Mengenai Saya

Foto saya
Hi, Nama Saya Sandra Bagus Nugroho saya pemilik Blog History Of World Empire

Minggu, 30 April 2023

SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VI | ꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧖꧇

Hamengkubuwana VI

꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦼꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦤ꧇꧖꧇

Sri Sultan Hamengkubuwana VI

Sultan Yogyakarta ke-6

Bertakhta: 5 Juli 1855 - 20 Juli 1877

Penobatan: 5 Juli 1855

Pendahulu: Sultan Hamengkubuwana V

Penerus: Sultan Hamengkubuwana VII

Informasi Pribadi

Nama Lengkap: Gusti Raden Mas Mustojo

Kelahiran: 10 Agustus 1821 (Ahad Pon, 21 Dulkaidah Ehe 1748), Kraton Yogyakarta, Yogyakarta

Kematian: 20 Juli 1877 (umur 55), Kraton Yogyakarta, Yogyakarta

Pemakaman: Astana Besiyaran, Imogiri, Yogyakarta

Wangsa : Mataram

Naik Tahta/Jumeneng Nata:

Ngarso Dalem Sampeyan Dalem Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono Senapati-ing-Ngalaga 'Abdurrahman Sayyidin Panatagama Khalifatullah ingkang Jumeneng Kaping Enem ing Ngayogyakarta Hadiningrat

Ayah: Sultan Hamengkubuwana IV

Ibu: Gusti Kanjeng Ratu Kencono

Permaisuri: Gusti Kanjeng Ratu Kencana & Gusti Kanjeng Ratu Sultan

Agama: Islam

 Sri Sultan Hamengkubuwana VI (Bahasa Jawa: ꧋ꦱꦿꦶꦱꦸꦭ꧀ꦠꦤ꧀ꦲꦩꦺꦁꦏꦸꦧꦸꦮꦺꦴꦤꦺꦴ꧇꧖꧇, 10 Agustus 1821 – 20 Juli 1877) adalah sultan keenam Kesultanan Yogyakarta yang memerintah pada tahun 1855 – 1877, berjuluk Sinuhun Mangkubumi. Dia menggantikan kakaknya, Hamengkubuwana V yang meninggal di tengah ketidakstabilan politik dalam tubuh Keraton Yogyakarta.

A. MASA SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VI

Dilahirkan dengan nama Gusti Raden Mas (GRM) Mustojo pada tanggal 10 Agustus 1821, beliau adalah putera dari Sri Sultan Hamengku Buwono IV dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu (GKR) Kencono. Pada tahun 1839 ketika sudah berganti nama menjadi Pangeran Adipati Mangkubumi beliau mendapat pangkat Letnan Kolonel dari pemerintah Hindia Belanda. Kelak pangkat beliau naik menjadi Kolonel pada tahun 1847.

Sri Sultan Hamengku Buwono V wafat dalam kondisi tidak meninggalkan putera. Selang 13 hari kemudian, baru sang permaisuri -GKR Sekar Kedaton, melahirkan seorang putera yang diberi nama GRM. Timur Muhammad yang bergelar Kanjeng Pangeran Haryo (KPH) Suryaning Ngalaga ketika sudah dewasa. Mengatasi kondisi tersebut, pemerintah kolonial Hindia Belanda menetapkan Pangeran Adipati Mangkubumi sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono VI yang dinobatkan pada tanggal 5 Juli 1855.

Menginjak usia 27 tahun, beliau menikah dengan GKR Kencono yang merupakan puteri dari Susuhunan Paku Buwono VIII dari Surakarta. Sebagai permaisuri Sultan Hamengku Buwono VI, Ratu Kencono bergelar GKR Hamengku Buwono. Pernikahan tersebut menjadi sejarah terjalinnya kembali hubungan baik di antara Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta yang sejak Perjanjian Giyanti sering terjadi ketegangan. Hubungan baik dengan kerajaan lain juga semakin terjalin setelah Sri Sultan Hamengku Buwono VI menikahi puteri dari Kerajaan Brunei.

Pola pemerintahan yang dilaksanakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VI pada dasarnya melanjutkan model yang dijalankan oleh kakaknya, perang pasif. Hal ini cukup berbeda dengan sikap beliau sebelum naik tahta, dimana beliau cukup keras menentang sikap sang kakak. Perubahan sikap ini kiranya yang menimbulkan kekecewaan dan akhirnya memunculkan gejolak di Kasultanan. Adalah kebetulan beliau didampingi oleh Patih Danurejo V yang terkenal pandai dalam hal siasat, sehingga banyak masalah pelik dapat terselesaikan.

Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VI, terjadi bencana alam yang memilukan. Gempa dengan kekuatan dahsyat menggoncang bumi Yogyakarta pada tanggal 10 Juni 1867. Tercatat gempa mengakibatkan sekitar 500 korban jiwa. Selain itu, gempa juga memporak porandakan 327 bangunan termasuk bangunan keraton. Tugu Golog Giling (sekarang Tugu Jogja) yang tadinya menjulang 25 meter, rusak parah. Demikian juga bangunan Tamansari mengalami kerusakan hebat. Hal yang sama melanda Mesjid Gedhe dan Loji Kecil (sekarang istana kepresidenan Gedung Agung). Perbaikan atas kerusakan-kerusakan tersebut membutuhkan waktu lama. Bahkan, Tugu Golong Gilig baru selesai proses pembangunan ulangnya di masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VII. International Handbook of Earthquake and Engineering Seismology mencatat gempa waktu itu memiliki kekuatan sebesar 6,8 SR.

Sedemikian traumatisnya peristiwa tersebut sehingga Sri Sultan Hamengku Buwono VI meminta agar peristiwa tersebut tidak usah diingat-ingat dan meyakinkan penduduk bahwa peristiwa seperti itu hanya akan terjadi sekali, tidak akan terulang lagi. Itulah mengapa catatan mengenai gempa ini hanya terserak dalam ingatan-ingatan, tidak ada catatan atasnya secara rinci di karya-karya pujangga keraton.

Pada tanggal 20 Juli 1877 (9 Rejeb 1806 TJ), ketika beliau menginjak usia 56 tahun, Sri Sultan Hamengku Buwono VI tutup usia. Beliau dimakamkan di Astana Besiyaran, Pajimatan Imogiri. Sebulan berikutnya, tepatnya tanggal 13 Agustus 1877, putra beliau Raden Mas Murtejo naik tahta sebagai Sri Sultan Hamengku Buwono VII.

B.    RIWAYAT PEMERINTAHAN

Nama asli Sultan Hamengkubuwana VI adalah Gusti Raden Mas Mustojo, merupakan putra kedua belas Sultan Hamengkubuwana IV yang lahir pada tahun 1821 dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono.

Hamengkubuwana VI naik takhta menggantikan kakaknya, yaitu Hamengkubuwana V pada tahun 1855, setelah Hamengkubuwana V tewas dibunuh oleh selirnya sendiri (istri ke-5) Kanjeng Mas Ayu Hemawati ditengah ketidakstabilan politik di kesultanan Yogyakarta. Pada masa pemerintahannya terjadi gempa bumi yang besar yang meruntuhkan sebagian besar Keraton Yogyakarta, Taman Sari, Tugu Golong Gilig, Masjid Gedhe (masjid keraton), Loji Kecil (sekarang Istana Kepresidenan Gedung Agung Yogyakarta) serta beberapa bangunan lainnya di Kesultanan Yogyakarta.

Pada masa Hamengkubuwana V, Gusti Raden Mas Mustojo adalah seorang penentang keras kebijakan politik perang pasif kakaknya yang menjalankan hubungan dekat dengan pemerintahan Hindia Belanda yang ada di bawah Kerajaan Belanda. Namun setelah kakaknya meninggal dan dia dinobatkan menjadi raja, semasa pemerintahannya dia justru melanjutkan kebijakan dari kakaknya yang sebelumnya dia tentang keras.

Semasa pemerintahan Hamengkubuwana VI kemudian mulai timbul pemberontakan-pemberontakan yang tidak mengakui masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwana VI, tetapi pemberontakan-pemberontakan tersebut dapat diredam dan dibersihkan. Hal ini berkat kepemimpinan dan ketangguhan Danurejo V, patih Keraton Yogyakarta saat itu. Hubungan dengan berbagai kerajaan pun terjalin kuat pada masa pemerintahan HB VI, apalagi setelah beliau menikah dengan putri Kesultanan Brunai.

Walaupun sempat menimbulkan beberapa sengketa dengan kerajaan-kerajaan lain, tercatat bahwa Sultan Hamengkubuwono VI dapat mengatasinya dengan arif bijaksana. Tapi lambat laun hubungan dengan pemerintahan Hindia Belanda agak mulai menuai konflik terutama karena keraton Yogyakarta kala itu banyak menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan yang menjadi musuh pemerintah Hindia Belanda dan Kerajaan Belanda.

Pemerintahan Hamengkubuwana VI berakhir ketika ia meninggal dunia pada tanggal 20 Juli 1877. Ia digantikan putra tertuanya, Gusti Raden Mas Murtejo, sebagai sultan selanjutnya bergelar Hamengkubuwana VII.

Naiknya Hamengkubuwana VII menggantikan ayahnya Hamengkubuwana VI sebagai raja Yogyakarta yang baru mendapat tentangan dari permaisuri Almarhum Sultan Hamengkubuwana V, Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton, karena seharusnya yang naik takhta adalah Gusti Raden Mas Timur Muhammad putra Hamengkubuwana V. Keduanya lalu ditangkap dengan tudingan telah melakukan pembangkangan terhadap raja dan istana. Hukuman pun dijatuhkan, sekaligus untuk menghapus trah Sultan Hamengkubuwana V dan demi melanggengkan kekuasaan Sultan Hamengkubuwana VII beserta keturunannya nanti. Gusti Kanjeng Ratu Sekar Kedhaton dan Gusti Raden Mas Timur Muhammad harus menjalani hukuman buang ke Manado, Sulawesi Utara, hingga keduanya meninggal dunia di sana.

C.     KEHIDUPAN PRIBADI

1.      PEMAISURI (GARWA PADMI)

·         Gusti Kanjeng Ratu Kencana

Putri Pakubuwana VIII dari Surakarta. Ia kemudian bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hamengkubuwana.

·         Gusti Kanjeng Ratu Sultan

putri Ki Ageng Prawirarejasa. Ia kemudian bergelar Gusti Kanjeng Ratu Hageng.

2.      SELIR (GARWA AMPEYAN)

·         Bendara Raden Ayu Tejaningrum

·         Bendara Raden Ayu Pujaratna

·         Bendara Raden Ayu Ratnaningdia

·         Bendara Raden Ayu Sasmitaningrum

·         Bendara Raden Ayu Puspitaningrum

·         Bendara Raden Ayu Murtiningrum

·         Bendara Raden Ayu Ratna Adiningrum

·         Bendara Raden Ayu Dewaningrum

 

3.      ANAK

·         Gusti Raden Mas Murteja

lahir dari GKR. Sultan. Naik takhta sebagai Hamengkubuwana VII

·         Bendara Raden Mas Sulaiman

lahir dari BRAy. Pujaratna, meninggal muda

·         Bendara Pangeran Harya Purbaya

lahir dari BRAy. Ratnaningdia

·         Gusti Pangeran Harya Surya Mataram

lahir dari GKR. Sultan

·         Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi

lahir dari GKR. Sultan. Ia adalah kakek Hamengkubuwana IX dari pihak ibu.

·         Bendara Pangeran Harya Hadiwinata

lahir dari BRAy. Puspitaningrum.

·         Bendara Pangeran Harya Hadiwijaya

lahir dari BRAy. Ratna Adiningrum

·         Gusti Pangeran Harya Bumi Nata

lahir dari GKR. Sultan

·         Gusti Pangeran Harya Puger

lahir dari GKR. Sultan

·         Gusti Pangeran Harya Suryaputra

lahir dari GKR. Sultan

·         Gusti Pangeran Harya Anom

lahir dari GKR. Sultan

·         Bendara Raden Ajeng Samilah

lahir dari BRAy. Tejaningrum, meninggal muda

·         Gusti Kanjeng Ratu Hangger

lahir dari GKR. Sultan. Menikah dengan Kanjeng Raden Adipati Danureja VI, Patih Yogyakarta.

·         Gusti Kanjeng Ratu Pembayun

lahir dari GKR. Sultan. Menikah dengan Kanjeng Raden Adipati Danureja V, Patih Yogyakarta

·         Gusti Kanjeng Ratu Anom

lahir dari GKR. Sultan. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Dhanuningrat

·         Bendara Raden Ayu Purwadiningrat

lahir dari BRAy. Sasmitaningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Purwadiningrat

·         Gusti Kanjeng Ratu Hayu

lahir dari GKR. Sultan. Menikah dengan Paku Alam IV lalu bercerai kemudian menikah lagi dengan Raden Mas Adipati Harya Hadiningrat atau Kanjeng Pangeran Harya Chandranegara IV, Bupati Demak. Ia adalah nenek Raden Ajeng Kartini dari pihak ayah.

·         Gusti Kanjeng Ratu Bendara

lahir dari GKR. Sultan. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Wijil

·         Gusti Raden Ajeng Kusdilah

lahir dari GKR. Kencana, meninggal muda

·         Gusti Kanjeng Ratu Sasi

lahir dari GKR. Kencana. Menikah dengan Kanjeng Bendara Pangeran Harya Suryaning-Ngalaga putra Hamengkubuwana V, kemudian dengan Kanjeng Raden Tumenggung Suryadirja atau Kanjeng Raden Tumenggung Jayawinata

·         Bendara Raden Ayu Natayudha

lahir dari BRAy. Murtiningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumemggung Natayudha

·         Bendara Raden Ayu Mangkuyudha

lahir dari BRAy. Ratna Adiningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Mangkuyudha

·         Bendara Raden Ayu Suryamurcita

lahir dari BRAy. Dewaningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Suryamurcita

lahir dari BRAy. Dewaningrum. Menikah dengan Kanjeng Raden Tumenggung Suryamurcita

D. PENINGGALAN SRI SULTAN HAMENGKU BUWONO VI

Sri Sultan Hamengku Buwono VI meninggalkan dua buah karya seni tari, yaitu tari Bedhaya Babar Layar dan Srimpi Endra Wasesa.

Di masa beliau pula, dipesan kereta Kyai Wimono Putro yang nantinya menjadi kereta yang dipergunakan ketika diadakan upacara pelantikan putra mahkota menjadi sultan. Adapun kereta kebesaraan beliau sendiri, yang nantinya dipakai hingga sekarang, adalah Kyai Kanjeng Garudho Yakso.

E.     GALERI


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

AR (Augmented Reality)

  A.     APA ITU AUGMENTED REALITY AR (Augmented Reality) adalah teknologi yang memperluas dunia fisik dengan cara menambahkan lapisan infor...

HALAMAN