahiyyetu'l-Haniyye (Bedah Imperial) itu adalah gambar bedah pertama dan
sekaligus terakhir, dalam ensiklopedi dunia kedokteran Islam pada Abad
Pertengahan. Meskipun karyanya sebagian besar didasarkan pada Abu al-Qasim
al-Zahrawi Al-Tasrif, Sabuncuoğlu memperkenalkan banyak inovasi untuk dirinya
sendiri. Ahli bedah wanita juga diilustrasikan untuk pertama kalinya di
Cerrahiyyetu'l-Haniyye.
c. MILITER
Korps kekaisaran
Ottoman Janissary menggunakan musket matchlock sejak tahun 1440an. Dalam lukisan
ini, mereka digambarkan sedang bertempur dengan Knights Hospitaller tahun 1522.
Korps Yanisari yang terkenal
dari tentara kekaisaran Ottoman, telah menggunakan musket matchlock pada awal
tahun 1440an. Marching band dan band militer, keduanya berasal dari band
militer Ottoman, yang digagas oleh Yanisari sejak abad ke-16.
H. PEMISAHAN KEKAISARAN
UTSMANIYAH
Pemisahan Utsmaniyah
berdasarkan Persetujuan Sevres
Pembagian Kesultanan
Utsmaniyah (Gencatan Senjata Mudros, 30 Oktober 1918 – Pembubaran Kesultanan
Utsmaniyah, 1 November 1922) adalah peristiwa politik yang terjadi setelah
Perang Dunia I dan pendudukan Konstantinopel oleh pasukan Inggris, Prancis, dan
Italia pada November 1918. Pemisahan direncanakan dalam beberapa perjanjian
yang dibuat oleh Sekutu pada awal Perang Dunia I, terutama Perjanjian
Sykes-Picot. Ketika perang dunia pecah, Kesultanan Utsmaniyah mencari
perlindungan tetapi ditolak oleh Inggris, Prancis, dan Rusia, dan akhirnya
membentuk Aliansi Utsmaniyah-Jerman. Keretakan wilayah dan masyarakat tingkat
tinggi awalnya terjadi ketika Kekaisaran Ottoman dibagi menjadi beberapa negara
bagian baru. Kekaisaran Ottoman telah menjadi negara Islam besar dalam hal
geopolitik, budaya, dan ideologi. Pemisahan Kesultanan Utsmaniyah menyebabkan
kebangkitan Timur Tengah atas kekuatan Barat seperti Inggris dan Prancis dan
menyebabkan terciptanya dunia Arab modern dan Republik Turki. Pemberontakan
terhadap pengaruh kekuatan ini datang dari gerakan nasional Turki meskipun hal
ini tidak meluas di negara-negara pasca-Ottoman hingga setelah Perang Dunia II.
I. LAMBANG KESULTANAN
UTSMANIYAH
Setiap sultan Utsmaniyah
mempunyai monogram sendiri-sendiri yang dipanggil tughra yang berfungsi sebagai
lambang negara. Lambang negara modern diinspirasi oleh lambang negara milik
negara Eropa seperti Lambang Britania Raya yang diciptakan pada abad ke-19.
Bentuk terakhir lambang Kesultanan Utsmaniyah disetujui oleh Sultan Abdul Hamid
II pada 17 April 1882. Juga termasuk dua bendera: bendera Anatolia dan
eyalet-eyalet Asia lainnya yang mempunyai sebuah bulan sabit dan bintang dengan
warna dasar merah dan bendera Rumelia yang mempunyai tiga buah bulan sabit
dengan warna dasar hijau.
Sebagian elemen grafik
lambang Utsmani seperti bujur di tengahnya serta bulan sabit terbaliknya dan
bintang adalah diedit semula di dalam lambang negara Republik Turki yang ada
sekarang.
1. DESAIN
Lambang Utsmaniyah
memperlihatkan cartouche yang terhias dan ditandai oleh tughra Sultan Abdul
Hamid II. Cartouche juga diapit oleh berbagai elemen termasuk dua bendera:
bendera Eyalet Anatolia dan eyalet Asia lainnya dengan bulan sabit dan bintang,
kemudian bendera hijau Eyalet Rumelia dihalangi oleh sebuah cornucopia. Dibalik
bendera-bendera itu adalah berbagai senjata termasuk tombak. Tidak ada gambar
binatang di lambang Utsmaniyah karena mengikuti peraturan Islami untuk tidak
menggambar binatang.
Lima medali tergantung di
bawah lambang tersebut:
-
Tulisan pertama
di dalam bahasa Arab "Abdul Hamid anak Abdul Majid, selalu menang": عبد
الحميد بن عبد المجيد مظفر دائماً (Abdul Hamīd bin Abdul Majīd muẓaffar dāʾimā).
-
Tulisan kedua di
bulan sabit yang besar dalam Bahasa Turki Utsmaniyah: المستند بالتوفيقات الربانية
ملك الدولة العثمانية "el-Müstenidü bi't-Tevfîkâti’r-Rabbâniyye
ed-Devletü’l-Aliyyeti’l-Osmâniyye" atau "al-Mustanidu
bi't-Tawfiqāti'r-Rabbānīyah ad-Dawlatu'l-Alīyati'l-Utsmāniyah" yang
berarti "Negara Utsmaniyah bergantung pada bimbingan dan bantuan Yang Maha
Kuasa".
2. SIMBOL
Berikut adalah arti dari
simbol-simbol dari lambang Utsmaniyah:
-
Bendera hijau di
sebelah kiri: Rumelia Eyalet
-
Bendera merah di
sebelah kanan: Elayet Anatolia dan elayet-elayet Asia.
-
Sosok elips di
tengah dan sorban di atasnya melambangkan dinasti Utsmani sebagai pemimpin atau
khalifah seluruh umat Islam di Dunia.
-
Bunga di sebelah
kiri melambangkan Toleransi Utsmaniyah.
-
Keseimbangan
timbangan di sebelah kiri melambangkan keadilan Utsmani. Kitab-kitab di sebelah
kiri di bawah timbangan adalah Quran dan kitab ahkam, melambangkan negara
Islam.
-
Senjata di kiri
dan kanan melambangkan Tentara Utsmaniyah.
-
Matahari
melambangkan kebesaran negara Ottoman Medali hijau di Matahari dengan stempel
sultan (Tughra) di dalamnya melambangkan dinasti Utsmaniyah yang agung.
-
Bulan sabit hijau
di bawah stempel sultan (Tughra) melambangkan bahwa negara Utsmaniyah adalah
penjaga seluruh umat Islam Dunia.
-
Mendali-mendali
yang digantung melambangkan akar Negara Utsmaniyah dan budaya Turki.
J. DAFTAR SULTAN TURKI
UTSMANIYYAH
Para sultan Wangsa Utsmaniyah
menguasai wilayah kekuasaan transkontinental yang sangat luas mulai dari tahun
1299 hingga 1922. Pada puncak kejayaannya, Kesultanan Utsmaniyah berkuasa mulai
dari Hongaria hingga ke bagian utara Somalia di sebelah selatan, dan dari
Aljazair di sebelah barat hingga Irak di sebelah timur. Ibu kotanya mula-mula
adalah Bursa di Anatolia, kemudian dipindahkan ke Edirne pada tahun 1366 dan ke
Konstantinopel atau Istanbul pada tahun 1453 setelah kejatuhan Konstantinopel
yang merupakan ibu kota Kekaisaran Romawi Timur. Pada tahun 1617, hukum
pergantian keturunan dalam kesultanan ini diubah dari "siapa yang kuat
akan menang" menjadi suatu sistem yang didasarkan atas tingkat senioritas
agnatik (ekberiyet), yaitu tahta akan diteruskan oleh laki-laki tertua dalam
keluarga. Ini menyebabkan sejak abad ke-17 sultan yang meninggal jarang
digantikan oleh putranya, tetapi biasanya oleh seorang paman atau saudara
laki-laki. Sistem "senioritas agnatik" (agnatic seniority)
dipertahankan sampai pembubaran kesultanan, meskipun pada abad ke-19 ada usaha
yang gagal untuk mengganti dengan sistem "primogeniture" (keturunan
tertua).
1. STATUS
Kesultanan Utsmaniyah adalah
monarki mutlak pada hampir sepanjang sejarahnya. Pemimpin Utsmaniyah berada di
puncak hierarki dan berperan sebagai pemimpin politik, militer, kehakiman,
sosial, dan keagamaan, dan itu tercermin dalam berbagai gelar yang
disandangnya. Secara teori, pemimpin Utsmaniyah hanya bertanggung jawab kepada
Allah dan syariat-Nya yang mana dia adalah pelaksana dari syariat tersebut.
Meski pemimpin Utsmaniyah
secara teori adalah pemimpin absolut, pada kenyataannya, pengaruhnya terbatas
pada beberapa hal. Keputusannya sangat dipengaruhi oleh anggota penting
dinasti, para pejabat, pihak militer, dan pemuka agama. Mulai akhir abad keenam
belas, sebagian besar kewenangan pemimpin Utsmaniyah dalam pemerintahan mulai
dialihkan kepada wazir agung (setara perdana menteri). Para wanita dalam harem
istana, biasanya ibu suri (valide sultan) atau permaisuri (haseki sultan) juga
menjadi salah satu pihak paling berpengaruh dalam memandu kebijakan pemimpin
Utsmaniyah. Pada masa yang disebut sebagai Kesultanan Wanita, para wanita harem
bahkan memiliki pengaruh sangat besar dalam pemerintahan dan menjadi penguasa
dari balik tirai.
2. GELAR
Para pemimpin Utsmaniyah
menyandang berbagai gelar yang tiap-tiap gelar memiliki makna tersendiri.
Beberapa gelar tersebut antara lain 'sultan', 'khan', 'padişah', dan 'khalifah'.
Standard Kesultanan Utsmaniyah
·
SEBAGAI KEPALA NEGARA
Meskipun daftar Sultan
Utsmaniyah selalu dimulai dari Osman I yang merupakan bapak dari Wangsa
Utsmaniyah, gelar sultan baru secara resmi digunakan pada masa Murad I, cucu
Osman, yang berkuasa 1362 sampai 1389. Dua pemimpin Utsmaniyah sebelumnya,
Osman dan Orhan, menggunakan gelar bey, gelar Turki yang dapat disejajarkan
dengan adipati.
Di Indonesia dan Barat,
pemimpin Utsmaniyah lebih dikenal dengan 'sultan'. Sultan adalah gelar pemimpin
Islam yang berasal dari bahasa Arab yang bermakna "kewenangan" atau
"kekuatan". Gelar ini mulai digunakan pada masa Kekhalifahan
Abbasiyah dan perlahan digunakan untuk berbagai pemimpin Muslim
berdaulat.Kedudukan gelar sultan lebih tinggi dari 'amir' dan tidak dapat dibandingkan
dengan 'malik', gelar bahasa Arab untuk raja. Sejak abad keenam belas, gelar
sultan tidak hanya digunakan oleh pemimpin Kesultanan Utsmaniyah, tetapi juga
semua anggota Wangsa Utsmaniyah, juga permaisuri dan ibu suri, dengan laki-laki
menggunakan gelar sultan di depan namanya, sedangkan wanita di belakang
namanya. Misalnya, Şehzade Sultan Mehmed dan Mihrimah Sultan, putra dan putri
Sultan Suleiman Al Qanuni. Penggunaan ini menegaskan konsep Utsmani terkait
kekuasaan sebagai kewenangan keluarga.
Bersama sultan, para pemimpin
Utsmaniyah juga menggunakan gelar khan di belakang namanya (misal, Sultan
Suleiman Khan). Khan adalah gelar bagi pemimpin bangsa Turki yang berasal dari
Asia Tengah. Salah satu tokoh terkenal yang juga menggunakan gelar ini adalah
Jengis Khan. Penggunaan gelar ini menunjukkan keterikatan Utsmaniyah dengan
para pendahulu mereka yang berasal dari Asia Tengah.
Gelar yang sering digunakan
di kalangan masyarakat Utsmaniyah sendiri untuk merujuk pemimpin mereka adalah
padişah (پادشاه, dibaca pa-di-syah)[8] yang berarti 'kaisar'. Hal ini sebagai
pernyataan bahwa status Utsmaniyah berada di atas kerajaan sebagaimana status
kaisar berada di atas raja. Gelar ini diadopsi dari bahasa Persia dan mulai
digunakan pada masa Sultan Mehmed II.
Setelah penaklukan Konstantinopel
pada 1453, Sultan Mehmed II juga menyandang gelar Kaysar-i-Rûm atau 'Kaisar
Romawi'. Gelar ini menyatakan bahwa para pemimpin Utsmaniyah adalah pewaris
dari Kekaisaran Romawi. Sultan Mehmed II juga menyatakan dirinya sebagai
pelindung bagi Gereja Ortodoks.
Semua gelar kepala negara ini
terus dipegang pemimpin Wangsa Utsmaniyah sampai dibubarkannya Kesultanan
Utsmaniyah pada tahun 1922.
·
SEBAGAI PEMIMPIN DUNIA ISLAM
Pemimpin Utsmaniyah juga
menyandang gelar khalifah yang merupakan gelar bagi pemimpin dunia Islam. Gelar
ini mulai diklaim oleh Murad I, meski pada saat itu Wangsa Abbasiyah yang
berada dalam perlindungan Kesultanan Mamluk Mesir masih menyandang gelar
khalifah secara resmi. Setelah penaklukan Kesultanan Mamluk oleh Utsmaniyah pada
tahun 1517 di masa Sultan Selim I, Wangsa Abbasiyah menyerahkan gelar khalifah
kepada pemimpin Utsmaniyah. Dengan ini, pemimpin Utsmaniyah secara simbolis
berperan sebagai pemimpin dunia Islam, meski bukan pemimpin dalam artian kepala
negara seluruh dunia Islam karena semua negara Islam memiliki pemimpin
berdaulatnya sendiri.
Pada keberjalanannya, gelar
khalifah tidak digunakan oleh pemimpin Utsmaniyah hampir selama dua abad sampai
Utsmaniyah kalah perang dengan Kekaisaran Rusia yang saat itu dipimpin oleh Maharani
Yekaterina II. Dalam Perjanjian Küçük Kaynarca (1774) antara Utsmaniyah dengan
Rusia, pemimpin Utsmaniyah kemudian menggunakan statusnya sebagai khalifah
(bukan sebagai sultan) untuk menegaskan kepemimpinan relijiusnya atas umat
Muslim di Rusia. Ini adalah pertama kalinya di masa Utsmaniyah, gelar khalifah
digunakan di luar batas Kesultanan Utsmaniyah dan diakui oleh pihak Eropa.
Gelar ini lebih sering digunakan dan lebih nyata pengaruhnya pada masa Sultan
Abdul Hamid II yang berusaha menyatukan dunia Islam untuk melawan pengaruh
Barat yang semakin menguat. Dengan statusnya sebagai khalifah, Abdul Hamid II
meminta pihak Kesultanan Sulu untuk tunduk dengan kekuasaan Amerika demi
menghindari konflik yang lebih besar antara Barat dan Islam. Kerjasama yang
tercipta antara angkatan bersenjata Amerika dan Kesultanan Sulu tidak lain
adalah bujukan Khalifah Utsmaniyah kepada pihak Kesultanan Sulu.
Setelah Kesultanan Utsmaniyah
dibubarkan pada 1922, pemimpin Wangsa Utsmaniyah masih mempertahankan gelar
khalifahnya selama dua tahun sampai kemudian lembaga kekhalifahan juga
dibubarkan pada 1924. Dengan ini, Wangsa Utsmaniyah adalah keluarga besar
terakhir yang menyandang gelar khalifah.
3. DAFTAR SULTAN
·
OSMAN I
Osman
I |
Sultan Osman I Ghazi/Bey |
Uch
Bey di Kesultanan Rum |
Menjabat : 1280 – 1299 Pendahulu : Ertuğrul Penerus : Posisi dihapuskan |
Sultan
Utsmaniyah Ke-1 |
Berkuasa : 1299 – 1323/4 Pendahulu : Posisi didirikan Penerus : Orhan |
Kelahiran :mungkin ca. 1254/5 Kesultanan : Rum Kematian : 1323/4 (umur 68–70) Bursa, Turki Beylik
Utsmaniyah Pemakaman : Makam Osman Gazi, Osmangazi, Bursa,
Turki Wangsa : Utsmaniyah |
Nama lengkap Osman bin Ertuğrul bin Sulaiman عثمان بن ارطغرل بن گندز الپ atau Osman bin Ertuğrul bin Suleyman Shah عثمان بن ارطغرل بن سلیمان شاہ Ayah : Ertuğrul Ibu : Halime Pasangan : Malhun Hatun & Rabia Bala Hatun Anak 1. Alaeddin Pasha 2. Orhan 3. Çoban Bey 4. Melik Bey 5. Hamid Bey 6. Pazarlu Bey Bahasa Turki Utsmaniyah : عثمان غازى Turki : Osman Ghazi Agama : Islam |
Osman I atau Osman Ghazi
(bahasa Turki Utsmaniyah: عثمان غازى, Osmān Ġāzī; meninggal 1323/4[6]) adalah
bapak dari Wangsa Utsmaniyah dan merupakan pemimpin pertama dari Negara
Utsmaniyah, yang di masanya masih berupa kadipaten kecil. Ia mewarisi jabatan
ayahnya sebagai adipati (bey) di bawah Kesultanan Seljuk. Saat kesultanan
tersebut mengalami gonjang-ganjing, Osman memerdekakan diri dan memerintah
kadipaten berdaulat itu sampai akhir hayatnya pada 1323 atau 1324.
Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya sebagai nama dinasti dan
negaranya (nama dinasti dan negara tersebut dieja menjadi 'Utsmani' atau
'Utsmaniyah' dalam bahasa Arab dan Indonesia dan menjadi 'Ottoman' dalam ejaan
barat).
Dikarenakan kelangkaan sumber
sejarah di masanya, sangat sedikit informasi faktual yang diketahui tentangnya.
Tidak ada satupun sumber tertulis dari masa Osman yang tersisa. Pencatatan
tentang sejarah Osman baru ditulis pada abad kelima belas masehi, atau lebih
dari seabad setelah mangkatnya. Dikarenakan masalah tersebut, adalah sebuah
tantangan besar bagi para sejarawan untuk memisahkan antara fakta dan mitos
yang berkaitan tentangnya.
a. NAMA DAN GELAR
Beberapa ahli menyatakan
bahwa nama asli dari Osman adalah nama asli Turki, kemungkinan Atman atau
Ataman, yang kemudian diubah menjadi Osman yang merupakan nama bahasa Arab.
Sumber awal Romawi Timur mengeja namanya dengan Ατουμάν (Atouman) or Ατμάν
(Atman), sedangkan sumber Yunani secara teratur menggunakan θ, τθ, atau τσ bila
merujuk Utsmān (ejaan Arab) atau ʿOsmān (ejaan Turki). Sumber awal Arab juga
menyebut namanya menggunakan huruf ط dan bukannya ث. Osman mungkin kemudian
mengambil nama Arab-Muslim yang dipandang lebih berkelas di kemudian hari.
Meski daftar Sultan
Utsmaniyah selalu menempatkan Osman berada dalam urutan pertama, gelar sultan
baru resmi digunakan pada tahun 1383 pada masa kekuasaan cucunya, Murad I.
Osman masih mempertahankan gelar lamanya, bey, dapat disepadankan dengan
adipati atau kepala suku dalam konteks ini, gelar yang dia sandang saat masih
menjadi bawahan Kesultanan Seljuk Rum.
b. KEHIDUPAN AWAL
Penaklukan nyata yang
dilakukan Osman setelah runtuhnya Kesultanan Seljuk adalah pendudukan atas
benteng Eskişehir dan Karacahisar. Kemudian Osman juga menguasai kota penting
di wilayah tersebut, Yenişehir, yang kemudian digunakan menjadi ibu kota
negaranya.
Setelah kemenangannya melawan
pihak Romawi Timur pada Pertempuran Bapheus, Osman memulai untuk mengatur
pasukannya di dekat wilayah kekuasaan Romawi Timur. Pengaruh Osman yang semakin
menguat membuat masyarakat Romawi Timur secara bertahap keluar menuju seberang
Anatolia. Para pemimpin Romawi Timur berusaha untuk menahan Osman, tapi
persiapan mereka sangat buruk dan tidak efektif. Di sisi lain, Osman
menghabiskan sisa masa kekuasaannya untuk meluaskan wilayahnya melalui dua
arah, yakni sebelah utara sepanjang Sungai Sarkaya dan barat daya menuju Laut
Marmara, dan dia berhasil pada 1308. Pada tahun yang sama, para pengikutnya
turut serta dalam penaklukan salah satu kota Romawi, Ephesus, dan menduduki
kota tepi pantai terakhir milik Romawi, meskipun kota itu menjadi bagian dari
wilayah kekuasaan Amir Aydin.
Perang Osman terakhir adalah
menduduki Bursa. Meskipun Osman tidak secara langsung terjun ke medan laga,
keberhasilan menduduki Bursa membuktikan betapa pentingnya kedudukan kota
tersebut sebagai pijakan untuk melawan Romawi Timur di Konstantinopel. Bursa
kemudian dijadikan ibu kota pada masa kekuasaan putra dan penerus Osman, Orhan.
e. KELUARGA
Berdasar penulis Utsmaniyah
abad kelima belas, Osman termasuk keturunan suku Kayı yang merupakan cabang
Oghuz Turk dan ini menjadi silsilah resmi Utsmaniyah.[21] Meskipun begitu, permasalahan ini tidak
pernah muncul di awal silsilah Utsmaniyah.
1) ORANG TUA
Ayah
Osman adalah Ertuĝrul, kepala suku Kayı, suku bangsa Oghuz Turk. Ibunya adalah
Halime Hatun, putri dari Mes'ud II, Sultan Romawi (Rum) Seljuk yang berkuasa
pada tahun 1284–1296 dan 1303-1307.
2) PERNIKAHAN
Osman menikah dengan putri
dari Syaikh Edebali. Selain itu, dalam beberapa sumber yang lain menyatakan,
selain dengan putri Syaikh Edebali, ia menikah dengan Malhun Hatun putri Umur
Bey salah satu kepala suku turki. secara pasti bisa disebut, istri Osman adalah:
i.
Rabia Bala Mal
adalah putri dari Sayyakh Adibali
ii.
Malhun adalah
putri Urmu Bey
-
PUTRA
i.
Alaeddin Bey,
wazir agung Utsmaniyah pertama
ii.
Orhan Bey,
pemimpin Utsmaniyah kedua
iii.
Çoban Bey
iv.
Melik Bey
v.
Hamid Bey
vi.
Pazarli Bey
vii.
Savci Bey. Savci
memiliki putra, Suleyman, yang menikah dengan putri Orhan, Hatice
-
PUTRI
i.
Fatma Hatun
· ORHAN I
Orhan Ghazi اورخان
غازی |
Sultan Orhan I Ghazi/Bey |
Sultan
(Adipati) Utsmaniyah Ke-2 |
Berkuasa : 1323/4 ‒ Maret 1362 Pendahulu : Osman I Penerus : Murad I |
Kelahiran : 1281, Söğüt Kematian : Maret 1362 (umur 80–81), Bursa Pemakaman : Orhan Ghazi Türbe, Gümüşlü Kümbet, Bursa Wangsa : Utsmaniyah Ayah : Osman I, pemimpin Utsmaniyah Ibu : Malhun Hatun Pasangan : 1. Nilüfer Hatun 2. Asporça Hatun 3. Theodora Kantakouzene Hatun 4. Eftandise Hatun Agama Sunni
Islam |
Tughra : |
Orhan Ghazi (bahasa Turki
Utsmaniyah: اورخان غازی, Orhan Ghazi; mangkat pada Maret 1362) adalah penguasa
Negara Utsmaniyah kedua yang berkuasa pada 1323/4 sampai 1362. Pada masa awal
pemerintahannya, putra dari Osman I ini memusatkan perhatiannya pada penaklukan
barat laut wilayah Anatolia yang berada dalam kendali Kekaisaran Romawi Timur.
Orhan berhasil memenangkan beberapa pertempuran yang terjadi antara pihaknya
dan Romawi, juga mengambil alih kepemimpinan beberapa kota. Hal ini masih
ditambah dengan perang saudara di dalam Kekaisaran Romawi Timur sendiri, juga
Ioannes V Palaiologos yang menjadi Kaisar Romawi Timur saat masih sangat belia
(sembilan tahun), menjadikan pihak Romawi Timur semakin sulit saat berhadapan
dengan Orhan.
Pada masa pemerintahannya,
Orhan merombak struktur pemerintahan, memodernisasi militer, dan memperkenalkan
mata uang baru.
a. AWAL KEHIDUPAN
Orhan lahir di Söğüt sekitar
tahun 1281. Tidak diketahui secara pasti awal kehidupan Orhan, tetapi Orhan
tumbuh sangat dekat dengan ayahnya, Osman.
Osman mangkat antara tahun
1323 dan 1324 dan Orhan mewarisi tampuk kepemimpinan negara.Sesuai tradisi
bangsa Turki, dia mengusulkan kepada saudaranya, Alaeddin, bahwa mereka harus
berbagi kekuasaan. Namun tawaran itu tidak diterima Alaeddin, dan pada akhirnya
Alaeddin menjadi wazir (menteri) pada masa pemerintahan Orhan.
b. PEMERINTAHAN
Kecakapan Aleddin membuat
Orhan kerap meminta nasihat padanya terkait masalah pemerintahan. Atas saran
Alaeddin, Utsmani mulai menanggalkan segala tindakan yang dilakukan saat mereka
masih berada di bawah Kesultanan Seljuk. Utsmani tidak lagi mengukir nama
pemimpin Seljuk di koin dan berhenti mengucapkan doa atas mereka di mimbar-mimbar.
Sebagian menyatakan bahwa perubahan ini telah dilakukan oleh Osman, tetapi
sebagian besar penulis oriental menyatakan bahwa semua tindakan itu dinisbatkan
kepada Alaeddin.Alaeddin juga yang mengusulkan untuk penetapan seragam para
pejabat dan membuat angkatan bersenjata tetap dengan upah rutinan. Pada masa
itu, sebuah pasukan biasanya terdiri dari para sukarelawan yang baru menjadi
tentara saat akan terjadi perang.
1) PERLUASAN WILAYAH
Di masanya, Orhan mulai
melakukan perluasan wilayah dengan menyerang kawasan barat laut Anatolia yang
dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium). Pertama, Mudanya berhasil
ditaklukan pada 1321. Orhan kemudian mengirim pasukan di bawah Konur Alp ke
pantai barat Laut Hitam, pasukan lain di bawah pimpinan Aqueda menuju Kocaeli,
dan pasukan lain untuk menduduki pantai tenggara Laut Marmara. Kemudian dia
mengambil alih kepemimpinan Bursa hanya dengan jalur diplomatik. Komandan
Romawi pelabuhan Bursa, Evronos, menjadi pemimpin pasukan berkuda Utsmaniyah
dan bahkan putra dan cucunya juga bekerja di bawah Utsmaniyah dalam menaklukan
berbagai daerah di Balkan.
Andronikos III, Kaisar Romawi
Timur, mengumpulkan tentara bayaran untuk menghadapi pasukan Orhan. Kedua
pasukan bertemu di Pertempuran Pelekanon (1329) dengan kemenangan berada di
pihak Utsmani.
Kota Nicaea takluk pada tahun
1331 setelah pengepungan tiga tahun.Kota Nikomedia juga berhasil direbut pihak
Utsmani pada 1337. Dengan dikuasainya Üsküdar pada 1338, wilayah paling barat
laut Anatolia berada di bawah kendali Utsmani.
Pada tahun 1345, terjadi
perang saudara di Kadipaten Karesi, salah satu kadipaten bangsa Turki di
Anatolia saat itu, antara dua orang putra penguasa Karesi lama yang telah
meninggaluntuk memperebutkan kursi kepemimpinan kadipaten tersebut sepeninggal
ayah mereka. Orhan kemudian masuk ke tengah pertikaian tersebut, menghukum mati
salah satu dari dua bersaudara itu dan menahan yang lain. Dengan demikian,
wilayah Karesi menjadi wilayah kekuasaan Utsmani.
Dalam dua puluh tahun masa
damai setelah penaklukan Karesi, Orhan memusatkan perhatiannya terhadap
penataan lembaga sipil dan bersenjata yang telah diperkenalkan Alaeddin untuk
menjaga kekuatan internal Utsmani. Orhan juga mewakafkan dan membangun masjid
dan madrasah, juga berbagai bangunan umum. Selain itu, Orhan juga membangun
hubungan pertemanan dengan Kaisar Andronikos III dan beberapa penerusnya.
Di sisi lain, perang saudara
di dalam Kekaisaran Romawi Timur (1341-1347) menguras sumber daya kekaisaran.
Para pasukan dari kadipaten-kadipaten Turki kerap dipanggil untuk membantu
mereka di Eropa. Kaisar Ioannes VI Kantakouzenos mengakui Utsmani sebagai
kadipaten terkuat di antara kadipaten Turki yang lain dan berusaha menggunakan
kekuatan mereka secara permanen untuk kepentingannya. Demi meraih tujuan itu,
Sang Kaisar menikahkan putrinya dengan Orhan, meski terdapat perbedaan agama
dan usia di antara mereka. Pernikahan mereka dilangsungkan dengan megah di
Selymbria sebagaimana dijelaskan oleh para penulis Romawi.
2) Kemunduran Romawi
Timur
Pada masa kekuasaan Orhan,
Kekaisaran Romawi Timur mengalami penurunan dan menjadi begitu lemah sehingga
wilayah laut di sekitarnya dijadikan ajang perebutan Republik Genova dan
Republik Venesia. Pada 1352, persaingan dagang di antara kedua negara menyeret
kepada peperangan. Genova, berusaha mengusir Venesia yang berusaha
menghancurkan kapal mereka di Tanduk Emas, membombardir Konstantinopel dan
memaksa Romawi Timur untuk bersekutu dengan Venesia. Pertempuran laut terjadi
di antara kedua belah pihak dan Genova keluar sebagai pemenang. Orhan menentang
pihak Venesia karena armada dan bajak lautnya mengganggu wilayah pesisir
pantainya. Orhan mengirim pasukan pelengkap melintasi selat ke Galata dan
bekerja sama dengan pihak Genova.
Di tengah tekanan dan
kekacauan yang dialami pihak Romawi, putra sulung Orhan, Suleyman, menduduki
Kastil Tzympe yang menjadikan pijakan permanen Utsmani di sisi Eropa selat
Dardanella. Suleyman menolak suap yang diberikannya dari Kaisar Ioannes VI
untuk mengosongkan kastil dan kota yang dikuasainya. Sang Kaisar meminta
bertemu secara pribadi dengan Orhan untuk membicarakan masalah ini, tetapi
keinginan ini ditolak atau tidak terlaksana lantaran usia Orhan dan
kesehatannya yang memburuk. Persengketaan perebutan takhta di Romawi Timur juga
masih terus berlanjut dan Orhan berpihak kepada mereka yang dirasa memberi
keuntungan pada Utsmani.
c. TAHUN-TAHUN TERAKHIR
Orhan adalah salah satu
pemimpin Utsmani yang memiliki usia terpanjang dan masa kekuasaan terlama. Pada
1357, putra tertua Orhan, Suleyman, meninggal setelah jatuh dari kuda.
Dikatakan bahwa Orhan sangat terpukul dengan kematian putranya. Pada
tahun-tahun terakhirnya, dia hidup menyendiri di Bursa dan menyerahkan sebagian
besar kendali negara kepada putranya, Murad.
Makam Orhan di Bursa
Orhan meninggal tahun 1362
pada usia delapan puluhan tahun setelah berkuasa selama tiga puluh enam tahun.
Sepeninggalnya, putranya, Murad I, mewarisi kedudukannya sebagai pemimpin
Utsmani.
d. KELUARGA
1)
ORANG TUA
Ayahnya adalah Osman Bey,
bapak dari Wangsa Utsmani dan pemimpin pertama dari Negara Utsmaniyah.
Ibunya adalah Malhun Hatun
dan terdapat perbedaan pendapat mengenai asal usulnya. Sebagian menyatakan
bahwa Malhun adalah anak perempuan Syaikh Edebali, dan sebagian lain menyatakan
bahwa dia adalah anak perempuan Ömer Bey yang kemungkinan adalah bangsawan di
Anatolia. Sebagian lain menyatakan bahwa Malhun adalah anak perempuan dari Ömer
Abdülaziz Bey, salah satu wazir (menteri) pada masa Kesultanan Seljuk
2)
PASANGAN
i.
Nilüfer Hatun
(meninggal sekitar 1383). Mereka menikah pada 1299. Dia juga dikenal dengan
nama Bayalun, Beylun, Beyalun, Bilun, Suyun, Suylun. Sebagian pendapat
menyatakan bahwa nama aslinya adalah Holofira dan merupakan anak dari penguasa
Bilecik yang merupakan bawahan Romawi. Sebagian menyatakan bahwa dia adalah
seorang putri Romawi bernama Helen. Dia masuk Islam dan diberi nama baru,
Nilüfer. Anaknya, Murad, kemudian menjadi pemimpin Utsmani sepeninggal Orhan
dan Nilüfer berperan sebagai ibu suri pada masa kekuasaan anaknya. Setelah
Nilüfer meninggal, Murad membangun Nilüfer Hatun Imareti (Dapur Umum Nyonya
Nilüfer) pada 1388 untuk menghormati almarhumah.
ii.
Asporça Hatun
(sekitar 1300 - sekitar 1362). Mereka menikah pada 1316. Terdapat perbedaan
pendapat mengenai asal-usulnya. Kemungkinan dia adalah anak perempuan
Andronikos II Palaiologos, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada 1282 sampai
1328. Dia juga masuk Islam sebagaimana Nilüfer. Ayah mertuanya, Osman I,
memberikan kepadanya beberapa desa, yang kemudian dia berikan kepada
keturunannya pada 1323, dengan putranya sebagai pelaksananya.
iii.
Theodora
Kantakouzene Hatun (sekitar 1322 - setelah 1381), putri Ioannes VI, Kaisar
Romawi Timur yang berkuasa pada 1347 sampai 1354. Mereka menikah pada 1346.
Sejarawan Nikephoros Gregoras secara keliru menyebutnya "Maria" dalam
satu bagian tulisannya. Theodora tetap menjadi pemeluk Ortodoks setelah menikah
dengan Orhan dan menjadi pendukung umat Kristen di wilayah kekuasaan suaminya.
Setelah Orhan mangkat, Theodora kembali ke Konstantinopel dan tinggal bersama
saudarinya, Permaisuri Helena Kantakouzene, istri Kaisar Ioannes V. Dia
terakhir kali diketahui dipenjara di Galata pada masa kekuasaan Kaisar
Andronikos IV pada 1379 – 1381.
iv.
Eftandise Hatun,
putri Mahmud Gündüz Alp, paman Orhan. Pernikahan ini sangat mungkin
dilangsungkan untuk mengikat kesetiaan Mahmud Gündüz pada Osman.
Pada 1351, terdapat
perundingan antara Orhan dan Tsar Stefan Uroš IV terkait kemungkinan
persekutuan di antara mereka. Pernikahan juga direncanakan antara anak
perempuan Stefan Uroš IV, Theodora, dengan Orhan atau salah satu anaknya.
Namun, duta Serbia kemudian diserang oleh Despot Epirus, Nikephoros II Orsini,
dan persekutuan itu tidak terlaksana, sehingga Serbia dan Utsmani tetap saling
bermusuhan.
3)
PUTRA
i.
Suleyman (sek.
1316 – 1357) – putra dari Nilüfer. Putra tertua Orhan. Suleyman memiliki peran
besar dalam perluasan wilayah Utsmani sampai Trakia pada sekitar 1350.
Meninggal setelah jatuh dari kuda. Memiliki lima anak, tiga laki-laki dan dua
perempuan:
ii.
Malik-i-Nasir –
putra. Gubernur Ankara
iii.
Ismail – putra
iv.
Ishaq – putra
v.
Effendizadi –
putri
vi.
Sultan – putri
vii.
Ibrahim (1316 –
1362) – putra dari Asporça. Gubernur Eskişehir. Dihukum mati oleh saudara
tirinya, Murad.
viii.
Sultan
(1324–1362)
ix.
Murad (1326 – 15
Juni 1389) – putra dari Nilüfer. Menjadi penguasa Utsmani ketiga sepeninggal
Orhan.
x.
Kasım (meninggal
1346) – putra dari Nilüfer.
xi.
Halil (1347–1362)
– putra dari Theodora Kantakouzene. Saat masih kecil, Halil ditangkap oleh
bajak laut Genova dan diselamatkan oleh Ioannes V Palaiologos, Kaisar Romawi
Timur. Halil kemudian menikah dengan sepupunya, Irene Palaiologina, anak dari
Kaisar Ioannes V dengan Permaisuri Helena Kantakouzene. Dihukum mati oleh Murad
lantaran hendak merebut takhta. Memiliki dua putra:
-
Gündüz
-
Ömer
4) PUTRI
i.
Hatice. Menikah
dengan sepupunya, Süleyman. Süleyman adalah putra Savji, putra Osman I dan
saudara Orhan
ii. Fatma – putri dari Asporça
iii.
Selcuk – putri
dari Asporça
· Murad I
Murad
I مراد اول |
Hüdavendigâr |
Sultan
Utsmaniyah Ke-3 |
Berkuasa : Maret 1362 – 14 Juni 1389 Pendahulu : Orhan Penerus : Bayezid I |
Kelahiran : 29 Juni 1326, Amasya, Turki modern Kematian : 15 Juni 1389 (umur 62), Kosovo Pemakaman : dimakamkan di Tomb of Sultan Murad,
Kosovo Field, in present-day Prishtina District, Kosovo Other remains buried
at Sultan Murad Türbe, Osmangazi, Bursa Wangsa : Utsmaniyah |
Tughra : |
Murad I (bahasa Turki: I.
Murat, bahasa Turki Utsmaniyah: مراد اول; 29 Juni 1326 – 15 Juni 1389) adalah
pemimpin Utsmani ketiga dan berkuasa sepeninggal ayahnya antara tahun 1361
hingga 1389. Ia adalah putra Orhan dan Nilüfer Hatun. Murad I dijuluki
Hüdavendigâr, yang berasal dari bahasa Persia: Khodāvandgār (خداوندگار), yang
berarti "yang disayangi Tuhan".
Murad I dikenal sebagai sosok
yang sangat pemberani, dermawan, dan agamais. Ia demikian kokoh memegang semua
aturan dan sangat mencintainya. Selalu berlaku adil pada rakyat dan tentaranya,
mencintai jihad dan membangun masjid, sekolah, dan tempat berlindung.
a. PEMINDAHAN IBU KOTA
Murad I mampu memperluas
wilayahnya di Asia Kecil dan Eropa pada saat yang sama. Di Eropa, tentara
Utsmani menyerang wilayah-wilayah yang dikuasai oleh Kekaisaran Romawi Timur.
Pada tahun 1365, dia mampu menguasai Hadrianopolis (Ἁδριανούπολις), sebuah kota
yang sangat stategis di Balkan dan dianggap sebagai kota kedua di Kekaisaran
Romawi Timur. Murad I menjadikan kota ini sebagai ibu kota pemerintahannya
mulai tahun 1363, menggantikan Bursa, dan mengubah nama ibu kota baru tersebut
dengan nama Edirne. Pemindahan ini secara resmi menggeser pusat kekuasaan
Utsmani ke daratan Eropa.
Di tempat baru tersebut,
Murad I menghimpun semua elemen yang akan menjadi cikal-bakal negara lengkap
dengan prinsip-prinsip dasar sebuah pemerintahan. Terbentuklah serikat-serikat
pegawai, divisi-divisi pasukan tempur, lembaga-lembaga yang terdiri dari
praktisi hukum dan pemuka agama. Juga dilengkapi dengan lembaga kehakiman,
madrasah, dan akademi-akademi militer untuk membangun paramiliter.
b. PERTEMPURAN MARITSA
Murad terus melakukan
perluasan wilayah Utsmani di daratan Eropa. Sementara itu pasukannya terus
bergerak menuju Makedonia. Sebagai reaksi dari kebijakan Murad, maka
dibentuklah persekutuan Salib Balkan yang diberkahi oleh Paus Urbanus V.
Persekutuan ini terdiri dari tentara Serbia, Bulgaria, Hongaria, dan Wallachia.
Semua negara sekutu ini mampu menghimpun pasukan sebanyak 60.000 untuk
menghadang pasukan Utsmani yang dikomandani oleh Lala Şahin Pasya, dengan
pasukan yang lebih sedikit jumlahnya dari pasukan koalisi ini. Mereka disambut
di sebuah tempat bernama Chernomen (kini Ormenio, Yunani), sebuah tempat dekat
sungai Maritsa. Di tempat inilah terjadi pertempuran sengit dengan kekalahan di
pihak koalisi Eropa. Dua pemimpin asal Serbia, Vukašin Mrnjavčević dan Jovan
Uglješa Mrnjavčević, melarikan diri, namun keduanya tenggelam di dasar Sungai
Maritsa. Sedangkan Raja Hongaria berhasil selamat dari kematian. Adapun Murad
sendiri saat itu sedang sibuk berperang di Asia Kecil dan mengambil alih
kepemimpinan beberapa kota. Setelah itu dia kembali ke ibu kota untuk mengatur
kembali wilayah-wilayah yang ditaklukkan.
c. PERTEMPURAN KOSOVO
Pangeran Lazar Hrebeljanović
Sultan Murad I sendiri selalu
memantau semua yang terjadi di Balkan, melalui para komandan perangnya yang
ternyata membuat Serbia jengah. Mereka berkali-kali mengambil kesempatan
ketidakhadiran Sultan di Eropa untuk menggempur pasukan Utsmani di Balkan dan
wilayah sekitarnya. Namun mereka selalu gagal dan tidak pernah mendapat
kemenangan berarti. Oleh karena itulah pasukan Serbia, Bosnia, dan Bulgaria
bersekutu dan segera menyiapkan tentara Salib Eropa dalam jumlah yang demikian
banyak untuk memerangi Utsmani – kali ini dengan persiapan yang matang dan kuat
– menyerbu wilayah Kosovo di Balkan. Ada sebuah peristiwa menarik saat itu.
Seorang menteri Murad yang saat itu datang dengan membawa Al-Qur'an, tanpa
sengaja membuka mushafnya dan pandangannya jatuh tepat pada Surah Al-Anfal ayat
65:
“ Hai Nabi, kobarkanlah semangat para mukmin untuk
berperang. Jika ada dua puluh orang yang sabar di antaramu, niscaya mereka akan
dapat mengalahkan dua ratus orang musuh. Dan jika ada seratus orang yang sabar
di antaramu, niscaya mereka akan dapat mengalahkan seribu daripada orang kafir,
disebabkan orang-orang kafir itu kaum yang tidak mengerti. ”
Seluruh yang hadir merasakan
kemenangan akan segera tiba dan kaum muslimin bersuka cita dengannya.
Kedua belah pasukan bertemu
di Kosovo dan pertempuran terjadi pada Juni 1389. Murad memimpin pasukan
Utsmani dengan kedua putranya, Bayezid dan Ya'qub masing-masing di sisi kanan
dan kirinya. Sedangkan pasukan Serbia dipimpin oleh Lazar Hrebeljanović.
Terdapat perbedaan pendapat mengenai jumlah kedua belah pasukan. Menurut Sedlar,
pasukan Kristen berjumlah antara 12.000 sampai 20.000 orang, sementara pasukan
Utsmani berjumlah 27.000 sampai 30.000 orang. Menurut John K. Cox, pasukan
Utsmani berjumlah sekitar 30.000 sampai 40.000 orang berhadapan dengan pasukan
Kristen Ortodoks berjumlah sekitar 15.000 sampai 25.000. Cowley juga sependapat
dengan Cox terkait jumlah pasukan Utsmani, tetapi dia berpendapat bahwa pasukan
Kristen berjumlah antara 25.000 sampai 30.000 orang. Kedua belah pasukan
mengalami pukulan berat dalam pertempuran ini. Meskipun Serbia kalah dalam
pertempuran ini, pihak Utsmani juga mengalami kerugian besar sehingga mereka
menunda perluasan wilayahnya.
d. WAFAT
Wilayah Utsmani pada masa Murad I
Terdapat perbedaan pendapat
mengenai wafatnya Murad. Sumber kontemporer utamanya menyatakan bahwa Pangeran
Lazar dan Murad kehilangan nyawanya saat pertempuran. Satu sumber Barat
menyatakan bahwa Murad dibunuh saat pertempuran oleh bangsawan Serbia, Miloš
Obilić, dengan sebilah pisau. Sumber Utsmani menyatakan bahwa saat Murad tanpa
pengawalan, seorang pasukan musuh yang bersembunyi di antara para jasad perang
tiba-tiba muncul dan menusuk Murad dengan belati. Sebagian sumber menyatakan
bahwa seorang bangsawan Serbia bernama Miloš Ban berpura-pura ingin masuk Islam
dan ingin mencium tangan Murad. Miloš kemudian membunuh Murad dengan belati
yang disembunyikan di mantelnya. Tradisi Yunani menyebut pembunuh Murad dengan
Miloes. Miloes berpura-pura berada di pihak Utsmani, kemudian membunuh Murad
dengan tombak.
Murad I telah mewariskan
sebuah kekuasaan yang demikian besar dari ayahandanya. Luasnya mencapai 95.000
km2. Artinya, selama kekuasaannya yang berlangsung selama 29 tahun, dia telah
berhasil memperluas 5 kali lipat peninggalan ayahandanya, Orhan. Meski daftar
Sultan Utsmaniyah selalu dimulai dari Osman I, Murad adalah pemimpin Utsmani
pertama yang secara resmi menyandang gelar sultan, yakni pada tahun 1383.
Makam Murad
e. KELUARGA
1)
Orang Tua
Ayah dari Sultan Murad I
adalah Orhan Bey, penguasa Negara Utsmani kedua. Saat berada pada tahun-tahun
terakhir kekuasaannya, Orhan cenderung hidup mengasingkan diri dan sebagian
besar kendali negara diserahkan kepada Murad.
Ibu Murad adalah Nilüfer
Hatun. Dia juga dikenal dengan nama Bayalun, Beylun, Beyalun, Bilun, Suyun,
Suylun. Sebagian pendapat menyatakan bahwa nama aslinya adalah Holofira dan
merupakan anak dari penguasa Bilecik yang merupakan bawahan Romawi. Sebagian
menyatakan bahwa dia adalah seorang putri Romawi bernama Helen. Dia masuk Islam
dan diberi nama baru, Nilüfer. Nilüfer menjadi ibu suri saat Murad naik takhta.
Setelah Nilüfer meninggal, Murad membangun "Nilüfer Hatun Imareti"
(Dapur Umum Nyonya Nilüfer) pada 1388 untuk menghormati almarhumah.
2)
Pasangan
i.
Gülçiçek. Menurut
tradisi, Gülçiçek awalnya istri dari Aclan Bey, salah satu pangeran dari
Kadipaten Karesi. Setelah kadipaten ini ditaklukan oleh Utsmani pada masa
Orhan, Gülçiçek dibawa di istana Utsmani. Beberapa upaya dilakukan untuk
menikahkan Gülçiçek dengan beberapa laki-laki, tetapi dia menolak semua
nama-nama yang diajukannya sampai Murad yang mengajukan dirinya sendiri. Mereka
menikah pada 1359. Gülçiçek membangun masjid dan makam di Bursa yang kemudian
menjadi tempatnya dikebumikan.
ii.
Paşa Melek, anak
perempuan Kızıl Murad Bey
iii.
Kera Tamara, anak
perempuan Ivan Aleksandǎr, Tsar Bulgaria. Tamara yang terkenal akan
kecantikannya menjadikan Murad berniat mempersuntingnya, juga sekaligus untuk
menjalin perdamaian di antara Utsmani dan Bulgaria. Saudara Tamara, Tsar Ivan
Shishman, awalnya menolak. Namun, karena tidak bisa menghentikan pergerakan
Utsmani, Ivan pada akhirnya membawa Tamar di ibu kota Utsmani. Tamara masih
tetap menjadi pemeluk Ortodoks setelah menjadi istri Murad. Dia meninggal dan
dimakamkan di Bursa bersama anggota keluarga Utsmani yang lain.
3)
Putra
i.
Gündüz
ii.
Savci. Dia dan
Andronikus bersekutu melawan ayah mereka masing-masing, Sultan Murad dan Kaisar
Ioannes V. Savci dihukum mati oleh Murad, sedangkan Andronikus yang menyerah
kepada ayahnya dipenjara dan dibuat buta atas desakan Murad
iii.
Bayezid – putra
dari Gülçiçek. Menjadi Sultan Utsmaniyah sepeninggal Murad.
iv.
Yahşi – putra
dari Gülçiçek
v.
Ya'qub. Syahid
dalam peperangan di Tarnovgrad (ibu kota Bulgaria). Dibunuh oleh Frado
Similovic (Jenderal Besar Kekaisaran Bulgaria).
vi.
Ibrahim
4)
Putri
i.
Nefise. Menikah
dengan Alaattin Ali, Adipati Karaman. Karaman sendiri adalah kadipaten Turki
yang menjadi pesaing Utsmani. Anak laki-laki Nefise, Mehmed II, menjadi Adipati
Karaman sepeninggal Alaattin.
· Bayezid I
Bayezid
I بايزيد
اول |
Bayezid
I |
Sultan
Utsmaniyah Ke-4 |
Berkuasa : 16 Juni 1389 ‒ 20 Juli 1402 Pendahulu Murad
I Penerus : Masa kekosongan (1402 – 1413) Mehmed I |
Kelahiran : ca.1354 Kematian : 8 Maret 1403 Pemakaman : Bursa, Turki Wangsa : Utsmaniyah |
Ayah : Murad I Ibu : Gülçiçek Hatun Pasangan : 1. Devlet Hatun 2. Devletşah Hatun 3. Hafsa Hatun 4. Despina (Olivera) Hatun 5. Maria Hatun Agama Sunni
Islam |
Tughra : |
Bayezid I (bahasa Turki
Utsmaniyah: بايزيد اول, bahasa Turki: II. Beyazıt; Edirne, 1360 - Akşehir, 8
Maret 1403) adalah Sultan Utsmaniyah yang berkuasa antara tahun 1389-1402. Ia
adalah putra Murad I dan Gülçiçek Hatun.
Bayezid dikenal sebagai sosok
yang sangat pemberani, cerdas, murah hati, dan demikian ambisi untuk melakukan
perluasan wilayah Utsmani. Oleh karena itulah dia menaruh perhatian besar pada
masalah kemiliteran dan berencana menaklukkan negara-negara Kristen di
Anatolia. Hanya dalam jangka waktu setahun, negara-negara itu telah berada di
bawah kekuasaan pemerintahan Utsmani. Dalam geraknya Bayezid I digambarkan
laksana kilat di antara dua front Balkan dan Anatolia. Oleh karena itu, dia
diberi gelar "Sang Kilat" (bahasa Turki: Yıldırım). Dia juga
menghimpun satu dari pasukan terbesar dan terbanyak pada masa itu guna
melakukan pengepungan terhadap Konstantinopel, meski misi tersebut pada
akhirnya tidak berhasil.
Secara de facto, masa
kekuasaan Bayezid berakhir saat kekalahannya pada Pertempuran Ankara dari Timur
Lenk yang menyebabkan penawanan dirinya dan berujung pada mangkatnya pada Maret
1403. Sepeninggalnya, Utsmani memasuki masa kekosongan karena anak-anaknya
saling berperang menjadi penguasa tunggal negara.
a. KEBIJAKAN TERHADAP SERBIA
Pertama kali yang ia lakukan
sejak memangku jabatan sultan adalah segera melakukan hubungan bilateral dengan
Kekaisaran Serbia. Padahal pihak Serbia dahulu merupakan pendukung utama
terjadinya koalisi pasukan Salib Balkan melawan pemerintahan Utsmani. Bayezid
bermaksud dengan dibangunnya hubungan bilateral ini, Serbia menjadi tameng
antara kekuasaan Utsmani dengan Kerajaan Hongaria. Dia berkepentingan untuk
membentuk aliansi militer yang bebas dan aktif. Tujuannya adalah menaklukkan
negara-negara Seljuk-Turki di Asia Kecil. Oleh sebab itulah, dia sepakat Serbia
diperintah oleh Stefan Lazarević, putra Pangeran Lazar yang sebelumnya telah
terbunuh dalam Pertempuran Kosovo. Dia mewajibkan Stefan untuk menjadi penguasa
Serbia dan memerintah sesuai dengan hukum, tradisi, dan adat yang berlaku di
Serbia. Bayezid juga mensyaratkan untuk menyatakan kesetiaannya dengan cara
membayar upeti dan mengirimkan tentara yang ikut dalam satu kelompok khusus
bagi mereka dalam setiap peperangan yang dipimpinnya. Bahkan Bayezid sendiri
menikah dengan putri Pangeran Lazar yang bernama Olivera Lazarević.
b. PENAKLUKAN BULGARIA
Setelah terjadinya kesepakatan
dengan Serbia, Bayezid I segera melakukan serangan dahsyat pada tahun 1393 ke
Bulgaria. Dia mampu menguasai wilayah itu dan mampu menundukkan rakyatnya.
Dengan demikian, maka Bulgaria kehilangan kedaulatan politiknya. Kejatuhan
Bulgaria ke tangan pemerintahan Utsmani menimbulkan gaung keras di Eropa dan
telah menebarkan kekhawatiran dan rasa takut di seluruh pelosok Eropa. Maka
bergeraklah pasukan Salib Kristen untuk menumpas hegemoni pemerintahan Utsmani
di Balkan.
c. PERTEMPURAN NIKOPOLIS
Pertempuran Nikopolis
berlangsung pada tanggal 25 September 1396 dan menyebabkan kekalahan aliansi
bala tentara salib dari Hongaria, Bulgaria, Kroasia, Wallachia, Prancis,
Bourgogne, Jerman, dan berbagai macam pasukan (dibantu oleh angkatan laut
Venesia) di tangan pasukan Utsmaniyah, pengepungan benteng Nikopol di tepi
Sungai Donau dan menyebabkan berakhirnya Kekaisaran Bulgaria Kedua. Pertempuran
ini sering disebut sebagai Perang Salib Nikopolis karena merupakan salah satu
Perang Salib skala besar yang terakhir pada Abad Pertengahan, bersama dengan
Perang Salib Varna pada tahun 1443–1444.
1)
LATAR
BELAKANG
Ada banyak perang salib kecil
pada abad ke-14, yang dilakukan oleh para ksatria atau raja secara individual.
Yang paling akhir adalah suatu perang salib yang gagal dalam melawan Tunisia
pada tahun 1390, dan ada juga peperangan yang berkelanjutan di Eropa utara di
sepanjang pesisir Laut Baltik. Setelah kemenangan mereka dalam Pertempuran
Kosovo pada tahun 1389, Kesultanan Utsmaniyah telah menaklukkan sebagian besar
wilayah Balkan, dan menyusutkan Kekaisaran Bizantium hingga tersisa daerah yang
mengelilingi Konstantinopel, yang kemudian mereka lakukan pengepungan juga
atasnya (pada tahun 1390, 1395, 1397, 1400, 1411, 1422, dan akhirnya
menaklukkan ibu kota Bizantium tersebut pada tahun 1453).
Ilustrasi miniatur Turki tentang Pertempuran Nikopolis. 1588.
Zsigmond, Raja Hongaria,
bersama dengan Paus Bonifasius IX melakukan gerakan aliansi negara-negara
Kristen Eropa-Salibis untuk melawan pemerintahan Utsmani. Ini merupakan
gabungan kekuatan terbesar yang dihadapi pemerintahan Utsmani pada abad ke-14
dalam hal jumlah negara yang bergabung di dalamnya, lengkap dengan dukungan
logistik senjata, dan bala tentara. Jumlah keseluruhan tentara Salib saat itu
adalah 120.000 pasukan dari berbagai negara (Kekaisaran Romawi Suci, Prancis,
Hongaria, Wallachia, Ksatria Hospitaller, Venesia, Genova, dan Bulgaria).
Pasukan ini berangkat menuju
Hongaria pada tahun 1396. Namun para pemimpinnya berselisih pendapat dengan
Zsigmond sebelum peperangan dimulai. Zsigmond lebih mengedepankan taktik
bertahan hingga pasukan Utsmani datang menyerang. Hal ini ditentang para
jenderal dan komandan perang yang berpendapat untuk menyerang langsung. Mereka
menyeberangi Donau, yang akhirnya sampai di Nikopol – sebelah utara Balkan.
Mereka mulai mengepungnya. Pada awal peperangan, mereka berhasil unggul atas
pasukan Utsmani. Namun tiba-tiba Bayezid muncul dibarengi 100.000 pasukan.
Jumlah ini lebih sedikit dari pasukan gabungan Eropa-Salibis. Namun mereka
lebih unggul dalam kedisiplinan dan persenjataan. Akibatnya, binasalah sebagian
besar tentara Kristen. Mereka terpaksa lari tunggang langgang. Ada pula
sebagian yang terbunuh dan sebagian pemimpinnya ditawan. Pasukan Utsmani dalam
Pertempuran Nikopol ini berhasil mengumpulkan harta rampasan perang yang
melimpah dan mampu menguasai barang simpanan musuh.
Banyak pembesar Prancis yang
tertawan dalam peperangan ini. Di antaranya adalah Graf Nevers. Bayazid
menerima tebusannya dan dia dibebaskan dari tawanan. Sultan sendiri menegaskan
agar dia bersumpah untuk tidak kembali berperanga melawan dirinya. Bayezid berkata
padanya:
“ Saya membolehkanmu tidak menaati sumpah ini; engkau
boleh saja untuk kembali berperang melawan saya. Sebab tidak ada satu hal pun
yang saya lebih senangi daripada memerangi semua orang Kristen Eropa dan saya
menang atas mereka. ”
Sedangkan Raja Hongaria yang
cukup percaya diri melihat jumlah pasukannya pada akhirnya melarikan diri
bersama dengan komandan pasukan kavaleri Rhodesia. Tatkala sampai di Laut
Hitam, keduanya bertemu dengan satu armada Kristen, maka melompatlah keduanya
pada salah satu kapal dan segera melarikan diri tanpa menoleh ke belakang.
Kekalahan Hongaria dalam Pertempuran Nikopolis menjadikan posisi Hongaria
terpuruk di mata masyarakat Eropa dan wibawanya jatuh.
Kemenangan ini memiliki
dampak yang sangat kuat bagi Beyazid dan masyarakat Islam. Maka Bayazid segera
mengirimkan surat pada para penguasa Islam di wilayah Timur dan memberikan
kabar gembira pada mereka tentang kemenangan yang demikian gemilang atas
pasukan Salib Kristen. Bersama para utusan, dikirimkan pula beberapa tawanan
perang laki-laki kepada para penguasa Islam sebagai hadiah dari seorang yang
menang perang dan sebagai indikasi material atas kemenangan yang telah
dicapainya. Sedangkan Bayezid sendiri menyatakan dirinya sebagai Sultan Romawi,
sebagai bukti bahwa dia telah mewarisi pemerintahan Seljuk dan telah menguasai
Anatolia. Ia juga mengirimkan utusan pada Khalifah Al-Mutawakkil I dari Bani
Abbasiyah yang saat itu berada di Kairo, untuk mengokohkan gelar ini hingga dia
bisa menggunakan gelar ini dalam kesultanannya yang telah dia usahakan bersama
para pendahulunya. Dengan adanya pengesahan ini maka dia memiliki legalitas dan
akan semakin kuat wibawa dan posisinya di dunia Islam. Barquq, Sultan Mamluk
Mesir selaku pelindung khalifah menerima permintaan ini. Dia melihat bahwa
Bayezid adalah sekutu satu-satunya dalam usaha mencegah kekuatan Timur Lenk
yang sedang mengancam kekuasaan pemerintahan Mamluk (yang berpusat di Mesir)
dan Utsmani.
d. PENYATUAN ANATOLIA
Selain memperluas wilayah
kekuasaan Utsmani di wilayah Eropa, Bayezid juga berusaha menyatukan Anatolia
yang saat itu terdapat beberapa kadipaten (beylik) Muslim-Turki agar bersatu di
bawah kepemimpinannya. Pada kampanye tunggal musim panas dan gugur tahun 1390,
Bayezid menaklukan Kadipaten Aydin, Saruhan, dan Mentesye. Suleyman, adipati
Karaman, kemudian bersekutu dengan adipati-adipati Turki yang lain. Meski
begitu, Bayezid tetap maju dan menundukkan beberapa kadipaten lain, Hamid,
Teke, dan Germiyan. Bayezid menerima perjanjian damai dengan Kadipaten Karaman
pada 1391 dan beralih melanjutkan penaklukan ke Kastamonu. Meski begitu,
pasukan Bayezid dapat dihentikan oleh Sultan Burhanuddin, pemimpin Eretnid,
pada Pertempuran Kırkdilim (1391 atau 1392).
e. PENGEPUNGAN
KONSTANTINOPEL
Lukisan wajah Bayezid I oleh Cristofano dell'Altissimo.
Sebelum Pertempuran
Nikopolis, Bayezid mampu menekan Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) dan
memerintahkan pada Kaisar Manuel II untuk memilih qadi di Konstantinopel yang
bertugas memutuskan perkara yang terjadi antara kaum Muslim. Bayezid terus
mengepung ibu kota Romawi Timur, hingga akhirnya kaisar menerima pembentukan
mahkamah Islam, pembangunan masjid, pembangunan 700 rumah khusus untuk kaum
Muslimin di dalam kota. Sebagaimana ia juga menyerahkan separuh desa Ghalthah
yang menjadi tameng Utsmani karena di dalamnya ada 6.000 tentara. Upeti yang
harus diserahkan oleh Romawi Timur juga dinaikkan. Kas negara pemerintahan
Utsmani mewajibkan untuk menyetorkan kurma dan sayur-sayuran yang berada di
luar kota.
Setelah mengalami kemenangan
yang gemilang dalam Pertempuran Nikopolis, pemerintahan Utsmani mampu
mengokohkan kakinya di semenanjung Balkan. Sedangkan Bulgaria tunduk di bawah
pemerintahan Utsmani. Sementara itu tentara Utsmani terus melakukan pengawasan
kemerosotan Kristen dan kemurtadan mereka. Bayezid menjatuhkan sanksi pada
pembesar-pembesar Moreas, yang telah dengan sengaja memberikan bantuan militer
pada aliansi Salibis sebagai sanksi terhadap kaisar Bizantium, atas sikapnya
yang menyatakan permusuhan tatkala Bayezid memintanya menyerahkan
Konstantinopel. Setelah itu, Kaisar Manuel II meminta bantuan pada beberapa
pemerintahan di Eropa, tetapi tidak ada respon positif yang dia terima.
Penaklukkan Konstantinopel
menjadi salah satu target utama Bayezid. Oleh sebab itulah, dia bergerak
sendiri memimpin pasukan Utsmani dan melakukan pengepungan ibu kota Romawi
Timur yang demikian rapi dan melakukan tekanan yang keras. Pengepungan ini
berlangsung sedemikian rapi, hingga membuat kota itu hampir menemui
keruntuhannya. Tatkala Eropa menunggu hari-hari kejatuhan Konstantinopel,
tiba-tiba Bayezid memalingkan perhatiannya dari penaklukkan kota
Konstantinopel, karena munculnya bahaya baru yang mengancam pemerintahan
Utsmani, yaitu serangan dari Timur Lenk.
f.
SERANGAN TIMUR LENK
Ada beberapa sebab yang
menimbulkan bentrokan antara Timur Lenk (orang Eropa masa itu menyebutnya
Tamerlane) dan Bayezid I, yakni:
1)
Para petinggi di
Irak yang negerinya kini dikuasai Emir Timur meminta perlindungan pada Bayezid,
sebagaimana para penguasa di Asia Kecil meminta perlindungan pada Timur Lenk.
Akibatnya, pada kedua sisi pihak yang meminta perlindungan ini selalu mendorong
terjadinya perang melawan pihak yang lain.
2)
Provokasi-provokasi
Kristen terhadap Timur Lenk untuk menumpas Bayezid.
3)
Adanya
surat-surat yang membakar dari kedua belah pihak. Dalam salah satu surat yang
dikirim Timur Lenk pada Bayazid, dia menyatakan penghinaan yang sangat pedas
tatkala dia menyebutkan secara implisit tentang ketidakjelasan asal usul garis
keturunannya. Dia menawarkan pengampunan atasnya, karena dia telah menganggap
Utsmaniyah telah banyak membaktikan diri untuk kepentingan Islam. Dia
mengakhiri suratnya – sebagai pimpinan Turki – dengan mengecilkan posisi
Bayazid yang telah menerima tantangan dan yang dengan terang-terangan mengatakan
bahwa dia akan melawan Timur Lenk yang akan merampas kesultanannya.
4)
Kedua pemimpin
ini sama-sama berusaha untuk meluaskan wilayah kekuasaannya.
Timur Lenk bersama-sama
balatentaranya bergerak dan dia mampu menguasai Sivas dan menekuklututkan bala
tentara Utsmani di tempat itu yang dipimpin oleh Ertuğrul, salah satu putra
Bayezid. Kedua pasukan bertemu dekat Angora (kini Ankara) pada tahun 1402.
Kekuatan tentara Bayezid mencapai 120.000 jiwa, sedangkan Timur Lenk bergerak
dengan kekuatan pasukan yang demikian banyak pada tanggal 20 Juli 1402. Pada
peperangan ini orang-orang Mongol berhasil mengalahkan tentara Utsmani dan
Bayezid sendiri jatuh sebagai tawanan. Dia berada di dalam tahanan itu hingga
meninggal setahun setelah itu.
Kekalahan ini disebabkan oleh
ketergesa-gesaan Bayezid, sehingga dia tidak memilih tempat dengan cara yang
sebaik-baiknya bersama-sama dengan tentaranya. Padahal jumlah tentaranya tidak
kurang dari 120.000 orang, sedangkan tentara Timur Lenk berjumlah tidak kurang
dari 800.000 tentara. Banyak tentara Bayezid yang meninggal kehausan karena
kekurangan air. Waktu itu adalah musim panas yang demikian gersang. Hampir saja
kedua pasukan itu bertemu di Angora, hingga akhirnya tentara Tartar yang berada
di barisan Bayezid dan tentara-tentara yang berasal dari negara-negara Asia
yang berhasil ditaklukkan dalam masa beberapa waktu yang lalu juga melarikan
diri dan bergabung dengan pasukan Timur Lenk.
g. PERTEMPURAN ANKARA
Pertempuran ankara 20 juli 1402, Lapangan Cubuk dekat ankara, kemenangan menentukan Timuriyah
Pertempuran Ankara atau
Pertempuran Angora adalah pertempuran yang berlangsung pada tanggal 20 Juli
1402 di lapangan Çubuk (dekat Ankara) antara tentara Sultan Utsmaniyah Bayezid
I melawan tentara Timur, penguasa Dinasti Timuriyah. Pertempuran ini berhasil
dimenangkan oleh Timur, dan mengakibatkan terjadinya periode krisis bagi
Kesultanan Utsmaniyah. Namun, Dinasti Timuriyah mengalami kemunduran setelah
kematian Timur yang hanya tiga tahun setelah pertempuran ini, sementara
Utsmaniyah berhasil pulih dan semakin bangkit selama dua hingga tiga abad
kemudian.
h. WAFAT
Dengan ditawannya Bayezid
pada Juli 1402, maka secara de facto masa kekuasaannya juga telah berakhir. Beberapa
penulis menyatakan bahwa Bayezid diperlakukan dengan buruk pada masa
penahanannya. Namun sebagian menyatakan bahwa Bayezid diperlakukan dengan baik,
bahkan dikatakan bahwa Timur juga turut bersedih atas kematiannya. Salahs atu
putranya, Mustafa, juga turut ditahan bersamanya dan ditahan di Samarkand
sampai 1405.
Sepeninggal Bayezid, Utsmani
memasuki masa kekosongan karena tidak ada satu sultan yang berkuasa atas
seluruh wilayah Utsmani. Hal ini karena putra-putranya saling bersaing atas
takhta dan masing-masingnya menyatakan sebagai penguasa berdaulat di sebagian
wilayah Utsmani. Masa ini berakhir setelah Pertempuran Çamurlu pada Juli 1413
saat salah satu putra Bayezid, Mehmed, keluar sebagai pemenang dan menjadi
sultan tunggal Utsmani.
Bayezid I menjadi tahanan Timur Lenk, lukisan oleh Stanisław Chlebowski.
i.
KELUARGA
1)
ORANG TUA
Bayezid adalah putra dari Sultan Murad I, pemimpin Utsmaniyah yang berkuasa pada Maret 1362 – 14 Juni 1389. Murad dijuluki Hüdavendigâr.
Ibu Bayezid adalah Gülçiçek
Hatun. Menurut tradisi, Gülçiçek awalnya istri dari Aclan Bey, salah satu
pangeran dari Kadipaten Karesi. Setelah kadipaten ini ditaklukan oleh Utsmani
pada masa Orhan, Gülçiçek dibawa di istana Utsmani. Beberapa upaya dilakukan
untuk menikahkan Gülçiçek dengan beberapa laki-laki, tetapi dia menolak semua
nama-nama yang diajukannya sampai Murad yang mengajukan dirinya sendiri. Mereka
menikah pada 1359. Gülçiçek membangun masjid dan makam di Bursa yang kemudian
menjadi tempatnya dikebumikan. Tidak diketahui waktu kematian Gülçiçek.
2)
PASANGAN
i.
Devletşah Hatun
(ejaan Indonesia: Devletsyah). Ayahnya adalah Süleyman Şah, adipati Germiyan.
Ibunya adalah Mutahhara Abide, cucu Jalaluddin Rumi.
ii.
Hafsa Hatun.
Putri Fahreddin Isa, Adipati Aydin terakhir. Mereka menikah setelah Bayezid
menaklukan Aydin pada 1390.
iii.
Despina Hatun,
nama lahirnya Mileva Olivera Lazarević. Putri Pangeran Lazar Hrebeljanović
dengan Putri Milica. Pernikahannya dengan Bayezid merupakan bentuk perjanjian
damai antara Turki Utsmani dan Serbia Lazarević. Despina tetap menjadi pemeluk
Ortodoks setelah menjadi istri sultan. Dia ikut menjadi tahanan Timur Lenk
bersama Bayezid dan dibebaskan setelah suaminya meninggal dalam pengasingan.
Dia kemudian menghabiskan sisa hidupnya bersama saudaranya Stefan Lazarević,
Despot Serbia di Beograd, atau bersama saudarinya Jelena Lazarević di Herceg
Novi.
iv.
Maria Hatun.
Ayahya adalah Louis Fadrique, bangsawan penguasa Salona. Ibunya adalah Helena
Asanina Kantakouzene, putri dari Matius Kantakouzene, Kaisar Romawi Timur yang
berkuasa pada 1353–1357. Setelah Salona tunduk di bawah kekuasaan Utsmani,
Maria dan ibunya dimasukkan ke dalam harem Bayezid I. Menurut Leslie P. Peirce,
istri Bayezid yang bernama Maria adalah putri dari Pangeran Lazar Hrebeljanović.
Bila mengacu pendapat ini, maka Maria dan Despina adalah orang yang sama.
Sejarawan Utsmani abad kelima belas menyalahkan Maria yang dipandang
memperkenalkan budaya minum-minum di istana Utsmani. Saat Bayezid dan
istri-istrinya ditawan oleh Timur Lenk, Maria dipaksa untuk melakukan pekerjaan
kasar.
v.
Devlet Hatun.
Jati dirinya kerap dikaitkan dengan Devletşah dan ada perbedaan pendapat
mengenai hal tersebut. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Devlet dan Devletşah
adalah dua wanita yang berbeda, tetapi kerap dianggap sama karena mereka
meninggal pada tahun yang sama. Menurut pendapat ini, Devlet adalah budak-selir
dari bangsa non-Turki karena dalam catatan resmi namanya ditulis "Daulât
bint-i Abd'Allah". Sedangkan sebagian pendapat yang lain menyatakan bahwa
Devlet dan Devletşah adalah dua orang yang sama. Di makam Devlet di Bursa
tertulis bahwa ayahnya adipati Germiyan dan ibunya adalah cucu Jalaluddin Rumi.
3)
PUTRA
i.
ehzade Ertugrul
Celebi
ii.
Sehzade Sulaiman
Celebi. Sultan Rumelia.
iii.
Şehzade Isa
Çelebi – putra dari Devletşah. Sultan Anatolia bagian barat.
iv.
Sultan Mehmed I –
putra dari Negara. Sultan Utsmani tunggal setelah mengalahkan
saudara-saudaranya dalam masa perang saudara.
v.
Sehzade Musa
Celebi. Sultan Rumelia kedua.
vi.
Şehzade Mustafa
Çelebi – putra dari Devletşah.
vii.
Sehzade Orhan
Celebi
viii.
Sehzade Yusuf
Celebi. Berganti nama menjadi Demetrios dari Masuk Kristen.
ix.
Sehzade Kasim
Celebi. Menjadi saudara di Konstantinopel bersama saudarinya, Fatma.
4)
PUTRI
i.
Hundi Hatun.
Menikah dengan seorang ulama bernama Seyyid Şemseddin Mehmed Buhari.
ii.
Erhondu Hatun.
Menikah dengan Yakub Bey, putra Pars Bey.
iii.
Fatma Hatun.
Menikah dengan Sanjak Bey.
iv.
Oruz Hatun
v.
seorang putri
yang menikah dengan Abu Bakar Mirza, putra Jalaluddin Miran Syah, putra Timur
Lenk
vi.
Pasya Melek
Hatun. Menikah dengan Jalaluddin Islam, putra Syamsuddin Muhammad, jenderal
bawahan Timur Lenk.
·
Mehmed I
Mehmed
Çelebi چلبی محمد |
|||
Sultan Mehmed I |
|||
Sultan
Utsmaniyah Ke-5
|
|||
Berkuasa : 5 Juli 1413 – 26 Mei 1421 Pendahulu : Masa kekosongan (1402–1413), Bayezid I Penerus : Murad II |
|||
Kelahiran : 1389, Bursa, Kesultanan Utsmaniyah Kematian : 26 Mei 1421, Bursa, Kesultanan Utsmaniyah Pemakaman : Makam Hijau, Bursa, Turki Wangsa : Utsmaniyah |
|||
Ayah : Bayezid I Ibu : Devlet Hatun Pasangan : 1. Emine Hatun 2. Sehzade Hatun 3. Kumru Hatun Agama : Islam Sunni |
|||
|
Mehmed I Çelebi (bahasa Turki
Utsmaniyah: چلبی محمد; Bursa, 1389 - Edirne, 26 Mei 1421) adalah Sultan
Utsmaniyah yang berkuasa antara tahun 1413-1421. Dia menjadi sultan tunggal
Negara Utsmani setelah mengalahkan saudara-saudaranya dalam perebutan takhta
selama sebelas tahun sepeninggalnya ditawannya ayah mereka, Sultan Bayezid I
oleh Timur Lenk. Atas capaiannya, Mehmed kerap dijuluki sebagai pendiri kedua
Utsmaniyah.
a. KEHIDUPAN AWAL
Mehmed lahir sekitar tahun
1386 sampai 1387 dan merupakan anak keempat dari Sultan Bayezid I. Tradisi
Utsmani mewajibkan putra-putra sultan yang sudah menginjak dewasa untuk dikirim
ke salah satu provinsi untuk belajar memerintah. Mehmed dikirim ke Eyalet Rum.
Mehmed I bersama orang-orang kepercayaannya. Lukisan miniatur Utsmaniyah, tersimpan di Universitas Istanbul.
Pada Pertempuran Ankara tahun
1402, pasukan Utsmani kalah melawan Timur Lenk dan Bayezid I bersama salah satu
putranya, Mustafa, menjadi tawanan pihak lawan. Meski begitu, Mehmed dan
saudaranya yang lain berhasil diselamatkan dari medan pertempuran. Mehmed
diselamatkan oleh Bayezid Pasya yang kemudian membawa sang pangeran ke kampung
halamannya di Amasya.
Tidak ada peraturan resmi
mengenai sistem pewarisan takhta di Utsmani masa awal. Berdasar tradisi bangsa
Turki, setiap putra memiliki hak untuk menjadi pewaris ayahnya. Saudara tertua
Mehmed, Ertuğrul, telah meninggal pada 1400, sedangkan saudaranya yang lain,
Mustafa, ditangkap oleh Timur Lenk. Empat putra Bayezid yang tersisa, Mehmed,
Süleyman, İsa, dan Musa saling bersaing untuk menguasai wilayah Utsmani yang
tersisa dan Utsmani memasuki masa kekosongan. Dalam penulisan sejarah modern,
Mehmed dan saudara-saudaranya biasanya disapa dengan gelar "Çelebi"
di belakang nama mereka. Gelar ini awalnya digunakan untuk mengindikasikan jati
diri kebangsawanan, tetapi seiring berjalannya waktu, gelar ini dapat digunakan
untuk semua laki-laki yang dipandang terhormat secara umum.
b. PEMERINTAHAN
Masa kekosongan Utsmani
berakhir setelah Mehmed menjadi sultan tunggal dari Negara Utsmani pada tahun
1413 setelah mengalahkan saudara-saudaranya. Mehmed menyatakan dirinya sebagai
sultan di Edirne, wilayah Utsmani yang berada di Eropa. Ia memulihkan negara,
memindahkan ibu kota dari Bursa ke Edirne, dan menaklukkan sebagian Albania,
Keamiran Candaroğlu, dan Armenia Kilikia dari Bani Mamluk. Dia kemudian juga
mengangkat Bayezid Pasya sebagai wazir agung (perdana menteri).
Mempertimbangkan sejumlah pencapaiannya, Mehmed banyak dijuluki sebagai
"pendiri kedua" Kesultanan Utsmaniyah.
Segera setelah masa kekuasaan
Mehmed dimulai, saudaranya yang awalnya ditawan Timur Lenk dan bersembunyi pada
masa kekosongan, Mustafa, meminta Mehmed untuk berbagi kekuasaan dengannya.
Mehmed menolak dan terjadilah pertempuran di antara kedua belah pihak yang
dengan mudah dimenangkan oleh Mehmed. Mustafa melarikan diri ke Thessaloniki
(Salonika), salah satu kota Romawi Timur. Namun, setelah dilakukan perjanjian
dengan Mehmed, Manouel II Palaiologos yang merupakan Kaisar Romawi Timur saat
itu kemudian mengasingkan Mustafa di pulau Lemnos. Ancaman pemberontakan juga
muncul dari keponakannya, Orhan, yang diduga didukung oleh Kaisar Manouel II.
Mehmed membongkar rencana Orhan dan menghukumnya dengan membutakan matanya
seperti adat Romawi.
Setelah Pertempuran Ankara
dan perang saudara pada masa kekosongan, masyarakat menjadi trauma. Di saat
seperti itu, muncul gerakan sosial keagamaan berpengaruh yang dipimpin seorang
sufi bernama Syaikh Bedreddin. Dia lahir dari ayah Muslim dan ibu Kristen. Di
masa kekuasaan saudara Mehmed, Musa, Bedreddin diangkat menjadi qadi atau
hakim. Dia mempromosikan penghilangan perbedaan status antara yang kaya dan
miskin, begitu juga perbedaan antara kepercayaan-kepercayaan monoteisme.
Bedreddin sendiri menyatakan dirinya sebagai keturunan keluarga Kesultanan
Seljuk dan bahkan juga sebagai Imam Mahdi. Gerakan Bedreddin mulai melakukan
pemberontakan pada 1416. Setelah perlawanan selama empat tahun, pasukan yang
dipimpin Bayezid Pasya berhasil mengalahkannya dan Bedreddin dipenggal di pasar
dan jasadnya digantung di Serres.
c. MANGKAT
Pemerintahan Mehmed I sebagai sultan di negeri yang dipersatukan kembali hanya berlangsung selama 8 tahun. Namun, ia menjadi pangeran independen selama masa 11 tahun sebelumnya yang berlalu antara ditawannya ayahandanya di Angora (kini Ankara) dan kemenangan terakhirnya atas saudaranya Musa Çelebi di Chamurli.
Mausoleum Mehmed I di Bursa.
Ia dimakamkan di sebuah
mausoleum di Bursa yang didirikannya sendiri dekat masjid terkenal yang
dibangunnya di sana, yang karena dekorasi porselen hijaunya, dikenal sebagai
Masjid Hijau. Mehmed I juga menyelesaikan pembangunan masjid lain di Bursa,
yang telah dibangun sejak masa kakendanya Murad I namun diabaikan selama
pemerintahan Bayezid. Di lingkungan masjid dan mausoleumnya sendiri, Mehmed
juga mendirikan dua lembaga lain: sekolah dan tempat perjamuan bagi orang
miskin. Kedua lembaga itu dibiayai oleh negara.
d. KELUARGA
1)
ORANG TUA
Mehmed adalah putra dari
Sultan Bayezid I yang dijuliki Yıldırım (Sang Kilat). Bayezid berkuasa pada 16
Juni 1389 sampai kekalahannya pada Pertempuran Ankara pada 20 Juli 1402.
Ibunya adalah Devlet Valide
Hatun dan terdapat perbedaan pendapat mengenai asal-usulnya. Sebagian
menyatakan bahwa Devlet adalah wanita yang lahir dari keluarga non-Turki dan
non-Muslim. Sebagian lain menyatakan bahwa Devlet adalah orang yang sama dengan
Devletşah (ejaan Indonesia: Devletsyah), anak perempuan dari Süleyman Şah yang
merupakan adipati Germiyan dan Mutahhara Abide yang merupakan cucu Jalaluddin
Rumi.
2)
PASANGAN
i.
Emine Hatun. Anak
perempuan Adipati Dulkadir.
ii.
Şehzade Hatun.
Anak perempuan Dividdar Ahmed Pasya, Adipati Canik.
iii.
Kumru Hatun
3)
PUTRA
i.
Sultan Murad II -
putra dari Emine
ii.
Şehzade Mustafa
Çelebi (1408 – Oktober 1423). Dihukum mati setelah melakukan Pemberontakan
kepada Murad.
iii.
Şehzade Mahmud
Çelebi (1413 – Agustus 1429)
iv.
Şehzade Yusuf
Çelebi (1414 – Agustus 1429)
v.
Şehzade Ahmed
Çelebi (penjual jam tangan meninggal)
vi.
Şehzade Kasim
Çelebi (meninggal Januari 1406)
4)
PUTRI
i.
Selçuk Hatun -
putri dari Kumru. Menikah dengan Taceddin Ibrahim II Bey, Adipati Isfendiyar
yang berkuasa pada 1440 sampai 1443. Ibrahim II adalah putra İsfendiyar Bey,
Adipati İsfendiyar yang berkuasa pada 1385 sampai 1440.
ii.
Sultan Hatun.
Menikah dengan Kasim, putra Adipati İsfendiyar.
iii.
Hatice Hatun.
Menikah dengan Karaca Pasya.
iv.
Hafsa Hatun.
Menikah dengan Mahmud Bey, putra Ibrahim Pasya Çandarlı, Wazir Agung Utsmani.
v.
Iladi Hatun.
Menikah dengan Ibrahim II, Adipati Karaman yang berkuasa pada 1424 sampai 1464.
Ibrahim II adalah putra Mehmed II Bey, Adipati Karaman yang berkuasa pada
1398–1399, 1402–1420, dan 1421–1423. Ibu Mehmed II adalah Nefise Hatun, putri
Sultan Murad I.
vi.
seorang putri
yang menikah dengan Isa Bey, putra Mehmed II Bey.
vii.
Ayşe Hatun.
Menikah dengan Bengi Alaattin II Ali Bey, Adipati Karaman yang berkuasa pada
1423–1424.
· Murad II
Murad
II مراد ثانى |
Sultan Murad II |
Sultan
Utsmaniyah Ke-6
periode
pertama |
Berkuasa : 26 Mei 1421 – Agustus 1444 Pendahulu : Mehmed I Penerus : Mehmed II |
periode
kedua |
Berkuasa : September 1446 – 3 Februari 1451 Pendahulu : Mehmed II Penerus : Mehmed II |
Kelahiran : Juni 1404, Amasya, Kesultanan Utsmaniyah Kematian : 3 Februari 1451, Edirne, Kesultanan
Utsmaniyah Pemakaman : Komplek Muradiye, Bursa Wangsa : Utsmaniyah |
Ayah : Mehmed I Ibu : Emine Hatun Parsangan : 1. Yeni Hatun 2. Hatice Halime Hatun 3. Huma Hatun 4. Mara Brankovic Hatun Agama : Islam Sunni |
Turghra : |
Murad II (Juni 1404 – 3
Februari 1451) (bahasa Turki Utsmani: مراد ثانى Murād-ı sānī, bahasa Turki:II.
Murat) adalah Sultan Utsmaniyah dari 1421 hingga 1451 (kecuali dari masa antara
1444 hingga 1446).
Pemerintahan Murad II
ditandai dengan peperangan panjang melawan para bangsawan Kristen di Balkan dan
berbagai kadipaten Turki di Anatolia, konflik yang berlangsung selama 25 tahun.
Ia besar di Amasya dan naik takhta setelah kematian ayahandanya.
a. BIOGRAFI
Sultan Murad II
latihan memanah (lukisan dari tahun 1584)
1)
AWAL
KEHIDUPAN
Murad lahir pada tahun 1404
dan menghabiskan sebagian besar masa kecilnya di Amasya. Pada 1410, Murad
bersama ayahnya, Sultan Mehmed I, pergi ke Edirne yang merupakan ibu kota Utsmani
kala itu. Setelah ayahnya naik takhta, Murad ditugaskan untuk menjadi gubernur
Amasya, sebagaimana tradisi di Utsmani untuk mengirim para pangeran menjadi
gubernur di suatu wilayah sebagai bekal untuk memerintah kelak.
Murad tetap di Amasya sampai
mangkatnya sang ayah pada 1421, menjadikan dia dinobatkan sebagai Sultan
Utsmaniyah berikutnya di usianya yang masih enam belas tahun.
2)
SULTAN
Namun dengan cepat
pemerintahannya berhadapan dengan rongrongan. Kaisar Romawi Timur saat itu,
Manuel II Palaiologos, membebaskan paman Murad, Mustafa Çelebi (dikenal sebagai
Düzmece Mustafa) dari penjara dan mengakuinya sebagai pewaris sah takhta
Bayezid I (1389-1402). Manuel mengadakan perjanjian dengan Mustafa putra
Bayezid bahwa jika dia berhasil menjadi sultan, maka Mustafa harus membalas
budi dengan memberikan sejumlah kota penting kepada pihak Romawi.
Mustafa didaratkan dengan
kapal di wilayah Utsmani yang ada di Eropa dan berhasil mencapai kemajuan
pesat. Banyak pasukan Turki bergabung dengannya dan berhasil mengalahkan dan
membunuh veteran perang jenderal Beyazid Pasya yang dikirim Murad untuk
mengalahkan Mustafa. Mustafa mengalahkan pasukan Murad dan menyatakan dirinya
sebagai Sultan Adrianopel (Edirne).
Setelah itu, Mustafa
mengerahkan pasukannya menuju Asia Kecil dengan menyeberangi Selat Dardanella,
tetapi Murad dapat mengalahkan pamannya tersebut. Mustafa kemudian mengungsi ke
kota Gallipoli namun sang sultan, yang dibantu oleh komandan asal Genova
bernama Adorno, mengepungnya di sana dan menggempur tempat itu. Mustafa
ditangkap dan kemudian dihukum mati pada 1422. Atas keterlibatan Dinasti
Palaiologos dalam peristiwa ini, Murad menanggapinya dengan menyatakan perang
kepada pihak Romawi untuk merebut Konstantinopel.
Murad II kemudian membentuk
pasukan baru bernama Azab (juga dikenal dengan Asappi) pada 1421 dan berbaris
memasuki wilayah Kekaisaran Romawi Timur dan mengepung ibu kotanya,
Konstantinopel. Saat Murad melakukan pengepungan, pihak Romawi yang bekerja
sama dengan negara-negara Turki lain di Anatolia, mengirim adik Murad yang
bernama Mustafa yang berusia tiga belas tahun (dikenal dengan 'Mustafa muda'
untuk membedakan dengan pamannya) untuk melakukan pemberontakan dan mengepung
Bursa. Di tengah keadaan seperti itu, Murad mengabaikan pengepungannya atas
Konstantinopel dan berbalik arah melawan gerakan pemberontakan di dalam negeri.
Dia menghukum mati Mustafa muda pada tahun 1422. Negara-negara Turki di
Anatolia yang selama ini melakukan makar perlawanan terhadap Utsmaniyah
(Kadipaten Aydin, Germiyan, Mentesye, dan Teke) kemudian ditaklukan dan menjadi
bagian dari Utsmaniyah.
Murad kemudian menyatakan perang terhadap Republik Venesia, Kadipaten Karamanoğlu, Serbia, dan Hongaria. Karamanoğlu dikalahkan pada 1428 dan Venesia menarik diri pada 1432 menyusul kekalahan dalam Pengepungan Salonika ke-2 pada 1430. Pada 1430-an Murad menaklukan sebagian besar wilayah Balkan dan berhasil menaklukan Serbia pada 1439. Pada 1441 Kekaisaran Romawi Suci, Polandia dan Albania bergabung dalam koalisi Serbia-Hongaria. Murad II memenangkan Pertempuran Varna pada 1444 melawan János Hunyadi namun kalah dalam Pertempuran Jalowaz.
Murad yang sebenarnya lebih tertarik dalam masalah agama dan seni daripada pemerintahan turun takhta pada tahun 1444 dan menyerahkan kepemimpinan negara kepada putranya, Mehmed. Demi perlindungan Murad, wazir agung (perdana menteri) saat itu, Halil Pasya, membangunkan untuknya sebuah kastel yang dinamai sesuai nama keluarga wazir agung, Çandarlı. Keluarga Çandarlı adalah salah satu keluarga paling berpengaruh dalam sejarah Utsmani, bahkan hingga menyaingi Wangsa Utsmaniyah sendiri.
Makam Sultan Murad II
Meski demikian, Murad kembali berkuasa pada 1446 setelah Yanisari melakukan revolusi. Pada 1448, Murad berhasil mengalahkan persekutuan Kristen pada Pertempuran Kosovo Kedua. Saat kedudukan di Balkan cukup stabil, Murad berbalik mengarahkan perhatiannya ke arah Asia dan mengalahkan Syah Rokh (putra Timur Lenk), Kadipaten Karaman dan Çorum-Amasya.
Pada 1450 Murad II
melanjutkan pasukannya ke Albania dan melakukan pengepungan ke kastel Kruje
untuk memadamkan pemberontakan yang dipimpin oleh Skanderbeg. Di musim dingin
1450–1451, Murad II sakit, dan meninggal di istananya yang berada di Edirne.
Sesuai dengan wasiatnya, maka ia dikuburkan di dekat masjid Jami' Muradiyah, di
kota Bursa. Ia juga berwasiat agar tidak dibangun apapun di atas kuburannya,
agar dibangun beberapa tempat di sisi-sisi kuburnya tempat dimana para
penghafal Al-Qur'an duduk untuk membacakan Al-Qur'an Al Karim, serta agar
dikubur di hari Jum'at. Dia meninggalkan sebuah syair pada wasiatnya, setelah
dia merasa khawatir dikuburkan di sebuah kuburan yang besar, padahal dia
sendiri menginginkan agar tidak dibangun apapun di atas kuburannya. Syair
tersebut berbunyi :
" maka datanglah suatu
hari...
Dimana manusia hanya melihat
tanah kuburan ku..."
Setelah mangkatnya, Mehmed
kembali naik takhta menggantikan ayahnya
b. KELUARGA
1)
ORANG TUA
Ayah Murad adalah Sultan
Mehmed I yang disebut sebagai pendiri negara Utsmani kedua. Hal ini karena
Mehmed berhasil mengalahkan saudara-saudaranya dalam perebutan takhta dan
mengakhiri masa kekosongan Utsmani, masa saat Utsmani terpecah dan dipimpin
oleh beberapa sultan. Hal ini terjadi pada tahun 1402 sampai 1413.
Ibunya adalah Emine Valide
Hatun, putri Șaban Suli Bey, penguasa ketiga Kadipaten Dulkadir (berkuasa
1386-1398). Dulkadir sendiri adalah salah satu negara bangsa Turki Muslim yang
berdiri di kawasan Anatolia pada abad empat belas sampai enam belas Masehi.
2)
PAMAN
Şehzade Mustafa (1380 – Mei
1422). Dikenal juga dengan sebutan Düzmece Mustafa (Mustafa sang penipu).
Dihukum mati karena melakukan pemberontakan kepada Murad.
3)
SAUDARA
i.
Şehzade Mustafa
(1408 – Oktober 1423). Dijuluki Mustafa muda untuk membedakan dengan pamannya.
Dihukum mati karena melakukan pemberontakan kepada Murad.
ii.
Selçuk Hatun
(meninggal 25 Oktober 1485). Menikah dengan Taceddin Ibrahim II Bey, Adipati
Isfendiyar dan ayah Hatice Halime Hatun.
iii.
Sultan Hatun
(meninggal 1444). Menikah dengan Damad Kasım Bey, saudara Hatice Halime Hatun
4)
PASANGAN
i.
Yeni Hatun, putri
Şadgeldi Paşazade Mustafa Bey
ii.
Hatice Halime
Hatun, putri Taceddin Ibrahim II Bey, Adipati Isfendiyar kedelapan. Halime dan
Murad menikah sekitar tahun 1425 di Edirne sebagai upaya memperkuat hubungan
antara Utsmani dengan Isfendiyar. Murad juga menikahkan dua saudarinya yang
bernama Selçuk dan Sultan masing-masing dengan ayah dan saudara Halime
(Taceddin Ibrahim II Bey dan Kıvameddin Kasım Bey) dengan alasan serupa. Hatice
Halime sempat dikirim keluar istana ke Bursa setelah Murad menikah dengan Mara,
tetapi kemudian kembali lagi ke istana pada sekitar musim gugur 1435 atau musim
semi 1436. Setelah Murad meninggal, Halime menikah dengan Ishak Pasya, gubernur
Anatolia yang menjadi wazir agung pada tahun 1469–1472. Ishak meninggal pada
1497, menjadikan Halime menjanda kembali. Catatan terakhir mengenai dirinya
adalah tentang sumbangan amalnya di Iznik pada tahun 1500. Halime wafat pada 6
November 1501 pada usia 87 tahun dan dimakamamkan di Bursa.
iii.
Hüma Hatun,
seorang budak-selir. Tidak diketahui keluarga asal dan nama lahirnya. Beberapa
pendapat menyatakan bahwa dia adalah wanita Yahudi Italia bernama Stella,
sebagian lain berpendapat bahwa dia dari Serbia. Sejarawan Turki bernama İlber
Ortaylı mendukung pendapat bahwa dia keturunan bangsa Slavia. Setelah masuk ke
harem Utsmani, dia diberi nama baru, Hüma, yang berarti "burung
surgawi" dalam legenda Persia.
iv.
Mara Hatun atau
Mara Branković, putri Đurađ Branković, Despot Serbia. Ibunya adalah Irene
Kantakouzene, cucu Matius Kantakouzenos, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada
1353–1357. Mara juga dikenal dengan Sultana Marija, Despina Hatun, atau
Amerissa. Mara dan Murad menikah pada 4 September 1435 di Edirne. Maskawin dari
pihak Mara antara lain wilayah Dubočica dan Toplica. Setelah mangkatnya Murad,
Mara kembali kepada orangtuanya. Saat kedua orangtuanya meninggal, dia
bergabung di istana putra tirinya, Sultan Mehmed II, dan kerap memberi Sang
Sultan nasihat. Dia juga berperan sebagai penengah antara pihak Utsmani dan
Republik Venesia selama Perang Utsmani-Venesia Pertama (1463–1479). Mara tetap
menjadi tokoh berpengaruh pada masa cucu-tirinya, Sultan Bayezid II. Atas
pengaruhnya, pihak Kristen Ortodok Yunani mendapat keistimewaan di Yerusalem.
5)
PUTRA
i.
Şehzade Ahmed
(1419 – 1437). Dijuluki Ahmed Besar untuk membedakannya dengan adiknya.
Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.
ii.
Şehzade Alaeddin
Ali (1425 – 1443) – putra dari Hatice Halime. Dia ditunjuk sebagai gubernur
Manisa setelah dipandang menginjak usia dewasa. Dimakamkan di Komplek Muradiye,
Bursa.
iii.
Sultan Mehmed II
(1431 – 3 Mei 1481) - putra dari Hüma. Dikenal dengan julukan Muhammad Al Fatih
atau Fatih Mehmed.
iv.
Şehzade Orhan
(meninggal 1453). Dimakamkan di Darülhadis Türbesi, Edirne.
v.
Şehzade Hasan
(1450 – 18 Februari 1451) - putra dari Hatice Halime. Dimakamkan di Darülhadis
Türbesi, Edirne.
vi.
Şehzade Ahmed
(1450 – 1451) – putra dari Hatice Halime.[19] Dijuluki Ahmed Kecil untuk
membedakannya dengan kakaknya.
6)
PUTRI
i.
Erhundu Hatun.
Menikah dengan Damad Yakub Bey.
ii.
Şehzade Hatun.
Menikah dengan Damad Sinan Bey. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.
iii.
Fatma Hatun -
putri dari Hüma. Menikah dengan Damad Mahmud Çelebi, putra Çandırlı Ibrahim
Pasya, pejabat Utsmani yang menjadi wazir agung pada 1421-1429. Dimakamkan di
Komplek Muradiye, Bursa.
iv.
Hatice Hatun.
Menikah dengan Damat Isa Bey. Dimakamkan di Komplek Muradiye, Bursa.
·
Mehmed II
Mehmed
II محمد ثانى |
Painting of Sultan Mehmed
II, 1480, by Gentile Bellini (1429–1507) |
Sultan
Utsmaniyah Ke-7
periode
pertama |
Berkuasa : Agustus 1444 – September 1446 Pendahulu : Murad II Penerus : Murad II |
periode
kedua |
Berkuasa : 3 Februari 1451 – 3 Mei 1481 Pendahulu : Murad II Penerus : Bayezid II |
Kelahiran : 30 Maret 1432, Edirne, Provinsi Rumelia,
Kesultanan Utsmaniyah Kematian : 3 Mei 1481 (Umur 49), Hünkarçayırı
(Tekfurçayırı), dekat Gebze, Kesultanan Utsmaniyah Pemakaman : Masjid Fatih, Istanbul, Turki Wangsa : Usmani |
Ayah : Murad II Ibu : Hüma Hatun Pasangan : 1. Gülbahar Hatun 2. Gülşah Hatun 3. Sittişah Hatun 4. Hatice Hatun 5. Çiçek Hatun Agama Islam
Sunni |
Tughra : |
Mehmed II (Turki Utsmaniyah: محمد
ثانى, Meḥmet-i sānī; Turki: II. Mehmet; 30 Maret 1432 – 3 Mei 1481), juga dikenal
secara luas sebagai Muhammad al-Fatih (محمد الفاتح, Fatih Sultan Mehmed) atau
Mehmed Sang Penakluk adalah penguasa Utsmani ketujuh yang berkuasa pada 1444 –
1446 dan 1451 – 1481. Mehmed II mengukir berbagai capaian pada masa
pemerintahannya, tetapi yang paling dikenal adalah Penaklukan Konstantinopel
pada 1453 yang mengakhiri riwayat Kekaisaran Romawi Timur, menjadikannya
mendapat julukan 'Sang Penakluk' (الفاتح, el-Fatih). Mehmed dikenal sebagai
pemimpin yang cakap dan mempunyai kepakaran dalam bidang kemiliteran, ilmu
pengetahuan, matematika, dan menguasai enam bahasa saat berumur 21 tahun. Dia
dikenal sebagai pahlawan di Turki maupun dunia Islam secara luas. Dalam sejarah
Islam, Mehmed dikenal sebagai salah seorang pemimpin yang hebat sebagaimana Sultan
Shalahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin
Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan
tentara Mongol). Di pemerintahan, Mehmed lebih memilih para pejabat tinggi dari
latar belakang devşirme daripada mereka yang berasal dari keluarga bangsawan,
menjadikan kendali negara benar-benar terpusat pada sultan.
a. AWAL KEHIDUPAN
Mehmed lahir pada 30 Maret
1432 di Edirne, ibu kota Utsmaniyah kala itu. Dia merupakan anak dari Sultan
Murad II dan Hüma Hatun.
Saat Mehmed berusia sebelas
tahun, dia dikirim untuk memerintah Amasya, sesuai tradisi Utsmani untuk
mengutus para şehzade (pangeran) yang sudah cukup umur untuk memerintah di
suatu wilayah sebagai bekal bila naik takhta kelak. Murad juga mengirimkan
banyak guru untuk mendidik putranya, di antaranya adalah Molla Gürani. Syaikh
Muhammad Syamsuddin bin Hamzah, salah satu ulama berpengaruh kala itu, juga
menjadi guru dan orang dekatnya, membuatnya sangat mempengaruhi Mehmed sejak
usia muda, utamanya dalam masalah pentingnya penaklukan Konstantinopel.
Penobatan Mehmed II,
1451
Setelah mengadakan perjanjian
damai dengan Kadipaten Karaman di Anatolia pada 1444, Murad yang sebenarnya
lebih tertarik dalam masalah agama dan seni daripada politik turun takhta dan
menyerahkan kepemimpinan negara kepada Mehmed yang saat itu masih dua belas
tahun. Dengan keadaan seperti ini, wazir agung (perdana menteri) saat itu,
Çandarlı Halil Pasya, memiliki kendali kuat atas negara. Halil Pasya sendiri
berasal dari keluarga Çandarlı, salah satu keluarga paling berpengaruh dalam
sejarah Utsmani (selain Wangsa Utsmaniyah sendiri) yang telah berhasil
menciptakan politik dinasti dalam negara. Meski begitu, pengaruhnya tersaingi
oleh Syaikh Syamsuddin yang sangat dekat dengan Mehmed.
Pada periode pertama masa
kekuasaan Mehmed, pihak Utsmani diserang Kerajaan Hongaria yang dipimpin János
Hunyadi yang melanggar gencatan senjata yang tertuang dalam Perjanjian Szeged
(1444). Dalam keadaan seperti ini, Mehmed meminta ayahnya untuk kembali naik
takhta, tetapi Murad menolak. Sebagai balasan, Mehmed menulis surat, "Bila
Ayah adalah sultan, datanglah dan pimpinlah pasukan Ayah. Bila aku adalah
sultan, aku memerintahkan Ayah untuk datang dan memimpin pasukanku." Murad
kemudian datang dan memimpin pasukan, mengalahkan pasukan gabungan
Hongaria-Polandia dan Wallachia yang dipimpin oleh Władysław III, Raja Hongaria
dan Polandia; János Hunyadi, komandan pasukan gabungan Kristen; dan Mircea II,
Voivode (Adipati/Pangeran) Wallachia dalam Pertempuran Varna (1444).
Murad kemudian didesak untuk
kembali naik takhta oleh Çandarlı Halil Pasya yang tidak senang dengan kuatnya
pengaruh Syaikh Syamsuddin pada masa kekuasaan Mehmed. Murad kembali naik
takhta dan berkuasa hingga wafatnya pada tahun 1451. Sepeninggalnya, Mehmed
kembali naik takhta dan dinobatkan di Edirne pada usia sembilan belas tahun.
b. PENAKLUKAN
KONSTANTINOPEL
1)
SEBELUM
PENAKLUKAN
Konstantinopel, kota yang
didirikan Kaisar Romawi Konstantinus Agung pada 330 M, merupakan salah satu
kota termasyur di dunia kala itu. Di dunia Kristen, kota ini menjadi yang
terdepan dalam segi kebudayaan dan kesejahteraan, utamanya pada masa Wangsa
Komnenos. Sebelas abad berikutnya, berbagai upaya penaklukan kota ini dilakukan
oleh banyak pihak. Para pemimpin Muslim dari generasi ke generasi, diawali
Mu'awiyah bin Abi Sufyan, juga termasuk mereka yang berusaha menaklukan
Konstantinopel, meskipun semua upaya itu gagal. Meski begitu, sebelum tahun
1453, hanya satu kali kota ini berhasil diduduki, yakni pada masa Perang Salib
Keempat. Pasukan Salib menduduki Konstantinopel dan mendirikan Kekaisaran Latin
(Romawi Timur Katolik) pada 1204. Pasukan Salib menghancurkan berbagai hal di
kota yang sebelumnya menjadi pusat agama Ortodoks ini. Hagia Sophia menjadi
tempat mabuk-mabukan, berbagai bangunan sekuler dan keagamaan (gereja dan
biara) tidak luput dari pengrusakan, para biarawati diperkosa di biara mereka,
dan orang-orang yang sekarat terbaring sampai mati di jalan-jalan. Para
bangsawan Romawi Timur Ortodoks kemudian mendirikan pemerintahan darurat di
tiga tempat, Nicea, Trebizond, dan Epirus.
Peta kawasan Laut
Tengah bagian timur sebelum penaklukan Konstantinopel. Wilayah Kekaisaran
Romawi Timur (Bizantium) ditandai dengan warna ungu. Ungu atas (utara) adalah
kawasan ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel. Ungu bawah (selatan) adalah
wilayah Kedespotan Morea.
Pada masa kekuasaan
Kekaisaran Latin, Konstantinopel mengalami kemunduran dalam berbagai segi.
Sepertiga penduduk menjadi tuna wisma. Para pejabat, bangsawan, dan pemuka
agama tinggi diasingkan. Segala kerusuhan ini menjadikan populasi
Konstantinopel berkurang drastis. Timah dan perunggu dari berbagai bangunan
diambil dan dijual untuk membiayai pertahanan negara. Hagia Sophia yang awalnya
merupakan Basilika Kristen Ortodoks diubah menjadi Basilika Katolik sampai
akhir masa kekuasaan pihak Katolik di Konstantinopel. Pihak Nicea mengakhiri
kekuasaan Kekaisaran Latin Katolik dengan merebut kembali Konstantinopel,
memulihkan kekuasaan Kekaisaran Romawi Timur Ortodoks pada 1261, tetapi
pemerintahan di Trebizond dan Epirus masih terus berlanjut secara mandiri
sebagai negara berdaulat. Meski pemerintahan Romawi Timur Ortodoks telah
dipulihkan, negara telah kehilangan banyak sumber daya dan ekonominya dan
berjuang untuk bertahan. Kaisar Mikhael VIII Palaiologos berhasil memulihkan
sebagian keadaan Konstantinopel dan di masa kekuasaannya, penduduk
Konstantinopel yang awalnya tinggal sekitar 35.000 jiwa naik dua kali lipat.
Namun keadaan negara jatuh dalam kekacauan saat terjadi perang saudara
sepeninggal Kaisar Andronikos III Palaiologos, Serbia menduduki sebagian
wilayah kekaisaran, begitu juga Utsmani yang menguasai sebagian besar Balkan
setelah Pertempuran Kosovo.
2)
PENAKLUKAN
OLEH UTSMANI
Saat Mehmed kembali naik
takhta pada 1451, dia memusatkan perhatiannya untuk memperkuat angkatan laut
Utsmani untuk persiapan penaklukan Konstantinopel. Di tepi Selat Bosporus
bagian Asia, telah berdiri benteng Anadolu Hisarı yang dibangun oleh Sultan
Bayezid I. Mehmed menindaklanjuti dengan membangun benteng Rumeli Hisarı yang
lebih kokoh di tepi Eropa Bosporus. Pembangunan ini menjadikan Utsmani memiliki
kendali penuh atas Selat Bosporus. Setelah pembangunan benteng, Mehmed
memerintah pemungutan pajak atas setiap kapal yang melewati selat. Pihak
Venesia mengabaikan peraturan tersebut dan kapal mereka tenggelam dengan satu
tembakan meriam. Semua pelaut yang selamat dihukum penggal,[8] kecuali kapten
kapal yang jasadnya dipajang sebagai peringatan bagi mereka yang melewati
selat.
Pada tahun 1453, Mehmed
memulai pengepungan Konstantinopel dengan pasukan berjumlah antara 80.000
sampai 200.000 orang, kereta api artileri, dan 320 kapal. Kota ini dikelilingi
oleh laut dan darat, armada ditempatkan di pintu Bosporus dari pantai ke pantai
dalam bentuk bulan sabit untuk menghadang bantuan untuk Konstantinopel dari
laut.[8] Pada awal April, upaya penaklukan Konstantinopel dimulai. Pada
awalnya, tembok kota dapat menahan pasukan Utsmani, meskipun Sultan Mehmed
telah menggunakan meriam yang dibuat oleh Orban, insinyur dari Transilvania.
Pelabuhan Tanduk Emas dilindungi menggunakan rantai penghadang dan dijaga dua
puluh delapan kapal.
Masuknya Sultan
Mehmed II ke Konstantinopel, lukisan oleh Fausto Zonaro (1854-1929)
Dalam pengepungan ini, pihak
Romawi Timur meminta bantuan dari Barat, tetapi Paus memberikan persyaratan
agar Gereja Ortodoks Timur bersedia bergabung di dalam kewenangan kepausan di
Roma. Pihak kekaisaran sendiri sebenarnya telah mengeluarkan maklumat penyatuan
gereja, tetapi warga dan pemuka agama Ortodoks mengabaikannya karena kebencian
mereka pada kewenangan Roma dan ritus liturgi Latin dalam Katolik, juga lantaran perbuatan umat Katolik pada
masa pendudukan mereka atas Konstantinopel saat Perang Salib Keempat. Beberapa
pasukan Barat datang memberikan bantuan, tapi sebagian besar penguasa di Barat
sibuk dengan urusan masing-masing dan mengabaikan nasib Konstantinopel.
Pada 22 April, Mehmed menarik
kapal perangnya ke darat, menaiki bukit di sekitar koloni Genova di Galata, dan
ke pantai utara Tanduk Emas. Delapan puluh kapal diangkat dari Bosporus setelah
membuka rute, kurang lebih satu mil, dengan kayu. Dengan keadaan demikian,
pihak Romawi menempatkan pasukan mereka di atas dinding yang lebih panjang.
Sekitar sebulan kemudian, Konstantinopel akhirnya berhasil ditaklukan pihak
Utsmani setelah 57 hari pengepungan.[8] Setelah penaklukan ini, Mehmed
memindahkan ibu kota Utsmani dari Edirne ke Konstantinopel. Dua keponakan dan
pewaris Kaisar Konstantinus XI Palaiologos lantas menjadi pelayan dekat Mehmed
dan kemudian masuk Islam dan diberi nama baru, Hass Murad dan Mesih. Hass Murad
diangkat sebagai Gubernur Balkan, sementara Mesih menjadi Gubernur Gallipoli
dan kemudian wazir agung pada masa kekuasaan putra Mehmed, Bayezid II. Kaisar
Konstantinus XI sendiri meninggal pada hari penaklukan Konstantinopel, tetapi
tidak ada saksi mata yang selamat yang melihat kematiannya. Kisah masyhur yang
beredar menyatakan bahwa Konstantinus menanggalkan jubah kebesarannya dan
berperang bersama prajurit yang tersisa sampai meninggal dalam pertempuran.
Setelah penaklukan
Konstantinopel, Mehmed menghukum mati Çandarlı Halil Pasya pada 1 Juni 1453.
Setelah peristiwa ini, keluarga Çandarlı kehilangan pengaruh yang mereka
dapatkan sebelumnya, meski anggota keluarga ini ada yang diangkat menjadi wazir
agung pada masa kekuasaan Bayezid II. Halil Pasya merupakan wazir agung pertama
yang dihukum mati oleh sultan.
3)
MAKAM ABU
AYYUB
Saat pasukan Utsmani bergerak
menuju Konstantinopel, Syaikh Syamsuddin menemukan makam Abu Ayyub al-Anshari,
sahabat Nabi yang meninggal dalam Pengepungan Konstantinopel (674–678). Setelah
Konstantinopel ditaklukan, Mehmed membangun Masjid Eyüp Sultan (Eyüp Sultan
Camii) di tempat tersebut untuk menandai pentingnya penaklukan Konstantinopel
dalam Islam dan pentingnya peran Mehmed sebagai ghazi.
4)
SETELAH
PENAKLUKAN
Setelah mengambil alih
kepemimpinan Konstantinopel, Mehmed mengubah Hagia Sophia (dieja Aya Sofya
dalam bahasa Turki) yang semula adalah Basilika Ortodoks menjadi masjid. Mehmed
juga segera memerintahkan pembangunan ulang kota, termasuk memperbaiki dinding,
membangun benteng, juga membangun istana baru. Untuk mendorong kembali
orang-orang Yunani dan Genova yang pergi dari Galata, Mehmed memerintahkan
pengembalian rumah-rumah mereka dan memberikan jaminan keamanan.
Mehmed juga memerintahkan
pendirian bangunan Muslim dan komersial, seperti Masjid Rum Mehmed Pasya. Dari
sini, kota berkembang dengan cepat. Pada akhir masa kekuasaannya,
Konstantinopel berubah menjadi ibu kota kekaisaran yang megah. Menurut
sejarawan Utsmani kontemporer, Mevlânâ Mehmed Neşri, "Sultan Mehmed
membuat keseluruhan Istanbul." Lima puluh tahun mendatang, Konstantinopel
kembali menjadi kota terbesar di Eropa.
Di dunia Arab, Konstantinopel
dieja dengan sebutan Qusṭanṭīniyya (Hijaiyah: قسطنطنية). Setelah Utsmani
mengambil alih kota, nama Kostantiniyye yang merupakan ejaan Turki Utsmani dari
kata Qusṭanṭīniyya digunakan sebagai nama resmi kota ini dalam bahasa Turki
Utsmaniyah. Nama Islambol (berarti "Islam keseluruhannya") dibuat
setelah penaklukan Konstantinopel dan digunakan untuk merujuk kota ini sebagai
bentuk pernyataan kedudukan kota ini sebagai ibu kota Kekaisaran Utsmani Islam.
Penulis kontemporer menyatakan bahwa Sultan Mehmed sendiri yang membentuk nama itu.
Beberapa sumber Utsmani menyatakan bahwa Islambol adalah nama umum yang
digunakan saat itu. Antara abad ketujuh belas dan delapan belas, nama itu
digunakan secara resmi. Penggunaan pertama kata Islambol dalam uang logam
dilakukan pada tahun 1703 pada masa pemerintahan Sultan Ahmed III. Meski
begitu, nama Kostantiniyye juga masih digunakan hingga abad kedua puluh.
1)
KEJATUHAN
KONSTANTINOPEL
Pengepungan terakhir
Konstantinopel, miniatur Prancis abad ke-15 kontemporer.
Kejatuhan Konstantinopel
(bahasa Yunani Pertengahan: Ἅλωσις τῆς Κωνσταντινουπόλεως, translit. Hálosis
tís Konstantinoupóleos; bahasa Turki: İstanbul'un Fethi) adalah peristiwa
jatuhnya ibu kota Romawi Timur, Konstantinopel ke tangan Kesultanan Utsmaniyah
yang dipimpin oleh Mehmed II Sang Penakluk pada tanggal 29 Mei 1453 (Kalender
Julian), merupakan peristiwa penting yang merupakan salah satu penanda
berakhirnya Abad Pertengahan. Pergantian kekuasaan dari Kekaisaran Romawi Timur
kepada Kesultanan Utsmaniyah ini menyebabkan jalur perdagangan antara Eropa dan
Asia Barat di Laut Tengah terputus. Persediaan rempah-rempah untuk dunia
Kristen yang dulunya bisa didapatkan di Konstantinopel tidak tersedia lagi
karena konflik antar agama Kristen dan Islam. Para pedagang terpaksa mencari
jalur lain ke sumber rempah-rempah dan hal tersebut membawa bangsa Eropa ke
India dan kepulauan Nusantara.
I.
SERANGAN
TERAKHIR
Persiapan
untuk serangan terakhir dimulai pada petang 26 Mei dan berlanjut keesokan
harinya. Selama 36 jam setelah dewan perang memutuskan untuk menyerang,
Utsmaniyah secara besar-besaran menggerakkan tentara mereka untuk melancarkan
serangan umum. Tentara diberi kesempatan untuk berdoa dan beristirahat pada
tanggal 28. Di pihak Bizantium, suatu armada kecil Venesia dengan 12 kapal,
setelah menyusuri Aigeia, tiba di ibu kota pada 27 Mei dan melaporkan kepada
Kaisar bahwa tidak ada armada bantuan Venesia yang besar yang akan datang. Pada
28 Mei, ketika Utsmaniyah bersiap untuk serangan terakhir, prosesi keagamaan
berskala besar digelar di dalam kota. Saat petang suatu upacara khidmat digelar
di Hagia Sophia, di mana Kaisar dan perwakilan gereja Latin dan Yunani ikut
serta, bersama-sama dengan kaum bangsawan dari kedua pihak.
Tidak
lama setelah tengah malam pada 29 Mei serangan mati-matian dimulai. Pasukan
Kristen Kekaisaran Utsmaniyah menyerang pertama kali, diikuti oleh gelombang
serangan berturut-turut oleh azap ireguler, yang miskin pelatihan dan
perlengkapan, serta pasukan Anatolia yang berfokus pada bagian dinding
Blachernai di barat laut kota, yang telah rusak oleh meriam. Bagian ini dibuat
lebih tua, pada abad kesebelas, dan jauh lebih lemah. Pasukan Anatolia berhasil
menembus bagian dinding ini dan memasuki kota namun dengan cepat dihalau keluar
oleh pasukan bertahan. Akhirnya, seiring pertempuran terus berlanjur, gelombang
terakhir, yang terdiri atas Yanisari elit, menyerang dinding kota. Jenderal
Genoa yang memimpin serangan darat, Giovanni Giustiniani, terluka parah selama
serangan, dan evakuasinya dari benteng memicu kepanikan di kalangan pasukan
bertahan. Giustiniani dibawa ke Khios, di mana dia meninggal akibat lukanya
beberapa hari kemudian.
Dengan
mundurnya pasukan Genoa yang dipimpin Giustiniani ke dalam kota dan menuju
pelabuhan, Konstantinus dan pasukannya, kini tinggal berjuang sendirian, terus
bertempur dan mampu menahan Yanisari untuk sementara, tapi akhirnya mereka
tidak mampu menghentikan Yanisari memasuki kota. Pasukan bertahan juga
kewalahan di beberapa titik di bagian Konstantinus. Ketika bendera Utsmaniyah
berkibar di atas sebuah gerbang belakang kecil, Kerkoporta, yang terbuka,
kepanikan merebak, dan pertahanan pun runtuh, seiring Yanisari, yang dipimpin
oleh Ulubatlı Hasan terus menekan. Tentara Yunani berlarian ke rumah untuk
melindungi keluarga, tentara Venesia berlarian ke kapal-kapal mereka, dan
beberapa tentara Genoa melarikan diri ke Galata. Sisanya bunuh diri dengan
melompat dari dinding kota atau menyerah. Rumah-rumah Yunani yang paling dekat
dengan kota adalah yang pertama mengalami penyerangan oleh Utsmaniyah. Disebutkan
bahwa Konstantinus, melepaskan regalia ungunya, memimpin serangan terakhir
terhadap pasukan Utsmaniyah yang berdatangan, dan meninggal dalam bentrokan
yang terjadi di jalanan besama para tentaranya. Di pihak lain, Nicolò Barbaro,
seorang saksi mata Venesia selama pengepungan, menulis dalam buku hariannya
bahwa dikatakan bahwa Konstantinus gantung diri ketika Utsmaniyah menembus
gerbang San Romano, meskipun nasib akhirnya tak diketahui.
Setelah
serangan awal, pasukan Utsmaniyah menyebar di sepanjang kalanan kota, Mese,
melewatkan forum-forum besar, dan melewatkan Gereja Rasul Suci, yang diinginkan
oleh Mehmed II untuk dijadikan tempat kedudukan patriark yang akan ditunjuknya,
yang akan membantunya untuk lebih baik dalam mengendalikan rakyat Kristennya. Mehmed
II telah mengirim tentara untuk melindungi bangunan-bangunan penting seperti
gereja tersebut.
Beberapa
penduduk sipil yang beruntung berhasil melarikan diri. Ketika orang Venesia
melarikan diri ke kapal-kapal mereka, Utsmaniyah telah merebut dinding Tanduk
Emas, namun tentara Ustmaniyah tidak membunuh mereka karena lebih tertarik
untuk menjarah rumah-rumah di kota. Akibatnya, Tanduk Emas diabaikan sehingga
orang Venesia berhasil selamat. Kapten Venesia memerintahkan anak buahnya untuk
mendobrak gerbang Tanduk Emas, lalu mengisi kapal dengan tentara Venesia dan
pengungsi dari kota. Segera setelah mereka pergi, beberapa kapal Genoa dan
bahkan kapal-kapal kekaisaran mengikuti mereka keluar dari Tanduk Emas. Tak
lama setelah itu, Angkatan Laut Utsmaniyah kembali menguasai Tanduk Emas pada
tengah hari.
Pasukan
Utsmaniyah mendatangi Augusteum, lapangan luas di depan gereja Hagia Sophia
yang gerbang perunggunya dihalangi oleh kerumunan penduduk sipil di dalam
bangunan yang mengharapkan bantuan dari Tuhan. Setelah pintunya didobrak,
tentara Utsmaniyah memisahkan orang-orang berdasarkan kemungkinan harga mereka
di pasar budak. Mehmed II mengizinkan pasukannya menjarah kota selama tiga hari
sesuai adat. Para tentara memperebutkan sejumlah rampasan perang. Menurut ahli
bedah Venesia Nicolò Barbaro "sepanjang hari pasukan Turk membantai banyak
sekali orang Kristen di seluruh kota". Menurut Philip Mansel, ribuan
penduduk sipil dibunuh dan 30.000 penduduk sipil diperbudak atau diusir.
II.
PENGEPUNGAN
ATAS KONSTANTINOPEL
Ada
banyak pengepungan atas Konstantinopel selama sejarah Kekaisaran Bizantium atau
Romawi Timur. Dua diantaranya mengakibatkan direbutnya Konstantinopel dari
kekuasaan Bizantium: pada tahun 1204 oleh para Tentara Salib, dan pada tahun
1453 oleh Kesultanan Utsmaniyah atau Ottoman yang dipimpin Mehmed II.
Pengepungan atas
Konstantinopel pada tahun 1453 (lukisan tahun 1499).
§ Pengepungan oleh Persia dan Arab :
v Pengepungan Konstantinopel (626), oleh kaum Avar,
Slavia, dan Persia Sasaniyah, tidak berhasil
v Pengepungan Konstantinopel (674-678), oleh bangsa
Arab, tidak berhasil
v Pengepungan Konstantinopel (717–718), oleh bangsa
Arab, tidak berhasil
§ Pengepungan oleh Bulgaria dan Rus
v Pengepungan Konstantinopel (813), oleh Krum dari
Bulgaria, tidak berhasil
v Perang Rus'-Romawi Timur 860, oleh bangsa Rus, tidak
berhasil
v Perang Rus'-Romawi Timur (907), oleh bangsa Rus pada
tahun 904/907, tidak berhasil
v Perang Rus'-Romawi Timur (941), oleh bangsa Rus, tidak
berhasil
§ Pengepungan dan penyerangan selama perang saudara
Bizantium
v Pengepungan oleh Thomas orang Slavia pada tahun
821–822
v Pengepungan selama pemberontakan Leon Tornikios pada
tahun 1047
v Pengepungan selama 32 hari oleh Andronikos IV
Palaiologos dengan dukungan dari bangsa Turk Utsmaniyah pada tahun 1376
§ Perang Salib
v Pengepungan Konstantinopel (1203), pengepungan pertama
dalam Perang Salib Keempat, di mana Alexius IV Angelus mampu merebut takhta
setelah Alexius III melarikan diri ke Thrakia, berhasil
v Pengepungan Konstantinopel (1204), pengepungan kedua
dalam Perang Salib Keempat, di mana in which kaum Bizantium kewalahan dan kota
tersebut dijarah, berhasil
§ Pengepungan oleh Nicea
v Pengepungan Konstantinopel (1235), oleh pasukan Nicea
dan Bulgaria, tidak berhasil
v Suatu serangan atas Konstantinopel pada tahun 1248
oleh Nicea tersirat dalam catatan Georgios Akropolitês, tetapi tidak ada
informasi detail.
v Pengepungan Konstantinopel (1260), oleh Kekaisaran
Nicea, tidak berhasil
v Pada tahun 1261 sepasukan kecil Nicea yang dipimpin
Alexios Strategopoulos mendapat akses masuk ke dalam ibu kota Latin yang tidak
dipertahankan dengan baik, sehingga mengakhiri Kekaisaran Latin dan memulihkan
kekuasaan Bizantium atas kota tersebut. Kebanyakan pasukan Latin yang
mempertahankan kota tidak ada di sana karena kampanye militer di luar, dan
kaisarnya melarikan diri tanpa mengadakan perlawanan; tidak ada pengepungan.
§ Pengepungan oleh Utsmaniyah
v Suatu blokade oleh Utsmaniyah terjadi antara tahun
1390 dan 1402, yang pertama diinterupsi oleh Pertempuran Nikopolis, kemudian
dihentikan akibat Pertempuran Ankara
v Pengepungan Konstantinopel (1411), suatu pengepungan
singkat oleh Utsmaniyah yang tejadi selama Interregnum Utsmaniyah, tidak
berhasil
v Pengepungan Konstantinopel (1422), pengepungan skala
besar yang pertama atas kota tersebut oleh Utsmaniyah, tidak berhasil
v Kejatuhan Konstantinopel pada tahun 1453, setelah
suatu pengepungan oleh Utsmaniyah, berhasil
III.
PASCA
PENAKLUKAN
Sultan
berdiam di Konstantinopel selama 23 hari lamanya pasca penaklulan,
menyelesaikan segala urusan-urusannya, dan mengatur pengelolaan kota yang baru
ditakluk itu. Dalam pada tempoh itu, ia membuka satu permulaan daripada
dekritnya soal kota itu, bahwa Konstantinopel dijadikannya sebagai ibu kota.
Sesudahnya ia mengambil gelar "al-Fātih" (Arab: Penakluk), dan
"Abul-Fath" (Arab:Bapak Penakluk), karenanya ia dikenal dengan nama
"Muhammad al-Fātih". Dalam bahasa Turki Utsmaniyah: ia ditulis فاتح سُلطان
مُحمَّد خان ثانى atau "Fatih Sultan Muhammad Khan Tsani". Di bahasa
Turki modern ia ditulis dengan sebutan "Fâtih Sultan Mehmed Han II".
c. PENAKLUKAN SERBIA
Kedespotan Serbia pada masa Stefan
Lazarević (1422)
Setelah penaklukan
Konstantinopel, Mehmed mengarahkan pasukan ke Kedespotan Serbia yang telah
menjadi negara bawahan Utsmani sejak Pertempuran Kosovo 1389. Mehmed sendiri
memiliki hubungan kekerabatan dengan Serbia karena dua sultan pendahulunya
menikah dengan putri penguasa Serbia: Sultan Bayezid I menikah dengan Mileva
Olivera Lazarević, putri Lazar Hrebeljanović, dan Sultan Murad II menikah
dengan Mara Branković, putri Đurađ Branković. Dengan dasar ini, pihak Utsmani
mengklaim beberapa wilayah Serbia. Pada masa itu, Đurađ Branković telah
menjalin persekutuan dengan Hongaria dan membayar upeti. Saat Serbia menolak
klaim tersebut, Utsmani mengirimkan pasukan dari Edirne ke Serbia pada 1454.
Smederevo dikepung sebagaimana Novo Brdo yang merupakan pusat penambangan dan
peleburan logam paling penting di Serbia. Utsmani dan Hongaria bertempur sampai
tahun 1456.
Miniatur Utsmaniyah
tentang Pengepungan Beograd (1456)
Pasukan Utsmani sendiri juga
bergerak menuju Beograd, tetapi gagal menaklukan kota yang dipimpin János Hunyadi
tersebut. Mehmed kembali ke Edirne dan Đurađ Branković sendiri kembali
menguasai sebagian wilayah Serbia. Namun tak lama, Đurađ Branković meninggal di
usia 79 tahun. Putra bungsunya, Lazar Branković, kemudian merebut takhta,
meracuni ibunya, dan mengasingkan saudara-saudaranya, tetapi meninggal tak lama
kemudian. Takhta Serbia kemudian dipegang oleh kakak Lazar, Stefan Branković,
yang sebelumnya telah berunding dengan janda Lazar, Helena Palaiologina. Helena
sendiri kemudian menikahkan putrinya dengan Stjepan Tomašević, putra Raja
Bosnia, dan berusaha menaikkan menantunya tersebut ke takhta Serbia. Stefan
Branković digulingkan pada 8 April 1459 dan Stjepan Tomašević diangkat
menggantikannya dan ini membuat Sultan Mehmed marah. Mehmed kemudian mengerahkan
pasukannya kembali ke Serbia dan menyerang Smederevo. Menyadari bahwa Smederevo
tidak akan dapat bertahan dari serangan Mehmed, Stjepan Tomašević menyerahkan
benteng pada 20 Juni. Utsmani menguasai sisa wilayah Serbia yang lain dalam
kurun waktu setahun. Stjepan Tomašević sendiri dan keluarganya pergi ke Bosnia
di istana ayahnya. Raja Hongaria menuduh Stjepan sengaja menjual benteng demi
emas. Anggota Yanisari kelahiran Serbia,
Konstantin Mihailović, dan sejarawan Romawi-Yunani dari Athena, Laonikos Chalkokondyles,
menyatakan ketidakbersalahan Stjepan. Mereka menyatakan bahwa orang-orang
Serbia di Smederevo tidak senang dengan pemerintahan orang Bosnia dan yakin
Utsmani akan menang dan akan lebih memberi mereka toleransi beragama daripada
bangsa Hongaria sehingga mereka keluar menemui Mehmed dan menyerahkan kunci
kota.
d. PERTEMPURAN KOSOVO
Miniatur Rusia dari
abad ke-16 tentang pertempuran ini Bagian dari the Perang Utsmaniyah di Eropa
dan Peperangan Serbia-Utsmaniyah
Pertempuran Kosovo (bahasa
Serbia: Косовска битка/Kosovska bitka, bahasa Turki: Kosova Meydan Muharebesi)
berlangsung pada tanggal 15 Juni 1389 antara pasukan yang dipimpin oleh
Pangeran Serbia Lazar Hrebeljanović, dan pasukan penyerang dari Kesultanan Utsmaniyah
di bawah pimpinan Sultan Murad Hüdavendigâr. Pasukan di bawah pimpinan Pangeran
Lazar terdiri dari para prajuritnya sendiri, suatu kontingen yang dipimpin oleh
Vuk Branković, seorang bangsawan Serbia, dan suatu kontingen pimpinan Vlatko
Vuković yang dikirim dari Kerajaan Bosnia oleh Raja Tvrtko I. Pangeran Lazar
adalah penguasa Serbia Moravia, dan merupakan yang terkuat di antara para
penguasa daerah Serbia pada waktu itu, sedangkan Vuk Branković memerintah
Distrik Brankovića yang terletak di salah satu wilayah Kosovo dan daerah
lainnya, mengakui Lazar sebagai maharajanya. Pertempuran ini berlangsung di
lapangan Kosovo, sekitar 5 kilometer di sebelah barat laut kota Prishtina
modern.
Catatan-catatan sejarah yang
dapat diandalkan termasuk langka. Sebagian besar pasukan dari kedua belah pihak
musnah dalam pertempuran ini; baik Lazar maupun Murad juga kehilangan nyawa
dalam pertempuran. Meskipun pihak Utsmaniyah berhasil memusnahkan pasukan
Serbia, mereka juga menderita banyak korban sehingga menunda perkembangan
mereka. Pihak Serbia meninggalkan terlalu sedikit orang untuk dapat
mempertahankan tanah mereka secara efektif, sementara pihak Turki memiliki
lebih banyak tentara di timur. Konsekuensinya, satu demi satu, kepangeranan
Serbia yang belum menjadi vasal Utsmaniyah menjadi turut bergabung pada
tahun-tahun berikutnya.
1)
AKIBAT
Pasukan dari kedua belah
pihak binasa dalam pertempuran; baik Lazar maupun Murad kehilangan nyawa
mereka, dan sisa-sisa pasukan mereka akhirnya mundur dari medan perang. Bayezid
I, putra Murad, mencekik Yakub Çelebi adiknya setelah mendengar bahwa ayah
mereka telah meninggal sehingga ia menjadi satu-satunya pewaris singgasana
Utsmaniyah. Pihak Serbia hanya menyisakan terlalu sedikit orang untuk
mempertahankan tanah mereka secara efektif, sedangkan pihak Turki memiliki
lebih banyak tentara di timur. Akibatnya berbagai kepangeranan Serbia yang
belum menjadi vasal Utsmaniyah turut bergabung juga, satu demi satu, pada
tahun-tahun berikutnya. Selanjutnya dalam menanggapi tekanan Utsmaniyah,
beberapa bangsawan Serbia menikahkan putri mereka, termasuk putri Pangeran
Lazar, dengan Bayezid. Akibat dari pernikahan-pernikahan ini, Stefan Lazarević
menjadi seorang sekutu setia Bayezid, memberi kontribusi pasukan yang
signifikan dalam banyak pertempuran militer Bayezid selanjutnya, termasuk
Pertempuran Nikopolis. Pada akhirnya Kedespotan Serbia dalam berbagai
kesempatan berupaya untuk mengalahkan Utsmaniyah dalam kaitannya dengan bangsa
Hongaria sampai kekalahan terakhirnya pada tahun 1459 dan 1540.
2)
PENINGGALAN
Pertempuran Kosovo ini sangat
penting untuk identitas nasional, tradisi, dan sejarah Serbia.[ Tanggal
pertempuran ini tertanam dalam benak orang Serbia, dan versi Gaya Baru dari
pertempuran ini adalah tanggal pembunuhan Adipati Agung Franz Ferdinand oleh
seorang nasionalis Serbia, yang mana memicu Perang Dunia I.
Slobodan Milošević berpidato
di Gazimestan, dekat Polje Kosovo, di mana ia mengungkit kutukan Kosovo.
Makam Sultan Murad, sebuah
situs di Polje Kosovo di mana organ-organ tubuh Murad I dikuburkan, memiliki
suatu makna religius bagi kaum Muslim setempat. Sisa jenazah Murad yang lainnya
dibawa ke Bursa, ibu kota Anatolianya, dan dimakamkan di sana di makam keduanya
di kompleks Hüdavendigâr di Bursa. Sebuah monumen dibangun oleh Bayezid I
putranya di Makam Sultan Murad di Polje Kosovo, menjadi contoh pertama
arsitektur Utsmaniyah di wilayah Kosovo.
e. PENAKLUKAN MOREA
(1458-1460)
Kedespotan Morea (bahasa
Yunani: Δεσποτᾶτον τοῦ Μορέως) atau Kedespotan Mystras (bahasa Yunani: Δεσποτᾶτον
τοῦ Μυστρᾶ) adalah sebuah provinsi dari Kekaisaran Bizantium yang ada antara
pertengahan abad ke-14 dan pertengahan abad ke-15. Ukuran wilayahnya
berubah-ubah selama keberadaannya, tetapi akhirnya berkembang meliputi hampir
seluruh bagian selatan Semenanjung Yunani yang dikenal dengan nama
Peloponnesos, dan selanjutnya dikenal dengan nama Morea selama abad pertengahan
dan awal zaman modern. Wilayah itu biasanya berada dalam kekuasaan satu atau
lebih anak-anak Kaisar Bizantium yang sedang memerintah, yang bergelar despotes
(pengertian yang berbeda dengan despotisme). Ibu kotanya adalah kota berbenteng
Mystras, tidak jauh dari kota kuno Sparta, yang menjadi pusat penting
perkembangan Renaisans Palaiologos.
Kedespotan Morea adalah
provinsi Romawi Timur yang wilayahnya mencakup Peloponnesos atau Yunani
selatan. Biasanya kawasan ini dipimpin oleh seorang atau lebih putra Kaisar
Romawi Timur yang sedang berkuasa, yang kemudian diberi gelar Despot
(δεσπότης). Pada tahun 1446, Sultan Murad II menyerang kawasan ini dan
menghancurkan Dinding Hexamillion, dinding pertahanan yang dibangun pada abad
kelima di Tanah Genting Korintus, sebuah daratan sempit yang merupakan
satu-satunya daratan penghubung antara daratan utama Yunani di utara dengan
Semenanjung Peloponnesos di selatan.
Sebelum penaklukan
Konstantinopel, Mehmed memerintahkan sebagian pasukan Utsmani menyerang Morea.
Hal ini menyebabkan Despot Morea saat itu, Demetrios Palaiologos dan Thomas
Palaiologos yang merupakan saudara kaisar gagal memberikan bantuan saat
kepemimpinan Konstantinopel diambil alih oleh Utsmani. Ketidakmampuan mereka
membuat terjadinya Revolusi Albania-Yunani pada 1453-1454, yang membuat kedua
despot justru mengundang tentara Utsmani untuk meredakan revolusi. Pada masa
itu, beberapa tokoh Yunani dan Albania Morea diam-diam telah melakukan
kesepakatan damai dengan Mehmed.
Setelah gerakan revolusi
dapat dikalahkan, Thomas yang merupakan pendukung Barat meminta bantuan Barat
dalam melawan Utsmani dan Demetrios yang mendukung Utsmani. Thomas bersekutu
dengan Republik Genova dan Paus dalam menggulingkan Demetrios. Demetrios
meminta bantuan Utsmani. Pasukan Utsmani tiba di Morea dan Mystras, ibu kota
Morea, tunduk pada 1460. Thomas melarikan diri ke Italia dan tetap
mempertahankan klaimnya sebagai pewaris Kaisar Romawi Timur. Semenanjung Mane
tetap bertahan di bawah kesepakatan antara klan-klan setempat, dan pada
akhirnya berada dalam kekuasaan Venesia. Salmeniko yang dipimpin komandan
militer Graitzas Palaiologos merupakan wilayah Morea terakhir yang bertahan.
Meski pihak kota sudah menyerah mewah pada pasukan Utsmani, Graitzas,
pasukannya, dan beberapa penduduk tetap mempertahankan Kastel Salmeniko sampai
mereka melarikan diri di wilayah Venesia.
Pada 1458, Mehmed mengajukan
lamaran kepada anak tunggal dan pewaris Demetrios, Helena. Namun menurut
Theodoro Spandugino, sejarawan Yunani abad keenam belas, Mehmed tidak lagi
berkeinginan menikahinya. Sejarawan Franz Babinger menyatakan bahwa pernikahan
itu tidak dilangsungkan lantaran khawatir Helena akan berupaya meracuni Mehmed.
1)
SEJARAH
Kedespotan Morea terbentuk
dari wilayah yang direbut dari Kepangeranan Akhaea bangsa Franka. Wilayah
tersebut sebelumnya merupakan bekas wilayah Bizantium, yang dikuasai seusai
Perang Salib Keempat (1204). Pada 1259, penguasa kepangeranan William II
Villehardouin kalah dalam Pertempuran Pelagonia melawan Kaisar Bizantium
Mikhael VIII Palaeologos. William terpaksa menebus kebebasan dirinya dengan
menyerahkan sebagian besar bagian timur Morea dan serta benteng-benteng yang
baru dibangunnya. Wilayah yang diserahkan tersebut kemudian menjadi pusat dari
wilayah Kedespotan Morea.
Kaisar Bizantium setelahnya,
Yohanes VI Kantakouzenos, mereorganisasi wilayah ini selama pertengahan abad
ke-14 untuk membuatnya menjadi tanah lungguh (apanase) bagi anaknya, Despot
Manuel Kantakouzenos. Saingan mereka dinasti Palaiologos merebut Morea setelah
wafatnya Manuel pada tahun 1380, dan Theodoros I Palaiologos menjadi despot di
1383. Theodoros memerintah hingga tahun 1407, ia mengkonsolidasikan kekuasaan
Bizantium dan membangun pengertian dengan tetanggnya yang lebih kuat —khususnya
dengan Kesultanan Utsmaniyah yang ekspansionis, yang kepemimpinannya
(suzerenitas) ia akui. Ia juga berusaha menghidupkan kembali perekonomian lokal
dengan pemukim Albania untuk menetap di wilayah ini.
Para despot berikutnya
putra-putra dari Kaisar Manuel II Palaiologos, saudara dari despot Theodoros:
yaitu Konstantinos, Demetrios, dan Thomas. Seiring makin berkurangnya kekuasaan
Latin di Peloponnesos sepanjang abad ke-15, Kedespotan Morea diperluas hingga
meliputi keseluruhan semenanjung pada 1430, dengan wilayah-wilayah yang
diperoleh hadiah maskawin pernikahan, serta penaklukan Patras oleh
Constantinos. Namun pada 1446, Sultan Utsmaniyah Murad II menghancurkan
pertahanan Bizantium — yaitu dinding Hexamilion di Tanah Genting Korintus.
Serangannya tersebut membuat semenanjung itu menjadi terbuka terhadap invasi,
meskipun Murad meninggal sebelum ia bisa memanfaatkannya. Penggantinya Mehmed
II "Sang Penakluk" menaklukkan ibu kota Bizantium Konstantinopel pada
tahun 1453. Para despot Morea Demetrios Palaiologos dan Thomas Palaiologos,
saudara-saudara dari kaisar terakhir, gagal untuk mengirim bala bantuan apapun,
karena Morea baru pulih dari serangan Utsmaniah sebelumnya. Ketidakmampuan
mereka memimpin mengakibatkan terjadinya Pemberontakan Yunani-Albania terhadap
mereka, sehingga mereka mengundang pasukan Utsmaniyah untuk membantu mereka
mengatasi pemberontakan itu. Pada saat itu, sejumlah tokoh berpengaruh Morea
Yunani dan Albania membuat perdamaian pribadi dengan Mehmed. Setelah
bertahun-tahun pemerintahan yang tidak kompeten oleh para despot, mereka gagal
untuk membayar upeti tahunan kepada Sultan, dan akhirnya mereka sendiri
pemberontakan terhadap pemerintahan Utsmaniyah, hingga Mehmed mendatangi Morea
pada Mei tahun 1460. Demetrios berakhir sebagai tahanan Utsmaniyah dan adiknya
Thomas melarikan diri. Pada akhir musim panas, Utsmaniyah telah menguasai
hampir semua kota-kota yang sebelumnya dimiliki oleh orang-orang Yunani.
Beberapa daerah tetap
bertahan untuk sementara waktu. Semenanjung Monemvasia yang berbatu-batu
menolak untuk menyerah dan selama waktu singkat berada dalam kekuasaan corsair
Katalan. Setelah penduduk berhasil mengusirnya, mereka lalu memperoleh
persetujuan dari Thomas untuk menjadi daerah di bawah perlindungan Paus sebelum
akhir tahun 1460. Semenanjung Mani Peninsula, yang terletak di ujung selatan
Morea, bertahan dengan membentuk koalisi longgar antar klan-klan lokal, dan
menjadi daerah di bawah perlindungan Venesia. Daerah terakhir yang bertahan
adalah Salmeniko, di barat laut Morea. Graitzas Palaiologos menjadi komandan
militer di sana, yang bertugas di Kastil Salmeniko (juga dikenal dengan nama
Kastil Orgia). Ketika kotanya akhirnya menyerah, Graitzas dan pasukan
penjaganya serta beberapa penduduk kota tetap bertahan di kastil hingga Juli
1461, saat mereka lalu melarikan diri dan mencapai wilayah Venesia. Dengan
demikian, berakhirlah wilayah resmi terakhir dari Kekaisaran Bizantium.
Setelah tahun 1461,
wilayah-wilayah terakhir non-Utsmaniyah adalah yang dikuasai oleh Venesia:
kota-kota pelabuhan Modon dan Koroni di ujung selatan Morea, Argolid di Argos,
dan pelabuhan Nafplion. Monemvasia pada akhirnya menyerahkan diri kepada
Venesia pada awal Perang Utsmaniyah-Venesia 1463-1479.
2)
DEPOT
BIZANTIUM DI MOREA
v Manuel Kantakouzenos (1349–?)
v Mikhael Asan ?
v Andreas Asan (?–1354)
v Manuel Kantakouzenos (kembali berkuasa) (1354–1380)
v Matthaios Kantakouzenos (1380–1383)
v Demetrios I Kantakouzenos (1383)
v Theodoros I Palaiologos (1383–1407)
v Theodoros II Palaiologos (1407–1443)
v Constantinos Palaiologos (1428–1449), setelah 1449
menjadi kaisar di Konstantinopel. Setelah itu, pemerintahan bersama di bawah
saudara-saudaranya:
§ Thomas Palaiologos (1428–1460)
§ Demetrios II Palaiologos (1449–1460)
f.
PENAKLUKAN TEPI LAUT HITAM
1)
Penduduk
Trebizond
Trebizond, Aq
Qoyunlu, dan negara-negara di sekitarnya pada 1400
Kekaisaran Trebizond yang
berpusat di timur laut Anatolia menjalin persekutuan melalui pernikahan dengan
berbagai penguasa Muslim. Yohanes IV Komnenos, Kaisar Trebizond yang berkuasa
pada 1429 – 1460, menikahkan putrinya, Theodora Megale Komnene, dengan Uzun
Hasan, penguasa kesembilan Aq Qoyunlu, negara persekutuan suku Turki Persia
Muslim. Pernikahan ini untuk mengikat janji Uzun Hasan untuk melindungi
Trebizond. Dia juga mengamankan janji dukungan dari Bey (Adipati) Sinop dan
Karaman, juga dari raja dan para pangeran Georgia. Utsmani terdorong untuk
menaklukan Trebizond, atau setidaknya membuat mereka membayar upeti rutin. Sultan
Murad II pernah mencoba menaklukan ibu kotanya melalui jalur laut, tetapi
menemui kegagalan. Saat Mehmed II mengepung Beograd pada 1456, Gubernur Amasya
saat itu menyerang Trebizond. Meski pasukannya dapat dikalahkan, Gubernur
Amasya membawakan banyak tahanan dan upeti besar untuk Utsmani.
Setelah Kaisar Yohanes
mangkat pada 1459, Kaisar Dabid yang merupakan saudara dan penerusnya meminta
bantuan berbagai pihak Eropa untuk mengalahkan Utsmani, bahkan termasuk rencana
penaklukan Yerusalem. Mehmed menanggapinya dengan memimpin pasukan pada musim
panas 1461. Dia menundukkan Sinop dan mengakhiri masa kekuasaan Wangsa Jandarid
di sana. Mehmed kemudian mengirim pasukan ke Trebizond dan dia sendiri memimpin
pasukan lain untuk melawan Uzun Hasan. Setelah Mehmed berhasil menaklukan
Benteng Koyulhisar dan pihak Karaman tidak bisa mengirimkan bantuan kepada Aq
Qoyunlu, Uzun Hasan mengirim ibunya, Sara Hatun, sembari membawa hadiah mahal
untuk berunding dengan Sultan Mehmed II. Keduanya saling memanggil dengan sebutan
"ibu" dan "putra". Meski berhasil melindungi Aq Qoyunlu
melalui perundingan, Sara Hatun tidak bisa melakukan hal yang sama untuk
kampung halaman menantunya.
"Mengapa kau
membuang-buang tenaga, putraku - katanya kepada Sultan yang menerimanya - untuk
omong kosong semacam Trebizond?"
"Ibunda, di tanganku ada
pedang Islam. Tanpa segala kesulitan ini, aku tidak pantas menyandang gelar
ghazi dan sekarang maupun esok aku akan menutup wajah dengan rasa malu di
hadapan Allah."
Pihak Uzun Hasan resmi
berdamai dengan pihak Utsmani setelah perundingan ini, menjadikan Trebizond
kehilangan sekutu terkuatnya. Mehmed kemudian mengalihkan pasukannya ke
Trebizond. Mehmed tiba pada awal Juli, mengalahkan pasukan Kaisar Dabid, dan
mengepung kota lebih dari sebulan. Kaisar Dabid menyerah pada 15 Agustus 1461,
mengakhiri riwayat Kekaisaran Trebizond. Meski begitu, Sara Hatun berhasil
mendapat janji dari Sultan Mehmed untuk memberikan perlindungan kepada Kaisar
Trebizond terakhir beserta keluarganya. Mereka semua dikirim ke Konstantinopel
dengan murah hati dengan kapal khusus bersama para pelayan dan harta pribadi
mereka, kecuali perhiasan mereka yang diberikan kepada Sara Hatun sebagai
imbalan atas upayanya. Anak perempuan Kaisar Dabid, Anna, direncanakan akan
dinikahkan dengan Mehmed, tetapi kemudian menikah dengan salah satu pejabat
Utsmani yang juga merupakan ayah mertua Mehmed, Zagan Pasya.
2) Pendudukan Gazaria
Lokasi Kekhanan
Krimea (Kırım Hanlığı)
Setelah runtuhnya Gerombolan
Emas pada awal abad kelima belas, Hacı I Giray yang masih keturunan Jenghis
Khan menyatakan berdirinya Kekhanan Krimea yang kemudian menjadi sekutu
Utsmani. Kekhanan Krimea menguasai wilayah antara Kuban sampai Sungai Dniester,
tetapi mereka tidak mampu menundukkan Gazaria yang merupakan koloni Republik
Genova sejak 1357. Setelah penaklukan Konstantinopel, jalur komunikasi Genova
terganggu dan pihak Krimea meminta bantuan Utsmani untuk menundukkan Gazaria.
Pihak Utsmani memberi jawaban dengan mengirimkan pasukan di bawah pimpinan
Gedik Ahmed Pasya pada 1475 dan menundukkan wilayah tersebut,[38] kemudian
menjadikan Meñli I Giray yang merupakan Khan Krimea sejak 1468 sebagai tahanan,
dan baru membebaskannya setelah pihak Krimea bersedia mengakui kedaulatan
Utsmaniyah atas Krimea. Dalam keberjalanannya, Krimea sendiri diberikan hak
otonomi yang sangat luas dan pihak Utsmani sendiri hanya memegang kendali
secara langsung di wilayah pesisir selatan mereka.
g. PENGUASAAN WALLACHIA
Lukisan Vlad III
Drakula Sang Penyula, Voivode Wallachia, 1460
Sejak awal abad kelima belas,
pihak Utsmani selalu berusaha menguasai Wallachia dengan mendudukkan calon
pilihan mereka di takhta, tetapi selalu berakhir dengan kegagalan. Dua kekuatan
utama Balkan, Kesultanan Utsmaniyah dan Kerajaan Hongaria, selalu berusaha
menjadikan Wallachia sebagai wilayah mereka. Untuk mencegah Wallachia jatuh ke
dalam pengaruh Hongaria, Utsmani membebaskan Vlad III Drakula Sang Penyula yang
telah menghabiskan empat tahun menjadi tahanan Utsmani bersama saudaranya, Radu
cel Frumos, sehingga Vlad dapat merebut takhta Wallachia. Namun kepemimpinan
Vlad sangat singkat karena János Hunyadi menduduki Wallachia dan menaikkan
sekutunya, Vladislav II Dăneşti, kembali ke takhta.
Vlad III Drakula kemudian
pergi ke Moldovia dan hidup dalam perlindungan pamannya, Bogdan II, Voivode
Moldovia. Namun pada Oktober 1451, Bogdan dibunuh dan Vlad pergi ke Hongaria.
Terkesan oleh pengetahuan luas Vlad tentang pola pikir dan cara kerja dalam
Kekaisaran Utsmani, juga kebenciannya akan Turki dan Sultan Mehmed II, János
Hunyadi berdamai dengannya dan berusaha mengajak mantan musuhnya itu untuk
menjadi sekutu dan penasihatnya, tetapi Vlad menolak tawaran tersebut.
Lukisan tentang Serangan
Malam Târgovişte, yang menghasilkan kemenangan di pihak Vlad III.
Pada 1456, Utsmani melakukan
pengepungan terhadap Beograd. János Hunyadi kemudian melakukan serangan balik
di Serbia dan dia sendiri pergi ke Serbia dan mengakhiri pengepungan tersebut.
Vlad III Drakula pergi bersama pasukannya sendiri menuju Wallachia dan
merebutnya, kemudian membunuh Vladislav II Dăneşti.
Pada 1459, Mehmed II mengirim
utusan kepada Vlad yang membawa perintah agar dia segera membayar upeti yang
tertunda sebesar 10.000 Dukat dan 500 orang untuk bergabung dengan angkatan
perang Utsmani. Vlad menolak tawaran tersebut, membunuh utusan Utsmani yang
datang dan memakukan serban ke kepala mereka karena utusan tersebut menolak
melepas "topi"nya, karena mereka melepas tutup kepala mereka hanya di
hadapan Allah.
Peta kawasan
semenanjung Balkan pada abad lima belas sampai delapan belas
Sementara itu, Mehmed
mengutus Adipati Nikopolis, Hamza Pasya, untuk membuat perdamaian dan, bila
memungkinkah, menyingkirkan Vlad. Vlad merancang penyergapan kepada rombongan
Hamza Pasya, menangkap dan menyula jasad mereka dengan Hamza Pasya disula di
tiang tertinggi karena dia memiliki pangkat tertinggi dalam rombongan.
Pada musim dingin 1462, Vlad
melintasi Sungai Donau (Danube) dan membakar seluruh tanah Bulgaria di daerah
antara Serbia dan Laut Hitam. Diduga menyamar sebagai pasukan Sipahi Utsmani,
Vlad menyusup ke tenda-tenda perang pihak Utsmani, kemudian menyergap,
membantai, dan menangkap sebagian pasukan.
Mehmed mengabaikan
pengepungannya atas Korintus dan berbalik menyerang Vlad III di Wallachia,
tetapi memakan banyak korban jiwa lantaran serangan mendadak yang dilancarkan
Vlad saat malam, yang tampak hendak membunuh Sultan secara pribadi. Dikatakan
bahwa Mehmed mempertimbangkan kemungkinan mundur saat melihat banyak jasad
pasukan Utsmani disula di Târgoviște, ibu kota Wallachia, tetapi para komandan
perangnya meyakinkan Sang Sultan untuk tetap tinggal. Kebijakan Vlad melawan
Utsmani membuatnya tidak populer dan dia sendiri dikhianati para bangsawan
lokal yang sebagiannya merupakan pendukung Dăneşti. Stefan III, Pangeran
Moldovia yang merupakan sekutu Vlad dan menjanjikan bantuan justru berbalik
menyerang Vlad dan merebut benteng Kiliya, membuat pihak Vlad mundur ke
pegunungan. Setelah itu, Utsmani menyerang Târgoviște dan Mehmed kemudian
mundur, menempatkan Radu cel Frumos di takhta Wallachia. Turahanoğlu Ömer Bey
yang berhasil mengalahkan 6.000 orang pasukan Wallachia juga dikembalikan
kedudukannya sebagai gubernur di Thessalia. Vlad sendiri melarikan diri Ke
Hongaria setelah itu dan justru ditahan setelahnya atas dakwaan melakukan
pemberontakan melawan Mátyás Hunyadi, Raja Hongaria dan Kroasia.
h. PENAKLUKAN BOSNIA
(1463)
Penaklukan Bosnia dan
Herzegovina oleh Kesultanan Utsmaniyah adalah sebuah proses yang dimulai
kira-kira pada tahun 1386, ketika berlangsung serangan pertama Kesultanan
Utsmaniyah terhadap Kerajaan Bosnia. Pada tahun 1451, lebih dari 65 tahun
setelah serangan pertama, Kesultanan Utsmaniyah secara resmi mendirikan
Bosansko Krajište, unit administratif militer perbatasan sementara, perbatasan
Kesultanan Utsmaniyah, di sebagian wilayah Bosnia dan Herzegovina. Pada tahun 1463,
Kerajaan Bosnia jatuh ke tangan Utsmaniyah, dan wilayah ini berada di bawah
kekuasaan penuh Kesultanan Utsmaniyah. Herzegovina jatuh ke tangan Kesultanan
Utsmaniyah pada tahun 1482. Butuh satu abad bagi Kesultanan Utsmaniyah untuk
menaklukkan bagian barat Bosnia saat ini dengan direbutnya Bihać pada tahun
1592.
Dua tahun setelah melarikan
diri dari Serbia dan berlindung di Kerajaan Bosnia, Stjepan Tomašević menjadi
Raja Bosnia setelah ayahnya mangkat, tepatnya pada Juli 1461. Stjepan menjalin
persekutuan dengan Hongaria dan meminta pertolongan Paus Pius II untuk
menghadapi serangan Utsmani, dengan harapan bahwa Hongaria akan memberi Bosnia
bantuan militer melalui desakan Paus.
Didorong oleh janji bantuan
dari Mátyás Hunyadi dan juga kemungkinan dari Uskup Modruš membuat Stjepan
mengambil keputusan fatal dengan menolak membayar upeti kepada Utsmani
sebagaimana para pendahulunya. Menurut Chalkokondyles, Stjepan menunjukkan
ruang perbendaharaan hartanya kepada duta Utsmani, tetapi mengatakan bahwa dia
lebih suka menggunakannya untuk menyerang Utsmani atau hidup di pengasingan
daripada untuk membayar upeti. Hal ini menyulut kemarahan Mehmed. Di sisi lain,
Mátyás Hunyadi sendiri tidak bisa memenuhi janjinya untuk memberikan bantuan,
Venesia tidak menjanjikan bantuan, dan Raja Napoli menyatakan bahwa itu adalah
urusan dalam negeri Bosnia sehingga dia hanya memberi dukungan moral. Dengan
keadaan seperti ini, tidak ada bantuan dari dunia Kristen untuk Bosnia dalam
menghadapi Utsmani. Penduduk setempat sendiri cenderung lebih condong pada
Utsmani, sangat mungkin lantaran meningkatnya eksploitasi dan gencarnya
peperangan (berkebalikan dengan keadaan Utsmani yang lebih sejahtera). Mehmed
II memimpin pasukan ke negara tersebut pada 1463 dan Bobovac yang merupakan ibu
kota Bosnia segera jatuh. Mehmed menundukkan Bosnia dengan cepat dan kemudian
menghukum mati Stjepan Tomašević bersama pamannya, Radivoj.
1)
ASAL USUL
DAN ETIMOLOGI
Seluruh wilayah yang saat ini
dikenal sebagai Bosnia dan Herzegovina itu tidak ditaklukkan sekaligus oleh
Kesultanan Utsmaniyah atau dalam satu pertempuran. Kesultanan Utsmaniyah
memerlukan waktu beberapa dekade untuk menaklukkannya. Satuan-satuan militer
Kesultanan Utsmaniyah melakukan banyak serangan ke sejumlah kepangeranan feodal
di bagian barat Balkan pada akhir abad ke-14, beberapa di antaranya ke wilayah
yang saat ini merupakan Bosnia dan Herzegovina, jauh sebelum penaklukan
Kerajaan Bosnia. Serangan pertama Kesultanan Utsmaniyah yang dipimpin oleh
Timuras-Pasha terjadi di bagian timur Bosnia pada tahun 1384. Pertempuran
Bileća pada tahun 1388 adalah pertempuran pertama tentara Kesultanan Utsmaniyah
di wilayah yang saat ini merupakan Bosnia dan Herzegovina. Tentara Kesultanan
Utsmaniyah ini segera meraih kemenangan penting terhadap para penguasa feodal
daerah dalam Pertempuran Marica (1371) dan Pertempuran Kosovo (1389).
Pada tahun 1392, Kesultanan
Utsmaniyah membentuk Skopsko Krajište setelah merebut Skopje, ibu kota
Kekaisaran Serbia antara 1346-1371; istilah krajište (крајиште) awalnya
berfungsi sebagai unit administratif Kekaisaran atau Kedespotan Serbia untuk
menunjuk daerah perbatasan di mana kaisar atau despot belum memiliki kontrol
kuat dan pasti karena serangan dari provinsi-provinsi tetangga yang bermusuhan.
Wilayah yang dimiliterisasi ini, yang kemudian diberi nama Bosansko Krajište
(secara harfiah Daerah Perbatasan Bosnia), diperintah oleh pemerintahan
Kesultanan Utsmaniyah, yang berbasis di Skopje.
2)
PERANG
DENGAN KERAJAAN BOSNIA
Setelah kematian Raja Tvrtko
I pada tahun 1391, Kerajaan Bosnia mengalami kemunduran. Pada tahun 1410-an,
para bangsawan lokal Hrvoje Vukčić dari Wangsa Hrvatinić, Sandalj Hranić dari
Wangsa Kosača, dan Pavle Radenović dari Wangsa Pavlović mengendalikan sejumlah
besar wilayah yang pernah dikuasai oleh Tvrtko. Secara efektif mereka
mengendalikan Kerajaan melalui persekutuan dengan cabang-cabang Wangsa
Kotromanić yang saling bersaing. Pada tahun 1413, konflik antara Hrvoje dan
Sandalj meningkat. Sandalj membantu Stefan Lazarević melawan Kesultanan
Utsmaniyah di Serbia; selanjutnya, Hrvoje bersekutu dengan Kesultanan
Utsmaniyah, yang menyerang Bosnia pada bulan Mei 1414. Peristiwa ini mendorong terjadinya
invasi oleh pasukan Kerajaan Hongaria. Dalam pertempuran besar pada bulan
Agustus 1415 yang terjadi di dekat Doboj atau di Lembah Lašva, Kesultanan
Utsmaniyah mendapatkan kemenangan besar, yang mengganggu keseimbangan kekuasaan
di wilayah tersebut.
Kehadiran permanen tentara
Kesultanan Utsmaniyah di Bosnia dimulai pada tahun 1414, setelah wilayah di
dekat Donji Vakuf (dikenal sebagai Skoplje Bosnia pada abad pertengahan) bisa
direbut. Dalam periode antara tahun 1414 dan 1418, Kesultanan Utsmaniyah
menaklukkan Focha, Pljevlja, Chajniche, dan Nevesinje. Pada tahun yang sama
Vishegrad dan Sokol juga direbut.
Pada tahun 1415, Sandalj
Hranić, penguasa wilayah yang saat ini adalah Herzegovina timur, menjadi vasal
Kesultanan Utsmaniyah.
Pada tahun 1455, Isa-Beg
Isaković menyelenggarakan salah satu sensus pertama Kesultanan Utsmaniyah di
wilayah Balkan barat.
Pada akhir periode ini, pada
tahun 1460-an, wilayah Kerajaan Bosnia berkurang secara signifikan. Kesultanan
Utsmaniyah mengendalikan keseluruhan wilayah yang saat ini merupakan Bosnia
timur, jauh ke utara hinggga Shamac, sementara Herceg Stjepan mengendalikan
wilayah yang saat ini merupakan Herzegovina jauh ke utara hingga Glamoch.
3)
SANJAK
Penaklukan Kesultanan
Utsmaniyah terhadap Kerajaan Bosnia berakhir pada tahun 1463 dengan kematian
Raja Stjepan Tomašević. Pengepungan Jajce terjadi tak lama setelah itu, di mana
Kerajaan Hongaria merebut kembali Benteng Jajce. Kemenangan itu dielu-elukan di
istana Matthias Corvinus sebagai restorasi Kerajaan Bosnia di bawah kedaulatan
Hongaria pada saat itu. Kerajaan Hongaria kemudian membentuk Banate Jajce.
Pada tahun yang sama,
Krajište Bosnia berubah menjadi Sanjak Bosnia dan Isa-Beg Isaković adalah
sanjakbey pertama.
Setelah merebut Kerajaan
Bosnia pada tahun 1463, Mahmud Pasha juga menyerang Herzegovina dan mengepung
Blagaj. Setelah itu, Herceg Stjepan menerima gencatan senjata yang memintanya
untuk menyerahkan semua tanahnya di sebelah utara Blagaj kepada Kesultanan
Utsmaniyah.
Wilayah Kesultanan Utsmaniyah
di Bosnia terus diperluas ke dalam sanjak-sanjak yang baru dibentuk: Sanjak
Herzegovina dibentuk pada tahun 1470 dan menjadi bawahan Eyalet Rumelia seperti
sanjak Bosnia. Pada tahun 1480, dibentuk Sanjak Zvornik, tetapi menjadi bawahan
Eyalet Budim.
Meskipun Kerajaan Bosnia
jatuh, ada beberapa benteng yang bertahan lebih lama lagi – benteng terakhir di
Herzegovina jatuh pada tahun 1481. Wangsa Kosača mempertahankan Kadipaten Saint
Sava sebagai negara vasal Kesultanan Utsmaniyah sampai tahun 1482.
Pada tahun 1481, setelah
kematian Mehmed II, Matthias Corvinus menyerang Bosnia lagi, mencapai Vrhbosna
(Sarajevo). Namun, semua wilayah yang direbutnya kemudian terlepas lagi dari
tangannya dalam waktu satu tahun.
Pada tahun 1530-an, Kerajaan
Hongaria tetap mengendalikan benteng-benteng di tepi selatan sungai Sava, dan
Jajce. Benteng Jajce akhirnya direbut oleh Kesultanan Utsmaniyah pada tahun
1527. Wangsa Berislavić mengendalikan wilayah Usora di utara sampai pada
gilirannya mereka menyerah pada tahun 1530-an.
Sebagian dari Bosnia barat
laut dimasukkan ke dalam Sanjak Klis yang dibentuk pada tahun 1537, dan menjadi
bawahan Eyalet Rumelia.
4)
KEJADIAN
SESUDAHNYA
Eyalet Bosnia dibentuk pada
tahun 1580.
Butuh waktu sampai tahun 1592
dan jatuhnya Bihać untuk membentuk apa yang disebut Kroasia Utsmaniyah dan
perbatasan barat Bosnia modern. Setelah itu, wilayah yang saat ini menjadi
Bosnia dan Herzegovina tetap berada di bawah pemerintahan Kesultanan Utsmaniyah
tanpa gangguan berarti sampai tahun 1689 dan Perang Turki Besar.
i.
PERANG UTSMANI-VENESIA (1463-1479)
Menurut Mikail Kritóvoulos,
sejarawan Romawi Timur, perseteruan pecah setelah seorang budak Albania milik
komandan Utsmani di Athena melarikan diri pergi ke benteng Koroni milik Venesia
dengan membawa 10.000 asper dari perbendaharaan tuannya. Budak tersebut
kemudian masuk Kristen dan pihak Venesia menolak mengembalikannya pada Utsmani.
Atas dasar ini, Turahanoğlu Ömer Bey melakukan penyerangan dan hampir berhasil
merebut benteng Lepanto. 3 April 1463, gubernur Morea, İshakoğlu İsa Bey,
merebut kota Argos yang dikuasai Venesia melalui pengkhianatan.
Persekutuan baru dibentuk dan
mulai melancarkan serangan dua arah kepada Utsmani. Pasukan Venesia dipimpin
Alvise Loredan mendarat di Morea, sedangkan Mátyás Hunyadi menyerang Bosnia. Di
saat yang sama, Paus Pius II mulai mengumpulkan pasukan di Ancona, berharap
untuk memimpin secara pribadi. Perundingan juga dilakukan kepada saingan
Utsmani di Timur, seperti Uzun Hasan, Kadipaten Karaman, dan Kekhanan Krimea.
Pada awal Agustus, Venesia
kembali mengambil alih Argos, memperbaiki Dinding Hexamillion dan
mempersenjatainya dengan meriam. Mereka kemudian menyerang benteng
Akrokorinthos yang mengendalikan Peloponnesos barat laut. Pihak Venesia
terlibat beberapa kali bentrokan dengan para pelindung benteng dan pasukan Ömer
Bey sampai pihak Venesia mengalami kekalahan besar dan mundur pada 20 Agustus.
Mereka kemudian menghentikan pengepungan atas benteng dan mundur ke Hexamillion
dan Nauplion. Di Bosnia, Mátyás Hunyadi berhasil menaklukan lebih dari enam
puluh tempat yang dibentengi dan berhasil merebut ibu kotanya, Jajce, pada 16
Desember setelah tiga bulan pengepungan.
Menanggapi semua itu, Sultan
Mehmed lantas mengutus wazir agungnya, Mahmud Pasya Angelović, untuk memimpin
pasukan dan menyerang Venesia. Untuk menghadapi armada Venesia yang telah
menguasai daerah luar pintu masuk Selat Dardanella, Mehmed memerintahkan
pembangunan galangan kapal baru di Tanduk Emas dan dua benteng, Kilidulbahr dan
Sultaniye, untuk menjaga selat. Utsmani unggul dalam perang di Morea. Meskipun
begitu, Ömer Bey memberikan peringatan akan kekuatan dan daya tembak pihak
Venesia di Hexamillion. Mahmud Pasya bergerak ke sana, berharap pihak Venesia
dapat dikalahkan dalam keadaan tidak waspada. Pada saat itu, pihak Utsmani tiba
tepat waktu di Korintus untuk menyaksikan pasukan Venesia kehilangan semangat
dan terjangkit disentri, mundur ke Nauplion. Pasukan Utsmani menembus
Hexamillion dan menyerbu Morea. Argos ditundukkan. Beberapa benteng dan daerah
yang awalnya berada dalam kewenangan Venesia berbalik tunduk pada Utsmani.
Zagan Pasya, wazir agung sebelum Mahmud Pasya Angelović, diangkat sebagai
Gubernur Morea.
Sultan Mehmed sendiri
memimpin pasukan lain dan datang untuk memperkuat Mahmud Pasya. Mengetahui
keberhasilan wazir agungnya, Mehmed berbalik arah di tengah jalan dan bertolak
ke utara menuju Bosnia. Namun upaya Mehmed untuk merebut Jajce pada Juli dan
Agustus 1464 menemui kegagalan. Pasukan Utsmani baru dipimpin Mahmud Pasya
dapat mendesak Mátyás Hunyadi untuk mundur, tetapi Jajce belum dapat ditaklukan
selama beberapa tahun mendatang. Mangkatnya Paus Pius II pada 15 Agustus di
Ancona merupakan awal dari akhir Perang Salib.
Sementara itu, pihak Venesia
menunjuk Sigismondo Malatesta untuk persiapan perang mendatang. Dia melancarkan
serangan di benteng-benteng Utsmani dan turut serta dalam pengepungan Mistra
pada bulan Agustus hingga Oktober, tetapi gagal. Kedua belah pihak terlibat
beberapa peperangan dalam skala kecil, tetapi keterbatasan sumber daya manusia
dan dana menjadikan pergerakan Venesia terbatas di sekitar pangkalan benteng
mereka.
Di Laut Aegea, Venesia berusaha
mengambil alih Lesbos pada musim semi 1464 dan mengepung ibu kotanya, Metilene,
selama enam pekan sampai kedatangan armada Utsmani dipimpin Mahmud Pasya pada
18 Mei, memaksa armada Venesia untuk mundur.[60] Beberapa usaha setelahnya
untuk menaklukan pulau itu oleh Venesia juga gagal. Angkatan laut Venesia
menghabiskan sisa tahun itu dengan unjuk kekuatan di muka Dardanella, tetapi
tidak membuahkan hasil. Pada awal tahun 1465, Sultan Mehmed mengirimkan
perjanjian damai ke dewan Venesia, tetapi ditolak oleh pihak Venesia lantaran
meragukan niat Sultan.
Pada April 1466, pasukan
Venesia dipimpin Vettore Cappello menduduki kepulauan Aegean bagian utara dan
berlayar menuju Teluk Saronikos. 12 Juli, Capello mendarat di Piraeus dan
melancarkan serangan ke Athena yang menjadi markas utama Utsmani di daerah
tersebut. Capello gagal mengambil alih Akropolis dan didesak mundur ke Patras,
ibu kota Peloponnesos dan pusat kegubernuran Utsmani yang sudah dikepung oleh
pasukan gabungan Venesia dan Yunani. Namun sebelum Capello tiba di sana dan
tampak bahwa Patras akan jatuh, Ömer Bey mendadak muncul bersama 12.000 pasukan
berkuda dan mengusir para pengepung yang kalah jumlah. Dari 2.000 pengepung,
sekitar enam ratus orang Venesia dan seratus orang Yunani menjadi tahanan.
Capello yang tiba beberapa hari kemudian lantas menyerang pihak Utsmani, tetapi
mengalami kekalahan telak. Capello kemudian pergi ke Negroponte bersama sisa
pasukannya, dan di sana dia sakit dan meninggal pada 13 Maret 1467. Mehmed
memimpin pasukan pada 1470 untuk menyerang Negroponte dan kota itu dapat
ditundukkan.
Musim panas 1466, Sultan
Mehmed membawa pasukan dalam jumlah besar untuk menyerbu Albania. Di bawah
kepemimpinan Skanderbeg, Albania telah lama melakukan perlawanan terhadap
Utsmani dan beberapa kali meminta bantuan dari Italia.[53] Mehmed menanggapinya
dengan menyerang Albania, tetapi tidak berhasil. Namun musim dingin datang dan
melemahkan perlawanan setempat. Skanderbeg sendiri meninggal karena malaria,
mengakhiri kemampuan Venesia mengendalikan penguasa Albania untuk kepentingan
mereka.[66] Venesia sendiri masih mempertahankan wilayah Albania utara yang
menjadi incaran Utsmani, seperti Žabljak Crnojevića, Drisht, Lezha, dan
Shkodra. Mehmed mengirim pasukannya ke Shkodra pada 1474, tetapi mengalami
gagal. Lantas dia secara pribadi memimpin pasukan untuk mengepung Shkodra pada
1478-1479. Venesia tetap mempertahankan kota tersebut sampai akhirnya
diserahkan ke Utsmani pada Perjanjian Konstantinopel (1479) sebagai syarat
mengakhiri perang.
Kesepakatan tersebut
ditetapkan setelah pihak Utsmani sudah mencapai pinggiran Venesia. Berdasar
perjanjian, Venesia diizinkan untuk mempertahankan Ulcinj, Antivan, dan Durrës.
Shkodra diambil alih Utsmani setelah pengepungan selama berbulan-bulan, begitu
juga wilayah lain di pesisir Dalmasia. Venesia juga harus melepaskan kendali
atas pulau-pulau di kawasan Yunani, yaitu Negroponte (Euboia) dan Lemnos.
Selain itu, pihak Venesia juga harus membayar 100.000 dukat sebagai ganti rugi
dan membayar upeti 10.000 dukat setiap tahun untuk memperoleh hak dagang
istimewa di Laut Hitam. Perjanjian ini melemahkan kedudukan Venesia di kawasan
Syam.
j.
PENDUDUKAN KARAMAN
Mulai akhir abad kesebelas,
berdiri beberapa kadipaten (kerajaan kecil) bangsa Turki-Muslim di wilayah
Anatolia, mereka disebut Kadipaten Anatolia dan semuanya tunduk pada Kesultanan
Seljuk Rum. Saat Seljuk berada di ambang keruntuhan, kadipaten-kadipaten ini
memerdekakan diri dan masing-masingnya menjadi negara berdaulat. Salah satu
Kadipaten Anatolia ini adalah Kadipaten Utsmani, yang kemudian perlahan menjadi
kekaisaran besar yang menguasai tiga benua. Pada masa Sultan Bayezid I, upaya
penaklukan kadipaten-kadipaten ini untuk menyatukan wilayah Anatolia sudah
dimulai, tetapi kekalahan Utsmani dalam Pertempuran Ankara pada 1402
menghancurkan upaya penyatuan ini.
Salah satu kadipaten yang
masih bertahan cukup lama di Anatolia selain Utsmani adalah Karaman. Sejak
tahun 1424, Karaman dipimpin oleh Ibrahim II Bey, putra Mehmed II Bey, putra
Nefise Hatun, putri Sultan Murad I. Pada tahun-tahun terakhir kekuasaannya,
terjadi perebutan antara dua putranya, Ishak dan Pir Ahmed. Putra Ibrahim yang
lebih muda, Pir Ahmed, menyatakan dirinya sebagai Bey (Adipati) Karaman di
Konya. Ibrahim pergi ke kota kecil di wilayah barat Karaman dan dia mangkat di
sana pada 1464. Dengan bantuan Uzun Hasan, Ishak dapat naik takhta, tetapi
kekuasaannya tidak bertahan lama lantaran Pir Ahmed meminta bantuan Sultan
Mehmed II setelah dia menjanjikan pada Utsmani untuk memberikan sebagian wilayah
Karaman. Pada Pertempuran Dağpazarı, Pir Ahmed mengalahkan Ishak dan memenuhi
janjinya untuk memberikan sebagian wilayah Karaman kepada Utsmani. Namun saat
Utsmani memusatkan perhatian pada pertempuran mereka di Eropa, Pir Ahmed
menduduki kembali wilayah yang dia berikan. Saat kembali, Mehmed kemudian
menduduki Karaman (Larende) dan Konya pada 1466. Pir Ahmed kemudian mengungsi
ke timur. Pada tahun-tahun berikutnya, salah satu wazir (menteri) Utsmani,
Gedik Ahmed Pasya, menduduki wilayah pesisir Karaman.
Pir Ahmed dan saudaranya,
Kasım, pergi ke Aq Qoyunlu, dan ini memberikan pembenaran Uzun Hasan untuk
campur tangan dalam masalah ini. Pasukan Aq Qoyunlu menyerang sebagian besar
wilayah Anatolia dan Pir Ahmed dapat menduduki Karaman lagi atas bantuan Uzun Hasan.
Namun kekuasaannya tidak bertahan lama lantaran Mehmed melancarkan serangan
yang berujung pada kemenangan telak di pihak Utsmani pada 1473 pada Pertempuran
Otlukbeli dan memaksa Pir Ahmed untuk kembali pergi. Meski berusaha melanjutkan
pertempuran, pada akhirnya Pir Ahmed menyerang setelah keluarganya dibawa ke
Konstantinopel oleh Ahmed Pasya.
Meskipun beberapa kali kalah
dalam pertempuran melawan Utsmani, Aq Qoyunlu di bawah kepemimpinan Uzun Hasan
dapat menjadi salah satu kekuatan berpengaruh di kawasan timur Anatolia. Namun
hubungannya dengan pihak Kristen dan kadipaten Turki lain menjadikan Uzun Hasan
sebagai salah satu ancaman bagi kekuasaan Utsmani. Dengan Theodora, Uzun Hasan
memiliki seorang putri bernama Martha (Halima). Halima menikah dengan Syaikh
Haydar, pemimpin tarekat Sufi Safawiyah yang bermazhab Syafi'i. Dari pernikahan
ini, lahirlah Ismail I, pendiri Wangsa Safawiyah yang berpaham Syi'ah, keluarga
penguasa Persia yang kelak menjadi pesaing berat Kekaisaran Utsmani pada awal
abad keenam belas sampai abad delapan belas.
k. PENYERANGAN MOLDOVIA
Pada 1456, Petru Aron,
Voivode Moldovia, sepakat untuk membayar upeti tahunan sebesar 2.000 dukat
emas, dan merupakan pemimpin pertama Moldovia yang melakukan hal tersebut.
Penerusnya, Stefan III melakukan hal serupa dan serangkaian perang sengit pun
terjadi. Stefan berusaha untuk membuat Wallachia dalam pengaruhnya. Hal ini
menjadikan perebutan takhta di Wallachia antara pihak yang didukung Hongaria,
Ustmani, dan Stefan. Pasukan Utsmani di bawah pimpinan Hadım Suleiman Pasya
(gubernur Rumelia) dikirim pada 1475 untuk menyerang Stefan yang ikut campur
dalam urusan Wallachia, tetapi mengalami kekalahan telak dalam Pertempuran
Vaslui. Menurut catatan Venesia dan Polandia, terdapat sampai 40.000 korban jiwa
di pihak Utsmani. Ibu tiri Sultan Mehmed, Mara Brankovic, mengatakan kepada
duta Venesia bahwa ini adalah kekalahan terbesar yang pernah menimpa Utsmani.
Atas capaiannya, Paus Siktus IV memberi Stefan gelar Athleta Christi (pembela
Kristus) dan menyebutnya sebagai verus christianae fidei athleta (pembela
sejati iman Kristen).
Pada Juni 1476, Mehmed II
menghimpun pasukan dalam jumlah besar dan memasuki Moldovia. Di sisi lain,
Bangsa Tatar dari Kekhanan Krimea yang merupakan sekutu Utsmani juga dikirim
menyerang Moldovia. Sumber Rumania menyatakan bahwa pasukan gabungan ini
berhasil dihalau. Sumber lain menyatakan bahwa pihak Utsmani-Krimea menduduki
Bessarabia dan Akkerman, mengambil kendali muara selatan Sungai Donau. Stefan
sendiri berusaha menghindari perang terbuka dengan taktik bumi-hangus.
Meski begitu, pada akhirnya
pasukan Stefan harus berhadapan secara terbuka dengan pasukan Utsmani. Pihak
Moldovia memancing pasukan Ustmani menuju hutan yang kemudian dibakar,
menyebabkan jatuhnya beberapa korban jiwa. Menurut sumber lain, pasukan
Moldovia yang masih bertahan menghalau pasukan Utsmani dengan senapan, sehingga
membuat pasukan Yanisari terpaksa merangkak di atas perut. Meski begitu,
tentara Moldovia berhasil dikalahkan dengan banyak korban jiwa berjatuhan dari
kedua belah pihak dan medan perang diselimuti tulang belulang, sangat mungkin
menjadi alasan tempat tersebut kemudian dinamakan dengan Valea Albă dalam
bahasa Rumania dan Akdere dalam bahasa Turki yang secara harfiah bermakna
"Lembah Putih."
Stefan mundur di sisi barat
laut Moldovia, atau bahkan mengungsi ke Kerajaan Polandia dan mulai menghimpun
pasukan lain. Utsmani tidak mampu menundukkan benteng pertahanan terkuat
Moldovia (Suceava, Neamț, Hotin) dan kerap diusik dengan serangan skala kecil
dari pihak Moldovia. Kelaparan dan merebaknya wabah memperburuk keadaan pasukan
Utsmani sehingga mereka mundur.
l.
KEPRIBADIAN DAN KEBIJAKAN
Pada usia 21 tahun, Mehmed
sudah menguasai bahasa Turki Utsmaniyah, Arab, Persia, Serbia, Yunani, dan
Latin. Mehmed sendiri juga seorang penyair dan menulis dengan nama samaran
"Avni" (sang penolong).
Pada masa kekuasaannya,
Mehmed mengumpulkan para ulama dan turut menyaksikan diskusi mereka terkait
permasalahan agama. Ilmu matematika, astronomi, dan agama mencapai titik puncak
pada masanya. Mehmed mengundang ilmuwan dan astronom Muslim di istananya,
seperti Ali Qusyji, mulai membangun universitas, masjid (salah satunya Masjid
Fatih, air mancur, dan Istana Topkapı. Di sekitar Masjid Fatih, Mehmed
memerintahkan pembangunan delapan madrasah (Sahn-ı Seman Medrese) yang selama
seabad menjadi lembaga pendidikan Islam tertinggi di kekaisaran.
Sultan Mehmed II dan
Patriark Gennadius II, digambarkan dalam mozaik abad kedua puluh
Mehmed juga menghimpun
berbagai seniman Italia, humanis, dan cendekiawan Yunani di istananya. Salah
satu seniman itu adalah Gentile Bellini, pelukis Italia alumnus Venesia, yang
diperintahkan untuk membuat lukisan Mehmed, juga lukisan dinding Sang Sultan
yang sekarang telah lenyap.
Di masa sebelumnya, anggota
dewan sultan biasanya diisi oleh para pejabat dari keluarga bangsawan
berpengaruh. Sebagaimana yang terjadi di negara-negara lain, para bangsawan ini
terkadang lebih mendahulukan kepentingan keluarga asalnya daripada kesetiaan
mereka pada penguasa. Mehmed mengubah kekaisarannya yang semula menggunakan
adat lama ini, menggesernya menjadi pemerintahan terpusat pada sultan dengan
mengangkat para pejabat tingginya dari latar belakang devşirme, sehingga
kesetiaan mereka hanya terpaku pada sultan. Wazir agungnya, Zagan Pasya,
berlatar belakang devşirme, begitu pula penerusnya, Mahmud Pasya Angelović.
Pemusatan kewenangan ini dilakukan dan diresmikan melalui hukum yang
dikeluarkan pada 1477–1481 yang berisikan daftar pejabat utama Utsmani beserta
peran, tanggung jawab, gaji, hukuman, dan cara mereka berhubungan baik antar
satu sama lain maupun dengan sultan. Pemusatan wewenang yang dijalankannya
mampu membuat Mehmed menjadi sultan pertama yang membuat dan menerapkan hukum
berdasar kewenangan mandirinya semata. Dengan para pejabat yang tak diragukan
kesetiaannya pada sultan, Mehmed dapat mewakilkan wewenang dan kekuatannya pada
para wazir (menteri) sebagai bagian dari kebijakannya untuk memulai pengasingan
diri.[87] Mehmed membangun dinding untuk menutup istananya, dan tidak seperti
pendahulunya, Mehmed tidak lagi dapat dijangkau oleh kalangan umum maupun
pejabat rendah. Para wazirnya yang berhubungan dengan pihak militer dan duta
asing, dua hal penting dalam hal pemerintahan, utamanya dengan banyaknya jumlah
peperangan yang dilangsungkan Mehmed pada masa kekuasaannya.
Dalam masalah keagamaan,
Mehmed memberikan ruang kebebasan beragama pada rakyatnya yang majemuk asalkan
mereka mematuhi perintahnya. Setelah penaklukan Bosnia, Mehmed mengeluarkan
"Ahdname Milodraž", piagam perjanjian kepada Ordo Fransiskan Bosnia
yang berisikan pemberian kebebasan pada mereka untuk bergerak bebas dalam
kekaisaran, kebebasan menjalankan ibadah di gereja dan biara-biara mereka, dan
dilindungi dari penganiyaan, penghinaan, dan penyiksaan resmi maupun tidak
resmi.
Mehmed juga memberikan ruang
bagi umat non-muslim untuk menjalankan ibadah melalui sistem millet, semacam
hak otonomi kepada umat tiap agama untuk mengatur diri mereka sendiri tanpa
banyak campur tangan dari pemerintah pusat. Meski begitu, karena Islam adalah
agama negara Utsmani, Syaikhul Islam yang merupakan pemimpin umat Muslim
memiliki kedudukan lebih tinggi dari pemimpin millet agama lain, bahkan juga
lebih tinggi dari para wazir. Mehmed mengangkat Gennadius Scholarius sebagai
Patriark Ortodoks Ekumenis pertama pada masa Utsmani, sehingga dia menjadi
pemimpin umat Kristen Ortodoks di seluruh kekaisaran. Millet Ortodoks adalah
millet non-muslim terbesar di Ustmani. Sultan Mehmed juga membentuk Kerabian
Agung Yahudi (millet umat Yahudi) dan Kepatriarkan Armenia Konstantinopel
(millet Gereja Apostolik Armenia) sebagai penerapan sistem millet ini.
Sebelumnya pada masa kekuasaan Romawi Timur yang beragama Ortodoks, jemaat
Gereja Armenia dilarang beribadah di Konstantinopel karena dipandang sebagai
ajaran bid'ah.
m. TAHUN-TAHUN TERAKHIR
Pasukan Utsmani di bawah
kepemimpinan Gedik Ahmed Pasya menduduki Otranto, Italia selatan, pada 1480.
Kekurangan makanan menyebabkan sebagian besar pasukannya mundur kembali ke
Albania, meninggalkan 800 infanteri dan 500 kavaleri untuk mempertahankan
Otranto. Direncanakan bahwa mereka akan kembali lagi saat musim dingin. Saat
itu belum genap tiga dekade setelah Konstantinopel ditaklukan Utsmani, sehingga
muncul ketakutan bahwa Roma akan mengalami hal serupa. Direncanakan Paus dan
para penduduk diungsikan dari kota. Paus Siktus IV menyatakan panggilan perang
salib. Beberapa negara-kota di semenanjung Italia, begitu juga Prancis dan
Hongaria memenuhi panggilan tersebut. Republik Venesia tidak turun tangan
membantu karena terikat perjanjian dengan Utsmani.
Sultan Mehmed II
Pada 1481, Ferdinando, Raja
Napoli, menghimpun pasukan yang dipimpin oleh putranya, Alfonso. Pasukan
bantuan juga datang dari Raja Mátyás Hunyadi. Pengepungan kota mulai dilakukan
pada 1 Mei 1481.
Pada tahun yang sama, Mehmed
sendiri bergerak memimpin pasukan, tetapi dia sakit saat sampai Maltepe. Saat
itu Mehmed berusaha melakukan penaklukan terhadap Rodos dan Italia selatan,
tetapi sebagian sejarawan menyatakan bahwa peperangan selanjutnya diarahkan
untuk menundukkan Mesir yang saat itu dikuasai Kesultanan Mamluk, juga
mengambil gelar khalifah yang dipegang Wangsa Abbasiyah yang hidup di Mesir
dalam perlindungan Mamluk sejak 1261. Tak lama, Sultan Mehmed mangkat pada
tanggal 3 Mei 1481 di usia 49 tahun. Menurut pendapat sejarawan Colin Heywood,
Mehmed meninggal karena diracun putra tertuanya, Bayezid. Ada juga pendapat
yang menyatakan bahwa dia diracun oleh dokter pribadinya, seorang mualaf
berbangsa Yahudi.
Berita kematian Mehmed
menggembirakan Eropa. Lonceng gereja didentangkan dan perayaan dihelat. Di
Venesia, berita itu disebarkan dengan pernyataan, "La Grande Aquila è
morta!" (Sang Elang Agung telah mati!).
Sepeninggal Mehmed, terjadi
perselisihan perebutan takhta antara dua putra Mehmed, Bayezid dan Cem, membuat
tidak adanya bantuan yang dikirimkan ke Otranto. Hal ini menjadikan pendudukan
Utsmani atas kawasan Italia selatan berakhir dengan perundingan dan pasukan
Utsmani mundur ke Albania setelah sekitar tiga belas bulan masa pendudukan.
Mehmed sendiri kemudian
dikebumikan di türbe di kompleks Masjid Fatih.
n. GELAR
Setelah penaklukan
Konstantinopel, Mehmed menyatakan dirinya sebagai Kaisar Romawi (Qayser-i Rûm)
atas dasar bahwa Konstantinopel telah menjadi ibu kota Kekaisaran Romawi Timur
sejak 330 M, dan pihak yang menguasai kota ini akan menjadi penguasa
kekaisaran. Klaim ini ditolak oleh Gereja Katolik Roma dan hampir semua pihak
Eropa barat, tetapi diakui Gereja Ortodoks Timur. Patriark Gennadius II sendiri
mengakui Mehmed sebagai pewaris takhta Romawi.] Mehmed juga menyatakan dirinya
sebagai keturunan keponakan Kaisar Ioannes II, Ioannes Tzelepes Komnenos,
melalui Nilüfer Hatun, istri Orhan dan ibunda Murad I. Gelar "Kaisar
Romawi" ini kemudian juga diteruskan menjadi salah satu gelar resmi dari
para Sultan Utsmani sepeninggal Mehmed.
Mehmed juga mulai menggunakan
gelar 'Padişah' (پادشاه, dieja 'pa-di-syah') yang diambil dari bahasa Persia
yang dapat disejajarkan dengan 'kaisar' dalam bahasa Indonesia. Dengan
menggunakan gelar ini, Mehmed menyatakan kedudukannya lebih tinggi dari para
raja. Sebagai catatan, gelar kaisar atau maharaja memiliki kedudukan lebih
tinggi dari raja. Dia adalah pemimpin Utsmani pertama yang menyandang gelar
ini. Pada keberjalanannya, masyarakat Utsmani sendiri lebih sering menggunakan
gelar padişah untuk menyebut pemimpin mereka, sementara pihak Barat dan
Indonesia lebih sering menggunakan 'sultan', gelar yang secara resmi disandang
pemimpin Utsmani sejak Murad I.
Mehmed juga menyatakan
dirinya sebagai khalifah, gelar untuk pemimpin umat Muslim, walaupun beberapa
pendapat menyatakan bahwa Murad I adalah pemimpin Utsmani pertama yang
menggunakan gelar ini. Meski begitu, Wangsa Abbasiyah saat itu sebenarnya masih
menyandang gelar khalifah secara berkesinambungan sejak pertengahan abad
kedelapan, kecuali masa kekosongan tiga tahun setelah penaklukan Baghdad oleh
Mongol pada 1258. Status pemimpin Utsmani sebagai khalifah semakin jelas dan
tak tersaingi pada masa cucu Mehmed, Sultan Selim I, yang berhasil menaklukan
Kesultanan Mamluk Mesir dan Khalifah Abbasiyah yang hidup dalam perlindungan
mereka menyerahkan kedudukan khalifah kepada Selim.
o. KELUARGA
Pada masa Sultan Mehmed II,
terdapat pemisahan antara pusat pemerintahan dan rumah tangga istana karena
perempuan dipandang tidak pantas turut serta dalam urusan pemerintahan. Rumah
tangga istana berada di Eski Saray (Istana Lama), sedangkan pusat pemerintahan
berada di Yeni Saray (Istana Baru) atau yang lebih dikenal dengan Istana
Topkapı.
1)
ORANG TUA
Ayah — Sultan Murad II Han,
penguasa Utsmaniyah yang berkuasa pada 1421 sampai 1451. Pada masa 1444 sampai
1446, dia menyerahkan takhtanya kepada Mehmed, tapi didesak wazir agung kembali
memegang kendali negara.
Ibu — Hüma Hatun, seorang
budak-selir.[101] Tidak banyak yang diketahui latar belakangnya, selain bahwa
dia berasal dari keluarga non-muslim.[102] Dalam catatan resmi, dijelaskan
dirinya sebagai "Hātun binti Abdullah" (perempuan putri Abdullah).
Secara tradisi Utsmani, Abdullah sendiri adalah sebutan untuk nama ayah dari
seorang mualaf Beberapa pendapat menyatakan bahwa dia adalah seorang Yahudi
Italia bernama Stella. Pendapat lain menyatakan bahwa dia seorang Serbia.
Sejarawan Turki İlber Ortaylı berpendapat bahwa dia keturunan bangsa Slavia.
Dia kemudian masuk Islam dan diberi nama baru, Hüma, yang merupakan burung
surgawi dalam legenda Persia. Hüma meninggal pada September 1449 dan dimakamkan
di Komplek Muradiye.
Ibu tiri — Mara Hatun atau
Mara Branković, putri Đurađ Branković, Despot Serbia. Ibunya adalah Irene
Kantakouzene, cucu Matius Kantakouzenos, Kaisar Romawi Timur yang berkuasa pada
1353–1357. Mara juga dikenal dengan Sultana Marija, Despina Hatun, atau
Amerissa. Setelah Murad mangkat, Mara sempat kembali kepada orangtuanya,
menolak lamaran dari Kaisar Konstantinus XI.Setelah kedua orangtuanya
meninggal, Mara bergabung di istana putra tirinya, Sultan Mehmed II, dan kerap
memberi Sang Sultan nasihat. Dia juga berperan sebagai penengah antara pihak
Utsmani dan Republik Venesia selama Perang Utsmani-Venesia Pertama (1463–1479).
Pada 1471, Mara secara pribadi mendampingi duta Venesia di istana Utsmani untuk
berunding dengan Mehmed. Mara tetap menjadi tokoh berpengaruh pada masa
cucu-tirinya, Sultan Bayezid II. Atas pengaruhnya, pihak Kristen Ortodok Yunani
mendapat keistimewaan di Yerusalem.
2)
PASANGAN
i.
Emine Gülbahar
Hatun. Menikah dengan Mehmed pada 1446 di Manisa. Dia berasal dari keluarga
non-muslim Albania.
ii.
Gülşah Hatun.
Menikah dengan Mehmed pada 1449. Setelah putranya meninggal, Gülşah menetap di
Bursa dan mendapat tunjangan tetap. Pada 1479, dia diberi desa Sığırcalu di
Dimetoka. Gülşah meninggal pada 1487 dan dikebumikan di makam yang dia bangun
di dekat makam putranya.
iii.
iv.
Sittişah Hatun,
putri Suleyman Bey, Adipati Dulkadir. Nama lahirnya Mükrime. Menikah dengan
Mehmed di Edirne pada 1449. Pernikahan mereka merupakan salah satu pernikahan
politik guna menjalin sekutu dalam melawan Karaman dan Kara Koyunlu. Namun
pernikahan ini tampak tidak begitu bahagia. Setelah pusat pemerintahan Mehmed
dipindah ke Konstantinopel, Sittişah tetap tinggal di Edirne sampai April 1467.
Dia meninggal pada September 1486. Bibinya, Emine Hatun, adalah istri Sultan
Mehmed I, kakek Sultan Mehmed II.
v.
Hatice Hatun,
putri Zagan Pasya. Zagan Pasya sendiri seorang mualaf dan berbagai pendapat
mengatakan dia berasal dari Albania, Yunani, atau Slavia Selatan. Sebagian lain
mengatakan bahwa Zagan adalah putra Vrana, bangsawan Napoli yang menjadi
penasihat dan jenderal Skanderbeg. Hatice dan Mehmed menikah pada 1451. Zagan
Pasya menjadi kambing hitam saat perang melawan Serbia pada 1456, sehingga dia
diberhentikan menjadi wazir agung dan Hatice diceraikan pada tahun tersebut.
Keduanya kemudian diasingkan ke Balıkesir sampai Zagan Pasya diangkat menjadi
Kapudan Pasya (Laksamana Agung) pada 1459.
vi.
Çiçek Hatun,
berasal dari keluarga Turki dan saudari Ali Bey. Çiçek menikah dengan Mehmed
pada 1458 dan melahirkan seorang putra pada tahun berikutnya. Saat putranya
kalah dalam perebutan takhta, Çiçek dan anggota rumah tangganya mengungsi di
bawah perlindungan Kesultanan Mamluk di Kairo, Mesir. Dia menjadi sekutu
terkuat putranya. Saat putranya ditahan Ordo Kesatria Santo Yohanes, Çiçek
meminta Sultan Mamluk melalui istrinya untuk dapat membebaskan putranya. Namun
pemimpin ordo memanfaatkan keadaan dengan memanfaatkan Çiçek dan Sultan Mamluk
saat itu, Qaitbay, untuk membayar 20.000 koin emas dengan alasan sebagai
tebusan untuk putranya. Çiçek meninggal karena pes pada 3 Mei 1498 dan
dimakamkan di Kairo.
3)
PUTRA
i.
Sultan Bayezid II
(1447 – 1512) — putra dari Emine Gülbahar
ii.
Şehzade Mustafa
(1450 – 1474) — putra dari Gülşah. Beberapa mengatakan bahwa Mustafa diracun
oleh Mahmud Pasya Angelović lantaran adanya kemungkinan bahwa istri keduanya
memiliki hubungan dengan Mustafa. Dua putri Mustafa, Nergiszade dan Bülbül,
masing-masingnya menikah dengan Şehzade Ahmed dan Şehzade Abdullah, dua putra
Sultan Bayezid II.
iii.
Şehzade Cem (1459
– 1495) — putra dari Çiçek. Mengklaim takhta sepeninggal Mehmed, tetapi
dikalahkan Bayezid. Cem kemudian mengungsi ke Mesir di bawah perlindungan
Kesultanan Mamluk, kemudian Rodos dalam kekuasaan Ordo Kesatria Santo Yohanes, hingga
akhirnya berada dalam tahanan Paus Innosensius VIII di Roma. Meski gagal
menggunakan Cem untuk memulai perang salib melawan Utsmani ataupun membuatnya
berpindah agama menjadi Katolik, Paus dapat menekan Bayezid untuk tidak
menyerang negara-negara Balkan dengan ancaman akan membebaskan Cem. Cem
meninggal di Capua dan jasadnya baru dikirim ke pihak Utsmani empat tahun
kemudian.
4)
PUTRI
Gevherhan Hatun — putri dari Emine Gülbahar. Menikah dengan putra Uzun Hasan, Muhammad Mirza Pasya. Mereka memiliki seorang putra bernama Ahmad Mirza yang menikah dengan salah satu putri Bayezid II.
·
Bayezid II
Bayezid
II بايزيد
ثانى |
Sultan Bayezid II |
Sultan
Utsmaniyah Ke-8
|
Berkuasa : 22 Mei 1481 – 24 April 1512 Pendahulu : Mehmed II Penerus : Selim I |
Kelahiran : 3 Desember 1447 Kematian : 26 Mei 1512 (umur 64) Beliyükçekmece Pemakaman : Masjid Bayazid II, Istanbul Wangsa : Usmani |
Nama lengkap : Bayezid bin Mehmed Ayah : Mehmed II Ibu : Emine Gülbahar Hatun Pasangan : 1. Nigar Hatun 2. Şirin Hatun 3. Gulruh Hatun 4. Bülbül Hatun 5. Husnüşah Hatun 6. Ayşe Gülbahar Hatun 7. Muhterem Hatun Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Bayezid II (Turki Utsmaniyah:
بايزيد ثانى Bāyezīd-i s̱ānī, Turki: II. Bayezid atau II. Beyazıt; lahir, 3
Desember 1447, wafat, 26 Mei 1512) adalah penguasa Utsmani kedelapan yang
berkuasa pada 1481–1512. Dia adalah anak tertua dari Mehmed II.[3] Bayezid
dikenal akan kebijakannya memberikan suaka kepada umat Yahudi dan Muslim yang
diusir dari Andalusia setelah Penaklukan Granada. Pada masa kekuasaannya,
Utsmani terlibat perang dengan Mamluk dan Venesia, juga menyaksikan kebangkitan
Wangsa Safawiyah di Persia yang menjadi pesaing berat Utsmani selama beberapa
abad berikutnya.
a. PERSETURUAN DENGAN
CEM
Bayezid lahir pada 1447 dan
merupakan putra tertua ayahnya, Sultan Mehmed II. Pada saat Mehmed mangkat pada
3 Mei 1481, Şehzade (Pangeran) Bayezid memerintah daerah Sivas, Tokat, dan
Amasya, sedangkan Şehzade Cem yang merupakan adik tiri Bayezid memerintah
Karaman dan Konya. Mehmed tidak menunjuk salah seorang dari kedua putranya ini
sebagai putra mahkota, sehingga perang perebutan takhta segera meletus
sepeninggal Mehmed.
Wazir agung (perdana menteri)
saat itu, Karamanlı Mehmed Pasya, berusaha membuat agar Cem dapat tiba lebih
dulu di ibu kota dan dinobatkan sebagai sultan yang baru. Namun Bayezid sudah
memantapkan jaringan politik dengan para pejabat tinggi dan pasukan Yanisari
saat itu. Mengetahui rencana Mehmed Pasya, pasukan Yanisari yang lebih
mendukung Bayezid atas Cem melakukan pemberontakan dan membunuh Mehmed Pasya.
Kerusuhan meluas di Konstantinopel, sedangkan posisi sultan dan wazir agung
kosong. Keadaan yang mengkhawatirkan ini mendorong mantan wazir agung Ishak
Pasya untuk turun tangan, memohon agar Bayezid dapat segera tiba di ibu kota. Setelah
itu Ishak Pasya mengangkat Şehzade Korkud yang berusia sebelas tahun sebagai
wali sampai ayahnya tiba di ibu kota.
Bayezid tiba di
Konstantinopel pada 21 Mei 1481 dan dinobatkan sebagai Sultan Bayezid II. Enam
hari kemudian, Cem menduduki kota İnegöl dengan kekuatan 4.000 pasukan. Bayezid
mengutus salah satu wazir (menteri). Ayas Pasya, untuk memimpin pasukan dan
menghukum mati Cem. Setelah berhasil mengalahkan pasukan Bayezid pada 28 Mei,
Cem menyatakan dirinya sebagai Sultan Anatolia. Cem mengajukan perundingan
dengan Bayezid agar membagi kekaisaran menjadi dua dengan Bayezid menguasai
bagian Eropa. Usulan tersebut ditolak Bayezid dengan peryataan, "antara
penguasa, tidak ada hubungan keluarga," yang kemudian menggalang kekuatan
menuju Bursa, pusat pemerintahan Cem. Pertempuran terjadi di Yenişehir pada 19
Juni 1481 dan pihak Bayezid memenangkan pertempuran, menjadikan Cem dan
keluarganya mengungsi ke Mamluk Mesir. Saat Cem berusaha meminta bantuan Ordo
Kesatria Santo Yohanes untuk menggulingkan Bayezid, pemimpin mereka justru
melakukan perjanjian damai dengan Bayezid dan Cem menjadi tahanan mereka. Pada
akhirnya, Cem menjadi tahanan Paus Innosensius VIII. Demi menjaga agar Cem
tetap berada dalam tahanan, Bayezid memberikan biaya jaminan kepada Paus
sebesar 45.000 dukat per tahun. Sebagian besar biaya terkait Kapel Sistina
dibayar dengan dana dari Utsmani.
Saat akhirnya Cem meninggal
di Italia pada 1495, Bayezid menyatakan masa berkabung selama tiga hari, tetapi
jasadnya baru dikirim ke tanah Utsmani empat tahun kemudian demi mendapat uang
tebusan besar dari Bayezid. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Bursa.
b. PERANG UTSMANI –
MAMLUK
Utsmani maupun Mamluk adalah
negara besar di kawasan Timur Tengah saat itu. Utsmani menguasai Balkan dan
Anatolia, sedangkan Mamluk menguasai Mesir, Syam, dan Hijaz, dan keduanya
sama-sama berusaha menguasai jalur perdagangan rempah. Di sisi lain, Utsmani
sendiri ingin menguasai kota Makkah dan Madinah yang berada di wilayah
kekuasaan Mamluk. Kedua negara ini dipisahkan oleh negara-negara bangsa Turki
(Turkmen) seperti Karaman, Aq Qoyunlu, Dulkadir, dan Ramazanid, yang mereka ini
kerap berganti dari memihak satu pihak ke pihak lain.
Perang dimulai saat Bozkurt
(juga dikenal dengan nama "Alaüddevle"), Adipati Dulkadir, menyerang
kota Malatya yang termasuk wilayah Mamluk dengan dukungan Bayezid. Mamluk
melakukan serangan balik dan meskipun mengalami kekalahan dalam perang pertama,
pihak Alaüddevle dan Utsmani dapat dipukul mundur.
Pada 1485, pasukan Utsmani di
bawah pimpinan Karagöz Mehmed Pasya yang kebanyakan merupakan pasukan provinsi
melancarkan serangan darat dan laut kepada Mamluk dan berhasil menundukkan suku
Turgudlu dan Vasak yang memberontak dan merebut beberapa benteng di Kilikia,
wilayah pesisir selatan Anatolia.[6] Namun mereka dikalahkan di luar Adana pada
9 Februari 1486 dan meski telah mendapat bantuan pasukan pimpinan Hersekzade
Ahmed Pasya, Mamluk dapat kembali mengalahkan Utsmani pada 15 Maret pada tahun
yang sama. Kilikia sendiri kembali dikuasai Mamluk.
Pada 1487, Utsmani
mengerahkan pasukan besar di bawah pimpinan wazir agung Koca Davud Pasya dan
didukung pasukan Dulkadir, tetapi Davud menghindari untuk menyerang Mamluk dan
lebih memusatkan perhatian untuk menundukkan pemberontakan suku Turgudlu dan
Vasak agar bagian belakang mereka tetap aman.
Tahun 1488, pasukan Utsmani
melancarkan serangan skala besar dari darat dan laut. Armada laut dipimpin
Hersekzade Ahmed Pasya, sedangkan angkatan darat dipimpin Hadım Ali Pasya,
Gubernur Rumelia. Utsmani meminta Venesia agar bisa menggunakan pantai timur
Siprus untuk memasok pasukan mereka dari laut. Tidak hanya menolak, pihak
Venesia bahkan mengerahkan pasukan ke Siprus untuk mencegah armada Utsmani
mendarat di sana. Mamluk juga meminta bantuan pihak Italia, tetapi juga
ditolak.[8][10] Dua pasukan bertemu di dekat Adana pada 26 Agustus 1488. Pihak
Utsmani membuat kemajuan di sayap kiri, tetapi sayap kanan mereka dipukul
mundur. Setelah pasukan Karaman melarikan diri dari medan perang, pihak Utsmani
dipaksa menyerah, menandai kemenangan Mamluk.
Pasukan Utsmani mundur ke
Karaman dan menderita lebih banyak korban jiwa karena serangan dari suku-suku
Turkmen. Hersekzade Ahmed Pasya berhasil meraih kemenangan, tetapi Kilikia
tetap aman di tangan Mamluk. Di sisi lain, sekutu-sekutu Utsmani dari bangsa
Turkmen mulai beralih keberpihakan kepada Mamluk, termasuk Alaüddevle.
Pada 1490, Mamluk melancarkan
serangan menuju Karaman dan mengepung Kayseri yang terletak di Anatolia tengah.
Namun setelah Hersekzade Ahmed Pasya memimpin pasukan bantuan, pengepungan itu
berakhir dan pasukan Mamluk mundur ke Kilikia. Pihak Mamluk mengalami kesulitan
keuangan, sementara Utsmani sendiri berjaga-jaga akan serangan pasukan Kristen
dari Eropa, ditambah menyebarnya kelaparan dan wabah, menjadikan kedua negara
ini pada akhirnya mengadakan perjanjian damai pada Mei 1491. Batas wilayah
antar kedua negara ini pada dasarnya juga tidak banyak berubah.
Secara garis besar, pasukan
Utsmani mampu menandingi Mamluk di laut, tetapi pasukan darat Mamluk mampu membendung
serangan Utsmani berkat serangkaian benteng mereka di Anatolia dan Syam, juga
negara-negara Turki yang menjadi batas antara Utsmani dan Mamluk. Utsmani
unggul dalam kekuatan militer, tetapi dilemahkan oleh perselisihan internal dan
kurangnya komando terpusat dari Bayezid yang masih bertahan di Konstantinopel.
c. HUBUNGAN UTSMANI –
NASRI
Pada 1487, Wangsa Nasri yang
merupakan penguasa Keamiran Granada, satu-satunya negara Muslim yang berdiri di
Iberia saat itu, meminta pertolongan Utsmani dan Mamluk dalam melawan Spanyol.
Rencananya pasukan Utsmani akan berlabuh di Valencia dan bergabung dengan
200.000 Mudéjar melawan pihak Katolik Spanyol. Namun pihak Utsmani sendiri
sangat sibuk berperang dengan Mamluk sehingga tidak dapat memberikan bantuan
secara maksimal. Meski demikian, Bayezid mengirim laksamananya, Kemal Reis. Ini
adalah kali pertama Utsmani terlibat dalam masalah politik di kawasan
Mediterania barat. Armada Kemal Reis yang berbasis di Bône, Bougie, dan Jerba
aktif dalam menyerbu pantai Spanyol.
Meski begitu, Keamiran
Granada pada akhirnya jatuh pada 1492. Kemal Reis juga mengangkut banyak
pengungsi Muslim dari Spanyol ke Afrika Utara. Pada 1493, dia mengungsikan
sekitar 6.000 Muslim keluar dari Iberia. Kemal Reis sendiri diperintahkan
kembali pada 1495.
Para pengungsi Spanyol yang
terdiri dari umat Yahudi dan Muslim ini diterima oleh pihak Utsmani. Di antara
mereka adalah seorang Yahudi bernama Moses Hamon yang menjadi tabib terkenal di
istana Utsmani. Bayezid mengeluarkan maklumat di seluruh kekaisaran bahwa
kedatangan para pengungsi diterima dan mereka dijadikan warga negara Utsmani.
Bayezid mengkritik tindakan Raja Aragon Fernando II dan Ratu Kastila Isabel I
yang mengusir dari Spanyol orang-orang yang berbakat dan berguna bagi negara.
Di hadapan para pejabatnya, Bayezid berujar, "Kalian berusaha mengatakan
kalau Fernando adalah pemimpin yang bijak. Dia memiskinkan negaranya sendiri
dan memakmurkan negaraku!"
d. PERANG UTSMANI –
VENESIA
Lukisan Pertempuran Zonchio
Pada masa Bayezid, Utsmani
kembali berhadapan dengan Republik Venesia untuk memperebutkan kepulauan di
Laut Aegea, Ionia, dan Adriatik. Januari 1499, Kemal Reis berlayar dari
Konstantinopel dengan kekuatan 10 galai dan 4 kapal jenis lain dan mengambil
alih kepemimpinan dari armada Utsmani yang lebih besar pada Juli 1499 untuk
mengobarkan perang skala besar dengan Venesia. Armada Utsmani sendiri terdiri
dari 67 galai, 20 galiut (galai yang lebih kecil), dan 200 kapal kecil. Agustus
1499, Kemal Reis berhasil mengalahkan armada Venesia di bawah pimpinan Antonio
Grimani pada Pertempuran Zonchio (juga dikenal dengan Pertempuran Sapienza dan
Pertempuran Lepanto pertama). Itu adalah pertempuran laut pertama yang
menggunakan meriam dalam kapal. Perang ini terjadi dalam empat hari terpisah,
yakni tanggal 12, 20, 22, dan 25 Agustus 1499. Setelah mencapai Laut Ionia,
Kemal Reis memukul mundur pasukan Venesia yang terdiri dari 47 galai, 17
galiut, dan 100 kapal kecil pimpinan Antonio Grimani. Antonio ditahan pada 29
September tetapi kemudian dibebaskan. 10 galai Venesia hasil rampasan perang
diberikan kepada Kemal Reis.
Desember 1499, pihak Venesia
menyerang Lepanto yang berada di pesisir utara Teluk Korintus dengan harapan
dapat mengambil kembali wilayah mereka di kawasan Laut Ionia. Kemal Reis
berlayar dari Kefalonia dan mengambil alih kembali Lepanto. Dia berdiam di
Lepanto pada bulan April hingga Mei 1500 dan kapal-kapalnya diperbaiki 15.000
perajin Utsmani dari daerah tersebut. Dari sini, Kemal Reis berlayar dan
menyerang pelabuhan Venesia di Kerkyra (Korfu) dan kembali mengalahkan Venesia.
Kemal Reis juga menyerang benteng Modon (Methoni) dari laut dan menduduki kota
tersebut. Pasukan Utsmani dengan cepat mengambil alih wilayah kekuasaan Venesia
di Yunani, termasuk Modon dan Koroni yang keduanya terletak di Peloponnesa
barat daya. Doge (pemimpin/adipati) Venesia saat itu, Agostino Barbarigo,
meminta bantuan Paus, juga Raja Fernando dan Ratu Isabel. Pada 24 Desember,
pasukan gabungan Spanyol-Venesia di bawah kepemimpinan Gonzalo Fernández de
Córdoba menduduki Kefalonia, menahan laju serangan Utsmani ke wilayah timur
Venesia untuk sementara.
Serangan Utsmani ke Dalmasia memaksa Venesia untuk mengadakan perjanjian dengan Raja Hongaria Vladislaus II dan Paus Aleksander VI untuk membayar 140.000 dukat setiap tahun kepada Kerajaan Hongaria demi mendapat bantuan perlindungan di kawasan Kroasia selatan, termasuk mempertahankan Dalmasia. Perjanjian ditandatangani pada 13 Mei 1501 setelah perundingan alot. Pada 1501, pasukan Utsmani di bawah Firuz Bey menduduki Durrës yang berada di kawasan Venesia Albania.
Pihak Utsmani dan Venesia
sepakat melakukan gencatan senjata pada akhir 1502. Januari 1503, Venesia
menandatangani perjanjian lain dengan Vladislaus II, yang telah membayar
124.000 dukat sesuai perjanjian terdahulu, untuk membayar 30.000 dukat per
tahun dengan tujuan yang sama.
Pada 1503, pasukan kavaleri
Utsmani menyerang wilayah Venesia di Italia utara, memaksa Venesia mengakui
pencapaian Utsmani dan mengakhiri perang.
e. PRIBADI DAN
KEBIJAKAN
Di masa kekuasaannya, Sultan
Bayezid II menetapkan beberapa kebijakan yang bertentangan dengan kebijakan
ayah dan pendahulunya, Sultan Mehmed II. Dipengaruhi para ulama dan para
pejabat tinggi, Bayezid mengembalikan hak kepemilikan yang diperuntukkan untuk
kepentingan agama dan amal yang diambil pada masa Mehmed untuk kepentingan
negara. Bayezid juga membatalkan beberapa kebijakan ayahnya yang pro-Eropa,
seperti menghilangkan gambar-gambar karya pelukis Italia dari istana. Dikatakan
bahwa Bayezid adalah seorang Muslim yang saleh dan sangat ketat dalam menjalankan
perintah Al Qur'an dan syariat Islam. Pada masanya, pendapatan negara diabdikan
untuk pembangunan berbagai bangunan umum seperti masjid, sekolah, rumah sakit,
dan jembatan. Dia juga menjadi pendukung para ahli hukum, ilmuwan, dan
pujangga, baik di dalam maupun di luar negeri. Menurut duta Venesia, Bayezid
menaruh ketertarikan pada ilmu filsafat dan kosmografi. Tak seperti sultan
lainnya, Bayezid bekerja keras untuk memastikan kelancaran politik domestik,
yang membuatnya mendapatkan julukan "Yang Adil".
f.
TAHUN-TAHUN TERAKHIR
1)
PERSELISIHAN
DENGAN SELIM
Sebagaimana tradisi, Bayezid
menugaskan putra-putranya untuk memerintah suatu daerah tertentu, sebagai bekal
para şehzade (pangeran) bila kelak naik takhta. Ahmed memerintah Amasya, Korkud
memerintah Antalya, dan Selim memerintah Trebizond. Tradisi menyatakan bahwa
şehzade yang tiba lebih dulu di ibu kota setelah sultan yang lama mangkat akan
menjadi sultan yang baru, sehingga jauh dekatnya penugasan yang diterima para
pangeran sangat berpengaruh. Pangeran yang memiliki wilayah penugasan paling
dekat dengan ibu kota juga ditafsirkan sebagai pangeran pilihan sultan yang
menjadi pewaris takhtanya kelak. Di antara ketiga bersaudara putra Bayezid ini,
Ahmed yang memiliki wilayah penugasan paling dekat dengan Konstantinopel.
Meski putra Selim, Suleiman,
ditugaskan memerintah wilayah Bolu yang dekat dengan ibu kota, dia kemudian
dipindah di Kaffa, Krimea, karena penolakan dari Şehzade Ahmed. Hal ini
kemudian ditafsirkan oleh Selim sebagai bentuk dukungan Bayezid terhadap Ahmed
sebagai calon pewaris. Selim kemudian meminta wilayah penugasan di Rumelia,
istilah untuk merujuk pada wilayah Utsmani di Eropa. Meski awalnya menolak
dengan alasan bahwa kawasan tersebut tidak diperuntukkan untuk para pangeran,
atas dukungan Meñli I Giray, Khan Krimea saat itu, Selim ditugaskan Bayezid
memerintah di Semendire (termasuk kawasan Serbia). Meski memang masuk kawasan
Rumelia, jarak Semendire ke Konstantinopel terbilang jauh sehingga Selim
menolak dan justru tetap berdiam di ibu kota. Bayezid memandang penolakan Selim
ini sebagai bentuk pemberontakan dan dia mengalahkan pasukan Selim di
pertempuran pada Agustus 1511. Selim kemudian mengungsi ke Krimea.
2)
KEBANGKITAN
SYI’AH
Di sisi lain, Bayezid
menyaksikan kebangkitan Dinasti Safawiyah di Iran dan sekitarnya, menggeser
kepemimpinan negara Aq Qoyunlu yang semula menjadi penguasa di kawasan
tersebut. Pendiri dinasti ini, Ismail I, adalah putra Martha (Halima Begum),
putri Uzun Hasan dan Theodora. Uzun Hasan sendiri adalah pemimpin Aq Qoyunlu
yang berkuasa pada 1453 sampai 1478, sedangkan Theodora adalah putri Yohanes
(Ioannes) IV Komnenos, Kaisar Trebizond. Pada masa Ismail, Islam Sunni mulai
tersingkir dari Persia karena para pemeluknya dipaksa berpindah ke Syi'ah,
diusir, atau dihukum mati. Daniel W. Brown menyatakan bahwa Ismail adalah
"penguasa Syi'ah paling berhasil dan tidak toleran setelah jatuhnya
Fatimiyah." Kebenciannya pada Sunni dikenal tanpa batas dan siksaannya atas
mereka sangat kejam. Bayezid memberikan nasihat secara kebapakan kepada Ismail
untuk menghentikan kebijakan anti-Sunni yang dia lakukan, tetapi Ismail
mengabaikannya dan melanjutkan penyebaran Syi'ah dengan pedang. Alasan
penyebaran Syiah secara paksa oleh Ismail di antaranya untuk memberikan jati
diri yang khas bagi Safawiyah untuk membedakan mereka dengan negara-negara
tetangga mereka yang merupakan negara-negara militer Turki-Sunni seperti
Utsmani.
Gerakan Ismail tidak luput
dari perhatian pihak Utsmani, tetapi Bayezid yang semakin menua dan
sakit-sakitan membuat kendali negara juga melemah, sehingga Ismail berhasil
mendapat dukungan dari beberapa bawahan Utsmani, di antaranya adalah Şahkulu
(Syah-qulu) yang merupakan anggota suku Turkmen Tekkelu. Saat putra Bayezid,
Şehzade Korkud, pergi dari Antalya ke Manisa agar lebih dekat dengan ibu kota,
Şahkulu menyerang karavan Sang Pangeran dan mengambil harta bendanya, juga
menyerang kota-kota dan membunuh beberapa pejabat pemerintahan di sana. Saat
Şahkulu menyerang Alaşehir yang terletak di kawasan Anatolia barat, pasukan
Utsmani di bawah pimpinan Karagöz Ahmed Pasya menyerang pasukan Şahkulu, tetapi
Şahkulu dapat mengalahkan pasukan Utsmani dan bahkan membunuh Ahmed Pasya.
Menyerang karavan pangeran, mengalahkan pasukan, dan membunuh para pejabat
tinggi Utsmani meningkatkan ketenaran Şahkulu.
Pasukan kedua segera dikirim
dengan dipimpin oleh Şehzade Ahmed dengan wazir agung Hadım Ali Pasya. Mereka
dapat memojokkan Şahkulu di dekat Altıntaş (Kütahya). Namun Şehzade Ahmed
justru meninggalkan medan perang demi mengamankan kedudukannya sebagai pewaris,
merebakkan kebingungan di kalangan para prajurit. Pendukung utama Ahmed, Hadım
Ali Pasya meninggal saat melawan pemberontakan Şahkulu. Şahkulu sendiri juga
meninggal dalam peristiwa ini. Meski para pendukung Şahkulu belum dikalahkan
sepenuhnya, mereka telah kehilangan pemimpin. Mereka yang paling setia kemudian
pergi ke Persia, tetapi di tengah jalan, mereka secara tidak sengaja membunuh
seorang tokoh terkemuka. Bukannya mendapat sambutan, Ismail justru menghukum
mati mereka atas kejadian tersebut.
3) TURUN TAHTA
Sementara itu, mendengar
bahwa Bayezid telah mengalahkan pasukan Selim, Ahmed menyatakan dirinya sebagai
Sultan Anatolia dan mulai melancarkan serangan kepada keponakannya (yang
ayahnya telah meninggal) dan menduduki Konya. Meski sudah diperintahkan Bayezid
untuk kembali ke wilayah penugasannya, Ahmed menolak dan bahkan berusaha
menduduki ibu kota, tetapi gagal lantaran dihadang para prajurit yang
menginginkan sultan yang lebih cakap. Selim kembali dari Krimea dan, dengan
dukungan dari pasukan Yanisari, mendesak Bayezid turun takhta pada 25 April
1512. Bayezid dikirim ke Demotika untuk menghabiskan masa pensiunnya di sana,
tetapi keadaannya sudah tua dan sakit-sakitan saat itu. Sebelum tiba di tempat
tujuan, Bayezid meninggal di Büyükçekmece pada 26 Mei 1512.
g. KELUARGA
1)
ORANG TUA
Ayah – Sultan Mehmed II Han,
penguasa ketujuh Utsmaniyah . Mendapat julukan 'Sang Penakluk' (Fatih) karena
penaklukannya atas Konstantinopel pada 1453, mengakhiri riwayat Kekaisaran
Romawi Timur.
Ibu – Emine Gülbahar Valide
Hatun (sekitar 1432 - 1492), dari keluarga non-Muslim Albania. Pada masa Sultan
Bayezid II, keluarga sultan tinggal di Istana Lama, sedangkan pusat
pemerintahan berada di Istana Topkapı. Pada suatu waktu, Gülbahar menulis surat
kepada Bayezid yang berisikan keluhan lantaran putranya tersebut tidak
mengunjunginya selama empat puluh hari. Dia dikebumikan di komplek Masjid
Fatih.
Sebagian pendapat menyatakan
bahwa ibu kandung Sultan Bayezid II adalah Sittişah Mükrime Hatun, putri
Suleiman Bey, Adipati Dulkadir.
2)
PASANGAN
i.
Nigar (Mühürnaz,
Mihrnaz) Hatun (sekitar 1450 - Maret 1503). Dalam catatan resmi (vakfiye),
namanya tertulis "Hātun binti Abdullah Vehbi" (perempuan putri Abdullah
Vehbi). Dalam tradisi Utsmani, penggunaan nama Abdullah dalam silsilah
menyatakan bahwa orang yang bersangkutan berasal dari keluarga non-Muslim dan
menjadi mualaf.
ii.
Şirin Hatun.
Dalam catatan tertulis namanya "Hātun binti Abdullah". Dia membangun
Masjid Hatuniye di dalam Kastel Trebizond.
iii.
Bülbül Hatun. Dia
mewakafkan masjid dan dapur umum (imaret) di Ladik, kota di Anatolia utara. Di
Amasya, dia juga membangun masjid, madrasah, dan air mancur.
iv.
Ayşe Gülbahar
Hatun. Sebagian berpendapat bahwa Gülbahar adalah budak-selir Yunani yang
kemudian menjadi mualaf. Sebagian lain mengatakan bahwa dia adalah putri
Alaüddevle Bozkurt Bey, Adipati Dulkadir.
v.
Gülruh Hatun
vi.
Hüsnüşah Hatun,
putri Nasuh Bey dari Karaman.
vii.
Muhtereme
(Ferahşad) Hatun, putri Gubernur Kaffa. Setelah putranya meninggal pada 1505,
Muhtereme dan Mükrime Hatun, istri Şehzade Şehinşah, mewakafkan Masjid
Eşrefzade. Muhtereme dimakamkan di Komplek Muradiye.
3)
PUTRA
i.
Şehzade Abdullah
– putra dari Şirin. Gubernur Sarihan 1481, dan Karaman 1481–1483. Menikah
dengan sepupunya, Bülbül Hatun, putri Şehzade Mustafa, putra Sultan Mehmed II.
ii.
Şehzade Ahmed –
putra dari Bülbül. Gubernur Sarihan 1481–1483 dan Amasya 1483–1513. Menikah
dengan sepupunya, Nergiszade (Nergisşah) Hatun, putri Şehzade Mustafa, putra
Sultan Mehmed II. Salah seorang putranya, Şehzade Murad, menikah dengan
Syahdokht Syahnavaz Begum, putri Ismail I, Kaisar Safawiyah.
iii.
Şehzade Korkud –
putra dari Nigar. Gubernur Sarihan 1483–1501 dan 1511–1513, dan Anatolia
1502–1509 dan 1510–1511.
iv.
Sultan Selim I
Han – putra dari Gülbahar. Penguasa Utsmani kesembilan. Menikah dengan Ayşe
Hatun, putri Meñli I Giray, Khan Krimea.
v.
Şehzade Şehinşah
– putra dari Hüsnüşah. Gubernur Sarihan 1481-1483 dan Karaman 1483–1511.
vi.
Şehzade Alemşah –
putra dari Gülruh. Gubernur Kastamonu 1504 dan Sarihan 1504–1507.
vii.
Şehzade Mehmed –
putra dari Muhtereme. Gubernur Kaffa.
viii.
Şehzade Mahmud –
putra dari Bülbül. Gubernur Sarihan 1502.
4)
PUTRI
i.
Aynışah Hatun –
putri dari Şirin. Menikah dengan sepupunya, Ahmed Göde Aq Qoyunlu, putra
Muhammad Ugurlu dan Gevherhan Hatun, putri Sultan Mehmed II.
ii.
Ayşe Hatun –
putri dari Nigar. Menikah dengan Güveyi Sinan Pasya.
iii.
Fatma Hatun –
putri dari Nigar. Menikah dengan Güzelce Hasan Bey.
iv.
Gevhermülük Şah
Hatun – putri dari Bülbül. Menikah dengan Mehmed Pasya Dukakis.
v.
Hatice Hatun –
putri dari Bülbül. Menikah dengan Faik Pasya.
vi.
Hundi Hatun –
putri dari Bülbül. Menikah pada 1484 dengan Hersekzade Ahmed Pasya.
vii.
Hümaşah Hatun.
Menikah dengan Antalyali Bali Pasya.
viii.
Ilaldi Hatun.
Menikah dengan Hain Ahmed Pasya.
ix.
Kamerşah Hatun –
putri dari Gülruh. Menikah dengan Mustafa Bey, putra Davud Pasya.
x.
Selçukşah Hatun.
Menikah dengan Mehmed Bey, putra Kara Mustafa Pasya.
xi.
Şehzade Şah Hatun
– putri dari Bülbül. Menikah dengan Nasuh Bey.
xii.
Sultanzade Hatun
– putri dari Hüsnüşah.
·
Selim I
Selim
I سليم اول |
Sultan Selim I |
Khalifah
Pertama Dari Kesultanan Utsmaniyah |
Berkuasa : 1517 – 22 September 1520 Pendahulu : Muhammad Al-Mutawakkil Penerus : Suleyman I |
Sultan
Utsmaniyah Ke-9 |
Berkuasa : 24 April 1512 – 22 September 1520 Pendahulu : Bayezid II Penerus : Suleyman I |
Kelahiran : 1470/1. Amasya, Kesultanan Utsmaniyah Kematian : 22 September 1520 (usia 48–50) Çorlu,
Kesultanan Utsmaniyah Pemakaman : Masjid Yavuz Selim, Fatih,
Konstantinopel Wangsa : Usmani |
Nama lengkap : Salim bin Bayezid Ayah : Bayezid II Ibu : Ayşe Gülbahar Hatun Pasangan : 1. Ayşe Hatun 2. Hafsa Hatun Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Selim I (Bahasa Turki
Utsmaniyah: سليم اول, Bahasa Turki: Birinci Selim; 1470/1 – September 1520)
adalah penguasa Utsmani kesembilan dan berkuasa pada tahun 1512 sampai 1520.
Watak dan kepribadiannya yang keras menjadikannya mendapat julukan Yavuz Sultan
Selim (Yavuz sendiri dapat dimaknai dengan "keras",
"teguh", atau "tegas").
Di masa kekuasaannya yang
terbilang singkat, Utsmani mengalami dua peristiwa besar yang sangat
memengaruhi keberjalanan keadaan Timur Tengah pada masa-masa selanjutnya.
Kemenangan Utsmani dalam Pertempuran Chaldiran membendung laju perkembangan
Syiah yang bangkit seiring menguatnya Wangsa Safawiyah di kawasan Iran dan
sekitarnya. Penaklukannya atas Kesultanan Mamluk menjadikan wilayah Utsmani
meluas secara dramatis lantaran kawasan Syam, Mesir, dan Hijaz menjadi dalam
kekuasaan Utsmani. Jatuhnya Mamluk menjadikan kepemimpinan kota Makkah dan
Madinah yang berada di wilayah Hijaz beralih ke tangan Utsmani, sehingga Selim
kemudian menyandang gelar Ḫādimü'l-Ḥaremeyn (خادم الحرمين الشريفين) atau
"Pelayan Dua Tanah Haram" dan gelar ini diturunkan kepada para
penerusnya. Seiring keruntuhan Mamluk juga diikuti penyerahan kedudukan
khalifah oleh Al Mutawakkil kepada Selim, menjadikan Selim sebagai khalifah pertama
dari Wangsa Utsmani dan non-Arab, meski beberapa Sultan Utsmani sebelumnya
telah mengklaim gelar tersebut.
a. SEBAGAI SEHZADE
Selim I dengan gada
Selim dilahirkan di Amasya
pada sekitar tahun 1470 pada masa kekuasaan kakeknya, Sultan Mehmed II atau
yang juga dikenal dengan Muhammad Al Fatih. Pada 1481, ayah Selim naik takhta
sebagai Sultan Bayezid II.
Sebagaimana tradisi Utsmani,
para şehzade (pangeran) yang sudah cukup umur akan memerintah di wilayah
penugasan yang telah ditentukan sultan. Saat sultan mangkat, pangeran yang tiba
lebih dulu di ibu kota akan dinobatkan sebagai sultan yang baru. Tiga putra
Bayezid juga mendapat penugasan tersebut. Şehzade Ahmed memerintah Amasya,
Şehzade Korkud memerintah Antalya, dan Şehzade Selim memerintah Trebizond. Di
antara ketiga bersaudara putra Bayezid ini, Ahmed memiliki wilayah penugasan
paling dekat dengan Konstantinopel, sehingga dia dipandang sebagai pangeran
yang, secara tidak langsung, dianggap sebagai pewaris oleh sultan karena
berpeluang paling cepat bila tiba di ibu kota.
Selim I di Pertempuran Chaldiran: karya seni di Paviliun Chehel Sotoun di Isfahan
Meski putra Selim, Suleiman,
ditugaskan memerintah wilayah Bolu yang dekat dengan ibu kota, dia kemudian
dipindah di Kaffa, Krimea, karena penolakan dari Şehzade Ahmed. Hal ini
kemudian ditafsirkan oleh Selim sebagai bentuk dukungan Bayezid terhadap Ahmed
sebagai calon pewaris. Selim kemudian meminta wilayah penugasan di Rumelia,
istilah untuk merujuk pada wilayah Utsmani di Eropa. Meski awalnya menolak
dengan alasan bahwa kawasan tersebut tidak diperuntukkan untuk para pangeran,
atas dukungan Meñli I Giray, Khan Krimea saat itu, Selim ditugaskan Bayezid
memerintah di Semendire (termasuk kawasan Serbia). Meski memang masuk kawasan
Rumelia, jarak Semendire ke Konstantinopel terbilang jauh sehingga Selim
menolak dan justru tetap berdiam di ibu kota. Bayezid memandang penolakan Selim
ini sebagai bentuk pemberontakan dan dia mengalahkan pasukan Selim di
pertempuran pada Agustus 1511. Selim kemudian mengungsi ke Krimea.
Saat Sultan Bayezid berperang
melawan Selim, Şehzade Ahmed ditugaskan untuk menekan pemberontakan Şahkulu
yang didukung Ismail I, Kaisar Safawiyah. Dinasti Safawiyah sendiri adalah
pesaing berat Utsmani di kawasan tersebut. Bersama Wazir Agung (Perdana
Menteri) Hadım Ali Pasya, Şehzade Ahmed dapat memojokkan Şahkulu di dekat
Altıntaş (Kütahya). Namun Şehzade Ahmed justru meninggalkan medan perang demi
mengamankan kedudukannya sebagai pewaris, merebakkan kebingungan di kalangan
para prajurit. Hadım Ali Pasya yang sebenarnya merupakan pendukung utama Ahmed
meninggal saat melawan pemberontakan Şahkulu. Şahkulu sendiri juga meninggal
dalam peristiwa ini.
Mendengar bahwa Bayezid telah
mengalahkan pasukan Selim, Ahmed menyatakan dirinya sebagai Sultan Anatolia dan
mulai melancarkan serangan kepada keponakannya (yang ayahnya telah meninggal)
dan menduduki Konya. Meski sudah diperintahkan Bayezid untuk kembali ke wilayah
penugasannya, Ahmed menolak dan bahkan berusaha menduduki ibu kota, tetapi
gagal lantaran dihadang para prajurit yang menginginkan sultan yang lebih
cakap. Selim kembali dari Krimea dan, dengan dukungan dari pasukan Yanisari,
mendesak Bayezid untuk menyerahkan takhta kepada Selim pada 25 April 1512.
Bayezid dikirim ke Demotika untuk menghabiskan masa pensiunnya di sana, tetapi
keadaannya sudah tua dan sakit-sakitan saat itu. Sebelum tiba di tempat tujuan,
Bayezid meninggal di Büyükçekmece pada 26 Mei 1512.
b. AWAL KEKUASAAN
Pada awal masa kekuasaan
Selim, Ahmed masih memegang kendali atas Anatolia selama beberapa bulan. Kedua
belah pihak bertempur di dekat Yenişehir, Bursa, pada 24 April 1513. Pihak
Ahmed dikalahkan. Ahmed sendiri ditahan dan kemudian dihukum mati setelahnya.
Putra Ahmed, Şehzade Murad, mengungsi ke Kekaisaran Safawiyah. Ismail I
berusaha menggunakan Murad untuk mengumpulkan masa melawan pemerintahan Selim.
Namun rencana itu akhirnya gagal dan Murad mendapat suaka di Safawiyah. Şehzade
Korkud sendiri juga dihukum mati pada 1513 karena diduga telah menyiapkan
pemberontakan melawan Selim.
c. PERTEMPURAN
CHALDIRAN
Monumen Peringatan
Pertempuran Chaldiran
Salah satu perhatian besar
pada masa kekuasaan Selim adalah Ismail I yang menjadikan Dinasti Safawiyah
sebagai kekuatan baru di kawasan tersebut, juga mengubah agama Persia dari
Sunni ke Syi'ah Dua Belas Imam, menjadikannya ancaman besar bagi Utsmani yang
Sunni. Pada 1510, Safawiyah telah menguasai kawasan Iran dan Azerbaijan,
Dagestan selatan, Mesopotamia, Armenia, Khorasan Raya, Anatolia Timur, dan
menjadikan Kerajaan Kakheti dan Kartli di kawasan Kaukasus sebagai negara
bawahannya.
Setelah menuntaskan perang
saudara, Selim kemudian memusatkan perhatiannya pada kekacauan dalam negeri
yang dipercaya didalangi oleh Qizilbasy (kelompok militan Syi'ah). Selim
mengkhawatirkan bahwa mereka akan menghasut masyarakat untuk mendukung Ismail,
pemimpin Dinasti Safawiyah, yang dipercaya sebagian pengikutnya sebagai
keturunan Nabi Muhammad. Setelah mendapat persetujuan dari ahli fiqih yang
menyatakan Ismail dan Qizilbasy sebagai kelompok kafir dan pembid'ah, Selim
dapat mengarahkan pasukan ke arah timur untuk menekan pergerakan mereka. Di
sisi lain, Ismail mendakwa Selim telah melakukan penyerangan kepada sesama
Muslim dan menumpahkan darah pihak yang tak bersalah. Sebelum melakukan
penyerangan, Selim menghukum mati 40.000 orang Qizilbasy Anatolia "sebagai
hukuman atas tindakan pemberontakan mereka." Selim juga menghentikan impor
sutra dari Iran.
Pada 1514, Selim menyerang
wilayah Ismail untuk menghentikan laju penyebaran Syi'ah di Utsmani.
Sebelumnya, Selim dan Ismail saling berkirim surat kecaman satu sama lain
sebelum penyerangan dilakukan. Di saat yang sama, Safawiyah juga harus berhadapan
dengan bangsa Uzbek di timur. Demi menghindari pertempuran di dua tempat secara
bersamaan, Ismail melakukan taktik bumi hangus dalam melawan Utsmani di barat.
Saat mengetahui Ismail menghimpun pasukan di Chaldiran, Selim mengerahkan
pasukan di sana dan terjadilah pertempuran antara pihak Selim dan Ismail. Meski
pasukan Ismail memiliki persiapan lebih matang, pihak Selim unggul dengan
pasukan mutakhir dan persenjataan yang lebih efisien. Safawiyah mengalami
kekalahan telak dan Ismail sendiri hampir tertangkap. Selim memasuki ibu kota
Iran, Tabriz, pada 5 September. Pihak Utsmani juga menduduki Mesopotamia, dan
sebagian wilayah Armenia.
Dalam perang ini, Selim
berhasil menawan dua istri Ismail. Hal ini membuat harga diri Ismail jatuh,
membuatnya melampiaskan kekalahan dengan mabuk-mabukan. Ismail sendiri juga
menarik diri dari urusan militer dan pemerintahan lantaran kepercayaan dirinya
yang hancur dan itu berlangsung sampai mangkatnya pada 1524 di usianya yang
baru menginjak 36 tahun.
d. PENAKLUKAN MAMLUK
Sebelum berdirinya Safawiyah,
Utsmani dan Mamluk adalah dua negara paling berkuasa di kawasan Timur Tengah.
Utsmani menguasai wilayah Anatolia, sedangkan Kesultanan Mamluk menguasai
kawasan Mesir, Syiria, dan Hijaz. Setelah penyerangan Baghdad oleh Mongol pada
1258, Wangsa Abbasiyah yang masih memegang peran khalifah secara turun-temurun
tinggal di Mesir dalam perlindungan Sultan Mamluk tanpa kekuatan politik yang
memadai dan tidak memiliki wilayah kekuasaan, sehingga kerap terseret arus
perselisihan di pemerintahan Mesir. Kedua negara besar ini dipisahkan oleh
negara-negara kecil bangsa Turki yang berkuasa di kawasan Anatolia tenggara.
Sebelum masa Selim, Utsmani maupun Mamluk beberapa kali pernah terlibat
perselisihan. Pihak Mamluk pernah memberikan suaka pada Pangeran Cem, saudara
tiri Sultan Bayezid II yang berusaha mengambil alih takhta. Pada masa Utsmani
di bawah kepemimpinan Bayezid II, Utsmani dan Mamluk pernah terlibat beberapa
peperangan, meski batas kedua negara cenderung tidak berubah.
Selim I oleh seorang pelukis Eropa yang tidak dikenal
Keseimbangan di kawasan Timur
Tengah mulai bergeser saat bangkitnya Wangsa Safawiyah di kawasan Persia. Sang
pendiri, Ismail I, dikatakan sebagai penguasa Syiah paling berhasil dan paling
intoleran setelah jatuhnya Fatimiyah. Pihak Mamluk mengharapkan perselisihan di
antara Utsmani dan Safawiyah membuat kedua negara besar itu saling melemah.
Saat Safawiyah berusaha menjalin kekuatan Eropa untuk membuat persekutuan
anti-Utsmani pada awal 1500-an, Mamluk memberi izin duta Safawiyah untuk
melewati wilayah mereka dalam rangka berhubungan dengan Eropa. Pihak Utsmani
menekan Mamluk agar tidak membiarkan duta tersebut kembali ke Safawiyah.
1)
PERTEMPURAN
MARJ DABIQ
Setelah kekalahan Safawiyah
dalam Perang Chaldiran dan pendudukan Selim atas negara-negara bangsa Turki
yang menjadi batas Mamluk dan Utsmani pada musim panas 1515, tampak jelas bahwa
perselisihan antara Mamluk dan Utsmani menjadi sesuatu yang tidak bisa lagi
dihindari. Sultan Mamluk saat itu, Qansuh Al-Ghuri, menerima tawaran
persekutuan dari Ismail I. Pada tahun 1516, Al-Ghuri bertolak menuju Syiria,
meninggalkan salah satu menterinya, Tuman Bay, untuk memimpin Mesir. Al-Ghuri
berangkat ke utara diiringi perayaan yang meriah bersama para pejabat tinggi,
tabib, musisi, dan muazin. Khalifah Muhammad Al Mutawakkil juga turut serta
dalam rombongan ini. Dalam perjalanan, Sultan Al-Ghuri juga menerima Pangeran
Ahmed, keponakan Sultan Selim, dalam rombongannya dengan harapan dapat menarik
simpati dari pasukan Utsmani.
Kavaleri berat Mamluk, sekitar tahun 1550. Musée de l'Armée.
Pasukan Utsmani dan Mamluk
bertemu dalam Pertempuran Marj Dabiq pada 24 Agustus 1516. Di barisan Mamluk,
Qansuh Al-Ghuri berada di bagian tengah, sedangkan sayap kiri dipimpin oleh
Gubernur Aleppo, Kha'ir Bey, dan pasukan sayap kanan dipimpin Gubernur
Damaskus. Pasukan kavaleri sayap kiri Mamluk berhasil mendesak pasukan kavaleri
sayap kanan Utsmani, tetapi pihak sayap kiri Mamluk mundur setelah menerima
serangan meriam. Kavaleri sayap kiri Utsmani juga berhasil dipaksa mundur
setelah mendapat serangan dari pasukan tengah dan sayap kanan Mamluk. Meski
begitu, pasukan tengah Mamluk mundur setelah mendapat serangan meriam, begitu
juga pasukan sayap kanan Mamluk yang mendapat serangan tembakan dari pasukan
Yanisari. Al-Ghuri memerintahkan sayap kiri Mamluk untuk bergabung dan
menyerang bersama-sama pasukan Utsmani dari kanan, tetapi perintah itu
diabaikan. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Kha'ir Bey berkhianat dan memihak
Utsmani, sedang sebagian lain menyatakan bahwa Gubernur Aleppo tersebut mundur
lantaran yakin pihak Mamluk telah kalah. Kha'ir Bey meninggalkan medan perang
bersama dengan pasukan infanteri. Kekacauan di pihak Mamluk menjadikan pasukan
Utsmani dapat mengalahkan Mamluk dalam pertempuran ini. Sultan Qansuh Al-Ghuri
meninggal, tetapi terdapat perbedaan pendapat mengenai sebab kematiannya.
Beberapa menyatakan bahwa dia terbunuh di medan perang. Pendapat lain
menyatakan bahwa kantung empedunya pecah, atau melakukan bunuh diri.
Setelah kemenangan Selim
dalam Pertempuran Marj Dabiq, dia mendapat sambutan hangat di Aleppo oleh para
penduduk. Selim menerima Khalifah Al Mutawakkil dengan ramah, tetapi mengecam
para hakim karena kegagalan mereka memeriksa pemerintahan buruk dari Mamluk.
Dengan kekalahan Mamluk, Utsmani secara resmi mengambil alih kepemimpinan
Syiria.
2)
PENDUDUKAN
MESIR
Setelah kemenangan di Marj Dabiq,
Selim menunggu untuk mengamankan kedudukannya dengan menunggu datangnya
angkatan laut Utsmani. Oleh karenanya, Selim mengutus Sinan Pasya memimpin
pasukan untuk menaklukkan benteng-benteng di pesisir.
Di Mesir, Tuman Bay naik
takhta sebagai Sultan Mesir dan merekrut pasukan baru, menolak tunduk menjadi
bawahan Utsmani. Pasukan kavaleri Mamluk di bawah kepemimpinan Janbirdi
Al-Ghazali menyerang pasukan Utsmani di Khan Yunis, Gaza selatan, saat mereka
hendak memasuki Mesir pada akhir Oktober. Meski begitu, pasukan Sinan Pasya
berhasil mengalahkan pasukan Al-Ghazali. Pasukan Mamluk yang tersisa mundur ke
Kairo bersama Al-Ghazali yang terluka.
Selim mulai bergerak menuju
Mesir saat angkatan laut Utsmani tiba di Syiria. Pasukan Utsmani mengalami
perjalanan sulit melintasi gurun Sinai, tetapi mereka bertahan dengan mendapat
bantuan persediaan dari laut sehingga mereka berhasil memasuki Mesir pada Januari
1517. 22 Januari, pasukan Tuman Bay dan Selim bertemu di Ridaniya yang terletak
di pinggiran Kairo. Dalam pertempuran ini, pihak Mamluk membawa 300 meriam dari
Venesia dan ditempatkan di parit. Di sisi lain, meriam Utsmani ditempatkan di
belakang pasukan di atas bukit. Pertempuran meriam berlangsung singkat dengan
kemenangan di pihak Utsmani lantaran pasukan Mamluk belum berpengalaman dalam
menggunakan senjata baru tersebut. Pasukan Utsmani memenangkan pertempuran dan
pasukan Mamluk meninggakan medan perang. Sinan Pasya gugur dalam pertempuran
ini. Pasukan Utsmani masuk ke Kairo tanpa perlawanan dan Selim sendiri
menduduki Pulai Gezira, pulau di tengah Sungai Nil di Kairo tengah. Mereka
menduduki benteng dan menghukum mati semua garnisun Kaukasus. Namun pada
tanggal 26, pasukan Tuman Bay memasuki kota bersama pasukan Badui dan
mengalahkan mereka. Selim mengirim pasukan Yanisari untuk mengambil alih Kairo
pada tanggal 27 dan penduduk setempat berpihak pada Tuman Bay. Pertempuran di
dalam kota berlanjut sampai tanggal 3 Februari sampai pihak Utsmani berhasil
mengendalikan kota. Banyak para bangsawan Mamluk gugur dalam peristiwa ini.
Meski begitu, banyak warga yang mendapat pengampunan atas permintaan Khalifah
yang sekarang memiliki kedudukan yang lebih menonjol dibandingkan pada masa
kekuasaan Mamluk.
Selain diberikan pada para
warga, pengampunan juga diberikan pada para amir yang masih bersembunyi.
Janbirdi Al-Ghazali memohon pengampunan dan kemudian diberikan kedudukan
sebagai komandan dalam melawan Suku Badui.
Demi menghindari perselisihan
lebih lanjut, Tuman Bay mengusulkan perjanjian damai dan mengakui kedaulatan
Selim atas Mesir bila penyerangan dihentikan. Selim kemudian mengutus Khalifah
Al Mutawakkil beserta empat orang hakim untuk mendampingi utusan dari Utsmani
yang dikirim pada Tuman Bay. Khalifah sendiri tidak menyukai tugas tersebut
sehingga dia mengirim wakilnya. Pada dasarnya, Tuman Bay menerima persyaratan
damai dengan senang hati, tetapi para pendukungnya yang tidak memercayai Selim
menolak tawaran tersebut. Mereka membunuh utusan Utsmani tersebut beserta salah
satu hakim, membuat perundingan damai gagal terbentuk. Sebagai balasan atas
tindakan tersebut, Selim membunuh 57 amir Mamluk yang ditahan di benteng. Tuman
Bay kemudian menghimpun pasukan di piramida Giza dan pada akhir Maret, kedua
pasukan bertemu. Pihak Tuman Bay kalah setelah dua hari pertempuran dan dia
sendiri berlindung di salah satu kepala suku Badui yang justru kemudian
menyerahkan dirinya pada pihak Selim.
Selim pada awalnya hendak
memberikan pengampunan dan membawa Tuman Bay ke Konstantinopel, tetapi Janbirdi
Al-Ghazali dan Kha'ir Bey mengusulkan agar Tuman Bay dihukum mati lantaran
keberadaannya akan mengancam kekuasaan Utsmani di Mesir. Tuman Bay kemudian
dipenjara dan dihukum gantung di gerbang kota pada 15 April 1517. Jasadnya
digantung selama tiga hari sebelum dikebumikan.
Meninggalnya Tuman Bay
menandai berakhirnya masa kekuasaan Mamluk atas Mesir. Meski bangsa Mamluk yang
tersisa tetap berada di Mesir sebagai bangsawan, setelah peristiwa ini, mereka
secara resmi menjadi bawahan Utsmani yang berpusat di Konstantinopel.
e. TAHUN-TAHUN TERAKHIR
Perluasan wilayah
kekuasaan Utsmani. Kiri: pada masa Bayezid II. Kanan: pada masa Selim I.
Selama pemerintahannya, Selim
memperluas wilayah Usmaniyah dari 2,5 juta km² menjadi 6,5 juta km². Ia membuat
penuh perbendaharaan negara, menguncinya dengan meterainya sendiri dan
mengumumkan bahwa, "Barangsiapa membuat penuh perbendaharaan ini melebihi
isinya sekarang, ia dapat menggunakan meterainya untuk mengunci
perbendaharaan.” Perbendaharaan ini dikunci dengan meterainya hingga runtuhnya
Kesultanan Utsmani 400 tahun kemudian.
Setelah kembali dari
perangnya di Mesir, dia mendapat surat dari penduduk Afrika Utara untuk meminta
perlindungannya dalam menghadapi pelaut-pelaut Spanyol dan Portugis yang
mengacau di Laut Tengah. Oleh karena itu, dia menyiapkan ekspedisi untuk
memerangi Rhodes dan di sana ia meninggal pada 9 Syawal 926 H / 22 September
1520 karena sirpense, infeksi kulit. Pendapat lain menyatakan bahwa Selim
meninggal karena kanker atau bahkan diracun oleh tabibnya. Sebagian sejarawan
menyatakan bahwa mangkatnya Selim bersamaan dengan menyebarnya wabah pes di
kesultanan dan beberapa sumber menyebutkan bahwa Selim sendiri juga terjangkit.
Jenazah Selim kemudian dibawa
ke Konstantinopel dan dikebumikan di kompleks Masjid Sultan Yavuz Selim.
Berbeda dengan pendahulunya yang sangat memusatkan perhatian pada perluasan
wilayah ke arah Eropa, Selim memusatkan perhatiannya ke kawasan Timur Tengah
karena dipercaya bahaya yang sebenarnya berasal dari arah timur.
f.
KEPRIBADIAN
Türbe Selim I di kompleks Masjid Yavuz Sultan Selim
Banyak sumber menyatakan
bahwa Selim memiliki watak yang berapi-api dan memiliki harapan yang sangat
tinggi pada para bawahannya. Banyak menterinya dihukum mati dengan berbagai
alasan. Sebuah umpatan di Utsmani berbunyi, "Semoga kamu menjadi menterinya
Selim," lantaran banyaknya jumlah menteri yang dihukum mati.
Selim merupakan salah satu
penguasa Utsmani yang paling berhasil dan dihormati, giat, dan pekerja keras.
Meski masa kekuasaannya terbilang singkat, para sejarawan sepakat bahwa Selim
telah mempersiapkan Kekaisaran Utsmani untuk mencapai titik puncaknya pada masa
putra dan penerusnya, Suleiman Al-Qanuni.
Selim juga seorang pujangga
yang menulis puisi dalam bahasa Turki dan Pesia menggunakan nama Mahlas Selimi,
yang kumpulan puisi Persianya masih utuh hingga hari ini. Dalam salah satu
puisinya, dia menulis, "Sebuah permadani cukup besar untuk diduduki oleh
dua orang sufi, tetapi dunia tidak cukup besar untuk dua orang raja.”
g. GELAR
Kota Makkah dan Madinah yang
sebelumnya masuk wilayah kekuasaan Mamluk secara otomatis menjadi wilayah
kekuasaan Utsmani. Atas dasar ini, Selim kemudian mengambil gelar Ḫādimü'l-Ḥaremeyn
(خادم الحرمين الشريفين) atau "Pelayan Dua Tanah Haram."
Setelah jatuhnya Mamluk, Al
Mutawakkil kemudian menyerahkan kedudukan khalifah secara resmi kepada Selim
dengan upacara penyerahan jubah dan mantel Nabi sebagai perlambang peralihan
gelar ini.[29] Hal ini menjadikan Al Mutawakkil sebagai khalifah terakhir dari
Wangsa Abbasiyah dan Selim sebagai khalifah pertama dari Wangsa Utsmani dan
kalangan non-Arab. Meski begitu, beberapa Sultan Utsmani sebelum Selim telah
mengklaim gelar ini sebelumnya. Namun beberapa sumber menyatakan bahwa
penyerahan gelar khalifah ini adalah kisah rekaan yang dibuat beberapa waktu
setelahnya.
Sebagai catatan, Selim dan
penerusnya masih menggunakan gelar sultan dan padisyah (kaisar) atas
kedudukannya sebagai kepala negara meski Selim telah menyandang gelar khalifah.
Sebelum 1258, khalifah masih memiliki peran sebagai kepala negara, terlepas
luasnya wilayah kekuasaan yang dipegangnya secara langsung. Para sultan dan
kepala negara Muslim lain menyatakan ketundukan mereka secara simbolis, meski
secara de facto mereka berdaulat secara penuh atas wilayah kekuasaan mereka
masing-masing tanpa campur tangan dari khalifah.
Setelah hancurnya Baghdad
oleh serangan Mongol, khalifah mengungsi ke Mesir yang saat itu dikuasai
Mamluk. Dikarenakan tidak memiliki wilayah kekuasaan lagi, khalifah kehilangan
perannya sebagai kepala negara semenjak itu dan hanya berfungsi sebagai lambang
pemersatu umat Muslim. Keadaan tersebut tidak berubah bahkan setelah Wangsa
Utsmaniyah mengambil alih gelar khalifah. Penguasa Utsmani memegang kendali
negara atas kedudukannya sebagai sultan dan padisyah, bukan karena statusnya
sebagai khalifah. Bahkan selama sekitar dua ratus tahun sejak masa Selim,
penguasa Utsmani tidak menggunakan gelar khalifah dalam perpolitikan nasional
dan internasional. Masyarakat Utsmani lebih sering menyebut pemimpin mereka
dengan sebutan padisyah dan pihak non-Utsmani dengan gelar sultannya. Gelar
khalifah mulai aktif digunakan saat pada Perjanjian Küçük Kaynarca (1774),
penguasa Utsmani menggunakan kedudukannya sebagai khalifah sebagai pelindung
atas umat Muslim di Rusia. Sultan Abdul Hamid II (berkuasa 1876 – 1909) adalah
penguasa Utsmani yang paling aktif menggunakan kedudukannya sebagai khalifah
dalam rangka membentuk hubungan kerja sama dengan negara-negara Muslim untuk
melawan imperialisme Barat.
h. KELUARGA
1)
ORANG TUA
Ayah : Sultan Bayezid II,
penguasa Utsmaniyah kedelapan. Dia dikenal atas pemberian suakanya pada umat
Yahudi dan Muslim yang diusir dari Semenanjung Iberia setelah runtuhnya
Keamiran Granada.
Ibu : Ayşe Gülbahar Hatun.
Sebagian berpendapat bahwa Gülbahar adalah budak-selir Yunani yang kemudian
menjadi mualaf. Sebagian lain menyatakan bahwa dia adalah putri Alaüddevle
Bozkurt Bey, Adipati Dulkadir. Dulkadir sendiri adalah salah satu negara bangsa
Turki yang berada di kawasan Anatolia.
2)
PASANGAN
i.
Ayşe Hatun
ii.
Hafsa Hatun
iii.
seorang selir
lain. Dia dikeluarkan dari harem istana lantaran melanggar peraturan dan
dinikahkan dengan salah seorang pejabat.
Selim menikahi putri dari
penguasa Kekhanan Krimea, Meñli I Giray. Meski begitu, terdapat perbedaan
pendapat mengenai namanya. Sebagian pendapat menyatakan bahwa Ayşe Hatun yang
merupakan putri dari Krimea. Pendapat yang populer menyatakan bahwa putri dari
Krimea itu adalah Hafsa Hatun, ibunda Sultan Suleiman. Hafsa sendiri kerap
disebut dengan nama Ayşe Hafsa pada banyak sumber, meski catatan resmi hanya
menyebutnya Hafsa.
3)
PUTRA
i.
Sultan Süleyman I
– putra dari Hafsa. Penguasa Utsmani kesepuluh dan paling lama berkuasa.
ii.
Şehzade Orhan
iii.
Şehzade Musa
iv.
Şehzade Korkut
v.
Üveys Pasya
(1498–1548). Ibunya adalah selir yang dikeluarkan dari harem. Namun saat
dikeluarkan dan dinikahkan dengan pejabat, selir tersebut dalam keadaan
mengandung Üveys dan dia lahir dalam keadaan memiliki ayah tiri. Hal ini
menjadikan Üveys tidak memiliki hak atas takhta.
4)
PUTRI
i.
Hatice Sultan –
putri dari Hafsa. Menikah dengan Iskender Pasya pada 1509, pejabat dan kemudian
laksamana, yang kemudian dihukum mati pada 1515. Setelah menjanda, Hatice
menikah dengan Pargalı Ibrahim Pasya yang menjabat sebagai wazir agung (perdana
menteri) pada 1523 – 1536. Meski begitu, sejarawan Ebru Turan menyatakan bahwa
sebenarnya tidak ada pernikahan antara Hatice Sultan dan Ibrahim Pasya.
ii.
Fatma Sultan
(1500–1573) – putri dari Hafsa. Menikah pertama dengan Mustafa Pasya, Gubernur
Antalya, kemudian bercerai lantaran diketahui bahwa Mustafa Pasya seorang
homoseksual. Menikah kedua dengan Kara Ahmed Pasya, wazir agung pada masa
kekuasaan Süleyman I. Setelah Kara Ahmed Pasya dihukum mati pada 1555, Fatma
menikah dengan Hadım İbrahim Pasya yang merupakan seorang kasim.
iii.
Şah-ı Huban
Sultan (1507–1572). Menikah dengan Lütfi Pasya yang menjabat sebagai wazir
agung pada masa kekuasaan Süleyman I. Setelah pertengkaran di antara keduanya
yang berujung penamparan Şah-ı Huban, Lütfi Pasya dipecat sebagai wazir agung.
iv.
Beyhan Sultan
(meninggal 1559) – putri dari Hafsa. Pada 1513, Beyhan menikah dengan Ferhat
Pasya, tetapi kemudian Ferhat dihukum mati pada 1524. Beyhan menolak untuk
menikah lagi maupun tinggal dengan keluarga asalnya setelah menjanda, tetapi
mengasingkan diri di istananya di Skopje.
·
Suleiman I
Süleyman
I سليمان
الأول |
Sultan Suleiman I |
Sultan
Utsmaniyah ke-10 |
Berkuasa : 1520–1566 (46 tahun) Penobatan : 30 September 1520 Pendahulu : Selim I Penerus : Selim II |
Kelahiran : 6 November 1494. Trabzon Kematian : 6 September 1566 (umur 71), Szigetvar,
Hongaria Pemakaman : Masjid Süleymaniye, Konstantinopel Wangsa : Utsmaniyah |
Ayah : Selim I Ibu : Ayşe Hafsa Sultan Pasangan : 1. Mahidevran Sultan 2. Hurrem Sultan 3. Gulfem Hatun Anak : 1. Sehzade Mustafa 2. Sehzade Murad 3. Raziye Sultan 4. Sehzade Mehmed 5. Mihrimah Sultan 6. Sehzade Abdullah 7. Sehzade Selim 8. Sehzade Bayezid 9. Sehzade Cihangir Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Suleiman I (bahasa Turki Utsmaniyah:
سليمان Suleymān, Turki Modern: =]; 6 November 1494 – 5/6/7 September 1566) adalah sultan Turki
Utsmaniyah ke-10 yang berkuasa dari tahun 1520 hingga 1566. Ia dikenal sebagai
Suleiman yang Luar Biasa di Barat, dan pemberi hukum (bahasa Turki: Kanuni;
bahasa Arab: القانونى, al‐Qānūnī) di Timur karena pencapaiannya dalam menyusun
kembali sistem undang-undang Utsmaniyah. Ia merupakan tokoh penting pada Eropa
abad ke-16. Suleiman memimpin tentara Utsmaniyah menaklukkan Belgrade, Rhodes,
dan sebagian besar Hongaria sebelum berhasil dipukul mundur dalam Pengepungan
Wina tahun 1529. Ia menganeksasi sebagian besar Timur Tengah dan Afrika Utara
(hingga sejauh Aljazair di barat). Di bawah kekuasaannya, armada Utsmaniyah
menguasai Laut Tengah, Merah, dan Teluk Persia.
Dalam upayanya untuk
memperkuat Utsmaniyah, Suleiman melancarkan reformasi legislatif yang
berhubungan dengan masyarakat, pendidikan, perpajakan, dan hukum kriminal.
Hukum kanunnya memperbaiki bentuk kekaisaran selama berabad-abad setelah kematiannya.
Selain merupakan penyair dan tukang emas, ia juga menjadi pelindung budaya yang
besar, hingga Utsmaniyah mencapai masa keemasan dalam bidang artistik, sastra,
dan arsitektur.[4] Suleiman mampu menuturkan lima bahasa: Bahasa Turki
Utsmaniyah, Arab, Serbia, Chagatai (dialek bahasa Turki dan berhubungan dengan
Uighur), dan Persia.
Suleiman menikahi seorang
perempuan harem yang bernama Hürrem Sultan, meskipun tindakan ini melanggar
tradisi Utsmaniyah. Putra mereka, Selim II, menggantikan Suleiman setelah
berkuasa selama 46 tahun.
a. KEHDIUPAN AWAL
Suleiman lahir diperkirakan
pada tanggal 6 November 1494 di Trabzon, di daerah pantai Laut Hitam. Ibunya
adalah Valide Sultan Aishe Hafsa Sultan atau Hafsa Hatun Sultan, yang wafat
pada tahun 1534. Pada usia tujuh tahun, ia dikirim untuk belajar sains,
sejarah, sastra, teologi, dan taktik militer di sekolah Istana Topkapı di
Konstantinopel. Sebagai seorang pemuda, ia berteman dengan Ibrahim, seorang
budak yang di kemudian hari menjadi penasihatnya yang paling dipercaya. Pada
usia 17 tahun, Suleiman ditunjuk sebagai Gubernur Kaffa (Theodosia), kemudian
ia juga ditunjuk menjadi Gubernur Sarukhan (Manisa) setelah sebelumnya menjabat
sebentar di Edirne. Saat ayahnya, Selim I (1465–1520), meninggal dunia,
Suleiman kembali ke Konstatinopel dan mengambil kekuasaan sebagai Sultan
Usmaniyah ke-10.
Suleiman pada masa muda
Catatan yang dibuat oleh
seorang utusan Republik Venesia, Bartolomeo Contarini, beberapa minggu setelah
Suleiman naik takhta mendeskripsikan Suleiman sebagai berikut: "Ia berusia
25 tahun, tinggi, tetapi lincah, dan berkulit halus. Lehernya agak panjang,
wajahnya pipih, dan hidungnya bengkok. Ia memiliki kumis dan janggut;
pembawaannya menyenangkan meski kulitnya cenderung terlihat pucat. Konon ia adalah
seorang tuan yang baik, suka belajar, dan menjadi harapan masyarakat untuk
menciptakan kemakmuran dalam kekuasaannya." Beberapa sejarawan menyatakan
bahwa pada masa mudanya Suleiman memiliki kekaguman yang besar terhadap
Alexander Agung. Ia terpengaruh visi Alexander untuk membangun kekaisaran dunia
yang menguasai daerah Timur dan Barat, dan konon hal ini yang mendorongnya
melakukan kampanye militer ke wilayah Asia, Afrika, serta Eropa.
a. KAMPANYE MILITER
1)
PENAKLUKAN
DI EROPA
Setelah menggantikan ayahnya,
Suleiman mengembangkan wilayah kekuasaan melalui serangkaian kampanye militer.
Langkah awal yang dilakukannya adalah menekan pemberontakan yang dilakukan oleh
Gubernur Damaskus pada tahun 1521. Setelah itu, Suleiman melakukan penyerangan
ke wilayah Belgrade yang dikuasai oleh Kerajaan Hongaria. Penyerangan itu
sangat vital untuk menaklukkan Kerajaan Hongaria yang—sejak kejatuhan Serbia,
Bulgaria, Albania, dan Kekaisaran Romawi Timur—menjadi satu-satunya penghalang
kampanye militer Utsmaniyah ke Eropa. Suleiman mengepung Belgrade dan mulai
melakukan pengeboman besar-besaran dari kepulauan di wilayah Donau. Dengan
pasukan yang hanya berjumlah sekitar 700 orang dan tanpa bantuan dari Hongaria,
Belgrade jatuh ke tangan Suleiman pada bulan Agustus 1521.
Berita jatuhnya salah satu
benteng terkuat umat Kristen menimbulkan ketakutan dan kekhawatiran di seluruh
Eropa. Sebagaimana yang dicatat oleh seorang duta besar Kekaisaran Suci Romawi
di Konstatinopel: "Penaklukan Belgrade adalah awal dari
peristiwa-peristiwa dramatis yang menimpa Hongaria. Penaklukan itu berlanjut
dengan kematian Raja Lajos, penaklukan Buda, pendudukan Transilvania, dan
hancurnya kerajaan yang pernah berkembang serta timbulnya ketakutan di
negara-negara tetangga yang khawatir mereka akan mengalami nasib yang
sama..."
Jalan untuk menyerang
langsung Hongaria dan Austria sudah terbuka, tetapi Suleiman mengalihkan
perhatiannya kepada kepulauan Rodos di Mediterania Timur, kota basis Ksatria
Hospitaller. Ordo ksatria itu dikenal memiliki unit bajak laut di wilayah Asia
Kecil dan Levant yang kegiatan operasinya mengganggu kepentingan Utsmaniyah.
Pada musim panas 1522, Suleiman mengirim armada berkekuatan 400 kapal dan
secara personal memimpin 100.000 tentara menyeberangi Asia Kecil. Meskipun
mengalami perlawanan yang sangat hebat dalam Pengepungan Rodos, kota tersebut
berhasil dikuasai dan Ksatria Rodos diusir dari sana.
Dengan memburuknya hubungan
antara Hongaria dengan Kesultanan Utsmaniyah, Suleiman melanjutkan kampanyenya
di Eropa Timur pada 29 Agustus 1526 dengan mengalahkan Louis II dari Hongaria
(1506–26) dalam Pertempuran Mohács. Ketika menemukan mayat Raja Louis, Suleiman
konon berkata: "Aku memang datang membawa senjata untuk menghadapinya;
namun bukan keinginanku melihatnya tewas karena ia belum banyak menikmati
indahnya kehidupan dan kebangsawanan." Sejak itu kerajaan Hongaria
mengalami kemunduran dan Utsmaniyah bangkit menjadi kekuatan utama di Eropa
Timur.
Di bawah kepemimpinan Karl V
dan saudaranya Ferdinand I, Kaisar Romawi Suci, Wangsa Habsburg menyerang dan
menaklukkan kembali Buda serta menguasai Hongaria. Pada tahun 1529, Suleiman
sekali lagi mengerahkan pasukan untuk menyerang Buda, dan berhasil merebutnya.
Selain Buda, ia juga menyerang Wina. Namun dengan 16.000 tentara yang menjaga,
Austria berhasil mempertahankan Wina. Usaha kedua untuk menaklukkan Wina pada
tahun 1532 juga gagal, Suleiman terpaksa mundur sebelum mencapai kota. Kedua
kekalahan ini terjadi akibat buruknya cuaca (yang memaksa mereka meninggalkan
peralatan-peralatan penting) dan terlalu panjangnya rantai persediaan.
Penyerangan ini merupakan salah satu ekspedisi paling ambisius Kesultanan
Utsmaniyah.
Pada tahun 1540-an, terjadi
konflik di Hongaria. Beberapa bangsawan Hongaria mengusulkan agar Ferdinand,
Adipati Utama Austria (1519–64), yang pernah menjadi pemimpin Austria dan masih
satu keluarga dengan Louis II, menjadi Raja Hongaria dengan mengutip sebuah
perjanjian bahwa wangsa Habsburg akan mendapatkan takhta Hungaria apabila Louis
tewas tanpa menunjuk putra mahkota, namun beberapa bangsawan lebih mendukung
János Zápolya. Konflik ini memberikan peluang bagi Suleiman untuk membalas
kekalahannya di Wina.
Pada tahun 1541, wangsa
Habsburgs sekali lagi terlibat konflik dengan Utsmaniyah dengan menyerang Buda.
Namun penyerangan itu gagal, bahkan beberapa benteng mereka balik direbut dalam
serangan balasan Utsmaniyah. Ferdinand dan saudaranya Karl V kalah dan dipaksa
menandatangani perjanjian yang memalukan di hadapan Suleiman. Ferdinand dipaksa
melepas klaimnya atas takhta Hongaria dan diwajibkan membayar upeti dalam
jumlah tetap setiap tahunnya kepada Sultan.
Dengan hancurnya
saingan-saingan utama, Kesultanan Utsmaniyah menjadi kekaisaran terkuat dan
memegang peranan paling penting di Eropa ketika itu.
2)
PERANG
UTSMANIYAH-SAFAWIYAH
Setelah Suleiman
menstabilisasi pasukannya di front Eropa, ia mengalihkan perhatiannya untuk
menyerang Dinasti Safawiyah dari Persia. Ada dua peristiwa yang menyebabkan
Suleiman memandang Dinasti Safawiyah sebagai ancaman. Pertama, Gubernur Baghdad
yang loyal kepada Suleiman dibunuh oleh Shah Tahmasp dan digantikan dengan
orang yang setia kepada Shah. Kedua, Gubernur Bitlis yang dikuasai Suleiman
berkhianat dan menyatakan kesetiaan pada Dinasti Safawiyah. Sebagai hasilnya,
pada tahun 1533, Suleiman memerintahkan Wazir Agung Ibrahim Pasha untuk
memimpin pasukan ke Asia. Ia kemudian berhasil merebut kembali Bitlis dan
menguasai Tabriz tanpa perlawanan berarti. Suleiman menyusul dan bergabung
dengan pasukan Ibrahim pada 1534 dan melakukan penyerangan langsung ke Persia.
Shah lebih memilih mengorbankan teritorinya daripada menghadapi Suleiman. Pada
tahun berikutnya Suleiman dan Ibrahim berhasil memasuki Baghdad, komandannya
menyerahkan kota dan mengakui Suleiman sebagai pemimpin dunia Muslim dan pengganti
sah kekhalifahan Abbasiyah.
Bermaksud menghancurkan Shah
untuk selamanya, Suleiman berangkat dalam kampanye kedua pada tahun 1548–1549.
Seperti sebelumnya, Tahmasp menghindari konfrontasi dengan pasukan Utsmaniyah
dan memilih untuk mundur sambil melancarkan taktik bumi hangus. Setelah
menguasai Tabriz, Armenia, dan beberapa benteng di Georgia, Suleiman memilih
untuk menghentikan kampanyenya karena kerasnya musim dingin di Kaukasus.
Pada tahun 1553 Suleiman
memulai kampanye ketiga dan terakhirnya melawan Shah. Sebelumnya pasukan
Utsmaniyah mengalami kekalahan di Erzurum dan kehilangan kekuasaan atas kota
tersebut di tangan anak Shah. Suleiman berniat kembali menguasai Erzurum dengan
menyeberangi Sungai Efrat. Pasukan Shah kembali menggunakan taktiknya menghindari
pasukan Utsmaniyah, yang berakibat terjadinya kebuntuan (stalemate). Pada tahun
1554, sebuah perjanjian ditandatangani yang mengakhiri kampanye militer
Suleiman di Asia. Termasuk dalam perjanjian itu adalah Suleiman mengembalikan
Tabriz, tetapi sebagai gantinya mendapatkan Baghdad, sebagian Mesopotamia,
mulut Sungai Efrat dan Tigris, serta sebagian Teluk Persia. Shah juga berjanji
untuk tidak melakukan serangan apa pun ke wilayah Utsmaniyah.
3)
KAMPANYE
DI SAMUDRA HINDIA DAN INDIA
Di Samudra Hindia, Suleiman
memimpin beberapa kampanye laut terhadap Portugal dengan tujuan mengusir mereka
dan mengamankan jalur perdagangan dengan India. Aden di Yemen direbut oleh
Utsmaniyah pada tahun 1538 untuk dijadikan basis serangan terhadap jajahan
Portugal di pantai Barat India. Pada bulan September 1538, Utsmaniyah gagal
mengalahkan Portugal dalam Pengepungan Diu dan terpaksa kembali ke Aden. Dari
Aden, tentara Utsmaniyah dipimpin Sulayman Pasha dapat mengambil alih seluruh
wilayah Yemen serta Sa'na. Akan tetapi, Aden memberontak dan meminta bantuan
Portugal, sehingga Portugal menguasai kembali kota tersebut, hingga direbut
lagi oleh pasukan Utsmaniyah di bawah pimpinan Piri Reis pada tahun 1548.
Dengan kendali yang kuat atas
Laut Merah, Suleiman berhasil mengamankan jalur perdagangan India yang dahulu
dikuasai Portugal, dan menjaga perdagangan dengan India selama abad ke-16.
Pada tahun 1564, Suleiman
menerima utusan dari Kesultanan Aceh, yang meminta bantuan melawan Portugis.
Maka ekspedisi Utsmaniyah ke Aceh diluncurkan dan berhasil memberikan dukungan
militer terhadap Aceh.
4)
MEDITERANIA
DAN AFRIKA UTARA
Setelah berhasil melakukan
konsolidasi pada pasukan daratnya, Suleiman mendapatkan kabar bahwa benteng
Koroni di Morea telah direbut salah satu admiral Karl V, Andrea Doria.
Kehadiran pasukan Spanyol di Mediterania Timur menimbulkan kekhawatiran
Suleiman, yang melihat itu sebagai indikasi bahwa Karl V mencoba mengganggu
dominasi Utsmaniyah di kawasan. Suleiman merasa perlu mempertegas kekuatannya
di Mediterania sehingga ia mengerahkan salah satu komandan laut terbaiknya
Khair ad Din, yang oleh orang Eropa dikenal dengan nama Barbarossa. Barbarossa
ditugaskan untuk membangun kembali angkatan Utsmaniyah hingga Utsmaniyah
memiliki jumlah armada yang sama dengan total seluruh armada negara-negara lain
di Mediterania digabungkan. Pada tahun 1535 Karl V mendapatkan kemenangan atas
Utsmaniyah di Tunis. Di saat yang sama, Suleiman sedang berperang dengan
Venesia. Hal ini memaksa Suleiman untuk menyetujui proposal pembentukan aliansi
dari François I dari Prancis untuk melawan Karl. Pada tahun 1538, armada
Spanyol dikalahkan oleh Barbarossa dalam Pertempuran Preveza, sehingga
Utsmaniyah berkuasa di wilayah itu selama 33 tahun hingga kekalahan mereka
dalam Pertempuran Lepanto pada tahun 1571.
Bagian timur Maroko berhasil
dikuasai. Wilayah Berberia seperti Tripolitania, Tunisia, dan Algeria dikuasai
dan diberi status provinsi otonom serta dijadikan ujung tombak Suleiman dalam
menghadapi Karl V. Dalam periode pendek ekspansi itu mampu mengamankan dominasi
laut Utsmaniyah di Mediterania. Angkatan laut Utsmaniyah juga mengontrol Laut
Merah, dan menguasai Teluk Persia hingga 1554, ketika kapal-kapal mereka
dihancurkan oleh angkatan laut Kekaisaran Portugis. Portugis juga menguasai Ormus
pada tahun 1515 dan bertempur dengan tentara Suleiman untuk merebut Aden.
Karena sedang menghadapi
musuh yang sama, François I dan Suleiman memperbaharui perjanjian aliansi
mereka. Sebagai hasilnya, Suleiman mengirimkan 100 kapal[34] di bawah pimpinan Barbarossa
untuk membantu pasukan Prancis di Mediterania Barat. Barbarossa berhasil
menguasai pantai Naples dan Sisilia sebelum sampai ke Prancis. Prancis kemudian
menjadikan Toulon sebagai markas besar angkatan laut Utsmaniyah. Dari sana
Barbarossa menyerang Nice pada tahun 1543. Pada tahun 1544, François I dan Karl
V mengadakan perjanjian perdamaian sehingga aliansi antara Prancis dan
Utsmaniyah berakhir sementara.
Di tempat lain, Ksatria
Hospitaller yang pernah diusir Utsmaniyah membangun kekuatan baru di Malta,
membentuk ordo Ksatria Malta pada 1530. Mereka melakukan penyerangan terhadap
kapal-kapal musim sehingga memancing perhatian Utsmaniyah. Suleiman akhirnya
mengirimkan tentara dalam jumlah yang sangat besar untuk mengusir mereka.
Pertempuran dimulai pada 18 Mei dan berakhir pada 8 September. Awalnya pasukan
Utsmaniyah berhasil membantai Ksatria Malta dan menghancurkan beberapa kota,
tetapi tentara bantuan dari Spanyol datang dan membalikkan keadaan, menyebabkan
tewasnya 30.000 tentara Utsmaniyah.
b. REFORMASI
ADMINISTRATIF
Suleiman dikenal sebagai
Kanuni Suleiman atau "pemberi hukum" di Utsmaniyah. Sejarawan Lord
Kinross mencatat bahwa "Ia tidak hanya merupakan pemimpin kampanye militer
yang besar, manusia dari pedang, seperti ayah dan kakeknya. Ia berbeda dari
mereka karena juga merupakan manusia dari pena. Ia merupakan legislator ulung,
berdiri di depan mata rakyatnya sebagai penguasa berjiwa besar dan eksponen
keadilan yang murah hati". Hukum utama kekaisaran adalah Shari'ah. Sultan
tidak berwenang mengubah hukum Islam tersebut. Hukum lain yang dikenal sebagai
"Kanun" bergantung pada kehendak Suleiman sendiri, dan meliputi
bidang kriminal, kepemilikan tanah, dan perpajakan. Ia mengumpulkan semua
keputusan yang dikeluarkan oleh sembilan sultan Utsmaniyah sebelumnya. Setelah
menghilangkan duplikasi dan memilih antara pernyataan yang bertentangan,
Suleiman mengeluarkan undang-undang, yang disusun secara hati-hati agar tidak
melanggar hukum dasar Islam. Suleiman, didukung oleh Mufti Agung Ebussuud,
berupaya mereformasi undang-undang agar dapat disesuaikan dengan perubahan
cepat pada kekaisaran. Ketika hukum Kanun mencapai bentuk akhirnya,
undang-undang tersebut dikenal sebagai kanun‐i Osmani, atau "undang-undang
Utsmaniyah". Undang-undang Suleiman diterapkan selama lebih dari tiga
ratus tahun.
Ia memberikan perhatian
khusus pada keadaan rayah, orang Kristen yang mengerjakan tanah kaum Sipahi.
Kanune Raya, atau "Undang-undang Raya", mengatur retribusi dan pajak
untuk dibayarkan oleh raya, dan menaikkan status mereka ke atas perhambaan
sehingga hamba Kristen banyak pindah ke wilayah Turki untuk mengambil
keuntungan dari reformasi. Sang sultan juga memainkan peran penting dalam
melindungi orang Yahudi di kekaisarannya. Pada akhir 1553 atau 1554, atas usul
dokter favoritnya, Moses Hamon, Suleiman mendeklarasikan dekret yang secara
resmi melarang blood libel terhadap orang Yahudi. Lebih jauh lagi, ia
menetapkan undang-undang kriminal dan polisi baru, dan juga menerapkan denda
atau hukuman. Dalam bidang perpajakan, pajak ditetapkan terhadap berbagai
barang, seperti hewan, tambang, dan barang ekspor-impor. Selain pajak, pejabat
yang jatuh pada nama buruk akan disita tanah dan propertinya oleh Sultan.
Pendidikan merupakan bidang
lain yang penting bagi sultan. Sekolah digabung dengan masjid dan dibiayai oleh
yayasan religius, sehingga memberikan pendidikan gratis bagi anak-anak Muslim.
Di ibu kotanya, Suleiman meningkatkan jumlah mektebs (sekolah dasar) menjadi
empat belas, serta mengajarkan anak-anak baca tulis, dan juga prinsip-prinsip
Islam. Anak yang ingin mengenyam pendidikan lebih lanjut dapat melanjutkan
pendidikannya ke salah satu dari delapan madrasah. Pembelajaran yang tersedia
adalah tata bahasa, metafisika, filsafat, astronomi, dan astrologi. Madrasah
tinggi memberikan pendidikan tingkat universitas, dan lulusannya menjadi imam
atau pengajar. Pusat-pusat pendidikan merupakan salah satu dari bangunan yang
mengelilingi lapangan masjid, dengan bangunan lain adalah perpustakaan, ruang
makan, air mancur, dapur sup, dan rumah sakit untuk kepentingan umum.
c. PENCAPAIAN BUDAYA
Di bawah kekuasaan Suleiman,
Kesultanan Utsmaniyah memasuki masa keemasan dalam hal perkembangan budaya.
Utsmaniyah memiliki ratusan kelompok artistik Kesultanan (disebut sebagai Ehl-i
Hiref, "komunitas bagi mereka yang berbakat") yang dikelola langsung
oleh istana. Proses magang wajib dijalani bagi mereka yang ingin menjadi
seniman dan pengrajin. Setelah magang mereka bisa mendapatkan gaji dan jabatan
yang lebih tinggi. Dokumen-dokumen penggajian yang ditemukan menunjukkan betapa
Suleiman sangat menghargai dan mendukung pekerjaan seniman. Sebuah dokumen yang
dibuat tahun 1526 menunjukkan daftar 40 kelompok seniman dengan lebih dari 600
anggota. Ehl-i Hiref mampu menarik sebagian besar seniman berbakat, baik dari
dunia Islam maupun dari wilayah jajahan di Eropa, untuk bekerja di istana
sultan. Hal ini memungkinkan terjadinya pencampuran kebudayaan Islam, Turki,
dan Eropa. Seniman yang bekerja di istana antara lain pelukis, penjilid buku,
penjahit pakaian dari bulu, pengrajin perhiasan, dan penempa emas. Bila
penguasa sebelumnya lebih terpengaruh oleh kebudayaan Persia (ayah Suleiman,
sebagai contoh, senang menulis puisi dalam bahasa Persia), Suleiman berhasil
menciptakan gaya seni berbeda yang menjadi warisan artistik yang khas.
Suleiman sendiri adalah
seorang penyair yang handal, karyanya ditulis dalam bahasa Persia dan Turki
dengan nama samaran Muhibbi (Pecinta). Beberapa kalimat dalam puisi Suleiman
dijadikan peribahasa Turki, salah satunya yang terkenal adalah: "Semua
orang ingin menyampaikan maksud yang sama, tetapi ada banyak versi
ceritanya." Ketika anak Suleiman, Mehmed, meninggal pada tahun 1543, ia
membuat sebuah kronogram untuk memperingati kematiannya: Pangeran yang tiada
taranya, Sultan Mehmed-ku Selain Suleiman, banyak seniman lain yang juga
memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan sastra Utsmaniyah, termasuk
di antaranya Fuzuli dan Baki. Sejarawan Sastra E. J. W. Gibb mengamati bahwa
"tidak pernah ada dalam sejarah dunia dorongan yang sedemikian besar
terhadap perkembangan puisi kecuali pada masa kekuasaan Sultan yang satu ini.
Suleiman juga terkenal karena
membiayai beberapa arsitektur monumental di kesultanannya. Sang Sultan
bercita-cita menjadikan Konstatinopel sebagai pusat peradaban Islam melalui
pembangunan berbagai objek termasuk jembatan, masjid, istana, dan lainnya.
Beberapa yang paling termahsyur dibuat oleh arsitek kepala Utsmaniyah, Mimar
Sinan. Sinan bertanggung jawab membangun tiga ratus monumen di seluruh penjuru
kesultanan, termasuk dua mahakarya masjid Süleymaniye dan Selimiye—yang
disebutkan terakhir dibangun di Edirne pada masa kekuasaan anak Suleiman, Selim
II. Suleiman juga melakukan restorasi terhadap Kubah Shakhrah dan tembok kota
di Yerusalem (yang kini menjadi tembok Kota Tua Yerusalem), merenovasi Ka'bah
di Mekah, dan membuat sebuah kompleks di Damaskus.
d. KEHIDUPAN PRIBADI
1)
HURREM
SULTAN
Suleiman jatuh hati pada
Hürrem Sultan, putri harem yang berasal dari Rutenia. Kalangan diplomat barat
menjuluki sang putri sebagai "Russelazie" atau "Roxelana",
mengacu pada asal usul Slavianya. Hürrem Sultan adalah putri dari pendeta
Ortodoks Ukraina. Ia diperbudak dan bangkit hingga mencapai posisi Harem untuk
menjadi kesukaan Suleiman. Meskipun merupakan pelanggaran tradisi Utsmaniyah
selama dua abad, sang mantan selir menjadi istri resmi sultan, dan membuat
banyak pengamat di istana dan kota tercengang. Hürrem Sultan diperbolehkan
tinggal dengan Suleiman di istana selama sisa hidupnya. Tindakan ini lagi-lagi
melanggar tradisi, bahwa ketika ahli waris mencapai usianya, sang ahli waris
akan dikirim bersama dengan selir yang melahirkannya ke provinsi terpencil
untuk memerintah, dan tidak akan pernah kembali kecuali keturunan mereka
menjadi penerus takhta.
2)
IBRAHIM
PASHA
Pargalı İbrahim Pasha adalah
teman masa kecil Suleiman. Ibrahim awalnya memeluk agama Ortodoks Yunani, dan
ketika muda disekolahkan di sekolah istana di bawah sistem devshirme. Suleiman
menjadikannya falconer kerajaan, lalu mengangkatnya menjadi perwira pertama
ruang tidur kerajaan. Ibrahim Pasha diangkat menjadi Wazir Agung pada tahun
1523 dan kepala komando semua angkatan bersenjata. Suleiman juga
menganugerahkan kehormatan beylerbey Rumelia kepada Ibrahim Pasha, yang
memberinya kekuasaan terhadap seluruh wilayah Turki di Eropa, dan juga komando
tentara di tempat tersebut pada masa perang. Menurut penulis kronik abad ke-17,
Ibrahim telah meminta Suleiman untuk tidak mengangkatnya ke posisi tinggi itu,
karena takut akan keselamatannya. Suleiman menjawab bahwa di bawah kekuasaannya
apapun keadaannya, Ibrahim tidak akan pernah dihukum mati.
Akan tetapi hubungan Ibrahim
dengan sultan memburuk. Pada tahun ke-13 ia menjabat sebagai Wazir Agung,
peningkatan kekuasaan dan kekayaannya membuat Ibrahim menjadi musuh bagi banyak
orang di istana sultan. Laporan mengenai kelancangan Ibrahim mencapai telinga
sultan pada masa peperangan melawan Safawiyah: terutama penetapan gelar sultan
serasker oleh Ibrahim dianggap sebagai penghinaan oleh Suleiman.
Kecurigaan Suleiman terhadap
Ibrahim semakin menguat akibat pertentangan dengan Menteri Keuangan Iskender
Chelebi. Perselisihan berakhir dengan memalukan bagi Chelebi (atas tuduhan
intrik), dan Ibrahim meyakinkan Suleiman untuk mengeksekusinya. Sebelum
kematiannya, kata terakhir Chelebi menuduh Ibrahim melakukan konspirasi
terhadap sultan. Pesan kematian itu membuat Suleiman yakin akan ketidaksetiaan
Ibrahim, dan pada 15 Maret 1536 mayat Ibrahim ditemukan di Istana Topkapi.
e. PENERUS
Suleiman memiliki delapan
anak dari dua istri, empat di antaranya hidup hingga lebih dari tahun 1550-an.
Mereka adalah Mustafa, Selim, Bayezid, dan Jihangir. Dari keempatnya, hanya
Mustafa yang bukan anak dari Hürrem Sultan, melainkan anak dari Mahidevran
Gülbahar Sultan dan karenanya ia berada di urutan pertama dari empat anak yang
akan menggantikan Sultan. Hürrem khawatir bila Mustafa yang menjadi Sultan,
anak-anaknya akan terkucil. Mustafa diakui memiliki talenta lebih besar
dibanding anak Sultan lainnya, dan juga mendapat dukungan Pargalı İbrahim
Pasha, yang ketika itu masih menjadi Wazir Agung. Duta besar Austria Busbecq
mencatat "Di antara anak-anak Suleiman ada yang bernama Mustafa, yang
sangat terdidik dan bijaksana serta dalam usia yang matang, 24 atau 25 tahun;
semoga Tuhan tidak membiarkan barbar sepertinya datang mendekati kita",
dan juga menyebut "bakat alami yang luar biasa" yang dimiliki
Mustafa.
Dalam pergantian
kekuasaannya, timbul intrik-intrik yang kemungkinan didalangi oleh Hürrem.
Meskipun ia adalah seorang istri Sultan, Hürrem tidak memiliki peran resmi apa
pun dalam pemerintahan, tetapi demikian ia tetap memiliki pengaruh politik.
Karena kesultanan tidak memiliki aturan formal, pergantian kekuasaan biasanya
diwarnai oleh pembunuhan di antara pangeran-pangeran yang bersaing memperebutkan
takhta untuk menghindari terjadinya perang saudara atau pemberontakan. Agar
anak-anaknya terhindar dari hukuman mati atau pembunuhan, Hürrem menggunakan
pengaruhnya untuk menyingkirkan mereka yang mendukung Mustafa.
Hürrem diduga mendalangi dan
mendorong Suleiman untuk membunuh Ibrahim dan menggantinya dengan menantu
Hürrem, Rustem Pasha. Pada tahun 1552, ketika kampanye melawan Persia dimulai
dan Rustem ditunjuk sebagai komandan ekspedisi, intrik melawan Mustafa dimulai.
Rustem mengirimkan salah satu orang kepercayaan Suleiman untuk melaporkan bahwa
karena Suleiman tidak lagi memimpin, pasukan berpikir bahwa inilah saatnya
seorang pangeran yang lebih muda untuk menggantikannya; pada saat yang sama
Rustem menyebar isu bahwa Mustafa mendukung ide itu. Suleiman marah dan menuduh
Mustafa hendak merebut kekuasaan.
Ketika Mustafa kembali dari
kampanye di Persia, Suleiman memanggil Mustafa untuk datang ke tendanya di
Lembah Ereğli, dan menyebutkan bahwa "Mustafa dapat datang dan menjelaskan
semua permasalahan yang dituduhkan kepadanya; tidak ada yang perlu
ditakutan". Mustafa hanya memiliki dua pilihan: ia datang kepada ayahnya
dengan risiko dibunuh; atau, bila ia menolak datang, ia akan dituduh
berkhianat. Mustafa akhirnya memilih untuk menghadap ayahnya dengan keyakinan
bahwa pasukannya akan melindungi dia. Busbecq, yang mengklaim mendapatkan
keterangan dari beberapa saksi, menggambarkan momen terakhir Mustafa. Ketika
Mustafa memasuki tenda ayahnya, salah seorang kasim Suleiman menyerangnya.
Mustafa mencoba bertahan namun kewalahan dengan banyaknya penyerang dan
akhirnya tewas dicekik menggunakan tali.
Jihangir meninggal beberapa
bulan kemudian, konon disebabkan karena kesedihan yang mendalam akibat kakak
tirinya, Mustafa, tewas. Dua saudara yang tersisa, Bayezid dan Selim, diberikan
wilayah kekuasaan masing-masing. Namun, dalam beberapa tahun, perang saudara
pecah, keduanya didukung oleh pasukan-pasukannya masing-masing.[60] Dengan
bantuan dari pasukan ayahnya, Selim mengalahkan Beyezid di Konya pada tahun
1559, menyebabkan Beyezid lari ke Persia bersama empat anaknya. Dalam sebuah
perjanjian, Suleiman meminta kepada Shah Persia untuk mengekstradisi atau
mengekeskusi Beyezid dengan imbalan sejumlah besar emas. Shah akhirnya
mengizinkan algojo dari Turki untuk mengeksekusi Beyezid dan keempat anaknya
pada tahun 1561, memuluskan jalan Selim ke tampuk kekuasaan. Pada tanggal 5
atau 6 September 1566, Suleiman, yang ketika itu hendak memimpin pasukan dalam
ekspedisi ke Hongaria, meninggal dunia. Selim pun menggantikan ayahnya memimpin
Kesultanan.
f.
PENINGGALAN
Saat Suleiman wafat,
Kesultanan Utsmaniyah telah menjadi salah satu kekuatan yang disegani di dunia.
Penaklukan yang dilakukan Suleiman menyebabkan kesultanan menguasai kota-kota
besar Islam seperti Mekah, Madinah, Yerusalem, Damaskus, dan Baghdad; sebagian
besar provinsi di Balkan (hingga mencapai wilayah Kroasia dan Austria saat
ini); serta sebagian besar Afrika Utara. Tak pelak, Kesultanan Utsmaniyah
dipandang sebagai ancaman bagi negara-negara Eropa, Busbecq menuliskan:
"Di sisi bangsa Turki ada seseorang yang menjadi sumber kejayaan
kekaisaran, dengan kekuatan tak terkalahkan, kemenangan yang terus berulang,
tekun dalam bekerja keras, memiliki semangat kesatuan, disiplin, kecermatan,
dan ketelitian... Bisakah kita meragukan hasilnya?...Ketika Turki selesai
berurusan dengan Persia, mereka akan terbang ke tenggorokan kita dengan
dukungan seluruh dunia Timur; dan lihatlah betapa tidak siapnya kita."
Warisan Suleiman tidak
terbatas pada bidang militer. Pengelana Prancis Jean de Thévenot satu abad
kemudian menyaksikan "basis pertanian yang kuat, kesejahteraan menjadi
petani, melimpahnya makanan pokok, dan keunggulan organisasi pada pemerintahan
Suleiman". Reformasi administratif dan undang-undang yang memberinya gelar
pemberi hukum memastikan keselamatan Utsmaniyah berabad-abad setelah
kematiannya.
Melalui perlindungan
personalnya, Suleiman juga membawa masa keemasan bagi Utsmaniyah, terutama
dalam bidang arsitektur, sastra, seni, teologi, dan filsafat. Kini pemandangan
Bosporus dan kota-kota lain di Turki modern dan bekas provinsi Utsmaniyah masih
dihiasi oleh karya arsitek Mimar Sinan. Masjid Süleymaniye, tempat
bersemayamnya Suleiman dan Herenzaltan, merupakan salah satunya.
Sebuah masjid juga didirikan
di Mariupol, Ukraina dan dinamai dari Suleiman. Masjid ini didirikan oleh
pebisnis Turki Salih Cihan, yang juga lahir di Trabzon, dan dibuka pada tahun
2005.
·
Selim II
Selim
II سليم الثاني |
Sultan Selim II |
Sultan Utsmaniyah ke-11 |
Berkuasa : 1566 - 1574 Pendahulu : Suleiman I Penerus : Murad III |
Nama : Selim Şah bin Suleyman Şah Han Kelahiran : 28 Mei 1524. Konstantinopel, Kesultanan
Utsmaniyah Kematian : 12/15 Desember 1574 (umur 50). Konstantinopel,
Kesultanan Utsmaniyah Ayah : Sulaiman I Ibu : Hurrem Sultan Pasangan : Nurbanu Sultan & Selimiye Sultan Wangsa : Usmani Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Selim II (bahasa Turki
Utsmaniyah: سليم ثانى Selīm-i sānī, bahasa Turki: II. Selim) (28 Mei 1524 – 12
Desember 1574) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1566 hingga kematiannya. Ia
adalah putra Suleiman yang Agung (1520–66) dan isteri kesayangannya Roxelana
(juga Hurrem atau Anastasia Lisovska).
Setelah naik tahta sesudah
intrik istana dan pertentangan saudara, Selim II menjadi sultan pertama yang
sama sekali tidak tertarik dengan militer dan mencoba meninggalkan kekuasaan ke
tangan para menterinya. Wazir Agungnya Mehmed Sokollu, seorang mualaf Serbia
dari daerah yang kini bernama Bosnia dan Herzegovina, mengendalikan sebagian
besar urusan negeri, dan 2 tahun setelah naik tahtanya Selim ia berhasil
mengadakan perjanjian (17 Februari 1568) dengan Kaisar Romawi Suci Habsburg
Maximilian II (1564–76) di Istambul, di mana sang Kaisar bersedia membayar
"hadiah" tahunan 30.000 dukat dan yang terpenting menganugerahi
Kesultanan Utsmaniyah otoritas di Moldavia dan Walachia.
Pada bulan September 1567
Sultan Selim II mengeluarkan perintah untuk melakukan ekspedisi militer besar-besaran
ke Aceh, setelah adanya petisi dari Sultan Aceh kepada Suleiman I yang telah
meninggal setahun sebelumnya. Petisi tersebut meminta bantuan kepada Turki
untuk menyelamatkan kaum Muslimin yang terus dibantai Portugis karena
meningkatnya aktivitas militer Portugis yang menimbulkan masalah besar terhadap
para pedagang Muslim dan jamaah haji dalam perjalanan ke Makkah. Pasukan
tersebut dipimpin oleh laksamana Kurdoğlu Hızır Reis dari Suez bersama dengan
sejumlah ahli senapan api, tentara, dan artileri. Pasukan ini diperintahkan
berada di Aceh selama diperlukan, tetapi dalam perjalanannya armada besar ini
hanya sebagian (500 orang, termasuk para ahli senjata api, penembak, dan
ahli-ahli teknik) yang sampai ke Aceh karena dialihkan untuk memadamkan pemberontakan
di Yaman yang berakhir tahun 1571. Dengan bantuan ini, Aceh menyerang Portugis
di Malaka pada tahun 1568.
Terhadap Rusia Selim kurang
beruntung, dan pertempuran pertama antara Turki Utsmani dengan saingannya dari
utara itu menandai tibanya bencana. Sebuah rencana diuraikan di Istambul untuk
menghubungkan Volga dan Don dengan terusan, dan pada musim panas 1569 sepasukan
besar Yanisari dan kavaleri dikirim untuk mengepung Astrakhan dan memulai kerja
terusan, sementara itu sebuah pasukan Turki mengepung Azov. Namun serangan
mendadak dari garnisun Astrakhan memukul mundur para pengepung itu; pasukan
bantuan Rusia sebanyak 15.000 menyerang dan menceraiberaikan para pekerja dan
angkatan Tatar dikirim untuk melindungi mereka, dan akhirnya pasukan Turki
dibinasakan oleh badai. Pada awal 1570 Duta Besar Ivan IV dari Rusia
menandatangani perjanjian di Istanbul yang memperbaiki hubungan baik antara
Sultan dan Tsar.
Ekspedisi ke Hijaz dan Yaman
lebih berhasil, tetapi penaklukan Siprus pada tahun 1571 menimbulkan kekalahan
terhadap negara Spanyol dan Italia di pertempuran laut Lepanto pada tahun yang
sama, kepentingan moral yang sering diremehkan, yang akhirnya membebaskan Laut
Tengah dari bajak laut di sana.
Angkatan kesultanan yang saat
itu berantakan segera dipulihkan (hanya 6 bulan) dan Turki Utsmani
mengendalikan Laut Tengah (1573). Pada bulan Agustus 1574, beberapa bulan
sebelum kematian Selim, Turki Utsmani mendapatkan kembali kendali Tunisia dari
Spanyol yang telah mengendalikannya sejak 1572.
Laporan Lord Patrick Kinross
atas pemerintahan Selim adalah bagaimana ia memulai sebuah bab dari bukunya
yang berjudul "The Seeds of Decline". Ia menyaksikan pembayaran
besar-besaran untuk membangun kembali angkatan perang menyusul Pertempuran Lepanto
sebagai awal kemunduran negaranya. Kinross juga berkata bahwa reputasi Selim
yang suka mabuk-mabukan mengkristal dalam keputusannya untuk menyerang Siprus
daripada mendukung Pemberontakan Morisco di Grenada begitupun sikap
kematiannya. Selim meninggal setelah sakit akibat tergelincir di lantai ruang
mandi yang belum selesai.
a. MASA MUDA
Selim lahir di Konstantinopel
(Istanbul), pada tanggal 28 Mei 1524, pada masa pemerintahan ayahnya Suleiman
yang Agung. Ibunya adalah Hurrem Sultan, seorang budak dan selir yang lahir
sebagai putri seorang pendeta Ortodoks di Ukraina kontemporer, dan kemudian
dibebaskan dan menjadi istri sah Suleiman.
Selim ascends the throne.
Pada tahun 1543, di Manisa,
Selim mengambil Nurbanu Sultan sebagai selir, yang latar belakangnya diperdebatkan.
Dia adalah ibu dari Murad III, penerus Selim. Selim resmi menikah dengan
Nurbanu, seperti ayahnya menikah dengan ibunya.
b. MEMERINTAH
Selim II naik takhta setelah
intrik istana dan perselisihan persaudaraan, menggantikannya sebagai sultan
pada tanggal 7 September 1566. Wazir Agung Selim, Mehmed Sokollu dan istrinya,
Nurbanu Sultan, penduduk asli yang sekarang disebut Bosnia dan Herzegovina,
menguasai sebagian besar urusan negara. dan dua tahun setelah aksesi Selim
berhasil membuat perjanjian di Konstantinopel (17 Februari 1568) dengan Kaisar
Romawi Suci Habsburg, Maximilian II, di mana Kaisar setuju untuk membayar
"hadiah" tahunan sebesar 30.000 dukat dan memberikan otoritas
Utsmaniyah di Moldavia dan Walachia. [Rujukan?] Gazanfer Agha (1602), seorang
teman Selim dan penulis Mustafa Ali, dikebiri sehingga dia bisa melayani di
harem Selim. (Adik laki-laki Gazanfer, Cafer, juga dikebiri, tetapi tidak
selamat.)
Sebuah rencana telah
disiapkan di Konstantinopel untuk menyatukan Volga dan Don melalui kanal untuk
melawan ekspansi Rusia menuju perbatasan utara Ottoman. Pada musim panas tahun
1569, pasukan besar Janissari dan kavaleri dikirim untuk mengepung Astrakhan
dan memulai pekerjaan kanal, sementara armada Ottoman mengepung Azov. Namun,
serangan mendadak dari garnisun Astrakhan memukul mundur para pengepung.
Pasukan bantuan Rusia yang terdiri dari 15.000 orang menyerang dan membubarkan
para pekerja dan pasukan Tatar dikirim untuk melindungi mereka. Armada Ottoman
kemudian dihancurkan oleh badai. Pada awal tahun 1570, duta besar Ivan IV dari
Rusia membuat perjanjian di Istanbul yang memulihkan hubungan persahabatan
antara Sultan dan Tsar.
Potret penunggang
kuda Sultan Selim II oleh Lambert de Vos, 1574
Ekspedisi di Hijaz dan Yaman
lebih berhasil, tetapi penaklukan Siprus pada tahun 1571 menyebabkan kekalahan
angkatan laut melawan Spanyol dan negara-negara Italia di Pertempuran Lepanto
di tahun yang sama.
Pada Pertempuran Naupaktos
atau Pertempuran Lepanto yang bersejarah, pada tanggal 7 Oktober 1571, Liga
Suci mengalahkan angkatan laut Utsmaniyah dengan telak; Liga Suci
menenggelamkan atau menghancurkan 50 kapal Utsmaniyah dan merebut 117 galai dan
20 galliot, 30.000 orang Turki tewas dalam pertempuran, 10.000 orang Turki
ditawan, dan ribuan budak Kristen diselamatkan. Liga Suci kehilangan sekitar
7.500 orang.
Selim II
Armada Kekaisaran yang hancur
segera dipulihkan (hanya dalam enam bulan, terdiri dari sekitar 150 galai dan
delapan galeas), dan Ottoman mempertahankan kendali atas Mediterania timur
(1573). Pada Agustus 1574, beberapa bulan sebelum kematian Selim, Utsmaniyah
merebut kembali Tunisia dari Spanyol, yang merebutnya pada 1572.
Selim dikenal karena
memulihkan status Mahidevran Hatun dan kekayaannya. Ia juga membangun makam
kakak tertuanya, Şehzade Mustafa, yang dieksekusi pada tahun 1553.
Pada masa pemerintahan Selim,
Janissari mulai meningkatkan kekuasaan mereka dengan mengorbankan sultan.
"Uang aksesi" yang diminta oleh Janissari telah meningkat; mereka
menggunakan kekuatan mereka untuk mendapatkan lebih banyak manfaat bagi
kehidupan pribadi mereka daripada memperbaiki keadaan. Janissari sekarang dapat
menikah dan diizinkan untuk mendaftarkan putra mereka di Korps.
Dalam kelaparan tahun 1573,
yang disebabkan oleh hawa dingin yang parah, para petani tidak dapat
menghasilkan makanan untuk rakyat. [Klarifikasi diperlukan] Selim memberi orang
makanan dan sayuran di dapur makanan. Pada April 1574, kebakaran terjadi di
percetakan Istana Topkapi, menewaskan banyak juru masak, pelayan, dan pelayan.
c. KARAKTER
Selim diperkenalkan sebagai
seorang raja dermawan yang menyukai kesenangan dan hiburan di sumber-sumber
zaman, yang menyukai dewan minum, menikmati kehadiran para cendekiawan dan
penyair di sekitarnya, serta musisi, pegulat, dan penikmat, yang melakukannya.
tidak ingin mematahkan hati siapa pun Namun, disebutkan bahwa dia tidak banyak
tampil di depan umum, dan ayahnya sering pergi ke shalat Jumat dan keluar di
depan umum; Selim mengabaikan ini dan menghabiskan waktunya di istana.
d. KELUARGA
Istri satu-satunya Selim,
Nurbanu Sultan, adalah ibu penggantinya Murad III dan sebagian besar putrinya.
Sebagai Sultan Haseki ia menerima 1.100 asper (koin perak) sehari, sedangkan
selir berpangkat rendah yang merupakan ibu dari pangeran menerima 40 asper
sehari. Ketika Selim menikahinya secara resmi, dia menganugerahkan kepada
Nurbanu 110.000 dukat sebagai mas kawin, melebihi 100.000 dukat yang diberikan
ayahnya kepada ibunya Hürrem Sultan.
e. PEMAISURI
§ Nurbanu Sultan, Haseki, istri sah dan ibu dan Valide
Sultan Murad III;
§ selir tak dikenal, ibu dari putra lainnya.
f.
ANAK LAKI-LAKI
Selim memiliki setidaknya
tujuh putra:
§ Murad III (Manisa, 4 Juli 1546-Konstantinopel, 15
Januari 1595. Dimakamkan di makamnya di Masjid Hagia Sophia). Putra Sultan Nurbanu,
ia menggantikan ayahnya sebagai sultan.
§ Şehzade Mehmed (Konstantinopel, 1571 - Konstantinopel,
1572. Dimakamkan di mausoleum Hürrem Sultan). Bayi meninggal karena sebab
alamiah.
§ Şehzade Süleyman (Konstantinopel, 1571-Konstantinopel,
22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat
naik tahta. Ibunya kemudian bunuh diri.
§ Şehzade Abdullah (Konstantinopel, 1571-Konstantinopel,
22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat
naik tahta.
§ Şehzade Ali (Konstantinopel, 1572 - Konstantinopel,
1572, dimakamkan bersama ayahnya). Meninggal tak lama setelah lahir bersama
ibunya.
§ Şehzade Osman (Konstantinopel, 1573-Konstantinopel, 22
Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat naik
takhta. Ibunya meninggal tak lama setelah kelahirannya.
§ Şehzade Cihangir (Konstantinopel, 1574-Konstantinopel,
22 Desember 1574, dimakamkan bersama ayahnya). Dieksekusi oleh Murad III saat
naik takhta. Ibunya meninggal tak lama setelah kelahirannya.
g. PUTRI
Selim memiliki setidaknya
empat anak perempuan:
§ Şah Sultan (Manisa, 1544 – Kostantinopel, 3 November
1580, dimakamkan di Mausoleum Zal Mahmud Paşa, Eyüp), putri dari Nurbanu
Sultan, menikah pertama kali pada tahun 1562 dengan Çakırcıbaşı Hasan Pasha,
menikah kedua kali pada tahun 1574 dengan Zal Mahmud Pasha;
§ Gevherhan Sultan (Manisa, 1544 atau 1545 -
Kostantinopel, setelah 1623, dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia
Sophia), putri dengan Nurbanu Sultan, menikah pertama pada tahun 1562 dengan
Piyale Pasha, menikah kedua pada tahun 1579 dengan Cerrah Mehmed Pasha;
§ Ismihan Sultan (Manisa, 1545 – Kostantinopel, 8
Agustus 1585, dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia), putri
dari Nurbanu Sultan, menikah pertama pada tahun 1562 dengan Sokollu Mehmed
Pasha, menikah kedua pada tahun 1584 dengan Kalaylıkoz Ali Pasha;
§ Fatma Sultan (1559 – Kostantinopel, Oktober 1580,
dimakamkan di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia), putri dari Nurbanu
Sultan (sengketa), menikah pada tahun 1573 dengan Kanijeli Siyavuş Pasha;
·
Murad III
Murad
III مراد الثالث |
Sultan Murad III |
Sultan Utsmaniyah ke-12 |
Berkuasa : 15 Desember 1574 – 16 Januari 1595 Pendahulu : Selim II Penerus : Mehmed III |
Kelahiran : 4 Juli 1546. Manisa, Kekaisaran Ottoman Kematian : 16 Januari 1595 (umur 48). Istana
Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul, Turki Wangsa : Ottoman |
Nama lengkap : Murad bin Salim Ayah : Selim II Ibu : Nurbanu Sultan Permaisuri : 1. Safiye Sultan 2. Şemsiruhsar Hatun 3. Şahıhuban Hatun 4. Nazperver Hatun 5. Zerefşan Hatun 6. Şahi Hatun Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Murad III (Turki Utsmaniyah: مراد
ثالث, diromanisasi: Murād-i sālis; bahasa Turki: III. Murad; 4 Juli 1546 – 16
Januari 1595) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1574 sampai
kematiannya pada tahun 1595. Habsburg dan perang yang melelahkan dengan Safawi.
Maroko yang telah lama merdeka pada suatu waktu dijadikan pengikut kekaisaran
tetapi mereka akan mendapatkan kembali kemerdekaannya pada tahun 1582.
Pemerintahannya juga melihat pengaruh kekaisaran yang meluas di pantai timur
Afrika. Namun, kekaisaran akan dilanda korupsi dan inflasi yang meningkat dari
Dunia Baru yang menyebabkan keresahan di antara Janissari dan rakyat jelata.
Hubungan dengan Inggris Elizabethan disemen selama masa pemerintahannya karena
keduanya memiliki musuh bersama di Spanyol. Dia adalah pelindung yang hebat
dalam seni di mana dia menugaskan Siyer-i-Nebi dan manuskrip bergambar lainnya.
1) MASA MUDA
Lahir di Manisa pada tanggal
4 Juli 1546, Şehzade Murad adalah putra tertua dari Şehzade Selim dan istrinya
yang berkuasa, Nurbanu Sultan. Ia menerima pendidikan yang baik dan belajar
bahasa Arab dan Persia. Setelah upacara sunat pada tahun 1557, kakek Murad,
Sultan Suleiman I, mengangkatnya menjadi sancakbeyi (gubernur) Akşehir pada
tahun 1558. Pada usia 18 tahun ia diangkat menjadi sancakbeyi Saruhan. Suleiman
meninggal (1566) ketika Murad berusia 20 tahun, dan ayahnya menjadi sultan
baru, Selim II. Selim II melanggar tradisi dengan mengirim hanya putra
sulungnya keluar dari istana untuk memerintah sebuah provinsi, menugaskan Murad
ke Manisa: 21–22
2) MEMERINTAH
Potret seukuran
manusia, dikaitkan dengan seniman Spanyol, abad ke-17
Selim meninggal pada tahun
1574 dan digantikan oleh Murad, yang memulai pemerintahannya dengan mencekik
kelima adik laki-lakinya. Otoritasnya dirusak oleh pengaruh harem - lebih
khusus lagi, pengaruh ibunya dan kemudian selir favoritnya Safiye Sultan,
seringkali merugikan pengaruh Sokollu Mehmed Pasha di istana. Di bawah
kekuasaan Selim II hanya dipertahankan oleh kepemimpinan yang efektif dari
Wazir Agung Sokollu Mehmed Pasha yang kuat, yang tetap menjabat sampai
pembunuhannya pada Oktober 1579. Selama pemerintahan Murad, perbatasan utara
dengan monarki Habsburg dipertahankan oleh gubernur Bosnia Hasan Predojević .
Pemerintahan Murad III ditandai dengan perang yang melelahkan di front barat
dan timur kekaisaran. Ottoman juga mengalami kekalahan dalam pertempuran
seperti Pertempuran Sisak.
a.
EKSPEDISI
KE MAROKO
Abd al-Malik menjadi anggota
tepercaya dari pemerintahan Ottoman selama pengasingannya. Dia membuat
proposisi untuk menjadikan Maroko sebagai pengikut Ottoman sebagai imbalan atas
dukungan Murad III dalam membantunya mendapatkan tahta Saadi.
Dengan pasukan 10.000 orang
yang sebagian besar adalah orang Turki, Ramazan Pasha dan Abd al-Malik
berangkat dari Aljir untuk mengangkat Abd al-Malik sebagai penguasa bawahan
Ottoman di Maroko. Ramazan Pasha menaklukkan Fez yang menyebabkan Sultan Saadi
melarikan diri ke Marrakesh yang juga ditaklukkan, Abd al-Malik kemudian
mengambil alih kekuasaan Maroko sebagai klien Ottoman.
Abd al-Malik membuat
kesepakatan dengan pasukan Ottoman dengan membayar mereka sejumlah besar emas
dan mengirim mereka kembali ke Aljazair, menunjukkan konsep pengikut yang lebih
longgar daripada yang mungkin dipikirkan Murad III. Nama Murad diucapkan dalam
salat Jumat dan dicap pada koin yang menandai dua tanda kedaulatan tradisional
di dunia Islam. Pemerintahan Abd al-Malik dipahami sebagai periode pengikut
Maroko ke Kekaisaran Ottoman. Abd al-Malik meninggal pada tahun 1578 dan
digantikan oleh saudaranya Ahmad al-Mansur yang secara resmi mengakui
kedaulatan Sultan Ottoman pada awal masa pemerintahannya sambil tetap independen
secara de facto, namun ia berhenti mencetak koin atas nama Murad, menjatuhkan
namanya. dari Khutbah dan mendeklarasikan kemerdekaan penuhnya pada tahun 1582.
b. PERANG DENGAN SAFAWI
Utsmaniyah telah berdamai
dengan tetangganya yang menyaingi Kekaisaran Safawi sejak 1555, sesuai dengan
Perjanjian Amasya, yang untuk beberapa waktu telah menyelesaikan sengketa
perbatasan. Namun pada tahun 1577 Murad menyatakan perang, memulai Perang
Utsmaniyah–Safawi (1578–1590), berusaha memanfaatkan kekacauan di istana Safawi
setelah kematian Shah Tahmasp I. Murad dipengaruhi oleh wazir Lala Kara Mustafa
Pasha dan Sinan Pasha dan mengabaikan nasihat lawan dari Wazir Agung Sokollu.
Murad juga melawan Safawi yang berlangsung selama 12 tahun, diakhiri dengan
Perjanjian Konstantinopel (1590), yang menghasilkan keuntungan teritorial
sementara yang signifikan bagi Ottoman.
c.
AKTIVITAS
OTOMMAN DITANDUK AFRIKA
Pada masa pemerintahannya,
seorang Laksamana Utsmaniyah bernama Mir Ali Beg berhasil membangun supremasi
Utsmaniyah di banyak kota di pantai Swahili antara Mogadishu dan Kilwa.
Suzerainty Ottoman diakui di Mogadishu pada tahun 1585 dan supremasi Ottoman
juga didirikan di kota-kota lain seperti Barawa, Mombasa, Kilifi, Pate, Lamu,
dan Faza.
d.
URUSAN
KEUANGAN
Pemerintahan Murad adalah
masa tekanan keuangan bagi negara Ottoman. Untuk mengikuti perubahan teknik
militer, Ottoman melatih prajurit infanteri dalam penggunaan senjata api,
membayar mereka langsung dari bendahara. Pada tahun 1580 masuknya perak dari
Dunia Baru telah menyebabkan inflasi tinggi dan keresahan sosial, terutama di
kalangan Janissari dan pejabat pemerintah yang dibayar dengan mata uang yang
direndahkan. Perampasan dari pemberontakan yang diakibatkannya, ditambah dengan
tekanan kelebihan populasi, sangat terasa di Anatolia. Persaingan untuk
mendapatkan posisi di dalam pemerintahan semakin sengit, yang mengarah pada
penyuapan dan korupsi. Sumber Ottoman dan Habsburg menuduh Murad sendiri
menerima suap yang sangat besar, termasuk 20.000 dukat dari seorang negarawan
sebagai ganti jabatan gubernur Tripoli dan Tunisia, sehingga mengalahkan
saingan yang mencoba menyuap Wazir Agung.
Pada masanya terjadi inflasi
yang berlebihan, nilai uang perak terus dimainkan, harga pangan naik. 400
dirham harus dipotong dari 600 dirham perak, sedangkan 800 dirham dipotong,
yang berarti inflasi 100 persen. Untuk alasan yang sama, daya beli para
penerima upah berkurang setengahnya, dan konsekuensinya adalah pemberontakan.
e.
PAKTA
BAHASA INGGRIS
Banyak utusan dan surat
dipertukarkan antara Elizabeth I dan Sultan Murad III. Dalam satu
korespondensi, Murad menerima gagasan bahwa Islam dan Protestan memiliki
"lebih banyak kesamaan daripada Katolik Roma, karena keduanya menolak
penyembahan berhala", dan menganjurkan aliansi antara Inggris dan
Kekaisaran Ottoman. Yang membuat kecewa Katolik Eropa, Inggris mengekspor timah
dan timah (untuk pengecoran meriam) dan amunisi ke Kekaisaran Ottoman, dan
Elizabeth dengan serius membahas operasi militer bersama dengan Murad III
selama pecahnya perang dengan Spanyol pada tahun 1585, ketika Francis
Walsingham sedang melobi. untuk keterlibatan militer Ottoman langsung melawan
musuh bersama Spanyol. Diplomasi ini akan dilanjutkan di bawah penerus Murad,
Mehmed III, baik oleh sultan maupun Safiye Sultan.
3) KEHIDUPAN PRIBADI
a.
KEHIDUPAN
ISTANA
Mengikuti teladan ayahnya
Selim II, Murad adalah sultan Utsmaniyah kedua yang tidak pernah melakukan
kampanye selama masa pemerintahannya, melainkan menghabiskan seluruhnya di
Konstantinopel. Selama tahun-tahun terakhir pemerintahannya, dia bahkan tidak
meninggalkan Istana Topkapı. Selama dua tahun berturut-turut, dia tidak
menghadiri prosesi Jumat ke masjid kekaisaran—pelanggaran kebiasaan yang belum
pernah terjadi sebelumnya. Sejarawan Ottoman Mustafa Selaniki menulis bahwa
setiap kali Murad berencana untuk pergi sholat Jumat, dia berubah pikiran
setelah mendengar dugaan plot oleh Janissari untuk menjatuhkannya begitu dia
meninggalkan istana. Murad menarik diri dari rakyatnya dan menghabiskan
sebagian besar masa pemerintahannya dengan ditemani beberapa orang dan mematuhi
rutinitas sehari-hari yang disusun oleh shalat lima waktu Islam. Dokter pribadi
Murad Domenico Hierosolimitano menggambarkan hari-hari biasa dalam kehidupan
sultan:
Di pagi hari dia bangun subuh
untuk berdoa selama setengah jam, lalu setengah jam lagi dia menulis. Kemudian
dia diberi sesuatu yang menyenangkan sebagai pemeriksaan, dan setelah itu dia
bersiap untuk membaca selama satu jam lagi. Kemudian dia mulai memberikan
audiensi kepada anggota Divan pada empat hari dalam seminggu itu terjadi,
seperti yang telah dikatakan di atas. Kemudian dia berjalan-jalan di taman,
menikmati kesenangan air mancur dan binatang selama satu jam lagi, membawa
serta para kurcaci, badut, dan lainnya untuk menghiburnya. Kemudian dia kembali
lagi belajar sampai dia menganggap waktu makan siang telah tiba. Dia duduk di
meja hanya setengah jam, dan bangkit (untuk pergi) sekali lagi ke taman selama
dia mau. Kemudian dia pergi untuk melakukan shalat Dzuhur. Kemudian dia
berhenti untuk menghabiskan waktu dan bersenang-senang dengan para wanita, dan
dia akan tinggal satu atau dua jam bersama mereka, ketika tiba waktu shalat
malam. Kemudian dia kembali ke apartemennya atau, jika itu lebih
menyenangkannya, dia tinggal di taman membaca atau menghabiskan waktu sampai
malam dengan para kurcaci dan badut, dan kemudian dia kembali untuk berdoa,
yaitu saat malam tiba. Kemudian dia makan dan mengambil lebih banyak waktu untuk
makan malam daripada makan siang, bercakap-cakap sampai dua jam setelah gelap,
sampai waktu sholat [...] Dia tidak pernah gagal untuk mengamati jadwal ini
setiap hari.
Gaya hidup Murad yang tidak
banyak bergerak dan kurangnya partisipasi dalam kampanye militer membuatnya
tidak disetujui oleh Mustafa Âlî dan Mustafa Selaniki, sejarawan utama
Utsmaniyah yang hidup pada masa pemerintahannya. Penggambaran negatif mereka
tentang Murad memengaruhi sejarawan kemudian. Kedua sejarawan itu juga menuduh
Murad melakukan ekses seksual.
b.
ANAK-ANAK
Sebelum menjadi sultan, Murad
setia kepada Safiye Sultan, selir Albania-nya. Monogaminya tidak disetujui oleh
ibunya Nurbanu Sultan, yang khawatir Murad membutuhkan lebih banyak anak
laki-laki untuk menggantikannya seandainya Mehmed meninggal muda. Dia juga
mengkhawatirkan pengaruh Safiye terhadap putranya dan dinasti Ottoman. Lima
atau enam tahun setelah naik takhta, Murad diberi sepasang selir oleh saudara
perempuannya Ismihan. Setelah mencoba melakukan hubungan seksual dengan mereka,
dia terbukti impoten. "Panah [Murad], sesuai dengan sifat ciptaannya,
berkali-kali dan selama berhari-hari tidak dapat mencapai target penyatuan dan
kesenangan," tulis Mustafa Ali. Nurbanu menuduh Safiyye dan pengikutnya
menyebabkan impotensi Murad dengan ilmu sihir. Beberapa pelayan Safiye disiksa
oleh para kasim untuk menemukan pelakunya. Dokter pengadilan, yang bekerja di
bawah perintah Nurbanu, akhirnya menyiapkan obat yang berhasil, tetapi efek
sampingnya adalah peningkatan nafsu seksual secara drastis—pada saat Murad
meninggal, dia dikatakan telah menjadi ayah dari lebih dari seratus anak.
Sembilan belas di antaranya dieksekusi oleh Mehmed III ketika dia menjadi
sultan.
c.
WANITA
DIPENGADILAN
Wanita berpengaruh di
istananya termasuk ibunya Nurbanu Sultan, saudara perempuannya Ismihan Sultan,
istri wazir agung Sokollu Mehmed Pasha, dan nyonya musahibes (favorit) pengurus
rumah tangga Canfeda Hatun, nyonya urusan keuangan Raziye Hatun, dan penyair
Hubbi Hatun, Akhirnya , setelah kematian ibu dan kakak perempuannya, istrinya
Safiye Sultan menjadi satu-satunya wanita berpengaruh di istana.
d.
KASIM
DIPENGADILAN
Sebelum Murad, kebanyakan
kasim istana berkulit putih. Hal ini mulai berubah pada tahun 1582 ketika Murad
memberikan jabatan penting kepada seorang kasim kulit hitam. Pada tahun 1592,
peran kasim di istana ditentukan secara rasial: kasim kulit hitam menjaga
Sultan dan para wanita, dan kasim kulit putih menjaga halaman pria di bagian
lain istana. Kepala kasim kulit hitam dikenal sebagai Kizlar Agha, dan kepala
kasim kulit putih dikenal sebagai Kapi Agha.
4) MURAD DAN SENI
Murad sangat tertarik dengan
seni, khususnya miniatur dan buku. Dia secara aktif mendukung pengadilan
Society of Miniaturists, menugaskan beberapa volume termasuk Siyer-i Nebi,
karya biografi yang paling banyak diilustrasikan tentang kehidupan nabi Islam
Muhammad, Buku Keterampilan, Buku Perayaan dan Buku Kemenangan. Dia memiliki
dua guci alabaster besar yang diangkut dari Pergamon dan ditempatkan di dua
sisi nave di Hagia Sophia di Konstantinopel dan lilin lilin besar berpakaian
timah yang disumbangkan olehnya ke biara Rila di Bulgaria dipajang di museum
biara.
Lukisan miniatur
parade dua orang berkuda Gazi (veteran dari Rumelia) di depan Sultan Murat III
(dari Nama keluarga-i hümayun, abad ke-16)
Murad juga melengkapi isi
Kitabü’l-Menamat (Buku Mimpi), yang ditujukan kepada penasehat spiritual Murad,
Şüca Dede. Kumpulan cerita orang pertama, menceritakan pengalaman spiritual
Murad sebagai murid sufi. Disusun dari ribuan surat yang ditulis Murad yang
menggambarkan visi mimpinya, itu menyajikan potret diri hagiografi. Murad
memimpikan berbagai aktivitas, termasuk ditelanjangi oleh ayahnya dan harus
duduk di pangkuannya, seorang diri membunuh 12.000 orang kafir dalam pertempuran,
berjalan di atas air, naik ke surga, dan menghasilkan susu dari jari-jarinya.
Dia sering bertemu Nabi Muhammad, dan dalam satu mimpi duduk di pangkuan Nabi
dan mencium mulutnya.
Dalam surat lain yang
ditujukan kepada Şüca Dede, Murad menulis, "Saya berharap Tuhan, semoga
Dia dimuliakan dan ditinggikan, tidak menciptakan hamba yang malang ini sebagai
keturunan Ottoman sehingga saya tidak mendengar ini dan itu, dan tidak
khawatir. Saya berharap silsilah saya tidak diketahui. Kemudian, saya akan memiliki
satu tugas, dan dapat mengabaikan seluruh dunia."
Edisi diplomatik dari
surat-surat mimpi ini baru-baru ini diterbitkan oleh Ozgen Felek dalam bahasa
Turki.
5) KEMATIAN
Murad meninggal karena apa
yang dianggap wajar di Istana Topkapı dan dimakamkan di makam di sebelah Hagia
Sophia. Di mausoleum terdapat 54 sarkofagus sultan, istri dan anak-anaknya yang
juga dimakamkan di sana. Ia juga bertanggung jawab mengubah adat penguburan
ibu-ibu sultan. Murad menguburkan ibunya Nurbanu di samping suaminya Selim II,
menjadikannya permaisuri pertama yang berbagi makam sultan.
6) KELUARGA
a.
PEMAISURI
Murad diyakini memiliki
Safiye Sultan sebagai satu-satunya selirnya selama dua puluh tahun (walaupun
kelahiran Şehzade Selim dan Hümaşah Sultan, lahir pada periode ini tetapi tidak
secara universal dikaitkan dengan Safiye tampaknya meragukan asumsi ini).
Namun, Safiye ditentang oleh ibu Murad, Nurbanu Sultan, dan saudara
perempuannya, Ismihan Sultan, dan antara tahun 1580 dan 1582 dia diasingkan ke
Istana Lama dengan tuduhan membuat sultan impoten dengan mantera, setelah dia
tidak berhasil atau tidak ingin berhubungan seks dengan dua selir yang diterima
oleh saudara perempuannya. Selain itu, Nurbanu mengkhawatirkan masa depan
dinasti, karena dia percaya bahwa putra Safiye saja (dua atau tiga, salah
satunya meninggal sebelum tahun 1580) tidak cukup untuk memastikan suksesi.
Setelah pengasingan Safiye, dicabut hanya setelah kematian Nurbanu, Murad,
untuk menyangkal rumor tersebut, mengambil sejumlah besar selir, yang hanya
lima yang kami ketahui, dan dia memiliki lebih dari lima puluh anak yang
diketahui, meskipun menurut sumber jumlahnya bisa melebihi seratus.
Permaisuri bernama Murad
adalah:
i.
Safiye Sultan,
seorang etnis Albania. Sultan Haseki dari Murad dan Valide Sultan dari Mehmed
III;
ii.
Şemsiruhsar
Hatun, ibu dari Rukiye Sultan. Dia menugaskan pembacaan Alquran doa di masjid
Nabawi di Madinah. Dia meninggal sebelum 1623.
iii.
Mihriban Hatun;
iv.
Şahıhuban Hatun;
v.
Nazperver Hatun;
vi.
Fakriya Hatun
vii.
Tujuh selir hamil
pada tahun 1595, ditenggelamkan oleh Mehmed III
viii. Selir dirayu dan dihamili oleh Mehmed III saat masih menjadi pangeran. Tindakan tersebut merupakan pelanggaran aturan harem dan gadis itu ditenggelamkan oleh Nurbanu Sultan untuk melindungi cucunya.
Menurut Üluçay, setelah
kematian Murad III, banyak selirnya yang tidak memiliki anak dengan naiknya
takhta Mehmed III menikah lagi, bersama dengan mereka yang tidak pernah
memberikan anak kepada sultan.
b.
ANAK
LAKI-LAKI
Murad III memiliki setidaknya
25 putra yang diketahui.
Saat kematiannya pada tahun
1595 Mehmed III, putra sulungnya dan sultan barunya, mengeksekusi 19 saudara
tirinya yang masih hidup dan menenggelamkan tujuh selir yang sedang hamil,
memenuhi Hukum Pembunuhan Saudara.
Putra-putra Murad III yang
diketahui adalah:
i.
Sultan Mehmed III
(26 Mei 1566, Istana Manisa, Manisa – 22 Desember 1603, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Mehmed III, Masjid Hagia Sophia,
Konstantinopel), putra dari Safiye, menjadi sultan berikutnya;
ii.
Şehzade Selim
(1567?, Istana Manisa, Manisa - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia).
Kemungkinan putra Safiye jika lahir sebelum tahun 1580, selama tahun-tahun
monogami Murad.
iii.
Şehzade Mahmud
(1568, Istana Manisa, Manisa – 1580/1581, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan
di Mausoleum Selim II, Masjid Hagia Sophia); diakhiri dengan Safiye;
iv.
Şehzade Fülan
(Juni 1582, Istana Topkapi, Konstantinopel - Juni 1582, Istana Topkapi,
Konstantinopel. dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia).
kelahiran mati
v.
Şehzade Cihangir
(Februari 1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - Agustus 1585, Istana Topkapı,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
saudara kembar dari Sehzade Suleyman.
vi.
Şehzade Suleyman
(Februari 1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - 1585, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
saudara kembar dari Şehzade Cihangir.
vii.
Şehzade Abdullah
(1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana
Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia
Sophia);
viii.
Şehzade Mustafa
(1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana
Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia
Sophia);
ix.
Şehzade
Abdurrahman (1585, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595,
Istana Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia
Sophia);
x.
Şehzade Bayezid
(1586, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana
Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia
Sophia);
xi.
Şehzade Hasan
(1586, Istana Topkapi, Konstantinopel - meninggal tahun 1591, Istana Topkapı,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xii.
Şehzade Cihangir
(1587, Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana
Topkapı, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia
Sophia);
xiii.
Şehzade Yakub
(1587, Istana Topkapi, Konantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapı,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xiv.
Şehzade Ahmed
(Istana Topkapi, Konstantinopel - Istana Topkapi, Konstantinopel, dimakamkan di
Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xv.
Şehzade Alaeddin
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xvi.
Şehzade Davud
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi, Konstantinopel,
dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xvii.
Şehzade Alemşah
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xviii.
Şehzade Ali
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xix.
Şehzade Hüseyin
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xx.
Şehzade Ishak
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xxi.
Şehzade Murad
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xxii.
Şehzade Osman
(Istana Topkapi, Konstantinopel - meninggal tahun 1587, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xxiii.
Şehzade Yusuf
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xxiv.
Şehzade Korkut
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
xxv.
Şehzade Ömer
(Istana Topkapi, Konstantinopel - dibunuh 28 Januari 1595, Istana Topkapi,
Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia);
Selain itu, seorang pembual
Eropa, Alexander dari Montenegro, mengaku sebagai putra yang hilang dari Murad
III dan Safiye Sultan, menampilkan dirinya dengan nama Şehzade Yahya dan
mengklaim tahta untuk itu. Klaimnya tidak pernah terbukti dan tampak meragukan
untuk sedikitnya.
c.
PUTRI
Murad memiliki setidaknya
tiga puluh putri yang diketahui masih hidup saat kematiannya pada tahun 1595,
tujuh belas di antaranya meninggal karena wabah (atau cacar) pada tahun
1598.[29] Banyak nama putrinya tidak diketahui. Tidak diketahui apakah dan
berapa banyak anak perempuan yang telah meninggal sebelum dia.
Putri-putri Murad III yang
diketahui adalah:
i.
Hümaşah Sultan
(Manisa, c. 1564 - Kostantinopel, setelah 1606; dimakamkan di Mausoleum Murad
III, Masjid Hagia Sophia), putri dari Safiye Sultan. Juga disebut Hüma Sultan.
Ia menikah dengan Nişar Mustafazade Mehmed Pasha (meninggal tahun 1586). Ia
boleh menikah dengan Serdar Ferhad Pasha (w.1595) pada tahun 1591.
ii.
Ayşe Sultan
(Manisa, c.1565 - Costantinople, 15 Mei 1605, dimakamkan di Mausoleum Murad
III, Masjid Hagia Sophia), putri dengan Safiye, menikah pertama pada tanggal 20
Mei 1586, dengan Damat Ibrahim Pasha, menikah kedua pada tanggal 5 April 1602,
ke Damad Yemişçi Hasan Pasha, menikah ketiga pada tanggal 29 Juni 1604, dengan
Damad Güzelce Mahmud Pasha.
iii.
Fatma Sultan
(Manisa, sebelum 1574 - Kostantinopel, 1620, dimakamkan di Mausoleum Murad III,
Masjid Hagia Sophia), putri dari Safiye, menikah pertama kali pada 6 Desember
1593, dengan Damad Halil Pasha, menikah kedua kalinya pada Desember 1604,
dengan Damad Cafer Pasha;[ 33
iv.
menikah tiga kali
1610 Damat Hizir Pasha, menikah empat kali Damad Murad Pasha.
v.
Mihrimah Sultan
(Kostantinopel, 1578 atau 1579? atau 1592 - setelah 1625; dimakamkan di
Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), kemungkinan putri dari Safiye,
menikah pada tahun 1613 dengan Damad Mirahur Ahmed Pasha, kemudian menikah
dengan Damad Çerkes Mehmed Pasha;
vi.
Fahriye Sultan
(meninggal tahun 1656, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia),
disebut juga Fahri Sultan. Mungkin anak perempuan dengan Safiye, mungkin lahir
setelah dia kembali dari pengasingan di Istana Lama. Dia menikah pertama dengan
Cuhadar Ahmed Pasha, Gubernur Mosul, menikah kedua dengan Damad Sofu Bayram
Pasha, kadang Gubernur Bosnia;
vii.
Rukiye Sultan
(dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia), putri dengan
Şemsiruhsar Hatun, menikah pada tahun 1613 dengan Damad Nakkaş Hasan Pasha;
viii.
Sultan Mihriban
(dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia) menikah pada tahun
1613 dengan Damad Kapıcıbaşı Topal Mehmed Agha;
ix.
Hatice Sultan
(1583, dimakamkan di Masjid Şehzade), menikah pada tahun 1598 dengan
Sokolluzade Lala Mehmed Pasha dan memiliki tiga anak (seorang putri dan dua
putra) yang meninggal dalam usia muda. Dia berpartisipasi dalam perbaikan
menara Masjid Bayezid Veli di dalam Benteng Kerch pada tahun 1599.[38] Setelah
kematiannya, dia menikah lagi dengan Gürşci Mehmed Pasha dari Kefe, Gubernur
Bosnia.
x.
Fethiye Sultan
(dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia).
xi.
Tujuh belas putri
meninggal karena wabah atau cacar pada tahun 1598. Mereka dimakamkan di
Mausoleum Murad III, Masjid Hagia Sophia. Setidaknya dua dari mereka menikah.
xii.
Empat putri yang
menikah sebelum tahun 1595.
·
Mehmed III
Mehmed
III محمد الثالث |
Sultan Mehmed III |
Sultan
Utsmaniyah ke-13
|
Berkuasa : 16 Januari 1595 – 22 Desember 1603 Pendahulu : Murad III Penerus : Ahmad I |
Kelahiran : 26 Mei 1566. Istana Manisa, Manisa,
Kekaisaran Ottoman Kematian : 22 Desember 1603 (umur 37). Istana Topkapi,
Istanbul, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul Dinasti : Ottoman |
Nama lengkap : Mehmed bin Murad Ayah : Murad III Ibu : Safiye Sultan Pemaisuri: 1. Handan Sultan 2. Halim Sultan Anak : 1. Şehzade Mahmud 2. Ahmad I 3. Mustafa I Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Mehmed III (Turki Utsmaniyah:
محمد ثالث, Meḥmed-i sālis; Turki: III. Mehmed; 26 Mei 1566 – 22 Desember 1603)
adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1595 hingga kematiannya pada
tahun 1603. Mehmed dikenal karena memerintahkan eksekusi terhadap
saudara-saudaranya dan memimpin pasukan dalam Perang Turki Panjang, di mana
tentara Ottoman menang dalam Pertempuran Keresztes yang menentukan. Namun
kemenangan ini dirusak oleh beberapa kekalahan militer seperti di Gyor dan
Nikopol. Dia juga memerintahkan agar pemberontakan Jalali berhasil dipadamkan.
Sultan juga berkomunikasi dengan istana Elizabeth I atas dasar hubungan
komersial yang lebih kuat dan dengan harapan Inggris bersekutu dengan Ottoman
melawan Spanyol.
1) MASA MUDA
Mehmed III
Mehmed lahir di Istana Manisa
pada tahun 1566, pada masa pemerintahan kakek buyutnya, Suleiman yang Agung. Ia
adalah anak dari Murad III, dirinya anak dari Selim II, yang merupakan anak
dari Sultan Suleiman dan Hurrem Sultan. Ibunya adalah Safiye Sultan, seorang
Albania dari dataran tinggi Dukagjin.[1] Kakek buyutnya Suleiman I meninggal
pada tahun kelahirannya, dan kakeknya menjadi sultan baru, Selim II. Kakeknya
Selim II meninggal ketika Mehmed berusia delapan tahun, dan ayah Mehmed, Murad
III, menjadi sultan pada tahun 1574. Murad meninggal pada tahun 1595, ketika
Mehmed berusia 28 tahun.
Mehmed menghabiskan sebagian
besar waktunya di Manisa bersama ayahnya Murad dan ibunya Safiye, guru
pertamanya Ibrahim Efendi. Sunatnya dilakukan pada tanggal 29 Mei 1582 ketika
dia berusia 16 tahun.
2) MEMERINTAH
a.
PEMBUNUHAN
SAUDARA
Sebuah miniatur
menunjukkan Sultan Mehmed III dengan dua janisari.
Setelah naik tahta, Mehmed
III memerintahkan agar sembilan belas saudara laki-lakinya dieksekusi. Mereka
dicekik oleh algojo kerajaannya, banyak dari mereka yang tuli, bisu atau
'setengah bodoh' untuk memastikan kesetiaan mutlak. Suksesi saudara belum
pernah terjadi sebelumnya, karena sultan sering memiliki lusinan anak dengan
selir mereka.
b.
PEREBUTAN
KEKUASAAN DI KONSTANTINOPEL
Mehmed III
Mehmed III adalah seorang
penguasa yang menganggur, menyerahkan pemerintahan kepada ibunya Safiye Sultan,
valide sultan. Masalah besar pertamanya adalah persaingan antara dua wazirnya,
Serdar Ferhad Pasha dan Koca Sinan Pasha, dan pendukung mereka. Ibunya dan
menantu laki-lakinya Damat Ibrahim Pasha mendukung Koca Sinan Pasha dan
mencegah Mehmed III mengambil alih sendiri masalah tersebut. Masalahnya
berkembang menjadi gangguan besar oleh janisari. Pada tanggal 7 Juli 1595,
Mehmed III akhirnya memecat Serdar Ferhad Pasha dari jabatan Wazir Agung karena
kegagalannya di Wallachia dan menggantikannya dengan Sinan.
c.
PERANG
AUSTRO-HONGARIA
Peristiwa besar pada masa
pemerintahannya adalah Perang Austria-Ottoman di Hongaria (1593–1606).
Kekalahan Ottoman dalam perang menyebabkan Mehmed III mengambil komando pribadi
tentara, sultan pertama yang melakukannya sejak Suleiman I pada tahun 1566.
Didampingi oleh Sultan, Ottoman menaklukkan Eger pada tahun 1596. Setelah
mendengar pendekatan tentara Habsburg, Mehmed menginginkan untuk memberhentikan
tentara dan kembali ke Istanbul. Namun, Utsmaniyah akhirnya memutuskan untuk
menghadapi musuh dan mengalahkan pasukan Habsburg dan Transylvania di
Pertempuran Keresztes (dikenal dalam bahasa Turki sebagai Pertempuran Haçova),
di mana Sultan harus dicegah untuk melarikan diri dari lapangan di tengah
pertempuran. Sekembalinya ke Istanbul dengan kemenangan, Mehmed memberi tahu
para wazirnya bahwa dia akan berkampanye lagi. Tahun berikutnya Venetian Bailo
di Istanbul mencatat, "para dokter menyatakan bahwa Sultan tidak dapat
pergi berperang karena kesehatannya yang buruk, akibat makan dan minum yang
berlebihan".
Mehmed III menerima
penyerahan Eger, 1596
Sebagai imbalan atas jasanya
dalam perang, Cigalazade Yusuf Sinan Pasha diangkat menjadi Wazir Agung pada
tahun 1596. Namun, dengan tekanan dari istana dan ibunya, Mehmed mengangkat
kembali Damat Ibrahim Pasha ke posisi ini tidak lama kemudian.
Namun, kemenangan di
Pertempuran Keresztes segera dibatalkan oleh beberapa kekalahan penting,
termasuk kekalahan Győr (bahasa Turki: Yanıkkale) dari Austria dan kekalahan
pasukan Ottoman yang dipimpin oleh Hafız Ahmet Pasha oleh pasukan Wallachian di
bawah Michael the Berani di Nikopol pada tahun 1599. Pada tahun 1600, pasukan
Ottoman di bawah pimpinan Tiryaki Hasan Pasha merebut Nagykanizsa setelah
pengepungan selama 40 hari dan kemudian berhasil menahannya melawan pasukan
penyerang yang jauh lebih besar di Pengepungan Nagykanizsa.
d.
JALALI
MEMBERONTAK
Peristiwa besar lainnya pada
masa pemerintahannya adalah Pemberontakan Jalali di Anatolia. Karayazıcı
Abdülhalim, mantan pejabat Ottoman, merebut kota Urfa dan menyatakan dirinya
sebagai sultan pada tahun 1600. Desas-desus tentang klaimnya atas takhta
menyebar ke Konstantinopel dan Mehmed memerintahkan para pemberontak
diperlakukan dengan kasar untuk menghilangkan desas-desus tersebut, di
antaranya adalah eksekusi Hüseyin Pasha, yang diangkat oleh Karayazıcı
Abdülhalim sebagai Wazir Agung. Pada 1601, Abdülhalim melarikan diri ke sekitar
Samsun setelah dikalahkan oleh pasukan di bawah Sokulluzade Hasan Pasha,
Gubernur Bagdad. Namun saudaranya, Deli Hasan, membunuh Sokulluzade Hasan Pasha
dan mengalahkan pasukan di bawah komando Hadım Hüsrev Pasha. Dia kemudian
berbaris ke Kütahya, merebut dan membakar kota.
3) HUBUNGAN DENGAN
INGGRIS
Mehmed III
Pada tahun 1599, tahun
keempat pemerintahan Mehmed III, Ratu Elizabeth I mengirimkan konvoi hadiah ke
istana Ottoman. Hadiah ini awalnya ditujukan untuk pendahulu sultan, Murad III,
yang telah meninggal sebelum mereka tiba. Termasuk dalam hadiah ini adalah
organ jarum jam bertatahkan permata besar yang dipasang di lereng Royal Private
Garden oleh tim insinyur termasuk Thomas Dallam. Organ itu membutuhkan waktu
berminggu-minggu untuk diselesaikan dan menampilkan patung menari seperti
sekawanan burung hitam yang bernyanyi dan mengepakkan sayapnya di akhir musik.
Juga di antara hadiah Inggris adalah pelatih upacara, disertai surat dari Ratu
kepada ibu Mehmed, Safiye Sultan. Hadiah ini dimaksudkan untuk memperkuat
hubungan antara kedua negara, berdasarkan perjanjian perdagangan yang
ditandatangani pada tahun 1581 yang memberikan prioritas kepada pedagang
Inggris di wilayah Ottoman. Di bawah ancaman kehadiran militer Spanyol, Inggris
sangat ingin mengamankan aliansi dengan Ottoman, kedua negara bersama-sama memiliki
kemampuan untuk membagi kekuatan. Hadiah Elizabeth tiba di kapal dagang besar
27 senjata yang diperiksa Mehmed secara pribadi, tampilan yang jelas dari
kekuatan maritim Inggris yang akan mendorongnya untuk membangun armadanya
selama tahun-tahun berikutnya di masa pemerintahannya. Aliansi Anglo-Ottoman
tidak akan pernah terwujud, bagaimanapun, karena hubungan antar negara menjadi
stagnan karena sentimen anti-Eropa yang dipetik dari memburuknya Perang
Austro-Ottoman dan kematian juru bahasa Safiye Sultan dan kepala pro-Inggris
Hasan Pasha.
4) KEMATIAN
Pemandangan dari
makam Sultan Mehmed III Masjid Hagia Sophia.
Mehmed meninggal pada tanggal
22 Desember 1603 pada usia 37 tahun. Menurut salah satu sumber, penyebab
kematiannya adalah kesusahan akibat kematian putranya, Şehzade Mahmud. Menurut
sumber lain, dia meninggal karena wabah atau stroke. Ia dimakamkan di Masjid
Hagia Sophia. Ia digantikan oleh putranya Ahmed I sebagai sultan baru.
5) KELUARGA
a.
PEMAISURI
Mehmed III memiliki tiga
selir yang diketahui, tidak satupun dari mereka, menurut catatan harem,
menyandang gelar Haseki Sultan:
i.
Handan Hatun
(meninggal 9 November 1605, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum
Mehmed III, Masjid Hagia Sophia). Dia adalah ibu dan Valide Sultan dari Ahmed
I.
ii.
Halime Hatun
(dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Masjid Hagia Sophia, Istanbul). Dia adalah
ibu dan Valide Sultan Mustafa I.
iii.
Seorang
permaisuri yang meninggal pada tahun 1598 dengan bayi laki-lakinya selama wabah
b.
ANAK
LAKI-LAKI
Mehmed III memiliki
setidaknya delapan putra:
i.
Şehzade Selim
(1585, Istana Manisa, Manisa – 1597/1598, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan
di Masjid Hagia Sophia) - bersama Handan. Dia meninggal karena penyakit.
ii.
Şehzade Süleyman
(1586, Istana Manisa, Manisa, - 1597/1598, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan
di Masjid Hagia Sophia) - bersama Handan. Dia meninggal karena penyakit.
iii.
Şehzade Mahmud
(1587, Istana Manisa, Manisa – dieksekusi oleh Mehmed III, 7 Juni 1603, Istana
Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Şehzade Mahmud, Masjid Şehzade) -
bersama Halime.
iv.
Ahmed I (18 April
1590, Istana Manisa, Manisa – 22 November 1617, Istana Topkapi, Istanbul,
dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed) - bersama Handan. Sultan
Kekaisaran Ottoman.
v.
Şehzade Fülan
(1597, Istana Topkapi, Istanbul - 1598, Istana Topkapi, Istanbul, dimakamkan di
Masjid Hagia Sophia) - dengan permaisuri ketiga.
vi.
Şehzade Osman
(1597, Istana Topkapı, Istanbul – 1601, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di
Masjid Hagia Sophia) - bersama Handan.
vii.
Şehzade Cihangir
(1599, Istana Topkapı, Istanbul – 1602, Istana Topkapı, Istanbul, dimakamkan di
Masjid Hagia Sophia);
viii.
Mustafa I
(1600/1601, Istana Topkapi, Konstantinopel – 20 Januari 1639, Istana Eski,
Istanbul, dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Masjid Hagia Sophia) - bersama
Halime. Sultan Kekaisaran Ottoman.
c.
PUTRI
Mehmed III memiliki
setidaknya sepuluh anak perempuan:
i.
Fatma Sultan
(1584, Manisa) - dengan Handan. Dia menikah pertama kali pada tahun 1600 dengan
Mahmud Pasha, sanjakbey dari Kairo, kedua pada tahun 1604 dengan Damat Tiryaki
Hasan Pasha (1611) dan memiliki seorang putra dan dua putri, terakhir pada
tahun 1616 dengan Güzelce Ali Pasha, Wazir Agung, hingga kematiannya pada tahun
1621.
ii.
Ayşe Sultan (1587
- setelah 1614) - dengan Handan. Dia menikah pertama kali dengan Destari
Mustafa Pasha, dengan siapa dia memiliki seorang putra dan dua putri meninggal
saat masih bayi. Beberapa sumber juga menyatakan bahwa dia menikah lagi dengan
Gazi Hüsrev Pasha
iii.
Hatice Sultan
(1588, Manisa - 1613, Konstantinopel) - dengan Halime. Dia menikah pertama kali
pada tahun 1604 dengan Damat Mirahur Mustafa Pasha, menikah kedua kali pada
tahun 1612 dengan Sultanzade Mahmud Pasha, putra dari Cigalazade Sinan Pasha
dan Saliha Hanimsultan (putri Ayşe Hümaşah Sultan, cucu dari Sultan Suleyman
I). Dia meninggal segera setelah pernikahan keduanya.
iv.
Beyhan Sultan
(lahir sebelum 1590, Manisa). Dia menikah pada tahun 1612 dengan Damat Halil
Pasha.
v.
Şah Sultan (1590,
Manisa - Setelah 1623, Konstantinopel) - dengan Halime. Dia menikah pada 1604
(dikonsumsi pada Maret 1606) dengan Damat Kara Davud Pasha, Wazir Agung. Dia
memiliki seorang putra dan putri.
vi.
Humaşah Sultan.
Ia menikah pada Oktober 1612 dengan Cagaloglu Mahmud Pasha.
vii.
Esra Sultan - ibu
tidak dikenal. Dia tidak muncul di antara putri yang belum menikah dalam daftar
tanggal 1622, yang berarti dia sudah menikah atau sudah meninggal pada tahun
itu.
viii.
Ümmügülsüm Sultan
(setelah 1622) - ibu tidak diketahui. Juga disebut Ümmikülsum Sultan, dia
adalah salah satu putri yang belum menikah pada tahun 1622.
ix.
Halime Sultan
(setelah 1622) - ibu tidak dikenal, diperdebatkan. Dia termasuk di antara putri
yang belum menikah pada tahun 1622.
x.
Akile Sultan
(setelah 1622) - ibu tidak dikenal, diperdebatkan. Dia termasuk di antara putri
yang belum menikah pada tahun 1622.
·
Ahmed I
Ahmad
I احمد اول |
Sultan Ahmed I |
Sultan
Utsmaniyah ke-14
|
Berkuasa : 22 Desember 1603 – 22 November 1617 Penyandang pedang : 23 Desember 1603 Pendahulu : Mehmed III Penerus : Mustafa I |
Kelahiran : April 1590. Istana Manisa, Manisa,
Kekaisaran Ottoman Kematian : 22 November 1617 (umur 27). Istana
Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Sultan Ahmed Mosque Istanbul Dinasti : Ottoman |
Nama lengkap : Şah Ahmed bin Mehmed Han Ayah : Mehmed III Ibu : Handan Sultan Permaisuri : Kösem Sultan & Mahfiruz Hatun Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Ahmed I (Turki Utsmaniyah: احمد
اول Aḥmed-i evvel; bahasa Turki: I. Ahmed; 18 April 1590 – 22 November 1617)
adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1603 hingga kematiannya pada
tahun 1617. Pemerintahan Ahmed patut diperhatikan karena menandai pelanggaran
pertama dalam tradisi pembunuhan saudara kerajaan Ottoman; sejak saat itu para
penguasa Utsmaniyah tidak akan lagi secara sistematis mengeksekusi
saudara-saudara mereka setelah naik takhta. Ia juga terkenal dengan pembangunan
Masjid Biru, salah satu masjid paling terkenal di Turki.
1) MASA MUDA
Ahmed mungkin lahir pada 18
April 1590 di Istana Manisa, Manisa, ketika ayahnya Şehzade Mehmed masih
menjadi pangeran dan gubernur Sanjak Manisa. Ibunya adalah Handan Sultan.
Setelah kematian kakeknya Murad III pada tahun 1595, ayahnya datang ke
Konstantinopel dan naik tahta sebagai Sultan Mehmed III. Mehmed memerintahkan
eksekusi sembilan belas saudara tirinya. Kakak laki-laki Ahmed Şehzade Mahmud
juga dieksekusi oleh ayahnya Mehmed pada 7 Juni 1603, tepat sebelum kematian
Mehmed sendiri pada 22 Desember 1603. Mahmud dimakamkan bersama ibunya di
mausoleum terpisah yang dibangun oleh Ahmed di Masjid Şehzade, Konstantinopel.
2) MEMERINTAH
Potret oleh John
Young, 1815
Ahmed naik tahta setelah
kematian ayahnya pada 1603, pada usia tiga belas tahun, ketika neneknya Safiye
Sultan masih hidup. Dengan naik takhta, perebutan kekuasaan di harem berkobar;
Antara ibunya Handan Sultan dan neneknya Safiye Sultan yang pada pemerintahan
sebelumnya memiliki kekuasaan mutlak di dalam tembok (di belakang singgasana),
pada akhirnya dengan dukungan Ahmed, pertarungan berakhir dengan kemenangan
ibunya, karena neneknya terlalu kuat dan korup. Paman Ahmed yang jauh hilang,
Yahya, membenci aksesinya ke tahta dan menghabiskan hidupnya merencanakan untuk
menjadi Sultan. Ahmed memutuskan pembunuhan saudara tradisional setelah
penobatan sebelumnya dan tidak memerintahkan eksekusi saudaranya Mustafa.
Sebaliknya, Mustafa dikirim untuk tinggal di istana tua di Bayezit bersama
nenek mereka, Safiye Sultan. Ini kemungkinan besar karena usia Ahmed yang masih
muda - dia belum menunjukkan kemampuannya untuk menjadi ayah dari anak-anak,
dan Mustafa adalah satu-satunya kandidat lain untuk tahta Ottoman. Eksekusi
saudara laki-lakinya akan membahayakan dinasti, dan dengan demikian dia
terhindar.
Ibunya mencoba mencampuri
urusannya dan memengaruhi keputusannya, terutama dia ingin mengontrol
komunikasi dan gerakannya. Pada bagian awal masa pemerintahannya, Ahmed I
menunjukkan keputusan dan semangat, yang disangkal oleh perilakunya
selanjutnya. Perang di Hongaria dan Persia, yang menyertai pengangkatannya,
berakhir dengan tidak menguntungkan bagi kekaisaran. Pamornya semakin ternoda
dalam Perjanjian Zsitvatorok, yang ditandatangani pada 1606, di mana upeti
tahunan yang dibayarkan oleh Austria dihapuskan. Menyusul kekalahan telak dalam
Perang Utsmaniyah–Safawi (1603–18) melawan rival tetangga Kekaisaran Safawi, yang
dipimpin oleh Shah Abbas Agung, Georgia, Azerbaijan, dan wilayah luas lainnya
di Kaukasus diserahkan kembali ke Persia sesuai dengan Perjanjian Nasuh Pasha
pada tahun 1612, wilayah yang telah ditaklukkan untuk sementara waktu dalam
Perang Utsmaniyah–Safawi (1578–90). Perbatasan baru ditarik per garis yang sama
seperti yang dikonfirmasi dalam Perdamaian Amasya tahun 1555.
a.
Hubungan
dengan Maroko
Selama masa pemerintahannya
penguasa Maroko adalah Mulay Zidan yang ayah dan pendahulunya Ahmad al-Mansur
telah membayar upeti pengikut sebagai pengikut Ottoman sampai kematiannya.
Perang saudara Saadi telah mengganggu upeti pengikut ini, tetapi Mulay Zidan
mengusulkan untuk tunduk padanya untuk melindungi dirinya dari Aljazair, jadi
dia kembali membayar upeti kepada Ottoman.
b.
Perang
Ottoman-Safawi: 1604–1606
Perang Utsmaniyah–Safawi
telah dimulai sesaat sebelum kematian ayah Ahmed, Mehmed III. Setelah naik
tahta, Ahmed I menunjuk Cigalazade Yusuf Sinan Pasha sebagai komandan tentara
timur. Tentara berbaris dari Konstantinopel pada tanggal 15 Juni 1604, yang
sudah terlambat, dan saat tiba di front timur pada tanggal 8 November 1604,
tentara Safawi telah merebut Yerevan dan memasuki Kars Eyalet, dan hanya dapat
dihentikan di Akhaltsikhe. . Meskipun kondisinya menguntungkan, Sinan Pasha
memutuskan untuk tinggal selama musim dingin di Van, tetapi kemudian berbaris
ke Erzurum untuk menghentikan serangan Safawi yang masuk. Hal ini menyebabkan
keresahan di dalam ketentaraan dan tahun itu praktis terbuang sia-sia bagi
Ottoman.
Pada 1605, Sinan Pasha
berbaris untuk merebut Tabriz, tetapi pasukannya dirusak oleh Köse Sefer Pasha,
Beylerbey dari Erzurum, berbaris secara independen dari Sinan Pasha dan
akibatnya ditawan oleh Safawi. Tentara Ottoman dialihkan ke Urmia dan harus
melarikan diri terlebih dahulu ke Van dan kemudian ke Diyarbekir. Di sini,
Sinan Pasha memicu pemberontakan dengan mengeksekusi Beylerbey of Aleppo,
Canbulatoğlu Hüseyin Pasha, yang datang untuk memberikan bantuan, dengan dalih
datang terlambat. Dia sendiri segera meninggal dan tentara Safawi mampu
menangkap Ganja, Shirvan dan Shamakhi di Azerbaijan.
c.
Perang
dengan Habsburg: 1604–1606
Perang Turki Panjang antara
Ottoman dan monarki Habsburg telah berlangsung selama lebih dari satu dekade
pada saat Ahmed naik tahta. Wazir Agung Malkoç Ali Pasha berbaris ke front
barat dari Konstantinopel pada tanggal 3 Juni 1604 dan tiba di Beograd, tetapi
meninggal di sana, jadi Sokolluzade Lala Mehmed Pasha diangkat sebagai Wazir
Agung dan komandan tentara barat. Di bawah Mehmed Pasha, tentara barat merebut
kembali Pest dan Vác, tetapi gagal merebut Esztergom karena pengepungan dicabut
karena cuaca yang tidak menguntungkan dan keberatan dari tentara. Sementara
itu, Pangeran Transylvania, Stephen Bocskay, yang memperjuangkan kemerdekaan
wilayah tersebut dan sebelumnya mendukung Habsburg, mengirim utusan ke Porte
untuk meminta bantuan. Atas janji bantuan, pasukannya juga bergabung dengan
pasukan Ottoman di Beograd. Dengan bantuan ini, tentara Utsmaniyah mengepung
Esztergom dan merebutnya pada tanggal 4 November 1605. Bocskai, dengan bantuan
Utsmaniyah, merebut Nové Zámky (Uyvar) dan pasukan di bawah Tiryaki Hasan Pasha
merebut Veszprém dan Palota. Sarhoş İbrahim Pasha, Beylerbey dari Nagykanizsa
(Kanije), menyerang wilayah Istria di Austria.
Miniatur Ottoman
Ahmed I.
Namun, dengan pemberontakan
Jalali di Anatolia yang lebih berbahaya dari sebelumnya dan kekalahan di front
timur, Mehmed Pasha dipanggil ke Konstantinopel. Mehmed Pasha tiba-tiba
meninggal di sana, saat bersiap berangkat ke timur. Kuyucu Murad Pasha kemudian
merundingkan Perdamaian Zsitvatorok, yang menghapus upeti 30.000 dukat yang
dibayarkan oleh Austria dan menyebut kaisar Habsburg sebagai sederajat dengan
sultan Ottoman. Pemberontakan Jalali merupakan faktor kuat dalam penerimaan
persyaratan oleh Ottoman. Ini menandakan akhir pertumbuhan Ottoman di Eropa.
d.
Jalali
memberontak
Kebencian atas perang dengan
Habsburg dan pajak yang berat, bersama dengan lemahnya respons militer Ottoman,
digabungkan untuk menjadikan pemerintahan Ahmed I sebagai puncak pemberontakan
Jalali. Tavil Ahmed melancarkan pemberontakan segera setelah penobatan Ahmed I
dan mengalahkan Nasuh Pasha dan Beylerbey dari Anatolia, Kecdehan Ali Pasha.
Pada 1605, Tavil Ahmed ditawari posisi Beylerbey dari Shahrizor untuk
menghentikan pemberontakannya, tetapi segera setelah itu dia melanjutkan untuk
merebut Harput. Putranya, Mehmed, memperoleh jabatan gubernur Bagdad dengan
firman palsu dan mengalahkan pasukan Nasuh Pasha yang dikirim untuk mengalahkannya.
Sementara itu, Canbulatoğlu
Ali Pasha menyatukan pasukannya dengan Druze Sheikh Ma'noğlu Fahreddin untuk
mengalahkan Amir Tripoli Seyfoğlu Yusuf. Dia melanjutkan untuk menguasai
wilayah Adana, membentuk pasukan dan mengeluarkan koin. Pasukannya mengalahkan
tentara Beylerbey of Aleppo yang baru diangkat, Hüseyin Pasha. Wazir Agung
Boşnak Darwis Mehmed Pasha dieksekusi karena kelemahan yang dia tunjukkan
melawan Jelalis. Dia digantikan oleh Kuyucu Murad Pasha, yang berbaris ke
Suriah dengan pasukannya untuk mengalahkan 30.000 tentara pemberontak dengan
susah payah, meskipun dengan hasil yang menentukan, pada tanggal 24 Oktober
1607. Sementara itu, dia berpura-pura memaafkan para pemberontak di Anatolia
dan menunjuk Pemberontak Kalenderoğlu, yang aktif di Manisa dan Bursa, sebagai
sanjakbey di Ankara. Baghdad direbut kembali pada 1607 juga. Canbulatoğlu Ali
Pasha melarikan diri ke Konstantinopel dan meminta pengampunan dari Ahmed I,
yang mengangkatnya ke Timișoara dan kemudian Beograd, tetapi kemudian
mengeksekusinya karena kesalahan aturannya di sana. Sementara itu, Kalenderoğlu
tidak diizinkan masuk kota oleh masyarakat Ankara dan memberontak lagi, hanya
untuk ditumpas oleh pasukan Murad Pasha. Kalenderoğlu akhirnya melarikan diri
ke Persia. Murad Pasha kemudian menekan beberapa pemberontakan kecil di
Anatolia Tengah dan menekan kepala suku Jalali lainnya dengan mengundang mereka
untuk bergabung dengan tentara.
Karena meluasnya kekerasan
pemberontakan Jalali, sejumlah besar orang telah meninggalkan desa mereka dan
banyak desa yang hancur. Beberapa panglima militer telah mengklaim desa-desa
yang ditinggalkan ini sebagai milik mereka. Ini menghilangkan pendapatan pajak
Porte dan pada tanggal 30 September 1609, Ahmed I mengeluarkan surat yang
menjamin hak-hak penduduk desa. Dia kemudian bekerja pada pemukiman kembali
desa-desa yang ditinggalkan.
e.
Perang
Ottoman-Safawi: Perdamaian dan kelanjutan
Wazir Agung yang baru, Nasuh
Pasha, tidak mau berperang dengan Safawi. Shah Safawi juga mengirim surat yang
mengatakan bahwa dia bersedia menandatangani perjanjian damai, yang dengannya
dia harus mengirim 200 muatan sutra setiap tahun ke Konstantinopel. Pada
tanggal 20 November 1612, Perjanjian Nasuh Pasha ditandatangani, yang
menyerahkan semua tanah yang telah diperoleh Kekaisaran Ottoman dalam perang
tahun 1578–90 kembali ke Persia dan mengembalikan perbatasan tahun 1555.
Terjemahan dwibahasa
Perancis-Turki dari 1604 Franco-Ottoman Capitulation antara Ahmed I dan Henry
IV dari Perancis, diterbitkan oleh François Savary de Brèves pada tahun 1615
Namun, perdamaian berakhir
pada 1615 ketika Shah tidak mengirimkan 200 muatan sutra. Pada tanggal 22 Mei
1615, Wazir Agung Öküz Mehmed Pasha ditugaskan untuk mengatur serangan ke
Persia. Mehmed Pasha menunda serangan sampai tahun depan, sampai Safawi membuat
persiapan dan menyerang Ganja. Pada April 1616, Mehmed Pasha meninggalkan
Aleppo dengan pasukan besar dan berbaris ke Yerevan, di mana dia gagal merebut
kota dan mundur ke Erzurum. Dia dicopot dari jabatannya dan digantikan oleh
Damat Halil Pasha. Halil Pasha pergi selama musim dingin ke Diyarbekir,
sedangkan Khan dari Krimea, Canibek Giray, menyerang daerah Ganja, Nakhichevan
dan Julfa.
f.
Kapitulasi
dan perjanjian perdagangan
Ahmed I memperbarui
perjanjian perdagangan dengan Inggris, Prancis, dan Venesia. Pada Juli 1612,
perjanjian perdagangan pertama dengan Republik Belanda ditandatangani. Dia
memperluas kapitulasi yang diberikan kepada Prancis, menetapkan bahwa pedagang
dari Spanyol, Ragusa, Genoa, Ancona, dan Florence dapat berdagang di bawah
bendera Prancis.
g.
Arsitek
dan pengabdian kepada Islam
Ahmad I Balat di
Masjid Nabawi, Menandai, Bab al-Taubah
Sultan Ahmed membangun Masjid
Sultan Ahmed, karya besar arsitektur Ottoman, [menurut siapa?] di seberang
Hagia Sophia. Sultan menghadiri pembukaan tanah dengan beliung emas untuk
memulai pembangunan kompleks masjid. Sebuah insiden hampir pecah setelah sultan
mengetahui bahwa Masjid Biru berisi jumlah menara yang sama dengan masjid agung
Mekkah. Ahmed menjadi marah atas kesalahan ini dan menjadi menyesal sampai
Syekh-ul-Islam merekomendasikan agar dia mendirikan menara lain di masjid agung
Mekkah dan masalah itu diselesaikan.
Ahmed dengan senang hati
terlibat dalam renovasi komprehensif kesebelas Ka'bah, yang baru saja rusak
akibat banjir. Dia mengirim pengrajin dari Konstantinopel, dan talang air emas
yang menahan hujan agar tidak terkumpul di atap Ka'bah berhasil diperbarui.
Lagi-lagi pada era Sultan Ahmed jaring besi ditempatkan di dalam Sumur Zamzam
di Mekah. Penempatan jaring ini sekitar tiga kaki di bawah permukaan air
merupakan tanggapan terhadap orang gila yang melompat ke dalam sumur,
membayangkan janji kematian heroik.
Masjid Sultan Ahmad
Di Madinah, kota nabi Islam
Muhammad, sebuah mimbar baru yang terbuat dari marmer putih dan dikirim dari
Istanbul tiba di masjid Muhammad dan menggantikan mimbar tua yang sudah usang.
Diketahui juga bahwa Sultan Ahmed mendirikan dua masjid lagi di Uskudar di sisi
Asia Istanbul; Namun, tak satu pun dari mereka yang selamat.
Sultan memiliki lambang yang
diukir dengan jejak kaki Muhammad yang akan dia kenakan pada hari Jumat dan
hari raya dan menggambarkan salah satu contoh kasih sayang yang paling
signifikan kepada Muhammad dalam sejarah Ottoman. Terukir di dalam lambang
adalah puisi yang dia buat:
“Seandainya aku bisa
menanggung di atas kepalaku seperti sorbanku selamanya untukmu, Seandainya aku
bisa membawanya sepanjang waktu, di kepalaku seperti mahkota, Jejak Nabi
Muhammad, yang memiliki corak yang indah, Ahmed, pergilah pada, gosokkan wajahmu
pada kaki mawar itu.”
3) KARAKTER
Sultan Ahmed dikenal karena
keahliannya dalam anggar, puisi, menunggang kuda, dan kefasihan dalam beberapa
bahasa.
Ahmed adalah seorang penyair
yang menulis sejumlah karya politik dan liris dengan nama Bahti. Ahmed
melindungi para sarjana, ahli kaligrafi, dan orang-orang saleh. Oleh karena
itu, dia memesan sebuah buku berjudul The Quintessence of Histories untuk
dikerjakan oleh para ahli kaligrafi. Dia juga berusaha untuk menegakkan
kesesuaian dengan hukum dan tradisi Islam, memulihkan peraturan lama yang
melarang alkohol, dan dia berusaha untuk menegakkan kehadiran pada shalat Jumat
dan membayar sedekah kepada orang miskin dengan cara yang benar.
4) KEMATIAN
Kuil Ahmed I
Ahmed I meninggal karena
tifus dan pendarahan lambung pada 22 November 1617 di Istana Topkapı, Istanbul.
Ia dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed. Ia digantikan oleh
adik tirinya Şehzade Mustafa sebagai Sultan Mustafa I. Kemudian tiga putra
Ahmed naik tahta: Osman II (r. 1618–22), Murad IV (r. 1623–40) dan Ibrahim (r.
1640–48).
5) KELUARGA
a.
PEMAISURI
Ahmed memiliki dua selir yang
dikenal, ditambah beberapa selir yang tidak diketahui, ibu dari pangeran dan
putri lainnya.
Permaisuri yang dikenal
adalah:
i.
Kosem Sultan.
Favoritnya, Sultan Haseki dan mungkin istri sah, ibu dari banyak anaknya.
ii.
Mahfiruz Hatun.
Juga disebut Mahfiruze, dia adalah selir pertamanya dan ibu dari anak sulung
Osman II.
b.
PUTRA
Ahmed I memiliki setidaknya
tiga belas putra:
i.
Osman II (3
November 1604, Konstantinopel, Istana Topkapi – dibunuh oleh janisari, 20 Mei
1622, Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid
Sultan Ahmed), bersama Mahfiruz, Sultan Kekaisaran Ottoman;
ii.
Şehzade Mehmed
(11 Maret 1605, Konstantinopel, Istana Topkapi – dibunuh oleh Osman II, 12
Januari 1621, Istanbul, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid
Sultan Ahmed) bersama Kösem;
iii.
Şehzade Orhan
(1609, Konstantinopel – 1612, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed) – mungkin dengan Kösem.
iv.
Şehzade Cihangir
(1609, Konstantinopel – 1609, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed).
v.
Şehzade Selim (27
Juni 1611, Konstantinopel – 27 Juli 1611, Konstantinopel, dimakamkan di
Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed) - mungkin bersama Kösem.
vi.
Murad IV (27 Juli
1612, Konstantinopel – 8 Februari 1640, Konstantinopel, Istana Topkapi,
dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), dengan Kösem, Sultan
Kekaisaran Ottoman;
vii.
Şehzade Hasan (25
November 1612, Konstantinopel – 1615, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum
Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed).
viii.
Şehzade Bayezid
(Desember 1612, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 27 Juli 1635,
Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan
Ahmed), mungkin bersama Mahfiruz;
ix.
Şehzade Selim
(1613?, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 27 Juli 1635, Konstantinopel,
Istana Topkapi,[rujukan?] dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan
Ahmed), mungkin bersama Kösem;
x.
Şehzade Süleyman
(1613 ?, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 27 Juli 1635, Konstantinopel,
Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), mungkin
bersama Kösem;
xi.
Şehzade Hüseyin
(14 November 1614, Konstantinopel – 1617, Konstantinopel, Istana Topkapı,
dimakamkan di Mausoleum Mehmed III, Masjid Hagia Sophia);
xii.
Şehzade Kasım
(1614, Konstantinopel – dibunuh oleh Murad IV, 17 Februari 1638,
Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Murad III, Masjid Hagia
Sophia), bersama Kösem;
xiii.
Ibrahim I (5
November 1615, Konstantinopel – dibunuh oleh janisari, 18 Agustus 1648,
Konstantinopel, Istana Topkapi, dimakamkan di Mausoleum Mustafa I, Masjid Hagia
Sophia), bersama Kösem, Sultan Kekaisaran Ottoman.
c.
PUTRI
Ahmed I memiliki setidaknya
sepuluh anak perempuan:
i.
Ayşe Sultan (1605
atau 1608, Konstantinopel – Mei 1657, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum
Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), dengan Kösem,
ii.
Fatma Sultan
(1607, Konstantinopel – 1667, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed), bersama Kösem;
iii.
Gevherhan Sultan
(1605 atau 1608, Konstantinopel – c. 1660, Konstantinopel, dimakamkan di
Mausoleum Ahmed I, Masjid Sultan Ahmed), dengan Kösem,
iv.
Hatice Sultan
(Konstantinopel, 1608 – Konstantinopel, 1610, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed)
v.
Hanzade Sultan
(1609, Konstantinopel – 21 September 1650, Konstantinopel, dimakamkan di
Mausoleum Ibrahim I, Masjid Hagia Sophia), bersama Kösem;
vi.
Esma Sultan
(Konstantinopel, 1612 – Konstantinopel, 1612, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed)
vii.
Zahide Sultan
(Konstantinopel, 1613 – Konstantinopel, 1620, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed)
viii.
Burnaz Atike
Sultan (1614, Konstantinopel – 1674, Konstantinopel, dimakamkan di Mausoleum
Ibrahim I, Masjid Hagia Sophia), mungkin bersama Kösem;
ix.
Zeynep Sultan
(Konstantinopel, 1617 – Konstantinopel, 1619, dimakamkan di Mausoleum Ahmed I,
Masjid Sultan Ahmed)
x.
Abide Sultan
(Konstantinopel, 1618 – Konstantinopel, 1648), disebut juga Übeyde Sultan,
menikah pada 1642 dengan Koca Musa Pasha.
·
Mustafa I
Mustafa
I مصطفى الأول |
Sultan Mustafa I |
Sultan
Kekaisaran Ottoman ke-15
|
Periode
Pertama 22
November 1617 – 26 Februari 1618 |
Pendahulu : Ahmad I Penerus : Osman II |
Periode
Kedua 20 Mei
1622 – 10 September 1623 |
Pendahulu : Osman II Penerus : Murad IV |
Lahir : 1600. Istana Topkapi, Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman Meninggal : 20 Januari 1639 (umur 38–39). Eski
Saray, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul |
Nama : Mustafa bin Mehmed Dinasti : Ottoman Ayah : Mehmed III Ibu : Halime
Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Mustafa I (1592 – 20 Januari
1639) (bahasa Arab: مصطفى الأول) adalah Sultan Turki Utsmani dari 1617 hingga
1618 dan dari 1622 hingga 1623.
Saudara Ahmed I (1603–17),
Mustafa I dilaporkan menderita retardasi mental atau setidaknya mengidap
penyakit saraf. Semasa pemerintahan saudaranya, ia dikurung di ruangan penjara
selama 14 tahun.
Sejak ia memerintah, tampak
jelas bagaimana tangan-tangan asing memainkan peran dalam penentuan, penetapan
dan pemecatan para khalifah
Pada 1618 ia diturunkan dari
tahta dan digantikan oleh Osman II (1618–22), tetapi setelah pembunuhan Osman
II pada 1622 ia naik tahta kembali dan menjabatnya hingga dijatuhkan dan
dipenjara oleh saudara Osman II, Murad IV (1623–40). Mustafa I meninggal 16
tahun kemudian.
1) MASA MUDA
Mustafa lahir di Istana
Manisa, sebagai adik tiri Sultan Ahmed I (1603–1617). Ibunya adalah Halime
Sultan, seorang wanita Abkhazia.
Sultan Mustafa I
Sebelum tahun 1603, Sultan
Utsmaniyah biasanya mengeksekusi saudara laki-lakinya segera setelah naik
tahta, (ayah Mustafa, Mehmed III, telah mengeksekusi 19 saudara laki-lakinya
sendiri). Tetapi ketika Ahmed I yang berusia tiga belas tahun dinobatkan pada
tahun 1603, dia menyelamatkan nyawa Mustafa.
Salah satu faktor
kelangsungan hidup Mustafa adalah pengaruh Kösem Sultan (permaisuri favorit
Ahmad), yang mungkin ingin mendahului suksesi Sultan Osman II, putra sulung
Ahmed dari selir lain. Jika Osman menjadi Sultan, kemungkinan besar dia akan
mencoba mengeksekusi saudara tirinya, putra Ahmed dan Kösem. (Skenario ini
kemudian menjadi kenyataan ketika Osman II mengeksekusi saudaranya Mehmed pada
tahun 1621.) Namun, laporan duta besar asing menunjukkan bahwa Ahmed sebenarnya
menyukai saudara laki-lakinya.
Sampai kematian Ahmed pada
tahun 1617, Mustafa tinggal di Istana Lama, bersama ibunya, dan neneknya Safiye
Sultan.
2) PEMERINTAHAN PERTAMA
(1617 - 1618)
Kematian Ahmed menimbulkan
dilema yang belum pernah dialami oleh Kesultanan Utsmaniyah. Beberapa pangeran
sekarang memenuhi syarat untuk Kesultanan, dan semuanya tinggal di Istana
Topkapi. Faksi pengadilan yang dipimpin oleh Şeyhülislam Esad Efendi dan Sofu
Mehmed Pasha (yang mewakili Wazir Agung ketika dia jauh dari Konstantinopel)
memutuskan untuk menobatkan Mustafa alih-alih putra Ahmed, Osman. Sofu Mehmed
berpendapat bahwa Osman terlalu muda untuk dinobatkan tanpa menimbulkan
komentar buruk di kalangan masyarakat. Kepala Kasim Hitam Mustafa Agha
keberatan, mengutip masalah mental Mustafa, tapi dia ditolak. Kebangkitan
Mustafa menciptakan prinsip senioritas suksesi baru yang akan bertahan hingga
akhir Kekaisaran. Ini adalah pertama kalinya seorang Sultan Ottoman digantikan
oleh saudara laki-lakinya, bukan oleh putranya. Ibunya Halime Sultan menjadi
Valide Sultan, sekaligus bupati, dan memegang kekuasaan besar. Karena kondisi
mental Mustafa, dia bertindak sebagai wali dan menjalankan kekuasaan secara
lebih langsung.
Sultan Mustafa I
Kontak sosial secara teratur
diharapkan dapat meningkatkan kesehatan mental Mustafa, namun perilakunya tetap
eksentrik. Dia melepas turban para wazirnya dan mencabut janggut mereka. Yang
lain mengamati dia melempar koin ke burung dan ikan. Sejarawan Ottoman İbrahim
Peçevi menulis "situasi ini dilihat oleh semua orang negara dan rakyat,
dan mereka mengerti bahwa dia mengalami gangguan mental."
3) DEPOSITION
Mustafa tidak pernah lebih
dari alat kelompok istana di Istana Topkapi. Pada 1618, setelah aturan singkat,
faksi istana lain menggulingkannya demi keponakan mudanya Osman II (1618–1622),
dan Mustafa dikirim kembali ke Istana Lama. Konflik antara Janissari dan Osman
II memberinya kesempatan kedua. Setelah pemberontakan Janissari menyebabkan
deposisi dan pembunuhan Osman II pada tahun 1622, Mustafa dikembalikan ke tahta
dan menahannya selama satu tahun lagi.
4) DIDUGA
KETIDAKSTABILAN MENTAL
Namun demikian, menurut Baki
Tezcan, tidak ada cukup bukti untuk membuktikan bahwa Mustafa mengalami
gangguan mental saat naik takhta. Mustafa "melakukan sejumlah perjalanan
ke gudang senjata dan dermaga angkatan laut, memeriksa berbagai jenis senjata
dan secara aktif tertarik pada pasokan amunisi tentara dan angkatan laut."
Salah satu kiriman Baron de Sancy, duta besar Prancis, "menyarankan bahwa
Mustafa tertarik untuk memimpin kampanye Safawi sendiri dan sedang memikirkan
gagasan musim dingin di Konya untuk tujuan itu."
Apalagi, seorang pengamat
kontemporer memberikan penjelasan tentang kudeta yang tidak menyebutkan
ketidakmampuan Mustafa. Baron de Sancy menganggap deposisi tersebut sebagai
konspirasi politik antara laksamana agung Ali Pasha dan Kepala Kasim Hitam
Mustafa Agha, yang marah dengan pencopotan mantan dari jabatannya setelah
aksesi Sultan Mustafa. Mereka mungkin menyebarkan desas-desus tentang
ketidakstabilan mental sultan setelah kudeta untuk melegitimasinya.
5) PEMERINTAHAN KEDUA
Sultan Mustafa I
Mustafa memulai pemerintahan
keduanya dengan mengeksekusi semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Sultan
Osman. Hoca Ömer Efendi, kepala pemberontak, kızlar Agha Suleiman Agha, wazir
Dilaver Pasha, Kaim-makam Ahmed Pasha, defterdar Baki Pasha, segban-bashi Nasuh
Agha, dan jenderal Janissari Ali Agha, adalah dieksekusi.
Julukan "Veli"
(berarti "orang suci") digunakan untuk menyebut dia pada masa
pemerintahannya.
Kondisi mentalnya tidak
membaik, Mustafa adalah boneka yang dikendalikan oleh ibu dan saudara iparnya,
wazir agung Kara Davud Pasha. Dia percaya bahwa Osman II masih hidup dan
terlihat mencarinya di seluruh istana, mengetuk pintu dan berteriak kepada
keponakannya untuk membebaskannya dari beban kedaulatan. "Kaisar saat ini
bodoh" (menurut Duta Besar Inggris Sir Thomas Roe), dia dibandingkan
dengan pendahulunya. Faktanya, itu adalah ibunya Halime Sultan, wakil penguasa
de facto sebagai Sultan Valide dari Kekaisaran Ottoman.
6) DEPOSISI DAN
TAHUN-TAHUN TERAKHIR
Ketidakstabilan politik
diakibatkan oleh konflik antara Janissari dan sipahi (kavaleri Ottoman),
diikuti oleh pemberontakan Abaza, yang terjadi ketika gubernur jenderal
Erzurum, Abaza Mehmed Pasha, memutuskan untuk berbaris di Istanbul untuk
membalas pembunuhan Osman II. Rezim mencoba mengakhiri konflik dengan
mengeksekusi Kara Davud Pasha, tetapi Abaza Mehmed melanjutkan serangannya.
Ulama dan Kemankeş Kara Ali Pasha membujuk ibu Mustafa untuk mengizinkan deposisi
putranya. Dia setuju, dengan syarat nyawa Mustafa diampuni.
Murad IV yang berusia 11
tahun, putra Ahmed I dan Kösem, dinobatkan pada 10 September 1623. Sebagai
imbalan atas persetujuannya atas deposisinya, permintaan ibu Mustafa agar dia
dibebaskan dari eksekusi dikabulkan. Mustafa dikirim bersama ibunya ke Istana
Lama.
7) KEMATIAN
Makam Sultan Mustafa
I dan Sultan Ibrahim interior di makam halaman sultan di sisi Masjid Hagia
Sofia, Istanbul, Turki, 5 September 2019.
Salah satu sumber menyatakan
bahwa Mustafa dieksekusi atas perintah keponakannya, Sultan Murad IV pada
tanggal 20 Januari 1639 untuk mengakhiri dinasti Ottoman dan mencegah pemberian
kekuasaan kepada ibunya Kösem Sultan. Sumber lain menyatakan bahwa ia meninggal
karena epilepsi yang disebabkan karena dipenjara selama 34 tahun dari 38 tahun
hidupnya. Ia dimakamkan di halaman Haghia Sophia.
·
Osman II
Osman
II عثمان ثانى |
Sultan Osman II |
Sultan
Utsmaniyah Ke-16 |
Berkuasa : 1618 – 20 Mei 1622 Pendahulu : Mustafa I Penerus : Mustafa I |
Nama : Şah Osman bin Ahmed han Kelahiran : 3 November 1604. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Kematian : 20 Mei 1622. Benteng Yedikule,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Wangsa : Utsmaniyah Ayah : Ahmad I Ibu : Sultan Mahfirûze Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Osman II (Turki Utsmaniyah: عثمان
ثانى 'Osmān-i sānī; bahasa Turki: II. Osman; 3 November 1604 – 20 Mei 1622),
juga dikenal sebagai Osman Muda (bahasa Turki: Genç Osman), adalah Sultan
Kesultanan Utsmaniyah dari 26 Februari 1618 sampai pembunuhannya pada 20 Mei
1622.
a. MASA MUDA
Kesultanan Utsmaniyah
pada tahun 1622, tahun pembunuhan massal Osman II.
Osman II lahir di Istana
Topkapi, Konstantinopel, putra Sultan Ahmed I (1603–17) dan salah satu
pendampingnya Mahfiruz Hatun. Menurut tradisi selanjutnya, di usia muda, ibunya
sangat memperhatikan pendidikan Osman, sehingga Osman II menjadi seorang
penyair terkenal dan diyakini telah menguasai banyak bahasa, termasuk bahasa
Arab, Persia, Yunani, Latin, dan Italia; meskipun hal ini telah dibantah. Osman
lahir sebelas bulan setelah transisi ayahnya Ahmed ke tahta. Dia dilatih di
istana. Menurut pengamat asing, dia adalah salah satu pangeran Ottoman yang
paling berbudaya.
Osman II
Kegagalan Osman untuk merebut
tahta atas kematian ayahnya Ahmed mungkin disebabkan oleh tidak adanya seorang
ibu untuk melobi untuk mendukungnya; ibunya sendiri mungkin sudah meninggal
atau diasingkan.
b. MEMERINTAH
Penobatan Sultan
Osman II
Osman II naik tahta pada usia
14 tahun sebagai akibat kudeta terhadap pamannya Mustafa I "yang tidak
dapat diganggu gugat" (1617–1618, 1622–1623). Meskipun masih muda, Osman
II segera berusaha untuk menegaskan dirinya sebagai penguasa, dan setelah
mengamankan perbatasan timur kekaisaran dengan menandatangani perjanjian damai
(Perjanjian Serav) dengan Safawi Persia, dia secara pribadi memimpin kampanye
Ottoman melawan Polandia dan Raja Sigismund III selama Perang Magnat Moldavia.
Dipaksa untuk menandatangani perjanjian damai yang memalukan dengan Polandia
setelah Pertempuran Khotyn (Chocim) pada bulan September – Oktober 1621, Osman
II pulang ke Konstantinopel dengan malu, menyalahkan kepengecutan Janissari dan
ketidakcukupan negarawannya atas penghinaannya. Kelemahan mendasar dan luar
biasa yang diderita Osman II adalah tidak adanya basis kekuatan perempuan yang
mencolok di harem. Dari 1620 hingga kematian Osman, seorang pengasuh (daye
hatun, menyala. perawat basah) ditunjuk sebagai pengganti valide, dan dia tidak
dapat mengimbangi rencana ibu Mustafa I di Istana Lama. Meskipun dia memang
memiliki kepala kasim kulit hitam yang setia di sisinya, ini tidak dapat
mengimbangi ketidakhadiran dari apa yang dalam politik pada periode itu
merupakan kombinasi pemenang, valide sultan-kepala kasim kulit hitam, terutama
dalam kasus seorang muda dan sangat ambisius. penggaris. Menurut Piterberg,
Osman II tidak memiliki sultan haseki, sebaliknya dengan Peirce yang mengklaim
bahwa Ayşe adalah haseki Osman. Namun jelas bahwa Ayşe tidak dapat mengambil
peran valide selama masa pemerintahan pasangannya.
Sultan Osman II
Pada musim gugur 1620, Özi
Beylerbeyi İskender Pasha menyita surat rahasia yang dikirim oleh Pangeran
Transylvania Bethlen Gabor ke Istanbul dan mengirimkannya ke Polandia, dan
Osman juga menjadi veteran orang-orang di sekitarnya. Dia memutuskan untuk
memulai ekspedisi Polandia. Melanjutkan persiapan untuk kampanye Polandia, baik
dingin maupun kelaparan maupun duta besar Inggris John Eyre tidak dapat
menghalangi Osman. Duta Besar Sigismund III, Raja Polandia, dibawa ke Istanbul
meskipun cuaca sangat dingin. Janissari dan tentara tidak mau melakukan
kampanye, terlepas dari kondisi mereka.
Osman Muda (Levni)
1)
MUSIM
DINGIN YANG HEBAT TAHUN 1621
Menyusul pembunuhan Şehzade
Mehmed pada 12 Januari 1621, salju lebat mulai turun di Istanbul. Orang-orang
Istanbul secara drastis terpengaruh oleh hawa dingin, yang meningkatkan
kekerasan lokal pada tanggal 24 Januari, lebih parah daripada pembunuhan di
istana. Ini adalah bencana alam terbesar yang menyangkut ibu kota dalam
pemerintahan singkat Osman selama empat tahun. Bostanzade Yahya Efendi, salah
satu dari mereka yang selamat dari hawa dingin ini, menceritakan bahwa Tanduk
Emas dan Bosphorus tertutup es pada akhir Januari-awal Februari: "Antara
Üsküdar dan Beşiktaş, orang-orang berjalan-jalan dan pergi ke Üsküdar. Mereka
datang dari Istanbul dengan berjalan kaki, dan tahun menjadi gala (kelaparan).
Osman II oleh
Vigenere
Salju turun selama 15 hari,
embun beku membeku karena hawa dingin yang parah, tetapi sungai terbuka antara
Sarayburnu dan Üsküdar.[8] Untuk bencana alam ini, tiga puluh ribu membeku
antara Üsküdar dan Istanbul dari hawa dingin," Haşimi Çelebi, "Jalan
menjadi Üsküdar, Mediterania membeku seribu tiga puluh". Akibat
ketidaknyamanan kapal Zahire, terjadi kelaparan total di Istanbul, dan 75
dirham roti melonjak menjadi satu akche, dan ek daging menjadi 15 akche.
Benteng Yedikule pada
tahun 1685
c. KEMATIAN
Deposisi Osman II
oleh Jean Antoine Guer
Mencari penyeimbang pengaruh
Janissari, Osman II menutup kedai kopi mereka (tempat berkumpulnya konspirasi
melawan takhta) dan mulai berencana untuk membentuk pasukan baru dan lebih
setia yang terdiri dari sekban Anatolia. Hasilnya adalah pemberontakan istana
oleh Janissari, yang segera memenjarakan sultan muda Benteng Yedikule di
Istanbul, tempat Osman II dicekik sampai mati. Setelah kematian Osman,
telinganya dipotong dan diwakilkan kepada Halime Sultan dan Sultan Mustafa I untuk
mengkonfirmasi kematiannya dan Mustafa tidak perlu lagi takut pada
keponakannya. Ini adalah pertama kalinya dalam sejarah Ottoman seorang sultan
dieksekusi oleh Janissari.
Salah satu pintu
masuk Benteng Yedikule di Istanbul modern
Bencana ini adalah salah satu
topik yang paling banyak dibicarakan dalam sejarah Ottoman. Tanggal
Hasanbegzade, Karaçelebizade, Solakzade, Peçevi, Müneccimbaşı dan Naima, dalam
Fezleke of Katip Çelebi, dirinci dan beberapa di antaranya dinarasikan dalam
gaya cerita.
d. KELUARGA
1)
PEMAISURI
Osman II memiliki empat
permaisuri:
§ Ayşe Sultan atau Ayşe Hatun. Tidak ada yang diketahui
tentang dirinya kecuali namanya dan perannya yang kontroversial. Dia adalah
Osman's haseki menurut Leslie Pierce, tapi bukan untuk sejarah lainnya seperti
Pitemberg. Akhirnya, beberapa sejarawan mengidentifikasikannya dengan cucu
perempuan Pertev Mehmed, dan karenanya sebagai wanita merdeka dan istri sah
pertama Osman. Dia meninggal di Istana Tua pada tahun 1640.
§ Putri seorang peramal yang tidak disebutkan namanya,
dan cucu dari Pertev Mehmed Pasha. Beberapa mengidentifikasinya dengan Ayşe
Sultan/Hatun, namun identitasnya belum diketahui secara pasti. Pernikahan
mereka, pada 7 Februari 1622, sangat kontroversial, bertentangan dengan tradisi
seorang sultan yang menikahi seorang wanita muslim ottoman yang lahir bebas.
§ Meylişah Hatun, disebut juga Meleksima Hatun,
Mehlikaya Hatun atau Mehlika Hatun. Sebelum memasuki harem dia adalah seorang
budak dari Wazir Agung Kuyucu Murad Paşah. Favorit Osman, mungkin orang Rusia,
dan ibu dari putra sulungnya, Şehzade Ömer. Menurut versi minor, setelah
kematian Kuyucu Murad, dia dibebaskan dan diadopsi oleh kızları agasi, dan
karena itu menjadi wanita bebas ketika dia bertemu Osman, yang kemudian
menikahinya secara resmi untuk memilikinya. Dia adalah permaisuri yang paling
dicintai dan berpengaruh, tetapi kehilangan kasih karunia setelah kematian
putranya yang tidak disengaja. Dituduh atas kejadian tersebut oleh Osman yang
berduka, yang tidak ingin melihatnya lagi, dia dikeluarkan dari pengadilan dan
meninggal di pengasingan.
§ Akile Hatun, putri Şeyhülislam Hocazade Esad Efendi,
dan istri sah keduanya.
2)
ANAK
LAKI-LAKI
Osman II memiliki setidaknya
dua putra:
§ Şehzade Ömer (20 Oktober 1621, Konstantinopel – 5
Februari 1622, Edirne. Dimakamkan bersama ayahnya di Masjid Biru) – bersama
Meylişah Hatun. Itu dinamai untuk menghormati tutor Osman, Lala Hoca Ömer
Efendi. Berita kelahirannya sampai ke ayahnya di Edirne, saat dia kembali dari
Kampanye Polandia. Untuk merayakan acara tersebut, dia mengundang pengadilan
untuk bergabung dengannya di sana, termasuk anak dengan ibunya, dan
mengorganisir pesta yang mencakup pemeragaan pertempurannya di Polandia yang
disaksikan Meylişah dan Ömer, tetapi selama peragaan ulang peluru nyasar mengenai
bayi yang membunuhnya. Versi lain mengatakan bayi itu meninggal karena syok
akibat suara senjata. Belakangan, beredar pula rumor bahwa sang pangeran
sengaja dibunuh. Bagaimanapun, ibunya dituduh atas kejadian itu dan diasingkan.
§ Şehzade Mustafa (November 1622, Konstantinopel – 1623,
Konstantinopel. Dimakamkan bersama ayahnya di Masjid Biru) - mungkin bersama
Akile Hatun. Kembar Zeynep Sultan, lahir setelah pencopotan dan pembunuhan
ayahnya, identitas ibunya tidak pasti. Mungkin dia dibunuh atas perintah Sultan
Halime, yang bertindak sebagai bupati untuk putranya dan paman Osman, Sultan
Mustafa I yang baru, sementara beberapa lainnya mengindikasikan dia meninggal
karena sebab alamiah.
3)
PUTRI
Osman II memiliki setidaknya
seorang putri:
Zeynep Sultan (November 1622
– c. 1623. Dimakamkan bersama ayahnya di Masjid Biru) - mungkin bersama Akile
Hatun. Kembaran Şehzade Mustafa, lahir setelah pencopotan dan pembunuhan
ayahnya, identitas ibunya tidak pasti. Dia meninggal saat baru lahir karena
penyebab yang tidak diketahui.
·
Murad IV
Murad
IV مراد الرابع |
Sultan Murad IV |
Sultan
Kesultanan Utsmaniyah ke-17
|
Pemerintahan : 10 September 1623 – 8 Februari 1640 Pendahulu : Mustafa I Penerus : Ibrahim I |
Lahir : 27 Juli 1612. Istana Topkapi, Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki) Meninggal : 8 Februari 1640 (umur 27).
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki). Pemakaman : Sultan Ahmed, Masjid Istanbul Pasangan : 1. Ayşe Sultan 2. Şemsişah Sultan 3. Sanaber Hatun |
Nama : Şah Murad bin Ahmed Han Dinasti : Ottoman utsmani Ayah : Ahmad I Ibu : Kösem Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Murad IV (Turki Utsmaniyah: مراد
رابع, Murād-ı Rābiʿ; Turki: IV. Murad, 27 Juli 1612 – 8 Februari 1640) adalah Sultan
Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1623 hingga 1640, yang dikenal karena
memulihkan otoritas negara dan untuk kebrutalan metodenya. Murad IV lahir di
Konstantinopel, putra Sultan Ahmed I (memerintah 1603–17) dan Kösem Sultan. Dia
berkuasa melalui konspirasi istana ketika dia baru berusia 11 tahun, dan dia
menggantikan pamannya Mustafa I (r. 1617–18, 1622–23). Sampai dia mengambil
alih kekuasaan absolut pada 18 Mei 1632, kekaisaran diperintah oleh ibunya,
Kösem Sultan, sebagai nāʾib-i salṭanat (bupati). Pemerintahannya paling
menonjol selama Perang Utsmaniyah–Safawi, yang hasilnya akan membagi Kaukasus
antara dua kekuatan Kekaisaran selama sekitar dua abad, sementara itu juga
secara kasar meletakkan dasar bagi perbatasan Turki–Iran–Irak saat ini.
a. MASA MUDA
Murad IV lahir pada 27 Juli
1612 dari pasangan Ahmed I (memerintah 1603 – 1617) dan permaisuri dan kemudian
istrinya Kösem Sultan, seorang etnis Yunani. Setelah kematian ayahnya ketika
dia berusia enam tahun, dia dikurung di Kafe bersama saudara laki-lakinya,
Suleiman, Kasim, Bayezid dan Ibrahim.
Murad IV
Wazir Agung Kemankeş Ali
Pasha dan Şeyhülislam Yahya Efendi digulingkan dari jabatannya. Keesokan
harinya, anak berusia 6 tahun itu dibawa ke Mausoleum Eyüp Sultan. Pedang Nabi
Muhammad dan Yavuz Sultan Selim diwariskan kepadanya. Lima hari kemudian dia
disunat.
b. MEMERINTAH
1)
PEMERINTAHAN
AWAL (1623 - 1632)
Murad IV untuk waktu yang
lama berada di bawah kendali kerabatnya dan selama tahun-tahun awalnya sebagai
Sultan, ibunya, Kösem Sultan, pada dasarnya memerintah melalui dirinya. Pada
periode ini, Kekaisaran Safawi menginvasi Irak, Anatolia Utara meletus dalam
pemberontakan, dan pada 1631 Janissari menyerbu istana dan membunuh Wazir
Agung, antara lain.
Murad IV in his young age
Pada usia 16 tahun 1628,
saudara iparnya (suami saudara perempuannya Gevherhan Sultan, yang juga mantan
gubernur Mesir), Kara Mustafa Pasha, dieksekusi karena tindakan yang diklaim
"melawan hukum Tuhan".
Setelah kematian Wazir Agung
Çerkes Mehmed Pasha pada musim dingin Tokat, Diyarbekir Beylerbeyi Hafez Ahmed
Pasha menjadi wazir pada 8 Februari 1625.
Sultan Murad IV
Epidemi, yang dimulai pada
musim panas 1625 dan disebut wabah Bayrampaşa, menyebar mengancam penduduk
Istanbul. Rata-rata, seribu orang meninggal setiap hari. Orang-orang melarikan
diri ke Okmeydanı untuk menghindari wabah. Situasinya lebih buruk di pedesaan
di luar Istanbul.
2)
ATURAN
ABSOLUT DAN KEBIJAKAN KEKAISARAN (1632 - 1640)
Murad IV melarang alkohol,
tembakau, dan kopi di Konstantinopel. Dia memerintahkan eksekusi karena
melanggar larangan ini. Dia memulihkan peraturan peradilan dengan hukuman yang
sangat ketat, termasuk eksekusi; dia pernah mencekik seorang wazir agung dengan
alasan pejabat itu memukuli ibu mertuanya.
Lukisan miniatur
Ottoman yang menggambarkan Murad IV saat makan malam
3)
KEBAKARAN
TAHUN 1633
Pada tanggal 2 September
1633, terjadi kebakaran Cibali yang menghanguskan seperlima kota. Api dimulai
pada siang hari ketika sebuah caulker membakar semak-semak dan kapal itu
menabrak dinding. Api, yang menyebar dari tiga cabang ke kota. Satu lengan
diturunkan ke arah laut. Dia kembali dari Zeyrek dan berjalan ke Atpazan.
Distrik terindah di Istanbul hancur, mulai dari Yeniodas, distrik Mollagürani,
gerbang Fener hingga Sultanselim, Mesihpaşa, masjid Bali Pasha dan Lutfi Pasha,
Istana Şahı buhan, Unkapanı hingga Atpazarı, rumah Bostanzade, dan Sofular
Bazaar. Api yang berlangsung selama 30 jam itu baru padam setelah angin
berhenti.
4)
PERANG
MELAWAN SAFAWI IRAN
Pemerintahan Murad IV paling
menonjol selama Perang Utsmaniyah–Safawi (1623–39) melawan Persia (sekarang
Iran) di mana pasukan Utsmaniyah berhasil menaklukkan Azerbaijan, menduduki
Tabriz, Hamadan, dan merebut Bagdad pada tahun 1638. Perjanjian Zuhab yang
mengikuti perang umumnya menegaskan kembali perbatasan seperti yang disepakati
oleh Perdamaian Amasya, dengan Georgia Timur, Azerbaijan, dan Dagestan tetap
Persia, Georgia Barat tetap Ottoman. Mesopotamia hilang untuk Persia.
Perbatasan yang ditetapkan sebagai akibat perang, kurang lebih sama dengan
garis perbatasan antara Irak dan Iran saat ini.
Selama pengepungan Bagdad
pada tahun 1638, kota itu bertahan selama empat puluh hari tetapi terpaksa
menyerah.
Murad IV sendiri memimpin
Tentara Ottoman di tahun-tahun terakhir perang.
5)
HUBUNGAN
DENGAN KEKAISARAN MUGHAL
Saat berkemah di Baghdad,
Murad IV diketahui pernah bertemu dengan duta besar Kaisar Mughal Shah Jahan,
Mir Zarif dan Mir Baraka, yang mempersembahkan 1000 lembar kain bersulam halus
dan bahkan baju besi. Murad IV memberi mereka senjata, pelana, dan Kaftan
terbaik dan memerintahkan pasukannya untuk menemani Mughal ke pelabuhan Basra,
tempat mereka berlayar ke Thatta dan akhirnya Surat.
c. ARSITEKTUR
Murad IV menekankan
arsitektur dan pada masanya banyak monumen didirikan. Kios Bagdad, dibangun
pada 1635, dan Kios Revan, dibangun pada 1638 di Yerevan, keduanya dibangun
dengan gaya lokal. Beberapa lainnya termasuk paviliun Kavak Sarayı; Masjid
Meydanı; Pondok Darwis Bayram Pasha, Makam, Air Mancur, dan Sekolah Dasar; dan
Masjid Şerafettin di Konya.
d. MUSIK DAN PUISI
Murad IV menulis banyak
puisi. Dia menggunakan nama pena "Muradi" untuk puisinya. Dia juga
suka menguji orang dengan teka-teki. Suatu kali dia menulis teka-teki puitis
dan mengumumkan bahwa siapa pun yang datang dengan jawaban yang benar akan mendapat
hadiah yang besar. Cihadi Bey, seorang penyair dari Sekolah Enderun, memberikan
jawaban yang benar dan dia dipromosikan.
Murad IV juga seorang
komposer. Dia memiliki komposisi yang disebut "Uzzal Peshrev".
e. KEMATIAN
Murad IV meninggal karena
sirosis di Konstantinopel pada usia 27 tahun 1640.
Desas-desus beredar bahwa di
ranjang kematiannya, Murad IV memerintahkan eksekusi saudara laki-lakinya yang
cacat mental, Ibrahim (memerintah 1640–48), yang berarti akhir dari garis
Ottoman. Namun, perintah itu tidak dilakukan.
f.
KELUARGA
Karena ketenaran ibunya Kösem
Sultan pada masa pemerintahannya dan fakta bahwa semua putranya meninggal saat
masih bayi, keluarga Murad IV tidak begitu dikenal.
Hanya tiga dari banyak
selirnya yang diketahui dan dari tiga puluh dua anak yang menurut Evliya Çelebi
dimiliki oleh Murad IV, lima belum diidentifikasi, dan nama enam lainnya masih
belum diketahui.
Selain itu, tidak ada anak
yang memiliki calon ibu tertentu.
1)
PEMAISURI
Dari sekian banyak selir yang
dimilikinya, hanya tiga permaisuri Murad IV yang diketahui, ditambah beberapa
yang diperdebatkan:
§ Ayşe Sultan. Haseki Pertama dari Murad IV dan
satu-satunya yang gelarnya dikonfirmasi.
§ Şemsişah (Şemsperi) Sultan. Menurut L. Pierce, Murad
IV memiliki Haseki kedua di tahun-tahun terakhir pemerintahannya. Identitas dan
gelar selir ini masih diperdebatkan, tetapi beberapa telah mengusulkan Şemsişah
sebagai kemungkinan identitas. Dia mulai dengan gaji 2.751 asper harian,
tertinggi yang pernah tercatat untuk seorang selir, tetapi setelah tujuh bulan
dikurangi menjadi 2.000 asper harian, setara dengan Ayşe Sultan. Dia menghilang
dari catatan segera setelah kematian Murad IV.
§ Sanaber Hatun. Dia mendirikan sebuah badan amal di ibu
kota pada tahun 1628. Karena ini membutuhkan kekayaan yang tinggi dan anak
pertama Murad lahir pada tahun 1627, kemungkinan besar dia adalah selir
pertamanya dan ibu dari setidaknya salah satu anak sulung Murad.
§ Şemsperi Hatun. (disengketakan)
§ Adik perempuan Emirgün (disengketakan). Kakaknya,
gubernur Yerevan, akan menawarkannya kepada Murad IV untuk mendapatkan
bantuannya. Karena cantik, sultan jatuh cinta padanya, tetapi kemudian
meninggalkannya di Damaskus alih-alih membawanya ke ibu kota.
§ Rosana Sultan (keberadaannya diperdebatkan): menurut
sumber, dia adalah favorit Murad IV, dan dia tinggi, pirang, dan sangat pucat.
Dia memiliki temperamen yang buruk dan bahkan sultan pun takut padanya. Dia
mengikutinya berperang pada tahun 1635, tetapi dikirim kembali ke
Konstantinopel ketika Murad jatuh cinta dengan saudara perempuan Emirgün. Di
ibu kota dia diterima dengan segala hormat, tetapi kecemburuan terhadap selir
baru membuatnya mengeluarkan perintah kekaisaran untuk mengeksekusi saudara
laki-laki Murad IV, yang membencinya. Ketika Murad kembali, salah satu saudara
perempuannya mencoba menuduhnya, tetapi dia tidak percaya dan memukulnya dengan
marah. Akhirnya ibunya Kösem Sultan berhasil menemukan bukti dan saksi melawan
Rosana dan Murad IV menikamnya sendiri. Sejak saat itu, sultan bersumpah tidak
akan pernah menyukai wanita lain. Meskipun kisah tersebut telah tersebar luas
di sumber-sumber Eropa, sebagian besar sejarawan menganggapnya sebagai legenda
romantis atau versi fiksi dan dramatis dari kisah Ayşe Sultan.
2)
ANAK
LAKI-LAKI
Murad IV memiliki sedikitnya
lima belas anak laki-laki, tetapi tidak satu pun dari mereka yang masih bayi
dan semuanya meninggal sebelum ayah mereka (w. 1640):
§ Şehzade Ahmed (Konstantinopel, 21 Desember 1627 -
Konstantinopel,).
§ Şehzade (Fülan) (Konstantinopel, Maret 1631 -
Konstantinopel, Maret 1631). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Süleyman (Konstantinopel, Februari 1632 -
Konstantinopel, 1632). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Mehmed (Konstantinopel, 8 Agustus 1633 - Konstantinopel,).
Lahir di Paviliun Taman Kandilli, dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid
Biru.
§ Şehzade (Fülan) (Konstantinopel, Februari 1634 -
Konstantinopel, Maret 1634).
§ Şehzade (Fülan) (Konstantinopel, 10 Maret 1634 -
Konstantinopel, Maret 1634).
§ Şehzade Alaeddin (Konstantinopel, 16 Agustus 1635 -
Konstantinopel, 1637). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade (Fülan) (Izmit, 15 Mei 1638 - ?). Mungkin
putra Sultan Ayşe, karena ia disebut sebagai putra "Haseki".
§ Şehzade Abdülhamid (Konstantinopel, -
Konstantinopel,). Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Selim (Konstantinopel, - Konstantinopel,).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Orhan (Konstantinopel, - Konstantinopel,).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Numan (Konstantinopel, - Konstantinopel,).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Hasan (Konstantinopel, - Konstantinopel,).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Mahmud (Konstantinopel, - Konstantinopel,).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Şehzade Osman (Konstantinopel, - Konstantinopel,?).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
3)
PUTRI
Murad IV memiliki setidaknya
tiga belas anak perempuan. Tidak seperti saudara laki-laki mereka, setidaknya
delapan dari mereka bertahan setidaknya sampai usia pernikahan:
§ Fülane Sultan (Konstantinopel, 1627 -). Dia menikah
dengan Tüccarzade Mustafa Paşa pada tahun 1640.
§ Gevherhan Sultan (Konstantinopel, Februari 1630 -).
Dia menikah dengan Haseki Mehmed Pasha.
§ Hanzade Sultan (Konstantinopel, 1631 - setelah 1675).
Dia menikah dengan Nakkaş Mustafa Pasha dan menjadi janda pada tahun 1657.
§ Ismihan Sultan (Konstantinopel, 1632 - Konstantinopel,
1632). Disebut juga Esmihan Sultan.
§ Kaya Ismihan Sultan (Konstantinopel, 1633 -
Konstantinopel, 1658). Dia menikah dengan Melek Ahmed Paşah dan dia meninggal
saat melahirkan.
§ Rabia Sultan (Konstantinopel, - Konstantinopel, ).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Fatma Sultan (Konstantinopel, - Konstantinopel, ).
Dimakamkan di mausoleum Ahmed I di Masjid Biru.
§ Ayşe Sultan (Konstantinopel, - ). Ia menikah dengan
Malatuk Süleyman Paşa sebelum tahun 1655.
§ Hafsa Sultan (Konstantinopel, - ).
§ Fülane Sultan (Konstantinopel, - ). Dia menikah dengan
Ammarzade Mehmed Paşah.
§ Safiye Sultan (Konstantinopel, setelah 1634 -
Konstantinopel, 1680 atau setelahnya). Ia menikah dengan Sarı Abaza Hüseyin
Paşah (saudara laki-laki atau anak dari Wazir Agung Siyavuş Paşah) pada tahun
1659. Ia memiliki tiga putra dan seorang putri: Sultanzade Abubekr Bey,
Sultanzade Mehmed Remzi Paşah (meninggal 21 November 1719), Sultanzade Abdüllah
Bey (lahir mati, setelah 1680) dan Rukiye Hanımsultan (1680 - Januari 1697).
Dia meninggal untuk melahirkan Abdüllah.
§ Rukiye Sultan (Konstantinopel, 1640 - 1696/1703). Ia
menikah dengan Şeytân Melek İbrâhîm Pasha dan menjadi janda pada tahun 1685. Ia
memiliki dua putri: Fatma Hanımsultan (1677 - 1727) dan Ayşe Hanımsultan (1680
- 1717). Dia mungkin menikah lagi dengan Gürcü Mehmed Paşah atau Bıyıklı Mehmed
Paşah pada tahun 1693. Dia dimakamkan di Masjid Şehzade.
§ Esma Sultan (-). Dia meninggal saat masih bayi.
· Ibrahim I
Ibrahim
I إبراهيم
الأول |
|
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-18
|
Pemerintahan : 9 Februari 1640 – 8 Agustus 1648 Pendahulu : Murad IV Penerus : Mehmed IV |
Lahir : 5 November 1615. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki) Meninggal : 18 Agustus 1648 (umur 32).
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Hagia Sophia, Istanbul Pasangan : 1. Turhan Sultan 2. Saliha Dilasub Sultan 3. Muazez Sultan 4. Ayşe Sultan 5. Mahienver Sultan 6. Saçbağı Sultan 7. Şivekar Sultan 8. Humaşah Sultan Anak : 1. Mehmed IV 2. Sulaiman II 3. Ahmad II |
Nama : Ibrahim bin Ahmad Dinasti : Ottoman Ustmani Ayah : Ahmad I Ibu : Kösem Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Ibrahim (/ˌɪbrəˈhiːm/; Turki
Utsmaniyah: ابراهيم; Turki: İbrahim; 5 November 1615 – 18 Agustus 1648) adalah
Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1640 hingga 1648. Ia lahir di
Konstantinopel, putra Sultan Ahmed I dari Kösem Sultan , seorang etnis Yunani
yang awalnya bernama Anastasia.
Dia dipanggil Ibrahim the Mad
(Turki: Deli İbrahim) karena kondisi mental dan perilakunya. Namun, sejarawan
Scott Rank mencatat bahwa lawan-lawannya menyebarkan desas-desus tentang
kegilaan sultan, dan beberapa sejarawan menyatakan bahwa dia lebih tidak
kompeten daripada gila.
a. MASA MUDA
Sultan Ibrahim I
Ibrahim lahir pada tanggal 5
November 1615, putra Sultan Ahmed I dan Sultan Haseki-nya dan mungkin istri
sahnya, Kösem Sultan. Ketika Ibrahim berusia 2 tahun, ayahnya tiba-tiba
meninggal, dan paman Ibrahim Mustafa I menjadi sultan baru. Saat itu, Kösem
Sultan dan anak-anaknya, termasuk Ibrahim muda, telah dikirim ke Istana Lama.
Setelah suksesi saudaranya Murad IV, Ibrahim dikurung di Kafes, yang
mempengaruhi kesehatannya. Saudara laki-laki Ibrahim lainnya Şehzade Bayezid,
Şehzade Suleiman dan Şehzade Kasım telah dieksekusi atas perintah Sultan Murad
IV, dan karena itu, Ibrahim khawatir dia akan berada di baris berikutnya.
Namun, setelah kematian saudaranya, Ibrahim menjadi Sultan Kekaisaran Ottoman.
b. MEMERINTAH
1)
PENCAPAIAN
Salah satu Sultan Ottoman
yang paling terkenal, Ibrahim menghabiskan seluruh masa kecilnya di dalam kurungan
dekat Kafe sebelum menggantikan saudaranya Murad IV (1623–40) pada tahun 1640.
Dua saudara laki-laki mereka telah dieksekusi oleh Murad, dan Ibrahim tinggal
di teror menjadi orang yang akan mati berikutnya. Nyawanya terselamatkan hanya
dengan perantaraan Kösem Sultan, ibu dari Ibrahim dan Murad.
Sultan Ibrahim I
Setelah kematian Murad,
Ibrahim menjadi satu-satunya pangeran dinasti yang masih hidup. Saat diminta
oleh Wazir Agung Kemankeş Kara Mustafa Pasha untuk mengambil alih Kesultanan,
Ibrahim curiga Murad masih hidup dan berencana untuk menjebaknya. Butuh
gabungan persuasi dari Kösem dan Wazir Agung, dan pemeriksaan pribadi terhadap
mayat saudara laki-lakinya, untuk membuat Ibrahim menerima tahta.
2)
AWAL TAHUN
SEBAGAI SULTAN
Selama tahun-tahun awal pemerintahan Ibrahim, dia mundur dari politik dan semakin beralih ke haremnya untuk kenyamanan dan kesenangan. Selama kesultanannya, harem mencapai tingkat kemewahan baru dalam parfum, tekstil, dan perhiasan. Kecintaannya pada wanita dan bulu membuatnya memiliki ruangan yang seluruhnya dilapisi dengan lynx dan musang. Karena tergila-gila dengan bulu, orang Prancis menjulukinya "Le Fou de Fourrures". Kösem Sultan menjaga putranya dengan memberinya perawan yang dia beli secara pribadi dari pasar budak, serta wanita yang kelebihan berat badan, yang dia dambakan.
Penjelasan tentang
pemerintahannya diberikan oleh Demetrius Cantemir. Dia menulis tentang Ibrahim:
“Seperti Murat yang
sepenuhnya kecanduan anggur, begitu pula Ibrahim yang bernafsu. Mereka
mengatakan dia menghabiskan seluruh waktunya dalam kenikmatan indria dan ketika
alam kelelahan dengan pengulangan kenikmatan kelamin yang sering dia berusaha
untuk memulihkannya dengan ramuan atau memerintahkan seorang perawan cantik
yang kaya untuk dibawa kepadanya oleh ibunya, Grand Vezir, atau beberapa orang
hebat lainnya. Dia menutupi dinding kamarnya dengan kacamata agar pertarungan
cintanya tampak terjadi di beberapa tempat sekaligus. Dia memerintahkan
bantalnya untuk diisi dengan bulu yang kaya sehingga tempat tidur yang
dirancang untuk kesenangan Kekaisaran menjadi lebih berharga. Tidak, dia
meletakkan kulit musang di bawahnya dengan harapan bahwa nafsunya akan terbakar
jika kerja keras cintanya menjadi lebih sulit dengan lututnya yang bercahaya.”
Kara Mustafa Pasha tetap
sebagai Wazir Agung selama empat tahun pertama pemerintahan Ibrahim, menjaga
stabilitas Kekaisaran. Dengan perjanjian Szön (15 Maret 1642) ia memperbarui
perdamaian dengan Austria dan pada tahun yang sama memulihkan Azov dari
Cossack. Kara Mustafa juga menstabilkan mata uang dengan reformasi mata uang,
berusaha menstabilkan ekonomi dengan survei tanah baru, mengurangi jumlah
Janissari, menghapus anggota yang tidak berkontribusi dari daftar gaji negara,
dan membatasi kekuasaan gubernur provinsi yang tidak patuh. Selama tahun-tahun
ini, Ibrahim menunjukkan perhatian untuk memerintah kekaisaran dengan benar,
seperti yang ditunjukkan dalam komunikasi tulisan tangannya dengan Wazir Agung.
Kara Mustafa pada gilirannya menulis memo tentang urusan publik untuk melatih
tuannya yang tidak berpengalaman. Balasan Ibrahim atas laporan Kara Mustafa
menunjukkan bahwa dia sebenarnya mendapat pendidikan yang baik. Ibrahim sering
bepergian dengan penyamaran, menginspeksi pasar Istanbul dan memerintahkan
Wazir Agung untuk memperbaiki setiap masalah yang diamatinya.
3)
DEKADENSI
DAN KRISIS
Ibrahim sering terganggu oleh
sakit kepala berulang dan serangan kelemahan fisik, mungkin disebabkan oleh
trauma di tahun-tahun awalnya. Karena dia adalah satu-satunya anggota laki-laki
Dinasti Ottoman yang masih hidup, Ibrahim didorong oleh ibunya Kösem Sultan
untuk mengalihkan perhatiannya dengan gadis-gadis harem dan segera menjadi ayah
dari tiga calon sultan: Mehmed IV, Suleiman II dan Ahmed II. Gangguan harem memungkinkan
Kösem Sultan untuk mendapatkan kekuasaan dan memerintah atas namanya, namun
bahkan dia menjadi korban ketidaksukaan Sultan dan meninggalkan Istana
Kekaisaran.
Ibrahim berada di bawah
pengaruh berbagai orang yang tidak cocok, seperti nyonya harem kekaisaran
Şekerpare Hatun dan penipu Cinci Hoca, yang berpura-pura menyembuhkan penyakit
fisik Sultan. Yang terakhir, bersama sekutunya Silahdar Yusuf Agha dan
Sultanzade Mehmed Pasha, memperkaya diri mereka sendiri dengan suap dan
akhirnya merebut kekuasaan yang cukup untuk mengamankan eksekusi Wazir Agung Ḳara
Muṣṭafā. Cinci Hoca menjadi Kadiasker (Hakim Tinggi) Anatolia, Yusuf Agha
menjadi Kapudan Pasha (Laksamana Agung) dan Sultanzade Mehmed menjadi Wazir
Agung.
Pada tahun 1644, bajak laut
Malta menyita sebuah kapal yang membawa peziarah berstatus tinggi ke Mekah.
Sejak para perompak berlabuh di Kreta, Kapudan Yusuf Pasha mendorong Ibrahim
untuk menyerbu pulau itu. Ini memulai perang panjang dengan Venesia yang
berlangsung selama 24 tahun — Kreta tidak akan sepenuhnya jatuh di bawah
dominasi Ottoman sampai tahun 1669. Terlepas dari penurunan La Serenissima,
kapal-kapal Venesia memenangkan kemenangan di seluruh Laut Aegea, merebut
Tenedos (1646) dan memblokade Dardanella. Kapudan Yusuf menikmati kesuksesan
sementara dalam menaklukkan Canea, memulai persaingan cemburu dengan Nevesinli
Salih Pasha, Wazir Agung yang baru diangkat. Persaingan tersebut menyebabkan
eksekusi Yusuf (Januari 1646) dan deposisi Wazir Agung (Desember 1645).
Dengan kroni-kroninya yang
berkuasa, kecenderungan Ibrahim yang boros tidak terkendali. Dia mengangkat
delapan selir ke posisi yang disukai haseki (permaisuri kerajaan), memberikan
masing-masing kekayaan dan tanah. Setelah menikah secara resmi dengan selir
Telli Haseki, dia memerintahkan istana Ibrahim Pasha untuk dilapisi dengan bulu
musang dan diberikan kepadanya.
c. DEPOSISI DAN
EKSEKUSI
Ketidakpuasan massal
disebabkan oleh blokade Venesia di Dardanella—yang menciptakan kelangkaan di
ibu kota—dan pengenaan pajak yang tinggi selama perang ekonomi untuk membayar
keinginan Ibrahim. Pada tahun 1647 Wazir Agung Salih Pasha, Kösem Sultan, dan
şeyhülislam Abdürrahim Efendi gagal merencanakan untuk menggulingkan sultan dan
menggantikannya dengan salah satu putranya. Salih Pasha dieksekusi, dan Kösem
Sultan diasingkan dari harem.
Tahun berikutnya, Janissari
dan anggota ulama memberontak. Pada tanggal 8 Agustus 1648, Wazir Agung Aḥmed
Pasha yang korup dicekik dan dicabik-cabik oleh massa yang marah, mendapatkan
julukan anumerta "Hezarpare" ("seribu keping"). Di hari
yang sama, Ibrahim ditangkap dan dipenjarakan di Istana Topkapi. Kösem
memberikan persetujuan atas kejatuhan putranya, dengan mengatakan, "Pada
akhirnya dia tidak akan membiarkan Anda maupun saya hidup. Kami akan kehilangan
kendali atas pemerintah. Seluruh masyarakat hancur. Segera singkirkan dia dari
tahta."
Putra Ibrahim yang berusia
enam tahun, Meḥmed, diangkat menjadi sultan. Wazir agung yang baru, Ṣofu Meḥmed
Pasha, mengajukan petisi kepada syekh ul-Islam untuk fatwa yang menyetujui
eksekusi Ibrahim. Itu dikabulkan, dengan pesan "jika ada dua khalifah,
bunuh salah satunya". Kösem juga memberikan persetujuannya. Dua algojo
dikirim; salah satunya adalah algojo kepala yang pernah bertugas di bawah
Ibrahim.[16] Ketika algojo mendekat, dilaporkan bahwa kata-kata terakhir
Ibrahim adalah: "Apakah tidak ada seorang pun di antara mereka yang telah
memakan rotiku yang akan mengasihaniku dan melindungiku? Orang-orang kejam ini
datang untuk membunuhku. Mercy! Mercy! Mercy! Mercy!" " Saat ibunya,
Kösem Sultan, dan pejabat menyaksikan dari jendela istana, Ibrahim dicekik pada
18 Agustus 1648. Kematiannya adalah pembunuhan kedua dalam sejarah Kekaisaran
Ottoman.
d. KELUARGA
Selain delapan Haseki
Sultannya (kasus pertama dan satu-satunya dari koeksistensi beberapa Haseki
pada saat yang sama dan gejala hilangnya prestise dan eksklusivitas gelar yang
dimulai di bawah Murad IV) ia memiliki sejumlah besar selir. , yang hanya
beberapa yang diketahui. Namun, hanya Şivekar Sultan dan Hümaşah Sultan, yang
juga menjadi istri sahnya, yang memiliki kekuatan atau pengaruh politik yang
nyata atas sultan. Ibrahim sangat terkenal karena obsesi cintanya yang singkat
namun intens, seringkali dengan wanita yang bukan bagian dari haremnya dan
bahwa dia memiliki agen-agennya yang menjadi komandan di sekitar kota.
Anekdot lain yang terkait
dengan haremnya adalah hasrat Ibrahim terhadap wanita gemuk, yang akan membuat
Şivekar, yang disebut "wanita paling gemuk di Konstantinopel",
menjadi favoritnya, dan kisah bahwa dia menenggelamkan 280 selir di haremnya
karena rumor bahwa salah satu dari mereka memiliki hubungan terlarang dengan
seorang pria, sebuah anekdot namun ditolak oleh beberapa sejarawan karena
dibuat-buat atau dibesar-besarkan.
1)
PEMAISURI
Ibrahim I memiliki delapan
Haseki Sultan, yang terakhir juga merupakan istri sahnya, ditambah sejumlah
selir kecil yang diketahui dan tidak diketahui:
Semua Hasekis Ibrahim
menerima 1.000 aspers sehari kecuali Sultan Saliha Dilaşub yang menerima 1.300
aspers sehari. Ibrahim menghadiahkan pendapatan Bolu, Hamid, Nicopolis Sanjaks,
dan Syria Eyalet masing-masing kepada Saliha Dilaşub, Mahienver, Saçbağlı, dan
Şivekar. Dia juga mencurahkan perbendaharaan Mesir kepada Sultan Saçbağlı dan
Hümaşah, dan mempersembahkan Istana Ibrahim Pasha kepada Hümaşah. Permaisuri
yang dikenalnya adalah:
§ Turhan Sultan, BaşHaseki (Haseki Pertama) dan ibu,
Valide Sultan dan bupati Mehmed IV. Dia berasal dari Rusia dan nama aslinya
adalah Nadya. Setelah putranya naik takhta, dia melindungi anak-anak Ibrahim
yang tersisa dari eksekusi, yang mengakibatkan pengabaian Hukum Fraticide;
§ Saliha Dilaşub Sultan, juga disebut Aşub Sultan atau
Aşube Sultan. Dia adalah Haseki dan ibu kedua dan Valide Sultan Suleiman II,
dia adalah selir pertama Ibrahim. Dia berasal dari Serbia dan nama aslinya
adalah Katarina;
§ Muazzez Sultan, Haseki ketiga, dan ibu dari Ahmed II.
Dia mendahului putranya dan karena itu tidak pernah menjadi Valide Sultan;
§ Ayşe Sultan, Haseki keempat, dia dipanggil pada
Januari 1645. Dia berasal dari Tatar;
§ Mahienver Sultan, Haseki kelima, dia disebutkan
pertama kali pada 2 Mei 1646. Dia berasal dari Sirkasia;
§ Saçbağlı Sultan,[28] Haseki keenam, dia berasal dari
Sirkasia dan nama aslinya adalah Leyla;
§ Şivekar Sultan, Haseki ketujuh, dia disebut "wanita
paling gemuk di ibu kota" dan merupakan salah satu dari hanya dua pasangan
Ibrahim yang aktif secara politik. Dia keturunan Armenia dan nama aslinya
adalah Maria;
§ Hümaşah Sultan, satu-satunya istri sah Haseki
Kedelapan dan Ibrahim, setelah pernikahan dia dijuluki Telli Haseki. Dia
keturunan Georgia atau Sirkasia. Dia adalah satu dari hanya dua pasangan yang
aktif secara politik. Bertahun-tahun setelah kematian Ibrahim, pada tahun 1672
dia menikah lagi dengan Kaymakam dari Konstantinopel, Ibrahim Paşah;
§ Zafire Hatun. Disebut juga Zarife Hatun. Selir Georgia
Ibrahim saat dia masih Şehzade, dia hamil karena melanggar aturan harem. Kösem
Sultan, ibu Ibrahim, menyerahkannya ke kızları agasi Sümbül Ağa untuk
menenggelamkannya, tetapi pria itu menyembunyikannya di rumahnya, tempat dia
melahirkan putranya. Setelah mengetahui hal ini, Kösem mengasingkan mereka ke
Mesir, tetapi kapalnya diserang. Apakah anak itu diselamatkan dan dibawa ke
Malta, tidak diketahui apa yang terjadi pada Zafire;
§ Hubyar Hatun. Salah satu selir Ibrahim menjadi
tergila-gila untuk sementara waktu. Dia kemudian dibebaskan dan dinikahkan
dengan Ibrahim Aga;
§ Şekerpare Hatun. Selir pertama dan kemudian musahibe
(pendamping), bendahara dan nyonya rumah harem;
§ Sakizula Hatun. selir kecil;
§ Istri dari Wazir Agung Hezarpare Ahmed Paşah. Jatuh
cinta padanya, Ibrahim memaksanya menceraikan suaminya. Sebagai imbalannya,
baik Ahmed Paşah dan putranya menerima seorang putri Ibrahim sebagai istri,
masing-masing Beyhan Sultan kecil, pada waktu satu tahun (menurut beberapa
sumber dia kemudian dibesarkan oleh mantan istrinya), dan Safiye Sultan, sang
tertua;
§ Putri Şeyhülislam Muid Ahmed Efendi. Menurut A.L.
Castellan, Ibrahim meminta haremnya, tetapi ayahnya keberatan, sehingga sultan
menculiknya dari pemandian, dan kemudian mengirimnya pulang setelah beberapa
waktu.
2)
PUTRA
Ibrahim I memiliki setidaknya
sepuluh putra:
§ Şehzade (Fülan) (Sebelum 1640, Konstantinopel -) -
dengan Zafire Hatun. Dikandung saat Ibrahim masih Şehzade melanggar aturan
harem, Kösem Sultan, ibu Ibrahim, memerintahkan agar ibu hamil itu
ditenggelamkan. Dia diselamatkan dari kızları agasi dan melahirkan seorang
putra, yang kemudian dikenal sebagai "bajingan kasim hitam". Setelah
mengetahui hal ini, Kösem mengasingkan ketiganya ke Mesir, tetapi kapalnya
diserang. Anak itu dibawa ke Malta, di mana dia dinyatakan sebagai
"pangeran Ottoman". Dia kemudian menjadi Kristen dan berkhotbah
dengan nama "Bapa Ottoman". Menurut duta besar Venesia, sejarah
adalah salah satu faktor yang mendorong hubungan antara Kesultanan Utsmaniyah
dan Republik Venesia yang Paling Tenang pada tahun 1645.
§ Mehmed IV (2 Januari 1642, Konstantinopel – 6 Januari
1693, Edirne) – bersama Turhan Sultan. Ia menjadi sultan pada usia enam tahun,
setelah ayahnya digulingkan dan dibunuh.
§ Suleiman II (15 April 1642, Konstantinopel – 22 Juni
1691, Edirne) – dengan Aşub Sultan. Tiga bulan lebih muda dari Mehmed, oleh
karena itu dia dikurung di Kafes hampir sepanjang hidupnya ketika saudara
tirinya naik tahta. Dia akhirnya menjadi sultan setelah Mehmed IV.
§ Ahmed II (25 Februari 1643, Konstantinopel – 6
Februari 1695, Edirne) – bersama Muazzez Sultan. Dia menghabiskan sebagian
besar hidupnya dikurung di Kafes. Ia menjadi sultan setelah Suleiman II.
§ Şehzade Murad (April 1643, Konstantinopel – 16 Januari
1644, Konstantinopel).
§ Şehzade Selim (19 Maret 1644, Konstantinopel –
September 1669, Konstantinopel atau Edirne).
§ Şehzade Osman (Agustus 1644, Konstantinopel – 1646,
Konstantinopel).
§ Şehzade Bayezid (1 Mei 1646, Konstantinopel – Agustus
1647, Konstantinopel).
§ Şehzade Cihangir (14 Desember 1646, Konstantinopel – 1
Desember 1648, Konstantinopel) - dengan Şivekar Sultan;
§ Şehzade Orhan (Oktober 1648, Konstantinopel – Januari
1650, Konstantinopel) – bersama Hümaşah Sultan.
Pada satu titik, Ibrahim
sangat menyukai bayi laki-laki dari seorang budak wanita, sampai-sampai lebih
memilih anak yang tidak berhubungan dengan putranya Mehmed. Turhan, ibu Mehmed,
menjadi sangat cemburu dan melampiaskan amarahnya kepada Ibrahim, yang menjadi
marah dan menarik Mehmed dari pelukan Turhan dan melemparkannya ke kolam.
Mehmed akan tenggelam jika seorang pelayan tidak menyelamatkannya. Dia
ditinggalkan dengan bekas luka permanen di dahinya.
3)
PUTRI
Ibrahim I memiliki setidaknya
sembilan anak perempuan:
§ Safiye Sultan (1640, Konstantinopel -) - mungkin
bersama Saliha Dilaşub Sultan. Dia menikah dengan Baki Bey, putra Wazir Agung
Hezarpare Ahmed Paşah dari istri pertamanya.
§ Fatma Sultan (terakhir 1642, Konstantinopel –1657) -
mungkin dengan Turhan Sultan. Pada tahun 1645 ia menikah dengan Musahip
Silahdar Yusuf Paşah, yang dieksekusi pada tanggal 22 Januari 1646. Sebulan
kemudian, ayahnya menikahkannya dengan Musahib Fazlı Paşa, yang diasingkan
beberapa bulan setelahnya dan menceraikannya. Dia dimakamkan di masjid Yeni
Valide. Turhan Sultan merawat makamnya.
§ Gevherhan Sultan (1642, Konstantinopel – 27 Oktober
1694, Edirne) - kemungkinan bersama Muazzez Sultan. Ia menikah pertama kali
pada 23 November 1646 dengan Cafer Pasha, menikah kedua kalinya dengan
Laksamana Armada dan wazir Çavușzade Mehmed Pasha (meninggal 1681), menikah
ketiga pada 13 Januari 1692 dengan Helvacı Yusuf Pasha (meninggal 1714).
§ Beyhan Sultan (1645, Konstantinopel – 15 September
1700, dimakamkan di Mausoleum Süleyman I, Masjid Süleymaniye) - kemungkinan
bersama Turhan Sultan. Dia menikah pertama kali pada tahun 1646 dengan Kücük
Hasan Pasha, menikah kedua pada tahun 1647 dengan Wazir Agung Hezarpare Ahmed
Pasha (dibunuh pada tahun 1648), menikah ketiga dengan Uzun Ibrahim Pasha
(dieksekusi pada tahun 1683), menikah pada tahun 1689 dengan Bıyıklı Mustafa
Pasha (meninggal tahun 1699).
§ Ayşe Sultan (1646, Konstantinopel – 1675, Kairo). Dia
menikah tiga kali. Dia menikah dengan İbşir Mustafa Paşa pada tahun 1655 tetapi
suaminya dieksekusi pada tahun yang sama. Dia kemudian menikah dengan Defterdar
Ibrahim Paşah, gubernur Kairo, dan menjadi janda pada tahun 1664. Dia akhirnya
menikah dengan sepupunya, gubernur Buda dan Kairo Sultanzade Canbuladzade
Hüseyn Pasha, putra Fatma Sultan.
§ Atike Sultan (, Konstantinopel - 1665) - mungkin
dengan Turhan Sultan. Menikah pertama kali pada tahun 1648 dengan Sarı Kenan
Pasha (dieksekusi tahun 1659); menikah untuk kedua kalinya pada tahun 1659
dengan Boşnak İsmail Pasha (dibunuh pada tahun 1664), menikah ketiga kalinya
pada tahun 1665 dengan Hadim Mehmed Pasha dan dia meninggal tidak lama
kemudian.
§ Kaya Sultan (Konstantinopel - ). Dia menikah dengan
Haydarağazade Mehmed Paşa pada tahun 1649, yang dieksekusi pada tahun 1661.
§ Ümmügülsüm Sultan (Konstantinopel - 1654), dia disebut
juga Ümmi Sultan. Dia menikah pada 1654 dengan Abaza Ahmed Pasha (meninggal
1656). Dia meninggal segera setelah pernikahan.
§ Bican Sultan ( Konstantinopel -). Dia dilamar dengan
Kuloğlu Musahip Mustafa Paşah, tetapi dia menolaknya (dia kemudian menikahi
putri Mehmed IV, Hatice Sultan, pada tahun 1675). Dia kemudian menikah dengan
Cerrah Kasım Paşah, pada Januari 1666.
·
Mehmed IV
Mehmed
IV محمد الرابع |
Sultan Mehmed IV |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-19
|
Pemerintahan : 8 Agustus 1648 – 8 November 1687 Pendahulu : Ibrahim Penerus : Suleiman II |
Lahir : 2 Januari 1642. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 6 Januari 1693 (umur 51). Edirne,
Kekaisaran Ottoman Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Masjid Baru,
Istanbul, Turki Permaisuri : Emetullah Rabia Gülnuş Sultan &
Afif Hatun |
Nama : Mehmed bin Ibrahim Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Ibrahim Ibu : Turhan Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Mehmed IV (Turki Utsmaniyah: محمد
رابع, diromanisasi: Meḥmed-i rābi; bahasa Turki: IV. Mehmed; 2 Januari 1642 – 6
Januari 1693) juga dikenal sebagai Mehmed si Pemburu (bahasa Turki: Avcı
Mehmed) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari 1648 hingga 1687. Dia naik
takhta pada usia enam tahun setelah ayahnya digulingkan dalam kudeta. Mehmed
kemudian menjadi sultan terlama kedua yang memerintah dalam sejarah Ottoman
setelah Suleiman yang Agung. Sementara tahun-tahun awal dan terakhir
pemerintahannya ditandai dengan kekalahan militer dan ketidakstabilan politik,
selama tahun-tahun pertengahannya ia mengawasi kebangkitan kembali kekayaan
kekaisaran yang terkait dengan era Köprülü. Mehmed IV dikenal oleh orang-orang
sezaman sebagai penguasa yang sangat saleh, dan disebut sebagai gazi, atau
"prajurit suci" karena perannya dalam banyak penaklukan yang
dilakukan selama masa pemerintahannya yang panjang.
Di bawah pemerintahan Mehmed
IV, kekaisaran mencapai puncak ekspansi teritorialnya di Eropa. Sejak usia muda
dia mengembangkan minat dalam berburu, yang dia dikenal sebagai avcı (diterjemahkan
sebagai "Pemburu"). Pada 1687, Mehmed digulingkan oleh tentara yang
kecewa dengan jalannya Perang Liga Suci yang sedang berlangsung. Dia kemudian
pensiun ke Edirne, di mana dia tinggal dan meninggal karena sebab alamiah pada
tahun 1693.
a. MASA MUDA
Kaisar muda Mehmed IV
Lahir di Istana Topkapi,
Konstantinopel, pada tahun 1642, Mehmed adalah putra Sultan Ibrahim (1640–1648)
dari Turhan Sultan, selir asal Rusia, dan cucu dari Kösem Sultan asal Yunani.
Segera setelah kelahirannya, ayah dan ibunya bertengkar, dan Ibrahim sangat
marah sehingga dia merenggut Mehmed dari pelukan ibunya dan membuang bayi itu
ke dalam sebuah tangki air. Mehmed diselamatkan oleh para pelayan harem. Namun,
ini membuat Mehmed memiliki bekas luka seumur hidup di kepalanya.
b. MEMERINTAH
1)
PENCAPAIAN
Mehmed naik tahta pada tahun
1648 pada usia enam tahun, selama masa yang sangat tidak stabil untuk dinasti
Ottoman. Pada tanggal 21 Oktober 1649, Mehmed bersama saudara laki-lakinya
Suleiman dan Ahmed disunat.
Kösem Sultan, nenek dan bupati
Mehmed, dicurigai mendukung para pemberontak dan merencanakan untuk meracuni
sultan dan menggantikannya dengan adik tirinya, Suleiman. Akibatnya, Mehmed
setuju untuk menandatangani surat kematian neneknya pada September 1651.
Kekaisaran menghadapi intrik
istana serta pemberontakan di Anatolia, kekalahan angkatan laut Ottoman oleh
Venesia di luar Dardanella, dan kekurangan makanan yang menyebabkan kerusuhan
di Konstantinopel. Dalam keadaan seperti inilah ibu Mehmed memberikan Köprülü
Mehmed Pasha kekuasaan eksekutif penuh sebagai Wazir Agung. Köprülü mulai
menjabat pada 14 September 1656. Mehmed IV memimpin era Köprülü, periode yang
sangat stabil dalam sejarah Utsmaniyah. Mehmed dikenal sebagai Avcı,
"Pemburu", karena latihan di luar ruangan ini menyita sebagian besar
waktunya.
2)
PERANG
Pengepungan Candia
oleh tentara Ottoman
Pemerintahan Mehmed terkenal
karena kebangkitan kekayaan Ottoman yang dipimpin oleh Wazir Agung Köprülü
Mehmed dan putranya Fazıl Ahmed. Mereka merebut kembali kepulauan Aegean dari
Venesia, dan Kreta, selama Perang Kreta (1645–1669). Mereka juga melakukan
kampanye yang sukses melawan Transylvania (1660) dan Polandia (1670–1674).
Ketika Mehmed IV menerima pengikut Petro Doroshenko, pemerintahan Ottoman
meluas ke Podolia dan Tepi Kanan Ukraina. Peristiwa ini akan membawa Utsmaniyah
ke dalam Perang Rusia-Turki (1676–1681). Wazir berikutnya, putra angkat Köprülü
Mehmed Merzifonlu Kara Mustafa, memimpin kampanye melawan Rusia, mengepung
Chyhyryn pada tahun 1678 dengan 70.000 orang. Dia selanjutnya mendukung
pemberontakan Hongaria Imre Thököly tahun 1683 melawan pemerintahan Austria,
menggiring pasukan besar melalui Hongaria dan mengepung Wina. Pada Pertempuran
Wina di Dataran Tinggi Kahlenberg, Kesultanan Utsmaniyah menderita kekalahan telak
oleh pasukan Polandia-Lituania yang terkenal dipimpin oleh Raja John III
Sobieski (1674–1696), dan sekutunya, terutama tentara Kekaisaran.
Mehmed IV saat
remaja, dalam prosesi dari Istanbul ke Edirne pada tahun 1657
Pada tahun 1672 dan 1673,
sultan, yang memulai dua kampanye Polandia-Lituania dengan serdar-ı ekrem dan
Wazir Agung Fazıl Ahmed Pasha, dan akuisisi Kastil Kamaniçi, kembali ke Edirne
setelah penandatanganan Perjanjian Bucaş.
3)
KEBAKARAN
TAHUN 1660
Kebakaran 4–5 Juli 1660
adalah kebakaran terburuk yang pernah dialami Istanbul hingga saat itu. Itu
dimulai di Eminönü dan menyebar ke sebagian besar semenanjung bersejarah,
membakar sebagian besar kota. Bahkan menara masjid Suleiman I dibakar. Dua
pertiga dari Istanbul berubah menjadi abu dalam kobaran api, sebanyak empat
puluh ribu orang tewas. Ribuan orang tewas dalam kelaparan dan wabah penyakit
yang mengikuti kebakaran itu. Setelah kebakaran, dinasti tersebut mengusir
orang Yahudi dari petak luas Istanbul, menyita sinagog dan rumah mereka
sehingga Yeni Cami (Masjid Baru) dan Spice Bazaar (Pasar Mesir) dapat dibangun
sebagai gantinya.
4)
PERANG
TURKI HEBAT
Lukisan yang
menggambarkan Pertempuran Wina tahun 1683 oleh Gonzales Franciscus Casteels.
Pada 12 September 1683,
Austria dan sekutu Polandia-Lituania mereka di bawah Raja John III Sobieski
memenangkan Pertempuran Wina dengan serangan sayap yang menghancurkan yang
dipimpin oleh kavaleri Polandia Sobieski. Turki mundur ke Hongaria, namun ini
hanyalah awal dari Perang Turki Besar, karena pasukan Liga Suci memulai
kampanye sukses mereka untuk mendorong Utsmaniyah kembali ke Balkan.
5)
HIDUP DAN
MATI NANTI
Kekaisaran Ottoman di
bawah Mehmed IV. Daerah hijau muda adalah negara bawahan
Pada Mei 1675, putra Mehmed
IV Mustafa II dan Ahmed III disunat dan putrinya Hatice Sultan menikah.
Kekaisaran merayakannya dengan Festival Edirne Terkenal untuk menandai
kesempatan itu. Silahdar Findikli Mehmed Aga menggambarkan Mehmed bertubuh
sedang, gempal, berkulit putih, berwajah terbakar matahari, dengan janggut
jarang, condong ke depan dari pinggang ke atas karena sering bersepeda.
1680 menyaksikan satu-satunya
rajam yang diketahui sampai mati terhadap seorang wanita yang dihukum karena
perzinahan di Ottoman Istanbul. Wanita yang tidak disebutkan namanya itu
dilempari batu sampai mati di Hippodrome Istanbul setelah diduga ditangkap
sendirian dengan seorang pria Yahudi, melanggar hukum Ottoman yang melarang
hubungan seksual antara pria Kristen atau Yahudi dan wanita Muslim. Mehmed IV
menyaksikan eksekusi ganda: dia menawarkan pria itu masuk Islam untuk
menghindari hukuman rajam sampai mati (sebagai gantinya dia dipenggal).
Pengepungan pasukan
Kristen bersatu di Buda, 1686, oleh Frans Geffels
Setelah Pertempuran Mohács
kedua (1687), Kesultanan Utsmaniyah mengalami krisis yang parah. Terjadi
pemberontakan di antara pasukan Ottoman. Komandan dan Wazir Agung, Sarı
Süleyman Pasha, menjadi takut bahwa dia akan dibunuh oleh pasukannya sendiri
dan melarikan diri dari komandonya, pertama ke Beograd dan kemudian ke
Istanbul. Saat berita kekalahan dan pemberontakan tiba di Istanbul pada awal
September, Abaza Siyavuş Pasha diangkat sebagai komandan dan segera setelah itu
sebagai Wazir Agung. Namun, sebelum dia dapat mengambil alih komandonya,
seluruh Tentara Utsmaniyah telah bubar dan pasukan rumah tangga Utsmaniyah
(Janisari dan sipahi) mulai kembali ke markas mereka di Istanbul di bawah
perwira berpangkat rendah mereka sendiri. Sarı Suleiman Pasha dieksekusi, dan
Sultan Mehmed IV mengangkat komandan Selat Istanbul, Köprülü Fazıl Mustafa
Pasha, sebagai bupati Wazir Agung di Istanbul. Fazıl Mustafa berkonsultasi
dengan para pemimpin tentara yang ada dan negarawan Utsmani terkemuka lainnya.
Setelah itu, pada 8 November
1687, diputuskan untuk menggulingkan Sultan Mehmed IV dan menobatkan saudaranya
Suleiman II sebagai Sultan baru. Mehmed digulingkan oleh pasukan gabungan
Janissari dan Sekban yang dipimpin oleh Osman Pasha. Mehmed kemudian
dipenjarakan di Istana Topkapi. Namun, dia diizinkan meninggalkan Istana dari
waktu ke waktu, karena dia meninggal di Istana Edirne pada tahun 1693. Dia
dimakamkan di makam Sultan Turhan, dekat masjid ibunya di Konstantinopel. Pada
tahun 1691, beberapa tahun sebelum kematiannya, sebuah plot ditemukan di mana
ulama senior kekaisaran berencana untuk mengembalikan Mehmed ke atas takhta
sebagai tanggapan atas kesehatan yang buruk dan kematian penggantinya, Suleiman
II yang akan segera terjadi.
Gadis harem favorit Mehmed
adalah Gülnuş Sultan, seorang gadis budak dan kemudian istrinya. Dia ditawan di
Rethymno (Resmo Turki) di pulau Kreta. Kedua putra mereka, Mustafa II dan Ahmed
III, masing-masing menjadi Sultan Ottoman selama 1695–1703 dan 1703–1730.
c. KELUARGA
1)
PEMAISURI
Mehmed IV memiliki Sultan
Haseki dan beberapa selir sekunder. Namun, kurangnya informasi tentang mereka
(kecuali Haseki-nya) dan jumlah anak yang relatif sedikit telah menimbulkan
kontroversi mengenai keberadaan beberapa dari mereka yang sebenarnya. Permaisuri
Mehmed IV yang dikenal adalah:
§ Emetullah Rabia Gülnuş Sultan. Berasal dari Yunani,
nama aslinya adalah Evmania Voria. Dia adalah selir pertama Mehmed IV dan yang
paling dicintai, Haseki dan ibu dari dua sultan. Dia menjadi sangat terkenal
karena banyak perjalanannya, pertama menemani sultan dan kemudian kedua putranya
kemanapun mereka pergi. Masjid Yeni Valide dibangun untuk menghormatinya oleh
putranya Ahmed III.
§ Afif Hatun. Juga disebut Afife Kadın, dia adalah
favorit kedua Mehmed dan seorang penyair wanita. Selama periode pengurungan di
Eski Saray setelah deposisi Mehmed IV, dia menulis syair yang didedikasikan
untuk rasa sakitnya dan Gülnuş, yang "berteriak sampai paru-parunya
sakit", sementara Mehmed, di kamarnya, menangis karena tidak ada. mampu
menghiburnya. Mehmed mendedikasikan beberapa puisi untuknya juga.[14]
§ Gulnar Hatun. Juga disebut Gülnar Kadın. Keberadaannya
kontroversial, dengan beberapa sejarawan berspekulasi bahwa dia mungkin adalah
Gülnuş sendiri, yang namanya salah eja oleh beberapa orang.
§ Nevruz Hatun. Juga dikenal sebagai Nevruz Kadın, dia
mendirikan sebuah sekolah di lingkungan Süleymaniye.
§ Güneş Hatun. Keberadaannya kontroversial, dengan
beberapa sejarawan berspekulasi bahwa dia mungkin adalah Gülnuş sendiri, yang
namanya salah eja oleh beberapa orang.
§ Gulbeyaz Hatun. Ibu dari seorang putri, menurut kronik
dia dibunuh karena cemburu oleh Gülnuş, yang melemparkannya dari tebing, atau
membunuhnya dengan cara dicekik. Keberadaannya kontroversial.
§ Hatice Hatun. Dia dibunuh oleh "Güneş Hatun"
(Gülnuş sendiri menurut beberapa sejarawan). Keberadaannya kontroversial.
§ Cihanşah Hatun.
§ Dürriye Hatun.
§ Kaniye Hatun.
§ Rukiye Hatun.
§ Siyavuş Hatun.
§ Rabia Hatun. Juga disebut Rabia Kadin. Keberadaan yang
tidak pasti, dia adalah seorang penyair. Bisa jadi nama samaran Afife Hatun.
2)
PUTRA
Mehmed IV memiliki setidaknya
empat putra:
§ Mustafa II (6 Februari 1664 atau 5 Juni 1664 – 30
Desember 1703) – putra dari Gülnuş Sultan. Sultan ke-22 Kekaisaran Ottoman.
§ Ahmed III (31 Desember 1673 – 1 Juli 1736) – putra
dari Gülnuş Sultan. Ia lahir di Rumania, sultan pertama yang dilahirkan oleh
Turki sejak masa Suleiman I. Sultan ke-23 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Bayezid (15 Desember 1678 – 18 Januari 1679,
dimakamkan di Mausoleum Sultan Mustafa I, Hagia Sophia)
§ Şehzade Süleyman (13 Februari 1681 - sebelum 1691).
3)
PUTRI
Mehmed IV memiliki setidaknya
tujuh anak perempuan:
§ Hatice Sultan (1660 – 5 Juli 1743), putri dari Gülnuş
Sultan, Dia menikah dua kali dan dia memiliki lima putra dan seorang putri.
§ Ayşe Sultan (1673 - 1676) - putri dari Gülnuş Sultan.
Dijuluki Küçük Sultan, yang berarti "putri kecil". Pada usia sekitar
dua tahun dia dijodohkan dengan Kara Mustafa Paşah, namun bayi perempuan
tersebut meninggal tak lama kemudian dan pernikahan tersebut tidak pernah
terjadi.
§ Fatma Emetullah Sultan (antara 1676 dan 1680 – 13 Desember
1700) - putri dari Gülnuş Sultan. Dia menikah dua kali dan dia memiliki dua
anak perempuan.
§ Ümmügülsüm Sultan (antara 1676 dan 1689 - 1720 atau
sebelumnya) - putri dari Gülnuş Sultan. Disebut juga Ümmi Sultan atau Gülsüm
Sultan. Dia adalah keponakan favorit pamannya Ahmed II, yang setelah deposisi
ayahnya memperlakukannya sebagai putrinya, sedemikian rupa sehingga dia
menahannya di pengadilan bersamanya, tidak seperti saudara perempuannya. Dia
menikah sekali dan memiliki tiga anak perempuan. Dia meninggal sebelum berusia
empat puluh tahun dan dimakamkan di Masjid Yeni Cami.
§ Fülane Sultan (1668 - ). Ia menikah dengan Kasım
Mustafa Paşah, gubernur Edirne, pada tahun 1687.
§ Fülane Sultan ( - ) - diduga putri dengan Gülbeyaz
Hatun.
§ Gevherhan Sultan (-). Disebut juga Gevher Sultan.
·
Suleiman II
Suleiman
II سليمان
الثاني |
Sultan Suleiman II |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-20
|
Pemerintahan : 8 November 1687 – 22 Juni 1691 Pendahulu : Mehmed IV Penerus : Ahmed II |
Lahir : 15 April 1642. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 22 Juni 1691 (umur 49). Istana Edirne,
Edirne, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Masjid Süleymaniye, Istanbul, Turki |
Nama : Sulaiman bin Ibrahim Dinasti : Ottoman Ayah : Ibrahim Ibu : Saliha Dilaşub Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Suleiman II (15 April 1642 –
22 Juni 1691) (Turki Utsmaniyah: سليمان ثانى Süleymān-i sānī) adalah Sultan
Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1687 hingga 1691. Setelah naik takhta oleh
pemberontakan bersenjata, Suleiman dan wazir agungnya Fazıl Mustafa Pasha
berhasil mengubah gelombang Perang Liga Suci, merebut kembali Beograd pada
tahun 1690, serta melakukan reformasi fiskal dan militer yang signifikan.
a. MASA MUDA
Suleiman II lahir pada
tanggal 15 April 1642 di Istana Topkapı di Konstantinopel, putra Sultan Ibrahim
dan Sultan Aşub, seorang wanita Serbia yang awalnya bernama Katarina. Suleiman
hanya 3 bulan lebih muda dari saudara tirinya Mehmed IV, yang lahir pada
tanggal 2 Januari 1642. Setelah deposisi dan eksekusi ayahnya pada tahun 1648,
saudara tiri Suleiman, Mehmed, naik tahta. Pada tanggal 21 Oktober 1649,
Suleiman bersama saudara laki-lakinya Mehmed dan Ahmed disunat.
Pada tahun 1651, Suleiman
dikurung di Kafes, sebuah penjara mewah bagi para pangeran kerajaan di dalam
Istana Topkapı. Hal itu dilakukan untuk menghindari pemberontakan. Dia tinggal
di sana selama 36 tahun sampai dia naik tahta pada tahun 1687.
b. MEMERINTAH
Sesaat sebelum naik tahta,
Kesultanan Utsmaniyah mengalami kekalahan besar pada Pertempuran Mohács kedua
pada tahun 1687. Pada tahun 1688, Suleiman II meminta bantuan Kaisar Mughal
Aurangzeb untuk melawan pasukan Austria yang bergerak cepat, selama Perang
Utsmaniyah–Habsburg, tetapi kebanyakan Pasukan Mughal terlibat dalam Perang Deccan
dan Aurangzeb mengabaikan permintaan Suleiman untuk memberikan bantuan formal
kepada sekutu Ottoman mereka yang putus asa.
Larangan alkohol sebelumnya
(yang dilanggar secara terbuka di Istanbul dan Galata) didorong di bawah
Suleiman, di mana dia berhasil menghancurkan beberapa toko alkohol, tetapi ini
hanya menyebabkan pemiliknya membawa lebih banyak alkohol.
Suleiman II menunjuk Köprülü
Fazıl Mustafa Pasha sebagai Wazir Agungnya pada tahun 1689, yang mengarah pada
penaklukan kembali Beograd pada tahun 1690. Belakangan, ancaman dari Kekaisaran
Rusia diperbarui ketika mereka bergabung dalam aliansi dengan kekuatan Eropa
lainnya, sementara Utsmaniyah telah kehilangan kekuasaan. dukungan dari
pengikut Krimea mereka, yang dipaksa untuk mempertahankan diri dari beberapa
invasi Rusia. Di bawah kepemimpinan Köprülü, Kesultanan Utsmaniyah menghentikan
gerak maju Austria ke Serbia dan menumpas pemberontakan di Makedonia dan
Bulgaria sampai Köprülü terbunuh dalam Pertempuran Slankamen oleh pasukan
Austria.
c. KELUARGA
Suleiman II mengangkat enam selir yang diketahui ke pangkat permaisuri,
dengan gelar Kadin, digunakan untuk pertama kalinya sebagai gelar daripada
pangkat.
Dia memberi mereka berbagai permata dan benda berharga milik Muazzez
Sultan, salah satu Sultan Haseki ayahnya. Hadiah ini diminta ketika Ahmed II,
putra Muazzez, menggantikan Suleiman II di atas takhta.
Permaisuri Suleiman II yang dikenal adalah:
1) Hatice Kadin.
BaşKadin (permaisuri pertama).
2) Behzad Kadin. Dia
menerima bros dan cincin berlian milik Muazzez Sultan.
3) Süğlün Kadın. Dia
menerima sepasang anting-anting mutiara, sepasang berlian dan satu set liontin
dengan 83 mutiara.
4) Şehsuvar Kadın. Dia
menerima mangkuk wudhu bertatahkan mutiara dan sepasang anting-anting.
5) Zeyneb Kadin. Dia
menerima perhiasan sebagai hadiah pada tahun 1691.
6) İvaz Kadın. Dia
menerima perhiasan sebagai hadiah pada tahun 1691.
Meski memiliki enam selir, Suleiman II tetap tidak memiliki anak. Tidak
diketahui apakah ini karena kemandulannya, kurangnya minat seksual, atau
kondisi kesehatannya yang genting, yang memaksanya terbaring di tempat tidur
selama paruh terakhir masa pemerintahannya yang singkat.
d. KEMATIAN
Suleiman II mengalami koma
dan kemudian dibawa ke Edirne pada tanggal 8 Juni 1691. Ia meninggal pada
tanggal 22 Juni 1691 dan jenazahnya dimakamkan di makam Suleiman yang Agung di
Masjid Süleymaniye di Istanbul. Saudaranya Ahmed menggantikannya sebagai
Sultan.
·
Ahmed II
Ahmed
III أحمد الثالث |
Sultan Ahmed II |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-21
|
Pemerintahan : 22 Agustus 1703 – 20 September 1730 Pendahulu : Mustafa II Penerus : Mahmud I |
Lahir : 30 Desember 1673. Hacıoğlu Pazarcık,
Kekaisaran Ottoman (sekarang Dobrich, Bulgaria) Meninggal : 1 Juli 1736 (umur 62). Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman (sekarang Istanbul, Turki) Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Istanbul Permaisuri : Mihrişah Kadın & Şermi Kadın |
Nama : Ahmad bin Mehmed Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Mehmed IV Ibu : Gülnuş Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Ahmed II (Turki Utsmaniyah: احمد
ثانی Aḥmed-i sānī) (25 Februari 1643 – 6 Februari 1695) adalah Sultan
Kesultanan Utsmaniyah.
a. MASA MUDA
Ahmed II lahir pada tanggal
25 Februari 1643 atau 1 Agustus 1642, putra dari Sultan Ibrahim dan Muazzez
Sultan. Pada tanggal 21 Oktober 1649, Ahmed, bersama saudara laki-lakinya
Mehmed dan Suleiman disunat. Selama masa pemerintahan kakak laki-lakinya, Ahmed
dipenjarakan di Kafes, dan dia tinggal di sana selama hampir 43 tahun.
b. MEMERINTAH
Selama masa pemerintahannya,
Ahmed II mencurahkan sebagian besar perhatiannya pada perang melawan Habsburg
dan terkait dengan kebijakan luar negeri, masalah pemerintahan dan ekonomi.
Dari jumlah tersebut, yang paling penting adalah reformasi pajak dan pengenalan
sistem pertanian pajak seumur hidup (malikâne). Menyusul pemulihan Beograd di
bawah pendahulunya, Suleiman II, perbatasan militer mencapai jalan buntu yang
sulit di Danube, dengan Habsburg tidak lagi dapat maju ke selatan, dan Ottoman
mencoba, akhirnya tidak berhasil, untuk mendapatkan kembali inisiatif di utara
itu.
Ahmed III di Darbar
Kekaisaran Istana Topkapi.
Di antara fitur terpenting
dari pemerintahan Ahmed adalah ketergantungannya pada Köprülüzade Fazıl Mustafa
Pasha. Setelah naik takhta, Ahmed II mengukuhkan Fazıl Mustafa Pasha di
kantornya sebagai wazir agung. Menjabat sejak 1689, Fazıl Mustafa Pasha berasal
dari keluarga wazir agung Köprülü, dan seperti kebanyakan pendahulunya Köprülü
di kantor yang sama, adalah seorang administrator dan komandan militer yang
cakap. Seperti ayahnya Köprülü Mehmed Pasha (wazir agung, 1656–61) sebelum dia,
Fazıl Mustafa Pasha memerintahkan pemecatan dan eksekusi puluhan pejabat negara
yang korup dari rezim sebelumnya dan menggantikan mereka dengan orang-orang
yang setia kepada dirinya sendiri. Dia merombak sistem pajak dengan
menyesuaikannya dengan kemampuan pembayar pajak yang terkena dampak perang
terakhir. Dia juga mereformasi mobilisasi pasukan dan meningkatkan kumpulan
wajib militer yang tersedia untuk tentara dengan menyusun anggota suku di
Balkan dan Anatolia. Pada bulan Oktober 1690, Fazıl Mustafa Pasha merebut kembali
Beograd, benteng utama yang menguasai pertemuan sungai Danube dan Sava; di
tangan Ottoman sejak 1521, benteng tersebut telah ditaklukkan oleh Habsburg
pada tahun 1688.
Kemenangan Fazıl Mustafa
Pasha di Beograd adalah pencapaian militer besar yang memberikan harapan kepada
Utsmaniyah bahwa bencana militer pada tahun 1680-an—yang telah menyebabkan
hilangnya Hongaria dan Transilvania, kerajaan bawahan Utsmaniyah yang
diperintah oleh pangeran Hongaria yang pro-Istanbul—dapat dibalikkan . Namun,
kesuksesan Ottoman terbukti tidak bertahan lama. Pada tanggal 19 Agustus 1691,
Fazıl Mustafa Pasha menderita kekalahan telak di Pertempuran Slankamen di
tangan Louis William, panglima tertinggi Habsburg di Hongaria, yang dijuluki
"Türkenlouis" (Louis si Turki) atas kemenangannya melawan Ottoman.
Dalam konfrontasi tersebut, yang diakui oleh orang-orang sezaman sebagai
"pertempuran paling berdarah abad ini", Ottoman menderita kerugian
besar: 20.000 orang, termasuk wazir agung. Bersamanya, sultan kehilangan komandan
militernya yang paling cakap dan anggota terakhir dari keluarga Köprülü, yang
selama setengah abad sebelumnya berperan penting dalam memperkuat militer
Utsmaniyah.
Di bawah penerus Fazıl
Mustafa Pasha, Ottoman mengalami kekalahan lebih lanjut. Pada bulan Juni 1692,
Habsburg menaklukkan Oradea, kursi gubernur Ottoman (beylerbeyi) sejak 1660.
Pada 1694, mereka berusaha merebut kembali Oradea, tetapi tidak berhasil. Pada
12 Januari 1695, mereka menyerahkan benteng Gyula, pusat sanjak Utsmaniyah
(subprovinsi) sejak 1566. Dengan jatuhnya Gyula, satu-satunya wilayah yang
masih berada di tangan Utsmaniyah di Hongaria adalah di sebelah timur Sungai
Tisza dan di sebelah timur Sungai Tisza. selatan sungai Maros, dengan pusatnya
di Timișoara. Tiga minggu kemudian, pada 6 Februari 1695, Ahmed II meninggal di
Istana Edirne.
c. KELUARGA
1)
PEMAISURI
Ahmed II memiliki dua
permaisuri yang dikenal:
§ Rabia Sultan (meninggal Istana Eski, Istanbul, 14
Januari 1712, dimakamkan di Mausoleum Suleiman I, Masjid Süleymaniye). permaisuri
Ahmed II yang paling dicintai dan sultan haseki terakhir dari Kekaisaran
Ottoman;
§ Şayeste Hatun (meninggal tahun 1710, Istana Eski,
Istanbul). Selir kedua Ahmed II, mungkin ibu dari putri-putrinya yang lain.
2)
PUTRA
Ahmed II memiliki dua putra:
§ Şehzade İbrahim (Istana Edirne, Edirne, 6 Oktober 1692
– Istana Topkapi, Istanbul, 4 Mei 1714, dimakamkan di Mausoleum Mustafa I,
Hagia Sophia), dengan Rabia Sultan, saudara kembar Selim, menjadi putra mahkota
pada 22 Agustus 1703 sampai kematiannya;
§ Şehzade Selim (Istana Edirne, Edirne, 6 Oktober 1692 –
Istana Edirne, Edirne, 15 Mei 1693, dimakamkan di Mausoleum Sultan Mustafa,
Hagia Sophia), bersama Rabia Sultan, saudara kembar Ibrahim.
3)
PUTRI
Ahmed II kemungkinan besar
memiliki tiga anak perempuan:
§ Asiye Sultan (Istana Edirne, Edirne, 23 Oktober 1694 –
Istana Eski, Bayezid, Istanbul, 9 Desember 1695, dimakamkan di Mausoleum
Suleiman I, Masjid Süleymaniye), bersama Rabia Sultan;
§ Atike Sultan (lahir 24 Oktober 1694). Keberadaannya
kontroversial. Karena nama yang mirip dan tanggal lahir yang hampir sama,
beberapa sejarawan percaya bahwa dia mungkin adalah Asiye sendiri, yang
kelahirannya salah dicatat oleh beberapa orang atau bahwa Atike adalah nama
kedua Asiye. Jika dia benar-benar putri yang berbeda, dia mungkin putri Şayeste
Hatun.
§ Hatice Sultan, mungkin dengan Şayeste Hatun.
Selain putrinya, Ahmed II
sangat dekat dengan keponakannya Ümmügülsüm Sultan, putri dari saudara tirinya
Mehmed IV, sedemikian rupa sehingga dia memperlakukannya seolah-olah dia adalah
putrinya sendiri.
·
Mustafa II
Mustafa
II مصطفى الثاني |
Sultan Mustafa II |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-22
|
Pemerintahan : 6 Februari 1695 – 22 Agustus 1703 Pendahulu : Ahmad II Penerus : Ahmad III |
Lahir : 6 Februari 1664. Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran
Ottoman Meninggal : 29 Desember 1703 (umur 39). Istana
Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman Makam : Turhan Sultan, Masjid Baru, Istanbul Permaisuri : 1. Saliha Kadin 2. Şehsuvar Kadin 3. Afife Kadin |
Nama : Mustafa bin Mehmed Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Mehmed IV Ibu : Gülnuş Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Mustafa II (bahasa Turki
Utsmani: مصطفى ثانى Muṣṭafā-yi sānī; 6 Februari 1664 – 28 Desember 1703) adalah
Sultan Turki Utsmani dari 1695 hingga 1703. Ia adalah putra sultan Mehmet IV
(1648–87) dan turun tahta demi kepentingan saudaranya Ahmed III (1703–30) pada
1703.
a. MASA MUDA
Ia lahir di Istana Edirne
pada tanggal 6 Februari 1664. Ia adalah putra Sultan Mehmed IV (1648–87) dan
Gülnuş Sultan, aslinya bernama Evmenia, yang merupakan keturunan Kreta Yunani.
Mustafa II turun tahta demi saudaranya Ahmed III (1703–30) pada 1703.
Mustafa II mengenakan
baju besi lengkap
Lahir di Edirne, masa kecil
Mustafa berlalu di sini. Saat berada di Mora Yenişehiri bersama ayahnya pada
tahun 1669, dia mengambil pelajaran pertama dari Mehmed Efendi pada upacara
bed-i besinele. Guru menulisnya adalah ahli kaligrafi terkenal Hafiz Osman.
Pada 1675, dia dan saudara laki-lakinya Ahmed disunat dan saudara perempuannya
Hatice Sultan dan Fatma Sultan menikah. Perayaan itu berlangsung selama 20
hari.
b. MEMERINTAH
1)
PERANG
TURKI HEBAT
Selama masa pemerintahannya,
Perang Besar Turki yang dimulai pada tahun 1683 masih berlangsung. Setelah
kegagalan Pengepungan Wina kedua (1683), Liga Suci merebut sebagian besar
wilayah Kekaisaran di Eropa. Tentara Habsburg datang sejauh ini Niš, Serbia
modern, sebelum didorong kembali melintasi Danube pada tahun 1690. Sultan
Mustafa II bertekad untuk merebut kembali wilayah yang hilang di Hongaria dan
oleh karena itu dia secara pribadi memimpin pasukannya.
2)
PENANGKAPAN
CHIOS
Pertama, angkatan laut
Utsmaniyah merebut kembali pulau Chios setelah mengalahkan Armada Venesia dua
kali, dalam Pertempuran Kepulauan Oinousses (1695) dan dalam Pertempuran Chios
(1695), pada Februari 1695. Pada Juni 1695, Mustafa II meninggalkan Edirne
menuju kampanye militer pertamanya melawan Kekaisaran Habsburg. Pada September
1695 kota Lipova direbut. Pada tanggal 18 September 1695, Angkatan Laut Venesia
kembali dikalahkan dalam kemenangan angkatan laut di Zeytinburnu. Beberapa hari
kemudian tentara Habsburg dikalahkan di Pertempuran Lugos. Setelah itu Tentara
Ottoman kembali ke ibu kota. Sementara itu, benteng Ottoman di Azov berhasil
dipertahankan dari pengepungan pasukan Rusia.
Pertempuran Zenta
Saat Mustafa berusaha
mewujudkan pikirannya dengan cepat, pulau Chios, yang sebelumnya jatuh ke
tangan Venesia, direbut kembali saat itu, Tatar Krimea Shahbaz Giray memasuki
wilayah Polandia dan melanjutkan ke Lemberg, dan kembali dengan banyak tawanan
dan barang rampasan. Ada laporan bahwa Venesia dipengaruhi oleh pasukan Ottoman
di front Herzegovina di Peloponnese. Terutama pemulihan Chios dianggap
menguntungkan dan dirayakan dengan pesta besar di Edirne. Sementara itu, tip
dari warga dibagikan kepada warga setempat.
3)
PERANG
HASBURG
Pada April 1696 Mustafa II
meninggalkan Edirne untuk kampanye militer keduanya melawan Kekaisaran
Habsburg. Pada Agustus 1696, Rusia mengepung Azov untuk kedua kalinya dan
merebut benteng tersebut. Pada Agustus 1696 pasukan Ottoman mengalahkan tentara
Habsburg di Pertempuran Ulas dan di Pertempuran Cenei. Setelah kemenangan ini,
pasukan Ottoman merebut Timișoara dan Koca Cafer Pasha ditunjuk sebagai
pelindung Beograd. Setelah itu tentara kembali ke ibukota Ottoman.
Pada Juni 1697 Mustafa II
meninggalkan ibu kota dalam kampanye militer ketiganya melawan Kekaisaran
Habsburg. Namun, Tentara Ottoman mengalami kekalahan dalam Pertempuran Zenta
dan Wazir Agung Elmas Mehmed Pasha tewas dalam pertempuran tersebut. Setelah
itu Ottoman menandatangani perjanjian dengan Liga Suci.
Peristiwa paling traumatis
dari pemerintahannya adalah hilangnya Hongaria oleh Perjanjian Karlowitz pada
tahun 1699.
Namun, bahkan jika kekuatan
Utsmaniyah tampaknya menyusut di satu sisi kekaisaran, ini tidak berarti bahwa
upaya ekspansi Utsmaniyah terhenti. Pada tahun 1700, misalnya, Wazir Agung
Amcazade Hüseyin membual kepada suku bandel yang tinggal di rawa-rawa dekat
Bagdad bahwa mereka harus mematuhi aturan sultan, karena cengkeramannya meluas bahkan
ke benteng berawa mereka. Wazir Agung menambahkan bahwa Mustafa II adalah
"Penguasa Air dan Lumpur".
Di akhir masa
pemerintahannya, Mustafa II berusaha mengembalikan kekuasaan ke Kesultanan,
yang telah menjadi posisi yang semakin simbolis sejak pertengahan abad ke-17,
ketika Mehmed IV menandatangani kekuasaan eksekutifnya kepada Wazir Agung.
Strategi Mustafa II adalah menciptakan basis kekuatan alternatif untuk dirinya
sendiri dengan menjadikan posisi timar, pasukan kavaleri Ottoman, turun-temurun
dan dengan demikian setia kepadanya. Timar, bagaimanapun, pada titik ini
semakin menjadi bagian usang dari mesin militer Ottoman.
4)
DEPOSITION
Strategi tersebut gagal,
pasukan yang tidak terpengaruh yang terikat pada kampanye Georgia memberontak
di ibu kota (disebut "peristiwa Edirne" oleh para sejarawan), dan
Mustafa digulingkan pada 22 Agustus 1703.
c. KARAKTER
Didefinisikan sebagai janggut
merah, leher pendek, tinggi sedang dan megah. Mustafa II memiliki miniatur
buatan Levni. Setelah 1699, seperti ayahnya, dia tertarik pada berburu dan
hiburan, terlibat dalam sastra dan menulis puisi dengan nama samaran.
Keingintahuan sultan yang bergaris ala Celi, Nesih dan Sulus ini adalah
memanah. Silahdar Findiklili Mehmed Agha yang ditugaskan untuk menulis sejarah
masanya. Dia menggambarkan pemerintahan Mustafa dalam bukunya Nusretname.
d. KELUARGA
Dengan munculnya Mustafa II,
gelar "Haseki Sultan" dihapuskan secara definitif, untuk digantikan
secara permanen oleh "Kadın" (permaisuri kekaisaran) yang kurang
bergengsi dan tidak eksklusif. Mustafa II juga menciptakan kelas selir baru,
"Ikbal": pangkatnya lebih rendah dari Kadın dalam hierarki harem,
mereka awalnya dipanggil dengan gelar normal "Hatun" (wanita),
kemudian diubah menjadi, superior , dari "Hanim" (wanita).
Beberapa selir dan permaisuri
menikah setelah deposisi atas perintah sultan baru, saudaranya Ahmed III.
1)
PEMAISURI
Mustafa II memiliki
setidaknya sepuluh permaisuri:
§ Alicenab Kadın (meninggal 20 April 1699, Istana
Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis). BaşKadin (permaisuri
kekaisaran pertama) sampai kematiannya.
§ Afife Kadın (c. 1682 - Konstantinopel, setelah 1718).
Juga disebut Hafife, Hafiten, Hafize atau Hafsa dalam sejarah Eropa, dia adalah
permaisuri Mustafa yang paling dicintai, sentimen berbalas, bahkan jika mereka
tidak pernah menikah secara resmi. Dia memasuki harem ketika dia berusia
sepuluh tahun dan kemudian menjadi salah satu permaisuri Mustafa. Pada tahun
1696 dia melahirkan seorang putri, yang identitasnya tidak diketahui secara
pasti, meskipun dia pasti salah satu dari tiga putri tertua Mustafa. Dia
kemudian menjadi ibu dari lima dari delapan putra Mustafa, tetapi sayangnya,
tidak seperti putrinya, mereka semua meninggal saat masih bayi. Setelah
deposisi Mustafa II, dia dipaksa menikah lagi dengan Sultan Ahmed III yang
baru, adik Mustafa, meskipun ibu dari seorang putri yang masih hidup: dia
memilih Reis ül-Küttab Ebubekir Efendi, orang yang telah mempersembahkannya
untuk yang pertama waktu untuk Mustafa, karena dia tahu dia tidak akan pernah menyentuhnya,
dan dia hidup dalam penyesalan dan berkabung atas kehilangan Mustafa sampai
kematiannya, yang terjadi setidaknya lima belas tahun kemudian.
§ Saliha Kadın (meninggal 21 September 1739, Istana
Tırnakçı, Istanbul, dimakamkan di Makam Sultan Turhan, Masjid Baru). Dia adalah
Valide Sultan Mahmud I.
§ Şehsuvar Kadın (meninggal 27 April 1756, Istana
Topkapı, Istanbul, dimakamkan di Masjid Nuruosmaniye). Dia adalah Valide Sultan
Osman III.
§ Bahtiyar Kadin. Salah satu selir pertamanya.
§ Ivaz Kadin. Disebutkan sebagai Kadin dalam dokumen
tertanggal 1696/1697, dia mungkin setidaknya ibu dari salah satu putri sulung
Mustafa.
§ Hatice Kadin. Sebelum menjadi permaisuri, dia adalah
wanita harem berpangkat tinggi yang sedang menunggu.
§ Hüsnüşah Kadın. Dia meninggal pada 1 Januari 1700.
§ Şahin Fatma Hatun, lalu Hanim. BaşIkbal (pertama
ikbal). Setelah deposisi Mustafa dia dikeluarkan dari harem dan menikah atas
perintah Ahmed III.
§ Hanife Hatun, lalu Hanim. Setelah deposisi Mustafa dia
dikeluarkan dari harem dan menikah atas perintah Ahmed III. Dari suami barunya
dia memiliki seorang putra bernama Ibrahim dan seorang putri.
2)
PUTRA
Mustafa II memiliki
setidaknya delapan putra, termasuk lima putra yang meninggal saat masih bayi
dengan Afife Kadın:
§ Mahmud I (2 Agustus 1696 – 13 Desember 1754) - bersama
Saliha Kadin. Sultan ke-24 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Mehmed (27 November 1698 – 3 Juni 1703, Istana
Edirne, Edirne, dimakamkan di makam Sultan Turhan, Masjid Baru) - bersama Afife
Kadın. Dia adalah putra kesayangan Mustafa II, yang kematiannya sangat besar.
§ Osman III (2 Januari 1699 – 30 Oktober 1757) - dengan
Şehsuvar Kadin. Sultan ke-25 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Hasan (28 Maret 1699 – 25 Mei 1733). Dia
menjadi pewaris takhta pada tahun 1730 dan menghabiskan sebagian besar hidupnya
dikurung di Kandang, di mana dia akhirnya meninggal.
§ Şehzade Hüseyn (16 Mei 1699 – 19 September 1700,
Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Baru) - bersama Afife Kadın.
§ Şehzade Selim (16 Mei 1700 – 8 Juni 1702, Istana
Edirne, Edirne, dimakamkan di Turhan Sultan's Turbe New Mosque) - bersama Afife
Kadın.
§ Şehzade Ahmed (3 Maret 1702 – 7 September 1703, Istana
Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis) - bersama Afife Kadın.
§ Şehzade Suleyman (25 Desember 1697 – 25 Desember 1697,
Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Turbe Turbe Sultan Turbe Baru) -
bersama Afife Kadın. kelahiran mati
3)
PUTRI
§ Ayşe Sultan (30 April 1696 – 26 September 1752,
Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Dijuluki "yang tertua" untuk
membedakannya dari sepupunya Ayşe Sultan "yang lebih muda", putri
Ahmed III. Dia menikah tiga kali, tetapi tidak memiliki anak.
§ Emine Sultan (1 September 1696 –1739, Istanbul,
dimakamkan di Masjid Baru). Dia menikah empat kali, tetapi tidak memiliki anak.
§ Safiye Sultan (13 Oktober 1696 – 15 Mei 1778,
Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Dia menikah empat kali dan memiliki tiga
putra dan putri.
§ Hatice Sultan (15 Maret 1698 - sebelum 1703, Istana
Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis).
§ Rukiye Sultan (13 November 1698 – 28 Maret 1699,
Istana Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis).
§ Rukiye Ismihan Sultan (setelah April 1699 - 24
Desember 1703, Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru). Ayahnya menjanjikannya
sebagai istri Maktülzade Ali Paşah, tetapi bayi perempuan itu meninggal sebelum
bisa merayakan pernikahan.
§ Fatma Sultan (8 Oktober 1699 – 20 Mei 1700, Istanbul,
dimakamkan di Masjid Baru).
§ Ümmügülsüm Sultan (10 Juni 1700 – 2 Mei 1701, Istana
Edirne, Edirne, dimakamkan di Masjid Darülhadis).
§ Emetullah Sultan (22 Juni 1701 – 19 April 1727,
Istanbul, dimakamkan di Masjid Baru) - bersama Şehsuvar Kadın. Juga disebut
Ümmetullah Sultan atau Heybetullah Sultan. Dia menikah sekali dan memiliki
seorang putri.
§ Zeynep Sultan (10 Juni 1703 – 18 Desember 1705, Istanbul,
dimakamkan di Masjid Baru).
§ Atike Sultan ( - ). Dia meninggal saat masih bayi.
§ Esma Sultan (-). Dia meninggal saat masih bayi.
e. KEMATIAN
Setelah sultan baru kembali
ke Istanbul, setelah Yayasan Edirne dan pejabat negara. Mustafa dan pangerannya
dibawa ke Istanbul di Istana Topkapi, mereka dikurung di Kafe. Kehidupan
kandang Mustafa berlangsung selama empat bulan. Ia meninggal karena kesedihan
atau sebab yang tidak diketahui pada tanggal 29 Desember 1703. Ia dimakamkan di
samping neneknya, Turhan Hatice Sultan, di Masjid Baru, Eminönü, Istanbul,
Turki.
·
Ahmed III
Ahmed
III احمد ثالث |
Sultan Ahmed III |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-23
|
Pemerintahan : 22 Agustus 1703 – 20 September 1730 Pendahulu : Mustafa II Penerus : Mahmud I |
Lahir : 30 Desember 1673. Hacıoğlu Pazarcık,
Kekaisaran Ottoman. (sekarang Dobrich, Bulgaria) Meninggal : 1 Juli 1736 (umur 62). Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman. (sekarang Istanbul, Turki) Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Istanbul Permaisuri Mihrişah Kadın & Şermi Kadın |
Nama : Ahmad bin Mehmed Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Mehmed IV Ibu : Gülnuş Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Ahmed III (Turki Utsmaniyah: احمد
ثالث, Aḥmed-i sālis) (30 Desember 1673 – 1 Juli 1736) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah
dan putra Sultan Mehmed IV (m. 1648–1687). Ibunya adalah Gülnuş Sultan, aslinya
bernama Evmania Voria, yang merupakan seorang etnis Yunani. Ia lahir di
Hacıoğlu Pazarcık, di Dobruja. Ia naik tahta pada tahun 1703 setelah saudaranya
Mustafa II turun tahta (1695–1703). Nevşehirli Damat İbrahim Pasha dan putri
Sultan, Fatma Sultan (istri mantan) mengarahkan pemerintahan dari tahun 1718
hingga 1730, periode yang disebut sebagai Era Tulip.
Hari-hari pertama
pemerintahan Ahmed III dilalui dengan upaya menenangkan para janissari yang
berdisiplin penuh. Namun, dia tidak efektif melawan janisari yang menjadikannya
sultan. Çorlulu Ali Pasha, yang dibawa Ahmed ke Wazir Agung, mencoba
membantunya dalam masalah administrasi, membuat pengaturan baru untuk perbendaharaan
dan Sultan. Dia mendukung Ahmed dalam pertarungannya dengan para pesaingnya.
a. MASA MUDA DAN
EDUKASI
Sultan Ahmed lahir pada
tanggal 30 Desember 1673. Ayahnya adalah Sultan Mehmed IV, dan ibunya adalah
Gülnuş Sultan, awalnya bernama Evmenia. Kelahirannya terjadi di Hacıoğlupazarı,
di mana Mehmed tinggal untuk berburu sekembalinya dari Polandia pada tahun
1673, sementara Gülnuş sedang hamil pada saat itu. Pada 1675, Dia dan
saudaranya, Pangeran Mustafa (calon Mustafa II) disunat. Dalam upacara yang sama
saudara perempuan mereka Hatice Sultan dan Fatma Sultan masing-masing menikah
dengan Musahip Mustafa Pasha dan Kara Mustafa Pasha. Perayaan berlangsung
selama 20 hari.
Dia dibesarkan di Istana
Edirne. Sekolahnya dimulai selama salah satu kunjungan sporadis istana ke
Istanbul, mengikuti upacara kesopanan yang disebut bad-i basmala, yang
berlangsung pada 9 Agustus 1679 di Istana Istavroz. Dia dibesarkan di harem
kekaisaran di Edirne dengan pendidikan pangeran tradisional, mempelajari
Alquran, hadits (tradisi Nabi Muhammad), dan dasar-dasar ilmu Islam, sejarah,
puisi, dan musik di bawah pengawasan tutor pribadi. Salah satu gurunya adalah
kepala mufti Feyzullah Efendi.
Ahmed rupanya penasaran dan
intelektual, menghabiskan sebagian besar waktunya membaca dan berlatih
kaligrafi. Puisi-puisi yang ia tulis memanifestasikan pengetahuannya yang
mendalam tentang puisi, sejarah, teologi Islam dan filsafat. Dia juga tertarik
pada kaligrafi, yang telah dia pelajari dengan ahli kaligrafi istana terkemuka,
terutama dengan Hafız Osman Efendi (meninggal 1698), yang sangat mempengaruhi
seninya, dan, oleh karena itu, mempraktekkannya karena pengaruh kakak
laki-lakinya, masa depan. Sultan Mustafa II yang juga menjadi kaligrafer
ternama.
Selama menjadi pangeran di
Edirne, Ahmed berteman dengan seorang perwira-juru tulis yang cemerlang,
Ibrahim, dari kota Nevşehir, yang akan menjadi salah satu Wazir Agung terkemuka
di masa pemerintahannya di masa depan. Sejak 1687, setelah deposisi ayahnya,
dia hidup dalam pengasingan selama enam belas tahun di istana Edirne dan
Istanbul. Selama periode ini dia mengabdikan dirinya pada kaligrafi dan
aktivitas intelektual.
b. MEMERINTAH
1)
PENCAPAIAN
Ahmed III di Darbar
Kekaisaran Istana Topkapi.
Suksesi Edirne terjadi antara
19 Agustus hingga 23 Agustus. Di bawah Mustafa, Istanbul sudah lama lepas
kendali. Saat penangkapan dan eksekusi meningkat, insiden pencurian dan
perampokan menjadi hal biasa. Orang-orang tidak puas dengan pemerintahan
Kekaisaran yang buruk. Mustafa digulingkan oleh Janissari dan Ahmed, yang
menggantikannya naik takhta pada 22 Agustus 1703. Salut Jumat pertama diadakan
di Masjid Bayezid.
Fındıklılı Mehmed Ağa
menyambut sultan baru di gerbang Harem di sisi Hasoda, memasuki lengan,
membawanya ke Departemen Cardigan-i Saadet dan menempatkan mereka di
singgasana, dan termasuk orang pertama yang memberikan penghormatan kepadanya.
Sebagai bagian dari sistem
perdikan, Ahmed mengatur ulang hukum pertanahan pada tahun 1705. Menertibkan
kepemilikan tanah mengurangi gelombang kejahatan dan membawa perdamaian ke
Kekaisaran yang bermasalah. Karena dukungannya yang kuat terhadap undang-undang
baru, Ahmed diberi gelar 'pemberi hukum', gelar yang diberikan hanya kepada
tiga sultan sebelumnya, Bayezid II (1481-1512), Selim I (1512-1520) dan Suleyman
the Magnificent ( 1520-1566). Dalam tiga tahun pertama masa pemerintahannya,
Ahmed mengangkat empat Wazir Agung yang terpisah. Namun, stabilitas pemerintah
baru tercapai setelah penunjukan Çorlulu Ali Pasha pada Mei 1706.
2)
PERANG RUSSIA-TURKI
TAHUN 1710-1711
Ahmed III memupuk hubungan
baik dengan Prancis, tidak diragukan lagi mengingat sikap Rusia yang mengancam.
Dia memberikan perlindungan di wilayah Utsmaniyah kepada Charles XII dari
Swedia (1682–1718) setelah kekalahan Swedia di tangan Peter I dari Rusia
(1672–1725) dalam Pertempuran Poltava tahun 1709. Pada tahun 1710 Charles XII
meyakinkan Sultan Ahmed III untuk menyatakan perang melawan Rusia, dan pasukan
Ottoman di bawah Baltacı Mehmet Pasha memenangkan kemenangan besar di Pertempuran
Prut. Sebagai akibatnya, Rusia mengembalikan Azov kembali ke Ottoman, setuju
untuk menghancurkan benteng Taganrog dan lainnya di daerah tersebut, dan
berhenti mencampuri urusan Persemakmuran Polandia-Lithuania.
Dipaksa bertentangan dengan
keinginannya untuk berperang dengan Rusia, Ahmed III datang lebih dekat
daripada penguasa Ottoman mana pun sebelum atau sesudahnya untuk menghancurkan
kekuatan saingannya di utara, yang pasukannya wazir agung Nevşehirli Damat
İbrahim Pasha berhasil mengepung sepenuhnya di Kampanye Sungai Pruth pada tahun
1711. Kemenangan Ottoman berikutnya melawan Rusia memungkinkan Kekaisaran
Ottoman untuk maju ke Moskow, seperti yang diinginkan Sultan. Namun, ini
dihentikan karena sebuah laporan mencapai Istanbul bahwa Safawi menyerang
Kekaisaran Ottoman, menyebabkan periode kepanikan, mengalihkan perhatian Sultan
dari Rusia.
§ KAMPANYE SUNGAI PRUTH
Kampanye Sungai Pruth
Perang Rusia-Ottoman
1710—1711, juga dikenal sebagai Kampanye Sungai Pruth, adalah konflik militer
singkat antara Ketsaran Rusia dan Kesultanan Utsmaniyah. Pertempuran utama
berlangsung selama 18-22 Juli 1711 di cekungan sungai Pruth dekat Stănilești
(Stanilesti) setelah Tsar Peter I memasuki Kepangeranan bawahan Utsmaniyah di
Moldavia, menyusul deklarasi perang Kesultanan Utsmaniyah terhadap Rusia.
38.000 orang Rusia yang tidak siap dengan 5.000 orang Moldavia, mendapati diri
mereka dikelilingi oleh 200.000 orang Turki di bawah Wazir Agung Baltaci Mehmet
Pasha. Setelah tiga hari pertempuran dan memakan banyak korban, Tsar dan
pasukannya diizinkan mundur setelah setuju untuk meninggalkan benteng Azov dan
wilayah sekitarnya. Kemenangan Ottoman menyebabkan Perjanjian Pruth yang
dikonfirmasi oleh Perjanjian Adrianople.
a)
LATAR
BELAKANG
Bataille du Prout. Ilustrasi
dari William Hogarth (1697-1764) untuk Perjalanan oleh Aubry de la Motraye,
1724
Perang Rusia-Ottoman
1710-1711 pecah sebagai akibat dari Perang Besar Utara, yang mengadu Kekaisaran
Swedia Raja Charles XII dari Swedia melawan Kekaisaran Rusia Tsar Peter I.
Charles menginvasi Ukraina yang dikuasai Rusia pada 1708, tetapi menderita
kekalahan yang menentukan di Pertempuran Poltava pada musim panas 1709. Dia dan
pengiringnya melarikan diri ke benteng Ottoman di Bender, di kerajaan bawahan
Ottoman di Moldavia. Sultan Ottoman Ahmed III menolak tuntutan Rusia yang
gencar untuk penggusuran Charles, mendorong Tsar Peter I dari Rusia untuk
menyerang Kekaisaran Ottoman, yang pada gilirannya menyatakan perang terhadap
Rusia pada tanggal 20 November 1710. Bersamaan dengan peristiwa ini, penguasa
(hospodar) Dimitrie Cantemir dari Moldavia dan Tsar Peter menandatangani
Perjanjian Lutsk (13 April 1711), di mana Moldavia berjanji untuk mendukung
Rusia dalam perangnya melawan Ottoman dengan pasukan dan dengan mengizinkan
tentara Rusia melintasi wilayahnya dan menempatkan garnisun di benteng
Moldavia. Pada musim panas 1711, Peter memimpin pasukannya ke Moldavia dan
menyatukannya dengan pasukan Cantemir di dekat ibu kota Moldavia Iași; mereka
kemudian maju ke selatan di sepanjang Sungai Prut. Mereka bertujuan untuk
menyeberangi Danube, yang menandai perbatasan antara wilayah Moldavia dan
Ottoman. Sementara itu, pemerintah Ottoman memobilisasi pasukan mereka sendiri,
yang secara signifikan melebihi jumlah pasukan Rusia-Moldavia (menurut satu
perkiraan, dengan rasio enam banding satu). Di bawah komando wazir agung
Ottoman Baltacı Mehmet Pasha, mereka maju ke utara untuk menghadapi Rusia pada
Juni 1711.
b)
TINDAKAN
MILITER
Peter menugaskan Marsekal
Lapangan Boris Sheremetev untuk mencegah tentara Ottoman menyeberangi Danube.
Namun, gangguan oleh pasukan Kekhanan Krimea, pengikut utama Utsmaniyah yang
memasok kavaleri ringan kepada tentara Utsmaniyah, dan kegagalannya untuk
menemukan cukup makanan untuk pasukannya mencegahnya mencapai tujuan ini.
Akibatnya, tentara Ottoman berhasil melintasi Danube tanpa perlawanan.
Ø PENGEPUNGAN BRAILA
Saat tentara Rusia-Moldavia
bergerak di sepanjang Prut, sebagian tentara Rusia di bawah Jenderal Carl Ewald
von Rönne bergerak menuju Brăila, sebuah kota pelabuhan utama yang terletak di
tepi kiri sungai Donau (di Wallachia) tetapi dikelola langsung oleh Ottoman
sebagai sebuah kaza. Tentara Rusia bertemu dengan sebagian dari tentara
Wallachian yang dipimpin oleh Spatharios (komandan militer tertinggi kedua
setelah penguasa) Toma Cantacuzino, yang tidak mematuhi perintah penguasa
Constantin Brâncoveanu dan bergabung dengan Rusia. Kedua pasukan menyerang dan
menaklukkan Brăila setelah pengepungan selama dua hari (13–14 Juli 1711).
Ø PERTEMPURAN STANILESTI
Peter dan Cantemir memusatkan
pasukan mereka di tepi kanan Prut, di seberang sungai dari Ottoman. Pada
tanggal 19 Juli, Janisari Utsmaniyah dan kavaleri ringan Tatar menyeberangi
Prut, dengan berenang atau dengan perahu, memukul mundur barisan depan Rusia.
Ini memungkinkan sisa pasukan Ottoman untuk membangun jembatan ponton dan
menyeberangi sungai. Peter mencoba mengumpulkan pasukan utama untuk membebaskan
barisan depan, tetapi Ottoman berhasil memukul mundur pasukannya. Dia menarik
tentara Rusia-Moldavia ke posisi bertahan di Stănilești, tempat mereka
bercokol. Tentara Ottoman dengan cepat mengepung posisi ini, menjebak pasukan
Peter. Janissari berulang kali menyerang, tetapi berhasil dipukul mundur,
menyebabkan sekitar 8.000 korban jiwa. Namun, Ottoman membombardir kamp
Rusia-Moldavia dengan artileri, mencegah mereka mencapai Prut untuk mendapatkan
air. Kelaparan dan kehausan, Peter tidak punya pilihan selain menandatangani
perdamaian dengan persyaratan Ottoman, yang sepatutnya dia lakukan pada 22
Juli.
Ø PERJANJIAN PERDAMAIAN
Konflik itu diakhiri pada 21
Juli 1711 oleh Perjanjian Pruth, yang mengecewakan Charles XII. Perjanjian
tersebut, yang dikukuhkan kembali pada tahun 1713 melalui Perjanjian Adrianople
(1713), menetapkan kembalinya Azov ke Ottoman; Taganrog dan beberapa benteng
Rusia akan dihancurkan; dan Tsar berjanji untuk berhenti mencampuri urusan
Persemakmuran Polandia-Lituania.
Ottoman juga menuntut agar
Charles XII diberikan jalan yang aman ke Swedia dan meminta Tsar untuk
menyerahkan Cantemir. Meskipun Peter menyetujui semua tuntutan, dia menolak
untuk memenuhi yang terakhir, dengan dalih Cantemir telah melarikan diri dari
kampnya.
Menurut legenda, suap yang
diterima Baltagy Mehmed Pasha efektif karena perjanjian itu lebih ringan
daripada kemenangan (jumlahnya hampir 2 gerobak dorong).
c)
KONSEKUENSI
Alexander Mikaberidze
berpendapat bahwa Baltacı Mehmet Pasha membuat kesalahan strategis yang penting
dengan menandatangani perjanjian dengan persyaratan yang relatif mudah bagi
Rusia. Karena Peter sendiri yang memimpin tentara Rusia, dan seandainya Baltacı
Mehmet Pasha tidak menerima proposal perdamaian Peter dan malah mengejar untuk
menangkapnya sebagai tahanan, jalannya sejarah bisa berubah. Tanpa Peter, Rusia
hampir tidak akan menjadi kekuatan kekaisaran, dan musuh bebuyutan Negara
Ottoman di masa depan di Balkan, cekungan Laut Hitam, dan Kaukasus.
Meskipun berita kemenangan
pertama kali diterima dengan baik di Konstantinopel, partai pro-perang yang
tidak puas mengubah pendapat umum melawan Baltacı Mehmet Pasha, yang dituduh
menerima suap dari Pyotr yang Agung. Baltacı Mehmet Pasha kemudian dibebaskan
dari jabatannya.
Konsekuensi langsung dari
perang tersebut adalah perubahan kebijakan Utsmaniyah terhadap negara pengikut
Kristen di Moldavia dan Wallachia. Untuk mengkonsolidasikan kontrol atas dua
Kepangeranan Danubian, Ottoman akan memperkenalkan (pada tahun yang sama di
Moldavia, dan pada 1716 di Wallachia) pemerintahan langsung melalui penguasa
Kristen yang ditunjuk (disebut Phanariotes). Penguasa Cantemir dari Moldavia
melarikan diri ke Rusia disertai dengan rombongan besar, dan Ottoman mengambil
alih suksesi tahta Moldavia dengan menunjuk Nicholas Mavrocordatos sebagai
penguasa. Penguasa Constantin Brâncoveanu dari Wallachia dituduh oleh Sultan
berkolusi dengan musuh. Saat tentara Rusia-Moldavia sedang bergerak,
Brâncoveanu telah mengumpulkan pasukan Wallachia di Urlați, dekat perbatasan
Moldavia, menunggu masuknya pasukan Kristen untuk menyerbu Wallachia dan
menawarkan jasanya kepada Pyotr, sambil bersiap untuk bergabung dengan serangan
balik Ottoman. -ofensif jika terjadi perubahan nasib. Ketika Toma Cantacuzino
beralih ke kubu Rusia, penguasa dipaksa untuk memutuskan mendukung Ottoman atau
berisiko menjadi musuh raja Ottomannya, dan dia dengan cepat mengembalikan
hadiah yang dia terima dari Rusia. Setelah tiga tahun, kecurigaan dan
permusuhan Sultan akhirnya menang, dan Brâncoveanu, keempat putranya, dan
penasihatnya Ianache Văcărescu, ditangkap dan dieksekusi di Konstantinopel.
Charles XII dan sekutu
pro-perang politiknya, Krimea khan Devlet II Giray, melanjutkan lobi mereka
agar Sultan mengumumkan perang lagi. Pada musim semi 1712, partai pro-perang,
yang menuduh Rusia menunda untuk memenuhi persyaratan yang dinegosiasikan dalam
perjanjian damai, hampir mencapai tujuan mereka. Perang dihindari dengan cara
diplomatik, dan perjanjian kedua ditandatangani pada 17 April 1712. Setahun
setelah penyelesaian baru ini, pihak perang berhasil, kali ini menuduh Rusia
menunda mundurnya mereka dari Polandia. Ahmed III mengumumkan perang lagi pada
30 April 1713. Namun, tidak ada permusuhan yang signifikan dan perjanjian damai
lainnya segera dinegosiasikan. Akhirnya Sultan jengkel dengan pihak yang pro
perang dan memutuskan untuk membantu raja Swedia kembali ke tanah airnya. Ahmed
III juga menggulingkan Devlet II Giray dari tahta Kekhanan Krimea dan
mengirimnya ke pengasingan ke pulau Rodos Ottoman karena dia tidak menunjukkan
rasa hormat yang cukup kepada Charles XII selama kampanye melawan Rusia (Devlet
II Giray menganggap Charles XII sebagai tahanan dan mengabaikan perintahnya).
Charles XII meninggalkan Kekaisaran Ottoman menuju Stralsund di Pomerania
Swedia, yang saat itu dikepung oleh pasukan dari Sachsen, Denmark, Prusia, dan
Rusia.
3)
PERANG
DENGAN VENESIA DAN AUSTRIA
Sultan Ahmed III
menerima duta besar Prancis Vicomte d'Andrezel di Istana Topkapı.
Pada tanggal 9 Desember 1714,
perang diumumkan di Venesia, dan tentara di bawah komando Silahdar Damat Ali
Pasha, Utsmaniyah berhasil merebut kembali seluruh Morea (Peloponnese) dari
Venesia melalui operasi terkoordinasi dari angkatan darat dan angkatan laut.
Keberhasilan ini
mengkhawatirkan Austria dan pada April 1716, Kaisar Charles VI memprovokasi
Porte untuk menyatakan perang. Pertempuran yang gagal, juga dipimpin oleh
Silahdar Ali Pasha, diakhiri dengan perjanjian Passarovitz, yang ditandatangani
pada 21 Juli 1718, yang menurutnya Beograd, Banat, dan Wallachia kecil
diserahkan ke Austria. Kegagalan ini benar-benar mengecewakan Ahmed dan setelah
kondisi buruk yang dipaksakan oleh perjanjian ini, ekonomi Istanbul menderita
akibat inflasi yang meningkat dan semua kejahatan yang menyertainya.
Ibrahim Pasha yang merupakan
tokoh kedua kekaisaran setelah Ahmed bergabung dengan kampanye Morea pada 1715,
dan diangkat sebagai menteri keuangan kota Nish pada tahun berikutnya. Posting
ini membantunya menyadari penurunan keuangan negara dan, karena wawasannya
tentang situasi keuangan yang sensitif ini, dia menghindari perang sebanyak
mungkin selama wazirnya. Kebijakan perdamaian Ibrahim Pasha juga cocok untuk
Ahmed karena dia tidak ingin memimpin kampanye militer apa pun, selain fakta
bahwa minatnya pada seni dan budaya membuatnya enggan meninggalkan
Istanbul-nya.
4)
KARAKTER
PEMERINTAH AHMAD
Sultan Ahmed III di
sebuah resepsi, dilukis pada 1720
Saat kompetisi menembak
diadakan di Okmeydanı dengan gagasan untuk meningkatkan moral tentara dan
rakyat, sebuah kapal perang baru diluncurkan di Tersane-i Amir. Dia mencoba
tiga wazir agung dalam interval pendek. Alih-alih Hasan Pasha, dia menunjuk
Kalaylikoz Ahmed Pasha pada 24 September 1704, dan Baltacı Mehmed Pasha pada 25
Desember 1704. Sangat menyenangkan bahwa duta besar Iran dan Austria, yang
datang dari 1706 hingga 1707. Pada 1707, konspirasi memimpin oleh Eyüplü Ali
Aga digali untuk menurunkan sultan dari tahta. Leher dipotong di depan
Bab-I-Hümayun. Ahmed III meninggalkan keuangan Kesultanan Utsmaniyah dalam
kondisi berkembang pesat, yang diperoleh dengan luar biasa tanpa pajak
berlebihan atau prosedur pemerasan. Dia adalah pelindung sastra dan seni yang
dibudidayakan, dan pada masanya mesin cetak pertama yang diizinkan menggunakan
bahasa Arab atau Turki didirikan di Istanbul, dioperasikan oleh Ibrahim
Muteferrika (sementara mesin cetak telah diperkenalkan ke Konstantinopel di
1480, semua karya yang diterbitkan sebelum 1729 berbahasa Yunani, Armenia, atau
Ibrani).
Miniatur Sultan Ahmed
III karya Levni
Pada masa pemerintahan inilah
perubahan penting dalam pemerintahan Kerajaan Danubian diperkenalkan:
sebelumnya, Porte telah menunjuk Hospodar, biasanya bangsawan asli Moldavia dan
Wallachian, untuk mengelola provinsi-provinsi tersebut; setelah kampanye Rusia
tahun 1711, di mana Peter yang Agung menemukan sekutu di Moldavia Pangeran
Dimitrie Cantemir, Porte mulai secara terang-terangan mewakili Phanariote
Yunani di wilayah itu, dan memperluas sistem ke Wallachia setelah Pangeran
Stefan Cantacuzino menjalin hubungan dengan Eugene dari Savoy. Phanariotes
merupakan semacam bangsawan Dhimmi, yang memasok Porte dengan fungsionaris di
banyak departemen penting negara bagian.
5)
HUBUNGAN
DENGAN KEKAISARAN MUGHAL
§ JAHANDAR SYAH
Pada tahun 1712, Kaisar
Mughal Jahandar Shah, cucu Aurangzeb mengirimkan hadiah kepada Sultan Ottoman
Ahmed III dan menyebut dirinya sebagai pengagum setia Sultan Ottoman.
§ FARRUKHSIYAR
Kaisar Mughal Farrukhsiyar
(cucu Aurangzeb), juga diketahui telah mengirim surat ke Ottoman tetapi kali
ini diterima oleh Wazir Agung Nevşehirli Damad Ibrahim Pasha memberikan
gambaran grafis tentang upaya komandan Mughal Syed Hassan Ali Khan Barha
melawan pemberontakan Rajput dan Maratha.
6) DEPOSITION
Sultan Ahmed III menjadi
tidak populer karena kemegahan yang berlebihan dan kemewahan yang mahal di mana
dia dan pejabat utamanya memanjakan diri; pada tanggal 20 September 1730, kerusuhan
pemberontakan tujuh belas Janissari, dipimpin oleh Patrona Halil Albania,
dibantu oleh warga serta militer sampai membengkak menjadi pemberontakan di
mana Sultan terpaksa menyerahkan tahta.
Ahmed secara sukarela
memimpin keponakannya Mahmud I (1730–54) ke tahta kedaulatan dan memberikan
kesetiaan kepadanya sebagai Sultan Kekaisaran. Dia kemudian pensiun ke Kafe
yang sebelumnya ditempati oleh Mahmud dan meninggal di Istana Topkapı setelah
enam tahun dikurung.
c. ARSITEKTUR
Ahmed III membangun water
clap, air mancur, dan air terjun taman. Ahmed, yang membangun tiga
perpustakaan, satu di dalam Istana Topkapı, dan salah satu baris terkenal pada
masanya. Ahmed adalah master dalam tulisan di piring. Beberapa piring dan
prasasti selamat. "Basmala" di pintu apartemen Istana Topkapi dengan
pelatnya di Masjid Üsküdar Yeni adalah di antaranya.
Istana Topkapı dan
bangunannya telah menjadi subjek banyak penelitian dan publikasi. Di antara
penelitian-penelitian ini, banyak studi ruang lingkup yang berbeda juga
diperhatikan bersama dengan tesis pascasarjana. Akibatnya, mereka memberikan
informasi yang kaya tentang istana, yang menyediakan daftar panjang artikel dan
buku ilmiah yang sangat berkualitas, panduan dan brosur yang mempromosikan
istana dan museum. Namun, Istana Topkapi dan unit-unitnya masih memiliki aspek
untuk dieksplorasi dan detail untuk didiskusikan. Diantaranya perpustakaan
Ahmed III juga bisa dihitung.
Sebuah perpustakaan dibangun
oleh Ahmed pada tahun 1724–25 di sebelah kanan serambi depan makam.
Strukturnya, yang memiliki dinding bertautan batu-bata berselang-seling,
berbentuk persegi dan ditutup dengan kubah pipih dengan tepi segi delapan, yang
dilengkapi dengan liontin. Ada karya pena asli yang tertinggal di liontin dan
kubah perpustakaan.
1)
BENCANA
Pada 1714, sebuah galleon
Mesir yang berdiri di dekat Dermaga Gümrük (Eminönü) terbakar dan terbakar, dan
dua ratus orang tewas.
2)
KEBAKARAN
TAHUN 1718
Sementara Nevşehirli Damat
Ibrahim Pasha melanjutkan persiapannya untuk kembali ke Istanbul, terjadi
kebakaran di Istanbul. Distrik Unkapanı, Azapkapı, Zeyrek, Fatih, Saraçhane,
Horhor, Etmeydanı, Molla Gürani, Altınmarmer, Gerbang Ayazma, Kantarcılar,
Vefa, Vez Neciler, Kamar Tua, Barak Acemioğlanlar, Çukur Çeşme, Langa,
Davudpaşa dibakar dari api.
3)
GEMPA
TAHUN 1719
Namun, kemeriahan ini menjadi
astringen karena terjadi tepat setelah gempa bumi besar selama tiga menit pada
tanggal 14 Mei 1719. Sementara tembok kota Istanbul hancur akibat gempa, 4000
orang tewas di Izmit dan Yalova hancur. Setelah gempa bumi, pekerjaan
rekonstruksi dimulai di Istanbul. Elemen paling bermakna yang mencerminkan
aspek atau bobot budaya dari karya-karya tersebut hingga saat ini adalah
Perpustakaan Enderun Istana Topkapı yang dibangun pada tahun itu. Yayasan yang
kaya didirikan untuk institusi ini, yang juga dikenal sebagai Perpustakaan
Sultan Ahmed-i Salis, yang bertatap muka dengan manuskrip arsitektural dan
berharganya.
d. KELUARGA
Ahmed III dikenal sebagai
Sultan dengan keluarga terbesar dari dinasti Ottoman. Nyonya rumah haremnya
adalah Dilhayat Kalfa, yang dikenal sebagai salah satu komposer Turki terbesar
pada periode modern awal.
1) PEMAISURI
Ahmed III memiliki setidaknya
dua puluh satu permaisuri:
§ Emetullah Kadin. BaşKadin (permaisuri pertama) dan
selir pertamanya, dia adalah ibu dari anak sulung, Fatma Sultan, putri
kesayangan Ahmed. Dia adalah permaisuri Ahmed yang paling dicintai, yang
mendedikasikan masjid, sekolah, dan air mancur untuknya. Sangat berbakti dan
aktif dalam amal, dia meninggal pada tahun 1740 di Istana Lama.
§ Mihrişah Emine Kadın. Dia adalah ibu dari empat anak
laki-laki termasuk Mustafa III, Sultan ke-26 dari Kekaisaran Ottoman, tapi dia
meninggal sebelum putranya naik dan karena itu tidak pernah menjadi Valide
Sultan. Dia meninggal pada April 1732. Putranya membangun Masjid Ayazma untuk
menghormatinya di Üsküdar.
§ Rabia Şermi Kadın. Dia adalah ibu dari Abdülhamid I,
Sultan ke-27 Kekaisaran Ottoman, tetapi dia meninggal sebelum kelahiran
putranya dan karena itu tidak pernah menjadi Valide Sultan. Pada 1728, sebuah
air mancur dipersembahkan untuknya di Üsküdar. Dia meninggal pada tahun 1732.
Putranya membangun Masjid Beylerbeyi untuk menghormatinya.
§ Ayşe Mihri Behri Kadın. Sebelum dia menjadi
permaisuri, dia adalah bendahara harem.
§ Hatem Kadin. Ibu dari anak kembar, dia meninggal pada
tahun 1772 dan dimakamkan di pemakaman Eyüp.
§ Musli Emine Kadin. Juga disebut Muslıhe Kadın, Muslu
Kadin atau Musalli Kadın. Dia ibu dari dua anak perempuan, dia meninggal pada
tahun 1750 dan dimakamkan bersama mereka di Yeni Cami.
§ Rukiye Kadin. Ibu dari seorang putri dan seorang
putra, dia membangun air mancur di dekat Yeni Cami. Dia meninggal setelah 1738
dan dimakamkan bersama putrinya di Yeni Cami.
§ Fatma Hümaşah Kadın. Dia meninggal pada tahun 1732 dan
dimakamkan oleh Yeni Cami.
§ Gülneş Kadın. Juga disebut Gülnuş Kadın. Dia terdaftar
dalam dokumen yang menyebutkan pendampingnya diasingkan Istana Lama setelah
deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.
§ Hürrem Kadın. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan
nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang
perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.
§ Meyli Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan
nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang
perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.
§ Hatice Kadin. Dia meninggal pada tahun 1722 dan
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Nazife Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan
nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang
perhiasannya disita. Ia meninggal setelah tahun 1730, mungkin tanggal 29
Desember 1764.[34]
§ Nejat Kadin. Tercantum dalam dokumen yang menyebutkan
nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama setelah deposisi Ahmed III yang
perhiasannya disita. Dia meninggal setelah 1730.
§ Sadik Kadin. Disebut juga Sadika Kadin. Tercantum
dalam dokumen yang menyebutkan nama permaisuri yang diasingkan ke Istana Lama
setelah deposisi Ahmed III yang perhiasannya disita. Dia meninggal setelah
1730.
§ Hüsnüşah Kadın. Dia meninggal pada tahun 1733 dan
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şahin Kadın. Dia meninggal pada tahun 1732 dan
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Ümmügülsüm Kadın. Dia meninggal pada tahun 1768 dan
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Zeyneb Kadin. Ibu dari seorang putri, dia meninggal
pada tahun 1757 dan dimakamkan oleh Yeni Cami.
§ Hanife Kadin. Ibu dari seorang putri, dia meninggal
pada tahun 1750 dan dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şayeste Hanim. BaşIkbal. Dia meninggal pada tahun 1722
dan dimakamkan oleh Yeni Cami.
2) PUTRA
Ahmed III memiliki setidaknya
dua puluh satu anak laki-laki, semuanya dimakamkan, kecuali dua orang yang
menjadi Sultan, di Yeni Cami:
§ Şehzade Mehmed (24 November 1705 - 30 Juli 1706).
§ Şehzade Isa (23 Februari 1706 - 14 Mei 1706).
§ Şehzade Ali (18 Juni 1706 - 12 September 1706).
§ Şehzade Selim (29 Agustus 1706 - 15 April 1708).
§ Şehzade Murad (17 November 1707 - 1707).
§ Şehzade Murad (25 Januari 1708 - 1 April 1708).
§ Şehzade Abdülmecid (12 Desember 1709 - 18 Maret 1710).
Kembaran Şehzade Abdülmelek.
§ Şehzade Abdülmelek (12 Desember 1709 - 7 Maret 1711).
Kembaran Şehzade Abdülmecid.
§ Şehzade Süleyman (25 Agustus 1710 - 11 Oktober 1732) -
dengan Mihrişah Kadin. Dia meninggal di Kandang setelah dua tahun dipenjara.
§ Şehzade Mehmed (8 Oktober 1712 - 15 Juli 1713).
§ Şehzade Selim (21 Maret 1715 - Februari 1718) - dengan
Hatem Kadın. Kembaran Saliha Sultan.
§ Şehzade Mehmed (2 Januari 1717 - 2 Januari 1756) -
bersama Rukiye Kadın. Dia meninggal di Kafes setelah dua puluh enam tahun
penjara.
§ Mustafa III (28 Januari 1717 - 21 Januari 1774) -
dengan Mihrişah Kadin. Dia adalah Sultan ke-26 dari Kekaisaran Ottoman setelah
dua puluh tujuh tahun dipenjara di Kafes.
§ Şehzade Bayezid (4 Oktober 1718 - 24 Januari 1771) -
bersama Mihrişah Kadin. Dia meninggal di Kafes setelah empat puluh satu tahun
dipenjara.
§ Şehzade Abdullah (18 Desember 1719 - 19 Desember
1719).
§ Şehzade Ibrahim (12 September 1720 - 16 Maret 1721).
§ Şehzade Numan (22 Februari 1723 - 29 Desember 1764).
Dia meninggal di Kafes setelah tiga puluh empat tahun penjara.
§ Abdülhamid I (20 Maret 1725 - 7 April 1789) - dengan
Rabia Şermi Kadın. Dia adalah Sultan ke-27 Kekaisaran Ottoman setelah empat
puluh empat tahun dipenjara di Kafes.
§ Şehzade Seyfeddin (3 Februari 1728 - 1732) - dengan
Mihrişah Kadin. Dia meninggal di Kandang setelah dua tahun dipenjara.
§ Şehzade Mahmud (- 22 Desember 1756). Dia meninggal di
Kafes setelah dua puluh enam tahun penjara.
§ Sehzade Hasan ( - ). Dia mungkin mati di Kandang.
3) PUTRI
Ahmed III memiliki setidaknya
tiga puluh enam anak perempuan:
§ Fatma Sultan (22 September 1704 - Mei 1733) - dengan
Emetullah Kadın. Dia adalah putri kesayangan ayahnya. Dia menikah dua kali dan
memiliki dua putra dan dua putri. Dia dan suami keduanya adalah kekuatan nyata
selama Era Tulip. Dia jatuh dari kasih karunia setelah pemberontakan Patrona
Halil dan dikurung di Istana Çırağan, di mana dia meninggal tiga tahun
kemudian.
§ Hatice Sultan (21 Januari 1701 - 29 Agustus 1707).
Dimakamkan di mausoleum Turhan Sultan di Yeni Cami.
§ Ayşe Sultan ( - 1706). Dimakamkan di Yeni Cami.
§ Mihrimah Sultan (17 Juni 1706 - ?). Dia meninggal
sebagai seorang anak dan dimakamkan di Yeni Cami.
§ Rukiye Sultan (3 Maret 1707 - 29 Agustus 1707). Dia
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Ümmügülsüm Sultan (11 Februari 1708 - 28 November
1732). Kembaran Zeynep Sultan. Dia menikah sekali dan memiliki empat putra dan
putri.
§ Zeynep Sultan (11 Februari 1708 - 5 November 1708).
Saudara kembar Ümmügülsüm Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Zeynep Sultan (5 Januari 1710 - Juli 1710). Dia
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Hatice Sultan (8 Februari 1710 - 1710, sebelum
September). Dia dimakamkan di mausoleum Turhan Sultan di Yeni Cami.
§ Hatice Sultan (27 September 1710 - 1738) - bersama
Rukiye Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra.
§ Emina Sultan (1711 - 1720). Dia dimakamkan di Yeni
Cami.
§ Atike Sultan (29 Februari 1712 - 2 April 1737). Dia
menikah sekali dan dia memiliki seorang putra.
§ Rukiye Sultan (7 Maret 1713 - Oktober 1715).
Dimakamkan di makam Sultan Turhan di Yeni Cami.
§ Saliha Sultan (21 Maret 1715 - 11 Oktober 1778) -
dengan Hatem Kadın. Kembaran Şehzade Selim. Dia menikah lima kali dan memiliki
seorang putra dan empat putri.
§ Ayşe Sultan (10 Oktober 1715 - 9 Juli 1775) - bersama
Musli Kadın. Dijuluki Küçük Ayşe (artinya Ayşe yang termuda) untuk membedakannya
dari sepupunya Ayşe yang tertua, putri Mustafa II. Dia menikah tiga kali dan
memiliki seorang putri.
§ Ferdane Sultan (? - 1718). Dia meninggal sebagai
seorang anak dan dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Reyhane Sultan (1718 - 1729). Juga disebut Reyhan
Sultan atau Rihane Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Ümmüseleme Sultan ( - 1719). Juga disebut Ümmüselma
Sultan. Dia meninggal sebagai seorang anak dan dimakamkan di Yeni Cami.
§ Rabia Sultan (19 November 1719 - sebelum 1727). Dia
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Emetullah Sultan (1719 - 1724) Juga disebut Ümmetullah
Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Zeynep Asima Sultan (8 April 1720 - 25 Maret 1774).
Dia menikah dua kali dan dia memiliki seorang putra.
§ Rukiye Sultan ( - 1720). Dia meninggal sebagai seorang
anak dan dimakamkan di Yeni Cami.
§ Beyhan Sultan ( - 1720). Dia meninggal sebagai seorang
anak dan dimakamkan di Yeni Cami.
§ Emetullah Sultan (17 September 1723 - 28 Januari
1724). Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Emine Sultan (akhir 1723/awal 1724 - 1732). Dia
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Nazife Sultan (Mei 1723/1725 - sebelum 1730 atau 29
Desember 1764). Secara luar biasa, dia tidak pernah menikah, kemungkinan besar
karena dia sakit kronis atau memiliki masalah fisik dan/atau mental. Dia
tinggal dalam pengasingan di Istana Lama sepanjang hidupnya. Namun, menurut
sejarawan lain, dia sebenarnya meninggal saat masih kecil dan Nazife yang
meninggal di Istana Lama pada tahun 1764 malah menjadi salah satu permaisuri
Ahmed III dengan nama yang sama, Nazife Kadin.
§ Ümmüselene Sultan (12 Oktober 1724 - 5 Desember 1732).
Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Naile Sultan (15 Desember 1725 - Oktober 1727). Dia
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Esma Sultan (14 Maret 1726 - 13 Agustus 1778) -
bersama Hanife Kadın atau Zeyneb Kadın. Dijuluki Büyük Esma (artinya Esma yang
tertua) untuk membedakannya dari keponakannya Esma yang lebih muda, putri
Abdülhamid I. Ia menikah tiga kali dan memiliki seorang putri.
§ Sabiha Sultan (19 Desember 1726 - 17 Desember 1726).
Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Rebia Sultan (28 Oktober 1727 - 4 April 1728). Juga
disebut Rabia Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Zübeyde Sultan (28 Maret 1728 - 4 Juni 1756) - dengan
Musli Kadın. Dia menikah dua kali.
§ Ummi Sultan (- 1729). Disebut juga Ümmügülsüm Sultan.
Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Ümmühabibe Sultan (- 1730). Dia dimakamkan di Yeni
Cami.
§ Akile Sultan (- 1737). Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Ummi Sultan (1730 - 1742). Disebut juga Ümmügülsüm
Sultan. Dia dimakamkan di Yeni Cami.
e. KEMATIAN
Ahmed tinggal di Kafe Istana
Topkapi selama enam tahun setelah deposisi, di mana dia jatuh sakit dan
meninggal pada 1 Juli 1736. Dia dimakamkan di makam neneknya di Mausoleum
Turhan Sultan di Masjid Baru, di Eminönü di Istanbul.
·
Mahmud I
Mahmud
I محمود الأول |
Sultan Mahmud I |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-24
|
Memerintah : 20 September 1730 – 13 Desember 1754 Pendahulu : Ahmad III Penerus : Osman III |
Lahir : 2 Agustus 1696. Istana Edirne, Edirne,
Kekaisaran Ottoman Meninggal : 13 Desember 1754 (umur 58). Istana
Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Makam : Turhan Sultan, Masjid Baru, Istanbul 1. Permaisuri : 2. Ayşe Kadın 3. Hatem Kadin 4. Alicenab Kadin 5. Verdinaz Kadin 6. Hatice Rami Kadin 7. Tiryal Kadin 8. Raziye Kadin 9. Meyase Hanim 10. Fehmi Hanim 11. Sirri Hanim 12. Habbab Hanim |
Nama : Mahmud bin Mustofa Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Mustafa II Ibu : Saliha Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Mahmud I (Turki Utsmaniyah: محمود
اول, bahasa Turki: I. Mahmud, 2 Agustus 1696 – 13 Desember 1754), dikenal
sebagai Mahmud si Bongkok, adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1730
hingga 1754. Ia mengambil alih tahta setelah Patrona Pemberontakan Halil dan
dia menjaga hubungan baik dengan Kekaisaran Mughal dan Safawi.
a. MASA MUDA
Ia lahir di Istana Edirne
pada 2 Agustus 1696, putra Mustafa II (1664–1703); ibunya adalah Saliha Valide
Sultan. Mahmud I adalah kakak tiri Osman III (1754–57). Dia mengembangkan
punggung bungkuk.
Mahmud I – Jean
Baptiste Vanmour.
Ayahnya Mustafa II sebagian
besar tinggal di Edirne. Mahmud melewati masa kecilnya di Edirne. Pada tanggal
18 Mei 1702 ia memulai pendidikannya di Edirne. Ketika ayahnya menggulingkan
dirinya dari tahta, dia dibawa ke Istanbul dan dikurung di Kafes dimana dia
menghabiskan 27 tahun hidupnya.
Tidak diketahui budaya apa
yang dia peroleh selama ini, karena dia terus bermain catur, menulis puisi, dan
berurusan dengan musik. Selain masa kanak-kanak dan remaja, ada bahaya,
terutama bagi kehidupan Kafe.
b. MEMERINTAH
1)
PENCAPAIAN
Pada tanggal 28 September
1730, Patrona Halil dengan sekelompok kecil Janissari membangunkan beberapa
warga Konstantinopel yang menentang reformasi Ahmed III.[4] Menyapu lebih
banyak tentara Halil memimpin kerusuhan ke Istana Topkapı dan menuntut kematian
watak agung, Nevşehirli Damat İbrahim Pasha dan pengunduran diri Ahmed III.
Ahmed III mengabulkan permintaan tersebut, mencekik İbrahim Pasha, dan
menyetujui keponakannya, Mahmud, menjadi sultan.
Pemerintahan Mahmud yang
sebenarnya dimulai pada 25 November 1730, setelah kejadian ini. Pertama-tama,
Istanbul diambil di bawah kendali ketat. Tindakan diambil. Sekitar dua ribu
orang yang mencurigakan ditangkap, ada yang dieksekusi, ada yang diasingkan.
2)
PEMERINTAHAN
MAHMUD
Mahmud I diakui sebagai
sultan oleh para pemberontak dan juga oleh pejabat istana, tetapi selama
beberapa minggu setelah pengangkatannya, kekaisaran berada di tangan para
pemberontak. Halil berkendara dengan sultan baru ke Masjid Eyüb dimana upacara
mengikat Mahmud I dengan Pedang Osman dilakukan; banyak dari kepala perwira
digulingkan dan penerus mereka diangkat atas perintah pemberontak pemberani
yang pernah bertugas di jajaran Janissari dan yang muncul di hadapan sultan
dengan telanjang kaki dan dengan seragam lamanya sebagai prajurit biasa.
Seorang tukang jagal Yunani, bernama Yanaki, sebelumnya memberikan pujian
kepada Halil dan meminjamkan uang kepadanya selama tiga hari pemberontakan.
Halil menunjukkan rasa terima kasihnya dengan memaksa Divan mengangkat Yanaki
Hospodar dari Moldavia. Namun, Yanaki tidak pernah mengambil alih kantor ini.
Khan dari Krimea membantu
Wazir Agung, Mufti, dan Aga Janissari dalam menghentikan pemberontakan. Pada
tanggal 24 November 1731, Halil dicekik atas perintah sultan dan di hadapannya,
setelah Divan di mana Halil mendiktekan bahwa perang harus diumumkan melawan
Rusia. Teman Yunaninya, Yanaki, dan 7.000 orang yang mendukungnya juga dihukum
mati. Saya pendukung dalam mengakhiri pemberontakan setelah itu berlangsung
lebih dari setahun.
Duta Besar Austria, yang
datang ke Istanbul pada Agustus 1740, diberi jamuan makan malam di Davudpaşa.
Çavuşbaşı membawa duta besar dan membawanya ke rumahnya yang telah disiapkan di
Beyoğlu. Pada hari Pengadilan Ulufe, dia menyerahkan namanya kepada Sultan.
Berbagai demonstrasi diadakan di tempat-tempat diadakannya upacara penyambutan
dan perpisahan duta besar dari Dermaga Yeniköy.
Sisa pemerintahan Mahmud I
didominasi oleh perang di Persia, dengan runtuhnya Dinasti Safawi dan naiknya
Nader Shah. Mahmud juga menghadapi perang penting di Eropa—Perang
Austro-Rusia-Turki (1735-1739).
Mahmud I mempercayakan
pemerintahan kepada para wazirnya dan menghabiskan sebagian besar waktunya
untuk menulis puisi.
3)
KEBAKARAN
TAHUN 1750
Kebakaran yang dimulai di
gerbang Ayazma pada Januari 1750 berlangsung selama 19 jam. Banyak toko, rumah,
dan rumah besar terbakar sampai Vefa. Sultan memecat Boynueğri Abdullah Pasha
dan menunjuk Divitdar Mehmed Emin Pasha pada 9 Januari 1750. Dalam kebakaran
kedua yang terjadi pada 31 Maret 1750, Bitpazan, Abacılar, Yorgancılar, Yağlıkcılar,
Haffaflar terbakar seluruhnya. Api menyebar ke Fingerkapi dan Tatlikuyu.
Sultan, dengan bantuan perbendaharaan, memperbaiki yang terbakar dan Ağakapısı.
c. ARSITEKTUR
Mahmud I memulai pembangunan
Pemandian Cağaloğlu, yang disebut Yeni Hamam, pada musim semi tahun 1740 di
tanah Istana Cağaloğlu, yang mencakup area yang luas. Rumah-rumah yayasan
dibangun di atas tanah kosong yang tersisa dan lingkungan didirikan. Sultan
yang baik hati membuka perpustakaan di halaman Masjid Hagia Sophia, yang pertama
dari tiga perpustakaan yang didirikannya di Istanbul, dengan upacara dan
membuat empat ribu jilid. Di perpustakaan, pembacaan Sahih-i Buharf oleh
sepuluh orang setiap hari merupakan salah satu syarat yayasan. Mahmud juga
beberapa kali datang ke Gerbang Rosario Hagia Sophia, duduk di perpustakaan dan
mendengarkan tafsir tafsir. Kelaparan, yang muncul karena musim dingin yang
lebat, menjadi semakin berat di akhir musim semi.
d. HUBUNGAN DENGAN
KEKAISARAN MUGHAL
Kampanye penghancuran Nader
Shah melawan Kekaisaran Mughal, menciptakan kekosongan di perbatasan barat
Persia, yang secara efektif dieksploitasi oleh Sultan Ottoman Mahmud I, yang
memprakarsai Perang Ottoman-Persia (1743–46), di mana Kaisar Mughal Muhammad
Shah bekerja sama erat dengan Ottoman dan duta besar mereka Haji Yusuf Agha,
hubungan antara kedua kekaisaran ini berlanjut sampai kematian Muhammad Shah
pada tahun 1748.
e. HUBUNGAN DENGAN
KEKAISARAN SAFAWI
Pada Maret 1741, duta besar
Nadir Shah dari pemerintah iran, Hacı Han, datang ke Istanbul dengan tiga ribu
orang dan unit pengawalnya untuk memperpanjang perdamaian di antara mereka. Di
antara hadiahnya adalah kain bersulam permata, sepuluh gajah, dan senjata
berharga. Hacı Han diberi perjamuan di Fener Bahçesin. Juga merupakan masalah
untuk melewati gajah yang dibawa dengan tangan ke Istanbul, dan goncangan lebar
diletakkan di atas tongkang, dan tirai kayu dipasang di sekelilingnya sehingga
gajah tidak dapat ditakuti.
Hubungan Kekaisaran Afsharid
dan Kekaisaran Ottoman menjadi semakin tegang, mencapai dimensi baru pada
Februari 1743, dan Shah Safi, yang merupakan salah satu pangeran Shah Hussein
dan disandera di Pulau Chios, dikutuk dan ketidakmampuan Nader Shah untuk
menyelesaikannya. Kepala lambang pelaut, termasuk mahkota kepribadian,
diletakkan di destar. Dia dikirim ke perbatasan Afsharid dengan pasukan yang
bergabung dengannya.
f.
KELUARGA
Diketahui sebelas permaisuri
Mahmud I, tetapi dia tidak memiliki anak dari salah satu dari mereka (sama
seperti ahli warisnya, adik tirinya Osman III, Yang juga tetap tidak memiliki
anak), meskipun memerintah selama dua puluh empat tahun. Inilah mengapa
Sakaoğlu, seorang sejarawan Turki, berspekulasi bahwa Mahmud mungkin telah
mengalami pengebirian selama bertahun-tahun dipenjara di Kafe.
1)
PEMAISURI
Permaisuri Mahmud I yang
dikenal adalah:
§ Hace Ayşe Kadın. BaşKadin (permaisuri pertama) sampai
kematiannya. Dia membangun sebuah sekolah di Çörekçikapısı, dekat Masjid Fatih.
Nama Hace menunjukkan bahwa dia telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah dengan
perantaraan. Dia meninggal pada tahun 1746.
§ Hatem Kadin. BaşKadin dari kematian Ayşe Kadın pada
1746 hingga kematian Mahmud I pada 1754. Dia meninggal pada 1769 dan dimakamkan
di masjid Ayazma di Üsküdar.
§ Hace Alicenab Kadin. Dia membangun sekolah dan air
mancur di lingkungan Fatih. Nama Hace menunjukkan bahwa dia telah menunaikan
ibadah haji ke Mekkah dengan perantaraan. Dia meninggal pada tahun 1775 dan
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Hace Verdinaz Kadın. Dia membangun sekolah dan air
mancur di Murâdpaşa dan air mancur lainnya di Galata. Nama Hace menunjukkan
bahwa dia telah menunaikan ibadah haji ke Mekkah dengan perantaraan. Dia
meninggal pada 16 Desember 1804 dan dimakamkan di Şehzâdebaşı. Tanggal
kematiannya yang terlambat menunjukkan bahwa dia adalah salah satu
pendampingnya yang lebih muda.
§ Hatice Rami Kadin. Dia membangun sekolah dan air
mancur di Beşiktaş. Setahun setelah kematian Mahmud I pada 1755, dia menikah
dengan Inspektur Haremeyn Mustafapaşazade İbrahim Bey. Dia meninggal pada 16
Januari 1780.
§ Tiryal Kadin. Dia meninggal antara 1785 dan 1789.
§ Raziye Kadin
§ Meyase Hanim. BaşIkbal.
§ Fehmi Hanim.
§ Sirri Hanim.
§ Habbab Hanim.
g. KEMATIAN
Mahmud I yang terganggu oleh
fistula dan selama musim dingin yang keras kesehatannya menurun dari hari ke
hari. Pada hari Jumat tanggal 13 Desember 1754 ia berangkat untuk menghadiri
shalat Jumat. Setelah menghadiri sholat dia kembali ke istananya tetapi dalam
perjalanan dia pingsan di atas kudanya dan meninggal pada hari yang sama dan
dimakamkan di Mausoleum Sultan Turhan di Masjid Baru, di Eminönü, di Istanbul,
Turki.
·
Osman III
Osman
III عثمان ثالث |
Sultan Osman III |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-25
|
Memerintah : 13 Desember 1754 – 30 Oktober 1757 Pendahulu : Mahmud I Penerus : Mustafa III |
Lahir : 2
Januari 1699. Istana Edirne, Edirne, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 30 Oktober 1757 (umur 58). Istana
Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman Makam : Pemakaman Turhan Sultan, Masjid Baru,
Istanbul Permaisuri : 1. Leyla Kadın 2. Ferhunde Emine Kadın 3. Zevki Kadin |
Nama : Osman bin Mustofa Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Mustafa II Ibu : Şehsuvar Kadin Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Utsmaniyah III (Turki
Utsmaniyah: عثمان ثالث Osman-i sālis; 2 Januari 1699 – 30 Oktober 1757) adalah
Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1754 hingga 1757.
a. MASA MUDA
Osman III lahir pada 2
Januari 1699 di Istana Edirne. Ayahnya adalah Mustafa II dan ibunya adalah
Şehsuvar Sultan. Dia adalah adik tiri Mahmud I. Ketika ayahnya digulingkan dari
tahta pada tahun 1703, dia dibawa kembali ke Istanbul dan dipenjarakan di
Kafes. Osman III tinggal di Kafes selama 51 tahun.
Dia diam-diam disunat pada 17
April 1705 bersama pangeran lainnya di sini. Dia termasuk di antara para
pangeran dalam rombongan Ahmed. Dia juga kemudian melakukan perjalanan ke
sultan di dalam dan luar kota. Bersama kedutaan kakak laki-lakinya Mahmud pada
1 Oktober 1730, dia menjadi pangeran terbesar yang menunggu tahta.
b. MEMERINTAH
Osman.III
Osman III menjalani sebagian
besar hidupnya sebagai tahanan di istana, dan akibatnya, dia memiliki beberapa
keanehan perilaku saat naik takhta. Tidak seperti sultan sebelumnya, dia
membenci musik, dan mengusir semua musisi dari istana. Menurut Baron de Tott,
Osman III adalah tipe penguasa yang pemarah dan rendah hati.
Kegiatan pertama Osman III
adalah memilih pejabat pemerintah untuk diajak bekerja sama. Pada masa
pemerintahannya, perubahan-perubahan yang dilakukannya dalam tugas-tugas
pemerintahan tingkat tinggi, khususnya Wazir Agung, dapat dianggap sebagai
upaya untuk mereduksi peran otoritas amal yang sangat berbobot[samar-samar]
pada masa sultan sebelumnya.
Dalam badai hebat di bulan
Maret 1756, sebuah galleon Mesir mendarat di Kumkapı saat senja. Akibat badai
tersebut, 600 penumpang tidak dapat dievakuasi. Sultan yang datang ke pantai
mengambil semua penumpang dengan membawa tongkang dari galangan kapal. Dia
memerintahkan pembangunan Mercusuar Ahırkapı di Istanbul untuk mencegah insiden
semacam itu.
Prosesi pertama penobatannya
diadakan pada tanggal 14 Desember 1754. Para sejarawan pada waktu itu tidak
menulis peristiwa yang terjadi di kekaisaran karena cuaca yang sangat dingin
dan membekukan di bulan Januari 1755. Osman bertanggung jawab atas sebuah firman
pada tahun 1757 yang mempertahankan Status Quo dari berbagai situs Tanah Suci
untuk orang Kristen, Muslim, dan Yahudi.
Audiensi duta besar
Prancis Charles de Vergennes dengan Sultan Osman III pada 1755.
Pada tahun kedua
pemerintahannya, Osman kehilangan ibunya, Şehsuvar Sultan, yang pernah
berhubungan dengan agamanya. Setelah itu, pangeran tertua, Mehmed, meninggal
karena sakit pada 22 Desember 1756. Menurut berbagai sumber, pemakaman sang
pangeran, yang dikendalikan oleh tambang, wazir agung dan syekh al-Islam,
dihadiri oleh 5.000 orang. Beberapa sumber kontemporer menyebutkan bahwa sang
pangeran diracuni dan dibunuh atas prakarsa Köse Mustafa Pasha, sultan
berikutnya dari sultan ketiga, Köse Mustafa Pasha.
Perlu dicatat bahwa, pada
periode ini, ketentuan dikirim terhadap bandit di Anatolia dan Rumelia, dan
terutama pergerakan balok tanpa kepala, dan sultan juga tertarik dengan masalah
ini. Beberapa tindakan diambil terhadap suku Bozulus dan Cihanbeyli, orang
Armenia karena kekacauan di Iran, bandit di sekitar Erzurum dan Sivas, dan
pemimpin terkenal Karaosmanoğlu Hacı Mustafa Ağa. Yang terakhir ditangkap dan
dieksekusi, dan kepalanya dibawa ke Istanbul pada 5 Desember 1755.
c. ARSITEKTUR
Osman terkenal dengan
bangunan Masjid Nuruosmaniye, yang pembangunannya dimulai pada masa
pemerintahan Mahmud I. Kompleks Nuruosmaniye, juga dikenal sebagai Osmaniye
untuk sementara, terdiri dari tiga sekolah, madrasah, pabrik, perpustakaan,
mausoleum, ruang sementara, sebuah rumah jala, air mancur, penginapan, dan
toko. Osman membangun lingkungan baru pada 1755-56 di mana Istana dan Taman
Üsküdar berada, bersama dengan rumah dan toko. Dia juga membangun Masjid
Ihsaniye dan masjid-masjidnya, yang keduanya sekarang berdiri sebagai İhsaniye.
Osman III membangun air
mancur atas namanya pada tahun 1755–56; itu dihancurkan 122 tahun setelah
pembangunannya.
d. KEMATIAN
Osman III meninggal pada
malam tanggal 30 Oktober 1757. Pagi-pagi sekali diadakan upacara dan sepupunya
Mustafa III ditempatkan di atas takhta. Sultan baru memerintahkan Osman untuk
dimakamkan di Mausoleum Masjid Baru, bukan di Nuruosmaniye.
e. KELUARGA
Osman III memiliki tiga selir
yang diketahui tetapi tidak memiliki anak, begitu pula kakak tirinya Mahmud I.
Sakaoğlu, seorang sejarawan Turki, berspekulasi bahwa keduanya mungkin telah
mengalami pengebirian saat dipenjara di Kafe, tetapi sejarawan lain menunjukkan
bahwa Osman III berusia 55 tahun pada saat kebangkitannya dan, tidak seperti
saudara laki-lakinya, yang memiliki masa pemerintahan yang lama, dia naik takhta
hanya selama tiga tahun sebelum dia meninggal, dan kedua faktor ini mungkin
telah mempengaruhi fakta tidak memiliki anak.
Permaisuri Osman III yang
dikenal adalah:
§ Wanita Leila. Permaisuri Pertama Osman selama masa
pemerintahannya. Pada 1757, beberapa bulan setelah kematian Osman, dia menikah
dengan Hacı Mehmed Emin Bey dengan siapa dia memiliki seorang putra, Feyzullah
Bey. Dia meninggal pada tahun 1794 dan dimakamkan di Üsküdar.
§ Wanita Ferhunde Emine. Dia meninggal pada Agustus
1791.
§ Wanita Rasa. Dia mensponsori beberapa renovasi
bangunan dan membangun air mancur di Fındıklı, dengan gaya Barok Turki.
·
Mustafa III
Mustafa
III مصطفى الثالث |
Sultan Mustafa III |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-26
|
Memerintah : 30 Oktober 1757 – 21 Januari 1774 Pendahulu : Osman III Penerus : Abdul Hamid I |
Lahir : 28 Januari 1717. Istana Edirne, Edirne,
Kekaisaran Ottoman Meninggal : 21 Januari 1774 (umur 56). Istana
Topkapi, Istanbul, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Masjid Laleli, Fatih, Istanbul Permaisuri : 1. Mihrişah Kadin 2. Aynülhayat Kadın 3. Adilşah Kadin |
Nama : Mustafa bin Ahmad Dinasti : Ottoman Ayah : Ahmad III Ibu : Mihrişah Kadın Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Mustafa III (/ˈmʊstəfə/;
bahasa Turki Utsmaniyah: مصطفى ثالث Muṣṭafā-yi sālis; 28 Januari 1717 – 21
Januari 1774) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1757 hingga , dan
pendampingnya Mihrişah Kadın. Dia digantikan oleh saudaranya Abdul Hamid I
(1774–89).
a. MASA MUDA
Mustafa lahir di Istana
Edirne pada 28 Januari 1717. Ayahnya adalah Sultan Ahmed III, dan ibunya adalah
Mihrişah Kadın. Dia memiliki saudara laki-laki bernama, Şehzade Süleyman. Pada
tahun 1720, upacara sunat selama lima belas hari diadakan untuk Mustafa, dan
saudara laki-lakinya, pangeran Süleyman, Mehmed, dan Bayezid. Pada 1730,
setelah Patrona Halil memberontak, menyebabkan deposisi ayahnya Sultan Ahmed
III, dan penerus sepupunya Sultan Mahmud I, Mustafa, ayahnya, dan saudara
laki-laki semuanya dikurung di Istana Topkapı. Pada 1756, setelah kematian
kakak tirinya Mehmed, dia menjadi pewaris takhta.
b. MEMERINTAH
1)
PENCAPAIAN
Mustafa naik tahta pada 30
Oktober 1757, setelah kematian sepupunya Osman III, putra Sultan Mustafa II.
2)
KARAKTER
ATURAN MUSTAFA
Koin Mustafa III.
Segera setelah naik takhta,
Mustafa menunjukkan kepedulian khusus terhadap keadilan. Dia mengambil sejumlah
langkah untuk meningkatkan kemakmuran di Istanbul. Dia mengatur mata uang,
membangun toko biji-bijian yang besar, memelihara saluran air, dan menetapkan
kebijakan fiskal yang ketat. Dia sering bepergian dan memeriksa apakah hukum
yang dia tegakkan dipatuhi.
3)
PERJANJIAN
DENGAN PRUSIA
Koin perak: 2 Zolota
Mustafa III, 1759
Mustafa sangat mengagumi
kepemimpinan Frederick Agung, dan pada 1761 membuat perjanjian damai dengan
Prusia. Frederick menginginkan aliansi melawan Habsburg, dan Mustafa ingin
memodernisasi negara dan pasukannya. Mustafa lebih suka merekrut perwiranya di
Berlin, daripada di Paris dan London, untuk mengatur ulang pasukannya. Pada
1763, kedua negara bertukar diplomat untuk pertama kalinya.
4)
PERANG
RUSIA-TURKI (1768-1774)
kiri Pasukan Rusia
menyerang Turki, Pertempuran Kagul, Bessarabia selatan, 1770. Dan yang kanan
Penghancuran armada Turki Ottoman dalam Pertempuran Chesme, 1770.
Koca Ragıp Pasha, yang tetap
menjadi wazir agung sampai tahun 1763, menjalankan kebijakan perdamaian
terhadap negara-negara tetangga. Tetapi meningkatnya pengaruh Rusia atas
Kaukasus dan niatnya untuk menguasai Polandia menciptakan ketegangan antara
Ottoman dan Rusia. Penerus Ragıp Pasha, Muhsinzade Mehmed Pasha juga memilih
untuk tetap berdamai, dan desakan Mustafa untuk berperang ("Saya akan
menemukan cara untuk merendahkan orang-orang kafir itu") dengan Rusia
menyebabkan pengunduran dirinya pada tahun 1768. Rusia, tetapi sebenarnya
Ottoman tidak siap untuk perang yang panjang. Selama perang, reformasi militer
dilakukan, dengan bantuan perwira Perancis François Baron de Tott. Itu termasuk
modernisasi korps artileri dan pendirian Sekolah Teknik Angkatan Laut pada
tahun 1773. Perang itu membawa malapetaka bagi Kesultanan Utsmaniyah. Tentara
Rusia menduduki Krimea, Rumania, dan sebagian Bulgaria.
c. ARSITEKTUR
Banyak bangunan monumental
termasuk Masjid Fatih yang dibangun oleh Mehmed Sang Penakluk dibangun kembali
dari tanah pada masa pemerintahannya. Selain itu, dia telah membangun kompleks
Masjid Laleli, dan pantai di sepanjang Yenikapı diisi untuk mendirikan
lingkungan baru. Selain itu, ia mengerjakan proyek konstruksi lain setelah
gempa bumi tahun 1766 dan 1767.
d. KEHIDUPAN PRIBADI
PUISI
Dia adalah seorang penyair,
puisinya ditulis dengan nama samaran Cihangir.
(Ottoman Turkish)
"Yıkılupdur bu cihan
sanma ki bizde düzele
Devleti çarh-ı deni verdi
kamu müptezele
Şimdi erbab-ı saadette gezen
hep hazele
İşimiz kaldı hemen merhamet-i
lem yezele."
(Terjemahan)
"Dunia ini telah hancur,
jangan pernah berpikir dengan kami itu pulih,
Itu adalah nasib buruk yang
telah memberikan kekuatan kepada orang-orang vulgar,
Sekarang yang durhaka telah
menghuni Istana Kekaisaran,
Sekarang belas kasihan Tuhan
yang kekal itulah yang menjalankan bisnis kami.
e. KELUARGA
1)
PEMAISURI
Mustafa III memiliki tujuh
permaisuri yang dikenal:
§ Aynülhayat Kadın (1746 - 1 Agustus 1764). Mungkin
BaşKadin (permaisuri pertama), terkadang dianggap sebagai istri sah Mustafa.
Dia adalah ibu dari setidaknya satu anak perempuan[20] dan memiliki seorang
saudara perempuan, Emine Hanim, di harem seperti dia. Dia membangun Masjid
Katırcıham Mescid pada tahun 1760. Dia dimakamkan di Laleli.
§ Mihrişah Kadin (1745 - 16 Oktober 1805). Dia berasal
dari Genoa atau Georgia, dia adalah ibu dari Selim III dan setidaknya dua anak
perempuan. Dia adalah BaşKadin atau menjadi BaşKadin setelah kematian
Aynülhayat Kadın.
§ Fehime Kadın (- 1761). Dia meninggal saat melahirkan,
tetapi tidak diketahui siapa atau apa yang terjadi pada anak itu, meskipun
beberapa orang berteori dia mungkin Şah Sultan.
§ Rifat Kadin (1744 - Desember 1803). Wanita kelahiran
bebas, Mustafa bertemu dengannya saat berkeliling Istanbul dalam penyamaran.
Dia kemudian dipercayakan kepada istri Wazir Agung untuk mendidiknya sebelum
memasuki harem. Kemungkinan ibu dari Şah Sultan. Setelah kematian Mustafa, dia
kembali ke keluarganya. Dia dimakamkan di pemakaman Haydarpaşa.
§ Ayşe Adilşah Kadin (1748 - 19 Desember 1803). Berasal
dari Sirkasia, dia adalah ibu dari dua anak perempuan. Dia dimakamkan di taman
mausoleum Mustafa III.
§ Binnaz Kadın (1740 - Mei 1823). Tanpa anak, setelah
kematian Mustafa dia menikah dengan Çayırzâde İbrahim Ağa. Dia dimakamkan di
mausoleum Hamidiye.
§ Gulman Hanim. BaşIkbal. Disebut juga Gülnar Hanim.
2)
PUTRA
Mustafa III memiliki
setidaknya dua putra:
§ Selim III (24 Desember 1761 - 28 Juli 1808) - bersama
Mihrişah Kadin. Sultan ke-28 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Mehmed (10 Januari 1767 - 12 Oktober 1772).
Tutornya adalah Küçük Hüseyn Ağa. Ia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.
3)
PUTRI
Mustafa III memiliki
setidaknya sembilan anak perempuan:
§ Hibetullah Sultan (17 Maret 1759 - 7 Juni 1762) -
dengan Mihrişah Kadin. Juga disebut Heybetullah Sultan atau Heyyibetullah
Sultan. Dia adalah kelahiran kekaisaran pertama dalam 29 tahun, dan karena itu
dirayakan selama sepuluh hari sepuluh malam dengan cara yang sangat mewah.
Perawatnya adalah Emine Hanim, saudara perempuan Aynülhayat Kadın, dan, sebagai
ibu Mustafa, Mihrişah Kadin, meninggal, adalah saudara perempuannya, Saliha
Sultan, istri Wazir Agung, yang memimpin Prosesi Cradle-nya. Pada tiga bulan,
dia bertunangan dengan Hamid Hamza Paşah. Dalam upacara mewah, ayahnya
memberinya tanah Gümrükçü, tetapi dia meninggal karena sakit pada usia tiga
tahun sebelum bisa merayakan pernikahan. Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa
III.
§ Şah Sultan (21 April 1761 - 11 Maret 1803) - dengan
Rifat Kadın atau Fehime Kadın. Kesehatannya lemah, dia bertunangan dua kali,
tetapi keduanya dieksekusi sebelum pernikahan. Dia akhirnya berhasil menikah
dan memiliki dua anak perempuan kandung dan satu anak angkat.
§ Mihrimah Sultan (5 Februari 1762 - 16 Maret 1764) -
dengan Aynülhayat Kadın. Kelahirannya dirayakan selama lima hari. Dia
dimakamkan di mausoleum Mustafa III.
§ Mihrişah Sultan (9 Januari 1763 - 21 Februari 1769) -
kemungkinan bersama Aynülhayat Kadın. Kelahirannya dirayakan selama tiga hari.
Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.
§ Beyhan Sultan (13 Januari 1766 - 7 November 1824) -
dengan Adilşah Kadin. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putri.
§ Hatice Sultan (15 Juni 1766 - 1767) - kemungkinan
bersama Aynülhayat Kadın.
§ Hatice Sultan (14 Juni 1768 - 17 Juli 1822) - dengan
Adilşah Kadin. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putra.
§ Fatma Sultan (9 Januari 1770 - 26 Mei 1772) - bersama
Mihrişah Kadin. Dia dimakamkan di mausoleum Mustafa III.
§ Reyhan Sultan. Dia meninggal sebagai seorang anak.
f.
KEMATIAN
Laleli Mosque tomb
Sultan Mustafa III and son Selim III
Mustafa meninggal karena
serangan jantung pada hari Jumat, 21 Januari 1774, di Istana Topkapı, dan
dimakamkan di makamnya sendiri yang terletak di Masjid Laleli, Istanbul. Dia
digantikan oleh saudaranya Abdul Hamid I. Kematiannya membuat kekaisaran
berkutat dengan masalah ekonomi dan administrasi.
·
Abd-ul-Hamid I
Abdul
Hamid I عبد الحميد
الأول |
Sultan Abdul Hamid I |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-27
|
Memerintah : 21 Januari 1774 – 7 April 1789 Pendahulu : Mustafa III Penerus : Selim III |
Lahir : 20 Maret 1725. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 7 April 1789 (umur 64). Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman Makam : Abdul Hamid I, Fatih, Istanbul Permaisuri : 1. Ayşe Kadın 2. Ruhşah Hatice Kadın 3. Sineperver Sultan 4. Nakşidil Sultan |
Nama : Abdülhamid Han bin Ahmed Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Ahmad III Ibu : Şermi Kadın Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Abdülhamid atau Abdul Hamid I
(Turki Utsmaniyah: عبد الحميد اول, `Abdü'l-Ḥamīd-i evvel; bahasa Turki: Birinci
Abdülhamid; 20 Maret 1725 – 7 April 1789) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah
ke-27, yang memerintah Kekaisaran Ottoman dari 1774 hingga 1789.
a. MASA MUDA
Sultan Abdul Hamid I
Abdul Hamid lahir pada
tanggal 20 Maret 1725, di Konstantinopel. Ia adalah putra bungsu Sultan Ahmed
III (memerintah 1703–1730) dan pendampingnya Şermi Kadın. Ahmed III melepaskan
kekuasaannya demi keponakannya Mahmud I, yang kemudian digantikan oleh
saudaranya Osman III, dan Osman oleh putra sulung Ahmed Mustafa III. Sebagai
calon pewaris takhta, Abdul Hamid dipenjara dengan nyaman oleh sepupu dan kakak
laki-lakinya, yang merupakan kebiasaan. Penahanannya berlangsung hingga 1767.
Selama periode ini, ia menerima pendidikan awalnya dari ibunya Rabia Şermi,
yang mengajarinya sejarah dan kaligrafi.
b. MEMERINTAH
1)
PENCAPAIAN
Pada hari kematian Mustafa
pada 21 Januari 1774, Abdul Hamid naik tahta dengan upacara yang diadakan di
istana. Keesokan harinya prosesi pemakaman Mustafa III digelar. Sultan baru
mengirim surat kepada Wazir Agung Serdar-ı Ekrem Muhsinzade Mehmed Pasha di
garis depan dan memberitahunya untuk melanjutkan perang melawan Rusia. Pada 27
Januari 1774, dia pergi ke Masjid Sultan Eyüp, di mana dia diberikan Pedang
Osman.
Tentara Utsmaniyah
maju dari Sofia, garnisun terbesarnya di Rumelia, pada tahun 1788.
2)
ATURAN
Penahanan Abdul Hamid yang
lama telah membuatnya acuh tak acuh terhadap urusan negara dan mudah ditempa
oleh rancangan para penasihatnya. Namun dia juga sangat religius dan pasifis.
Pada pengangkatannya, kesulitan keuangan perbendaharaan sedemikian rupa
sehingga sumbangan yang biasa tidak dapat diberikan kepada Korps Janisari.
Sultan baru memberi tahu Janissari, "Tidak ada lagi gratifikasi dalam
perbendaharaan kami, seperti yang harus dipelajari oleh semua putra prajurit
kami."
Abdul Hamid berusaha
mereformasi angkatan bersenjata Kekaisaran termasuk korps Janisari dan angkatan
laut. Dia juga mendirikan korps artileri baru dan dikreditkan dengan pendirian
Sekolah Teknik Angkatan Laut Kekaisaran.
Sultan Abdul Hamid I
Abdul Hamid mencoba
memperkuat kekuasaan Ottoman atas Suriah, Mesir, dan Irak. Namun, keberhasilan
kecil melawan pemberontakan di Suriah dan Morea tidak dapat mengimbangi
hilangnya Semenanjung Krimea, yang secara nominal telah merdeka pada tahun 1774
tetapi dalam praktiknya sebenarnya dikendalikan oleh Rusia.
Rusia berulang kali
mengeksploitasi posisinya sebagai pelindung umat Kristen Timur untuk ikut
campur dalam Kesultanan Utsmaniyah. Pada akhirnya, Ottoman menyatakan perang
melawan Rusia pada 1787. Austria segera bergabung dengan Rusia. Turki awalnya
bertahan dalam konflik tersebut, tetapi pada 6 Desember 1788, Ochakov jatuh ke
tangan Rusia (semua penduduknya dibantai). Mendengar hal tersebut, Abdul Hamid
I mengalami stroke yang mengakibatkan kematiannya.
Terlepas dari kegagalannya,
Abdul Hamid dianggap sebagai Sultan Ottoman yang paling murah hati. Dia secara
pribadi mengarahkan pemadam kebakaran selama kebakaran Konstantinopel tahun
1782. Dia dikagumi oleh orang-orang karena pengabdian religiusnya dan bahkan
disebut Veli ("santo"). Dia juga menguraikan kebijakan reformasi,
mengawasi pemerintah dengan cermat, dan bekerja dengan negarawan.
Abdul Hamid, saya beralih ke
urusan dalam negeri setelah perang dengan Rusia berakhir. Dia mencoba untuk
menekan pemberontakan internal melalui Aljazair Gazi Hasan Pasha, dan mengatur
pekerjaan reformasi melalui Silâhdar Seyyid Mehmed Pasha (Karavezir) dan Halil
Hamid Pasha.
Di Suriah, pemberontakan yang
dipimpin oleh Zahir al-Umar, yang bekerja sama dengan para laksamana angkatan
laut Rusia di Mediterania, memanfaatkan kebingungan yang disebabkan oleh
ekspedisi Rusia pada kampanye Rusia tahun 1768, dan menekan pemberontakan di
Mesir pada tahun 1775, juga sebagai Kölemen yang memberontak di Mesir, dibawa
ke jalan. Di sisi lain, kebingungan di Peloponnese telah berakhir, dan
ketenangan tercapai. Kaptanıderyâ Gazi Hasan Pasha dan Cezzâr Ahmed Pasha
memainkan peran penting dalam menekan semua peristiwa ini.
3)
PERJANJIAN
KUCUK KAYNARCA
Terlepas dari kecenderungan
pasifiknya, Kekaisaran Ottoman terpaksa segera memperbarui perang yang sedang
berlangsung dengan Rusia. Hal ini menyebabkan kekalahan total Turki di
Kozludzha dan Perjanjian Küçük Kaynarca yang memalukan, ditandatangani pada 21
Juli 1774. Ottoman menyerahkan wilayah ke Rusia, dan juga hak untuk campur
tangan atas nama Kristen Ortodoks di Kekaisaran.
Dengan Perjanjian Küçük
Kaynarca, wilayah yang tersisa, serta duta besar Rusia di tingkat Istanbul dan
perwakilan resmi, partisipasi duta besar ini dalam upacara lain di upacara
kenegaraan, hak untuk melewati Selat ke Rusia, sebagai utusan dari utusan Rusia
diberi kekebalan. Peluang pemasaran untuk semua jenis komoditas di Istanbul dan
pelabuhan lain, serta hak komersial penuh Inggris dan Prancis, diberikan. Juga
dalam perjanjian itu negara Rusia membangun gereja di Galata. Dalam keadaan
seperti itu, gereja ini akan terbuka untuk umum, disebut sebagai Gereja
Rusia-Yunani, dan selamanya di bawah perlindungan duta besar Rusia di Istanbul.
4)
HUBUNGAN
DENGAN TIPU SULTAN
Pada 1789, Tipu Sultan,
penguasa Kesultanan Mysore mengirim kedutaan ke Abdul Hamid, dengan segera
meminta bantuan melawan British East India Company, dan mengusulkan aliansi
ofensif dan defensif. Abdul Hamid memberi tahu duta besar Mysore bahwa Ottoman
masih terjerat dan kelelahan akibat perang yang sedang berlangsung dengan Rusia
dan Austria.
c. ARSITEKTUR
Abdul Hamid, saya
meninggalkan banyak karya arsitektur, kebanyakan di Istanbul. Yang paling
penting adalah arus di Sirkeci pada tahun 1777. [klarifikasi diperlukan] Ini adalah
bangunan yang dibangun oleh Vakıf Inn. Ia membangun air mancur, sekolah dasar,
madrasah, dan perpustakaan di samping gedung ini. Buku-buku di perpustakaan
disimpan di Perpustakaan Süleymaniye hari ini dan madrasah digunakan sebagai
gedung bursa. Selama pembangunan Vakıf Inn, air mancur dipindahkan karena
konstruksi dan dipindahkan ke sudut Masjid Sultan Zeynep di seberang Taman
Gülhane.
Selain karya-karya tersebut,
pada 1778 ia membangun Masjid Beylerbeyi, didedikasikan untuk Râbia Şermi
Kadın, dan membangun air mancur di Lapangan Çamlıca Kısıklı. Dia juga membangun
masjid, air mancur, pemandian, dan toko di sekitar Emirgi di Emirgân pada tahun
1783, dan satu lagi untuk Hümâşah Sultan dan putranya Mehmed. Selain itu, ada
air mancur di sebelah Masjid Neslişah di Istinye, dan air mancur lainnya di
tanggul antara Dolmabahçe dan Kabataş.
d. KARAKTER
Dia menuliskan masalah yang
dia lihat sebelumnya, kepada wazir agung atau gubernur kerajaannya. Dia
menerima undangan wazir agungnya dan pergi ke rumahnya, diikuti dengan
pembacaan Alquran. Dia rendah hati dan seorang Sultan yang religius.
Diketahui bahwa Abdul Hamid I
menyayangi anak-anaknya, tertarik pada kehidupan keluarga, dan menghabiskan
bulan-bulan musim panas di Karaağaç, Beşiktaş bersama istri, putra dan putrinya.
Gaya berpakaian putrinya Esma Sultan, kecintaannya pada hiburan, dan
perjalanannya ke objek bersama para pekerja harian dan selirnya telah menjadi
teladan bagi para wanita Istanbul.
e. KELUARGA
Abdül hamid I terkenal
memiliki selir bahkan selama masa kurungan di Kafes, sehingga melanggar aturan
harem. Dari hubungan ini setidaknya satu putri dikandung, lahir dan dibesarkan
secara diam-diam di luar Istana sampai penobatan Abdülhamid, ketika dia
diterima di istana sebagai "putri angkat" sultan.
1) PEMAISURI
Abdülhamid I memiliki setidaknya empat belas permaisuri:
§ Ayşe Kadın. BaşKadin
(permaisuri pertama) sampai kematiannya pada tahun 1775. Ia dimakamkan di Yeni
Cami.
§ Hace Ruhşah Hatice
Kadın. BaşKadin setelah kematian Ayşe. Dia adalah permaisuri yang paling
dicintai Abdulhamid. Dia adalah selirnya bahkan sebelum dia menjadi sultan.
Lima surat cinta yang sangat intens yang ditulis sultan kepadanya sekitar waktu
itu telah disimpan. Ibu dari setidaknya seorang putra. Setelah kematian Abdülhamid
dia melakukan ziarah ke Mekah dengan perwakilan, yang memberinya nama
"Hace". Dia meninggal pada tahun 1808 dan dimakamkan di mausoleum
Abdülhamid I.
§ Binnaz Kadin. Ia
lahir sekitar tahun 1743. Tanpa anak, setelah kematian Abdülhamid ia menikah
dengan Çayırzade İbrahim Ağa. Dia meninggal pada Mei atau Juni 1823, dan
dimakamkan di taman Mausoleum Hamidiye.
§ Nevres Kadin.
Sebelum menjadi permaisuri, dia adalah bendahara harem. Dia meninggal pada
tahun 1797.
§ Ayşe Sineperver
Kadın. Dia adalah ibu dari setidaknya dua putra, termasuk Mustafa IV, dan dua
putri. Dia adalah Valide Sultan kurang dari setahun sebelum deposisi putranya,
dan menghabiskan sisa hidupnya di istana putrinya. Dia meninggal pada 11
Desember 1828.
§ Mehtabe Kadin.
Awalnya seorang Kalfa (pelayan) harem, dia menjadi permaisuri melalui bantuan
kızları agasi Beşir Ağa. Dia meninggal pada tahun 1807.
§ Muteber Kadin.
Disebut juga Mutebere Kadın. Ibu dari setidaknya seorang putra. Stempel
pribadinya berbunyi: “ Devletlü beşinci Muteber Kadın Hazretleri ”. Dia
meninggal pada 16 Mei 1837 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.
§ Fatma Şebsefa Kadın.
Disebut juga Şebisefa, Şebsafa atau Şebisafa Kadin. Ibu dari setidaknya seorang
putra dan tiga putri. Dia memiliki pertanian di Thessaloniki, yang dia wariskan
kepada putrinya ketika dia meninggal pada tahun 1805. Dia dimakamkan di dekat
Masjid Zeyrek.
§ Nakşidil Kadın.
Berasal dari Georgia atau Sirkasia, dia menjadi terkenal karena legenda yang
tidak terbukti bahwa dia sebenarnya adalah hilangnya Aimée du Buc de Rivéry,
sepupu jauh Permaisuri Josephine Bonaparte. Dia adalah ibu dari dua putra dan
putri, termasuk Mahmud II. Dia meninggal pada 22 Agustus 1817 dan dimakamkan di
mausoleumnya di dalam Masjid Fatih miliknya.
§ Hümaşah Kadın. Ibu
dari setidaknya seorang putra, dia membangun air mancur di dekat Dolmabahçe dan
satu lagi di Emirgân. Dia meninggal pada tahun 1778 dan dimakamkan di Yeni
Cami.
§ Dilpezir Kadın. Dia
meninggal pada tahun 1809 dan dimakamkan di taman Mausoleum Hamidiye.
§ Mislinayab Kadın.
Dia dimakamkan di mausoleum Nakşıdil Valide Sultan.
§ Mihriban Kadin.
Disalahartikan oleh Oztüna sebagai ibu Esma Sultan, dia meninggal pada tahun
1812 dan dimakamkan di Edirne.
§ Nükhetseza Hanim.
BaşIkbal, dia adalah permaisuri termuda. Dia meninggal pada tahun 1851.
2)
PUTRA
Abdül hamid Saya memiliki
setidaknya sebelas putra:
§ Şehzade Abdullah (1 Januari 1776 - 1 Januari 1776).
Lahir mati, dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şehzade Mehmed (22 Agustus 1776 - 20 Februari 1781) -
dengan Hümaşah Kadın. Meninggal karena cacar, dia dimakamkan di mausoleum
Hamidiye.
§ Şehzade Ahmed (8 Desember 1776 - 18 November 1778) -
dengan Ayşe Sineperver Kadın. Dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Şehzade Abdürrahman (8 September 1777 - 8 September
1777). Lahir mati, dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şehzade Süleyman (13 Maret 1778 - 19 Januari 1786) -
dengan Muteber Kadın. Meninggal karena cacar, dia dimakamkan di mausoleum
Hamidiye.
§ Şehzade Ahmed (1779 - 1780). Ia dimakamkan di Yeni
Cami.
§ Şehzade Abdülaziz (19 Juni 1779 - 19 Juni 1779) -
dengan Ruhşah Kadin. Lahir mati, dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Mustafa IV (8 September 1779 - 16 November 1808) -
dengan Ayşe Sineperver Kadın. Sultan ke-29 dari Kekaisaran Ottoman, dieksekusi
setelah kurang dari setahun.
§ Şehzade Mehmed Nustet (20 September 1782 - 23 Oktober
1785) - dengan Şebsefa Kadın. Ibunya mendedikasikan sebuah masjid untuk
mengenangnya. Ia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Şehzade Seyfullah Murad (22 Oktober 1783 - 21 Januari
1785) - dengan Nakşidil Kadin. Ia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Mahmud II (20 Juli 1785 - 1 Juli 1839) - dengan
Nakşidil Kadin. Sultan ke-30 Kekaisaran Ottoman.
3)
PUTRI
Abdül hamid Saya memiliki
setidaknya enam belas anak perempuan:
§ Ayşe Athermelik Dürrüşehvar Hanım (c.1767 - 11 Mei
1826). Disebut juga Athermelek. Dia dikandung saat ayahnya masih Şehzade dan
dikurung di Kafes, sehingga melanggar aturan harem. Ibunya diselundupkan keluar
istana dan kelahirannya dirahasiakan, jika tidak keduanya akan dibunuh. Ketika
Abdülhamid, yang memujanya, naik tahta, dia mengembalikannya ke istana dengan
status "anak angkat", yang memberinya pangkat putri kekaisaran
seperti putri lainnya, tetapi dia tidak dapat memberinya gelar
"Sultan". , jadi dia tidak pernah datang. sepenuhnya setara dengan
saudara tiri. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.
§ Hatice Sultan (12 Januari 1776 - 8 November 1776).
Putri pertama lahir setelah ayahnya naik takhta, kelahirannya dirayakan selama
sepuluh hari. Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Ayşe Sultan (30 Juli 1777 - 9 September 1777). Dia
dimakamkan di Yeni Cami.
§ Esma Sultan (17 Juli 1778 - 4 Juni 1848) - dengan Ayşe
Sineperver Kadın. Dia dijuluki Küçük Esma (Esma yang lebih muda ) untuk
membedakannya dari bibinya, Esma yang tertua. Dekat dengan saudara laki-lakinya
Mustafa IV, dia berusaha mengembalikannya ke tahta dengan bantuan saudara tiri
mereka Hibetullah Sultan, tetapi akhirnya dia menjadi saudara perempuan favorit
sultan baru, saudara tirinya Mahmud II, yang memberinya gelar. kebebasan yang
belum pernah diberikan kepada seorang putri. Dia menikah sekali tetapi tidak
memiliki anak.
§ Melekşah Sultan (19 Februari 1779 - 1780).
§ Rabia Sultan (20 Maret 1780 - 28 Juni 1780). Dia
dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Aynışah Sultan (9 Juli 1780 - 28 Juli 1780). Dia
dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Melekşah Sultan (28 Januari 1781 - 24 Desember 1781).
Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Rabia Sultan (10 Agustus 1781 - 3 Oktober 1782). Dia
dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Fatma Sultan (12 Desember 1782 - 11 Januari 1786) -
bersama Ayşe Sineperver Kadın. Meninggal karena cacar, dia dimakamkan di
mausoleum Hamidiye. Sebuah air mancur didedikasikan untuk mengenangnya.
§ Hatice Sultan (6 Oktober 1784 - 1784).
§ Alemşah Sultan (11 Oktober 1784 - 10 Maret 1786) -
dengan Şebsefa Kadın. Kelahirannya dirayakan selama tiga hari. Dia dimakamkan
di mausoleum Hamidiye.
§ Saliha Sultan (27 November 1786 - 10 April 1788) -
dengan Nakşidil Kadin. Dia dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Emine Sultan (4 Februari 1788 - 9 Maret 1791) - dengan
Şebsefa Kadın. Ayahnya sangat berharap dia akan hidup dan menghujaninya dengan
hadiah, termasuk properti bibinya yang kemudian Esma Sultan dan istana
penghibur Chechnya. Dia meninggal karena cacar dan dimakamkan di mausoleum
Hamidiye.
§ Zekiye Sultan (20 Maret 1788). Dia meninggal saat
masih bayi.
§ Hibetullah Sultan (16 Maret 1789 - 19 September 1841)
- dengan Şebsefa Kadın. Dia menikah sekali tetapi tidak memiliki anak. Dia
bekerja sama dengan saudara tirinya Esma Sultan untuk mengembalikan Mustafa IV,
saudara laki-laki Esma dan saudara tiri Hibetullah, ke tahta, tetapi dia
ditemukan oleh Mahmud II, sultan baru dan juga saudara tiri mereka, dan
ditempatkan di bawah tahanan rumah selama hidup, tidak dapat berkomunikasi
dengan siapa pun.
f.
KEMATIAN
Makam Abdul Hamid I
di perempatan Eminönü di Fatih, Istanbul.
Abdul Hamid meninggal pada 7
April 1789, pada usia enam puluh empat tahun, di Istanbul. Ia dimakamkan di
Bahcekapi, makam yang dibangunnya sendiri.
Dia memelihara kuda Arab
dengan penuh semangat. Salah satu ras Arab Küheylan dinamai "Küheylan
Abdülhamid" menurut namanya.
·
Selim III
Selim
III سليم الثالث |
Sultan Selim III |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-28
|
Pemerintahan : 7 April 1789 – 29 Mei 1807 Pendahulu : Abdul Hamid I Penerus : Mustafa IV |
Lahir : 24 Desember 1761. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 28 Juli 1808 (umur 46). Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Laleli, Masjid Istanbul Permaisuri : 1. Nefizar Kadin 2. Afitab Kadin 3. Refet Kadin 4. Pakize Hanim |
Nama : Selim bin Mustofa Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Mustofa III Ibu : Mihrişah Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Selim III (Turki Utsmaniyah: سليم
ثالث, diromanisasi: Selim-i sâlis; bahasa Turki: III. Selim; 24 Desember 1761 –
28 Juli 1808) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah dari tahun 1789 hingga 1807.
Dianggap sebagai penguasa yang tercerahkan, Janissari akhirnya menggulingkan
dan memenjarakannya, dan menempatkan sepupunya Mustafa di atas takhta sebagai
Mustafa IV. Selim kemudian dibunuh oleh sekelompok pembunuh.
a. MASA MUDA
Selim III adalah putra Sultan
Mustafa III dan istrinya Mihrişah Sultan. Ibunya Mihrişah Sultan berasal dari
Georgia, dan ketika dia menjadi Valide Sultan, dia berpartisipasi dalam
mereformasi sekolah negeri dan mendirikan perusahaan politik. Ayahnya Ottoman
Sultan Mustafa III berpendidikan sangat tinggi dan percaya akan perlunya
reformasi. Mustafa III berusaha menciptakan pasukan yang kuat selama masa damai
dengan tentara yang profesional dan terdidik. Ini terutama dimotivasi oleh
ketakutannya akan invasi Rusia. Selama Perang Rusia-Turki, dia jatuh sakit dan
meninggal karena serangan jantung pada tahun 1774. Sultan Mustafa menyadari
fakta bahwa diperlukan reformasi militer. Dia mendeklarasikan peraturan militer
baru dan membuka akademi maritim dan artileri.
Sultan Mustafa sangat
dipengaruhi oleh mistisisme. Oracle meramalkan putranya Selim akan menjadi
penakluk dunia, jadi dia mengadakan pesta gembira yang berlangsung selama tujuh
hari. Selim berpendidikan sangat baik di istana. Sultan Mustafa III mewariskan
putranya sebagai penggantinya; namun, paman Selim Abdul Hamid I naik tahta
setelah kematian Mustafa. Sultan Abdul Hamid I merawat Selim dan sangat
menitikberatkan pendidikannya.
Setelah kematian Abdul Hamid,
Selim menggantikannya pada 7 April 1789, dalam usia 27 tahun. Sultan Selim III
sangat menyukai sastra dan kaligrafi; banyak dari karyanya dipajang di dinding
masjid dan biara. Dia menulis banyak puisi, terutama tentang pendudukan Krimea
oleh Rusia. Dia berbicara bahasa Arab, Persia, Turki, dan Bulgaria Kuno dengan
lancar. Selim III sangat mementingkan patriotisme dan agama. Dia
mendemonstrasikan keahliannya dalam puisi, musik dan menyukai seni rupa dan
ketentaraan.
b. MEMERINTAH
1)
RENCANA
REFORMASI
Selim III menerima
pejabat di audiensi di Gerbang Kebahagiaan, Istana Topkapi. Lukisan oleh
Konstantin Kapıdağlı.
Bakat dan energi yang
dianugerahkan Selim III telah membuatnya disayangi oleh orang-orang, dan
harapan besar didirikan pada pengangkatannya. Dia banyak bergaul dengan orang
asing, dan benar-benar diyakinkan tentang perlunya mereformasi negaranya.
Namun, Austria dan Rusia
tidak memberinya waktu untuk apa pun selain pertahanan, dan tidak sampai
Perdamaian Iaşi (1792) dia diberi ruang bernapas di Eropa, sementara invasi
Napoleon ke Mesir dan Suriah segera menyerukan upaya terkuat kekaisaran. .
Provinsi Ottoman dari Mesir
hingga Suriah mulai menerapkan kebijakan Prancis dan mulai menjauh dari
Istanbul setelah serangan Napoleon.
Kampanye Prancis di
Mesir dan Suriah melawan pasukan Mamluk dan Ottoman.
Selim III diuntungkan oleh
jeda untuk menghapus kepemilikan militer atas wilayah kekuasaan; ia
memperkenalkan reformasi yang bermanfaat ke dalam administrasi, terutama di
departemen fiskal, dicari dengan rencana yang dipertimbangkan dengan baik untuk
memperluas penyebaran pendidikan, dan melibatkan perwira asing sebagai
instruktur, yang olehnya dikumpulkan korps kecil pasukan baru yang disebut
nizam-i-jedid. dan dibor pada tahun 1797. Unit ini terdiri dari pemuda petani
Turki dari Anatolia dan dilengkapi dengan persenjataan modern.
Pasukan ini mampu bertahan
melawan Janissari yang memberontak di provinsi Balkan seperti Sanjak dari
Smederevo melawan Wazir Hadži Mustafa Pasha yang ditunjuknya, di mana gubernur
yang tidak puas tidak segan-segan mencoba memanfaatkan mereka untuk melawan
sultan yang melakukan reformasi.
Didorong oleh keberhasilan
ini, Selim III mengeluarkan perintah bahwa di masa depan orang-orang terpilih
harus diambil setiap tahun dari Janissari untuk bertugas di nizam-i-jedid.
Selim III tidak dapat mengintegrasikan nizam-i jedi dengan sisa tentara yang
secara keseluruhan membatasi perannya dalam pertahanan negara.
2)
HUBUNGAN LUAR
NEGERI
Tentara utama Ottoman
yang dipimpin oleh Wazir Agung maju ke Sofia (di Bulgaria yang diduduki) pada
Mei 1788, untuk melawan tentara Austria dan Rusia.
Selim III naik tahta hanya
untuk menemukan bahwa Kekaisaran Ottoman lama telah sangat berkurang karena
konflik di luar kerajaan. Dari utara, Rusia telah merebut Laut Hitam melalui
Perjanjian Küçük Kaynarca pada tahun 1774. Selim menyadari pentingnya hubungan
diplomatik dengan negara lain, dan mendorong kedutaan permanen di pengadilan
semua negara besar Eropa, tugas yang berat karena prasangka agama terhadap umat
Islam. Bahkan dengan kendala agama, kedutaan besar tetap didirikan di Inggris,
Prancis, Prusia, dan Austria. Selim, seorang penyair dan musisi yang berbudaya,
melakukan korespondensi panjang dengan Louis XVI. Meski tertekan dengan
berdirinya republik di Prancis, pemerintah Utsmaniyah ditenangkan oleh
perwakilan Prancis di Konstantinopel yang menjaga niat baik dari berbagai tokoh
berpengaruh.
Namun, pada 1 Juli 1798,
pasukan Prancis mendarat di Mesir, dan Selim menyatakan perang terhadap
Prancis. Dalam aliansi dengan Rusia dan Inggris, Turki berada dalam konflik
berkala dengan Prancis di darat dan laut hingga Maret 1801. Perdamaian terjadi
pada Juni 1802, Tahun berikutnya menimbulkan masalah di Balkan. Selama beberapa
dekade kata sultan tidak memiliki kekuatan di provinsi-provinsi terpencil,
mendorong reformasi militer Selim untuk menerapkan kembali kendali pusat.
Keinginan ini tidak terpenuhi. Salah satu pemimpin pemberontak adalah Osman
Pazvantoğlu yang didukung Austria, yang invasi ke Wallachia pada tahun 1801
mengilhami intervensi Rusia, menghasilkan otonomi yang lebih besar untuk
provinsi Dunubian. Kondisi Serbia juga memburuk. Mereka mengambil giliran yang
menentukan dengan kembalinya Janissari yang dibenci, digulingkan 8 tahun
sebelumnya. Pasukan ini membunuh gubernur tercerahkan Selim, mengakhiri
pemerintahan terbaik yang dimiliki provinsi ini dalam 100 tahun terakhir. Baik
senjata maupun diplomasi tidak dapat memulihkan otoritas Ottoman.
Pengaruh Prancis dengan
Sublime Porte (sebutan diplomatik Eropa untuk negara Ottoman) tidak bangkit
kembali tetapi kemudian menyebabkan Sultan menentang St. Petersburg dan London,
dan Turki bergabung dengan Sistem Kontinental Napoleon. Perang diumumkan di
Rusia pada 27 Desember dan di Inggris pada Maret 1807.
3)
PEMBERONTAKAN
JANISSARI
Proyek militer Sultan yang
paling ambisius adalah pembentukan korps infanteri baru yang sepenuhnya
terlatih dan diperlengkapi sesuai dengan standar Eropa terbaru. Unit ini, yang
disebut nizam-i jedid (orde baru), dibentuk pada tahun 1797 dan mengadopsi pola
rekrutmen yang tidak biasa bagi pasukan kekaisaran; itu terdiri dari pemuda
petani Turki dari Anatolia, indikasi yang jelas bahwa sistem devshirme tidak
lagi berfungsi. Dipekerjakan dan dilatih oleh orang Eropa, nizam-i jedid
dilengkapi dengan senjata modern dan seragam bergaya Prancis. Pada tahun 1806,
tentara baru berjumlah sekitar 23.000 tentara, termasuk korps artileri modern,
dan unitnya tampil efektif dalam aksi kecil. Tetapi ketidakmampuan Selim III
untuk mengintegrasikan kekuatan dengan tentara reguler dan keengganannya untuk
mengerahkannya melawan lawan domestiknya membatasi perannya dalam
mempertahankan negara yang diciptakannya untuk dilestarikan.
Sejak awal pemerintahan
Selim, Janissari memandang seluruh program reformasi militer ini sebagai ancaman
terhadap kemerdekaan mereka, dan mereka menolak untuk mengabdi bersama tentara
baru di lapangan. Para derebey yang kuat khawatir dengan cara sultan membiayai
pasukan barunya — dia menyita timar dan mengarahkan pendapatan lainnya ke
nizam-i jedid. Oposisi lebih lanjut datang dari ulama dan anggota elit penguasa
lainnya yang keberatan dengan model Eropa yang menjadi dasar reformasi militer
Selim.
Dipimpin oleh Janissari yang
memberontak, pasukan ini bersatu pada tahun 1806, menggulingkan Selim III, dan
memilih penggantinya, Mustafa IV, yang berjanji untuk tidak mencampuri hak
istimewa mereka. Keputusan deposisi menuduh Selim III gagal menghormati agama
Islam dan tradisi Ottoman. Selama tahun berikutnya, kedutaan besar di Eropa
dibongkar, pasukan nizam-i jedid dibubarkan, dan sultan yang digulingkan, yang
reformasi militernya yang berhati-hati dimaksudkan untuk tidak lebih dari
melestarikan tradisi Ottoman, dibunuh.
4)
PERANG AUSTRIA
– TURKI (1787-1791)
Bentrokan antara
pasukan Rusia-Austria dan Turki Ottoman dalam Pertempuran Rymnik.
Perang Austro-Turki tahun
1787 adalah perjuangan yang tidak meyakinkan antara Kekaisaran Austria dan
Ottoman. Itu terjadi bersamaan dengan Perang Rusia-Turki tahun 1787-1792 pada
masa pemerintahan Sultan Ottoman Selim III.
Pengepungan Beograd
oleh Austria pada tahun 1789.
5)
PERANG
RUSIA-TURKI
Pasukan Ottoman
mati-matian berusaha menghentikan kemajuan Rusia selama Pengepungan Ochakov
(1788).
Perang Rusia-Turki besar
pertama (1768–1774) dimulai setelah Turki menuntut agar penguasa Rusia,
Catherine II yang Agung, tidak ikut campur dalam urusan dalam negeri Polandia.
Rusia kemudian memenangkan kemenangan yang mengesankan atas Turki. Mereka
merebut Azov, Krimea, dan Bessarabia, dan di bawah Marsekal Lapangan Pyotr
Rumyantsev mereka menyerbu Moldavia dan juga mengalahkan Turki di Bulgaria.
Orang-orang Turki terpaksa mencari perdamaian, yang dituangkan dalam Perjanjian
Küçük Kaynarca. Perjanjian ini membuat khanat Krimea independen dari sultan
Turki maju ke perbatasan Rusia. Rusia sekarang berada dalam posisi yang jauh
lebih kuat untuk berkembang, dan pada 1783 Catherine menganeksasi semenanjung
Krimea secara langsung.
Perang pecah pada 1787,
dengan Austria lagi di pihak Rusia. Di bawah Jenderal Alexander Suvorov, Rusia
memenangkan beberapa kemenangan yang memberi mereka kendali atas sungai
Dniester dan Danube yang lebih rendah, dan keberhasilan Rusia selanjutnya
memaksa Turki untuk menandatangani Perjanjian Jassy pada tanggal 9 Januari
1792. Dengan perjanjian ini Turki menyerahkan seluruh bagian barat Ukraina
Hitam Pantai laut ke Rusia. Ketika Turki menggulingkan gubernur Russophile di
Moldavia dan Walachia pada tahun 1806, perang pecah lagi, meskipun tidak
teratur, karena Rusia enggan memusatkan kekuatan besar melawan Turki sementara
hubungannya dengan Prancis Napoleon sangat tidak pasti. Tetapi pada tahun 1811,
dengan prospek perang antara Prancis dan Rusia di depan mata, yang terakhir
mencari keputusan cepat di perbatasan selatannya. Kampanye kemenangan marshal
lapangan Rusia Mikhail Kutuzov pada tahun 1811–12 memaksa Turki untuk
menandatangani Perjanjian Bukares pada tanggal 18 Mei 1812. Mengakhiri perang
yang telah dimulai pada tahun 1806, perjanjian damai ini menetapkan penyerahan
Bessarabia oleh Ottoman ke Rusia.
Rusia juga mendapatkan
amnesti dan janji otonomi bagi Serbia, yang telah memberontak melawan
pemerintahan Turki, tetapi garnisun Turki diberi kendali atas benteng Serbia.
Implementasi perjanjian itu dicegah oleh sejumlah perselisihan, dan pasukan
Turki kembali menginvasi Serbia pada tahun berikutnya.
6)
RELATIONS
WITH TIPU SULTAN
Selim III
Tipu Sultan adalah seorang
penguasa independen dari Kesultanan Mysore, dengan kesetiaan yang tinggi kepada
Kaisar Mughal Shah Alam II. Dia sangat meminta bantuan Ottoman selama Perang
Anglo-Mysore Ketiga, di mana dia menderita kekalahan yang tidak dapat diubah.
Tipu Sultan kemudian mulai mengkonsolidasikan hubungannya dengan Prancis. Dalam
upaya untuk bertemu dengan Tipu Sultan, Napoleon menginvasi Mesir Ottoman pada
tahun 1798, menyebabkan kehebohan di Konstantinopel.
Inggris kemudian mengimbau
Selim III untuk mengirim surat ke Tipu Sultan meminta Kesultanan Mysore untuk
menghentikan perangnya melawan British East India Company. Selim III kemudian
menulis surat kepada Tipu Sultan yang mengkritik Prancis, dan juga memberi tahu
Tipu Sultan bahwa Ottoman akan bertindak sebagai perantara antara Kesultanan
Mysore dan Inggris. Tipu Sultan menulis dua kali kepada Selim III, menolak
saran dari Ottoman, sayangnya sebelum sebagian besar suratnya tiba di
Konstantinopel, Perang Anglo-Mysore Keempat pecah dan Tipu Sultan terbunuh
selama Pengepungan Seringapatam (1799).
7)
LARANGAN
ALKOHOL
Banyak sultan Ottoman
memberlakukan larangan alkohol (sering kali dengan keberhasilan terbatas).
Terlepas dari sikap garis keras Selim III tentang konsumsi alkohol, dan ancaman
untuk mengeksekusi orang Kristen dan Yahudi yang tertangkap menjual anggur atau
rakı kepada Muslim, terbukti sangat sulit untuk membatasi konsumsi alkohol di
Istanbul, di mana anggur diproduksi secara lokal dan kota itu memiliki banyak
rumah anggur yang didirikan. penduduknya yang non muslim.
c. INSIDEN EDIRNE 1806
Insiden Edirne 1806 adalah
konfrontasi bersenjata antara Pasukan Orde Baru (Nizam-I Cedid) dari Sultan
Ottoman Selim III dan koalisi tokoh terkemuka Balkan, ayans, dan garnisun
Janisari di kawasan itu yang terjadi di Thrace sepanjang musim panas 1806.
penyebab kejadian tersebut adalah upaya Selim III untuk memperluas kehadiran
tetap Orde Baru ke Rumelia melalui pendirian barak-barak Orde Baru di kota-kota
kawasan tersebut. Hasil akhir dari konfrontasi tersebut adalah mundurnya
pasukan kekaisaran kembali ke Istanbul dan ke Anatolia, yang merupakan pukulan
mematikan bagi ambisi Selim III untuk memperluas pasukannya yang telah
direformasi, serta pukulan besar bagi legitimasinya. Citra yang memburuk ini
akan mengakibatkan deposisi pada Mei berikutnya.
d. KEJATUHAN DAN
PEMBUNUHAN
Namun, Selim III benar-benar
berada di bawah pengaruh duta besar Prancis untuk Porte Horace Sébastiani, dan
armada terpaksa mundur tanpa mempengaruhi tujuannya. Tetapi anarki, nyata atau
laten, yang ada di seluruh provinsi terbukti terlalu besar untuk diatasi oleh
Selim III. Janissari sekali lagi memberontak, membujuk Syekh ul-Islam untuk
memberikan fetva melawan reformasi, mencopot dan memenjarakan Selim III, dan
menempatkan sepupunya Mustafa di atas takhta, sebagai Mustafa IV (1807–08),
pada 29 Mei 1807 .
Ayan dari Rustchuk, Alemdar
Mustafa, seorang partisan yang kuat dari reformasi, mengumpulkan 40.000 tentara
dan berbaris di Konstantinopel dengan tujuan mengembalikan Selim III, tetapi
dia datang terlambat. Sultan reformasi naas telah ditikam di seraglio oleh
Kepala Kasim Hitam dan anak buahnya. Setibanya di ibu kota, satu-satunya jalan
Bairakdar adalah melampiaskan dendamnya Mustafa IV dan menempatkan di atas
takhta Mahmud II (1808–1839), satu-satunya anggota keluarga Osman yang masih
hidup.
Versi lain tentang
pembunuhannya menyatakan bahwa pada saat deposisi, Selim sedang menginap di
Harem. Pada Kamis malam, 28 Juli 1808, dia bersama dua pendampingnya, Refet
Kadın dan Pakize Hanım. Alemdar Mustafa Pasha, seorang loyalis Selim, sedang
mendekati kota dengan pasukannya untuk mengembalikan Selim. Oleh karena itu,
Mustafa IV memberikan perintah untuk membunuh dia dan saudaranya Pangeran
Mahmud.
Para pembunuh tampaknya
adalah sekelompok orang, termasuk Penguasa Lemari bernama Fettah si Georgia,
bendaharawan Ebe Selim, dan kasim kulit hitam bernama Nezir Ağa. Selim rupanya
tahu ajalnya akan tiba ketika dia melihat pedang mereka terhunus. Pakize Hanim
melemparkan dirinya di antara mereka dan tuannya, tangannya terpotong. Refet
Kadın mulai berteriak ketakutan, gadis budak lain yang bergegas masuk pingsan
saat melihat apa yang akan terjadi. Perjuangan pun terjadi dan mantan sultan
itu ditebas dan dibunuh, kata-kata terakhirnya tampaknya adalah "Allahu
Akbar" ("Tuhan Maha Besar").
Laleli Mosque tomb
Sultan Mustafa III and son Selim III
Refet Kadın melemparkan
dirinya ke tubuh tetapi diseret pergi. Tubuh itu dengan cepat dibungkus
selimut. Para pembunuh bergerak untuk menemukan Pangeran Mahmud dan berusaha
membunuhnya juga. Dia lebih beruntung dan kemudian memerintahkan para pembunuh
untuk dieksekusi. Selim III akan menjadi satu-satunya sultan Utsmaniyah yang
terbunuh oleh pedang. Ia dimakamkan di Masjid Laleli dekat makam ayahnya.
e. MINAT PUISI DAN SENI
Seorang pencinta musik yang
hebat, Sultan Selim III adalah seorang komposer dan pemain dengan bakat yang
signifikan. Dia menciptakan empat belas makam-s (jenis melodi), tiga di
antaranya digunakan saat ini. Enam puluh empat komposisi Selim III dikenal saat
ini, beberapa di antaranya merupakan bagian dari perbendaharaan reguler
pertunjukan musik klasik Turki. Selain menggubah musik, Selim III juga
memainkan ney (suling buluh) dan tanbur (kecapi resah berleher panjang).
Ketertarikan Selim III pada
musik dimulai pada hari-harinya sebagai seorang pangeran (syahzade) ketika dia
belajar di bawah Kırımlı Ahmet Kamil Efendi dan Tanburi İzak Efendi. Dia sangat
menghormati Tanburi İzak Efendi, dan diceritakan bahwa Sultan bangkit dengan
hormat ketika Tanburi İzak Efendi memasuki istana.
Sebagai pelindung seni, Selim
III menyemangati para musisi pada zamannya, antara lain Dede Efendi dan Baba
Hamparsum. Sistem notasi Hamparsum yang ditugaskan Selim menjadi notasi dominan
untuk musik Turki dan Armenia. Namanya dikaitkan dengan sekolah Musik Turki
Klasik karena kebangkitan dan kelahiran kembali musik di istananya. Selim III
juga tertarik dengan musik barat dan pada tahun 1797 mengundang rombongan opera
untuk pertunjukan opera pertama di Kesultanan Utsmaniyah.
Menulis dengan nom de plume
″İlhami″, puisi Selim dikumpulkan di sebuah dipan. Di antara hadirin reguler di
istananya adalah Şeyh Galib, yang dianggap sebagai salah satu dari empat
penyair Ottoman terbesar. Galib sekarang dianggap tidak hanya sebagai teman
dekat Sultan, karena mereka berdua cukup dekat, tetapi melalui puisi Galib Anda
menemukan dukungan yang luar biasa untuk reformasi militer barunya
Selim III adalah anggota Ordo
Mevlevi dari Darwis Berputar Sufi, dan masuk ke ordo di Galata Mevlevihanesi
dengan nama ″Selim Dede". Dia adalah seorang komposer terkenal,
menciptakan banyak komposisi musik, termasuk ayin Mevlevi, panjang dan bentuk
liturgi kompleks yang dilakukan selama semâ (upacara keagamaan) dari Mevlana
(Jalal ad-Din Muhammad Balkhi-Rumi) Tariqah Sufi Whirling Mystics, di makam
Suzidilara.
Dia memperluas
perlindungannya Antoine Ignace Melling, yang dia tunjuk sebagai arsitek istana
pada tahun 1795. Melling membangun sejumlah istana dan bangunan lain untuk
Sultan dan membuat ukiran Konstantinopel kontemporer.
f.
KELUARGA
Selim III memiliki banyak
permaisuri, tetapi tidak memiliki anak.
§ Nefizar Kadin. BaşKadin (permaisuri pertama). Disebut
juga Nafizar, Safizar atau Sefizar. Dia meninggal pada tanggal 30 Mei 1792 dan
dimakamkan di Masjid Laleli.
§ Afitab Kadin. Dia menjadi BaşKadin setelah kematian
Nefizar. Dia meninggal pada tahun 1807.
§ Zibifer Kadin. Juga disebut Ziybülfer. Setelah
pembunuhan Selim, dia tinggal di sebuah istana di Bosphorus. Dia meninggal 10
Maret 1817 dan dimakamkan di Büyük Selimiye di Üsküdar.
§ Tabisefa Kadin. Setelah pembunuhan Selim III dia
tinggal di Istana Fındıklı. Dia meninggal pada 14 Maret 1855 dan dimakamkan di
masjid Laleli.
§ Refet Kadin. Dia lahir pada tahun 1777. Dia adalah
salah satu dari dua selir yang berusaha mencegah pembunuhan Selim. Refet
melemparkan dirinya ke sultan untuk melindunginya, tetapi terlempar dan harus
menyaksikan para pembunuh menyelesaikan pekerjaannya sementara dia berteriak
dan menangis serta menjambak rambutnya. Dia meninggal pada tanggal 22 Oktober
1867 dan dimakamkan di makam Sultan Mihrişah di Eyüp.
§ Nürusems Kadın. Dia meninggal pada Mei 1826 dan
dimakamkan di masjid Laleli.
§ Husnümah Kadın. Menerima penghasilan Tirus. Dia
meninggal pada tahun 1814 dan dimakamkan di masjid Laleli.
§ Demhoş Kadın. Dia menjadi salah satu permaisuri pada
tahun 1799. Dia mungkin meninggal sekitar tahun 1806.
§ Goncenigar Kadın. Dia meninggal setelah 1806.
§ Mahbube Kadin. Dia meninggal setelah 1806.
§ Aynısefa Kadın. Dia meninggal setelah 1794.
§ Pakize Hanim. BaşIkbal, dia adalah salah satu favorit
utama. Dia adalah salah satu dari dua permaisuri yang berusaha mencegah
pembunuhan Selim. Pakize melemparkan dirinya di antara para pembunuh dan sultan
dan terluka di tangan dalam perjuangan itu.
§ Meryem Hanim. Dia meninggal setelah 22 Agustus 1807.
·
Mustafa IV
Mustafa
IV مصطفى الرابع |
Sultan Mustafa IV |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-29
|
Memerintah : 29 Mei 1807 – 28 Juli 1808 Pendahulu : Selim III Penerus : Mahmud II |
Lahir : 8 September 1779. Konstantinopel, Kekaisaran
Ottoman Meninggal : 16 November 1808 (umur 29).
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Makam : Abdul Hamid I, Fatih, Istanbul Permaisuri : 1. Şevkinür Kadın 2. Peykidil Kadın 3. Dilpezir Kadın 4. Seyare Kadin |
Nama : Mustafa bin Abdul Hamid Dinasti : Ottoman Utsmani Ayah : Abdul Hamid I Ibu : Sineperver Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra : |
Mustafa IV (8 September 1779
– 16 November 1808) adalah Sultan Kekaisaran Ottoman tahun 1807-1808.
a. MASA MUDA
Mustafa IV lahir pada 8 September
1779 di Konstantinopel. Ia adalah putra dari Sultan Abdul Hamid I (1774–1789)
dan Sultan Sineperver.
Baik dia dan saudara
laki-lakinya, Mahmud II, adalah anggota laki-laki terakhir dari Dinasti Osman
setelah sepupu mereka, Sultan Selim III yang reformis (1789–1807). Oleh karena
itu, hanya mereka yang memenuhi syarat untuk mewarisi tahta dari Selim, yang
memperlakukan mereka dengan baik. Karena Mustafa adalah yang lebih tua, dia
mengambil alih tahta atas saudaranya.[3] Selama masa pemerintahannya yang
singkat, Mustafa akan menyelamatkan nyawa sepupunya, dan memerintahkannya untuk
dibunuh. Mustafa adalah putra mahkota favorit Sultan Selim III, tetapi dia
menipu sepupunya dan bekerja sama dengan para pemberontak untuk merebut
tahtanya.
b. MEMERINTAH
Dokumen dikeluarkan
atas nama Mustafa IV
Mustafa naik tahta setelah
deposisi sepupunya, Selim, pada tanggal 29 Mei 1807. Dia naik tahta setelah
peristiwa pergolakan yang menyebabkan fatwa terhadap Selim untuk
"memperkenalkan [ing] di antara umat Islam tata krama kafir dan
menunjukkan niat untuk menekan Janissari." Selim melarikan diri ke istana,
di mana dia bersumpah setia kepada sepupunya sebagai sultan baru, dan mencoba
bunuh diri. Mustafa menyelamatkan nyawanya dengan menghancurkan cangkir racun
yang coba diminum sepupunya.
Pemerintahan singkat Mustafa
bergejolak. Segera setelah naik tahta, Janissari melakukan kerusuhan di seluruh
Konstantinopel, menjarah dan membunuh siapa saja yang tampaknya mendukung
Selim. Namun, yang lebih mengancam adalah gencatan senjata yang ditandatangani
dengan Rusia, yang membebaskan Mustafa Bayrakdar, seorang komandan pro-reformis
yang ditempatkan di Danube untuk menggiring pasukannya kembali ke
Konstantinopel dalam upaya memulihkan Selim. Dengan bantuan Wazir Agung
Adrianople, tentara berbaris ke ibu kota dan merebut istana.
Sarıbeyzade Aleko, penerjemah
Fenerli Divan-ı Hümayun, dieksekusi pada 11 September 1807 karena terlibat
memata-matai urusan pemerintahan yang tidak terkait dengan pekerjaannya.
Tertulis bahwa dia memberikan pengkhianatan dan rahasia negara kepada musuh
dengan label yang tergantung di lehernya. Eksekusi ini mempererat hubungan
Ottoman-Prancis. Utusan Prancis Sebastiani memprotes eksekusi Aleko, yang
berada di bawah naungan pemerintah dengan pergi ke Babıali. Setelah perjanjian
gencatan senjata ditandatangani di lada Rusia dan kekacauan di tentara
Silistra, pasukan Ottoman kembali ke Edirne, yang tidak memiliki karakter
tentara yang tersisa.
Sultan Mustafa IV
Sedangkan di Istanbul dan
Edirne, setelah musim dingin yang panjang, terjadi embun beku tengah,
kekurangan dan kekurangan kayu. Situasi pasukan dan kader Edirne sangat
terpukul. Tentara diminta untuk mengirim tentara dari gubernur provinsi, sampai
hanya sejumlah besar tentara yang datang dari beberapa tempat di dekat Istanbul
seperti Izmit dan Şile. Pengunjuk rasa pro-Nizam-ı Cedid di Anatolia dan
Çapanoğlu Süleyman Bey, pertama-tama, telah memotong semua jenis bantuan ke
Istanbul.
Mencoba untuk mengamankan
posisinya dengan menempatkan dirinya sebagai satu-satunya pewaris Osman yang
masih hidup, Mustafa memerintahkan baik Selim dan saudaranya Mahmud untuk
dibunuh di Istana Topkapı, Konstantinopel. Dia kemudian memerintahkan
pengawalnya untuk menunjukkan tubuh pemberontak Selim, dan mereka segera
melemparkannya ke halaman dalam istana. Mustafa kemudian naik singgasananya,
dengan anggapan bahwa Mahmud juga telah meninggal, tetapi sang pangeran
bersembunyi di tungku pemandian. Sama seperti para pemberontak menuntut Mustafa
"menyerahkan tempatnya kepada yang lebih berharga," Mahmud
mengungkapkan dirinya, dan Mustafa digulingkan. Kegagalan pemerintahannya yang
singkat mencegah upaya untuk membatalkan reformasi yang dilanjutkan di bawah
Mahmud.
c. KEMATIAN
Mustafa kemudian dibunuh atas
perintah Mahmud pada 16 November 1808, dan dimakamkan di makam ayahnya.
d. KELUARGA
Karena masa pemerintahannya
yang singkat, Mustafa IV tidak memiliki keluarga besar. Dia memiliki empat
permaisuri yang dikenal, seorang putra dan seorang putri, keduanya meninggal
saat baru lahir.
1)
PEMAISURI
Mustafa IV memiliki empat
permaisuri yang dikenal:
§ Şevkinür Kadın. Permaisuri pertama. Dia meninggal pada
tahun 1812 dan dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.
§ Peykidil Kadın. Dia dieksekusi pada tahun 1808 oleh
Mahmud II, dituduh berkomplot melawannya bersama dengan Mustafa IV.
§ Dilpezir Kadın. Dia meninggal pada tahun 1809 dan
dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.
§ Seyare Kadın. Dia meninggal pada tahun 1817 dan
dimakamkan di mausoleum Abdülhamid I.
2)
PUTRA
Mustafa IV hanya memiliki
satu putra: Şehzade Ahmed (1808/1809 - 1809).
3)
PUTRI
Mustafa IV hanya memiliki
satu anak perempuan: Emine Sultan (6 Mei 1809 - Oktober 1809). Dia dimakamkan
bersama ayahnya di mausoleum Hamidiye.
·
Mahmud II
Mahmud
II محمود الثاني |
Sultan Mahmud II |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-30
|
Pemerintahan : 28 Juli 1808 – 1 Juli 1839 Pendahulu : Mustafa IV Penerus : Abdulmejid I |
Lahir : 20 Juli 1785 Istana : Topkapi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 1 Juli 1839 (umur 53). Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman Makam : Sultan Mahmud II, Fatih, Istanbul, Turki Permaisuri : 1.Nevfidan Kadin 2. Hoşyar Kadin 3. Aşubcan Kadın 4. Bezmiâlem Kadın 5. Pertevniyal Kadın |
Nama : Mahmud Han bin Abdulhamid Dinasti : Ottoman Ayah : Abdul Hamid I Ibu : Nakşidil Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Mahmud II (Turki Utsmaniyah: محمود
ثانى, diromanisasi: Maḥmûd-u s̠ânî, bahasa Turki: II. Mahmud; 20 Juli 1785 – 1
Juli 1839) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-30 dari tahun 1808 hingga
kematiannya pada tahun 1839.
Pemerintahannya diakui atas
reformasi administrasi, militer, dan fiskal yang ekstensif yang ia dirikan,
yang berpuncak pada Keputusan Tanzimat ("reorganisasi") yang
dilakukan oleh putranya Abdulmejid I dan Abdülaziz. Sering digambarkan sebagai "Peter
yang Agung dari Turki", [2] Reformasi Mahmud termasuk penghapusan korps
Janissari konservatif pada tahun 1826, yang menghilangkan hambatan besar bagi
reformasinya dan penerusnya di Kekaisaran. Reformasi yang dia lakukan ditandai
dengan perubahan politik dan sosial, yang pada akhirnya akan mengarah pada
lahirnya Republik Turki modern.
Sultan Mahmud II
Terlepas dari reformasi dalam
negerinya, pemerintahan Mahmud juga ditandai dengan pemberontakan nasionalis di
Serbia dan Yunani yang dikuasai Ottoman, yang menyebabkan hilangnya wilayah
Kekaisaran setelah munculnya negara Yunani yang merdeka.
Dalam hal struktur sosial
umum Kesultanan Utsmaniyah, pemerintahan Mahmud dicirikan oleh ketertarikan
besar pada Westernisasi; institusi, tatanan istana, kehidupan sehari-hari, pakaian,
musik, dan banyak bidang lainnya mengalami reformasi radikal saat Kekaisaran
Ottoman membuka diri terhadap modernisasi.
a. MASA MUDA
Mahmud II lahir pada tanggal
20 Juli 1785, di bulan Ramadhan. Dia adalah putra dari Abdul Hamid I dan Tujuh
permaisuri Nakşidil Kadin. Dia adalah putra bungsu dari ayahnya, dan anak kedua
dari ibunya, dia memiliki seorang kakak laki-laki, Şehzade Seyfullah Murad, dua
tahun lebih tua darinya, dan seorang adik perempuan, Saliha Sultan, satu tahun
lebih muda darinya. Menurut tradisi, dia dikurung di Kafe setelah kematian
ayahnya.
b. PENCAPAIAN
Ibunya adalah Nakşidil Valide
Sultan. Pada tahun 1808, pendahulu Mahmud II, dan saudara tirinya, Mustafa IV
memerintahkan eksekusinya bersama sepupunya, Sultan Selim III yang digulingkan,
untuk meredakan pemberontakan. Selim III terbunuh, tetapi Mahmud dengan aman
disembunyikan oleh ibunya dan ditempatkan di atas takhta setelah pemberontak
menggulingkan Mustafa IV. Pemimpin pemberontakan ini, Alemdar Mustafa Pasha,
kemudian menjadi wazir Mahmud II.
Sultan Mahmud II
Ada banyak cerita seputar
keadaan percobaan pembunuhannya. Sebuah versi oleh sejarawan Ottoman abad ke-19
Ahmed Cevdet Pasha memberikan catatan berikut: salah satu budaknya, seorang
gadis Georgia bernama Cevri, mengumpulkan abu ketika dia mendengar keributan di
istana seputar pembunuhan Selim III. Ketika para pembunuh mendekati kamar harem
tempat tinggal Mahmud, dia dapat menjauhkan mereka untuk sementara waktu dengan
melemparkan abu ke wajah mereka, membutakan mereka untuk sementara. Ini
memungkinkan Mahmud melarikan diri melalui jendela dan naik ke atap harem. Dia
rupanya berlari ke atap Pengadilan Ketiga di mana halaman lain melihatnya dan
membantunya turun dengan potongan-potongan pakaian yang dengan cepat diikat
menjadi satu sebagai tangga. Saat itu salah satu pemimpin pemberontakan,
Alemdar Mustafa Pasha tiba dengan orang-orang bersenjatanya, dan setelah
melihat mayat Selim III menyatakan Mahmud sebagai padishah. Budak perempuan
Cevri Kalfa dianugerahi atas keberanian dan kesetiaannya dan diangkat haznedar
usta, kepala bendahara Harem Kekaisaran, yang merupakan posisi terpenting kedua
dalam hierarki. Tangga batu polos di Altınyol (Jalan Emas) Harem disebut Tangga
Cevri (Jevri) Kalfa, karena peristiwa itu tampaknya terjadi di sekitar sana dan
terkait dengannya.
c. IKTISAR PEMERINTAHAN
Wazir mengambil inisiatif
untuk melanjutkan reformasi yang telah diakhiri oleh kudeta konservatif tahun
1807 yang membawa Mustafa IV ke tampuk kekuasaan. Namun, dia terbunuh dalam pemberontakan
tahun 1808 dan Mahmud II untuk sementara meninggalkan reformasi. Upaya
reformasi Mahmud II selanjutnya akan jauh lebih berhasil.
1)
PERANG RUSIA –
TURKI TAHUN 1806 – 1812
Setelah Mahmud II menjadi
sultan, perang perbatasan Turki dengan Rusia terus berlanjut. Pada tahun 1810,
Rusia mengepung benteng Silistre untuk kedua kalinya. Saat Kaisar Napoleon I
dari Prancis menyatakan perang terhadap Rusia pada tahun 1811, represi Rusia di
perbatasan Ottoman berkurang, melegakan Mahmud. Saat ini, Napoleon akan memulai
invasi ke Rusia. Dia juga mengundang Ottoman untuk bergabung dengan pawai di
Rusia. Namun, Napoleon, yang telah menginvasi seluruh Eropa kecuali Inggris
Raya dan Kesultanan Utsmaniyah, tidak dapat dipercaya dan diterima sebagai
sekutu; Mahmud menolak tawaran itu. Perjanjian Bukares dicapai dengan Rusia
pada tanggal 28 Mei 1812. Menurut Perjanjian Bukares (1812), Kesultanan
Utsmaniyah menyerahkan bagian timur Moldavia ke Rusia (yang menamai wilayah itu
sebagai Bessarabia), meskipun telah berkomitmen untuk melindunginya. wilayah.
Rusia menjadi kekuatan baru di wilayah Danube yang lebih rendah, dan memiliki
perbatasan yang menguntungkan secara ekonomi, diplomatik, dan militer. Di
Transkaukasia, Kesultanan Utsmaniyah memperoleh kembali hampir semua yang
hilang di timur: Poti, Anapa, dan Akhalkalali. Rusia mempertahankan Sukhum-Kale
di pantai Abkhazia. Sebagai gantinya, Sultan menerima aneksasi Rusia atas
Kerajaan Imereti, pada tahun 1810. Perjanjian tersebut disetujui oleh Kaisar
Alexander I dari Rusia pada tanggal 11 Juni, sekitar 13 hari sebelum invasi
Napoleon dimulai. Para komandan Rusia berhasil membawa banyak tentara mereka di
Balkan kembali ke wilayah barat kekaisaran sebelum serangan yang diharapkan
dari Napoleon.
2)
PERANG MELAWAN
NEGARA ARAB SAUDI
Selama tahun-tahun awal
pemerintahan Mahmud II, gubernurnya di Mesir Muhammad Ali Pasha berhasil
mengobarkan Perang Ottoman-Saudi dan merebut kembali kota suci Madinah (1812)
dan Mekah (1813) dari Negara Saudi Pertama.
Abdullah bin Saud dan Negara
Saudi Pertama telah melarang Muslim dari Kekaisaran Ottoman memasuki tempat
suci Mekah dan Madinah; pengikutnya juga menodai makam Ali bin Abi Thalib,
Hassan bin Ali dan Husain bin Ali. Abdullah bin Saud dan dua pengikutnya
dipenggal di depan umum karena kejahatan mereka terhadap kota suci dan masjid.
3)
PERANG
KEMERDEKAAN YUNANI
Pemerintahannya juga menandai
pemisahan pertama dari Kekaisaran Ottoman, dengan Yunani memperoleh
kemerdekaannya setelah revolusi yang dimulai pada tahun 1821. Setelah kerusuhan
yang terus berlanjut, dia mengeksekusi patriark ekumenis Gregory V pada Minggu
Paskah 1821 karena ketidakmampuannya membendung pemberontakan. Selama
Pertempuran Erzurum (1821), bagian dari Perang Ottoman-Persia (1821-1823),
kekuatan superior Mahmud II dikalahkan oleh Abbas Mirza, menghasilkan
kemenangan Qajar Persia yang dikonfirmasikan dalam Perjanjian Erzurum. Beberapa
tahun kemudian, pada tahun 1827, gabungan angkatan laut Inggris, Prancis, dan
Rusia mengalahkan Angkatan Laut Ottoman di Pertempuran Navarino; setelahnya,
Kesultanan Utsmaniyah terpaksa mengakui Yunani dengan Perjanjian Konstantinopel
pada Juli 1832. Peristiwa ini, bersamaan dengan penaklukan Prancis atas
Aljazair, sebuah provinsi Utsmaniyah (lihat Aljazair Utsmaniyah) pada tahun
1830, menandai dimulainya perpecahan bertahap -up dari Kekaisaran Ottoman.
Kelompok etnis non-Turki yang tinggal di wilayah kekaisaran, terutama di Eropa,
memulai gerakan kemerdekaannya sendiri.
4)
ISIDEN YANG
MENGUNTUNGKAN
Salah satu tindakan Mahmud II
yang paling menonjol selama masa pemerintahannya adalah penghancuran korps
Janissari pada bulan Juni 1826. Dia menyelesaikan ini dengan perhitungan yang
cermat menggunakan sayap militernya yang baru saja direformasi yang dimaksudkan
untuk menggantikan Janissari. Ketika Janissari melancarkan demonstrasi
menentang reformasi militer yang diusulkan Mahmud II, barak mereka ditembaki
untuk secara efektif menghancurkan pasukan elit Ottoman sebelumnya dan membakar
hutan Beograd di luar Istanbul untuk membakar sisa-sisa yang tersisa. mengizinkan
pembentukan tentara wajib militer bergaya Eropa, yang direkrut terutama dari
penutur bahasa Turki di Rumelia dan Asia Kecil. Mahmud juga bertanggung jawab
atas penaklukan Mamluk Irak oleh Ali Ridha Pasha pada tahun 1831. Dia
memerintahkan eksekusi Ali Pasha dari Tepelena yang terkenal. Dia mengirim
Wazir Agung untuk mengeksekusi komandan militer Bosniak Husein Gradaščević dan
membubarkan Bosnia Eyalet.
5) PERANG RUSIA – TURKI TAHUN 1828 -1829
Pertempuran Akhalzic
(1828), oleh January Suchodolski. Minyak di atas kanvas, 1839.
Perang Rusia-Turki lainnya
(1828-29) pecah pada masa pemerintahan Mahmud II dan dilakukan tanpa janisari.
Marsekal von Diebitsch dipersenjatai (dalam kata-kata Baron Moltke)
"dengan reputasi kesuksesan yang tak terkalahkan". Dia akan
mendapatkan nama Sabalskanski (penyeberang Balkan). Melewati benteng Shumla,
dia dengan paksa menggiring pasukannya ke Balkan, muncul di hadapan Adrianople.
Sultan Mahmud II mempertahankan kendali atas pasukannya, mengibarkan panji nabi
dan menyatakan niatnya untuk mengambil alih komando tentara secara pribadi.
Bersiap untuk melakukannya, dia muncul, dengan keliru, bukan dengan menunggang
kuda tetapi dengan kereta. Duta besar Divan, Inggris dan Prancis mendesaknya
untuk menuntut perdamaian.
Pasukan Rusia
mencapai dan menyebabkan Pengepungan Kars (1828), pada bulan Januari
Suchodolski.
d. REFORMASI TANZIMAT
Makam Sultan Mahmud
II pada periode 1860–1890.
Pada tahun 1839, sesaat
sebelum kematiannya, ia memulai persiapan untuk era reformasi Tanzimat yang
meliputi pembentukan Dewan Menteri atau Meclis-i Vukela. Tanzimat menandai
dimulainya modernisasi di Kesultanan Utsmaniyah dan berdampak langsung pada
aspek sosial dan hukum kehidupan di Kesultanan, seperti pakaian gaya Eropa, arsitektur,
legislasi, organisasi kelembagaan, dan reformasi tanah.
Ia juga memperhatikan aspek
tradisi. Dia melakukan upaya besar untuk menghidupkan kembali olahraga panahan.
Dia memerintahkan master panahan Mustafa Kani untuk menulis sebuah buku tentang
sejarah, konstruksi, dan penggunaan busur Turki, yang darinya sebagian besar
berasal dari apa yang sekarang dikenal tentang panahan Turki.
Mahmud II meninggal karena
TBC, pada tahun 1839. Pemakamannya dihadiri oleh banyak orang yang datang untuk
mengucapkan selamat tinggal kepada Sultan. Putranya Abdulmejid I
menggantikannya dan akan terus melaksanakan upaya reformasi Tanzimat.
e. REFORMASI
1)
REFORMASI
HUKUM
Puisi untuk memuji
nabi Muhammad, kaligrafi dan ditandatangani oleh Mahmud II
Di antara reformasinya adalah
dekrit (atau firman), yang dengannya dia menutup Pengadilan Penyitaan, dan
mengambil sebagian besar kekuasaan Pasha.
Sebelum firman yang pertama,
harta milik semua orang yang dibuang atau dihukum mati dirampas ke mahkota; dan
motif kotor untuk tindakan kekejaman dengan demikian disimpan dalam operasi
terus-menerus, selain dorongan dari sejumlah delator keji.
Perintah kedua mencabut hak
kuno para gubernur Turki untuk menghukum mati manusia atas kehendak mereka;
Paşa, Aga, dan petugas lainnya, diperintahkan bahwa "mereka sendiri tidak
boleh memaksakan diri untuk menjatuhkan hukuman mati pada siapa pun, baik Raya
atau Turki, kecuali diizinkan oleh hukuman resmi yang diucapkan oleh Kadı, dan
secara teratur ditandatangani oleh hakim." Mahmud juga menciptakan sistem
banding dimana penjahat bisa mengajukan banding ke salah satu Kazasker (ketua
hakim militer) Asia atau Eropa, dan akhirnya ke Sultan sendiri, jika penjahat
memilih untuk mengajukan banding lebih jauh.
Kira-kira pada waktu yang
sama ketika Mahmud II menahbiskan perubahan ini, dia secara pribadi memberi
contoh reformasi dengan secara teratur menghadiri Divan, atau dewan negara,
alih-alih tidak hadir. Praktek Sultan menghindari Divan telah diperkenalkan
sejak masa pemerintahan Suleiman I, dan dianggap sebagai salah satu penyebab
kemunduran Kekaisaran oleh seorang sejarawan Turki hampir dua abad sebelum masa
Mahmud II.
Mahmud II juga membahas
beberapa pelanggaran terburuk yang terkait dengan para vakıf, dengan
menempatkan pendapatan mereka di bawah administrasi negara. Namun, dia tidak
berani menggunakan properti yang sangat besar ini untuk tujuan umum pemerintah.
Modernisasinya mencakup pelonggaran sebagian besar pembatasan minuman
beralkohol di Kekaisaran, dan sultan sendiri diketahui suka minum secara sosial
dengan para menterinya. Pada akhir masa pemerintahannya, reformasinya sebagian
besar telah menormalkan kebiasaan minum di kalangan kelas atas dan tokoh
politik di Kekaisaran.
Situasi keuangan Kekaisaran
bermasalah selama masa pemerintahannya, dan kelas sosial tertentu telah lama
berada di bawah tekanan pajak yang berat. Dalam menghadapi persoalan pelik yang
muncul karenanya, Mahmud II dinilai telah menunjukkan semangat terbaik dari
para Köprülü yang terbaik. Sebuah firma tertanggal 22 Februari 1834, menghapus
tuduhan-tuduhan menjengkelkan yang telah lama biasa diambil oleh pejabat
publik, ketika melintasi provinsi-provinsi, dari penduduk. Dengan dekrit yang
sama, semua pengumpulan uang, kecuali untuk dua periode setengah tahunan
reguler, dikecam sebagai pelanggaran. "Tidak ada yang bodoh," kata
Sultan Mahmud II dalam dokumen ini, "bahwa saya wajib memberikan dukungan
kepada semua rakyat saya melawan proses yang menyusahkan; berusaha tanpa henti
untuk meringankan, bukannya menambah beban mereka, dan untuk memastikan
kedamaian dan ketenangan. Oleh karena itu, tindakan penindasan itu sekaligus
bertentangan dengan kehendak Tuhan, dan perintah kekaisaran saya."
Haraç, atau pajak kapitasi,
meskipun moderat dan mengecualikan mereka yang membayarnya dari dinas militer,
telah lama dijadikan mesin tirani kotor melalui keangkuhan dan kesalahan para
kolektor pemerintah. Perintah tahun 1834 menghapus cara lama untuk memungutnya
dan menetapkan bahwa itu harus diajukan oleh sebuah komisi yang terdiri dari
Kadi, gubernur Muslim, dan Ayan, atau kepala kota Raya di setiap distrik.
Banyak perbaikan keuangan lainnya terpengaruh. Dengan serangkaian tindakan
penting lainnya, pemerintahan administratif disederhanakan dan diperkuat, dan
sejumlah besar jabatan ringan dihapuskan. Sultan Mahmud II memberikan contoh
pribadi yang berharga tentang akal sehat, dan ekonomi, mengatur rumah tangga
kekaisaran, menekan semua gelar tanpa tugas, dan semua pejabat yang digaji
tanpa fungsi.
2)
REFORMASI
MILITER
Mahmudiye (1829),
dibangun oleh Imperial Arsenal di Tanduk Emas di Konstantinopel, selama
bertahun-tahun merupakan kapal perang terbesar di dunia. Kapal baris berukuran
201 x 56 kadem, atau 76,15 m × 21,22 m (249,8 kaki × 69,6 kaki) dipersenjatai
dengan 128 meriam di 3 geladak dan membawa 1.280 pelaut di dalamnya. Dia
berpartisipasi dalam banyak pertempuran laut penting, termasuk Pengepungan
Sevastopol (1854–1855) selama Perang Krimea.
Mahmud II menangani secara
efektif wilayah militer, "Tımar", dan "Ziamet". Ini telah
dilembagakan untuk melengkapi kekuatan militer lama yang efektif, tetapi sudah
lama berhenti melayani tujuan ini. Dengan memasukkannya ke ranah publik, Mahmud
II secara material memperkuat sumber daya negara, dan mengakhiri sejumlah besar
korupsi. Salah satu tindakan paling tegas dari keputusannya adalah penindasan
terhadap Dere Beys, kepala suku lokal turun-temurun (dengan kekuasaan untuk
mencalonkan penerus mereka jika tidak ada ahli waris laki-laki), yang, dalam
salah satu pelanggaran terburuk sistem feodal Ottoman, telah menjadikan diri
mereka pangeran kecil di hampir setiap provinsi kekaisaran.
Pengurangan feodator yang
tidak patuh ini tidak terpengaruh sekaligus, atau tanpa perjuangan yang berat
dan pemberontakan yang sering terjadi. Mahmud II terus bertahan dalam tindakan
besar ini dan akhirnya pulau Siprus menjadi satu-satunya bagian dari kekaisaran
di mana kekuasaan yang bukan berasal dari Sultan diizinkan untuk dipertahankan
oleh Dere Beys.
Salah satu pencapaiannya yang
paling menonjol adalah penghapusan (melalui penggunaan kekuatan militer,
eksekusi dan pengasingan, dan pelarangan perintah Bektashi) Korps Janisari,
peristiwa yang dikenal sebagai Insiden Menguntungkan, pada tahun 1826 dan
pembentukan Tentara Utsmaniyah modern, bernama Asakir-i Mansure-i Muhammediye (artinya
'Tentara Kemenangan Muhammad' dalam bahasa Turki Ottoman).
Menyusul kekalahan Yunani
setelah Pertempuran Navarino melawan armada gabungan Inggris-Prancis-Rusia pada
tahun 1827, Mahmud II memberikan prioritas utama untuk membangun kembali angkatan
laut Ottoman yang kuat. Kapal uap pertama Angkatan Laut Utsmaniyah diakuisisi
pada tahun 1828. Pada tahun 1829 kapal perang terbesar di dunia selama
bertahun-tahun [rujukan?], 201 x 56 kadem (1 kadem = 37.887 cm) atau 76,15 m ×
21,22 m (249,8 ft × 69,6 ft ) kapal garis Mahmudiye, yang memiliki 128 meriam
di 3 geladak dan membawa 1.280 pelaut di dalamnya, dibangun untuk Angkatan Laut
Utsmaniyah di Persenjataan Angkatan Laut Kekaisaran (Tersâne-i Âmire) di Tanduk
Emas di Konstantinopel (kadem, yang diterjemahkan sebagai "kaki",
sering disalahartikan sebagai panjang yang setara dengan satu kaki imperial,
oleh karena itu dimensi yang diubah menjadi "201 x 56 kaki, atau 62 x 17
m" secara keliru di beberapa sumber.)
3)
REFORMASI
LAINNYA
Mahmud II sebelum (atas)
dan sesudah (bawah) reformasi pakaiannya pada tahun 1826.
Sultan Mahmud II
Selama masa pemerintahannya,
Mahmud II juga melakukan reformasi besar-besaran terhadap birokrasi untuk
membangun kembali otoritas kerajaan dan meningkatkan efisiensi administrasi
pemerintahannya. Ini dicapai dengan menghapuskan jabatan lama, memperkenalkan
lini tanggung jawab baru, dan menaikkan gaji sebagai upaya untuk mengakhiri
penyuapan. Pada tahun 1838 ia mendirikan dua lembaga yang bertujuan untuk
melatih pejabat pemerintah. Pada tahun 1831, Mahmud II juga mendirikan lembaran
resmi, Takvim-i Vekayi (Kalender Acara). Ini adalah surat kabar pertama yang
diterbitkan dalam bahasa Ottoman-Turki dan wajib dibaca oleh semua pegawai
negeri.
Pakaian juga merupakan aspek
penting dari reformasi Mahmud II. Dia mulai dengan secara resmi mengadopsi fez
untuk militer setelah Janissari pemberantasan pada tahun 1826, yang menandakan
istirahat dari gaya lama pakaian militer. Selain itu, dia memerintahkan pejabat
sipil untuk juga mengadopsi fez yang serupa, tetapi sederhana, untuk membedakan
mereka dari militer. Dia merencanakan agar penduduk mengadopsi ini juga, karena
dia menginginkan tampilan yang homogen untuk masyarakat Ottoman dengan
undang-undang peraturan tahun 1829. Tidak seperti keputusan pakaian Sultan
sebelumnya dan orang-orang dari masyarakat lain, Mahmud II ingin semua tingkat
pemerintahan dan warga sipil terlihat sama. Dia menghadapi penolakan yang
signifikan terhadap langkah-langkah ini khususnya dari kelompok agama, buruh, dan
anggota militer karena alasan tradisional, agama, dan praktis. Potret Mahmud II
juga memberikan wawasan berharga tentang mentalitas pakaiannya, saat ia beralih
ke gaya Eropa dan fez setelah tahun 1826.
Di atas reformasi ini, Mahmud
II juga berperan penting dalam pendirian dan perkembangan kantor urusan luar
negeri Ottoman. Sementara dia membangun di atas elemen dasar diplomasi
internasional Selim III, Mahmud II adalah orang pertama yang menciptakan gelar
Menteri Luar Negeri dan Wakil Menteri Luar Negeri pada tahun 1836. Dia sangat
mementingkan posisi ini dan menyamakan gaji dan pangkat dengan posisi militer
dan sipil tertinggi. Mahmud II juga memperluas Kantor Bahasa dan Kantor
Penerjemahan, dan pada tahun 1833 kantor ini mulai berkembang baik ukuran maupun
kepentingannya. Setelah reorganisasi kantor-kantor tersebut, ia juga
melanjutkan upaya Selim untuk menciptakan sistem perwakilan diplomatik permanen
di Eropa. Pada tahun 1834, kedutaan permanen Eropa didirikan dengan yang
pertama di Paris. Terlepas dari kesulitan yang menyertai tindakan ini,
perluasan diplomasi meningkatkan transmisi gagasan yang akan berdampak
revolusioner pada perkembangan birokrasi dan masyarakat Utsmani secara
keseluruhan.
f.
KELUARGA
1)
PEMAISURI
Mahmud II memiliki setidaknya
delapan belas permaisuri:
§ Fatma Kadin (Februari 1809). BaşKadin (Permaisuri
Pertama) selama satu tahun sebelum kematiannya.
§ Alicenab Kadın (sebelum 1839). BaşKadin setelah
kematian Fatma. Ibu dari setidaknya satu putra.
§ Hacıye Pertevpiyale Nevfidan Kadın (4 Januari 1793 -
27 Desember 1855). Selir Mahmud sudah ketika dia menjadi seorang pangeran
(mengandung putri pertama mereka, Fatma Sultan, lahir enam bulan setelah
ayahnya naik takhta, pada periode ini, sehingga melanggar aturan harem yang
melarang para pangeran untuk memiliki anak sampai akhirnya naik al tronk),
menjadi BaşKadin setelah kematian Alicenab. Dia adalah ibu dari setidaknya satu
putra dan empat putri, dan dia juga membesarkan Adile Sultan ketika dia menjadi
yatim piatu pada tahun 1830. Abdülmecid I darinya mengizinkannya untuk pergi
berziarah ke Mekah, yang memberinya nama "Haciye".
§ Dilseza Kadin (1816). Kadin Kedua. Ibu dari setidaknya
dua putra. Dimakamkan di mausoleum Istana Dolmabahçe.
§ Mislinayab Kadın (sebelum 1825). Kadin Kedua.
Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Kameri Kadın (sebelum 1825). Juga disebut Kamerfer
Kadın. Kadin Kedua. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Ebrirefar Kadın (sebelum 1825). Juga disebut
Ebrureftar Kadın. Kadin Kedua. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Bezmialem Kadın (1807 - 2 Mei 1853). Disebut juga
Bazimialam Kadın. Georgia, dia dididik oleh Esma Sultan, saudara perempuan
Mahmud II, dan, pertama menjadi permaisuri, dia bekerja di hamam (ruang kelas)
di istananya. Kadın Ketiga dan kemudian Kadin Kedua dari tahun 1832. Ibu dan
Valide Sultan Abdülmecid I.
§ Aşubcan Kadin (1793 - 10 Juni 1870). Ibu dari
setidaknya tiga anak perempuan. Quinta Kadın pada tahun 1811 dan kemudian
Kedua.
§ Vuslat Kadın (Mei 1831). Kadin Ketiga.
§ Zernigar Kadin (1830). Keturunan Armenia, nama aslinya
adalah Maryam. Dididik oleh Esma Sultan, saudara tiri Mahmud II. Ibu dari
seorang putri. Ikbal Keempat pada tahun 1826, kemudian Kadın Ketujuh dan
terakhir Kadın Ketiga.
§ Nurtab Kadin (1810 - 2 Januari 1886). Kadin Keempat.
Dia adalah ibu angkat dari Şevkefza Sultan, ibu dari Murad V. Dimakamkan di
mausoleum Mahmud II.
§ Hacıye Hoşyar Kadın (1859, Mekah). Ibu dari dua putri.
Kadın Ketiga dan kemudian Kedua. Tinggi dan berambut pirang, dia dididik oleh
Beyhan Sultan, putri Mustafa III.
§ Pervizfekek Kadın (21 September 1863). Ibu dari
setidaknya tiga anak perempuan. Dia adalah Kadın Keenam pada tahun 1824. Dia
dimakamkan di mausoleum Mahmud II.
§ Pertevniyal Kadın (1812 - 5 Februari 1883). Ibu dari
dua putra, termasuk Abdülaziz I. Ikbal Kedua dan kemudian Kadın Kelima.
§ Hüsnimelek Hanim (1807/1812 - Oktober 1867). Disebut
juga Hüsnümelek Hanim. BaşIkbal (Ikbal Pertama). Ia dididik oleh Esma Sultan,
saudara perempuan Mahmud II. Dia melihatnya bermain di sebuah perjamuan yang
diselenggarakan oleh saudara perempuannya dan memintanya untuk dirinya sendiri.
Dia memiliki bakat musik yang luar biasa, dia menggubah lagu untuk sultan
berjudul Hüsnümelek bir peridir/Cümlesinin dilberidir. Dia tidak tinggal di
harem tetapi di sayap istana yang terpisah. Setelah kematian Mahmud dia menjadi
guru tari di harem ahli waris dan putranya Abdülmecid I. Dimakamkan di
mausoleum Mahmud II.
§ Tiryal Hanim (1810 - 1883). Ikbal Ketiga. Mungkin ibu
dari seorang anak, dia mencintai Abdülaziz I seolah-olah dia adalah putranya
sendiri, dan dia juga menganggapnya sebagai ibu kedua, sedemikian rupa sehingga
selama masa pemerintahannya, dia menjamin perlakuan yang sama seperti ibunya
sendiri, membuatnya hidup. di Istana Beylerbeyi dan memberikan kekayaan dan
prestise, dan semua orang menganggap Tiryal sebagai Valide Sultan kedua.
Tiriyal menyumbangkan vilanya di Çamlıca kepada Şehzade Yusuf Izzedin, putra
tertua Abdülaziz, yang dia anggap sebagai cucunya. Dia membangun paviliun kaca
dan air mancur di Çamlıca dan air mancur kedua di Üsküdar. Ia mengurus
pendidikan Dilpesend Kadın, yang menjadi permaisuri Abdülhamid II, cucu Mahmud
II melalui putranya Abdülmecid I. Ia dimakamkan di Yeni Cami, di depan air
mancur yang dibangun atas namanya.
§ Lebrizfelek Hanim (1810 - 9 Februari 1865). Ikbal
Keempat. Dia meninggal di Istana Dolmabahçe dan dimakamkan di halaman Yeni
Cami.
2)
PUTRA
Mahmud memiliki setidaknya
delapan belas putra, yang hanya dua yang hidup sampai dewasa:
§ Şehzade Murad (25 Desember 1811 - 14 Juli 1812).
Dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Şehzade Bayezid (23 Maret 1812 - 25 Juni 1812) -
dengan Dilseza Kadin. Dimakamkan di mausoleum Hamidiye.
§ Şehzade Abdülhamid (6 Maret 1813 - 20 April 1825) -
dengan Alicenab Kadın. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Şehzade Osman (12 Juni 1813 - 10 April 1814) - dengan
Nevfidan Kadin. Kembaran Emine Sultan. Dimakamkan di Masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Ahmed (25 Juli 1814 - 16 Juli 1815).
Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Mehmed (26 Agustus 1814 - November 1814) -
bersama Dilseza Kadin. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Mehmed (4 Agustus 1816 - Agustus 1816).
Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Süleyman (29 Agustus 1817 - 14 Desember 1819).
Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Ahmed (13 Oktober 1819 - Desember 1819). Dimakamkan
di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Ahmed (25 Desember 1819 - Januari 1820).
Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Abdullah (1820 - 1820). Dimakamkan di masjid
Nurosmaniye.
§ Şehzade Mehmed (12 Februari 1822 - 23 Oktober 1822).
Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Şehzade Ahmed (6 Juli 1822 - 9 April 1823). Dimakamkan
di masjid Nurosmaniye.
§ Abdülmecid I (25 April 1823 - 25 Juni 1861) - dengan
Bezmialem Kadın. Sultan ke-31 Kekaisaran Ottoman. Dia adalah sultan terakhir
yang lahir di Istana Topkapi, setelah istana kekaisaran menjadi Istana
Besiktas.
§ Şehzade Ahmed (5 Desember 1823 - 1824).
§ Şehzade Abdülhamid (18 Februari 1827 - 1829).
Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Abdulaziz (18 Februari 1830 - 4 Juni 1876) - dengan
Pertevniyal Kadin. Sultan ke-32 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Nizameddin (29 Desember 1833 - Maret 1838) -
dengan Pertevniyal Kadin atau Tiriyal Hanim.
3)
PUTRI
Mahmud II memiliki sedikitnya
sembilan belas anak perempuan, tetapi hanya enam yang bertahan hidup dan hanya
empat yang mencapai usia menikah:
§ Fatma Sultan (4 Februari 1809 - 5 Agustus 1809) -
dengan Nevfidan Kadin. Kelahirannya, yang pertama dalam dinasti kekaisaran
setelah 19 tahun dan hanya enam bulan setelah ayahnya naik tahta, menyebabkan
skandal, karena itu berarti dia pasti dikandung ketika Mahmud masih Şehzade dan
dikurung di Kafes, yang dilarang di waktu. Dia meninggal karena cacar dan
dimakamkan di Masjid Nurosmaniye.
§ Ayşe Sultan (5 Juli 1809 - Februari 1810) - dengan
Aşubcan Kadin. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Fatma Sultan (30 April 1810 - 7 Mei 1825) - dengan
Nevfidan Kadin. Dia meninggal karena cacar dan dimakamkan di mausoleum Nakşidil
Sultan.
§ Saliha Sultan (16 Juni 1811 - 5 Februari 1843) -
dengan Aşubcan Kadin. Dia menikah sekali dan memiliki dua putra dan putri.
§ Şah Sultan (22 Mei 1812 - September 1814) - dengan
Aşubcan Kadin. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Mihrimah Sultan (10 Juni 1812 - 3 Juli 1838) - dengan
Hoşyar Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putra.
§ Emine Sultan (12 Juni 1813 - Juli 1814) - bersama
Nevfidan Kadin. Saudara kembar Şehzade Osman. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Atiye Sultan (2 Januari 1824 - 11 Agustus 1850) -
dengan Pervizfelek Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.
§ Şah Sultan (14 Oktober 1814 - 13 April 1817) - ibunya
adalah Kadın Keempat. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Emine Sultan (7 Januari 1815 - 24 September 1816) -
dengan Nevfidan Kadin. Dia meninggal di Istana Beylerbeyi dalam kebakaran. Dia
dimakamkan di mausoleum Yahya Efendi.
§ Zeynep Sultan (18 April 1815 - Februari 1816) - dengan
Hoşyar Kadın. Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Hamide Sultan (14 Juli 1817 - Juli 1817).
§ Cemile Sultan (1818 - 1818).
§ Hamide Sultan (4 Juli 1818 - 15 Februari 1818).
Dimakamkan di masjid Nurosmaniye.
§ Münire Sultan (16 Oktober 1824 - 23 Mei 1825). Dia
meninggal karena cacar dan dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Hatice Sultan (6 September 1825 - 19 Desember 1842) -
Pervizfelek Kadın. Dia meninggal di Istana Besiktas.
§ Adile Sultan (23 Mei 1826 - 12 Februari 1899) - dengan
Zernigar Kadın. Setelah menjadi yatim piatu pada tahun 1830, dia dibesarkan
oleh Navfidan Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putra dan tiga
putri.
§ Fatma Sultan (20 Juli 1828 - 2 Februari 1839) - dengan
Pervizfelek Kadın. Dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
§ Hayriye Sultan (22 Maret 1831 - 15 Februari 1833). Dia
dimakamkan di mausoleum Nakşidil Sultan.
·
Abd-ul-Mejid I
Abd-ul-Mejid
I عبد المجيد
الاول |
Abdul Mejid I |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-31
|
Pemerintahan : 2 Juli 1839 – 25 Juni 1861 Pendahulu : Mahmud II Penerus : Abdulaziz |
Lahir : 25 April 1823. Konstantinopel, Kekaisaran
Ottoman Meninggal : 25 Juni 1861 (umur 38). Konstantinopel,
Kekaisaran Ottoman Pemakaman : Masjid Yavuz Selim, Fatih, Istanbul |
Nama : Abdülmecid Han bin Mahmud Wangsa :Ottoman Ayah : Mahmud II Ibu : Bezmiâlem Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Abdulmejid I (Turki
Utsmaniyah: عبد المجيد اول, diromanisasi: ʿAbdü'l-Mecîd-i evvel, bahasa Turki:
I. Abdülmecid; 25 April 1823 – 25 Juni 1861) adalah Sultan Kesultanan
Utsmaniyah ke-31 dan menggantikan ayahnya Mahmud II pada 2 Juli 1839.[4]
Pemerintahannya terkenal karena munculnya gerakan nasionalis di dalam wilayah
kekaisaran. Abdulmejid ingin mendorong Utsmaniyah di antara negara-negara
separatis dan menghentikan gerakan nasionalis yang meningkat di dalam
kekaisaran, tetapi meskipun undang-undang dan reformasi baru untuk
mengintegrasikan non-Muslim dan non-Turki secara lebih menyeluruh ke dalam
masyarakat Utsmaniyah, usahanya gagal dalam hal ini.
Dia mencoba menjalin aliansi
dengan kekuatan besar Eropa Barat, yaitu Inggris Raya dan Prancis, yang
berjuang bersama Kekaisaran Ottoman dalam Perang Krimea melawan Rusia. Selama
Kongres Paris pada 30 Maret 1856, Kesultanan Utsmaniyah secara resmi dimasukkan
ke dalam keluarga bangsa Eropa.
Pencapaian terbesar
Abdulmejid adalah pengumuman dan penerapan reformasi Tanzimat (reorganisasi)
yang disiapkan oleh ayahnya dan secara efektif memulai modernisasi Kesultanan
Utsmaniyah pada tahun 1839. Untuk pencapaian ini, salah satu lagu kesultanan
Kesultanan Utsmaniyah, the March of Abdulmejid, dinamai menurut namanya.
a. MASA MUDA
Abdulmejid di masa
mudanya, oleh David Wilkie, 1840.
Abdulmejid lahir pada tanggal
25 April 1823 di Istana Besiktas atau di Istana Topkapi, di Istanbul. Ibunya
adalah istri pertama ayahnya pada tahun 1839, Valide Sultan Bezmiâlem, awalnya
bernama Suzi (1807–1853), seorang budak Sirkasia atau Georgia.
Abdulmejid menerima
pendidikan Eropa dan fasih berbahasa Prancis, menjadi sultan pertama yang
melakukannya. Seperti Abdülaziz yang menggantikannya, dia tertarik pada sastra
dan musik klasik. Seperti ayahnya Mahmud II, dia adalah penganjur reformasi dan
cukup beruntung mendapat dukungan dari wazir progresif seperti Mustafa Reşit
Pasha, Mehmet Emin Ali Paşa dan Fuad Pasha. Abdulmejid juga merupakan sultan
pertama yang langsung mendengarkan keluhan masyarakat pada hari-hari resepsi
khusus yang biasanya diadakan setiap hari Jumat tanpa perantara. Abdulmejid
berkeliling wilayah kekaisaran untuk melihat secara langsung bagaimana
reformasi Tanzimat diterapkan. Dia melakukan perjalanan ke İzmit, Mudanya,
Bursa, Gallipoli, Çanakkale, Lemnos, Lesbos dan Chios pada tahun 1844 dan
mengunjungi provinsi Balkan pada tahun 1846.
b. MEMERINTAH
Sultan Abdulmejid
(kiri) bersama Ratu Victoria dari Inggris dan Kaisar Napoleon III dari Prancis
Ketika Abdulmejid naik tahta
pada tanggal 2 Juli 1839 ketika dia baru berusia enam belas tahun, dia masih
muda dan tidak berpengalaman, urusan Kekaisaran Ottoman berada dalam keadaan
kritis. Pada saat ayahnya meninggal pada awal Perang Mesir-Ottoman, berita
sampai ke Istanbul bahwa tentara kekaisaran baru saja dikalahkan di Nizip oleh
tentara raja pemberontak Mesir, Muhammad Ali. Pada saat yang sama, armada
kekaisaran sedang dalam perjalanan ke Aleksandria, di mana ia diserahkan kepada
Muhammad Ali oleh komandannya Ahmed Fevzi Pasha, dengan dalih penasihat sultan
muda itu berpihak pada Rusia. Namun, melalui intervensi kekuatan Eropa selama
Krisis Oriental tahun 1840, Muhammad Ali harus berdamai, dan Kekaisaran Ottoman
diselamatkan dari serangan lebih lanjut sementara wilayahnya di Suriah,
Lebanon, dan Palestina dipulihkan. Ketentuan tersebut diselesaikan pada
Konvensi London (1840).
Gubernur Mesir Mehmed Ali
Pasha, yang datang ke Istanbul sebagai undangan resmi sultan pada 19 Juli 1846,
mendapat keramahtamahan istimewa dari sultan dan vükela (menteri pemerintah).
Sedemikian rupa sehingga wazir tua membangun jembatan Galata pada tahun 1845
sehingga dia dapat berkendara antara Istana Beșiktaș dan Bab-ı Ali.
Istana Dolmabahçe,
istana bergaya Eropa pertama di Istanbul, dibangun oleh Abdulmejid antara tahun
1843 dan 1856, dengan biaya lima juta pound emas Ottoman, setara dengan 35 ton
emas. Empat belas ton emas digunakan untuk menghiasi langit-langit interior
istana. Lampu gantung kristal Bohemian terbesar di dunia, hadiah dari Ratu
Victoria, berada di aula tengah. Istana ini memiliki koleksi lampu gantung
kristal Bohemian dan Baccarat terbesar di dunia, dan bahkan tangganya terbuat
dari kristal Baccarat.
Sesuai dengan instruksi tegas
ayahnya, Abdulmejid segera melakukan reformasi yang telah dilakukan oleh Mahmud
II. Pada November 1839 sebuah dekrit yang dikenal sebagai Hatt-ı Șerif dari
Gülhane, juga dikenal sebagai Tanzimat Fermanı diproklamirkan,
mengkonsolidasikan dan menegakkan reformasi ini. Dekrit tersebut dilengkapi
pada akhir Perang Krimea dengan undang-undang serupa yang dikeluarkan pada
bulan Februari 1856, bernama Dekrit Reformasi Utsmaniyah tahun 1856 (Islâhat
Hatt-ı Hümâyûnu). Dengan undang-undang ini ditetapkan bahwa semua kelas bawahan
sultan harus dilindungi nyawa dan harta bendanya; bahwa pajak harus dikenakan
secara adil dan keadilan ditegakkan tanpa memihak; dan bahwa semua harus
memiliki kebebasan beragama penuh dan hak sipil yang sama. Skema tersebut
mendapat tentangan keras dari kelas penguasa Muslim dan ulama, atau otoritas
agama, dan hanya diterapkan sebagian, terutama di bagian-bagian yang lebih
terpencil dari kekaisaran. Lebih dari satu konspirasi dibentuk terhadap
kehidupan sultan karena hal itu.
Di antara langkah-langkah
yang dipromosikan oleh Abdulmejid adalah:
§ npengenalan uang kertas Ottoman pertama (1840)
§ Reorganisasi tentara, termasuk pengenalan wajib
militer (1842–1844)
§ Adopsi lagu kebangsaan Ottoman dan bendera nasional
Ottoman (1844)
§ Reorganisasi sistem keuangan menurut model Prancis
§ Reorganisasi KUHP menurut model Prancis
§ Reorganisasi sistem pengadilan, membangun sistem
pengadilan sipil dan pidana dengan hakim Eropa dan Ottoman.
§ Pendirian Meclis-i Maarif-i Umumiye (1845) yang
merupakan prototipe Parlemen Ottoman Pertama (1876)
§ Lembaga dewan instruksi publik (1846)
§ Pembentukan Kementerian Pendidikan
§ Menurut legenda, rencana untuk mengirim bantuan
kemanusiaan sebesar £10.000 (£1.225.053,76 pada 2019) ke Irlandia selama
Kelaparan Hebat, tetapi kemudian setuju untuk menguranginya menjadi £1.000[14]
(£122.505,38 pada 2019[15]) atas desakan dari baik menterinya sendiri atau
diplomat Inggris untuk menghindari pelanggaran protokol dengan memberikan lebih
dari Ratu Victoria, yang telah memberikan sumbangan sebesar £2.000.
§ Rencana untuk menghapuskan pasar budak (1847)
§ Rencana pembangunan kapel Protestan (1847)
§ Pendirian universitas dan akademi modern (1848)
§ Pendirian sekolah Ottoman di Paris
§ Penghapusan pajak kapitasi yang mengenakan tarif lebih
tinggi pada non-Muslim (1856)
§ Non-Muslim diizinkan menjadi tentara di tentara
Ottoman (1856)
§ Berbagai ketentuan untuk penyelenggaraan pelayanan
publik yang lebih baik dan untuk kemajuan perdagangan[10]
§ Undang-undang pertanahan baru yang menegaskan hak
kepemilikan (1858)
Pada masa
pemerintahan Abdulmejid, selain arsitektur gaya Eropa dan pakaian gaya Eropa
yang diadopsi oleh istana, sistem pendidikan Utsmaniyah juga sebagian besar
didasarkan pada model Eropa.
Reformasi penting lainnya
adalah bahwa sorban secara resmi dilarang untuk pertama kalinya pada masa
pemerintahan Abdulmejid, demi fez. Mode Eropa juga diadopsi oleh Pengadilan.
(Fez akan dilarang pada tahun 1925 oleh Majelis Nasional Republik yang sama
yang menghapus kesultanan dan memproklamirkan Republik Turki pada tahun 1923).
Menurut memoar Cyrus Hamlin,
Samuel Morse menerima Order of Glory atas kontribusinya pada telegraf, yang
dikeluarkan oleh Sultan Abdulmejid yang secara pribadi menguji penemuan baru
Morse.
Ketika Kossuth dan lainnya
mencari perlindungan di Turki setelah kegagalan pemberontakan Hongaria pada
tahun 1849, sultan dipanggil oleh Austria dan Rusia untuk menyerahkan mereka,
tetapi dia menolak. Dia juga tidak akan membiarkan para konspirator yang
melawan nyawanya sendiri dihukum mati. Encyclopædia Britannica tahun 1911
mengatakan tentang dia, "Dia memiliki karakter sebagai pria yang baik dan
terhormat, meskipun agak lemah dan mudah dipimpin. Namun, terhadap hal ini,
pemborosan yang berlebihan harus diturunkan, terutama menjelang akhir
hidupnya."
Pada tahun 1844 ia
menciptakan lira Ottoman dan pada tahun 1851 ia melembagakan Ordo Medjidie.
Medali Perang Krimea
yang dikeluarkan oleh Abdulmejid kepada personel sekutu Inggris, Prancis, dan
Sardinia yang terlibat dalam Perang Krimea (masalah Sardinia)
Kekaisaran Ottoman menerima
pinjaman luar negeri pertamanya pada 25 Agustus 1854 selama Perang Krimea.
Pinjaman luar negeri yang besar ini diikuti oleh pinjaman pada tahun 1855, 1858
dan 1860, yang memuncak pada gagal bayar dan menyebabkan keterasingan simpati
Eropa dari Kesultanan Utsmaniyah dan secara tidak langsung pada penurunan tahta
dan kematian saudara laki-laki Abdulmejid, Abdülaziz.
Di satu sisi,
ketidaksempurnaan keuangan, dan di sisi lain, ketidakpuasan yang disebabkan
oleh hak istimewa luas yang diberikan kepada warga non-Muslim kembali membuat
negara kebingungan. Insiden terjadi di Jeddah pada tahun 1857 dan di Montenegro
pada tahun 1858. Negara-negara besar Eropa mengambil kesempatan untuk campur
tangan demi kepentingan mereka sendiri. Para negarawan Ottoman yang panik
menghadapi situasi ini mulai mengikuti kebijakan yang memenuhi setiap keinginan
mereka. Fakta bahwa Abdulmejid tidak dapat mencegah situasi ini semakin
meningkatkan ketidakpuasan yang disebabkan oleh Dekrit Tanzimat.
Lawan memutuskan untuk melenyapkan
Abdulmejid dan menempatkan Abdulaziz di atas takhta untuk mencegah
negara-negara Eropa bertindak seperti wali. Atas pemberitahuan, upaya
pemberontakan ini, yang dalam sejarah disebut sebagai Yayasan Kuleli, ditumpas
bahkan sebelum dimulai pada 14 September 1859. Sementara itu, situasi keuangan
memburuk dan hutang luar negeri, yang diambil dalam kondisi berat untuk
menutupi biaya. perang, menempatkan beban pada perbendaharaan. Semua hutang
yang diterima dari konsumen Beyoğlu melebihi delapan puluh juta lira emas.
Beberapa surat utang dan sandera diambil oleh pedagang dan bankir asing. Wazir
Agung yang mengkritik situasi ini dengan keras, diberhentikan oleh sultan pada
18 Oktober 1859.
Kesuksesannya dalam hubungan
luar negeri tidak sehebat prestasi domestiknya. Pemerintahannya dimulai dengan
kekalahan pasukannya oleh Raja Muda Mesir dan penandatanganan berikutnya
Konvensi London (1840), yang menyelamatkan kerajaannya dari rasa malu yang
lebih besar. Ottoman berhasil berpartisipasi dalam Perang Krimea dan memenangkan
penandatangan di Perjanjian Paris (1856). Usahanya untuk memperkuat markasnya
di Balkan gagal di Bosnia dan Montenegro, dan pada tahun 1861 dia terpaksa
menyerahkan Lebanon oleh Konser Eropa.
Meskipun ia menekankan
komitmennya pada aturan upacara yang diberlakukan oleh leluhurnya pada upacara
yang tercermin di luar, ia mengadopsi perubahan radikal dalam kehidupan
keraton. Misalnya, dia benar-benar meninggalkan Istana Topkapı, yang merupakan
tempat selama empat abad, tentang dinasti Ottoman. Tradisi pasukan Inggris,
Prancis, Italia, perwira, dan diplomat yang datang ke Istanbul selama Perang
Krimea (1853-1856) bahkan mengarahkan keluarga kelas menengah ke konsumerisme
dan kemewahan.
Antara tahun 1847 dan 1849 ia
melakukan perbaikan pada masjid Hagia Sophia, dan bertanggung jawab atas
pembangunan Istana Dolmabahçe. Ia juga mendirikan Teater Prancis pertama di
Istanbul.
Banyak kegiatan rekonstruksi
juga dilakukan pada masa pemerintahan Abdulmecid. Istana dan rumah besar
dibangun dengan sebagian dari uang pinjaman. Istana Dolmabahçe (1853), Paviliun
Beykoz (1855), Paviliun Küçüksu (1857), Masjid Küçük Mecidiye (1849), Masjid
Teșvikiye (1854) adalah beberapa karya arsitektur utama pada masa itu. Sekali
lagi pada periode ini, seperti yang dilakukan oleh Rumah Sakit Gureba Bezmiâlem
Sultan (1845-1846), Jembatan Galata yang baru mulai beroperasi pada tanggal
yang sama. Selain itu, banyak air mancur, masjid, loji, dan lembaga sosial
serupa yang diperbaiki atau dibangun kembali.
c. KEMATIAN
Makam Abdulmejid terletak
di dalam Masjid Yavuz Selim di Fatih, Istanbul.
Abdulmejid meninggal karena
TBC (seperti ayahnya) pada usia 38 tahun pada tanggal 25 Juni 1861 di Istanbul,
dan dimakamkan di Masjid Yavuz Selim, dan digantikan oleh adik tirinya Sultan Abdülaziz,
putra Pertevniyal Sultan. Pada saat kematiannya, Abdulmejid memiliki satu istri
sah dan permaisuri, Perestu Kadın, dan banyak selir.
d. KELUARGA
Abdülmejid memiliki salah
satu harem dinasti yang paling banyak jumlahnya. Dia dikenal sebagai sultan pertama
yang haremnya tidak terdiri dari budak perempuan tetapi, karena penghapusan
perbudakan secara bertahap di Kekaisaran Ottoman, gadis kelahiran bebas,
bangsawan atau borjuis, dikirim ke sultan atas kehendak keluarga. . Dia juga
sultan pertama yang haremnya mengambil struktur hierarki definitif yang
mencakup empat Kadın, diikuti oleh empat Ikbal, empat gödze, dan sejumlah selir
kecil yang bervariasi.
1)
PEMAISURI
Abdülmejid I memiliki
setidaknya dua puluh enam permaisuri, tetapi hanya dua yang merupakan istri
sah:
§ Servetseza Kadin (1823 - 24 September 1878). BaşKadin
(Permaisuri pertama), terlahir sebagai Putri Temruko. Dia tidak memiliki anak
karena Abdülmejid tidak tertarik padanya, tetapi dia menghormatinya dan
mempercayakannya untuk membesarkan anak-anaknya Mehmed V Reşad, Fatma Sultan
dan Refia Sultan ketika mereka kehilangan ibu mereka. Servetseza juga mencintai
Murad V sebagai putra sendiri.
§ Hoşyar Kadin (1825 - 1849). Juga disebut Huşyar Kadın.
Kadin Kedua. Dia adalah putri bangsawan Georgia Zurab Bey Tuskia. Dia memasuki
harem pada tahun 1839. Dia memiliki seorang putri. Adiknya adalah bendahara
harem ketiga dan sangat dihormati. Dia meninggal pada tahun 1849 karena
turberkulosis.
§ Şevkefza Kadın (12 Desember 1820 - 17 September 1889).
Kadın kedua setelah kematian Hoşyar. Ia berasal dari Sirkasia dan dibesarkan
oleh Nurtab Kadın, permaisuri Mahmud II (ayah dari Abdülmecid). Dia adalah ibu
dan Valide Sultan dari Murad V dan seorang putri.
§ Tirimüjgan Kadın (16 Oktober 1819 - 3 Oktober 1852).
Kadin Ketiga. Dia adalah seorang Sirkasia dan bekerja sebagai pelayan istana
ketika dia diperhatikan oleh sultan dan dia mengambilnya sebagai pendampingnya.
Dia adalah ibu dari dua putra, termasuk Abdülhamid II, dan seorang putri.
§ Verdicenan Kadın (1825 - 1889). Terlahir sebagai Putri
Saliha Açba, dia menikah dengan Abdülmejid untuk tujuan politik. Ibu dari
seorang putra dan putri dan dia mengadopsi Mediha Sultan setelah ibunya
meninggal. Dia adalah bibi dari penyair terkenal Leyla Açba, yang juga
merupakan dayang-dayangnya.
§ Gulcemal Kadin (1826 - 1851). Kadin Keempat. Bosnia,
dia adalah ibu dari Mehmed VI dan tiga anak perempuan.
§ Şayan Kadın (1829 - 1860). Kadın keempat setelah
kematian Gülcemal. Dia orang Sirkasia, lahir di Sochi, dan ibunya adalah putri
Kucba. Sebagai permaisuri dia menggunakan kekuatannya untuk membantu para
pengungsi Kaukasia. Dia tinggal di istana bersama ibunya. Dia tidak memiliki
anak, tetapi dia mengadopsi Behice Sultan ketika dia kehilangan ibunya.
§ Gülistu Kadın (1830 - 1861). Kadın keempat setelah
kematian Şayan. Disebut juga Gülustu Kadin. Lahir Putri Fatma Çaçba. Dia adalah
menantu kesayangan Bezmiâlem Sultan, ibu Abdülmejid. Dia adalah ibu dari Mehmed
VI dan tiga anak perempuan.
§ Rahime Perestu Kadin (1830 - 1906). Dia adalah putri
angkat Esma Sultan, putri Abdülhamid I, dan merupakan istri sah Abdülmejid
pertama. Kadin Keempat setelah kematian Gülistu. Dia tidak memiliki anak,
tetapi dia adalah ibu angkat dari Abdülhamid II dan Cemile Sultan.
§ Bezmiara Kadin (1909). Disebut juga Bezmican atau
Bezmi. Kadın Kelima, gelar kehormatan yang diberikan kepadanya sebagai istri
kedua yang sah. Diadopsi dari keluarga bangsawan, dia tidak pernah beradaptasi
dengan harem dan menceraikan sultan, wanita pertama yang melakukannya. Oleh
sultan, dia memiliki seorang putri yang meninggal saat baru lahir. Dia kemudian
menikah dua kali lagi, dan memiliki seorang putri dengan suami keduanya.
§ Mahitab Kadin (1830 - 1888). Juga disebut Mehtab
Kadın. Chechnya, dia adalah salah satu permaisuri favorit Abdülmejid, oleh
karena itu dia dianugerahi gelar kehormatan Kadın Kelima. Dia adalah ibu dari
seorang putra dan putri.
§ Düzdidil Hanim (1826 - 18 Agustus 1845). BaşIkbal atau
Kadin Ketiga. Abkhaz, dia dibesarkan di istana di bawah pengawasan kepala
bendahara. Ia adalah ibu dari empat anak perempuan yang harus dipisahkan karena
menderita TBC dan harus diasingkan dan dititipkan pada sepupunya Cican Hanim.
§ Nükhetseza Hanim (2 Januari 1827 - 15 Mei 1850).
BaşIkbal setelah kematian Düzdidil. Abkhazia dan Georgia, nama aslinya adalah
Hatice. Dia adalah ibu dari dua putra dan dua putri. Dia meninggal karena TBC.
§ Neveser Hanim (1841 - 1889). BaşIkbal setelah kematian
Nükhetseza. Abkhaza, putri bangsawan Abazin Misost Bey Eşba, nama aslinya
adalah Esma Eşba. Dia memiliki mata hijau yang intens. Dia memasuki istana pada
tahun 1853 dan dididik di sana selama lima tahun sebelum menjadi permaisuri.
Dia tidak memiliki anak, tetapi mengadopsi Şehzade Mehmed Burhaneddin setelah
kematian ibunya. Seorang pecinta menunggang kuda, sultan membangun paviliun
untuknya di belakang Istana Dolmabahçe di mana dia dapat beristirahat setelah
jalan-jalan, dan akhirnya pindah ke sana secara permanen di sana, sementara
pada masa pemerintahan Abdülhamid II dia menempati paviliun istana Yıldiz.
Keponakannya Şemsinur Hanım melayani Emine Nazikeda Kadın, Permaisuri Pertama
Mehmed VI.
§ Zeynifelek Hanim (1824 - 20 Desember 1842). Ikbal
Kedua. Disebut juga Zerrinmelek. Lahir Putri Klıç, dia abaza. Dia dibesarkan di
istana bersama saudara perempuan dan sepupunya dan dipilih sebagai pendamping
oleh Bezmiâlem Sultan. Dia memiliki seorang putri. Dia meninggal karena TBC.
§ Nesrin Hanim (1826 - 2 Januari 1853). Ikbal kedua
setelah kematian Zeynifelek. Dia adalah putri bangsawan Georgia Manucar Bey
Asemiani, dia adalah ibu dari tiga putra dan seorang putri. Dia meninggal
karena kesakitan setelah tiga dari mereka meninggal.
§ Ceylanyar Hanim (1830 - 27 Desember 1855). Ikbal kedua
setelah kematian Nesrin. Sirkasia, nama aslinya adalah Nafiye. Dia adalah ibu
dari seorang anak laki-laki.
§ Serfiraz Hanim (1837 - 25 Juni 1905). Ikbal kedua
setelah kematian Ceylanyar. Lahir Putri Ayşe Liah (atau Lakh). Salah satu
permaisuri favorit Abdülmejid, dia tidak disukai setelah skandal yang
membuatnya jatuh cinta dengan seorang anak laki-laki Armenia. Dia memiliki dua
putra dan seorang putri.
§ Nalandil Hanim (1823 - 1865). Ikbal Ketiga atau
BaşIkbal. Sirkasia dari suku Ubuh, dia adalah putri Pangeran Çıpakue Natikhu
Bey. Dia adalah ibu dari seorang putra dan dua putri. Adiknya, Terbiye Hanim, adalah
bendahara harem.
§ Navekimisal Hanim (1827 - 1854). Ikbal Keempat. Juga
disebut Navekivisal. Lahir Putri Biberd. Dia memiliki seorang putri. Dia
meninggal karena TBC.
§ Nergizev Hanim (1830 - 26 Oktober 1848/1858). Disebut
juga Nergizu Hanim atau Nergis Hanim, dia adalah seorang Sirkasia dari suku
Natuhay. Ibu dari seorang putra, dia meninggal karena TBC.
§ Şayeste Hanim (1838 - 11 Februari 1912). Abkhaza,
Putri Inalipa. Dia adalah ibu dari seorang putra dan putri, dan ibu angkat dari
Mehmed VI. Dia dikenal selalu berhutang.
§ Çeşmiferah Hanim. Tidak ada informasi tentang dia
selain namanya disimpan. Putri Mülkicihan Achba menggambarkannya tinggi dan
berambut pirang.
§ Hüsnicenan Hanim (1818 - 1843). Dia adalah selir
pertama Abdülmecid, ketika dia masih Şehzade. Dia menyisihkannya saat dia naik
tahta. Dia meninggal karena TBC.
§ Safderun Hanim (1845 - 1893). Putri seorang putri
Sirkasia. Salah satu permaisuri terakhirnya dan salah satu favorit Abdülmecid
di tahun-tahun terakhirnya, tidak disukai setelah kematiannya: Abdülaziz
menangguhkan gajinya hingga tahun 1877 dan Abdülhamid II membaginya menjadi
dua. Dia meninggal di rumahnya di Kadıköy.
§ Yıldız Hanım (1842 - 1880). Salah satu permaisuri
terakhir dan salah satu favorit Abdülmecid di tahun-tahun terakhirnya. Dia
awalnya tinggal di sayap khusus istana Çırağan, dan kemudian di paviliun khusus
di dekat istana Dolmabahçe, karena dia menolak untuk tinggal dengan permaisuri
lainnya. Ia adalah kakak perempuan Safinaz Nurefsun Kadın, istri kedua putra
Abdulmejid, Abdülhamid II. Istana Yıldız yang dibangun oleh Abdülhamid II
dinamai untuk menghormatinya.
2)
PUTRA
Abdülmecid memiliki
setidaknya sembilan belas putra:
§ Murad V (21 September 1840 - 29 Agustus 1904) - dengan
Şevkefza Kadın. Sultan ke-33 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Mehmed Ziyaeddin (22 April 1842 - 27 April
1845) - dengan Nesrin Hanim. Dimakamkan di Yeni Cami.
§ Abdülhamid II (21 September 1842 - 10 Februari 1918) -
dengan Tirimüjgan Kadın. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Rahime
Perestu Kadin. Sultan ke-34 Kekaisaran Ottoman.
§ Mehmed V Reşad (2 November 1844 - 3 Juli 1918) -
dengan Gülcemal Kadin. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Servetseza
Kadin. Sultan ke-35 Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Ahmed (5 Juni 1846 - 6 Juni 1846) - dengan
Nükhetseza Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami. Ayahnya
berada di Rumelia pada saat kelahirannya, dan dia kembali ketika dia menerima
berita kematian Ahmed.
§ Şehzade Mehmed Abid (22 April 1848 - 7 Mei 1848) -
dengan Tirimüjgan Kadın. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şehzade Mehmed Fuad (7 Juli 1848 - 28 September 1848)
- dengan Nergivez Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şehzade Ahmed Kemaleddin (16 Juli 1848 - 25 April
1905) - dengan Verdicenan Kadin. Dia memiliki seorang permaisuri dan dua anak
perempuan.
§ Şehzade Mehmed Burhaneddin (23 Mei 1849 - 4 November
1876) - dengan Nükhetseza Hanim. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh
Neverser Hanim. Dia menikah tiga kali dan memiliki seorang putra dan putri.
§ Şehzade Mehmed Vamik (19 April 1850 - 6 Agustus 1850)
- ibu tidak diketahui. Dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şehzade Mehmed Bahaeddin (24 Juni 1850 - 9 November
1852) - dengan Nesrin Hanim. Kembaran Şehzade Nizameddin. Dimakamkan di Yeni
Cami.
§ Şehzade Mehmed Nizameddin (24 Juni 1850 - 1852/1853) -
dengan Nesrin Hanim. Kembaran Şehzade Bahaeddin. Dimakamkan di Yeni Cami.
§ Şehzade Ahmed Nureddin (31 Maret 1852 - 3 Januari
1884) - dengan Mahitab Kadın. Dia menikah sekali, tapi tidak ada masalah.
§ Şehzade Mehmed Rüşdi (31 Maret 1852 - 5 Desember 1852)
- dengan Ceylanyar Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di mausoleum
Abdülhamid I.
§ Şehzade Osman Safiyeddin (9 Juni 1852 - 2 Juli 1855) -
dengan Serfiraz Hanim. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di masjid Yavuz
Selim.
§ Şehzade Abdullah (3 Februari 1853 - 3 Februari 1853) -
dengan Şayeste Hanim.
§ Şehzade Mehmed Abdülsamed (20 Maret 1853 - 5 Mei 1855)
- bersama Nalandil Hanim. Dimakamkan di masjid Yavuz Selim.
§ Şehzade Selim Süleyman (25 Juli 1860 - 16 Juli 1909) -
dengan Serfiraz Hanim. Dia memiliki lima permaisuri, dua putra dan seorang
putri.
§ Mehmed VI Vahideddin (14 Januari 1861 - 16 Mei 1926) -
dengan Gülistu Kadın. Yatim piatu sejak lahir, dia diadopsi oleh Şayeste Hanim.
Sultan ke-36 dan terakhir dari Kekaisaran Ottoman.
3)
PUTRI
Abdülmecid Saya memiliki
setidaknya dua puluh tujuh anak perempuan:
§ Mevhibe Sultan (9 Mei 1840 - 9 Februari 1841) - dengan
Hoşyar Kadin. Dimakamkan di makam Abdulhamid I.
§ Naime Sultan (11 Oktober 1840 - 1 Mei 1843) - dengan
Tirimüjgan Kadın. Lahir di Istana Topkapi, dimakamkan di kuil Mustafa III.
§ Fatma Sultan (1 November 1840 - 26 Agustus 1884) -
dengan Gülcemal Kadin. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Servetseza
Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra dan dua putri.
§ Behiye Sultan (22 Februari 1841 - 3 Agustus 1847) -
dengan Zeynifelek Hanim. Disebut juga Behi Sultan. Dimakamkan di Masjid Baru.
§ Neyire Sultan (13 Oktober 1841 - 14 Januari 1844) -
bersama Düzdidil Hanim. Kembaran Munire Sultan. Lahir di Istana Besiktas, dimakamkan
di Nurosmaniye.
§ Münire Sultan (13 Oktober 1841 - 18 Desember 1841) -
bersama Düzdidil Hanim. Kembaran Neyire Sultan. Lahir di Istana Besiktas,
dimakamkan di Nurosmaniye.
§ Aliye Sultan (1842 - 1842) - dengan Nükhetseza Hanim.
Lahir di Keraton Ciragan.
§ Hatice Sultan (7 Februari 1842 - 1842) - dengan
Gülcemal Kadin. Kembaran Refia Sultan.
§ Refia Sultan (7 Februari 1842 - 4 Januari 1880) -
dengan Gülcemal Kadin. Saudara kembar dari Hatice Sultan. Setelah kematian
ibunya, dia diadopsi oleh Servetseza Kadın. Dia menikah sekali dan seorang
putri.
§ Aliye Sultan (20 Oktober 1842 - 10 Juli 1845) - dengan
Şevkefza Kadın. Lahir di Istana Besiktas, dimakamkan di Yeni Cami.
§ Cemile Sultan (17 Agustus 1843 - 26 Februari 1915) -
bersama Düzdidil Hanim. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Rahime
Perestu Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki tiga putra dan tiga putri.
§ Münire Sultan (9 Desember 1844 - 29 Juni 1862) -
dengan Verdicenan Kadin. Dia menikah dua kali.
§ Samiye Sultan (23 Februari 1845 - 15 April 1845) -
dengan Düzdidil Hanim. Lahir di Istana Topkapi, dimakamkan di Yeni Cami.
§ Fatma Nazime Sultan (26 November 1847 - 1 Desember
1847) - bersama Nükhetseza Hanim. Lahir di Istana Beylerbeyi, dimakamkan di
Yeni Cami.
§ Sabiha Sultan (15 April 1848 - 27 April 1849) - dengan
Mahitab Kadin. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.
§ Behice Sultan (6 Agustus 1848 - 30 November 1876) -
bersama Nesrin Hamın. Setelah kematian ibunya, dia diadopsi oleh Şayan Kadin.
Dia menikah dengan Halil Hamid Paşazade Hamid Bey tetapi meninggal karena
tuberkulosis hanya 14 hari setelah pernikahan.
§ Mukbile Sultan (9 Februari 1850 - 25 Februari 1850) -
dengan Bezmiara Kadin. Lahir di Istana Çırağan, dimakamkan di Yeni Cami.
§ Rukiye Sultan (1850 - 1850)
§ Seniha Sultan (5 Desember 1851 - 15 September 1931) -
bersama Nalandil Hanım. Dia menikah sekali dan memiliki dua putra.
§ Zekiye Sultan (26 Februari 1855 - 19 Februari 1856) -
dengan Gülistu Kadın. Kembaran Fehime Sultan. Dimakamkan di kuil Wanita
Gulistu.
§ Fehime Sultan (26 Februari 1855 - 10 November 1856) -
dengan Gülistu Kadın. Kembaran Zekiye Sultan. Dimakamkan di kuil Wanita
Gulistu.
§ Şehime Sultan (1 Maret 1855 - 21 Mei 1857) - dengan
Nalandil Hanim. Lahir di Istana Beylerbeyi, dimakamkan di makam Gülistu Kadın.
§ Mediha Sultan (39 Juli 1856 - 9 November 1928) -
dengan Gülistu Kadin. Diadopsi oleh Wanita Verdicenan Setelah kematian ibunya.
Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra.
§ Naile Sultan (30 September 1856 - 18 Januari 1882) -
dengan Şayeste Hanım. Disebut juga Nadile Sultan. Dia menikah sekali tanpa
masalah.
§ Bedihe Sultan (30 September 1857 - 12 Juli 1858) -
dengan Serfiraz Hanım. Juga disebut Bedia Sultan. Lahir di Istana Besiktas,
dimakamkan di makam Gülistu Kadın.
§ Sultan Atiyetullah (16 Desember 1858 - 16 Desember
1858).
§ (Fülane) Sultan (30 Mei 1860 - 30 Mei 1860).
·
Abd-ul-Aziz I
Abdul
Aziz I عبد العزيز
الأول |
Sultan Abdul Aziz I |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-32
|
Memerintah : 25 Juni 1861 – 30 Mei 1876 Pendahulu : Abdulmejid I Penerus : Murad V |
Lahir : 8 Februari 1830. Konstantinopel, Kekaisaran
Ottoman Meninggal : 4 Juni 1876 (umur 46). Istana Feriye,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Makam : Sultan Mahmud II, Fatih, Istanbul Permaisuri : 1. Durrinev Kadın 2. Edadil Kadin 3. Hayranidil Kadin 4. Neşerek Kadın 5. Gevheri Kadın |
Nama : Abdülaziz Han bin Mahmud Dinasti : Ottoman Ayah : Mahmud II Ibu : Pertevniyal Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Abdulaziz (Turki Utsmaniyah: عبد
العزيز, diromanisasi: ʿAbdü'l-ʿAzîz; bahasa Turki: Abdülaziz; 8 Februari 1830 –
4 Juni 1876) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-32 dan memerintah dari 25
Juni 1861 hingga 30 Mei 1876, ketika dia digulingkan dalam kudeta pemerintah.
Ia adalah putra Sultan Mahmud II dan menggantikan saudaranya Abdulmejid I pada
tahun 1861.
Sultan Abdul Aziz I
Lahir di Istana Eyüp,
Konstantinopel (sekarang Istanbul), pada tanggal 8 Februari 1830, Abdulaziz
mengenyam pendidikan Utsmaniyah tetapi tetap merupakan pengagum kemajuan materi
yang dicapai di Barat. Dia adalah Sultan Ottoman pertama yang melakukan
perjalanan ke Eropa Barat, mengunjungi sejumlah ibu kota penting Eropa termasuk
Paris, London, dan Wina pada musim panas 1867.
Terlepas dari kecintaannya
pada Angkatan Laut Utsmaniyah, yang memiliki armada terbesar ketiga di dunia
pada tahun 1875 (setelah angkatan laut Inggris dan Prancis), Sultan tertarik
untuk mendokumentasikan Kesultanan Utsmaniyah. Dia juga tertarik pada sastra
dan merupakan komposer musik klasik yang berbakat. Beberapa komposisinya,
bersama dengan anggota lain dari dinasti Ottoman, telah dikumpulkan dalam album
Musik Eropa di Istana Ottoman oleh London Academy of Ottoman Court Music. Dia
digulingkan dengan alasan salah mengatur ekonomi Ottoman pada tanggal 30 Mei 1876,
dan ditemukan tewas enam hari kemudian dalam keadaan misterius.
a. MASA MUDA
Potret Sultan
Abdulaziz
Orang tuanya adalah Mahmud II
dan Pertevniyal Sultan, aslinya bernama Besime, seorang Sirkasia. Pada tahun
1868 Pertevniyal tinggal di Istana Dolmabahçe. Tahun itu Abdulaziz mengajak
Eugénie de Montijo, Permaisuri Prancis, untuk menemui ibunya. Pertevniyal
menganggap kehadiran seorang wanita asing di dalam tempat pribadinya di
seraglio sebagai penghinaan. Dia dilaporkan menampar wajah Eugénie, yang hampir
menyebabkan insiden internasional. Menurut catatan lain, Pertevniyal sangat
marah dengan keterusterangan Eugénie dalam menggandeng salah satu putranya saat
dia melakukan tur ke taman istana, dan dia menampar perut Permaisuri sebagai
pengingat yang mungkin lebih halus dimaksudkan itu mereka tidak berada di
Prancis.
Masjid Pertevniyal Valide
Sultan dibangun di bawah perlindungan ibunya. Pekerjaan konstruksi dimulai pada
November 1869 dan masjid selesai pada tahun 1871
Kakek dari pihak ayah adalah
Sultan Abdul Hamid I dan Sultana Nakşidil Sultan. Beberapa akun
mengidentifikasi nenek dari pihak ayah dengan Aimée du Buc de Rivéry, sepupu
Permaisuri Joséphine. Pertevniyal adalah saudara perempuan Khushiyar Qadin,
istri ketiga Ibrahim Pasha dari Mesir. Khushiyar dan Ibrahim adalah orang tua
dari Ismail Pasha.
b. MEMERINTAH
Kekaisaran Ottoman
pada tahun 1875
Antara tahun 1861 dan 1871,
reformasi Tanzimat yang dimulai pada masa pemerintahan saudaranya Abdulmejid I
dilanjutkan di bawah kepemimpinan menteri utamanya, Mehmed Fuad Pasha dan
Mehmed Emin Âli Pasha. Distrik administrasi baru (vilayets) didirikan pada
tahun 1864 dan Dewan Negara didirikan pada tahun 1868. Pendidikan publik
diselenggarakan dengan model Prancis dan Universitas Istanbul ditata ulang sebagai
institusi modern pada tahun 1861. Ia juga berperan penting dalam mendirikan
Ottoman pertama Kode sipil.
Imperial Coach yang
digunakan oleh Sultan Abdulaziz selama kunjungannya ke Paris, London dan Wina
pada tahun 1867, saat ini berada di Museum Rahmi M. Koç di Istanbul.
Abdulaziz menjalin hubungan
baik dengan Prancis dan Inggris. Pada tahun 1867 dia adalah sultan Ottoman
pertama yang mengunjungi Eropa Barat; perjalanannya termasuk kunjungan ke
Exposition Universelle (1867) di Paris dan perjalanan ke Britania Raya, di mana
dia dijadikan Knight of the Garter oleh Ratu Victoria[15] dan diperlihatkan
Peninjauan Armada Angkatan Laut Kerajaan dengan Ismail Pasha. Dia bepergian
dengan gerbong pribadi, yang saat ini dapat ditemukan di Museum Rahmi M. Koç di
Istanbul. Sesama Ksatria Garter yang diciptakan pada tahun 1867 adalah Charles
Gordon-Lennox, Adipati Richmond ke-6, Charles Manners, Adipati Rutland ke-6,
Henry Somerset, Adipati Beaufort ke-8, Pangeran Arthur, Adipati Connaught dan
Strathearn (putra Ratu Victoria ), Franz Joseph I dari Austria dan Alexander II
dari Rusia.
Sultan Abdulaziz
selama kunjungannya ke Inggris pada tahun 1867.
Juga pada tahun 1867,
Abdulaziz menjadi Sultan Utsmaniyah pertama yang secara resmi mengakui gelar
Khedive (Raja Muda) yang akan digunakan oleh Vali (Gubernur) Eyalet Utsmaniyah
Mesir dan Sudan (1517–1867), yang kemudian menjadi Khedivat Utsmaniyah yang
otonom. Mesir dan Sudan (1867–1914). Muhammad Ali Pasha dan keturunannya pernah
menjadi gubernur (Vali) Ottoman Mesir dan Sudan sejak 1805, tetapi bersedia
menggunakan gelar Khedive yang lebih tinggi, yang tidak diakui oleh pemerintah
Ottoman hingga 1867. Sebagai gantinya, Khedive pertama, Ismail Pasha, telah
setuju setahun sebelumnya (tahun 1866) untuk meningkatkan pendapatan pajak
tahunan yang akan disediakan oleh Mesir dan Sudan untuk perbendaharaan
Utsmaniyah. Antara tahun 1854 dan 1894, pendapatan dari Mesir dan Sudan sering
dinyatakan sebagai jaminan oleh pemerintah Utsmaniyah untuk meminjam pinjaman
dari bank Inggris dan Prancis. Setelah pemerintah Utsmaniyah mengumumkan
wanprestasi berdaulat atas pembayaran utang luar negerinya pada 30 Oktober
1875, yang memicu Krisis Timur Besar di provinsi Balkan kekaisaran yang
menyebabkan Perang Rusia-Turki yang menghancurkan (1877–78) dan pembentukan
Publik Utsmaniyah Administrasi Utang pada tahun 1881, pentingnya jaminan bagi
Inggris mengenai pendapatan Utsmaniyah dari Mesir dan Sudan meningkat.
Dikombinasikan dengan Terusan Suez yang jauh lebih penting yang dibuka pada
tahun 1869, kepastian ini berpengaruh dalam keputusan pemerintah Inggris untuk
menduduki Mesir dan Sudan pada tahun 1882, dengan dalih membantu pemerintah
Ottoman-Mesir untuk menghentikan pemberontakan ʻUrabi (1879– 1882). Mesir dan
Sudan (bersama dengan Siprus) secara nominal tetap menjadi wilayah Utsmaniyah
hingga 5 November 1914, ketika Kerajaan Inggris menyatakan perang melawan
Kesultanan Utsmaniyah selama Perang Dunia I.
Pada tahun 1869, Abdulaziz
menerima kunjungan dari Eugénie de Montijo, Permaisuri Napoleon III dari
Prancis dan raja asing lainnya dalam perjalanan menuju pembukaan Terusan Suez.
Pangeran Wales, calon Edward VII, dua kali mengunjungi Istanbul.
Sultan Abdulaziz,
didampingi oleh Kaisar Napoleon III, tiba di Paris pada tahun 1867 (atas). Raja-raja
Eropa sedang berada di Paris (Sultan Abdulaziz kedua dari kanan) untuk
pembukaan Pameran Universal tahun 1867 (bawah).
Pada tahun 1871, Mehmed Fuad
Pasha dan Mehmed Emin Âli Pasha telah meninggal. Kekaisaran Prancis Kedua,
model Eropa Baratnya, telah dikalahkan dalam Perang Prancis-Prusia oleh
Konfederasi Jerman Utara di bawah kepemimpinan Kerajaan Prusia. Abdulaziz
beralih ke Kekaisaran Rusia untuk persahabatan, karena kerusuhan terus
berlanjut di provinsi Balkan. Pada tahun 1875, pemberontakan Herzegovina
menjadi awal dari kerusuhan lebih lanjut di provinsi-provinsi Balkan. Pada
tahun 1876, Pemberontakan April melihat pemberontakan menyebar di antara
orang-orang Bulgaria. Perasaan sakit meningkat terhadap Rusia karena mendorong
pemberontakan.
Ratu Victoria dan
Sultan Abdulaziz di kapal pesiar kerajaan HMY Victoria dan Albert selama
kunjungan Sultan ke Inggris pada tahun 1867.
Meskipun tidak ada satu
peristiwa pun yang menyebabkan dia digulingkan, gagal panen pada tahun 1873 dan
pengeluarannya yang besar untuk Angkatan Laut Ottoman dan istana baru yang
telah dia bangun, bersama dengan hutang publik yang menumpuk, membantu
menciptakan suasana yang kondusif untuk penggulingannya. Abdulaziz digulingkan
oleh para menterinya pada 30 Mei 1876.
c. KEMATIAN
Türbe (makam) Sultan
Mahmud II (ayahnya) di jalan Divan Yolu, tempat Abdulaziz juga dimakamkan.
Kematian Abdulaziz di Istana
Çırağan di Istanbul beberapa hari kemudian didokumentasikan sebagai bunuh diri.
Death of Abdulaziz
(1876), penggambaran imajiner oleh seniman Prancis Victor Masson (1849–1917).
Setelah pencopotan Sultan
Abdulaziz, dia dibawa ke sebuah kamar di Istana Topkapi. Kamar ini kebetulan
adalah kamar yang sama tempat Sultan Selim III dibunuh. Kamar tersebut
membuatnya khawatir akan nyawanya dan kemudian meminta dipindahkan ke Istana
Beylerbeyi. Permintaannya ditolak karena istana dianggap tidak nyaman untuk
situasinya dan sebagai gantinya dia dipindahkan ke Istana Feriye. Namun dia
menjadi semakin gugup dan paranoid tentang keamanannya. Pada pagi hari tanggal
5 Juni, Abdulaziz meminta gunting untuk memangkas janggutnya. Tak lama setelah
itu, dia ditemukan tewas dalam genangan darah yang mengalir dari dua luka di
lengannya.
Kamar tidur Sultan
Abdulaziz di Istana Dolmabahçe di Istanbul.
Beberapa dokter diizinkan
untuk memeriksa tubuhnya. Diantaranya "Dr. Marco, Nouri, A. Sotto, Dokter
yang bekerja di Kedutaan Kekaisaran dan Kerajaan Austria-Hongaria; Dr.
Spagnolo, Marc Markel, Jatropoulo, Abdinour, Servet, J. de Castro, A. Marroin,
Julius Millingen , C. Caratheodori; E. D. Dickson, Dokter Kedutaan Besar
Inggris; Dr. O. Vitalis, Dokter Dewan Sanitasi; Dr. E. Spadare, J. Nouridjian,
Miltiadi Bey, Mustafa, Mehmed" menyatakan bahwa kematiannya adalah "
disebabkan oleh hilangnya darah yang dihasilkan oleh luka pembuluh darah pada
persendian lengan" dan bahwa "arah dan sifat luka, bersama dengan
instrumen yang dikatakan telah menghasilkannya, mengarahkan kita untuk
menyimpulkan bahwa bunuh diri telah dilakukan". Salah satu dokter tersebut
juga menyatakan bahwa "Kulitnya sangat pucat, dan seluruhnya bebas dari
memar, tanda atau bintik apa pun. Tidak ada kebiruan pada bibir yang
menunjukkan mati lemas atau tanda tekanan yang diterapkan pada
tenggorokan".
Sarkofagus Sultan
Abdulaziz di makam ayahnya, Sultan Mahmud II. Beberapa keturunan sultan juga
dimakamkan di dekatnya.
d. TEORI KONSPIRASI
Ada beberapa sumber yang
mengklaim kematian Abdulaziz karena pembunuhan. Penulis nasionalis Islam Necip
Fazıl Kısakürek mengklaim bahwa itu adalah operasi rahasia yang dilakukan oleh
Inggris.
Klaim serupa lainnya
didasarkan pada buku The Memoirs of Sultan Abdulhamid II. Dalam buku yang
ternyata penipuan itu, Abdulhamid II mengklaim bahwa Sultan Murad V mulai
menunjukkan tanda-tanda paranoia, gila, pingsan dan muntah terus menerus hingga
hari penobatannya, bahkan ia menceburkan diri ke kolam sambil berteriak-teriak.
di pengawalnya untuk melindungi hidupnya. Politisi berpangkat tinggi saat itu
takut publik akan marah dan memberontak untuk mengembalikan Abdulaziz ke tampuk
kekuasaan. Jadi, mereka mengatur pembunuhan Abdulaziz dengan memotong
pergelangan tangannya dan mengumumkan bahwa "dia bunuh diri". Buku
memoar ini biasa disebut sebagai kesaksian langsung atas pembunuhan Abdulaziz.
Namun belakangan terbukti bahwa Abdulhamid II tidak pernah menulis atau
mendiktekan dokumen semacam itu.
e. PRESTASI
Laksamana Hasan Rami
Pasha mendukung upaya modernisasi Sultan.
§ Abdulaziz memberikan penekanan khusus pada modernisasi
Angkatan Laut Ottoman. Pada tahun 1875, Angkatan Laut Utsmaniyah memiliki 21
kapal perang dan 173 kapal perang jenis lain, peringkat sebagai angkatan laut
terbesar ketiga di dunia setelah angkatan laut Inggris dan Prancis.
Kecintaannya pada Angkatan Laut, kapal, dan laut dapat diamati pada lukisan
dinding dan gambar Istana Beylerbeyi di selat Bosphorus di Istanbul, yang
dibangun pada masa pemerintahannya. Namun, anggaran besar untuk memodernisasi
dan memperluas Angkatan Laut (dikombinasikan dengan kekeringan parah pada tahun
1873 dan insiden banjir pada tahun 1874 yang merusak pertanian Utsmaniyah dan
mengurangi pendapatan pajak pemerintah) berkontribusi pada kesulitan keuangan
yang menyebabkan Porte menyatakan default kedaulatan. dengan "Ramazan
Kanunnamesi" pada tanggal 30 Oktober 1875. Keputusan selanjutnya untuk
meningkatkan pajak pertanian untuk membayar hutang publik Utsmaniyah kepada
kreditor asing (terutama bank Inggris dan Prancis) memicu Krisis Timur Besar di
provinsi Balkan kekaisaran. Krisis memuncak dalam Perang Rusia-Turki
(1877–1878) yang menghancurkan ekonomi Utsmaniyah yang sedang berjuang, dan
pembentukan Administrasi Utang Publik Utsmaniyah pada tahun 1881, selama
tahun-tahun awal pemerintahan Sultan Abdülhamid II.
§ Rel kereta api Utsmaniyah pertama dibuka antara
İzmir–Aydın dan Aleksandria–Kairo pada tahun 1856, pada masa pemerintahan
Sultan Abdulmejid I. Terminal kereta api besar pertama di Turki saat ini,
Terminal Alsancak di Izmir, dibuka pada tahun 1858. adalah jalur kereta api
individu, tidak terhubung, tanpa jaringan kereta api. Sultan Abdulaziz
mendirikan jaringan kereta api Ottoman pertama. Pada tanggal 17 April 1869,
konsesi untuk Kereta Api Rumelia (yaitu Kereta Api Balkan, Rumeli (Rumelia)
berarti semenanjung Balkan dalam bahasa Turki Ottoman) yang menghubungkan
Istanbul ke Wina diberikan kepada Baron Maurice de Hirsch (Moritz Freiherr
Hirsch auf Gereuth), seorang Bavaria bankir kelahiran Belgia. Proyek tersebut
meramalkan rute kereta api dari Istanbul melalui Edirne, Plovdiv dan Sarajevo
ke tepi Sungai Sava. Pada tahun 1873, Terminal Sirkeci pertama di Istanbul
dibuka. Bangunan terminal sementara Sirkeci kemudian diganti dengan yang
sekarang yang dibangun antara tahun 1888 dan 1890 (pada masa pemerintahan
Abdülhamid II) dan menjadi terminal tujuan akhir Orient Express. Pada tahun
1871, Sultan Abdulaziz mendirikan Kereta Api Anatolia. Pekerjaan konstruksi
pengukur standar 1.435 mm (4 ft 8+1⁄2 in) di sisi Asia Istanbul, dari Haydarpaşa
ke Pendik, dimulai pada tahun 1871. Jalur dibuka pada 22 September 1872. Jalur
kereta api diperpanjang hingga Gebze, yang dibuka pada 1 Januari 1873. Pada
Agustus 1873 jalur kereta api mencapai Izmit. Perpanjangan rel lainnya dibangun
pada tahun 1871 untuk melayani daerah berpenduduk di sepanjang Bursa dan Laut
Marmara. Kereta Api Anatolia kemudian diperluas ke Ankara dan akhirnya ke
Mesopotamia, Suriah dan Arab pada masa pemerintahan Sultan Abdülhamid II,
dengan selesainya Kereta Api Bagdad dan Kereta Api Hejaz.
Tiket masuk ke
resepsi H.I.M. Sultan Abd-ul-Aziz Khan di The Guildhall pada 18 Juli 1867,
dikeluarkan untuk Ketua P. & O. Steam Navigation Company.
§ Di bawah pemerintahannya, prangko pertama Turki
diterbitkan pada tahun 1863, dan Kekaisaran Ottoman bergabung dengan Uni Pos
Universal pada tahun 1875 sebagai anggota pendiri.
§ Dia juga bertanggung jawab atas kode sipil pertama
untuk Kekaisaran Ottoman.
§ Dia adalah sultan Ottoman pertama yang melakukan
perjalanan ke Eropa Barat. Pelayarannya dalam urutan kunjungan (dari 21 Juni
1867 hingga 7 Agustus 1867): Istanbul – Messina – Napoli – Toulon – Marseille –
Paris – Boulogne – Dover – London – Dover – Calais – Brussel – Koblenz – Wina –
Budapest – Orșova – Vidin – Ruse – Varna – Istanbul.
§ Terkesan dengan museum di Paris (30 Juni – 10 Juli
1867), London (12–23 Juli 1867) dan Wina (28–30 Juli 1867) yang dia kunjungi
pada musim panas tahun 1867, dia memerintahkan pendirian Museum Kekaisaran di
Istanbul: Museum Arkeologi Istanbul.
Culverin dengan
lengan Philippe Villiers de L'Isle-Adam, Pengepungan Rhodes (1522). Kaliber:
140mm, panjang: 339 cm, berat: 2533kg, amunisi: bola besi 10 kg. Dikirim oleh
Abdulaziz ke Napoleon III pada tahun 1862.
f.
KELUARGA
Harem Abdülaziz dikenal
karena, meskipun perbudakan di Kesultanan Utsmaniyah telah dihapuskan, ibunya
Pertevniyal Sultan terus mengirimkan budak perempuan dari Kaukasus.
1)
PEMAISURI
Abdülaziz memiliki enam
permaisuri:
§ Dürrinev Kadin (15 Maret 1835 - 4 Desember 1895).
BaşKadin. Disebut juga Dürrunev Kadın. Georgia, lahir Putri Melek Dziapş-lpa,
sebelum menjadi permaisuri dia adalah seorang dayang untuk Servetseza Kadin,
permaisuri Abdülmecid I. Dia memiliki dua putra dan seorang putri.
§ Edadil Kadin (1845 - 12 Desember 1875). Kadin Kedua.
Dia adalah Abkhazia, terlahir sebagai Putri Aredba. Dia menjadi permaisuri
Abdülaziz pada saat dia naik takhta. Dia memiliki seorang putra dan putri.
§ Hayranidil Kadin (2 November 1846 - 26 November 1895).
Kadın kedua setelah kematian Edadil. Dia mungkin berasal dari budak. Dia
memiliki seorang putra dan putri.
§ Neşerek Kadin (1848 - 11 Juni 1876). Kadin Ketiga.
Disebut juga Nesrin Kadın atau Nesteren Kadin. Sirkasia, lahir di Sochi sebagai
Putri Zevş-Barakay. Dia memiliki seorang putra dan putri.
§ Gevheri Kadin (8 Juli 1856 - 6 September 1884). Kadin
Keempat. Dia adalah Abkhazia dan nama aslinya adalah Emine Hanim. Dia memiliki
seorang putra dan putri.
§ Yildiz Hanim. BaşIkbal. Saudari Safinaz Nurefsun
Kadın, permaisuri Abdülhamid II. Dia memiliki dua anak perempuan.
Selain itu, Abdülaziz
berencana menikah dengan putri Mesir Tawhida Hanim, putri chedive Mesir Isma'il
Pasha. Wazir Agungnya, Mehmed Füad Paşah, menentang pernikahan dan menulis
catatan untuk sultan yang menjelaskan bahwa pernikahan akan menjadi
kontraproduktif secara politik dan akan memberi Mesir keuntungan yang tidak
semestinya. Namun, Bendaharawan Agung, alih-alih menyerahkan catatan itu kepada
sultan, membacakannya di depan umum, mempermalukannya. Meski proyek pernikahan
terbengkalai, Füad dipecat karena kecelakaan itu.
2)
PUTRA
Abdülaziz memiliki enam
putra:
§ Şehzade Yusuf Izzeddin (11 Oktober 1857 - 1 Februari
1916) - bersama Dürrinev Kadın. Putra kesayangan ayahnya, ia lahir ketika
Abdülaziz masih menjadi pangeran dan karena itu disembunyikan sampai naik takhta.
Selama masa pemerintahannya, Abdülaziz tidak berhasil mengubah hukum suksesi
untuk mengizinkannya mewarisi tahta. Dia memiliki enam istri, dua putra dan dua
putri.
§ Şehzade Mahmud Celaleddin (14 November 1862 - 1
September 1888) - dengan Edadil Kadin. Dia adalah wakil laksamana, pianis dan
pemain suling. Dia adalah keponakan kesayangan Adile Sultan, yang
mendedikasikan beberapa komponen puitis untuknya. Dia punya permaisuri tapi
tidak punya anak.
§ Şehzade Mehmed Selim (28 Oktober 1866 - 21 Oktober 1867)
- dengan Dürrinev Kadın. Lahir dan meninggal di Istana Dolmabahçe, dimakamkan
di mausoleum Mahmud II.
§ Abdülmecid II (29 Mei 1868 - 23 Agustus 1944) -
bersama Hayranidil Kadin. Dia tidak pernah menjadi sultan karena penghapusan
Kesultanan pada tahun 1922, dan merupakan khalifah terakhir Kekaisaran Ottoman.
§ Şehzade Mehmed Şevket (5 Juni 1872 - 22 Oktober 1899)
- dengan Neşerek Kadın. Tanpa orang tua pada usia empat tahun, dia disambut di
Istana Yıldız oleh Abdülhamid II, yang membesarkannya bersama anak-anaknya. Dia
memiliki seorang permaisuri dan seorang putra.
§ Şehzade Mehmed Seyfeddin (22 September 1874 - 19
Oktober 1927) - bersama Gevheri Kadin. Tanpa ayah pada usia dua tahun, dia
disambut oleh Şehzade Yusuf Izzeddin. Wakil laksamana dan musisi. Dia memiliki
empat istri, tiga putra dan seorang putri.
3)
PUTRI
Abdülaziz memiliki tujuh anak
perempuan:
§ Fatma Saliha Sultan (10 Agustus 1862 - 1941) - bersama
Dürrinev Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki seorang putri.
§ Nazime Sultan (25 Februari 1866 - 9 November 1947) -
bersama Hayranidil Kadin. Dia menikah sekali tetapi tidak memiliki anak.
§ Emine Sultan (30 November 1866 - 23 Januari 1867) -
dengan Edadil Kadin. Lahir dan meninggal di Istana Dolmabahçe. Dimakamkan di
makam Mahmud II.
§ Esma Sultan (21 Maret 1873 - 7 Mei 1899) - bersama
Gevheri Kadin. Tanpa ayah pada usia tiga tahun, dia disambut bersama ibunya
oleh saudara tirinya Şehzade Yusuf Izzedin. Dia menikah sekali dan memiliki
empat putra dan putri. Dia meninggal saat melahirkan.
§ Fatma Sultan (1874 - 1875) - dengan Yıldız Hanim. Dia
lahir dan meninggal di Istana Dolmabahçe, dimakamkan di mausoleum Mahmud II.
§ Emine Sultan (24 Agustus 1874 - 29 Januari 1920) -
dengan Neşerek Kadın. Tanpa orang tua pada usia dua tahun, dia disambut bersama
ibunya oleh saudara tirinya Şehzade Yusuf Izzedin. Dia menikah sekali dan
memiliki seorang putri.
§ Münire Sultan (1876/1877 - 1877) - dengan Yıldız
Hanim. Dia lahir secara anumerta dan meninggal sebagai bayi yang baru lahir.
·
Murad V
Murad
V مراد الخامس |
Sultan Murad V |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-33
|
Memerintah : 30 Mei 1876 – 31 Agustus 1876 Pendahulu : Abdulaziz I Penerus : Abdul Hamid II Wazir Agung : Mehmed Rushdi Pasha |
Lahir 21
September 1840. Istana Çırağan, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 29 Agustus 1904 (umur 63). Istana
Çırağan, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : 30 Agustus 1904. Masjid Baru, Istanbul,
Turki 1. Permaisuri : 2. Mevhibe Kadın 3. Reftaridil Kadın 4. Şayan Kadın 5. Meyliservet Kadın 6. Nevdurr Hanim 7. Gevherriz Hanim 8. Remzşinas Hanim 9. Resan Hanim 10. Filizten Hanim |
Nama : 1.
Turki: Murad
bin Abdülmecid 2.
Turki Ottoman: مراد
بن عبدالمجید Dinasti : Ottoman Ayah :Abdulmejid I Ibu : Şevkefza Kadın |
Tughra :
|
Murad V (Turki Utsmaniyah: مراد
خامس, diromanisasi: Murâd-I ḫâmis; Turki: V. Murad; 21 September 1840 – 29
Agustus 1904) adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah yang memerintah dari 30 Mei
hingga 31 Agustus 1876. Putra dari Abdulmejid I, dia mendukung konversi
pemerintah menjadi monarki konstitusional. Pamannya, Abdulaziz, menggantikan
Abdulmejid naik takhta dan berusaha mengangkat putranya sendiri sebagai pewaris
takhta, yang mendorong Murad untuk berpartisipasi dalam penggulingan pamannya.
Namun, kesehatan fisik dan mentalnya yang lemah menyebabkan pemerintahannya
menjadi tidak stabil dan Murad V digulingkan demi saudara tirinya Abdul Hamid
II setelah hanya 93 hari.
a. MASA MUDA
Murad V lahir sebagai Şehzade
Mehmed Murad pada 21 September 1840 di Istana Çırağan di Istanbul. Ayahnya
adalah Sultan Abdulmejid I, putra Sultan Mahmud II dan Bezmiâlem Sultan. Ibunya
adalah Şevkefza Kadın, seorang etnis Georgia.
Pada bulan September 1847,
saat berusia tujuh tahun, dia disunat secara seremonial bersama dengan adik
tirinya, Şehzade Abdul Hamid.
Murad dididik di istana.
Tutornya termasuk Toprik Süleyman Efendi, yang mengajarinya Quran, Ferrik
Efendi, yang mengajarinya bahasa Turki Ottoman, Sheikh Hafız Efendi, yang
mengajarinya Hadits (tradisi Muhammad), Monsieur Gardet, yang mengajarinya
bahasa Prancis, dan Callisto Guatelli dan Lombardi Italia, yang mengajarinya
bermain piano.
b. PUTRA MAHKOTA
Foto diambil selama
kunjungan Murad ke London
Setelah Abdulaziz naik tahta
setelah kematian Sultan Abdulmejid pada tahun 1861, Murad menjadi pewaris
tahta. Dia menghabiskan sebagian besar waktunya di rumah pertaniannya di
Kurbağalıdere yang telah dialokasikan Abdulaziz untuknya. Keluarganya biasa
menghabiskan musim dingin mereka di apartemen putra mahkota yang terletak di
Istana Dolmabahçe dan Rumah Nisbetiye.
Dia berpartisipasi dalam
kunjungan Abdulaziz ke Mesir pada tahun 1863 dan ke Eropa pada tahun 1867.
Sementara dia dihargai oleh penguasa Eropa atas kebaikannya, pamannya, yang
merasa tidak nyaman dengan hal ini, berencana mengirimnya kembali ke Istanbul.
Napoleon III dan Ratu Victoria menunjukkan minat yang lebih besar pada Murad
daripada pada Abdulaziz. Selain itu, undangan dan tamasya khusus
diselenggarakan untuk putra mahkota.
Dia sering berkomunikasi
dengan Ottoman Baru, yang menginginkan rezim konstitusional. Şinasi yang sering
ditemuinya bertukar pikiran dengan Namik Kemal dan Ziya Pasha tentang
konstitusionalisme, demokrasi dan kebebasan. Melalui Ziya Pasha dan dokter
pribadinya Kapoleon Efendi, ia juga berkomunikasi dengan Midhat Pasha,
negarawan terkemuka era Tanzimat Ottoman dan pemimpin kelompok oposisi yang
tidak puas dengan pemerintahan Sultan Abdulaziz.
Murad adalah anggota pertama
dinasti Ottoman yang menjadi anggota Grand Lodge of Free and Accepted Masons of
Turkey. Pada tanggal 20 Oktober 1872, Murad diam-diam dilantik ke dalam pondok,
disponsori oleh pengurus rumah tangganya Seyyid Bey. Murad naik pangkat di
pondok. Pada satu titik dia mengusulkan untuk mendirikan pondok Ottoman independen
yang diberi nama Envar-I Şarkiye, “Cahaya Timur”, dengan ritualnya dilakukan di
Turki, tetapi rencana itu tidak pernah terwujud.
c. PERTANYAAN SUKSESI
Sultan Abdulaziz mencoba
mengubah sistem suksesi demi putranya sendiri Şehzade Yusuf Izzeddin. Untuk tujuan
ini Abdulaziz berangkat untuk meredakan berbagai kelompok penekan dan membuat
putranya mendapatkan popularitas di antara mereka. Selama kunjungan tahun 1867
ke Eropa, desas-desus menyebar bahwa bertentangan dengan aturan protokol,
Abdulaziz mengatur resepsi Izzeddin di Paris dan London di hadapan pewaris
resmi, Pangeran Murad. Ketika Mahmud Nedim Pasha yang konservatif menjadi wazir
Agung pada September 1871, dia memberikan dukungannya pada rencana Abdulaziz.
Untuk lebih melegitimasi rencananya, Abdulaziz secara taktis mendukung
perubahan anak sulung dalam dinasti Muhammad Ali di Mesir. Dengan memberikan
anak sulung kepada Isma’il Pasha pada tahun 1866, Abdulaziz jelas berusaha
menciptakan iklim opini yang positif tentang perubahan yang menguntungkan putranya
sendiri.
d. MEMERINTAH
Murad en
route to be crowned
1)
PENCAPAIAN
Akibatnya, Murad bekerja sama
dengan kalangan konstitusionalis dan ikut serta dalam deposisi Abdulaziz. Pada
malam tanggal 29–30 Mei 1876, panitia yang dipimpin oleh Midhat Pasha dan Menteri
Perang, Hüseyin Avni Pasha, menggulingkan Abdulaziz dan mengangkat Murad ke
tahta.
Meskipun dia berhasil naik
takhta, dia tidak mampu mempertahankan tempatnya. Dia berjuang untuk tampil
normal dalam peran barunya, sangat bertentangan dengan kehidupannya yang
sebelumnya tenang berkecimpung dalam musik. Sarafnya yang lemah, dikombinasikan
dengan alkoholisme, menyebabkan gangguan mental. Kematian pamannya yang
digulingkan hanya beberapa hari setelah pengangkatannya mengejutkannya, dan
itu, ditambah dengan kesusahan atas cara tiba-tiba dia dibawa ke tahta dan
tuntutan yang mengepungnya sebagai penguasa, menyebabkan kecemasan yang
ditafsirkan dunia sebagai akibatnya. Karena telah memerintahkan pembunuhan
pamannya.
2)
PENYAKIT
Murad mulai menunjukkan
perilaku aneh yang mendahului keruntuhan totalnya. Para pemimpin pemerintah
memanggil spesialis Wina dalam gangguan kejiwaan, Dr. Max Leidesdorf, yang
menyimpulkan bahwa Sultan baru dapat sembuh total dengan perawatan tiga bulan
di klinik, yang tidak mau dicoba oleh para pemimpin Ottoman lainnya. Seorang
pangeran yang kompeten secara mental di atas takhta membentuk komponen penting
dari rencana mereka untuk melaksanakan reformasi dengan legitimasi yang tepat.
Adik laki-laki Murad dan pewaris takhta, Abdul Hamid, bagaimanapun, tampak
sangat sehat secara fisik dan mental, dan mendukung rencana para pemimpin untuk
memperkenalkan pemerintahan parlementer.
Mengamankan keputusan
Şeyhülislam yang menyetujui pencopotan Murad, dan janji Abdul Hamid untuk
mengumumkan sebuah konstitusi, Midhat Pasha, dan pemerintahan Ottoman
menggulingkannya pada tanggal 31 Agustus 1876, setelah memerintah hanya selama
sembilan puluh tiga hari dengan alasan dia sakit jiwa. Setelah adik tirinya,
Sultan Abdul Hamid II, naik tahta. Murad kemudian dikurung di Istana Çırağan,
yang tidak diizinkan oleh Abdul Hamid untuk dia tinggalkan.
e. KURUNGAN
Ali Suavi, seorang
aktivis politik Ottoman, jurnalis, pendidik, teolog dan pembaharu, terlibat
dalam insiden tersebut
Dalam kurungan, permaisuri
Murad Gevherriz Hanım bekerja dengan Nakşifend Kalfa, hazinedar Dilberengiz,
kasim Hüseyin Ağa, dan Hüsnü Bey (yang pernah menjadi Sekretaris Kedua Murad)
untuk mengizinkan seorang dokter Inggris bertemu dengan Murad untuk memastikan
kesehatan mental Murad. Saat dokter datang, Gevherriz melayani sebagai
penerjemah. Tidak jelas seberapa benar cerita ini, dan ada kemungkinan dokter
tersebut dikirim oleh freemason dan bukan oleh Inggris.
Pada tahun 1877, sekitar
sembilan bulan dalam kurungan, Murad mendapatkan kembali kemampuan mentalnya.
Dua tahun pertama pengurungannya di Çırağan menyaksikan tiga upaya oleh para
pendukung untuk membebaskannya dan mengembalikannya ke tahta, tetapi ketiganya
hanya menghasilkan pengetatan penjagaan yang mengisolasi Istana Çırağan dari
kota di sekitarnya oleh Abdul Hamid.
1)
KEJADIAN
ALI SUAVI
Pada tanggal 20 Mei 1878,
upaya dilakukan untuk membebaskan Murad dari Istana Çırağan dan
mengembalikannya ke tahta. Saudara laki-laki Murad, Şehzade Ahmed Kemaleddin
dan Şehzade Selim Süleyman, dan saudara perempuan, Fatma Sultan dan Seniha
Sultan, dan suaminya Mahmud Celaleddin Pasha terlibat dalam plot tersebut.
Mereka semua ingin melihat mantan Sultan bertahta. Selama insiden Ali Suavi,
lawan politik radikal rezim otoriter Abdul Hamid menyerbu istana dengan
sekelompok pengungsi bersenjata dari Perang Rusia-Turki baru-baru ini
(1877–1878). Kapal perang Ottoman Mesudiye berlabuh di lepas pantai istana
untuk mengambil Murad, dan mengumumkan pengangkatannya. Namun tidak sampai di
kapal perang, anak buah Ali Suavi tidak mampu mengatasi perlawanan sengit dari
prefek polisi Beşiktaş, Hacı Hasan Pasha. Plotnya gagal, dan Ali Suavi serta
sebagian besar anak buahnya tewas. Buntutnya, keamanan di Istana Çırağan
diperketat.
2)
HIDUP
DALAM KURUNGAN
Kemampuan mentalnya
dipulihkan, Murad menjalani kehidupan yang jauh lebih ramah daripada yang
dikaitkan dengannya oleh pers Barat. Laporan selama bertahun-tahun mengklaim
bahwa mantan Sultan mendekam di penjara, atau melarikan diri dan bersembunyi,
atau menguliahi saudaranya tentang masalah Armenia.
Istana Çırağan,
tempat Murad dan keluarganya dikurung oleh Sultan Abdul Hamid selama dua puluh
delapan tahun sampai kematian Murad pada tahun 1904
Setelah kematian ibunya pada
tahun 1889, Murad memusatkan seluruh cinta dan perhatiannya pada anak-anaknya.
Selaheddin menjadi pendampingnya dalam kesedihan, dan mereka berdua
menghabiskan waktu berjam-jam mengenang hari-hari yang telah berlalu serta
berspekulasi tentang masa depan. Untuk beberapa waktu ayah dan anak menaruh
minat pada Mesnevi, menghabiskan berjam-jam melafalkan syair dari karya itu dan
sangat senang melakukannya.
f.
KEMATIAN DAN WARISAN
Poster diproduksi
setelah kematiannya
Akhirnya, karena menderita
diabetes, Murad meninggal di Istana Çırağan pada tanggal 29 Agustus 1904.
Sementara istri seniornya Mevhibe Kadın dan putranya Selahaddin melaporkan
bahwa Murad bersedia dimakamkan di makam Yahya Efendi, Abdul Hamid tidak menyetujuinya.
. Keesokan harinya, pemakaman Murad dilakukan tanpa pengumuman dan upacara.
Jenazahnya dimandikan dan dikafani di Istana Topkapı, kemudian dibawa ke Masjid
Hidayet di Bahçekapı. Setelah prosesi pemakaman diadakan, ia dimakamkan di
samping ibunya Şevkefza di Masjid Baru, Istanbul.
Sumber utama penting tentang
hidupnya berasal dari memoar salah satu pendampingnya, Filizten Hanım, yang
ditulis pada tahun 1930-an.
g. KEPRIBADIAN
Murad telah belajar bahasa
Perancis dan Arab. Dia memesan dan membaca buku dan majalah dari Prancis dan
dipengaruhi oleh budaya Prancis. Dia memainkan piano dan menggubah musik gaya
Barat. Dia adalah seorang liberal.
h. KEHORMATAN
Orde Medjidie, Jewelled, 23
Februari 1867
i.
KELUARGA
Keluarga Murad V diketahui
telah menghabiskan hampir 20 tahun dikurung di Istana Çırağan, dari deposisi
Murad pada akhir Juni 1876 hingga kematiannya pada akhir Agustus 1904.
1)
PEMAISURI
Murad V memiliki sembilan
permaisuri:
§ Elaru Mevhibe Kadın (6 Agustus 1835 – 21 Februari
1936). BaşKadin. Georgiana, dia dibesarkan di antara putri Sultan Abdülmejid I,
ayah Murad. Dia tidak punya anak yang dikenal. Setelah kematian Murad dia
menetap Şişli dan pada pendudukan Inggris di Istanbul dia pensiun ke kehidupan
pribadi, tidak pernah meninggalkan rumah dan merawat tamannya sampai
kematiannya.
§ Reftaridil Kadın (1838 – 3 Maret 1936). Kadin Kedua.
Sirkasia dari keluarga Hatko. Dia memberi sultan seorang putra.
§ Şayan Kadın (4 Januari 1853 – 15 Maret 1945). Kadin
Ketiga. Ia terlahir sebagai Putri Safiye Zan di Anapa. Dia memberi sultan
seorang putri.
§ Meyliservet Kadın (21 Oktober 1859 – 9 Desember 1891).
Kadin Keempat. Sebelum menikah dengan Murad, dia melayani saudara tirinya Refia
Sultan. Dia memberi sultan seorang putri. Dia meninggal sebelum Murad dan
karena itu dia tidak pernah meninggalkan Istana Çırağan.
§ Resan Hanim (28 Maret 1860 – 31 Maret 1910). BaşIkbal.
Georgiana, dia lahir sebagai Ayşe Hanim di Artivin. Sebelum menikah dengan
Murad, dia melayani saudara tirinya, Seniha Sultan. Dia memberi sultan dua
putri.
§ Gevherriz Hanim (1863 – 1940). Ikbal kedua, disebut
juga Cevherriz Hanım. Sirkasia, lahir di Sochi. Sebelum dia menjadi permaisuri
dia adalah seorang Kalfa (pelayan perempuan) Dia tidak memiliki anak yang
dikenal. Setelah kematian Murad dia menikah lagi, tetapi pernikahan itu sangat
menyedihkan.
§ Nevdurr Hanim (1861 – 1927). Ikbal Ketiga. Lahir di
Batumi. Dia tidak punya anak yang dikenal. Setelah kematian Murad, gajinya
ditolak dan dia tinggal bersama putri tirinya Hatice Sultan, dan ketika Hatice
diasingkan pada tahun 1924, dia jatuh ke dalam kemiskinan total.
§ Remzşinas Hanım (1864 – setelah 1934). Ikbal Keempat.
Sirkasia. Dia tidak punya anak yang dikenal.
§ Filizten Hanim (1862 – 1945). Ikbal Kelima. Dia tidak
punya anak yang dikenal.
2)
PUTRA
Murad V memiliki tiga putra:
§ Şehzade Mehmed Selaheddin (5 Agustus 1861 – 29 April
1915) – dengan Reftadiril Kadın. Anak tertua dan satu-satunya putra yang masih
hidup, lahir saat Murad masih Şehzade. Dia memiliki tujuh istri, delapan putra
dan delapan putri.
§ Şehzade Süleyman (1866 – 1866) – keibuan yang tidak
diketahui.
§ Şehzade Seyfeddin (1872 – 1872) – keibuan yang tidak
diketahui
3)
PUTRI
Murad V memiliki empat anak
perempuan:
§ Hatice Sultan (5 April 1870 – 13 Maret 1938) – dengan
Şayan Kadın. Lahir saat Murad masih Şehzade. Dia menikah dua kali dan memiliki
dua putra dan dua putri.
§ Fehime Sultan (2 Juli 1875 – 15 September 1929) –
dengan Meyliservet Kadın. Dia menikah dua kali, tanpa anak.
§ Fatma Sultan (19 Juni 1879 – 20 November 1932) –
dengan Resan Hanım. Dia menikah sekali dan memiliki empat putra dan putri.
§ Aliye Sultan (24 Agustus 1880 – 17 September 1903) –
dengan Resan Hanım. Kematiannya yang terlalu dini, bersama dengan skandal yang
melibatkan putrinya Hatice Sultan pada tahun berikutnya, benar-benar merusak kesehatan
Murad, yang meninggal tak lama kemudian pada pertengahan 1904.
·
Abd-ul-Hamid II
Abdul Hamid
II عبد الحميد
الثاني |
Sultan Abdul Hamid II |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-34
|
Pemerintahan : 31 Agustus 1876 – 27 April 1909 Penyandang pedang : 7 September 1876 Pendahulu : Murad V Penerus : Mehmed V |
Lahir : 21 September 1842. Istana Topkapi,
Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Meninggal : 10 Februari 1918 (umur 75). Istana
Beylerbeyi, Konstantinopel, Kekaisaran Ottoman Pemakaman : 1918. Makam Sultan Mahmud II, Fatih,
Istanbul, Turki |
Nama : Abdul Hamid bin Abdulmejid Dinasti : Ottoman Ayah : Abdulmejid I Ibu kandung: Tirimüjgan
Kadın Ibu angkat: Rahime Perestu Sultan Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Abdülhamid atau Abdul Hamid
II (Turki Utsmaniyah: عبد الحميد ثانی, diromanisasi: Abd ül-Hamid-i Sani;
bahasa Turki: II. Abdülhamid; 21 September 1842 – 10 Februari 1918) adalah
sultan Kesultanan Utsmaniyah dari 31 Agustus 1876 hingga 27 April 1909, dan
sultan terakhir yang melakukan kontrol efektif atas negara yang retak. Periode
waktu dia memerintah di Kekaisaran Ottoman dikenal sebagai Era Hamidian. Dia
mengalami masa kemunduran, dengan pemberontakan (khususnya di Balkan), dan dia
memimpin perang yang gagal dengan Kekaisaran Rusia (1877–1878) diikuti dengan
perang yang berhasil melawan Kerajaan Yunani pada tahun 1897, meskipun
keuntungan Utsmaniyah diredam. oleh intervensi Eropa Barat berikutnya.
Sesuai dengan kesepakatan
yang dibuat dengan Utsmani Muda Republik, ia mengumumkan Konstitusi pertama
Kesultanan Utsmaniyah[4], yang merupakan tanda pemikiran progresif yang
menandai pemerintahan awalnya. Namun, pada tahun 1878, dengan alasan
ketidaksepakatan dengan Parlemen Ottoman, dia menangguhkan konstitusi dan
parlemen yang berumur pendek. Modernisasi Kesultanan Utsmaniyah berlanjut
selama masa pemerintahannya, termasuk reformasi birokrasi, perluasan Jalur
Kereta Api Rumelia dan Jalur Kereta Api Anatolia, serta pembangunan Jalur
Kereta Api Bagdad dan Jalur Kereta Api Hejaz. Selain itu, sistem pendaftaran
penduduk dan kontrol atas pers didirikan, bersama dengan sekolah hukum modern
lokal pertama pada tahun 1898. Reformasi yang paling luas jangkauannya terjadi
di bidang pendidikan: banyak sekolah profesional didirikan untuk bidang-bidang
termasuk hukum, seni, perdagangan, teknik sipil, kedokteran hewan, bea cukai,
pertanian, dan linguistik. Meskipun Abdul Hamid II menutup Universitas Istanbul
pada tahun 1881, dibuka kembali pada tahun 1900, dan jaringan sekolah menengah,
dasar, dan militer diperluas ke seluruh kekaisaran. Perusahaan Jerman memainkan
peran utama dalam mengembangkan sistem kereta api dan telegraf Kekaisaran.
Modernisasi ini mengorbankan kedaulatan ekonomi kekaisaran, karena keuangannya
berada di bawah kendali Kekuatan Besar melalui Administrasi Utang Publik Ottoman.
Sultan Abdul Hamid II
Selama pemerintahan Abdul
Hamid, Kesultanan Utsmaniyah dikenal karena pembantaian orang-orang Armenia dan
Asiria pada tahun 1894–1896. Banyak upaya dilakukan pada kehidupan Abdul Hamid
selama masa pemerintahannya. Di antara banyak upaya pembunuhan terhadapnya,
salah satu yang paling terkenal adalah upaya pembunuhan Yıldız tahun 1905 oleh
Federasi Revolusi Armenia. Sebagian besar kaum intelektual Ottoman juga
mengkritik tajam dan menentangnya karena dia menggunakan polisi rahasia untuk membungkam
perbedaan pendapat dan gerakan Turki Muda. Pada tahun 1908, sebuah organisasi
revolusioner Turki Muda rahasia yang dikenal sebagai Komite Persatuan dan
Kemajuan memaksa Abdul Hamid II untuk memanggil kembali parlemen dan
mengembalikan konstitusi dalam Revolusi Turki Muda. Abdul Hamid berusaha untuk
menegaskan kembali absolutismenya setahun kemudian, mengakibatkan deposisi oleh
pasukan Unionis dalam peristiwa yang dikenal sebagai Insiden 31 Maret tahun
1909.
a. MASA MUDA
Abdul Hamid II lahir pada
tanggal 21 September 1842 di Istana Çırağan, Ortaköy atau di Istana Topkapı,
keduanya di Istanbul. Ia adalah putra Sultan Abdulmejid I dan Tirimüjgan Kadın
(Circassia, 20 Agustus 1819 – Konstantinopel, Istana Feriye, 2 November 1853),
awalnya bernama Virjinia. Setelah kematian ibunya, ia kemudian menjadi anak
angkat dari istri sah ayahnya, Perestu Kadın. Perestu juga ibu angkat dari
saudara tiri Abdul Hamid Cemile Sultan, yang ibunya Düzdidil Kadın telah
meninggal pada tahun 1845 meninggalkan ibunya pada usia dua tahun. Keduanya
dibesarkan di rumah yang sama di mana mereka menghabiskan masa kecil mereka
bersama.
Tidak seperti banyak sultan
Ottoman lainnya, Abdul Hamid II mengunjungi negara-negara yang jauh. Sembilan
tahun sebelum naik takhta, ia menemani pamannya Sultan Abdülaziz dalam
kunjungannya ke Paris (30 Juni–10 Juli 1867), London (12–23 Juli 1867), Wina
(28–30 Juli 1867) dan ibu kota atau kota sejumlah negara Eropa lainnya pada
musim panas 1867 (mereka berangkat dari Konstantinopel pada 21 Juni 1867 dan kembali
pada 7 Agustus 1867).
b. AKSESI KE TAHTA
OTTOMAN
Abdul Hamid naik tahta
setelah deposisi saudaranya Murad pada tanggal 31 Agustus 1876. Pada
penobatannya, beberapa komentator terkesan bahwa dia berkendara tanpa
pengawasan ke Masjid Sultan Eyüp, di mana dia diberikan Pedang Osman.
Kebanyakan orang berharap Abdul Hamid II mendukung gerakan liberal, namun, dia
naik tahta pada tahun 1876 dalam masa yang sangat sulit dan kritis bagi
Kekaisaran. Gejolak ekonomi dan politik, perang lokal di Balkan, dan Perang Rusia-Turki
(1877–1878) mengancam keberadaan Kesultanan Utsmaniyah. Abdul Hamid menggunakan
masa-masa sulit yang dipenuhi perang ini untuk menciptakan kembali rezim
absolutis dan membubarkan parlemen, merebut semua kekuasaan politik hingga
penggulingannya.
1)
ERA
KONSTITUSIONAL PERTAMA, 1876 – 1878
Abdul Hamid bekerja dengan
Ottoman Muda untuk mewujudkan beberapa bentuk pengaturan konstitusional. Bentuk
baru ini dalam ruang teoretisnya dapat membantu mewujudkan transisi liberal
dengan argumentasi Islam. Utsmani Muda percaya bahwa sistem parlementer modern
adalah pernyataan kembali praktik musyawarah, atau syura, yang telah ada pada
awal Islam.
Pada bulan Desember 1876,
karena pemberontakan tahun 1875 di Bosnia dan Herzegovina, perang yang sedang
berlangsung dengan Serbia dan Montenegro dan perasaan yang timbul di seluruh
Eropa oleh kekejaman yang digunakan dalam membasmi pemberontakan Bulgaria tahun
1876, Abdul Hamid mengumumkan konstitusi dan parlemennya. Komisi untuk
membentuk konstitusi baru dipimpin oleh Midhat Pasha, dan konstitusi baru
disahkan oleh kabinet pada 6 Desember 1876, memberikan Abdul Hamid hak untuk
mengasingkan siapa pun yang dianggapnya sebagai ancaman bagi negara dan
mengizinkan badan legislatif bikameral dengan penunjukan. dibuat oleh sultan.
Konferensi internasional
Konstantinopel menjelang akhir tahun 1876 dikejutkan dengan pengumuman
konstitusi, tetapi kekuatan Eropa di konferensi menolak konstitusi sebagai
perubahan yang signifikan; mereka lebih memilih konstitusi tahun 1856 (Islâhat
Hatt-ı Hümâyûnu) atau dekrit Gülhane tahun 1839 (Hatt-ı Şerif), tetapi
mempertanyakan apakah parlemen perlu bertindak sebagai suara resmi rakyat.
Bagaimanapun, seperti banyak
calon reformasi lain dari perubahan Kekaisaran Ottoman, itu terbukti hampir
mustahil. Rusia terus memobilisasi untuk perang. Awal tahun 1877 Kekaisaran
Ottoman berperang dengan Kekaisaran Rusia.
§ ERA KONSTITUSI PERTAMA
Era Konstitusional Pertama
(Turki Utsmaniyah: مشروطيت; Turki: Birinci Meşrutiyet Devri) Kesultanan
Utsmaniyah adalah masa monarki konstitusional sejak diundangkannya konstitusi
Utsmaniyah tahun 1876 (Kanûn-ı Esâsî, قانون اساسى, artinya 'Hukum Dasar' atau
'Hukum Dasar' dalam bahasa Turki Utsmaniyah), yang ditulis oleh anggota
Utsmaniyah Muda, yang dimulai pada 23 Desember 1876 dan berlangsung hingga 14
Februari 1878. Utsmaniyah Muda ini tidak puas dengan Tanzimat dan malah
mendorong pemerintahan konstitusional yang serupa dengan yang ada di Eropa. .
Periode konstitusi dimulai dengan pencopotan Sultan Abdulaziz. Abdul Hamid II
menggantikannya sebagai Sultan.[4] Era berakhir dengan penangguhan Parlemen
Ottoman dan konstitusi oleh Sultan Abdul Hamid II, yang dengannya ia memulihkan
monarki absolutnya sendiri.
Baik Ahmed Vefik
Pasha dan Isaac Pasha memimpin Parlemen Ottoman pertama.
Era konstitusional pertama
tidak memasukkan sistem kepartaian. Pada saat itu, Parlemen Utsmaniyah (dikenal
sebagai Majelis Umum Kesultanan Utsmaniyah) dipandang sebagai suara rakyat
tetapi bukan sebagai tempat pembentukan partai dan organisasi politik.
Pemilihan parlemen
diselenggarakan sesuai dengan peraturan pemilu sementara. Parlemen (Majelis
Umum Kesultanan Utsmaniyah; مجلس عمومي, Meclis-i Umumi) disusun dalam dua
tahap. Majelis rendah legislatif bikameral adalah Kamar Deputi (مجلس مبعوثان,
Meclis-i Mebusan), sedangkan majelis tinggi adalah Senat (مجلس أعيان, Heyet-i
Ayan). Pemilihan awal deputi dilakukan oleh dewan administrasi di provinsi
(juga disebut Meclis-i Umumi).
Sultan Abdul Hamid II
Setelah pembentukan Majelis
Umum di provinsi-provinsi, para anggota memilih para deputi dari dalam majelis
untuk membentuk Dewan Perwakilan di ibu kota. Chamber memiliki 115 anggota dan
mencerminkan distribusi millet di kekaisaran. Pada pemilihan kedua, terdapat 69
perwakilan millet Muslim dan 46 perwakilan millet lainnya (Yahudi, Phanariotes,
Armenia).
Badan kedua adalah Senat, dan
anggotanya dipilih oleh Sultan. Senat hanya memiliki 26 anggota. Itu dirancang
untuk menggantikan porte, dan Wazir Agung menjadi ketua Senat. Dua pemilihan
terjadi antara tahun 1877 dan 1878.
Istilah pertama, 1877
Mehmed Kani Pasha,
anggota Parlemen Ottoman pertama.
Reaksi anggota terhadap
perang yang mendekat sangat kuat, dan Sultan Abdul Hamid II meminta pemilihan
baru dengan alasan Perang Rusia-Turki (1877–1878).
Periode kedua, 1878
Mehmed Raif Pasha,
anggota Parlemen Ottoman pertama.
Masa jabatan kedua parlemen
hanya beberapa hari, karena setelah pidato awal anggota dari vilayets Balkan,
Abdul Hamid II menutup parlemen, dengan alasan kerusuhan sosial. Presiden Kamar
Deputi adalah Wakil dari Yerusalem, Yusif Dia Pasha Al Khalidi.
§ OTTOMAN MUDA
Namik Kemal
(1840–1888, atas) dan İbrahim Şinasi (1826–1871, bawah), dua anggota paling
menonjol dari Kesultanan Utsmaniyah Muda, keduanya menerbitkan dan mencetak
surat kabar reformis dan karya lain yang mendukung konstitusionalitas dan
demokrasi di Kekaisaran Ottoman. Meskipun keduanya berulang kali diasingkan
oleh Sultan karena upaya mereka, pekerjaan mereka mencapai puncaknya (walaupun
berumur pendek) adopsi konstitusi tahun 1876 dan Era Konstitusi Pertama di
Kekaisaran.
Utsmaniyah Muda (bahasa
Turki: Yeni Osmanlılar) adalah perkumpulan rahasia yang didirikan pada tahun
1865 oleh sekelompok intelektual Turki Utsmaniyah yang tidak puas dengan
reformasi Tanzimat di Kesultanan Utsmaniyah, yang mereka yakini tidak cukup.
Utsmaniyah Muda berusaha mengubah masyarakat Utsmaniyah dengan melestarikan
Kekaisaran dan memodernisasikannya sesuai tradisi Eropa dalam mengadopsi
pemerintahan konstitusional. Meskipun Utsmani Muda sering berselisih paham secara
ideologis, mereka semua setuju bahwa pemerintahan konstitusional yang baru
setidaknya harus tetap berakar pada Islam. Untuk menekankan "kelanjutan
dan keabsahan esensial Islam sebagai dasar budaya politik Utsmani", mereka
berusaha untuk menyinkronkan yurisprudensi Islam dengan liberalisme dan
demokrasi parlementer. Utsmaniyah Muda mencari cara baru untuk membentuk
pemerintahan seperti pemerintahan Eropa, terutama konstitusi Kekaisaran Prancis
Kedua. Di antara anggota terkemuka masyarakat ini adalah penulis dan humas
seperti İbrahim Şinasi, Namık Kemal, Ali Suavi, Ziya Pasha, dan Agah Efendi.
Pada tahun 1876, Utsmaniyah
Muda mengalami momen yang menentukan ketika Sultan Abdul Hamid II dengan enggan
mengumumkan konstitusi Utsmaniyah tahun 1876 (bahasa Turki: Kanûn-u Esâsî),
upaya pertama untuk membuat konstitusi di Kesultanan Utsmaniyah, mengantarkan
Era Konstitusi Pertama. Meskipun periode ini berumur pendek, dengan Abdul Hamid
II akhirnya menangguhkan konstitusi dan parlemen pada tahun 1878 untuk kembali
ke monarki absolut dengan kekuasaannya sendiri, pengaruh Ottoman Muda berlanjut
hingga runtuhnya kekaisaran. Beberapa dekade kemudian, kelompok Utsmaniyah yang
berpikiran reformasi lainnya, Turki Muda, mengulangi upaya Utsmaniyah Muda,
yang menyebabkan Revolusi Turki Muda pada tahun 1908 dan permulaan Era
Konstitusional Kedua.
Ø TOKOH TERKEMUKA
Para pemimpin dan ideolog
terkemuka di balik gerakan Utsmani Muda antara lain:
i.
PENULIS
DAN HUMAS
v İbrahim Şinasi (1826–1871), mendirikan surat kabar
Tasvir-i Efkâr ("Ilustrasi Pikiran") pada tahun 1862 dan memberikan
keredaksiannya kepada Namik Kemal pada tahun 1865.
v Namik Kemal (1840–1888), salah satu anggota pendiri
Ottoman Muda pada tahun 1865 dan penerbit banyak surat kabar oposisi; membantu
menyusun konstitusi.
v Ziya Pasha (1825–1880), mantan sekretariat istana yang
telah dipaksa keluar dari posisinya dan menerbitkan surat kabar di Prancis
bersama Namik Kemal.
v Ali Suavi (1838–1878), seorang guru dan pengkhotbah
dengan pelatihan agama yang menjadi editor surat kabar Muhbir.
("Reporter")
v Mehmed Bey, seorang reformis terkemuka dan salah satu
anggota pendiri Ottoman Muda; keponakan dari Mahmud Nedim Pasha.
ii.
TOKOH
POLITIK
v Midhat Pasha (1822–1883), perdana menteri Ottoman
(wazir agung) dan pembaharu yang menyusun dan menerapkan konstitusi.
v Mustafa Fazıl Pasha (1830–1875), saudara raja muda
Mesir dan cucu Muhammad Ali dari Mesir, dermawan utama dan pendukung Ottoman
Muda setelah secara resmi mengorganisir mereka pada tahun 1867 di Paris.
Ø SEJARAH
ü PEMBENTUKAN
i.
PIKNIK DI
HUTAN BELGRAD DEKAT ISTANBUL
Mehmed Bey, salah
satu anggota pendiri Ottoman Muda
Pada
musim panas tahun 1865, enam pemuda berkumpul di Hutan Belgrad (Turki: Belgrad
Ormanı) dekat Istanbul untuk piknik guna membentuk kelompok yang kemudian
dikenal sebagai Aliansi Patriotik dan akan menjadi inti dari Utsmaniyah Muda di
masa depan.
Hampir
semua pria yang hadir pernah bekerja di Biro Penerjemahan Sublime Porte
(metonymy untuk pemerintah Ottoman) dan karena itu memiliki pengetahuan tentang
sistem politik Eropa dan cara kerja internal kebijakan luar negeri Ottoman.
Keenam
pria yang hadir adalah Mehmed Bey, Namik Kemal, Menâpirzâde Nuri, Reşat Bey,
Ayetullah Bey, dan Refik Bey, dan semuanya memiliki keinginan yang sama untuk
mengubah cara Ottoman berinteraksi dengan kekuatan Eropa selain alam. kekuasaan
di kekaisaran.
Grup
ini menarik jumlah pengikut yang moderat. "Dalam waktu dua tahun, beberapa
ratus orang tampaknya telah bergabung dengan masyarakat, di antaranya dua
keponakan Sultan, Pangeran Murad (Putra Mahkota) dan Pangeran Hamid."
ii.
PENGASINGAN
KE PARIS
Pada
tahun yang sama, İbrahim Şinasi menyerahkan kendali surat kabarnya Tasvir-i
Efkâr kepada Namik Kemal, dan di bawah keredaksian Kemal surat kabar tersebut
menjadi lebih radikal. Pada tahun 1867, Namık Kemal dan Utsmaniyah Muda lainnya
menerbitkan surat terbuka dari pangeran Mesir yang tidak puas Mustafa Fazıl
Pasha kepada Sultan Utsmaniyah Abdülaziz. Surat ini menganjurkan pemerintahan
konstitusional dan parlementer. Setelah publikasi, pemerintah Ottoman menindak
Ottoman Muda, menyebabkan mereka melarikan diri ke Paris, di mana mereka terus
beroperasi di bawah perlindungan Mustafa Fazıl Pasha. Pada saat para humas yang
diasingkan ini berkumpul di bawah perlindungan Mustafa Fazıl Pasha di Paris,
mereka mulai menyebut diri mereka Yeni Osmanlılar (Inggris: Ottoman Baru).
iii.
PUBLIKASI
Ziya Pasha
Melalui
media baru pers dan dengan dukungan finansial dari sekutu mereka Mustafa Fazıl
Pasha, Utsmani Muda dapat menyebarkan ide-ide mereka secara luas di sejumlah publikasi.
Salah satu terbitan berkala yang paling penting adalah Hürriyet
("Kebebasan"), yang dipublikasikan oleh Namık Kemal dan Ziya Pasha
mulai tahun 1868, meskipun banyak terbitan lainnya dan seringkali mengambil
sikap yang lebih radikal. Surat kabar Ottoman Muda lainnya termasuk Ulum
("Sains"), Inkilab ("Revolusi"), Ibret
("Pelajaran"), dan Basiret. Publikasi ini menyuarakan perbedaan
pendapat dan penentangan terhadap kebijakan Ottoman yang biasanya akan
dilumpuhkan. Majalah ini beredar luas di seluruh Eropa, memiliki situs
publikasi di "London, Jenewa, Paris, Lyon, dan Marseille."
iv.
KEMBALI
DARI PENGASINGAN
Ketika
Mehmed Fuad Pasha dan Mehmed Emin Âli Pasha masing-masing meninggal pada tahun
1869 dan 1871, dua hambatan terbesar bagi inisiatif Utsmani Muda sekarang sudah
tidak terlihat, mendorong sejumlah orang buangan untuk kembali ke Istanbul.
Penerimaan Mustafa Fazıl Pasha ke jabatan di bawah Sultan Abdülaziz juga
dilihat sebagai bukti kesuksesan yang akan segera terjadi. Namun, kepulangan
dari pengasingan inilah yang mulai memecah belah Utsmani Muda, banyak di
antaranya tidak pernah memiliki konsensus ideologis yang mapan. Ali Suavi
mengundurkan diri dari grup sementara Namik Kemal kembali ke Istanbul. Ziya
Pasha, yang tidak setuju dengan Kemal, pindah ke Jenewa untuk bekerja di surat
kabar lain. Dengan Wazir Agung barunya Mahmud Nedim Pasha, Sultan Abdülaziz
menegaskan kembali perannya sebagai penguasa absolut, membuat banyak Utsmani
Muda kecewa setelah begitu berharap bahwa reformasi mereka akan diterima secara
luas.
ü Krisis dan Revolusi Konstitusi
i.
KRISIS
1873
Selama
masa pemerintahan Sultan Abdülaziz, Kekaisaran mengalami masa kesulitan
keuangan yang besar akibat bencana kekeringan dan banjir di Anatolia pada tahun
1873 dan 1874. Dalam upaya untuk meningkatkan pendapatan, pemerintah menaikkan
pajak atas penduduk yang masih hidup, yang menyebabkan ketidakpuasan. di antara
orang-orang. Kesulitan keuangan diperburuk oleh kehancuran pasar saham global
pada tahun 1873.
Ketidakpuasan
di antara penduduk tumbuh, yang berpuncak pada serangkaian pemberontakan yang
pecah di antara para petani Kristen di Balkan. Bosnia dan Herzegovina adalah
yang pertama mengalami pemberontakan, diikuti oleh Bulgaria pada tahun 1876.
Tuduhan kekejaman yang dilakukan oleh Turki, khususnya di Bulgaria, tidak luput
dari perhatian Rusia, yang berperang dengan Ottoman pada 24 April 1877.
ii.
REVOLUSI
KONSTITUSIONAL
Menurut
Caroline Finkel, "dislokasi budaya yang mendalam dan penghinaan yang
dialami oleh mayoritas Muslim Utsmaniyah terungkap pada saat ini dalam kritik
keras terhadap pemerintah karena menenangkan kekuatan asing." Karena
lingkungan yang penuh gejolak, Utsmani Muda sekarang memiliki audiensi, dan
tindakan segera menyusul. Pada tanggal 30 Mei 1876, sekelompok politisi Ottoman
terkemuka termasuk Midhat Pasha melakukan kudeta dan menggulingkan Sultan
Abdülaziz. Pangeran Murad, yang dekat dengan Utsmani Muda, diangkat ke tahta
sebagai Sultan Murad V. Murad telah berjanji untuk melembagakan konstitusi,
tetapi dia mulai mendengarkan Wazir Agung Rüşdi Pasha, yang menganjurkan
pendekatan reformasi yang berhati-hati. Setelah dugaan bunuh diri Sultan
Abdülaziz, kondisi mental Sultan Murad mulai menurun drastis dan ia menjadi
pecandu alkohol. "Bunuh diri pamannya dan pembunuhan beberapa anggota
kabinetnya tampaknya telah menyebabkan gangguan saraf yang parah."
Alhasil, baru tiga bulan naik tahta, Murad dinyatakan tidak layak memerintah
dan digantikan oleh adiknya, Hamit Efendi, yang naik tahta pada 1 September
1876 sebagai Sultan Abdul Hamid II.
iii.
ERA
KONSTITUSIONAL PERTAMA KESULTANAN UTSMANIYAH
Era
Konstitusional Pertama dimulai pada tanggal 23 Desember 1876, ketika Sultan
Abdul Hamid II mengangkat Midhat Pasha sebagai Wazir Agung dan mengumumkan
konstitusi Utsmaniyah tahun 1876, meskipun motifnya untuk melakukannya
dicurigai karena tampaknya ditujukan untuk menyenangkan orang Eropa yang berada
di Istanbul untuk konferensi. Memang, Abdul Hamid II "tidak dipercaya baik
oleh Porte maupun oleh para intelektual. Para menteri tahu bahwa dia licik dan
licik, dan mereka curiga bahwa pemerintahannya akan berarti kembalinya kendali
kekaisaran atas urusan negara." Parlemen Utsmaniyah pertama, Majelis Umum
Kesultanan Utsmaniyah, bersidang dari 19 Maret 1877 hingga 28 Juni 1877 dan
hanya bersidang sekali lagi sebelum diprakarsai oleh Abdul Hamid II, ironisnya
menggunakan hak konstitusionalnya untuk melakukannya pada 13 Februari 1878 Ia
juga memberhentikan Midhat Pasha dan mengusirnya dari kekaisaran, yang secara
efektif mengakhiri era konstitusional pertama dan menandai kembalinya
sentralisasi kekuasaan di bawah Sultan.
Ø IDEOLOGI
Ottoman Muda tidak
dipersatukan oleh satu ideologi dan pandangan mereka sangat bervariasi dalam
kelompok mereka sendiri. Namun mereka dipersatukan oleh beberapa ide sentral
bersama dan tujuan bersama.
i.
KONSTITUSIONALISME
Utsmani
Muda disatukan oleh ketidaksukaan mereka yang sama terhadap bentuk birokratis
dan menyenangkan yang diambil pemerintah dengan munculnya reformasi Tanzimat.
"Utsmaniyah muda mengkritik keras Tanzimat sebagai penyerahan diri pada
perintah Eropa", yang mereka yakini sebagai salah satu alasan utama
keadaan kekaisaran yang buruk. Utsmani Muda menyerukan pengembangan
pemerintahan konstitusional yang didasarkan pada konsep-konsep Islam, tidak
hanya untuk membedakannya dari pemerintah Eropa yang mereka cari untuk
mendapatkan inspirasi, tetapi juga karena mereka ingin melestarikan salah satu
ciri inti dari budaya Utsmaniyah. . "Ada penekanan pada tanah air dan
gagasan bahwa Ottoman harus berbagi pengabdian kepada negara mereka. Ini
menandai awal dari rasa patriotisme teritorial yang sama."
ii.
OTTOMANISME
"Salah
satu ide paling mencolok yang muncul dari gerakan Utsmaniyah Muda adalah
gagasan Patriotisme Utsmaniyah. Ini adalah keyakinan akan kesetaraan Utsmaniyah
sebagai warga negara. Hal ini dapat dilihat dalam drama Vatan Utsmaniyah Muda
Kemal yang terkenal." Drama tersebut mengeksplorasi gagasan pengabdian dan
kesetiaan pada wilayah dan negara, daripada komunitas agama. "Ini adalah
awal dari patriotisme teritorial di daerah tersebut." Dalam menghadapi
munculnya identitas nasional di Eropa, keinginan untuk mendefinisikan identitas
patriotik Utsmani menjadi faktor pemersatu di antara banyak Utsmani Muda
terkemuka. Tujuan yang diinginkan dari Ottomanisme adalah untuk mengatasi
ketegangan antara subjek Muslim dan non-Muslim di kekaisaran dan menyatukan
mereka melalui kesetiaan kepada negara.
iii.
ISLAMISME
Sementara
Utsmaniyah Muda melihat ke Eropa sebagai model pemerintahan konstitusional,
mereka berpendapat bahwa itu harus dikembangkan dalam kerangka Islam untuk
menekankan "validitas Islam yang berkelanjutan dan esensial sebagai dasar
budaya politik Utsmaniyah."
iv.
LIBERALISME
Utsmani
Muda menyinkronkan idealisme Islam dengan liberalisme modern dan demokrasi
parlementer, bagi mereka liberalisme parlementer Eropa adalah model yang harus
diikuti, sesuai dengan ajaran Islam dan "berusaha mendamaikan konsep
pemerintahan Islam dengan gagasan Montesquieu, Danton, Rousseau , dan
Cendekiawan dan negarawan Eropa kontemporer." Namik Kemal, yang
berpengaruh dalam pembentukan masyarakat, mengagumi konstitusi Republik Ketiga
Perancis, ia menyimpulkan cita-cita politik Ottoman Muda sebagai
"kedaulatan bangsa, pemisahan kekuasaan, tanggung jawab pejabat, pribadi
kebebasan, kesetaraan, kebebasan berpikir, kebebasan pers, kebebasan
berserikat, kenikmatan properti, kesucian rumah".
Ø WARISAN DAN PENGARUH
Salah satu warisan terbesar
Utsmani Muda di Kesultanan Utsmaniyah adalah dalam tindakan mereka, karena
mereka "dianggap sebagai gerakan ideologis modern pertama di antara elit
Utsmaniyah di kekaisaran, dan mereka adalah yang pertama, melalui tulisan
mereka, secara sadar mencoba untuk menciptakan dan mempengaruhi opini publik.”
Penggunaan pers sebagai alat kritik politik juga dikaitkan dengan inovasi
Utsmani Muda. Selain itu, dengan memberikan arti baru pada terminologi liberal,
dengan istilah seperti vatan ("tanah air") dan hürriyet ("kebebasan"),
Utsmaniyah Muda terkemuka seperti Namik Kemal memberikan ekspresi ideologi yang
kuat kepada kelompok nasionalis dan liberal di kemudian hari dalam Utsmaniyah.
Kerajaan.
Sebagai kelompok pertama yang
menangani masalah modernitas Barat, gerakan revolusioner masa depan seperti
Turki Muda menggunakan metode dan ideologi dari Ottoman Muda, meskipun mereka
cenderung berfokus pada Ottomanisme patriotik daripada penekanan mereka pada
kembali ke dasar Islam. [38] Selain itu, upaya mereka yang berkontribusi pada
pemberlakuan konstitusi Utsmaniyah pertama menjadi preseden penting bagi Era
Konstitusional Kedua Kesultanan Utsmaniyah (1908–1918), yang dimulai dengan
Turki Muda yang akhirnya menggulingkan Abdul Hamid II, monarki yang sama dengan
Ottoman Muda telah bentrok dengan, dari tahta dalam Revolusi Turki Muda.
2)
PERANG
DENGAN RUSIA
Pasukan Utsmaniyah di
bawah serangan Rumania di Pengepungan Plevna (1877) dalam Perang Rusia-Turki
(1877–78)
Ketakutan terbesar Abdul
Hamid, hampir bubar, diwujudkan dengan deklarasi perang Rusia pada 24 April
1877. Dalam konflik itu, Kesultanan Utsmaniyah bertempur tanpa bantuan sekutu
Eropa. Kanselir Rusia Pangeran Gorchakov telah secara efektif membeli
kenetralan Austria dengan Perjanjian Reichstadt pada saat itu. Kerajaan
Inggris, meskipun masih takut akan ancaman Rusia terhadap kehadiran Inggris di
India, tidak melibatkan diri dalam konflik tersebut karena opini publik
terhadap Utsmaniyah, menyusul laporan kebrutalan Utsmaniyah dalam menumpas
pemberontakan Bulgaria. Kemenangan Rusia dengan cepat terwujud; konflik
berakhir pada Februari 1878. Perjanjian San Stefano, yang ditandatangani pada
akhir perang, memberlakukan syarat-syarat yang keras: Kesultanan Utsmaniyah
memberikan kemerdekaan kepada Rumania, Serbia, dan Montenegro; itu memberikan
otonomi ke Bulgaria; melembagakan reformasi di Bosnia dan Herzegovina; dan
menyerahkan sebagian Dobrudzha ke Rumania dan sebagian Armenia ke Rusia, yang
juga dibayar dengan ganti rugi yang sangat besar. Setelah perang dengan Rusia,
Abdul Hamid menangguhkan konstitusi pada Februari 1878 dan membubarkan parlemen
setelah pertemuan soliter pada Maret 1877. Selama tiga dekade berikutnya,
Kesultanan Utsmaniyah diperintah oleh Abdulhamid dari Istana Yıldız.
Karena Rusia dapat
mendominasi negara-negara yang baru merdeka, pengaruh negara tersebut di Eropa
Tenggara meningkat pesat dengan Perjanjian San Stefano. Karena desakan Kekuatan
Besar (terutama Britania Raya), perjanjian itu kemudian direvisi di Kongres
Berlin sehingga mengurangi keuntungan besar yang diperoleh Rusia. Sebagai
imbalan atas bantuan ini, Siprus diserahkan ke Inggris pada tahun 1878. Ada
masalah di Mesir, di mana khedive yang didiskreditkan harus digulingkan. Abdul
Hamid salah menangani hubungan dengan Urabi Pasha, dan akibatnya Inggris
memperoleh kendali de facto atas Mesir dan Sudan dengan mengirimkan pasukannya
pada tahun 1882 untuk membangun kendali atas kedua provinsi tersebut. Siprus,
Mesir, dan Sudan seolah-olah tetap menjadi provinsi Utsmaniyah sampai tahun
1914 ketika Inggris secara resmi mencaplok wilayah tersebut sebagai tanggapan
atas partisipasi Utsmaniyah dalam Perang Dunia I di pihak Blok Sentral.
c. ERA HAMIDIAN
1)
KEHANCURAN
Ketidakpercayaan Abdul Hamid
terhadap para laksamana reformis Angkatan Laut Utsmaniyah (yang dia curigai
berkomplot melawannya dan mencoba mengembalikan konstitusi 1876) dan keputusan
selanjutnya untuk mengunci armada Utsmaniyah (yang menduduki peringkat sebagai
armada terbesar ketiga di dunia selama pemerintahan pendahulunya Abdul Aziz) di
dalam Tanduk Emas menyebabkan hilangnya wilayah seberang laut Utsmaniyah dan
pulau-pulau di Afrika Utara, Laut Mediterania, dan Laut Aegea selama dan
setelah masa pemerintahannya.
Kesulitan keuangan memaksanya
untuk menyetujui kendali asing atas utang nasional Ottoman. Dalam sebuah
keputusan yang dikeluarkan pada bulan Desember 1881, sebagian besar pendapatan
kekaisaran diserahkan kepada Administrasi Utang Publik untuk kepentingan
pemegang obligasi (kebanyakan asing).
Şehzade (Pangeran)
Abdul Hamid pada tahun 1868.
Penyatuan Bulgaria dengan
Rumelia Timur pada tahun 1885 merupakan pukulan lain bagi Kekaisaran.
Penciptaan Bulgaria yang merdeka dan kuat dipandang sebagai ancaman serius bagi
Kekaisaran Ottoman. Selama bertahun-tahun Abdul Hamid harus berurusan dengan Bulgaria
dengan cara yang tidak bertentangan dengan keinginan Rusia maupun Jerman. Ada
juga masalah utama terkait pertanyaan Albania yang dihasilkan dari Liga Prizren
Albania dan dengan perbatasan Yunani dan Montenegro di mana kekuatan Eropa
ditentukan bahwa keputusan Kongres Berlin harus diberlakukan.
Kreta diberikan 'hak istimewa
yang diperpanjang', tetapi ini tidak memuaskan penduduknya, yang mencari
penyatuan dengan Yunani. Pada awal tahun 1897 sebuah ekspedisi Yunani berlayar
ke Kreta untuk menggulingkan pemerintahan Ottoman di pulau itu. Tindakan ini
diikuti oleh perang, di mana Kekaisaran Ottoman mengalahkan Yunani (lihat
Perang Yunani-Turki (1897)); namun sebagai akibat dari Perjanjian
Konstantinopel, Kreta diambil alih secara en depot oleh Britania Raya, Prancis,
dan Rusia. Pangeran George dari Yunani ditunjuk sebagai penguasa dan Kreta
secara efektif kalah dari Kekaisaran Ottoman. Itu ʿAmmiyya, pemberontakan pada
tahun 1889–90 di antara Druze dan Suriah lainnya melawan ekses syekh lokal,
juga menyebabkan penyerahan terhadap tuntutan pemberontak, serta konsesi kepada
perusahaan Belgia dan Prancis untuk menyediakan jalur kereta api di Beirut dan
Damaskus di antara mereka. .
2)
KEPUTUSAN
POLITIK DAN REFORMASI
Kebanyakan orang mengharapkan
Abdul Hamid II memiliki ide-ide liberal, dan beberapa kaum konservatif
cenderung menganggapnya sebagai seorang reformis yang berbahaya. Namun,
meskipun bekerja dengan Ottoman Muda reformis saat masih menjadi putra mahkota
dan tampil sebagai pemimpin liberal, ia menjadi semakin konservatif segera
setelah naik takhta. Dalam proses yang dikenal sebagai İstibdad, Abdul Hamid
berhasil menurunkan menterinya menjadi sekretaris, dan dia memusatkan sebagian
besar administrasi Kekaisaran ke tangannya sendiri di Istana Yıldız. Kegagalan
dalam dana publik, perbendaharaan yang kosong, pemberontakan tahun 1875 di
Bosnia dan Herzegovina, perang dengan Serbia dan Montenegro, akibat perang
Rusia-Turki dan perasaan yang ditimbulkan di seluruh Eropa oleh pemerintah
Abdul Hamid dalam membasmi pemberontakan Bulgaria semua berkontribusi pada
kekhawatirannya untuk memberlakukan perubahan signifikan.
Dorongannya untuk pendidikan
menghasilkan pendirian 18 sekolah profesional, dan pada tahun 1900, Darulfunun,
sekarang dikenal sebagai Universitas Istanbul, didirikan. Dia juga menciptakan
sistem sekolah menengah, dasar, dan militer yang besar di seluruh kekaisaran.
51 sekolah menengah dibangun dalam periode 12 tahun (1882–1894). Karena tujuan
reformasi pendidikan di era Hamidian adalah untuk melawan pengaruh asing,
sekolah menengah ini menggunakan teknik pengajaran Eropa, namun menanamkan
dalam diri siswa rasa identitas Ottoman yang kuat dan moralitas Islam.
Abdul Hamid II
menyapa warga
Abdul Hamid juga
mereorganisasi Kementerian Kehakiman dan mengembangkan sistem kereta api dan
telegraf.[1] Sistem telegraf diperluas untuk menggabungkan bagian terjauh dari
Kekaisaran. Kereta api menghubungkan Konstantinopel dan Wina pada tahun 1883,
dan tak lama kemudian Orient Express menghubungkan Paris ke Konstantinopel.
Selama pemerintahannya, jalur kereta api di dalam Kesultanan Utsmaniyah
diperluas untuk menghubungkan Eropa dan Anatolia yang dikuasai Utsmaniyah
dengan Konstantinopel juga. Meningkatnya kemampuan untuk melakukan perjalanan
dan berkomunikasi di dalam Kesultanan Utsmaniyah memperkuat pengaruh
Konstantinopel di seluruh Kesultanan.
Abdul Hamid mengambil
langkah-langkah ketat untuk keamanannya. Memori deposisi Abdul Aziz ada di
benaknya dan meyakinkannya bahwa pemerintahan konstitusional bukanlah ide yang
baik. Karena itu, informasi dikontrol dengan ketat dan pers disensor dengan
ketat. Polisi rahasia (Umur-u Hafiye) dan jaringan informan hadir di seluruh
kekaisaran, dan banyak politisi dari Era Konstitusi Kedua dan Republik Turki di
masa depan mengalami penangkapan dan pengasingan. Kurikulum sekolah tunduk pada
pemeriksaan ketat untuk mencegah pembangkangan. Ironisnya, sekolah-sekolah yang
didirikan dan coba dikendalikan oleh Abdul Hamid menjadi "tempat
berkembang biak ketidakpuasan" karena para siswa dan guru sama-sama merasa
tersinggung dengan pembatasan sensor yang canggung.
3)
PERTANYAAN
ARMENIA
20 kuruş pada masa
pemerintahan Abdul Hamid II, bertanggal 1878
Mulai sekitar tahun 1890,
orang-orang Armenia mulai menuntut penerapan reformasi yang dijanjikan kepada
mereka di konferensi Berlin. Untuk mencegah tindakan seperti itu, pada tahun
1890–91, Sultan Abdul Hamid memberikan status semi resmi kepada bandit Kurdi
yang sudah aktif menganiaya orang Armenia di provinsi. Terdiri dari Kurdi
(serta kelompok etnis lain seperti Turcomans), dan dipersenjatai oleh negara,
mereka kemudian disebut Hamidiye Alayları ("Resimen Hamidian").
Perampok Hamidiye dan Kurdi diberi kebebasan untuk menyerang orang Armenia,
menyita simpanan biji-bijian, bahan makanan, dan mengusir ternak, dan yakin
akan lolos dari hukuman karena mereka hanya tunduk pada pengadilan militer.
Menghadapi kekerasan tersebut, orang-orang Armenia mendirikan organisasi
revolusioner, yaitu Partai Sosial Demokrat Hunchakian (Hunchak; didirikan di
Swiss pada tahun 1887) dan Federasi Revolusi Armenia (ARF atau Dashnaktsutiun,
didirikan pada tahun 1890 di Tiflis). Bentrokan pun terjadi dan kerusuhan
terjadi pada tahun 1892 di Merzifon dan pada tahun 1893 di Tokat. Abdul Hamid
II tidak ragu untuk memadamkan pemberontakan ini dengan metode yang keras saat
menggunakan Muslim lokal (dalam banyak kasus Kurdi) melawan orang-orang
Armenia. Sebagai akibat dari kekerasan tersebut, 300.000 orang Armenia terbunuh
dalam apa yang dikenal sebagai pembantaian Hamidian. Berita tentang pembantaian
Armenia dilaporkan secara luas di Eropa dan Amerika Serikat dan mendapat
tanggapan keras dari pemerintah asing dan organisasi kemanusiaan. Oleh karena
itu, Abdul Hamid II disebut sebagai "Sultan Berdarah" atau "Sultan
Merah" di Barat. Pada tanggal 21 Juli 1905, Federasi Revolusioner Armenia
berusaha membunuhnya dengan bom mobil saat tampil di depan umum, tetapi Sultan
tertunda semenit dan bom meledak terlalu dini, menewaskan 26 orang, melukai 58
orang (empat di antaranya tewas dalam perjalanan mereka). perawatan di rumah
sakit) dan menghancurkan 17 mobil. Agresi yang berkelanjutan ini, bersama
dengan penanganan keinginan Armenia untuk melakukan reformasi, menyebabkan
kekuatan Eropa Barat mengambil pendekatan yang lebih langsung dengan Turki.
Stempel Abdul Hamid
II
4)
AMERIKA
DAN FILIPINA
Peta Kesultanan
Utsmaniyah pada masa pemerintahan Abdul Hamid II
Sultan Abdul Hamid II,
setelah didekati oleh menteri Amerika untuk Turki, Oscar Straus, mengirim surat
kepada Moro di Kesultanan Sulu memberitahu mereka untuk tidak menolak
pengambilalihan Amerika dan bekerja sama dengan Amerika pada awal Pemberontakan
Moro. Sulu Moro memenuhi perintah itu.
John Hay, Sekretaris Negara
Amerika, meminta Straus pada tahun 1898 untuk mendekati Sultan Abdul Hamid II
untuk meminta Sultan (yang juga Khalifah) menulis surat kepada Muslim Moro Sulu
dari Kesultanan Sulu di Filipina meminta mereka untuk tunduk. kedaulatan
Amerika dan kekuasaan militer Amerika. Sultan mewajibkan mereka dan menulis
surat itu, yang dikirim ke Sulu melalui Mekah di mana dua kepala suku Sulu
membawanya pulang ke Sulu, dan itu berhasil, karena "Sulu Mohammedans ...
menolak bergabung dengan pemberontak dan telah menempatkan diri mereka di bawah
kekuasaan. kontrol tentara kita, dengan demikian mengakui kedaulatan
Amerika." Sultan Ottoman menggunakan posisinya sebagai khalifah untuk
memerintahkan Sultan Sulu agar tidak melawan dan tidak melawan Amerika ketika
mereka menjadi tunduk pada kendali Amerika. Presiden McKinley tidak menyebutkan
peran Turki dalam pengamanan Sulu Moro dalam pidatonya di sesi pertama Kongres
ke-56 pada Desember 1899, karena kesepakatan dengan Sultan Sulu tidak
diserahkan ke Senat hingga 18 Desember. Terlepas dari ideologi
"pan-Islam" Sultan Abdul Hamid, dia dengan mudah menyetujui
permintaan Straus untuk meminta bantuan dalam memberitahu Muslim Sulu untuk
tidak melawan Amerika karena dia merasa tidak perlu menimbulkan permusuhan
antara Barat dan Muslim. Kolaborasi antara militer Amerika dan kesultanan Sulu
karena Sultan Sulu dibujuk oleh Sultan Ottoman. John P. Finley menulis bahwa:
“Setelah mempertimbangkan
fakta-fakta ini, Sultan, sebagai Khalifah, mengirim pesan ke orang-orang
Mohammedan di Kepulauan Filipina yang melarang mereka melakukan permusuhan apa
pun terhadap Amerika, karena tidak ada campur tangan terhadap agama mereka yang
diizinkan di bawah kekuasaan Amerika. Karena Moro tidak pernah meminta lebih
dari itu, tidak mengherankan jika mereka menolak semua tawaran yang dibuat,
oleh agen Aguinaldo, pada saat pemberontakan Filipina. Presiden McKinley
mengirimkan surat ucapan terima kasih pribadi kepada Tuan Straus atas pekerjaan
luar biasa yang telah dia lakukan, dan berkata, pencapaiannya telah
menyelamatkan Amerika Serikat setidaknya dua puluh ribu tentara di lapangan.”
Abdul Hamid dalam posisinya
sebagai khalifah didekati oleh pihak Amerika untuk membantu mereka menghadapi
umat Islam selama perang mereka di Filipina, dan umat Islam di wilayah tersebut
menuruti perintah yang dikirim oleh Abdul Hamid untuk membantu pihak Amerika.
Perjanjian Bates, yang telah
ditandatangani Amerika dengan Kesultanan Moro Sulu dan yang menjamin otonomi
Kesultanan dalam urusan dalam negeri dan pemerintahannya, kemudian dilanggar
oleh Amerika, yang kemudian menginvasi Moroland, menyebabkan Pemberontakan Moro
pecah pada tahun 1904 dengan perang. mengamuk antara Amerika dan Muslim Moro
dan kekejaman yang dilakukan terhadap wanita Muslim Moro dan anak-anak, seperti
Pembantaian Kawah Moro.
5)
DUKUNGAN
JERMAN
Abdul Hamid II
berusaha untuk berkorespondensi dengan pasukan Muslim Tiongkok yang melayani
tentara kekaisaran Qing yang bertugas di bawah Jenderal Dong Fuxiang; mereka
juga dikenal sebagai Kansu Braves
Triple Entente – Britania
Raya, Prancis, dan Rusia – memelihara hubungan yang tegang dengan Kesultanan
Utsmaniyah. Abdul Hamid dan penasihat dekatnya percaya Kekaisaran harus
diperlakukan sebagai pemain yang setara oleh kekuatan besar ini. Dalam
pandangan Sultan, Kesultanan Utsmaniyah adalah sebuah kerajaan Eropa, berbeda
karena memiliki lebih banyak Muslim daripada Kristen.
Seiring waktu, sikap
diplomatik bermusuhan yang ditunjukkan dari Prancis (pendudukan Tunisia pada
tahun 1881) dan Inggris Raya (pembentukan kontrol de facto di Mesir pada tahun
1882) menyebabkan Abdul Hamid condong ke Jerman. Kaiser Wilhelm II dua kali
dijamu oleh Abdul Hamid di Istanbul; pertama pada 21 Oktober 1889, dan sembilan
tahun kemudian, pada 5 Oktober 1898. (Wilhelm II kemudian mengunjungi
Konstantinopel untuk ketiga kalinya, pada 15 Oktober 1917, sebagai tamu Mehmed
V). Perwira Jerman (seperti Baron von der Goltz dan Bodo-Borries von Ditfurth)
dipekerjakan untuk mengawasi organisasi tentara Ottoman.
Pejabat pemerintah Jerman
didatangkan untuk mengatur kembali keuangan pemerintah Ottoman. Selain itu,
Kaisar Jerman dikabarkan menasihati Hamid II dalam keputusan kontroversialnya
untuk mengangkat putra ketiganya sebagai penggantinya. Persahabatan Jerman
tidak altruistik; itu harus dipupuk dengan kereta api dan konsesi pinjaman.
Pada tahun 1899, keinginan Jerman yang signifikan, pembangunan rel kereta api
Berlin-Baghdad, dikabulkan.
Kaiser Wilhelm II dari Jerman
juga meminta bantuan Sultan ketika mengalami kesulitan dengan pasukan Muslim
Cina. Selama Pemberontakan Boxer, Muslim Cina Kansu Braves berperang melawan
Angkatan Darat Jerman, mengalahkan mereka, bersama dengan pasukan Aliansi
Delapan Negara lainnya. Muslim Kansu Braves and Boxers mengalahkan pasukan Aliansi
yang dipimpin oleh Kapten Jerman Guido von Usedom pada Pertempuran Langfang
dalam Ekspedisi Seymour pada tahun 1900 dan mengepung pasukan Aliansi yang
terperangkap selama Pengepungan Kedutaan Internasional. Hanya pada upaya kedua
dalam Ekspedisi Gasalee, pasukan Aliansi berhasil melewati pertempuran dengan
pasukan Muslim Cina di Pertempuran Peking. Kaiser Wilhelm sangat khawatir
dengan pasukan Muslim Cina sehingga dia meminta agar Abdul Hamid menemukan cara
untuk menghentikan pertempuran pasukan Muslim. Abdul Hamid menyetujui tuntutan
Kaiser dan mengirim Enver Pasha ke China pada tahun 1901, tetapi pemberontakan
telah berakhir saat itu. Karena Kesultanan Utsmaniyah tidak menginginkan
konflik melawan negara-negara Eropa dan karena Kesultanan Utsmaniyah menjilat
dirinya sendiri untuk mendapatkan bantuan Jerman, sebuah perintah yang memohon
Muslim Tionghoa untuk tidak membantu Boxers dikeluarkan oleh Kekhalifahan
Utsmaniyah dan dicetak ulang di surat kabar Mesir dan Muslim India.
6)
REVOLUSI
TURKI MUDA
Penghinaan nasional dari
konflik Makedonia, bersama dengan kebencian di kalangan tentara terhadap
mata-mata dan informan istana, akhirnya membawa masalah ke dalam krisis. Komite
Persatuan dan Kemajuan (CUP), sebuah organisasi Turki Muda yang sangat
berpengaruh di unit tentara Rumelian melakukan Revolusi Turki Muda pada musim
panas 1908. Abdul Hamid, setelah mengetahui bahwa pasukan di Salonica berbaris
di Istanbul (23 Juli), sekaligus menyerah. Pada tanggal 24 Juli, sebuah irade
mengumumkan pemulihan konstitusi tahun 1876 yang ditangguhkan; keesokan
harinya, kemarahan lebih lanjut menghapus spionase dan sensor, dan
memerintahkan pembebasan tahanan politik.
Pada 17 Desember, Abdul Hamid
membuka parlemen Ottoman dengan pidato dari singgasana di mana dia mengatakan
bahwa parlemen pertama telah "dibubarkan untuk sementara sampai pendidikan
rakyat dibawa ke tingkat yang cukup tinggi dengan perluasan pengajaran di
seluruh kerajaan."
7)
DEPOSITION
Sikap baru sultan tidak
menyelamatkan dirinya dari kecurigaan intrik dengan elemen reaksioner yang kuat
di negara, kecurigaan yang dikonfirmasi oleh sikapnya terhadap kontra-revolusi
13 April 1909 yang dikenal sebagai Insiden 31 Maret, ketika pemberontakan
tentara yang didukung oleh pergolakan konservatif di beberapa bagian militer di
ibu kota menggulingkan pemerintahan Hüseyin Hilmi Pasha. Dengan diusirnya kaum
Turki Muda dari ibu kota, Abdul Hamid menunjuk ahmet Tevfik Pasha sebagai
gantinya, dan sekali lagi menangguhkan Konstitusi dan menutup parlemen. Namun
Sultan hanya menguasai Konstantinopel sementara Turki Muda masih berpengaruh di
seluruh Angkatan Darat dan provinsi. CUP mengimbau Mahmud Shevket Pasha untuk
memulihkan status quo, yang mengorganisir formasi ad hoc yang dikenal sebagai
Tentara Aksi yang berbaris di Konstantinopel. Kepala Staf Şevket Pasha adalah
kapten Mustafa Kemal. Tentara Aksi mampir dulu di Aya Stefanos, dan
bernegosiasi dengan pemerintah saingan yang dibentuk oleh para deputi yang
melarikan diri dari ibu kota, dipimpin oleh Mehmed Talat. Di sana diam-diam diputuskan
bahwa Abdul Hamid harus digulingkan. Ketika Tentara Aksi memasuki Istanbul,
sebuah Fatwa dikeluarkan untuk mengutuk Abdul Hamid, dan parlemen memilih untuk
menurunkannya. Pada 27 April saudara tiri Abdul Hamid Reshad Efendi
diproklamasikan sebagai Sultan Mehmed V.
Kudeta Sultan, yang menarik
kalangan Islamis konservatif melawan reformasi liberal Turki Muda,
mengakibatkan pembantaian puluhan ribu orang Kristen Armenia di provinsi Adana,
yang dikenal sebagai pembantaian Adana.
d. POST DEPOSISI
Makam (türbe) Sultan
Mahmud II, Abdulaziz, dan Abdul Hamid II, terletak di jalan Divanyolu, Istanbul
Mantan sultan dibawa ke
penangkaran di Salonica (sekarang Thessaloniki), kebanyakan di Villa Allatini
di pinggiran selatan kota. Pada tahun 1912, ketika Salonica jatuh ke tangan
Yunani, dia dikembalikan ke tahanan di Konstantinopel. Dia menghabiskan
hari-hari terakhirnya belajar, berlatih pertukangan dan menulis memoarnya dalam
tahanan di Istana Beylerbeyi di Bosphorus, ditemani istri dan anak-anaknya, di
mana dia meninggal pada 10 Februari 1918, hanya beberapa bulan sebelum
saudaranya, Mehmed V, Sultan. Ia dimakamkan di Istanbul.
Pada tahun 1930, sembilan
janda dan tiga belas anaknya diberikan US$50 juta dari tanah miliknya, menyusul
gugatan hukum yang berlangsung selama lima tahun. Harta miliknya bernilai US $
1,5 miliar.
Abdul Hamid adalah Sultan
Kekaisaran Ottoman terakhir yang memegang kekuasaan absolut. Dia memimpin
selama 33 tahun penurunan, di mana negara-negara Eropa lainnya menganggap
kekaisaran sebagai "orang sakit Eropa".
e. PAN-ISLAMISME
Abdul Hamid percaya bahwa
gagasan Tanzimat tidak dapat membawa orang-orang kekaisaran yang berbeda ke
identitas yang sama, seperti Ottomanisme. Dia mengadopsi prinsip ideologi baru,
Pan-Islamisme; karena sultan Utsmaniyah mulai tahun 1517 juga merupakan
khalifah, dia ingin mempromosikan fakta itu dan menekankan Kekhalifahan
Utsmaniyah. Dia melihat keragaman etnis yang sangat besar di Kekaisaran Ottoman
dan percaya bahwa Islam adalah satu-satunya cara untuk mempersatukan umat Islamnya.
Dia mendorong Pan-Islamisme,
memberi tahu Muslim yang hidup di bawah kekuatan Eropa untuk bersatu menjadi
satu pemerintahan. Hal ini mengancam beberapa negara Eropa, yaitu Austria
melalui Muslim Bosnia, Rusia melalui Tatar dan Kurdi, Prancis melalui Muslim
Maroko, dan Inggris melalui Muslim India. Hak istimewa orang asing di
Kesultanan Utsmaniyah, yang merupakan hambatan bagi pemerintahan yang efektif,
dibatasi. Di akhir masa pemerintahannya, dia akhirnya menyediakan dana untuk
memulai pembangunan Kereta Api Konstantinopel-Baghdad yang penting secara
strategis dan Kereta Api Konstantinopel-Madinah, membuat perjalanan haji ke
Mekkah menjadi lebih efisien. Setelah dia digulingkan, pembangunan kedua jalur
kereta api tersebut dipercepat dan diselesaikan oleh Turki Muda. Para
misionaris dikirim ke negeri-negeri jauh untuk mendakwahkan Islam dan supremasi
Khalifah. Selama pemerintahannya, Abdul Hamid menolak tawaran Theodor Herzl
untuk membayar sebagian besar utang Ottoman (150 juta pound sterling dalam bentuk
emas) dengan imbalan piagam yang memungkinkan Zionis menetap di Palestina. Dia
terkenal dikutip mengatakan kepada Utusan Herzl bahwa "selama saya hidup,
saya tidak akan membagi tubuh kita, hanya tubuh kita yang dapat mereka
bagi."
Contoh dari apa yang
pernah digantung di Pintu Taubat Ka'bah pada tahun 1897 hingga 1898. Itu dibuat
di Mesir di bawah pemerintahan Abdul Hamid II dari Kekaisaran Ottoman. Namanya
dijahit menjadi baris kelima mengikuti sebuah ayat dari Al-Qur'an.
Pan-Islamisme sukses besar.
Setelah perang Yunani-Ottoman, banyak umat Islam yang merayakan kemenangan
tersebut dan melihat kemenangan Utsmaniyah sebagai kemenangan umat Islam.
Pemberontakan, penguncian, dan penolakan terhadap penjajahan Eropa di surat
kabar dilaporkan di wilayah Muslim setelah perang. Namun, seruan Abdul Hamid
terhadap sentimen Muslim tidak selalu efektif karena ketidakpuasan yang meluas
di dalam Kekaisaran. Di Mesopotamia dan Yaman gangguan mewabah; lebih dekat ke
rumah, kemiripan kesetiaan dipertahankan di tentara dan di antara penduduk
Muslim hanya dengan sistem deflasi dan spionase.
f.
KEHIDUPAN PRIBADI
Abdul Hamid II adalah seorang
tukang kayu yang terampil dan secara pribadi membuat beberapa perabot
berkualitas tinggi, yang sekarang dapat dilihat di Istana Yıldız, Şale Köşkü
dan Istana Beylerbeyi di Istanbul. Dia juga tertarik pada opera dan secara
pribadi menulis terjemahan Turki Utsmani pertama dari banyak opera klasik. Dia
juga menggubah beberapa karya opera untuk Mızıka-yı Hümâyun (Ottoman Imperial
Band/Orchestra, yang didirikan oleh kakeknya Mahmud II yang telah menunjuk
Donizetti Pasha sebagai Instruktur Jenderal pada tahun 1828), dan menjadi
pembawa acara bagi para pemain terkenal Eropa di Opera House of Yıldız Palace,
yang dipugar pada 1990-an dan ditampilkan dalam film 1999 Harem Suare (film
dimulai dengan adegan Abdul Hamid II menonton pertunjukan). Salah satu tamunya
termasuk aktris panggung Prancis terkenal dunia Sarah Bernhardt yang tampil
untuk penonton.
Dia juga pegulat Yağlı güreş
yang baik dan 'santo pelindung' pegulat. Dia mengorganisir turnamen gulat di
kekaisaran dan pegulat terpilih diundang ke istana. Abdul Hamid secara pribadi
mengadili para olahragawan dan yang baik tetap tinggal di istana. Dia juga
seorang ahli menggambar, menggambar satu-satunya potret yang diketahui dari
istri keempatnya Bidar Kadın. Dia sangat menyukai novel Sherlock Holmes, dan
menganugerahi penulisnya Sir Arthur Conan Doyle dengan Order of the Medjidie
2nd Class pada tahun 1907.
1)
AGAMA
Sultan Abdul Hamid II adalah
seorang praktisi tasawuf Islam tradisional. Dia dipengaruhi oleh Syekh Shadhili
Madani Libya, Muhammad Zafir al-Madani yang pelajarannya akan dia ikuti dengan
menyamar di Unkapani sebelum dia menjadi Sultan. Abdul Hamid II meminta Syekh
al-Madani untuk kembali ke Istanbul setelah dia naik tahta. Syekh memprakarsai
pertemuan zikir Shadhili di Masjid Yıldız Hamidiye yang baru ditugaskan; pada
Kamis malam dia akan menemani para guru sufi dalam membaca dzikir. Dia juga
menjadi orang kepercayaan dekat agama dan politik Sultan. Pada tahun 1879,
Sultan membebaskan pajak dari semua pondok Sufi Madani Kekhalifahan (juga
dikenal sebagai zawiyas dan tekkes). Pada tahun 1888, ia bahkan mendirikan
pondok Sufi untuk tarekat Madani dari Sufisme Shadhili di Istanbul, yang ia perintahkan
sebagai bagian dari masjid Ertuğrul Tekke. Hubungan Sultan dan syekh
berlangsung selama tiga puluh tahun sampai kematiannya pada tahun 1903.
2)
PUISI
Abdul Hamid menulis puisi,
mengikuti jejak banyak sultan Ottoman lainnya. Salah satu puisinya diterjemahkan
demikian:
Tuhanku, aku tahu Engkau
adalah Yang Terkasih (Al-Aziz)
... Dan tidak seorang pun
kecuali Anda adalah Yang Tersayang
Anda adalah Satu, dan tidak
ada yang lain
Tuhanku pegang tanganku di
masa-masa sulit ini
Tuhanku jadilah penolongku di
saat kritis ini
3)
TAYANGAN
Menurut pendapat F.A.K.
Yasamee:
“Dia adalah campuran yang
mencolok dari tekad dan rasa takut, dari wawasan dan fantasi, disatukan oleh
kehati-hatian praktis yang luar biasa dan naluri untuk dasar-dasar kekuasaan.
Dia sering diremehkan. Dilihat dari catatannya, dia adalah seorang politikus
domestik yang tangguh dan seorang diplomat yang efektif.”
g. KELUARGA
Abdül lhamid II memiliki
banyak permaisuri, tetapi tidak satu pun dari mereka diizinkan, dengan
keinginannya yang jelas, untuk memiliki pengaruh politik, dengan cara yang sama
dia tidak mengizinkan ibu angkatnya, Rahime Perestu Sultan, yang juga sangat
dia hormati, dan kepada anggota perempuan lain dari keluarganya, meskipun
beberapa dari mereka masih memiliki kekuatan tertentu secara pribadi atau dalam
kehidupan sehari-hari di harem. Ini karena Abdülhamid yakin bahwa pemerintahan
para pendahulunya, terutama pamannya Abdülaziz dan ayahnya Abdülmecid I, telah
dirusak oleh campur tangan berlebihan para wanita dari keluarga kekaisaran
dalam urusan negara. Satu-satunya pengecualian sebagian adalah Cemile Sultan,
saudara tiri dan saudara perempuan angkatnya.
1)
PEMAISURI
Abdülhamid II memiliki
setidaknya enam belas permaisuri:
§ Nazikeda Kadın (1848 - 11 April 1895). BaşKadin (Permaisuri
Pertama). Dia adalah putri Abkhazia, lahir Mediha Hanim, dayang Cemile Sultan.
Dia meninggal sebelum waktunya setelah bertahun-tahun mengalami depresi berat,
karena kematian tragis putri satu-satunya. Dia memiliki seorang putri.
§ Safinaz Nurefsun Kadın (1850 - 1915). Nama aslinya
adalah Ayşe dan dia adalah adik perempuan dari permaisuri terakhir Abdülmecid
I, Yıldız Hanım. Ketika Yıldız Hanım menikah dengan Abdülmecid, Ayşe dikirim
untuk melayani Şehzade Abdülaziz, di mana dia berganti nama menjadi Safinaz.
Menurut Harun Açba, Abdülaziz terpesona oleh kecantikannya dan ingin
menikahinya, tetapi dia menolak karena dia mencintai Şehzade Abdülhamid (calon
Abdülhamid II). Perasaan itu saling menguntungkan dan sang pangeran muda
meminta bantuan ibu tirinya Rahime Perestu Kadin. Dia memberi tahu Abdülaziz
bahwa Safinaz sakit dan dia perlu istirahat; kemudian, Abdülaziz diberi tahu
tentang kematiannya. Abdülhamid kemudian menikah dengan Safinaz, berganti nama
menjadi Nurefsun, secara diam-diam, pada Oktober 1868. Namun, dia tidak bisa
terbiasa hidup di harem dan ingin menjadi satu-satunya pendamping Abdülhamid.
Dia kemudian meminta cerai, yang diberikan padanya pada tahun 1879. Dia tidak
punya anak.
§ Bedrifelek Kadın (1851 - 1930). Putri Sirkasia yang
berlindung di Istanbul ketika Rusia menginvasi Kaukasus. Dia memerintah harem
Abdülhamid II ketika Rahime Perestu Sultan meninggal. Dia meninggalkan
Abdülhamid ketika dia digulingkan, mungkin kecewa karena putra mereka tidak
dipilih sebagai penerus. Dia memiliki dua putra dan seorang putri.
§ Bidar Kadın (5 Mei 1855 - 13 Januari 1918). Putri
Kabartian, dia dianggap sebagai permaisuri Abdülhamid II yang paling cantik dan
menawan. Dia memiliki seorang putra dan putri.
§ Dilpesend Kadın (16 Januari 1865 - 17 Juni 1901).
Georgia. Ia dididik oleh Tiryal Hanim, permaisuri terakhir Mahmud II, yang
merupakan kakek Abdülhamid II. Dia memiliki dua anak perempuan.
§ Mezidemestan Kadın (3 Maret 1869 - 21 Januari 1909).
Dia lahir sebagai Kadriye Kamile Merve Hanim, dia adalah bibi dari Emine
Nazikeda Kadın, calon permaisuri Mehmed VI. Dia dicintai oleh semua orang,
termasuk permaisuri lainnya dan anak tirinya. Dia adalah pendampingnya yang
paling berpengaruh, tetapi dia tidak pernah menyalahgunakan kekuatannya. Dia
memiliki seorang putra, kesayangan Abdülhamid.
§ Emsalinur Kadin (1866 - 1952). Dia masuk Istana
bersama saudara perempuannya Tesrid Hanım, yang menjadi permaisuri Şehzade
Ibrahim Tevfik. Dia sangat cantik. Dia tidak mengikuti Abdülhamid II ke
pengasingan dan meninggal dalam kemiskinan. Dia memiliki seorang putri.
§ Destizer Müşfika Kadın (1872 - 18 Juli 1961). Dia
adalah Abkhazia, lahir Ayşe Hanim. Dia tumbuh bersama saudara perempuannya di
bawah asuhan Pertevniyal Sultan, ibu dari Sultan Abdülaziz, paman dari
Abdülhamid II. Dia mengikuti Abdülhamid ke pengasingan dan bersamanya sampai
kematiannya, sedemikian rupa sehingga dikatakan bahwa sultan meninggal di
pelukannya. Dia memiliki seorang putri.
§ Sazkar Hanim (8 Mei 1873 - 1945). Dia adalah seorang
bangsawan abkhazian, lahir dengan nama Fatma Zekiye Hanım. Dia termasuk di
antara permaisuri yang mengikuti Abdülhamid II ke pengasingan, dan kemudian
meninggalkan Turki bersama putrinya. Dia memiliki seorang putri.
§ Peyveste Hanim (1873 - 1943). Putri Abkhazia, lahir
Hatice Rabia Hanim dan bibi dari Leyla Açba. Dia melayani Nazikeda Kadın dengan
saudara perempuannya sebelumnya dan kemudian menjadi bendahara harem. Dia
sangat dihormati. Dia mengikuti suaminya ke pengasingan dan kemudian putranya.
Dia memiliki seorang putra.
§ Pesend Hanim (13 Februari 1876 - 5 November 1924).
Terlahir putri Fatma Kadriye Achba, dia adalah salah satu permaisuri
favoritnya, yang dikenal karena kebaikan, amal, dan toleransinya. Dia adalah
salah satu permaisuri yang tinggal bersama Abdülhamid II sampai kematiannya
dan, setelah kematiannya, dia memotong rambutnya dan membuangnya ke laut
sebagai tanda berkabung. Dia memiliki seorang putri.
§ Behice Hanim (10 Oktober 1882 - 22 Oktober 1969). Dia
adalah sepupu Sazkar Hanim dan nama aslinya adalah Behiye Hanim. Dia sombong
dan bangga, awalnya dia harus menikah dengan Şehzade Mehmed Burhaneddin, putra
Abdülhamid II, tetapi pada akhirnya sultan memutuskan untuk menikahinya
sendiri, bertentangan dengan keinginan Behice sendiri. Dia memiliki dua putra
kembar.
§ Saliha Naciye Kadın (1887 - 1923). Dia lahir Zeliha
Hanım dan dipanggil juga Atike Naciye Kadın. Dikenal karena kebaikan dan
kesederhanaannya, dia adalah favoritnya dan di antara pendampingnya yang
tinggal bersamanya sampai kematiannya. Dia memiliki seorang putra dan putri.
§ Dürdane Hanim (1867 - Januari 1957).
§ Calibos Hanim (1880).
§ Nazlıyar Hanim.
2)
PUTRA
Abdülhamid II memiliki
setidaknya delapan putra:
§ Şehzade Mehmed Selim (11 Januari 1870 - 5 Mei 1937) -
dengan Bedrifelek Kadın. Dia tidak cocok dengan ayahnya. Dia memiliki delapan
istri, dua putra dan seorang putri.
§ Şehzade Mehmed Abdülkadir (16 Januari 1878 - 16 Maret
1944) - dengan Bidar Kadın. Dia memiliki tujuh istri, lima putra dan dua putri.
§ Şehzade Ahmed Nuri (12 Februari 1878 - 7 Agustus 1944)
- bersama Bedrifelek Kadın. Dia punya permaisuri tapi tidak punya anak.
§ Şehzade Mehmed Burhaneddin (19 Desember 1885 - 15 Juni
1949) - dengan Mezidemestan Kadın. Dia memiliki empat permaisuri dan dua putra.
§ Şehzade Abdürrahim Hayri (15 Agustus 1894 - 1 Januari
1952) - bersama Peyveste Hanım. Dia memiliki dua permaisuri, seorang putra dan
seorang putri.
§ Şehzade Ahmed Nureddin (22 Juni 1901 - Desember 1944)
- bersama Behice Hanım. Kembaran Şehzade Mehmed Bedreddin. Dia memiliki seorang
permaisuri dan seorang putra.
§ Şehzade Mehmed Bedreddin (22 Juni 1901 - 13 Oktober
1903) - bersama Behice Hanım. Kembaran Şehzade Ahmed Nureddin. Lahir di Istana
Yıldız. Dia meninggal karena meningitis dan dimakamkan di pemakaman Yahya
Efendi.
§ Şehzade Mehmed Abid (17 Mei 1905 - 8 Desember 1973) -
bersama Saliha Naciye Kadın. Dia memiliki dua permaisuri tetapi tidak memiliki
anak.
3)
PUTRI
Abdülhamid II memiliki
setidaknya tiga belas putri:
§ Ulviye Sultan (1868 - 5 Oktober 1875) - dengan
Nazikeda Kadın. Lahir di Istana Dolmabahçe, dia meninggal pada usia tujuh tahun
dengan cara yang sangat tragis: saat ibunya bermain piano dan pelayan mereka
dibubarkan untuk makan, Ulviye Sultan mulai bermain dengan korek api dewa atau
lilin. Gaunnya terbakar dan sabuk emasnya menjebaknya di dalamnya, meskipun
ibunya membakar tangannya saat mencoba melepaskannya. Dalam kepanikan, Nazikeda
menggendong putrinya dan berlari menuruni tangga, berteriak minta tolong,
tetapi gerakan itu memicu api dan Ulviye Sultan mati terbakar hidup-hidup,
meninggalkan ibunya dalam keputusasaan total, yang tidak pernah dia pulihkan.
Dia dimakamkan di Yeni Cami.
§ Zekiye Sultan (12 Januari 1872 - 13 Juli 1950) -
dengan Bedrifelek Kadın. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.
Dia adalah salah satu putri kesayangan Abdülhamid.
§ Fatma Naime Sultan (5 September 1876 - 1945) - bersama
Bidar Kadın. Dia adalah putri kesayangan Abdülhamid II, yang memanggilnya
"putri aksesi saya", karena dia lahir dekat dengan tanggal naik
takhta. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putra dan putri. Pada tahun
1904 dia terlibat dalam skandal ketika dia mengetahui bahwa suami pertamanya
berselingkuh dengan sepupunya Hatice Sultan, putri Murad V.
§ Naile Sultan (9 Februari 1884 - 25 Oktober 1957) -
dengan Dilpesend Kadın. Dia menikah sekali, tanpa anak.
§ Seniye Sultan (1884 - 1884) - keibuan yang tidak
diketahui.
§ Seniha Sultan (1885 - 1885) - dengan Dilpesend Kadın.
Dia meninggal pada usia lima bulan.
§ Şadiye Sultan (30 November 1886 - 20 November 1977) -
dengan Emsalinur Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki seorang putri.
§ Hamide Ayşe Sultan (15 November 1887 - 10 Agustus
1960) - dengan Müşfika Kadın. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga putra dan
putri.
§ Refia Sultan (15 Juni 1891 - 1938) - dengan Sazkar
Hanım. Dia menikah sekali dan memiliki dua anak perempuan.
§ Hatice Sultan (10 Juli 1897 - 14 Februari 1898) -
dengan Pesend Hanım. Dia meninggal karena cacar, dimakamkan di pemakaman Yahya
Efendi.
§ Aliye Sultan (1900 - 1900) - keibuan yang tidak
diketahui. Dia meninggal beberapa hari setelah kelahirannya.
§ Cemile Sultan (1900 - 1900) - persalinan tidak
diketahui. Dia meninggal beberapa hari setelah kelahirannya.
§ Samiye Sultan (16 Januari 1908 - 24 Januari 1909) -
bersama Saliha Naciye Kadın. Dia meninggal karena radang paru-paru, dimakamkan
di mausoleum Şehzade Ahmed Kemaleddin di pemakaman Yahya Efendi.
·
Mehmed V
محمد الخامس |
Sultan Mehmed V
|
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-35
|
Penyandang pedang : 10 Mei 1909 Pendahulu : Abdul Hamid II |
Meninggal : 3 Juli 1918 (umur 73). Istana Yıldız, Istanbul,
Kekaisaran Ottoman Makam : Pemakaman Sultan Mehmed V Reşad, Eyüp,
Istanbul Permaisuri : 1. Kamures Kadin 2. Dürriaden Kadın 3. Mihrengiz Kadın 4. Nazperver Kadin |
Dinasti : Ottoman Ayah : Abdulmejid I Ibu : Gülcemal Kadın (Ibu biologis) Ibu angkat :Servetseza Kadın |
|
|
Mehmed V Reşâd (Turki
Utsmaniyah: محمد خامس, diromanisasi: Meḥmed-i ḫâmis; bahasa Turki: V. Mehmed
atau Mehmed Reşad; 2 November 1844 – 3 Juli 1918) memerintah sebagai Sultan
Utsmaniyah ke-35 dan terakhir dari belakang (memerintah 1909–1918). Ia adalah
putra Sultan Abdulmejid I. Ia menggantikan saudara tirinya Abdul Hamid II
setelah Peristiwa 31 Maret. Ia digantikan oleh saudara tirinya Mehmed VI.
Pemerintahannya selama
sembilan tahun ditandai dengan penyerahan wilayah Kekaisaran Afrika Utara dan
Kepulauan Dodecanese, termasuk Rhodes, dalam Perang Italia-Turki, kehilangan
traumatis hampir semua wilayah Kekaisaran Eropa di sebelah barat Konstantinopel
(sekarang Istanbul) di Perang Balkan Pertama, dan masuknya Kekaisaran Ottoman
ke dalam Perang Dunia I pada tahun 1914, yang pada akhirnya akan menyebabkan
akhir Kekaisaran.
a. MASA MUDA
Mehmed V lahir pada 2
November 1844 di Istana Çırağan, Istanbul. Ayahnya adalah Sultan Abdulmejid I,
dan ibunya adalah Gülcemal Kadın. Dia memiliki tiga kakak perempuan, Fatma
Sultan, Refia Sultan dan Hatice Sultan (saudara kembar Refia Sultan, meninggal
saat baru lahir). Setelah kematian ibunya pada tahun 1851, dia dan saudara
perempuannya dipercayakan untuk diasuh oleh permaisuri senior ayahnya,
Servetseza Kadın. Dia telah meminta Abdulmejid untuk mengasuh anak-anak yatim
piatu, dan membesarkannya sebagai anaknya sendiri, dan menjalankan tugas
seorang ibu yang merawat anak-anaknya dengan kasih sayang dan perhatian.
Pada tahun 1856, pada usia
dua belas tahun, dia disunat secara seremonial bersama adik tirinya, Şehzade
Ahmed Kemaleddin, Şehzade Mehmed Burhaneddin, dan Şehzade Ahmed Nureddin.
Mehmed dididik di istana.
Halid Ziya, kepala juru tulis kantor Chamberlain antara tahun 1909 dan 1912,
menggambarkan ini sebagai hal yang buruk. Berkat kecerdasannya yang relatif
tinggi, bagaimanapun, dia memanfaatkan pendidikan yang dia miliki dan
menggunakannya untuk melangkah lebih jauh. Dia belajar bahasa Arab dan Persia,
dan berbicara bahasa Persia dengan sangat baik. Dia mengambil pelajaran piano
dari seorang pianis Italia dan pelajaran kaligrafi dari seorang kaligrafer
Ottoman terkenal, Kazasker Mustafa Izzet Efendi (1801–1876), yang merancang
medali liontin raksasa Hagia Sophia.
b. MEMERINTAH
Peta wilayah
Utsmaniyah di Eropa pada tahun 1910, sebelum Perang Balkan (1912–1913)
Pemerintahannya dimulai pada
akhir Insiden 31 Maret pada 27 April 1909, tetapi dia sebagian besar adalah
boneka tanpa kekuatan politik nyata, sebagai konsekuensi dari demonstrasi
kekuatan CUP dalam Insiden 31 Maret dan Revolusi Turki Muda (yang mana
memulihkan Konstitusi dan Parlemen Ottoman). Pada tahun 1913 CUP melakukan
kudeta, yang membawa tiga serangkai diktator Tiga Pasha ke tampuk kekuasaan.
Pada usia 64 tahun, Mehmed V adalah orang tertua yang naik tahta Ottoman.
Pada tahun 1911, dia memulai
tur kerajaan Selânik (Salonica, sekarang Thessaloniki) dan Manastır (sekarang
Bitola), mampir ke Florina dalam perjalanan. Dia juga mengunjungi Üsküp
(Skopje) dan Priştine (Pristina), di mana dia menghadiri sholat Jumat di Makam
Sultan Murad. Kunjungan tersebut direkam dalam film dan foto oleh Manaki
bersaudara. Ini akan segera terbukti menjadi kunjungan terakhir seorang sultan
Ottoman ke provinsi Rumelian sebelum bencana Perang Balkan tahun berikutnya.
Di bawah pemerintahannya,
Kekaisaran Ottoman kehilangan semua wilayahnya yang tersisa di Afrika Utara
(Tripolitania, Cyrenaica dan Fezzan) dan Dodecanese ke Italia dalam Perang
Italia-Turki dan hampir semua wilayah Eropanya (kecuali sebidang kecil tanah di
barat Konstantinopel). ) dalam Perang Balkan Pertama. Utsmaniyah memperoleh
sedikit keuntungan dalam perang berikutnya, merebut kembali semenanjung yang
terdiri dari Thrace Timur hingga Edirne, tetapi ini hanya sebagian penghiburan
bagi Turki: sebagian besar wilayah Utsmaniyah yang telah mereka perjuangkan
telah hilang selamanya.
Hilangnya secara tiba-tiba
petak-petak tanah yang sangat luas ini, yang telah menjadi wilayah Utsmaniyah
selama berabad-abad dan diserahkan kepada lawan-lawannya hanya dalam kurun
waktu dua tahun, sangat mengejutkan Turki Utsmani dan mengakibatkan reaksi
rakyat besar-besaran terhadap pemerintah, yang berpuncak pada kudeta Ottoman
1913. Ini juga mengakhiri gerakan Ottomanisme, yang selama beberapa dekade
telah menganjurkan hak yang sama untuk semua warga Kekaisaran terlepas dari
etnis atau agama, untuk menumbuhkan rasa memiliki dan kesetiaan komunal kepada
negara Ottoman. Dengan hilangnya etnis minoritas Kekaisaran di Rumelia dan
Afrika Utara, gerakan ini juga kehilangan sebagian besar dorongannya, dan
politik negara segera mulai mengambil karakter yang lebih reaksioner, berpusat
di sekitar nasionalisme Turki.
Terlepas dari keinginannya
untuk menghindari konflik lebih lanjut, tindakan politik Mehmed V yang paling
signifikan adalah secara resmi mendeklarasikan jihad melawan Kekuatan Entente
(Sekutu Perang Dunia I) pada 14 November 1914, menyusul keputusan pemerintah
Ottoman untuk bergabung dengan Perang Dunia Pertama. di pihak Blok Sentral.[15]
Dia sebenarnya dikatakan tidak menyukai kebijakan Enver Pasha yang pro-Jerman,
[16] tetapi tidak dapat berbuat banyak untuk mencegah perang karena pengaruh
kesultanan yang berkurang sejak penggulingan Abdülhamid II pada tahun 1909.
Ini adalah proklamasi jihad
sejati terakhir dalam sejarah oleh seorang Khalifah, karena Kekhalifahan
dihapuskan pada tahun 1924. Sebagai akibat langsung dari deklarasi perang,
Inggris menganeksasi Siprus, sementara Khedivat Mesir memproklamirkan
kemerdekaannya dan diubah menjadi negara Khilafah. protektorat Inggris;
provinsi-provinsi ini setidaknya berada di bawah kekuasaan Turki nominal.
Proklamasi tersebut tidak berdampak nyata pada perang, meskipun faktanya banyak
Muslim tinggal di wilayah Ottoman. Beberapa orang Arab akhirnya bergabung
dengan pasukan Inggris melawan Ottoman dengan Pemberontakan Arab pada tahun
1916.
Mehmed V menjamu Kaiser
Wilhelm II, sekutu Perang Dunia I-nya, di Konstantinopel pada 15 Oktober 1917.
Ia diangkat menjadi Generalfeldmarschall Kerajaan Prusia pada 27 Januari 1916,
dan Kekaisaran Jerman pada 1 Februari 1916. [rujukan?] juga mengangkat
Generalfeldmarschall dari Austria-Hongaria pada 19 Mei 1918.
Jurnal Le Petit, Mehmed V diproklamasikan sebagai Sultan pada tahun 1909. |
Potret Sultan Mehmed V. |
Potret Sultan Mehmed V
dalam seragam angkatan laut Kekaisaran Ottoman. |
Potret Sultan Mehmed V. |
Kekaisaran Ottoman pada
tahun 1914 |
c. KEMATIAN
Mehmed V meninggal di Istana
Yıldız pada tanggal 3 Juli 1918 pada usia 73 tahun, hanya empat bulan sebelum
akhir Perang Dunia I. Dengan demikian, dia tidak hidup untuk melihat kejatuhan
Kekaisaran Ottoman. Dia menghabiskan sebagian besar hidupnya di Istana Dolmabahçe
dan Istana Yıldız di Istanbul. Makamnya berada di distrik Eyüp di Istanbul
modern.
Makam
Mehmed V terletak di dekat Masjid Sultan Eyüp di Eyüp, Istanbul. |
Makam
Mehmet V Resat |
Mausoleum
eksterior Mehmet V Resat |
Bagian
dalam mausoleum Mehmet V Resat |
d. KEHORMATAN
1)
KEHORMATAN
OTTOMAN
§ Grand Master of the Order of the Crescent
§ Grand Master of the Order of Glory
§ Grand Master of the Order of the Medjidie
§ Grand Master of the Order of Osmanieh
2)
PENGHARGAAN
ASING
§ Salib Agung St Stephen, dalam Diamonds, 1914
(Austria-Hongaria)
§ Ksatria Ordo Militer Max Joseph (Bavaria)
§ Salib Agung Bintang Karađorđe[19] (Yugoslavia)
e. KELUARGA
Mehmed V memiliki harem
kecil, serta beberapa anak. Dia juga satu-satunya sultan yang tidak mengambil
permaisuri baru setelah naik takhta.
1)
PEMAISURI
Mehmed V memiliki lima
permaisuri:
§ Wanita Kamures (5 Maret 1855 - 30 April 1921). kepala
sekolah. Dia juga disebut Gamres, Kamres atau Kamus. Keturunan Kaukasia, dia
menikah dengan Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia memiliki seorang putra.
§ Wanita Dürriaden (16 Mei 1860 - 17 Oktober 1909).
Wanita Kedua. Dia lahir Hatice Hanim, dia menikah dengan Mehmed ketika dia
masih Şehzade. Dia adalah bibi dari Inşirah Hanim, yang merupakan permaisuri
Mehmed VI (adik tiri Mehmed V). Dia memiliki seorang putra.
§ Mihrengiz Kadın (15 Oktober 1869 - 12 Desember 1938).
Wanita Kedua setelah kematian Dürriaden. Sirkasia, lahir Fatma Hanım, menikah
dengan Mehmed ketika dia masih Şehzade. Dia memiliki seorang putra.
§ Wanita Nazperver (12 Juni 1870 - 9 Maret 1929). Wanita
Ketiga setelah kematian Dürriaden. Lahir Rukiye Hanim, dia adalah putri
Abkhazia dari keluarga Çikotua dan keponakan dari Dürrinev Kadın, permaisuri
Sultan Abdülaziz, yang mendidiknya. Dia menikahi Mehmed ketika dia masih
Şehzade. Dia memiliki seorang putri.
§ Wanita Dilfirib (1890 - 1952). Wanita Keempat setelah
kematian Dürriaden. Sirkasia, dia menikah dengan Mehmed ketika dia masih
Şehzade. Dia berteman dekat dengan Safiye Ünüvar, seorang guru di Istana. Dia tidak
memiliki anak dari Mehmed, tetapi setelah kematiannya dia menikah lagi dan
memiliki seorang putra.
2)
PUTRA
Mehmed V memiliki tiga putra:
§ Şehzade Mehmed Ziyaeddin (26 Agustus 1873 - 30 Januari
1938) - dengan Kamures Kadın. Dia memiliki lima permaisuri, dua putra dan enam
putri.
§ Şehzade Mahmud Necmeddin (23 Juni 1878 - 27 Juni 1913)
- bersama Dürriaden Kadın. Terlahir dengan kyphosis, dia tidak pernah menikah
atau punya anak.
§ Şehzade Ömer Hilmi (2 Maret 1886 - 6 April 1935) -
bersama Mihrengiz Kadın. Dia memiliki lima permaisuri, seorang putra dan
seorang putri. Cicit perempuannya Ayşe Gülnev Osmanoğlu menjadi penulis novel
sejarah tentang dinasti Ottoman.
3)
PUTRI
Mehmed V memiliki seorang
putri:
Refia Sultan (1888 - 1888) -
dengan Nazperver Kadın. Sumbernya berbeda: menurut beberapa orang dia meninggal
pada hari yang sama dengan kelahirannya, menurut orang lain dia tenggelam dalam
beberapa bulan.
·
Mehmed VI
Mehmed
VI محمد السادس |
Sultan Mehmed VI |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-36
|
Ke-36 Sultan
Ottoman (Kaisar) |
Berkuasa: 4
Juli 1918 – 1 November 1922 Pedang Osman :
4 Juli 1918 Pendahulu : Mehmed V Penerus : Monarki dihapuskan |
Ke-36 Kekhalifahan Utsmaniyah |
Berkuasa : 4 Juli 1918 – 19 November 1922 Pendahulu : Mehmed V Penerus : Abdul Mejid II |
Wangsa Utsmaniyah |
Pendahulu : Mehmed V Penerus : Abdul Mejid II Kelahiran : 14 Januari 1861. Istanbul, Kesultanan
Utsmaniyah Kematian : 16 Mei 1926 (umur 65). Sanremo, Kerajaan
Italia (1861–1946) Pemakaman : Masjid Tekkiye, Damaskus Dinasti : Utsmaniyah |
Nama lengkap : Mehmed bin Abdul Mecid Ayah : Abd-ul-Mejid I Ibu : Gülüstü Hanim Selir : 1. Nazikeda Kadın 2. Inşirah Hanim 3. Müveddet Kadın 4. Nevvare Hanim 5. Nevzad Hanim Agama : Islam Sunni |
Tughra :
|
Mehmed VI Vahideddin (Turki
Utsmaniyah: محمد سادس Meḥmed-i sâdis atau وحيد الدين Vaḥîdü'd-Dîn; bahasa
Turki: VI. Mehmed atau Vahdeddin/Vahideddin; 14 Januari 1861 – 16 Mei 1926),
juga dikenal sebagai Şahbaba (lit. 'Kaisar -ayah') di antara keluarga
Osmanoğlu,[3] adalah Sultan Kesultanan Utsmaniyah ke-36 dan terakhir,
memerintah dari 4 Juli 1918 hingga 1 November 1922, ketika Kesultanan
Utsmaniyah dibubarkan setelah Perang Dunia I dan digantikan oleh Republik Turki
pada tanggal 29 Oktober 1923.
Saudara laki-laki Mehmed V,
ia menjadi pewaris takhta pada tahun 1916, setelah bunuh diri putra Abdülaziz,
Şehzade Yusuf Izzeddin, sebagai anggota laki-laki tertua dari House of Osman.
Ia naik takhta setelah kematian Mehmed V.[4] Dia diikat dengan Pedang Osman
pada tanggal 4 Juli 1918 sebagai padishah ke tiga puluh enam. Ayahnya adalah
Sultan Abdulmejid I, dan ibunya adalah Gülistu Kadın (1830–1865). Dia berasal
dari Georgia-Abkhazia, putri Pangeran Tahir Bey Chachba, yang awalnya bernama
Fatma Chachba. Setelah kematiannya, Mehmed diadopsi oleh Şayeste Hanım.
Mehmed mengundurkan diri
ketika Kesultanan Utsmaniyah dihapuskan pada tahun 1922 dan Republik Turki
sekuler dibentuk, dengan Mustafa Kemal Atatürk sebagai presiden pertama.
a. KEHIDUPAN AWAL DAN
PENDIDIKAN
Mehmed VI lahir di Istana
Dolmabahçe, di Konstantinopel, pada 14 Januari 1861. Ayah Mehmed meninggal saat
Mehmed baru berusia lima bulan, dan ibu Mehmed meninggal saat dia berusia empat
tahun. Dia dibesarkan dan diajari oleh ibu tirinya Şayeste Hanım. Ia melatih
diri dengan mengikuti les dari guru privat dan mengikuti beberapa pelajaran
yang diberikan di Madrasah Fatih. Sang pangeran mengalami masa sulit dengan ibu
tirinya yang sombong, dan pada usia 16 tahun dia meninggalkan rumah ibu tirinya
bersama tiga pelayan yang telah melayaninya sejak kecil. Dia tumbuh dengan
pengasuh, pelayan wanita, dan tutor. Selama tiga puluh tiga tahun pemerintahan
saudaranya Sultan Abdul Hamid II dia tinggal di Harem Kekaisaran Ottoman.
Di masa mudanya, teman
terdekatnya adalah Abdulmejid II, putra pamannya, Sultan Abdulaziz. Namun, di
tahun-tahun mendatang, kedua sepupu itu menjadi saingan yang tangguh. Sebelum
pindah ke Istana Feriye, sang pangeran pernah tinggal sebentar di mansion di
Çengelköy milik Şehzade Ahmed Kemaleddin.
Pada masa pemerintahan Sultan
Abdul Hamid, Mehmed dianggap sebagai saudara terdekat Sultan. Di tahun-tahun
mendatang, ketika dia naik tahta, kedekatan ini akan sangat memengaruhi sikap
politiknya, seperti ketidaksukaannya yang mendalam terhadap Turki Muda dan
Partai Persatuan dan Kemajuan, dan simpatinya kepada Inggris.
Mehmed mengambil pelajaran
privat. Dia banyak membaca, dan tertarik pada berbagai mata pelajaran, termasuk
seni, yang merupakan tradisi keluarga Ottoman. Dia mengambil kursus kaligrafi
dan musik dan belajar bagaimana menulis dalam naskah naskh dan memainkan kanun.
Kemudian dia menjadi tertarik
pada Sufisme dan, tanpa sepengetahuan Istana, dia mengikuti kursus di madrasah
Fatih tentang yurisprudensi Islam, teologi Islam, penafsiran Alquran, dan
Hadits, serta bahasa Arab dan Persia. Dia menghadiri pondok darwis Ahmed
Ziyaüddin Gümüşhanevi, yang terletak tidak jauh dari Sublime Porte, di mana
Ömer Ziyaüddin dari Dagestan menjadi pemimpin spiritual, dan dia menjadi murid
ordo Naqsybandi.
b. MEMERINTAH
Mehmed naik takhta setelah
kematian saudara tirinya Mehmed V, pada 3 Juli 1918.
Perang Dunia Pertama adalah
bencana bagi Kekaisaran Ottoman. Pasukan Inggris dan sekutu merebut Bagdad,
Damaskus, dan Yerusalem selama perang, dan sebagian besar Kekaisaran Ottoman
terbagi di antara sekutu Eropa. Pada konferensi San Remo pada April 1920,
Prancis diberikan mandat atas Suriah dan Inggris diberikan mandat atas
Palestina dan Mesopotamia. Pada 10 Agustus 1920, perwakilan Mehmed
menandatangani Perjanjian Sèvres, yang mengakui mandat dan mengakui Hijaz
sebagai negara merdeka.
Sultan meminta pengunduran
diri pemerintah Persatuan dan menugaskan Ahmed Tevfik Pasha untuk membentuk
pemerintahan. Dalam pidato pembukaan tahun legislatif baru parlemen, Woodrow
Wilson mengatakan bahwa dia memohon perdamaian sesuai dengan prinsipnya, bahwa
dia menginginkan perdamaian sesuai dengan kehormatan dan martabat negara, bahwa
dia percaya bahwa tempat yang berharga tanah air tidak ditempati, dan tentara
akan mulai dengan gagah berani. Mustafa Kemal Pasha, yang mengirimkan telegram
kepada Sultan, meminta pemerintah untuk menetapkan Ahmed Izzet Pasha dan
menjadikannya menteri Harbiye. Sultan menugaskan pembentukan pemerintahan
kepada putranya Ahmed Izzet Pasha.
Pemerintah baru, yang terdiri
dari anggota Partai Kebebasan dan Kesepakatan, menangkap para pemimpin Komite
Persatuan dan Kemajuan, termasuk salah satu mantan wazir agung, Said Halim
Pasha. Persidangan Gubernur Distrik Boğazlıyan Kemal Bey dengan cepat selesai,
dan hukuman mati dilakukan di Lapangan Beyazıt setelah fatwa ditandatangani
oleh sultan.
Sementara itu, Jenderal
Prancis d'Esperey, yang datang ke Istanbul, mengancam akan pergi ke istana
dengan satu batalion tentara dan melakukan apa yang diinginkannya dengan
membakar gangguan sultan dan pemerintahannya. Dia memanggilnya ke kedutaan
tanpa mengunjungi Wazir Agung. Prancis menyerahkan daftar tiga puluh enam orang
yang ingin mereka tangkap kepada pemerintah.
Nasionalis Turki menolak
penyelesaian oleh empat penandatangan Sultan. Sebuah pemerintahan baru, Majelis
Agung Nasional Turki, di bawah kepemimpinan Mustafa Kemal (Atatürk), dibentuk
pada tanggal 23 April 1920 di Ankara (kemudian dikenal sebagai Angora).
Pemerintah baru mencela pemerintahan Mehmed VI dan komando Süleyman Şefik
Pasha, yang bertanggung jawab atas tentara yang ditugaskan untuk melawan
Gerakan Nasional Turki (Kuvâ-i İnzibâtiyye); akibatnya, konstitusi sementara
dirancang.
Pada tanggal 22 Juli 1920,
Şurayı Saltanat berkumpul di Istana Yıldız untuk membahas prinsip-prinsip Perjanjian
Sèvres. Perjanjian Sèvres ditandatangani pada 10 Agustus 1920. Karena harus
mengundurkan diri dua setengah bulan kemudian, Ferid Pasha mendirikan delegasi
terakhir Tevfik Pasha, delegasi terakhir Kesultanan Utsmaniyah, pada 2 Oktober
1920.
c. PENGASINGAN DAN
KEMATIAN
Saat gerakan nasionalis
memperkuat posisi militernya pada akhir Agustus 1922, Mehmed VI, lima istrinya,
dan kasim yang menyertainya tidak dapat lagi meninggalkan keamanan istana.
Majelis Agung Nasional Turki menghapus Kesultanan pada 1 November 1922, dan
Mehmed VI diusir dari Istanbul. Suatu hari sebelum keberangkatannya, dia makan
siang dengan putrinya, Ulviye Sultan, dan bermalam di istananya. Meninggalkan
kapal perang Inggris Malaya pada 17 November 1922, dia berhati-hati untuk tidak
membawa barang atau perhiasan berharga, selain barang pribadinya. Jenderal
Inggris Charles Harington sendiri mengambil penguasa Ottoman terakhir dari
Istana Yıldız. Sepuluh orang bersama sultan dikirim pagi-pagi sekali oleh
batalion Inggris. Dia pergi ke pengasingan di Malta, kemudian tinggal di
Italian Riviera.
Pada 16 November 1922, Sultan
menulis kepada Sir Charles Harington: "Tuan, mengingat nyawa saya dalam
bahaya di Istanbul, saya berlindung kepada Pemerintah Inggris dan meminta
pemindahan saya secepat mungkin dari Istanbul ke tempat lain. Mehmed
Vahideddin, Khalifah dari kaum muslimin". Ditemani oleh Chamberlain
Pertama, kepala band, dokternya, dua sekretaris rahasia, seorang pelayan,
seorang tukang cukur, dan dua kasim, pada pukul 6 pagi tanggal 19 November, dua
ambulans Inggris membawa mereka ke rumah Jenderal Sir Charles Harington. Pada
19 November, sepupu dan pewaris pertama Mehmed, Abdulmejid Efendi, terpilih
sebagai khalifah, menjadi kepala baru Rumah Kekaisaran Osman sebagai Abdulmejid
II sebelum Kekhalifahan dihapuskan oleh Majelis Agung Nasional Turki pada tahun
1924.
Mehmed mengirim deklarasi ke
Kongres Khilafah dan memprotes persiapan yang dilakukan, menyatakan bahwa dia
tidak pernah melepaskan hak untuk memerintah dan menjadi khalifah. Kongres
bertemu pada 13 Mei 1926, tetapi Mehmed meninggal tanpa kabar tentang pertemuan
kongres pada 16 Mei 1926 di Sanremo, Italia. Putrinya Sabiha Sultan menemukan
uang untuk penguburan, dan peti mati itu dibawa ke Suriah dan dimakamkan di
pemakaman Sulaymaniyya Takiyya di Damaskus.
d. KEPRIBADIAN
Mehmed memiliki kepribadian
yang optimis dan sabar menurut kesaksian kerabat dan karyawannya. Dia jelas
pria keluarga yang baik hati di istananya; di luar, dan terutama pada upacara
resmi, dia akan bersikap dingin, cemberut dan serius, dan tidak akan memuji
siapa pun; dia sangat mementingkan tradisi keagamaan; dia tidak akan mentolerir
desas-desus, juga tidak akan membiarkannya beredar di istananya. Bahkan dalam
percakapan informal, dia selalu menarik perhatian dengan keseriusan.
Sumber-sumber tersebut juga menyatakan bahwa dia cerdas dan cepat tanggap,
tetapi dia berada di bawah pengaruh rombongannya dan terutama mereka yang dia
percayai, bahwa dia memiliki temperamen yang sangat jelas, tidak stabil dan
keras kepala.
Mehmed VI telah berurusan
dengan sastra, musik, dan kaligrafi tingkat lanjut. Gubahannya dipertunjukkan
di istana saat dia bertahta. Lirik dari lagu-lagu yang dia buat berulang kali
selama di Tâif membayangkan kerinduan akan negara dan rasa sakit karena tidak
mendapatkan berita yang mereka tinggalkan. Enam puluh tiga karya miliknya dapat
diidentifikasi, tetapi hanya empat puluh karya yang memiliki catatan.
Puisi-puisinya yang bisa menjadi contoh puisinya hanyalah lirik lagu-lagunya.
Dia juga seorang kaligrafer yang baik.
e. GALERI
Keberangkatan Mehmed VI
dari Istana Dolmabahçe setelah penghapusan monarki, 1922 |
Foto Mehmed VI oleh Sébah
& Joaillier, 1920 |
Potret Mehmed VI, dari
sebelum 1923 |
f.
KEHORMATAN OTTOMAN
1)
Order of the
House of Osman
Ordo Wangsa Osman (Turki
Utsmaniyah: نشانِ خاندانِ آلِ عثمان) adalah sebuah ordo Kesultanan Utsmaniyah
yang didirikan pada 31 Agustus 1893 oleh Sultan Abdul Hamid II. Itu diberikan
kepada anggota pria dan wanita senior dari keluarga Kekaisaran dan kepala
negara asing. Pesanan diberikan hanya dalam satu kelas.
Ribbon of the order
Deskripsi : Perintah itu terdiri dari lencana. Itu adalah
medali emas berbentuk oval, dengan tughra Sultan Abdul Hamid, dan tulisan
"Mengandalkan Pertolongan Tuhan Yang Maha Esa" di atas dan
"Penguasa Kesultanan Utsmaniyah" di bawah tughra. Di sekeliling
medali tengah terdapat cincin berenamel merah bertanggal AH 699 dan AH 1311
(1299 M, tanggal berdirinya Kesultanan Utsmaniyah, dan 1895 M, tanggal
berdirinya ordo). Di bagian bawah medali terdapat semburan daun laurel dengan
enamel putih, dan di sekeliling bagian atas ada busur dengan enamel putih, di
atasnya terdapat bulan sabit berenamel putih dan suspensi bintang. Lencana
dapat dikenakan baik dari kerah yang terdiri dari plakat berenamel merah
bertuliskan bulan sabit dan bintang putih, atau dari pita pita lebar dengan
garis diagonal merah dan putih, dengan rantai emas berenamel pendek yang mirip
dengan kerah di sekitar bagian tengah pita. Busur pita harus dipakai hanya jika
tidak ada pita atau ikat pinggang pesanan lain yang dipakai secara bersamaan.
2)
Order of
Glory, Jeweled
Orde Kemuliaan
Kekaisaran Ottoman
Ordo Kemuliaan (Turki
Utsmaniyah: نشانِ افتخار, Nichani-Iftihar) adalah ordo ksatria tertinggi kedua
di Kesultanan Utsmaniyah, dan didirikan pada 19 Agustus 1831 oleh Sultan Mahmud
II.
Order of Glory tidak dibuat
usang oleh institusi Order of the Medjidie pada tahun 1851, tetapi terus
diberikan pada masa pemerintahan Abdul Hamid II.
Ribbon bar of the
order
Sebuah bab dari Orde Kemuliaan
Ottoman dilembagakan di Tunisia pada tahun 1835 sebagai Orde Kemuliaan
(Tunisia) oleh Mustafa ibn Mahmud, Bey dari Tunis.
3)
Imtiyaz
Medal, Jeweled
Medali emas dan
medali perak dengan jepitan 1333 (1915).
Medali Imtiyaz / Medali
Imtiaz (bahasa Turki: İmtiyaz Madalyası) adalah sebuah penghargaan militer
Utsmaniyah, yang didirikan pada tahun 1882. Medali ini diberikan dalam dua
kelas, emas dan perak. Medali emas adalah dekorasi militer Ottoman tertinggi
untuk kegagahan. Saat diberikan selama Perang Dunia I, medali tersebut
dikenakan dengan jepitan dari jenis logam yang sama dengan medali tersebut.
Gespernya menggambarkan pedang bersilang, dengan tanggal 1333 (1915).
Precedence
4)
Order of
Osmanieh, Jeweled
Orde Osmanieh Kelas
Empat
Ordo Osmanieh atau Ordo
Osmaniye (Turki Utsmaniyah: نشانِ عثمانیہ) adalah dekorasi sipil dan militer
Kesultanan Utsmaniyah.
Lencana Ordo
Histori : Perintah itu dibuat pada Januari 1862 oleh Sultan
Abdülaziz. Dengan keusangan Nişan-i Iftikhar, ini menjadi urutan tertinggi
kedua di Kekaisaran, berperingkat di bawah Nişan-i Imtiyaz. Itu diberikan oleh
Sultan kepada pegawai negeri dan pemimpin militer Ottoman untuk layanan luar
biasa kepada negara. Umumnya, itu tidak dapat diberikan kepada wanita, tetapi
pengecualian tampaknya dibuat atas kebijaksanaan Sultan. Urutan awalnya
didirikan di tiga kelas. Pada tahun 1867, pesanan diperluas menjadi empat
kelas, ditambah satu set kelas satu yang diperbesar dengan berlian atau berlian
(Ini tidak termasuk penghargaan dengan pedang, yang bukan merupakan kelas
terpisah, tetapi memang merupakan penghargaan terpisah). Pesanan dibatasi
(untuk penerima Turki) hingga 50 anggota kelas satu, 200 anggota kelas dua,
1000 anggota kelas tiga, dan 2000 anggota kelas empat. Awalnya, seseorang tidak
dapat menerima kelas pertama dari ordo ini tanpa terlebih dahulu didekorasi
dengan Kelas Pertama dari Ordo Medjidie, tetapi selama 33 tahun masa
pemerintahan Abdulhamid II, sebagian besar pembatasan ini diabaikan dan kelas
pertama dari ordo ini diabaikan. kedua pesanan diberikan secara bebas. Kelas
kelima ditambahkan pada tahun 1893.
Dari tahun 1915 hingga akhir
Perang Dunia Pertama, semua kelas dapat diberikan pedang jika diberikan untuk
prestasi dalam operasi militer.
Ribbon bar of the
medal
Deskripsi : Lencana ordo adalah bintang berujung tujuh dengan
enamel hijau tua, dengan tiga sinar perak pendek di antara setiap titik
bintang. Medali tengah berwarna emas, dengan bidang berenamel merah dikelilingi
oleh pita berenamel hijau. Di bagian tengah berwarna merah terdapat bulan sabit
emas terangkat, dan tulisan kaligrafi bertuliskan "Mengandalkan
Pertolongan Tuhan Yang Maha Esa, Abdulaziz Khan, Penguasa Kesultanan
Utsmaniyah". Medali tengah terbalik berwarna perak, bertuliskan piala
senjata dan tahun AH. 699, tahun penciptaan Kekaisaran Ottoman. Lencana
digantung oleh bulan sabit dan bintang emas, menghadap ke atas. Bintang ordo
tersebut memiliki medali tengah depan yang sama yang ditumpangkan pada bintang
perak berujung tujuh dari sinar segi. Bintang kelas satu biasanya berukuran
sekitar 100 mm, sedangkan bintang kelas dua berukuran sekitar 90 mm, dengan
tanda mint Ottoman di bagian belakang.
5)
Order of
the Medjidie, Jeweled
Ordo Medjidie (Turki Ottoman:
نشانِ مجیدی, 29 Agustus 1852 – 1922) adalah sebuah ordo militer dan sipil
Kekaisaran Ottoman. Perintah itu dilembagakan pada tahun 1851 oleh Sultan
Abdulmejid I.
§ Histori
Dilembagakan pada tahun 1851,
Ordo tersebut diberikan dalam lima kelas, dengan Kelas Satu sebagai yang
tertinggi. Perintah tersebut dikeluarkan dalam jumlah yang cukup besar oleh
Sultan Abdülmecid sebagai hadiah atas pengabdian yang terhormat kepada anggota
Angkatan Darat Inggris dan Angkatan Laut Kerajaan dan Angkatan Darat Prancis
yang datang membantu Kekaisaran Ottoman selama Perang Krimea melawan Rusia dan
kepada penerima Inggris untuk kemudian bertugas di Mesir dan/atau Sudan. Di
Inggris itu dikenakan setelah medali kegagahan dan kampanye Inggris diberikan,
tetapi, sebagai Perintah, sebelum medali asing seperti medali Perang Krimea Turki.
Ordo tersebut biasanya diberikan kepada para perwira, tetapi beberapa prajurit
dan pelaut yang terdaftar juga menerimanya di kelas bawah. Selama Perang Dunia
I itu juga diberikan kepada sejumlah perwira Jerman, Austria dan Bulgaria.
Perintah itu sering diberikan
kepada warga negara non-Turki.
§ Ottoman Honours
Di bagian depan bintang
adalah sandi kerajaan Sultan Abdülmecid yang dikelilingi oleh prasasti pada
lingkaran enamel merah bertepi emas; semua pada bintang tujuh duri tiga dengan
bulan sabit kecil dan bintang berujung lima di antaranya, digantung dari bulan
sabit berenamel merah dan tali pengikat bintang dengan tepi berenamel hijau.
Terjemahan kasar dari depan:
Ke kiri: (Anda telah) menyeberang. Ke kanan: (Anda terbukti) benar. Di atas:
(Anda telah memberikan) perlindungan. Di bawah: Tahun 1268. Di tengah: Atas
nama Tuhan Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Ordo memiliki 5 kelas. Kelas
pertama, kedua, ketiga dan keempat adalah emas. Kelas kelima (bawah) adalah
perak.
Pemilik pesanan:
i.
First Class Order
(Emas) - 50 orang (Diberikan oleh Sultan)
ii.
Pesanan Kelas Dua
(Emas) - 150 orang (Diberikan oleh Sultan)
iii.
Pesanan Kelas
Tiga (Emas) - 800 orang
iv.
Pesanan Kelas
Empat (Emas) - 3.000 orang
v.
Urutan Kelas
Kelima (Perak) - 6.000 orang
g. PENGHARGAAN ASING
i.
Prusia:
Ordo Elang Hitam Prusia, 15 Oktober 1917
Bintang Ordo Elang
Hitam
Ordo
Elang Hitam (Jerman: Hoher Orden vom Schwarzen Adler) adalah ordo ksatria
tertinggi di Kerajaan Prusia. Ordo tersebut didirikan pada 17 Januari 1701 oleh
Pemilih Friedrich III dari Brandenburg (yang menjadi Friedrich I, Raja di
Prusia, keesokan harinya). Dalam pengasingannya di Belanda setelah Perang Dunia
I, Kaisar Wilhelm II yang digulingkan terus memberikan perintah tersebut kepada
keluarganya. Dia menjadikan istri keduanya, Putri Hermine Reuss dari Greiz,
seorang Lady di Order of the Black Eagle.
Gambaran :
Anggaran
dasar ordo tersebut diterbitkan pada 18 Januari 1701, dan direvisi pada tahun
1847. Keanggotaan Ordo Elang Hitam terbatas pada sejumlah kecil kesatria, dan dibagi
menjadi dua kelas: anggota rumah pemerintahan (selanjutnya dibagi menjadi
anggota dari Rumah Hohenzollern dan anggota rumah lain, baik Jerman maupun
asing) dan ksatria kapitular. Sebelum tahun 1847, keanggotaan terbatas pada
bangsawan, tetapi setelah tanggal tersebut, kesatria kapitular yang bukan
bangsawan diangkat menjadi bangsawan (Adelsstand). Ksatria Capitular umumnya
adalah pejabat tinggi pemerintah atau perwira militer.
Ordo
Elang Hitam hanya memiliki satu kelas, tetapi juga dapat diberikan atas hak
prerogatif raja "dengan Rantai" ("mit der Kette") atau
tanpa ("ohne Kette"). Menurut undang-undang, anggota ordo juga
memegang Salib Besar Ordo Elang Merah, dan mengenakan lencana ordo itu dari
pita di leher. Sejak tahun 1862, anggota keluarga kerajaan Prusia, atas
penghargaan Ordo Elang Hitam, juga menerima Kelas 1 Ordo Mahkota Prusia.
Lencana :
Lencana
Ordo adalah salib emas Malta, berenamel biru, dengan elang hitam bermahkota
emas di antara lengan salib. Medali tengah emas bertuliskan monogram kerajaan
Friedrich I ("FR", untuk Fredericus Rex).
Lencana
ini dikenakan baik dari pita lebar (atau selempang) atau kerah (atau
"rantai"). Pita Ordo adalah selempang moiré oranye yang dikenakan
dari bahu kiri ke pinggul kanan, dengan lencana diletakkan di pinggul. Warna
selempang dipilih untuk menghormati Louise Henriette dari Nassau, putri
Pangeran Oranye dan istri pertama pemilih agung. Kerah atau rantai (Kette)
dikenakan di leher dan diletakkan di atas bahu, dengan lencana digantung di
tengah depan; kerah itu memiliki 24 mata rantai yang saling terkait: secara
bergantian elang hitam dan perangkat yang menampilkan medali tengah dengan moto
Ordo (Suum Cuique—secara harfiah berarti "Untuk masing-masing
miliknya", tetapi secara idiomatis "Untuk masing-masing menurut
kemampuannya"), sebuah serangkaian FR yang membentuk pola silang, cincin
berenamel biru di sekelilingnya, dan mahkota di setiap titik silang.
Bintang
Ordo adalah bintang perak berujung delapan, dengan sinar lurus atau bersegi
tergantung pada desain pembuat perhiasan. Medali tengah menampilkan elang hitam
(yang mencengkeram karangan bunga laurel di cakar kirinya dan tongkat kerajaan
di kanannya) dengan latar belakang emas, dikelilingi oleh cincin berenamel
putih bertuliskan karangan bunga laurel dan moto Ordo.
Pada
pertemuan bab Ordo Elang Hitam dan pada upacara tertentu, para ksatria
mengenakan jubah beludru merah dengan lapisan biru. Dibordir di bahu kiri
setiap jubah adalah bintang besar Ordo.
Keanggotaan :
Sejak
pendiriannya pada tahun 1701 hingga 1918, Ordo Elang Hitam dianugerahi 407
kali, dengan 57 di antaranya terjadi pada masa pemerintahan Friedrich I
(1701–1713). Pada tahun 1918, ksatria dari ordo tersebut berjumlah 118 — 14
adalah anggota keluarga kerajaan Prusia, satu adalah anggota Rumah Pangeran
Hohenzollern, 49 (sembilan di antaranya berasal dari negara bagian yang
berperang dengan Jerman) adalah anggota pemerintahan lainnya. rumah, dan 54
(termasuk 17 yang belum terpasang sepenuhnya) adalah orang Jerman nonkerajaan.
Subjek Raja Prusia yang menerima perintah, yang hanya diberikan dalam satu
kelas, dipromosikan menjadi gelar kebangsawanan dan menerima gelar
turun-temurun.
Dari
Buku Pegangan Negara Prusia, jelas bahwa Ordo Elang Hitam (serta, menurut
undang-undang, ordo Prusia lainnya, sebagaimana disebutkan di atas)
dianugerahkan kepada semua anggota laki-laki keluarga kerajaan pada ulang tahun
ke-10 mereka; orang-orang ini menerima kerah Ordo pada hari ulang tahun mereka
yang ke-18. Ordo ini juga diberikan kepada ratu Prusia (dan, kemudian,
permaisuri Jerman), meskipun anggota keluarga kerajaan perempuan lainnya
biasanya menerima Ordo Louise sebagai gantinya.
h. KELUARGA
i.
PEMAISURI
Mehmed VI memiliki lima
permaisuri:
§ Nazikeda Kadın (9 Oktober 1866 - 4 April 1941).
BaşKadin dan hanya permaisuri selama dua puluh tahun, dia dianggap sebagai
Permaisuri Ottoman terakhir. Dia lahir Emine Marşania, dia Abkhazia dan sebelum
menikah dengan Mehmed dia melayani Cemile Sultan dengan saudara perempuan dan
sepupunya. Mehmed menikahkannya pada tahun 1885, setelah satu tahun desakan,
setelah dia mengancam tidak akan pernah menikah jika tidak dan bahwa Nazikeda
akan menjadi satu-satunya pendampingnya. Dia menepati janjinya sampai, setelah
memberinya tiga anak perempuan, Nazikeda tidak bisa lagi memiliki anak, yang
memaksa Mehmed mengambil selir lain untuk memiliki ahli waris laki-laki. Dia
digambarkan sebagai tinggi dan cantik, montok, dengan kulit putih, mata cokelat
terang, dan rambut pirang panjang.
§ Inşirah Hanim (10 Juli 1887 - 10 Juni 1930). Lahir
Seniye Voçibe, dia orang Sirkasia, keponakan Durriaden Kadin, permaisuri Mehmed
V, kakak tiri Mehmed VI. Dia tinggi, dengan mata biru yang indah dan rambut
coklat tua yang sangat panjang. Dia dilamar oleh Mehmed pada tahun 1905.
Inşirah menolak, tetapi diminta oleh ayah dan saudara laki-lakinya. Tidak
bahagia tetapi masih cemburu, dia menceraikan Mehmed pada tahun 1909, ketika
dia menemukan seorang pelayan di tempat tinggalnya. Setelah bercerai sebelum
Mehmed naik takhta, dia tidak pernah menjadi Permaisuri. Kemudian dia jatuh ke
dalam depresi. Dia mencoba untuk kembali ke suaminya pada tahun 1922, ketika
dia berada di pengasingan di Sanremo, Italia, tetapi dia tidak diizinkan untuk
menemuinya dan dia tidak diberitahu tentang kehadirannya. Dia mencoba bunuh
diri dua kali. Yang pertama diselamatkan oleh keponakannya, tetapi yang kedua
dia berhasil dengan menenggelamkan dirinya di Sungai Nil.
§ Müveddet Kadın (12 Oktober 1893 - 20 Desember 1951).
Permaisuri Kedua dan satu-satunya permaisuri selain Nazikeda yang mendapatkan
gelar Kadın. Lahir Şadiye Çıhcı, dia diperkenalkan ke pengadilan oleh Habibe
Hanım, bendahara harem Mehmed. Mereka menikah pada tahun 1911. Dia tinggi,
dengan mata biru dan rambut pirang dan dikenal sebagai wanita yang sangat
manis, pemalu, baik hati dan pekerja keras. Dia juga dicintai dan dihormati
oleh putri tirinya. Dia melahirkan Mehmed putra satu-satunya, yang kematiannya
menyebabkan dia jatuh ke dalam depresi. Setelah kematian Mehmed, dia menikah
lagi, tetapi menceraikannya setelah empat tahun.
§ Nevvare Hanim (4 Mei 1901 - 13 Juni 1992). BaşIkbal.
Lahir Ayşe Çıhçı, dia adalah keponakan dari Müveddet Kadın, yang
membesarkannya. Dia menikah dengan Mehmed pada tahun 1918, meskipun Müveddet
melakukan segala kemungkinan untuk mencegahnya. Dia tinggi dan cantik, dengan
mata hijau dan rambut hitam panjang, dengan watak yang baik tetapi bangga. Dia
mengajukan gugatan cerai pada tahun 1922, ketika Mehmed digulingkan dan
diasingkan, dan dia dikabulkan pada tahun 1924. Setelah itu, dia menikah lagi.
§ Nevzad Hanim (2 Maret 1902 - 23 Juni 1992). Ikbal
kedua dan wanita terakhir yang menjadi pendamping sultan Ottoman. Lahir Nimet
Bargu. Dia menikah dengan Mehmed pada tahun 1921, sebelumnya dia pernah menjadi
Kalfa (pelayan) di rumah tangga Şehzade Mehmed Ziyaeddin, putra Sultan Mehmed
V. Dia adalah permaisuri favorit Mehmed di tahun-tahun terakhirnya, sedemikian
rupa sehingga dikatakan bahwa dia tidak pernah setuju. untuk berpisah
dengannya. Setelah kematian Mehmed, dia mengambil kembali namanya menjadi Nimet
dan menikah lagi. Pada pernikahan keduanya, dia memiliki seorang putra dan
putri. Dia tidak pernah setuju untuk berbicara tentang tahun-tahunnya sebagai
Permaisuri.
j.
ANAK LAKI-LAKI
Mehmed VI hanya memiliki satu putra:
§ Şehzade Mehmed Ertuğrul (5 November 1912 - 2 Juli
1944) - dengan Müveddet Kadın. Dia tidak pernah menikah atau punya anak.
k. PUTRI
Mehmed VI memiliki tiga anak
perempuan:
§ Münire Fenire Sultan (1888 - 1888, dua minggu
kemudian) - dengan Nazikeda Kadın. Meninggal sebagai bayi, dia terkadang
dianggap sebagai dua saudara kembar daripada seorang putri tunggal.
§ Fatma Ulviye Sultan (11 September 1892 - 1 Januari
1967) - dengan Nazikeda Kadın. Menikah dua kali, dia memiliki satu anak
perempuan.
§ Rukiye Sabiha Sultan (2 April 1894 - 26 Agustus 1971).
Dia menikah dengan Şehzade Ömer Faruk dan memiliki tiga anak perempuan.
·
Abdul Mejid II
Abdulmejid
II عبد المجيد
الثاني |
Sultan Abdul Mejid II |
Sultan
Kekaisaran Ottoman Ke-37
|
Khalifah
Ottoman |
Masa jabatan : 19 November 1922 – 3 Maret 1924 Pendahulu : Mehmed VI Penerus : Khalifah dihapuskan |
Kepala
keluarga Osmanoğlu |
Memerintah : 16 Mei 1926 – 23 Agustus 1944 Pendahulu : Mehmed VI Penerus : Ahmad Nihad |
Lahir : 29/30 Mei 1868. Beşiktaş, Istanbul,
Kesultanan Utsmaniyah Meninggal : 23 Agustus 1944 (umur 76). Paris,
Prancis Pemakaman :
Al-Baqi', Madinah, Arab Saudi Permaisuri : Şehsuvar Hanim (m. 1896; his w. 1944) Mihrimah Hanım (meninggal tahun 1899) Hayrünissa Hanim |
Nama : Abdul Mecid bin Abdul Aziz Dinasti : Ottoman Ayah : Abdulaziz Bunda : Hayranidil Kadin Agama : Islam Sunni |
Abdul Mejid II (juga dieja
Abd-ul-Mejid, Abdülmecit; bahasa Arab: عبد المجيد الثانى: Abdul Majid II) (29
Mei 1868 – 23 Agustus 1944) ialah khalifah terakhir Turki Utsmani, khalifah
ke-101 sejak Abu Bakar.
Lahir pada 29 Mei 1868 di
Istana Dolmabahçe di Istanbul (bekas Konstantinopel) dari Sultan Abd-ul-Aziz.
Ia dididik secara pribadi. Pada 4 Juli 1918 saudaranya Mehmed VI menjadi
Sultan. Menyusul pendepakan sepupunya dari tahta pada 1 November 1922 jabatan
sultan dihapuskan. Namun pada 19 November 1922, ia diangkat sebagai khalifah
oleh Majelis Agung Nasional Turki di Ankara. Ia memerintah dari Istanbul, pada
24 November 1922. Pada 3 Maret 1924 ia diturunkan dan diusir dari Turki bersama
dengan sisa keluarganya.
Pada 23 Desember 1896 ia
menikah buat pertama kalinya di Istana Ortaköy dengan Shahsuvar Bash Kadin
Effendi (Istanbul 2 Mei 1881 – Paris 1945). Mereka memiliki seorang putra,
Shehzade Ömer Faruk Effendi (27 Februari 1898 – 28 Maret 1969).
Pada 18 Juni 1902 ia menikah
untuk kedua kalinya di Istana Ortaköy dengan Hair un-nisa Kadin Effendi
(terlahir: Panderma, 2 Maret 1876; meninggal: Nice, 3 September 1936). Mereka
memiliki seorang putri, Hadice Hayriye Ayshe Dürrühsehvar (26 Januari 1914 – 7
Februari 2006) yang menikah dengan Azam Jah, putra Nizam Hyderabad terakhir.
Pada 16 April 1912 ia menikah
untuk ketiga kalinya di Istana Çamlica dengan Atiya Mihisti Kadin Effendi
(lahir di Adapazari, 27 Januari 1892 – London, 1964). Ia adalah saudari Kamil
Bey.
Pada 21 Maret 1921 ia menikah
untuk keempat kalinya di Istana Çamlica dengan Bihruz Kadin Effendi (lahir:
Izmir, 24 Mei 1903).
Pada 23 Agustus 1944 Abdul
Mejid II meninggal di kediamannya di Boulevard Suchet, Paris XVIe, Prancis. Ia
dimakamkan di Haram-i-Sharif, Madinah, Arab Saudi.
A. ISTANA KERAJAAN
1. ISTANA TOPKAPI
Istana Topkapi
dilihat dari Bosforus
2. ISTANA DOLMABAHCE
Istana Dolmabache
3. ISTANA YILDIZ
Istana Yildiz
Tidak ada komentar:
Posting Komentar