Lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Lambang negara Indonesia berbentuk burung Garuda yang kepalanya menoleh ke sebelah kanan heraldik, perisai berbentuk menyerupai jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu” ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda. Lambang ini dirancang oleh panitia teknis yang dinamakan Panitia Lencana Negara dan diketuai oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno dan diresmikan pemakaiannya sebagai lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat tanggal 11 Februari 1950.
Lambang Garuda
Pancasila pertama kali diatur penggunaannya dalam Peraturan Pemerintah No. 43
Tahun 1958,[1] dan diubah dengan berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 2009 untuk melaksanakan Pasal 36A Undang-Undang Dasar 1945.
A. SEJARAH
Garuda,
kendaraan (wahana) Wishnu tampil di berbagai candi kuno di Indonesia, seperti
Prambanan, Mendut, Sojiwan, Penataran, Belahan, Sukuh dan Cetho dalam bentuk
relief atau arca. Di Prambanan terdapat sebuah candi di muka candi Wishnu yang
dipersembahkan untuk Garuda, akan tetapi tidak ditemukan arca Garuda di
dalamnya. Di candi Siwa Prambanan terdapat relief episode Ramayana yang
menggambarkan keponakan Garuda yang juga bangsa dewa burung, Jatayu, mencoba
menyelamatkan Sinta dari cengkeraman Rahwana. Arca anumerta Airlangga yang
digambarkan sebagai Wishnu tengah mengendarai Garuda dari Candi Belahan mungkin
adalah arca Garuda Jawa Kuno paling terkenal, kini arca ini disimpan di Museum
Trowulan.
Garuda muncul
dalam berbagai kisah, terutama di Jawa dan Bali. Dalam banyak kisah Garuda
melambangkan kebajikan, pengetahuan, kekuatan, keberanian, kesetiaan, dan
disiplin. Sebagai kendaraan Wishnu, Garuda juga memiliki sifat Wishnu sebagai
pemelihara dan penjaga tatanan alam semesta. Dalam tradisi Bali, Garuda
dimuliakan sebagai "Tuan segala makhluk yang dapat terbang" dan
"Raja agung para burung". Di Bali ia biasanya digambarkan sebagai
makhluk yang memiliki kepala, paruh, sayap, dan cakar elang, tetapi memiliki
tubuh dan lengan manusia. Biasanya digambarkan dalam ukiran yang halus dan
rumit dengan warna cerah keemasan, digambarkan dalam posisi sebagai kendaraan
Wishnu, atau dalam adegan pertempuran melawan Naga. Posisi mulia Garuda dalam
tradisi Indonesia sejak zaman kuno telah menjadikan Garuda sebagai simbol
nasional Indonesia, sebagai perwujudan ideologi Pancasila. Garuda juga dipilih
sebagai nama maskapai penerbangan nasional Indonesia Garuda Indonesia. Selain
Indonesia, Thailand juga menggunakan Garuda sebagai lambang negara.
Setelah Perang
Kemerdekaan Indonesia 1945–1949, disusul pengakuan kedaulatan Indonesia oleh
Belanda melalui Konferensi Meja Bundar pada tahun 1949, dirasakan perlunya
Indonesia (saat itu Republik Indonesia Serikat) memiliki lambang negara.
Tanggal 10 Januari 1950 dibentuk Panitia Teknis dengan nama Panitia Lencana
Negara di bawah koordinator Menteri Negara Zonder Porto Folio Sultan Hamid II
dengan susunan panitia teknis Muhammad Yamin sebagai ketua, Ki Hajar Dewantoro,
M A Pellaupessy, Moh Natsir, dan RM Ng Poerbatjaraka sebagai anggota. Panitia
ini bertugas menyeleksi usulan rancangan lambang negara untuk dipilih dan
diajukan kepada pemerintah.
Merujuk
keterangan Bung Hatta dalam buku "Bung Hatta Menjawab" untuk
melaksanakan Keputusan Sidang Kabinet tersebut Menteri Priyono melaksanakan
sayembara. Terpilih dua rancangan lambang negara terbaik, yaitu karya Sultan
Hamid II dan karya M Yamin. Pada proses selanjutnya yang diterima pemerintah
dan DPR adalah rancangan Sultan Hamid II. Karya M. Yamin ditolak karena menyertakan
sinar-sinar matahari yang menampakkan pengaruh Jepang.
Setelah
rancangan terpilih, dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II),
Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk
keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita
yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih
dengan menambahkan semboyan "Bhineka Tunggal Ika".Tanggal 8 Februari
1950, rancangan lambang negara yang dibuat Menteri Negara RIS, Sultan Hamid II
diajukan kepada Presiden Soekarno. Rancangan lambang negara tersebut mendapat
masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali, karena adanya
keberatan terhadap gambar burung Garuda dengan tangan dan bahu manusia yang
memegang perisai dan dianggap terlalu bersifat mitologis.
Sultan Hamid II
kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan
berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda
Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Presiden Soekarno kemudian menyerahkan
rancangan tersebut kepada Kabinet RIS melalui Moh Hatta sebagai perdana
menteri. AG Pringgodigdo dalam bukunya “Sekitar Pancasila” terbitan Dep Hankam,
Pusat Sejarah ABRI menyebutkan, rancangan lambang negara karya Sultan Hamid II
akhirnya diresmikan pemakaiannya dalam Sidang Kabinet RIS pada tanggal 11
Februari 1950.[4] Ketika itu gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila
masih "gundul" dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini.
Presiden Soekarno kemudian memperkenalkan untuk pertama kalinya lambang negara
itu kepada khalayak umum di Hotel Des Indes Jakarta pada 15 Februari 1950.
Soekarno terus
memperbaiki bentuk Garuda Pancasila. Pada tanggal 20 Maret 1950 Soekarno
memerintahkan pelukis istana, Dullah, melukis kembali rancangan tersebut;
setelah sebelumnya diperbaiki antara lain penambahan "jambul" pada
kepala Garuda Pancasila, serta mengubah posisi cakar kaki yang mencengkram pita
dari semula di belakang pita menjadi di depan pita, atas masukan Presiden
Soekarno. Dipercaya bahwa alasan Soekarno menambahkan jambul karena kepala
Garuda gundul dianggap terlalu mirip dengan Bald Eagle, Lambang Amerika
Serikat. Untuk terakhir kalinya, Sultan Hamid II menyelesaikan penyempurnaan
bentuk final gambar lambang negara, yaitu dengan menambah skala ukuran dan tata
warna gambar lambang negara. Rancangan Garuda Pancasila terakhir ini dibuatkan
patung besar dari bahan perunggu berlapis emas yang disimpan dalam Ruang
Kemerdekaan Monumen Nasional sebagai acuan, ditetapkan sebagai lambang negara
Republik Indonesia, dan desainnya tidak berubah hingga kini.
B. DESKRIPSI
DAN ARTI FILOSOFI
1.
GARUDA
·
Garuda Pancasila adalah burung Garuda yang
sudah dikenal melalui mitologi kuno dalam sejarah bangsa Indonesia, yaitu
kendaraan Wishnu yang menyerupai burung elang rajawali. Garuda digunakan
sebagai Lambang Negara untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang
besar dan negara yang kuat.
·
Warna keemasan pada burung Garuda melambangkan
keagungan dan kejayaan.
·
Garuda memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar
yang melambangkan kekuatan dan tenaga pembangunan.
·
Jumlah bulu Garuda Pancasila melambangkan hari
proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, antara lain:
§
17 helai bulu pada masing-masing sayap.
§
8 helai bulu pada ekor.
§
19 helai bulu di bawah perisai atau pada
pangkal ekor.
§
45 helai bulu di leher.
2.
PERISAI
·
Perisai adalah tameng yang telah lama dikenal
dalam kebudayaan dan peradaban Indonesia sebagai bagian senjata yang
melambangkan perjuangan, pertahanan, dan perlindungan diri untuk mencapai
tujuan.
·
Di tengah-tengah perisai terdapat sebuah garis
hitam tebal yang melukiskan garis khatulistiwa yang menggambarkan lokasi Negara
Kesatuan Republik Indonesia, yaitu negara tropis yang dilintasi garis
khatulistiwa membentang dari timur ke barat.
·
Warna dasar pada ruang perisai adalah warna
bendera kebangsaan Indonesia "merah-putih". Sedangkan pada bagian
tengahnya berwarna dasar hitam.
·
Pada perisai terdapat lima buah ruang yang
mewujudkan dasar negara Pancasila. Pengaturan lambang pada ruang perisai adalah
sebagai berikut:
§
Sila Pertama: Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan
dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima
berlatar hitam;
§
Sila Kedua: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kanan
bawah perisai berlatar merah;
§
Sila Ketiga: Persatuan Indonesia dilambangkan
dengan pohon beringin di bagian kanan atas perisai berlatar putih;
§
Sila Keempat: Kerakyatan yang Dipimpin oleh
Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan
kepala banteng di bagian kiri atas perisai berlatar merah; dan
§
Sila Kelima: Keadilan Sosial bagi Seluruh
Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kiri bawah
perisai berlatar putih.
3.
PITA BERTULISKAN BHINNEKA TUNGGAL IKA
·
Kedua cakar Garuda Pancasila mencengkeram
sehelai pita putih bertuliskan "Bhinneka Tunggal Ika" berwarna hitam.
·
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika adalah kutipan
dari Kakawin Sutasoma karya Mpu Tantular. Kata bhinneka adalah gabungan dari
kata bhinna dan ika yang bermakna "berbeda itu". Kemudian kata
tunggal berarti "satu", sedangkan kata ika berarti itu. Secara
harfiah Bhinneka Tunggal Ika diterjemahkan "Berbeda itu, Satu Itu",
yang bermakna meskipun kelihatan itu berbeda-beda tetapi pada hakikatnya itu
adalah satu kesatuan, bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu
kesatuan. Semboyan ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan kesatuan
Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam
budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama dan kepercayaan.
C.
BEBERAPA
ATURAN
Lambang Negara Indonesia adalah Garuda Pancasila dengan semboyan
Bhinneka Tunggal Ika. Lambang Negara Indonesia berbentuk burung garuda yang
kepalanya menoleh ke sebelah kanan (dari sudut pandang garuda), perisai
berbentuk menyerupai jantung yang di gantung dengan rantai pada leher Garuda,
dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti "Berbeda-beda tetapi tetap
satu" ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.
Lambang ini dirancang oleh Sultan Hamid II dari Pontianak yang
kemudian disempurnakan oleh Presiden Soekarno, dan diresmikan pemakaiannya sebagai
lambang negara pertama kali pada Sidang Kabinet Republik Indonesia Serikat
Tanggal 11 Februari 1950. Lambang negara Garuda Pancasila diatur penggunaannya
dalam Peraturan Pemerintah No. 43/1958.
D.
MARS
PANCASILA
"Garuda Pancasila" juga merupakan dan nama sebuah lagu nasional
Indonesia yang diciptakan lagu dan liriknya oleh Prohar Sudharnoto. Judul
aslinya adalah "Mars Pancasila".
Mars Pancasila adalah lagu Indonesia yang ditulis oleh Sudharnoto.
Lirik lagu ini berisi tentang kesetiaan segenap rakyat Indonesia kepada Pancasila
sebagai satu-satunya ideologi atau falsafah Bangsa Indonesia.
LIRIK:
Garuda Pancasila
Akulah pendukungmu
Patriot proklamasi
Sedia berkorban untukmu
Pancasila dasar negara
Rakyat adil makmur sentosa
Pribadi bangsaku
Ayo maju, maju
Ayo maju, maju
Ayo maju, maju
Tidak ada komentar:
Posting Komentar