Mengenai Saya

Foto saya
Hi, Nama Saya Sandra Bagus Nugroho saya pemilik Blog History Of World Empire

Minggu, 30 April 2023

SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IV | ꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧔꧇

Sri Sultan Hamengku Buwono IV

꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧔꧇

Sri Sultan Hamengku Buwono IV

Sultan Yogyakarta ke-4

Bertakhta : 10 November 1814 - 6 Desember 1823

Penobatan : 9 November 1814 (Usia 10 tahun)

Pendahulu : Sultan Hamengkubuwana III

Penerus : Sultan Hamengkubuwana V

Pemahkotaan : 21 Juni 1812

Wali raja : Paku Alam I

Informasi Pribadi

Nama Lengkap : Gusti Raden Mas (GRM) Ibnu Jarot

Kelahiran : 3 April 1804 (Selasa Kliwon, 22 Besar Jimakir 1730), Kraton Yogyakarta, Yogyakarta

Kematian : 6 Desember 1823 (umur 19), Kraton Yogyakarta, Yogyakarta

Pemakaman : Astana Besiyaran, Imogiri, Yogyakarta

Wangsa : Mataram

Naik Tahta/Jumeneng Nata:

Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati-ing-Ngalaga 'Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Sekawan ing Ngayogyakarta Hadiningrat

Nama Anumerta: Sinuhun Jarot Seda Besiyar

Ayah : Sultan Hamengkubuwana III

Ibu : Gusti Kanjeng Ratu Kencana (GKR Hageng)

Permaisuri :Gusti Kanjeng Ratu Kencana

Agama : Islam


Sri Sultan Hamengkubuwana IV (Bahasa Jawa: ꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦺꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦺꦴꦤꦺꦴ꧇꧔꧇), (3 April 1804 – 6 Desember 1823) adalah raja Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1814 - 1822.

A. MASA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IV

Lahir pada tanggal 3 April 1804 dengan nama kecil Gusti Raden Mas (GRM) Ibnu Jarot, beliau ditunjuk menjadi putera mahkota saat penobatan ayahnya sebagai sultan pada tanggal 21 Juni 1812. Tidak lama berselang, putra Sri Sultan Hamengku Buwono III dengan permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Hageng ini naik tahta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono IV pada tanggal 9 November 1814 ketika usianya masih 10 tahun.

Karena usianya yang masih belia, maka pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono IV didampingi oleh wali raja. Salah satu wali raja yang ditunjuk saat itu adalah Pangeran Notokusumo yang telah bergelar Paku Alam I. Kedudukannya sebagai wali ditentukan hingga sultan mencapai akil baligh di usia 16 tahun pada 1820. Walaupun demikian, menjelang penyerahan kekuasaan Inggris ke Belanda pada tahun 1816, Ibunda Sultan –kemudian disebut Ratu Ibu, dan Patih Danurejo IV lah yang menjalankan wewenang sebagai wali sultan sehari-hari.

Kedekatan Pangeran Diponegoro dengan adiknya, Sri Sultan Hamengku Buwono IV, digambarkan seperti Kresna yang mengajari Arjuna. Ketika sang raja dikhitan pada tanggal 22 Maret 1815, Pangeran Diponegoro sendiri yang menutupi mata adiknya dengan kedua belah tangannya. Kemudian, dalam Kitab Kedung Kebo dan Babad Ngayogyakarta disebutkan bahwa Pangeran Diponegoro sangat memperhatikan pendidikan sang raja. Tidak jarang, dari Tegalrejo Pangeran Diponegoro menemui sultan belia untuk menceritakan kisah-kisah budi pekerti dari kitab Fatah Al-Mulk dan Raja-Raja khayali Arab maupun Syiria. Sang pangeran juga sering membacakan naskah-naskah penting seperti Serat Ambiya, Tajus Salatin, Hikayat Makutha Raja, Serat Menak, Babad Keraton, Arjuna Sasrabahu, Serat Bratayudha, dan Rama Badra. Untuk mendukung pendidikan sang raja kecil ini, Ratu Ibu juga menunjuk Kyai Ahmad Ngusman – kepala pasukan Suronatan dan Letnan Abbas –perwira Sepoy untuk mengajar baca Al Quran dan baca tulis Melayu.

Kedekatan Pangeran Diponegoro dengan keraton mulai renggang ketika Patih Danurejo IV semakin menancapkan pengaruhnya di Kasultanan. Patih Danurejo IV mendukung sistem sewa tanah untuk swasta, praktek yang mengakibatkan kesengsaraan bagi penduduk kasultanan. Belum pernah sebelumnya pengusaha-pengusaha Eropa menjalankan usaha perkebunan yang besar seperti kopi dan nila hingga pada masa tersebut. Selain itu, Patih Danurejo IV juga menempatkan saudara-saudaranya di posisi-posisi strategis. Puncaknya ketegangan antara Pangeran Diponegoro dengan Patih Danurejo IV terjadi tatkala Garebeg Sawal pada tanggal 12 Juli 1820. Di hadapan Sultan yang sudah mulai berkuasa secara mandiri itu, Pangeran Diponegoro mencela Patih Danurejo IV yang telah menyewakan tanah kerajaan di Rejowinangun.

Hanya berselang dua tahun sejak menjalankan pemerintahan secara mandiri, Sri Sultan Hamengku Buwono IV meninggal dunia. Di hari beliau wafat, 6 Desember 1823 (22 Rabingulawal 1750), Sri Sultan Hamengku Buwono IV masih berusia 19 tahun. Dalam beberapa catatan disebutkan bahwa beliau meninggal dunia setelah kembali dari kunjungan ke pesanggrahannya. Maka kemudian nama beliau dikenal sebagai Sultan Seda Besiyar. Sri Sultan Hamengku Buwono IV dimakamkan di Astana Besiyaran Pajimatan, Imogiri.

Dari pernikahannya dengan sembilan orang istri, Sri Sultan Hamengku Buwono IV mendapat 18 orang anak. Namun hampir sepertiga dari anak-anaknya meninggal ketika masih kecil. Yang menjadi penerus kemudian adalah puteranya dari permaisuri GKR Kencono, Gusti Raden Mas Gatot Menol, yang masih berusia 3 tahun.

B.    RIWAYAT PEMERINTAHAN

Nama aslinya adalah Gusti Raden Mas Ibnu Jarot, putra kedelapan belas Hamengkubuwana III yang lahir dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono tanggal 3 April 1804. Ia naik tahta menggantikan ayahnya pada usia sepuluh tahun, yaitu tahun 1814. Karena usianya masih sangat muda, Paku Alam I ditunjuk sebagai wali pemerintahannya.

Pada pemerintahan Hamengkubuwono IV, kekuasaan Patih Danurejo IV semakin merajalela. Ia menempatkan saudara-saudaranya menduduki jabatan-jabatan penting di keraton. Keluarga Danurejan ini terkenal tunduk pada Belanda. Mereka juga mendukung pelaksanaan sistem Sewa Tanah untuk swasta, yang hasilnya justru merugikan rakyat kecil.

Pada tanggal 20 Januari 1820 Paku Alam I meletakkan jabatan sebagai wali raja. Pemerintahan mandiri Hamengkubuwono IV itu hanya berjalan dua tahun karena ia tiba-tiba meninggal dunia pada tanggal 6 Desember 1823 saat sedang bertamasya. Oleh karena itu, Hamengkubuwono IV pun mendapat gelar anumerta Sinuhun Jarot, Seda Besiyar.

Kematian Hamengkubuwono IV yang serba mendadak ini menimbulkan desas-desus bahwa ia tewas diracun ketika sedang bertamasya. Putra mahkota yang belum genap berusia tiga tahun diangkat sebagai raja, bergelar Hamengkubuwono V.

C.     KEHIDUPAN PRIBADI

1.      Pemaisuri (Garwah Padmi)

·         Gusti Kanjeng Ratu Kencana

Putri Dhanureja II, Patih Yogyakarta dan Gusti Kanjeng Ratu Hangger. Kakek dari pihak ibu adalah Hamengkubuwana II.

2.      Selir (Garwah Ampeyan)

·         Bendara Raden Ayu Dewaningrum

·         Bendara Raden Ayu Murcitaningrum

·         Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum

·         Bendara Raden Ayu Turunsih

·         Bendara Raden Ayu Daya Asmara

·         Bendara Raden Ayu Murtiningrum

·         janda Hamengkubuwana III

·         Bendara Raden Ayu Ratnaningrum

·         Bendara Raden Ayu Widyawati

·         putri Ki Dhalang Jiwatenaya

 

3.       Anak

·         Kanjeng Pangeran Adipati Anom Hamengkunegara Sudibya Rajaputra Narendra ing Mataram

lahir dari GKR. Kencana, meninggal pada usia 108 hari

·         Gusti Raden Mas Gathot Menol

lahir dari GKR. Kencana. Naik takhta sebagai Hamengkubuwana V

·         Bendara Pangeran Harya Hangabehi

lahir dari BRAy. Daya Asmara. Ia adalah pegawai KNIL, juga dikenal sebagai Bendara Pangeran Harya Suryadiningrat atau Bendara Pangeran Harya Panengah.

·         Gusti Raden Mas Mustaya

lahir dari GKR. Kencana. Kemudian bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi, naik takhta sebagai Hamengkubuwana VI

·         Bendara Pangeran Harya Surya Negara

lahir dari BRAy. Widyawati. Ia adalah pegawai KNIL, sastrawan Jawa ternama, serta penulis utama Babad Ngayogyakarta.

·         Bendara Raden Mas Tritustha

lahir dari BRAy. Dewaningrum, meninggal muda

·         Gusti Bendara Raden Ayu Maduratna

lahir dari BRAy. Murcitaningrum. Menikah dengan Kanjeng Pangeran Harya Yudhanegara I atau Kanjeng Raden Tumenggung Prawiradirja.

·         Bendara Raden Mas Sunadi

lahir dari BRAy. Dewaningrum

·         Bendara Raden Ayu Dhanureja

lahir dari BRAy. Ratna Adiningrum. Menikah dengan Dhanureja IV, Patih Yogyakarta.

·         Bendara Raden Ayu Niti Negara

lahir dari BRAy. Turunsih. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Niti Negara II, cucu Hamengkubuwana II dari pihak ibu.

·         Bendara Raden Ayu Jayaningrat

lahir dari BRAy. Murtiningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Jayaningrat.

·         Bendara Raden Ayu Suryatmaja

lahir dari BRAy. Ratnaningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Suryatmaja.

·         Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton

lahir dari GKR. Kencana, meninggal muda

·         Bendara Raden Ajeng Mutoinah

lahir dari BRAy. Murtiningrum

·         Bendara Raden Mas Pirngadi

lahir dari BRAy. Widyawati

·         Bendara Raden Mas Samadikun

lahir dari BRAy. Ratnaningrum

C. PENINGGALAN SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO IV

Masa pemerintahan mandiri beliau yang hanya berjalan selama dua tahun membuat segala kebijakan lebih banyak dikendalikan oleh Ratu Ibu, Patih Danurejo dan Belanda. Oleh karena itu bisa dimaklumi jika tidak ada karya sastra besar maupun seni yang dihasilkan pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono IV.

Namun demikian, terdapat dua buah kereta yang saat ini ada di Museum Kereta Keraton Yogyakarta, yaitu Kyai Manik Retno dan Kyai Jolodoro yang merupakan peninggalan Sultan HB IV. Dua buah kereta kecil tersebut dirancang untuk kebutuhan pesiar yang sering dilakukan oleh Sri Sultan.

D.      GALERI

 

 

 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AR (Augmented Reality)

  A.     APA ITU AUGMENTED REALITY AR (Augmented Reality) adalah teknologi yang memperluas dunia fisik dengan cara menambahkan lapisan infor...

HALAMAN